• Tidak ada hasil yang ditemukan

TATA CARA PENGHITUNGAN, PENGISIAN & PELAPORAN SPT PPH PASAL 21/26

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TATA CARA PENGHITUNGAN, PENGISIAN & PELAPORAN SPT PPH PASAL 21/26"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

TATA CARA PENGHITUNGAN, PENGISIAN & PELAPORAN

SPT PPH PASAL 21/26

Subur Harahap, SE, Ak, MM, Dipl.FP, CFP®, CA, CMAp p

(2)

1. Pendahuluan 2. Dasar Hukum

3. Objek Pajak dan Pengecualian PPh Ps 21/26 4. Mekanisme Penghitungan PPh Ps 21/26

5. Tarif Pajak PPh Ps 21/26

6. Saat Terutang dan Tempat Terutang PPh Ps  21/26.

7 Penerapan Tarif PPh Ps 17 untuk berbagai 7. Penerapan Tarif PPh Ps.17 untuk berbagai

macam jenis penghasilan WP‐OP.

8. Perencanaan PPh Pasal 21

(3)
(4)

1. Pendahuluan

Pajak adalah Iuran Warga Negara Kepada Pajak adalah Iuran Warga Negara Kepada Negara yang dapat dipaksakan.

Sistem Perpajakan Indonesia Æ Self Assessment (Gabungan Official & Self Assessment (Gabungan Official & Self Assesment)

Hirarki Peraturan Perjapajakan di Indonesia:

UU Æ PP Æ PMK Æ Per Dirjen Æ SE

UU Æ PP Æ PMK Æ Per Dirjen Æ SE

(5)

Hirarki Hukum Pajak Indonesia

H

UU Dasar 1945

Konstitusi : Sumber dari segala sumber hukum di Indonesia

UU Perpajakan

H I R A R

Hirarki Paling Tinggi, dan menjadi payung hukum dalam

menetapkan peraturan perpajakan di Indonesia, Contoh UU PPh,  Konstitusi : Sumber dari segala sumber hukum di Indonesia

UU Dasar 1945

UU Perpajakan

Peraturan

R K I H

UU KUP, UU PPN, UU Materai, UU PBB.

Untuk mengatur atau menjabarkan beberapa ketentuan dalam UU  Pajak (Cth.  PP No.77 Tahun 2013, Tentang PPh bagi Perusahaan 

Pemerintah (PP) Peraturan

H U K U M

Terbuka)

Untuk mengatur atau menjabarkan beberapa ketentuan dalam UU  P j k (Cth PMK N 228/PMK 04/2015 T t P l

Menkeu Peraturan

M P A J

Pajak (Cth.  PMK No.228/PMK.04/2015, Tentang Pengeluaran Impor Barang Untuk Dipakai)

Untuk mengatur atau menjabarkan beberapa ketentuan dalam UU 

Dirjen Pajak Surat Edaran

J A K

Pajak (Cth.  PER ‐42/PJ/2015 Tentang PBB Sektor Perhutanan)

Surat yang dibuat oleh Dirjen Pajak untuk menyampaikan berbagai macam hal yang terkait dengan penerapan peraturan perpajakan

Dirjen Pajak

macam hal yang terkait dengan penerapan peraturan perpajakan di lapangan. 

(6)

PPh Pemotongan dan Pemungutan

Sesuai dengan Prinsip Pemungutan Pajak Withholding Tax

Withholding Tax 

Untuk kemudahan dan penyederhanaan

Bersifat Tidak Final  Bersifat Final 

M k P b Merupakan Pelunasan

Merupakan Pembayaran Pajak Dimuka / dapat

dikreditkan

Merupakan Pelunasan Pajak / tidak dapat

dikreditkan

(7)

PENGHASILAN

NON OBYEK PPh Pasal 4 (3)

OBYEK PPh Pasal 4 (1)

Pengenaan PPh Dalam Tahun Berjalan Selesai

Lapor di SPT Tahunan Dipotong Pihak Lain/

Dibayar Sendiri

Pasal 21 22 23 25 4(2)

Tidak Dipotong/

Tidak Dibayar Sendiri

Pasal 21,22,23,25,4(2)

Final Tidak Final

ƒ Hitung kembali di SPT Tahunan

ƒ PPh dipotong/dibayar sendiri sbg kredit pajak

h k (l b h) b ( )

Selesai

ƒ PPh kurang (lebih) bayar (ps. 29)

ƒ Angsuran PPh ps.25 tahun berikutnya Lapor di SPT Tahunan

(8)
(9)

Dasar Hukum PPh Ps.21/26

UU Pajak Penghasilan (Aturan Penerapan PPh)

Undang‐Undang KUP

(Aturan Administrasi Pelaporan dan (Aturan Penerapan PPh)

Sanksi)

/ /

PER‐16/PJ/2016

(Mengantikan: PER 32/PJ/2015)

“Pedoman Teknis dan Tata Cara  Pemotongan , Penyetoran dane oto ga , e yeto a da

Pelaporan PPh Ps 21/26”

(10)

Dasar Hukum PPh pasal 21

a. UU No.16 Th 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

b. UU No. 36 Th 2008 tentang PPh, Pasal 21 & 26.

c. PMK 250/PMK.03/2008, tentang besarnya biaya jabatan / biaya pensiun / / , g y y j / y p dikurangkan atas Ph Bruto Pegawai Tetap & Pensiunan.

d. PMK 252/PMK.03/2008, tentang petunjuk pelaksanaan pemotongan pajak atas penghasila sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi.

e. PMK 242/PMK.03/2014, tentang tata cara pembayaran dan penyetoran pajak.

f. PMK 101/PMK.010/2016, tentang penyesuaian PTKP.

g. PMK 102/PMK.010/2016, tentang penetapan bagian Ph sehubungan dengan pekerjaan dari pegawai harian dan mingguan serta pegawai tidak

l i id k dik k j k h il

tetap lainnya yang tidak dikenakan pemotongan pajak penghasilan.

h. PER 16/PJ/2016, tentang pedoman teknis tata cara pemotongan,

penyetoran dan pelaporan pajak Ph ps 21/26, sehubungan dengan

(11)

Historis Perubahan Peraturan Dirjen Pajak Perihal Pajak Penghasilan Pasal 21/26

Peraturan # Mulai Berlaku Berakhir PTKP

KEP‐2 /PJ/1995 01/01/1995 31/12/1998 Diamandemen KEP‐30/PJ/1995 (31/03/95)

KEP 281/PJ/1998 01/01/1999 31/12/2000

KEP 235/PJ/1999 17/09/1999 31/12/2000 Amandemen atas KEP 281/PJ/1998 KEP 235/PJ/1999 17/09/1999 31/12/2000 Amandemen atas KEP 281/PJ/1998 KEP 545/PJ/2000 01/01/2001 31/12/2008

PER 15/PJ/2006 01/01/2006 31/12/2008 Amandemen atas KEP 545/PJ/2000 PER 31/PJ/2009 01/01/2009 01/01/2013

PER 57/PJ/2009 12/10/2009 01/01/2013 Amandemen atas PER 31/PJ/09 PER 31/PJ/2012 01/01/2013 07/08/2015

PER 32/PJ/2015 07/08/2015 19/09/2016 PER 16/PJ/2016 19/09/2016 Masih berlaku PER 16/PJ/2016 19/09/2016 Masih berlaku

(12)

Perbandingan 

PPh Pasal 21 vs PPh Pasal 26 PPh Pasal 21 vs PPh Pasal 26 

PPh Ps 21 PPh Ps 26

Obj k

Gaji, Upah,  Honorarium, 

Gaji, Upah,  Honorarium, 

Objek

Tunjangan,  Imbalan

lainnya

Tunjangan,  Imbalan

lainnya

S bj k

“WP‐Dalam Negeri”

O Y Ti l

“WP‐Luar Negeri”

Subjek

Orang Yg Tinggal atau Tinggal > 

183 hari dalam setahun di

Indonesia

g

Orang yg tinggal di Indonesia < 

183 hari dalam satu tahun

(13)

Perbandingan 

PPh Pasal 21 vs PPh Pasal 23 PPh Pasal 21 vs PPh Pasal 23 

PPh Ps 21 PPh Ps 23

Obj k

Gaji, Upah, 

Honorarium,  Modal/Harta, 

Objek

Tunjangan,  Jasa

Imbalan lainnya

Jasa,  Penyelenggara

Kegiatan

S bj k

“WP‐Dalam Negeri”

O Y Ti l

WP‐Dalam Negeri”

O Y Ti l

Subjek

Orang Yg Tinggal atau Tinggal > 

183 har i dalam setahun di

Indonesia

Orang Yg Tinggal atau Tinggal > 

183 har i dalam setahun di

Indonesia

(14)

Perbandingan 

PPh Pasal 23 vs PPh Pasal 26 PPh Pasal 23 vs PPh Pasal 26 

PPh Ps 23 PPh Ps 26

Obj k

Modal/Harta,  Modal/Harta,  Jasa

Objek

PenyelenggaraJasa,  Kegiatan Jasa, 

Penyelenggara Kegiatan

S bj k

“WP‐Dalam Negeri”

O Y Ti l

“WP‐Luar Negeri”

Subjek

Orang Yg Tinggal atau Tinggal > 

183 har i dalam setahun di

Indonesia

Orang yg tinggal di Indonesia < 

183 hari dalam satu tahun

(15)
(16)

SUBJEK PEMOTONG PPh PASAL 21/26

1

Pemberi Kerja (orang pribadi, badan atau cabang/perwakilan/unit kerja yang  melakukan sebagian atau seluruh adm terkait dengan pemby gaji)

melakukan sebagian atau seluruh adm terkait dengan pemby gaji)

2

Bendaharawan Pemerintah (upah, gaji, honorium atas jabatan, jasa & kegiatan) 

SUBJEK

3

DAPEN, TASPEN, JAMSOSTEK atau Badan Yg Membyr JHT & THT

4

Orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas serta badan yang membayara  honorium, komisi, fee dan pembayaran lainnya (akuntan, dokter, notaris, dll)p y y ( )

5

Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat 

nasional dan international, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang 

(17)

SUBJEK YANG DIPOTONG PPh PASAL 21/26

PEGAWAI

• Pegawai Tetap

• Pegawai Tetap

• Pegawai Tidak Tetap, Harian dan Lepas

PENSIUNAN PENSIUNAN

• Penerima Uang Pensiunan dan Uang Pesangon

Pesangon, 

• Penerima THT, JHT dan Termasuk Ahli

Warisnya

(18)

SUBJEK YANG DIPOTONG PPh PASAL 21/26

BUKAN PEGAWAI

• Yang menerima Ph dari pekerjaan, jasa

& kegiatan

• Konsultan Akuntan Notaris Dokter dll

• Konsultan, Akuntan, Notaris, Dokter, dll

PESERTA KEGIATAN

• Peserta pertandingan olahraga, rapat, 

pelatihan dan magang. 

(19)

KEWAJIBAN SUBJEK PAJAK  PPh PASAL 21/26 /

Mendaftarkan Diri Ke KPP 

untuk

Mendapatkan

Pembayaran,  Pemotongan,  Pemungutan dan Pelaporan Mendapatkan

NPWP

dan Pelaporan Pajak

Kewajiban Memberikan

Kewajiban Untuk Diperiksa Data 

Perpajakan

Diperiksa

Untuk Menguji

Kepatuhan WP

(20)

HAK SUBJEK PAJAK PPh PASAL 21/26 /

Berhak Atas Kelebihan Bayar Pajak

Dalam Hal  Wajib Pajak

Dilakukan (Restitusi) Pemeriksaan

Hak Wajib

Hak Untuk Mengajukan

Keberatan,   Pajak Lainnya Banding, 

Peninjauan

Kembali

(21)

BUKAN SUBJEK 

PEMOTONG PPh PASAL 21/26 PEMOTONG PPh PASAL 21/26

kil i

Kantor Perwakilan Negara Asing

(Kedutaan Besar, Konsulat Jenderal, dsb)

1

Organisasi –Organisasi International 

{UU PPh Pasal 3 Ayat (1) Indonesia menjadi

2 {UU PPh, Pasal 3 Ayat (1), Indonesia menjadi anggotanyaÆ ILO, WHO, UNHCR, dsb

}

2

Pemberi Kerja Orang Pribadi Yang Tidak

Melakukan Kegiatan Usaha (Misal : Keluarga yang  mempekerjakan PRT di rumah)

3

mempekerjakan PRT di rumah)

(22)
(23)

OBJEK PPh PASAL 21/26

NO URAIAN

1 Diterima Pegawai Tetap baik teratur dan tidak teratur, 

1 Seperti: gaji, tunjangan, bonus, dll g p ,

2 Diterima Pensiunan (teratur dan tidak teratur, spt: uang i h dll)

2 pensiun, thr dll) 

3 Imbalan bukan kepada pegawai seperti: fee, komisi,  honorarium atas pekerjaan /kegiatan jasa

honorarium atas pekerjaan /kegiatan jasa

4 Imbalan kepada peserta kegiatan (seperti: peserta rapat,  perlombaan, uang saku, dll)

5 Diterima Pegawai Tidak Tetap seperti Upah Harian,  Mingguan, Satuan & borongan

S h b D PHK & P i (P JHT THT

6 Sehubungan Dengan PHK & Pensiun (Pesangon, JHT, THT, 

dll)

(24)

PENGHASILAN 

YANG BUKAN OBJEK PPh PASAL 21/26

Pembayaran dari perusahaan asuransi Kesehatan Kecelakaan Ji a D ig na dan Bea Kesehatan, Kecelakaan, Jiwa Dwiguna dan Bea Siswa.

BUKAN OBJEK  PPH PASAL 21  DAN PASAL 26

Penerimaan Natura dan Kenikmatan kecuali diatur dalam Pasal 5 (2)

DAN PASAL 26

diatur dalam Pasal 5 (2)

Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung

pemberi kerja

(25)

PENGHASILAN 

YANG BUKAN OBJEK PPh PASAL 21/26

Iuran pensiun pada Dana Pensiun dan Iuran p p THT/JHT yang dibayar oleh pemberi kerja

BUKAN OBJEK  PPH PASAL 21  DAN PASAL 26

Zakat yg diterima oleh Orang Pribadi yg berhak dari Badan amil zakat yg dibentuk/disahkan

i h

DAN PASAL 26

Pemerintah

Beasiswa yang diterima WNI dari Wajib Pajak

untuk Pendidikan di Dalam dan Luar Negeri

(26)

MEKANISME PENGHITUNGAN 

PPh Pasal 21/26 /

(27)

ASPEK PENTING DALAM PENERAPAN  PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 /

1 Jenis Objek Pajak ata Jenis Penghasilan ang diterima

1 Jenis Objek Pajak atau Jenis Penghasilan yang diterima

2 Golongan Penerima Penghasilan (Pegawai, Pensiunan,  Pegawai Tidak Tetap, Bukan Pegawai)

3 Prosedur dan Tata Cara Pembayaran Yang Dilakukan

3 (Kontrak Kerja atau Perjanjian Kerjasama)

(28)

UNSUR‐UNSUR PENTING DALAM PENGHITUNGAN PAJAK  PENGHASILAN PASAL 21/26

1. PPh Pasal 21/26 Terutang = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak

Pajak

2. Dasar‐Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan.

a. Penghasilan Kena Pajak (PKP) Untuk Pegawai Tetap P h il B t

Penghasilan Bruto = xxxx

Dikurangi : Pengurang Yang Diperbolehkan  = xxxx ‐/‐

Penghasilan Neto = xxxx 

Dikurangi : PTKP *) = xxxx ‐/‐

Penghasilan Kena Pajak = xxxx

*) PTKP : Pasal 10 (2) & Pasal 11, PER 16/PJ/2016

(29)

UNSUR‐UNSUR PENTING DALAM PENGHITUNGAN PAJAK  PENGHASILAN PASAL 21/26

2. Dasar‐Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan.

b. Penghasilan Kena Pajak (PKP) Untuk Pensiunan

Penghasilan Bruto = xxxx

Dikurangi : PTKP *) = xxxx ‐/‐

Dikurangi : PTKP  )  xxxx  / Penghasilan Kena Pajak = xxxx

*) PTKP : Pasal 10 (2) & Pasal 11, PER 16/PJ/2016

(30)

UNSUR‐UNSUR PENTING DALAM PENGHITUNGAN PAJAK  PENGHASILAN PASAL 21/26

2. Dasar‐Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan.

c. Penghasilan Kena Pajak (PKP) Untuk Bukan Pegawai

Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 3 huruf c dan Pasal 9  / / /

(1) huruf c, PER/16/PJ/2016 (berkesinambungan).

50% Penghasilan Bruto g = xxxx Dikurangi : PTKP *) = xxxx ‐/‐

Penghasilan Kena Pajak = xxxx

*) PTKP di pro‐rate secara bulanan.

(31)

UNSUR‐UNSUR PENTING DALAM PENGHITUNGAN PAJAK  PENGHASILAN PASAL 21/26

2. Dasar‐Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan.

d. Penghasilan Kena Pajak (PKP) Untuk Pegawai Tidak Tetap Yang Menerima Upah Secara Harian, Mingguan, Borongan Sepanjang Dalam Satu Bulan Kalender Penghasilan Kumulatif Sepanjang Dalam Satu Bulan Kalender Penghasilan Kumulatif belum melebih Rp.4,500,000 (PTKP 1 bulan) Ref.: Pasal 9 (1) huruf b, PER 16/PJ/2016.

Penghasilan Harian/Bruto : xxxxx

Batas Penghasilan Tidak Kena Pajak : Rp.450,000 / hari ‐/‐

Penghasilan Kena Pajak (PKP) : xxxxx

Penghasilan Kena Pajak (PKP) : xxxxx

(32)

UNSUR‐UNSUR PENTING DALAM PENGHITUNGAN PAJAK  PENGHASILAN PASAL 21/26

2. Dasar‐Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan.

e. Penghasilan Kena Pajak (PKP) Untuk Bukan

Pegawai Sesuai Dengan Pasal 3 huruf C dan pasal Pegawai Sesuai Dengan Pasal 3 huruf C dan pasal  9 (1) huruf c, PER/16/PJ/2016 (tidak

berkesinambungan). g )

Penghasilan Bruto : A

Penghasilan Kena Pajak (PKP) : A x 50%

(33)

UNSUR‐UNSUR PENTING DALAM PENGHITUNGAN PAJAK  PENGHASILAN PASAL 21/26

2. Dasar‐Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan.

f. Penghasilan Kena Pajak (PKP) Untuk WP‐LN adalah : Penghasilan Bruto x Tarif Pajak Pasal 26 (20%) *

*) Tarif pajak disesuaikan dengan Tarif Tax Treaty antara Pemerintah Indonesia dengan Negara asal dari WPLN  dimaksud

dimaksud.

(34)

PENGURANG YANG DIPERBOLEHKAN

Pengurang Penghasilan Bruto:

1. Pegawai Tetap

(Pasal 10 (3), PER 16/PJ/2016)

:

‰Biaya Jabatan sebesar 5 % dari Ph Bruto, Maks /

Rp.500,000 / bulan.

‰Iuran Terkait Gaji Yang Dibayarkan Oleh Pegawai seperti THT JHT (badan penyelenggara

seperti THT, JHT (badan penyelenggara pendiriannya disetujui oleh Menkeu).

2 Pensiunan

(P l 10 (4) PER 16/PJ/2016)

: 2. Pensiunan

(Pasal 10 (4), PER 16/PJ/2016)

:

‰Biaya Pensiunan sebesar 5 % dari Ph Bruto, Maks

Rp.200,000 / bulan. p , /

(35)

PENGURANG YANG DIPERBOLEHKAN

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) 

(pasal 11 (1) PER 16/PJ/2016) (pasal 11 (1), PER 16/PJ/2016)

1. Wajib Pajak Rp.54,000,000 per tahun atau Rp.4,500,000 per bulan.

Rp.4,500,000 per bulan.

2. Tambahan untuk WP status Nikah Rp.4,500,000 per tahun atau Rp.375.000 per bulan.

3. Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semenda Rp.4,500,000 per tahun atau R 375 000 b l *)

Rp.375,000 per bulan *).

*). Maksimum 3 orang.

(36)

PENGURANG YANG DIPERBOLEHKAN

Tarif PTKP

URAIAN Kode Baru Tarif PTKP

(berlaku : 1/1/16)

Sebelumnya

(berlaku : 1/1/15)

Wajib Pajak (Tdk Ada Tanggungan) TK/‐ 54,000,000 36,000,000

WP Kawin Tanggungan “0” orang K/ 58 500 000 39 000 000

WP Kawin , Tanggungan 0  orang K/‐ 58,500,000 39,000,000

WP Kawin, Tanggungan “1” orang K/1 63,000,000 42,000,000

WP Kawin,  Tanggungan “2” orang K/2 67,500,000 45,000,000

WP Kawin, Tanggungan “3” orang K/3 72,000,000 48,000,000

(37)

PENGURANG YANG DIPERBOLEHKAN

Tarif PTKP untuk Karyawati:

1. Bagi karyawati kawin yaitu sebesar PTKP untuk dirinya sendiri sebesar Rp 54 000 000

dirinya sendiri sebesar Rp.54,000,000.

2. Bagi karyawati yang tidak kawin, sebesar PTKP untuk

2. Bagi karyawati yang tidak kawin, sebesar PTKP untuk

dirinya sendiri ditambah anggota keluarga yang

menjadi tanggungannya (maks 3 org).

(38)

PENGURANG YANG DIPERBOLEHKAN

Catatan:

1. Karyawati yang suaminya tidak memiliki penghasilan harus dibuktikan dengan surat keterangan serendah‐

rendahnya dari Kantor Kecamatan

(Pasal 11(4), PER 16/PJ/2016)

. 2. Besarnya jumlah PTKP ditentukan pada setiap awal

t h

tahun.

3. Besarnya jumlah PTKP untuk pegawai baru datang

dan menetap di Indonesia dihitung sejak bulan

dan menetap di Indonesia dihitung sejak bulan

kedatangannya dalam satu tahun kalender.

(39)
(40)

TARIF PAJAK PENGHASILAN WP‐OP PEGAWAI TETAP

a. Untuk Penghasilan Rutin Yang dibayarkan Kepada Pegawai, Pensiunan,  Pegawai Tidak Tetap Yang Pembayarannya secara Bulanan.

TARIF PPh WP‐OP,  PASAL 17 (1) Huruf a Undang – Undang Pajak Penghasilan

LAPISAN PENGHASILAN KENA PAJAK TARIF

S i D R 50 J t 5%

Undang Undang Pajak Penghasilan

Sampai Dengan Rp.50 Juta 5%

Di atas Rp.50 Juta s/d Rp.250 Juta 15%

/

Di atas Rp.250 Juta s/d Rp.500 Juta 25%

Di atas Rp.500 juta 30%

(41)

TARIF PAJAK PENGHASILAN WP‐OP PEGAWAI TETAP

Misalnya Susi pegawai tetap PT. XYZ memiliki penghasilan kena pajak (PKP) tahun 2016 sebesar Rp.150 juta, diketahui Susi memiliki NPWP hit l h PPh T t

NPWP, hitunglah PPh Terutang:

Lapisan I <=Rp.50 Jt = 50 jt x 5 % = Rp. 2.50 JtLapisan II > Rp.50jt sd Rp.150 Jt

Rp.100 Jt x Rp.15% = Rp.15.00 Jt

Total PPh Terutang = Rp.17.50 Jt

(42)

TARIF PAJAK PENGHASILAN WP‐OP PEGAWAI TETAP

Apabila Susi tidak memiliki NPWP, maka pajak terutang ditambahi 20%, perhitungannya sebagai berikut:

Lapisan I <=Rp.50 Jt = 50 jt x 5 % = Rp. 2.50 JtLapisan II > Rp.50jt sd Rp.250 Jt

Rp.100 Jt x Rp.15% = Rp.15.00 Jt

Total PPh Terutang g = Rp.17.50 Jt p

Tambahan 20%, No‐NPWP = Rp 3.50 Jt

Total PPh Tertunga No‐NPWP g = Rp.21.00 Jt p

(43)

TARIF PAJAK PENGHASILAN WP‐OP

PEGAWAI TIDAK TETAP/TENAGA KERJA LEPAS

b. Untuk Pegawai Tidak Tetap Yang Imbalannya Tidak Dibayarkan Secara Bulanan.  

Dikenakan Tariff Lapisan Pertama

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh PER/32/PJ/2015 Pasal 15

PER/32/PJ/2015, Pasal 15

1). Jumlah penghasilan sehari yang melebihi Rp.300,000.

Contoh penerapannya:

Penghasilan Tn Joko Rp.350,000 dan total gaji yang diterima oleh Tn Joko dalam bulan Februari 2015 adalah sebesar Rp.2,700,000 (bekerja hanya 9 hari), PPh Pasal 21 

terutang atas penghasilan tersebut adalah sebagai berikut:

terutang atas penghasilan tersebut adalah sebagai berikut:

¾ Ph Kena Pajak (Rp.350,000 – Rp.300,00) Æ Rp.50,000

¾Jumlah hari dalam 1 bulan Æ 5 hari

¾Jumlah PKP kumulatif Æ Rp.450,000

¾PPh Pasal 21 Terutang (5% x Rp.450,000) Æ Rp.22,500 / hari

(44)

TARIF PAJAK PENGHASILAN WP‐OP

PEGAWAI TIDAK TETAP/TENAGA KERJA LEPAS

Penghasilan Penghasilan Sehari Penghasilan

Kumulatif 1 bln Tarif & DPP

R 300 000 R 3 000 000 Tidak dilakukan pemotongan PPh Ps

<Rp.300,000 <Rp.3,000,000 Tidak dilakukan pemotongan PPh Ps  21

>Rp.300,000 <Rp.3,000,000 5% x (Upah – Rp.300,000)

>Rp.300,000 atau

<Rp.300,000 >Rp.3,000,000 5% x (Upah – PTKP/360 hari)

>Rp.300,000 atau

<Rp.300,000 >Rp.7,000,000 Tarif Ps 17 x Jumlah PKP yang  disetahunkan *)

(45)

UPAH

>Rp.450,000 / hari

<=Rp.450,000 / hari

Dikurangi Rp.450,000

Dipotong 5% PPh Tidak Dipotong

Jika Upah Sebulan

> Rp.4.5 Juta 5%x(Upah – PTKP/360) p

Dikenakan PPh 5%,  Tarif Pasal 17

Ref. Pasal 9(1) huruf b, PER  45

Tarif Pasal 17

(46)

TARIF PAJAK PENGHASILAN WP‐OP

PEGAWAI TIDAK TETAP/TENAGA KERJA LEPAS

2. Jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP yang sebenarnya dalam hal jumlah penghasilan kumulatifnya dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp 4 500 000

melebihi Rp.4,500,000.

Contoh Penerapannya:

Misal Tn Joko dalam bulan Februari 2016 bekerja selama 10 hari jumlah Misal Tn. Joko dalam bulan Februari 2016 bekerja selama 10 hari, jumlah kumulatif penghasilan bulan Februari 2016 sebesar Rp.5,000,000, status K/0.

h l h l k d b b k

PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan Tn. Joko menjadi sebagai berikut:

Penghasilan Bruto

ÆRp.5,000,000

(less) PTKP/hari (10/360 x 58,500,000)

* ÆRp. 1,625,000 ‐/‐

Penghasilan Kena Pajak (PKP)

ÆRp 3 375 000

Penghasilan Kena Pajak (PKP)

ÆRp.3,375,000

PPh Pasal 21 terutang (5% x Rp.3,375,000)

ÆRp.    168,750

(47)

UPAH

>Rp.450,000 / hari

<=Rp.450,000 / hari

Dikurangi Rp.450,000

Dipotong 5% PPh Tidak Dipotong

Jika Upah Sebulan

> Rp.10.2 Juta

Upah Sebulan Kali 12 & 

dikurangi PTKP setahun

p d u a g seta u

PPh Setahun dibagi 12 Dikenakan PPh Tarif Pasal 17

Pasal 15 (1) & (2) PER  47

Pasal 17

PPh Pasal 21 sebulan

(48)

TARIF PAJAK PENGHASILAN WP‐OP

PEGAWAI TIDAK TETAP/TENAGA KERJA LEPAS

3. Dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp.10,200,000, PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tariff Pasal 17 ayat (1) huruf a UU Pajak Penghasilan atas jumlah Penghasilan Kena Pajak 17 ayat (1) huruf a UU Pajak Penghasilan atas jumlah Penghasilan Kena Pajak yang disetahunkan PER/16/PJ/2016, Pasal 15, ayat (2)

Contoh Penerapannya:

Mi l T J k t t TK/0 d l b l M t 2016 b k j l 20 h i Misal Tn. Joko, status TK/0 dalam bulan Maret 2016, bekerja selama 20 hari, dengan gaji kumulatif sebesar Rp.15,000,000, berapa PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan Tn. Joko …?

Penghasilan Bruto 1 bulan ÆRp. 15,000,000

P h il B t 12 b l ÆR 180 000 000

Penghasilan Bruto 12 bulan ÆRp.180,000,000

(less) PKTP setahun ÆRp. 58,500,000 ‐/‐

Penghasilan Kena Pajak (PKP) ÆRp. 121,500,000 PPh Pasal 21 terutangg

–5% x Rp.50 Juta ÆRp. 2,500,000 –15% x Rp.71,5 Juta ÆRp.10,725,000

–Total ÆRp. 13,225,000

PPh Pasal 21 per bulan menjadi Rp.13,225,000 / 12 Æ Rp.1,102,083.p j p , , / p , ,

(49)

TARIF UNTUK PESANGON & MANFAAT PENSIUN

Atas uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua g p g , g p , j g dan jaminan hari tua sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK 03/2010:

16/PMK.03/2010:

A. Uang Pesangon Yang Dibayarkan Sekaligus:

No Uraian Tarif

1 s/d Rp.50 Juta 0%

2 > Rp.50 Juta s/d Rp.250 Juta 5%

3 >Rp.250 Juta s/d Rp.500 Juta 15%

4 >Rp.500 Juta 25%

(50)

TARIF UNTUK PESANGON & MANFAAT PENSIUN

Misalnya Tn. Badu, karyawan sebuah perusahaan di Jakarta y , y p Timur, memasuki usia pensiun pada bulan Januari 2016, menerima uang pesangon sebesar Rp.175,000,000, maka PPh Pasal 21 atas penerimaan uang pesangon tersebut dihitung Pasal 21 atas penerimaan uang pesangon tersebut dihitung sebagai berikut:

Lapis I, 0% x Rp.50,000,000 ÆRp. 0

Lapis II, 5% x Rp.125,000,000 ÆRp.6,250,000,‐ +

Total PPh Ps 21 terutang adalah ÆRp.6,250,000,‐

(51)

TARIF UNTUK PESANGON & MANFAAT PENSIUN

Atas uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua g p g , g p , j g dan jaminan hari tua sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK 03/2010:

16/PMK.03/2010:

B. Uang Pensiun, THT & JHT yang dibayarkan sekaligus:

No Uraian Tarif

1 s/d Rp.50 Juta 0%

2 > Rp.50 Juta 5%

(52)

TARIF UNTUK PESANGON & MANFAAT PENSIUN

Sambungan soal pada poin a, Selain menerima uang pesangon, g p p , g p g , Tn. Badu juga menerima tunjgan hari tua, jaminan hari dan manfaat pesiun yang dibayarkan sekaligus sebesar Rp 110 000 000 Penghitungan PPh pasal 21 untuk bagian Rp.110,000,000. Penghitungan PPh pasal 21 untuk bagian pendapatan ini adalah sebagai berikut:

Lapis I, 0% x Rp.50,000,000 ÆRp.0

Lapis II, 5% x Rp.60,000,000 ÆRp.3,000,000,‐ +/+

Total PPh Ps 21 terutang adalah ÆRp.3,000,000,‐

(53)

TARIF UNTUK PESANGON & MANFAAT PENSIUN

C. Uang Pensiun, THT & JHT yang dibayarkan sekaligus: g , y g y g

Atas bagian penghasilan uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua dan jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus yang terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun‐tahun berikutnya, pengenaan Pajaknya sesuai dengan y , p g j y g tariff Pasal 17, UU PPh Nomor 38 Tahun 2008.

*) bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP akan dikenakan

tambahan 20% dari tarif yang berlaku normal

(54)

SAAT TERUTANG DAN TEMPAT TERUTANGNYA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26

SAAT TERUTANGNYA PAJAK PENGHASILAN

Dari Sisi Penerima Penghasilan:

a) Diterima Æ Penghasilan sudah riel diterima (cash basis) a) Diterima Æ Penghasilan sudah riel diterima (cash basis). 

b) Diperoleh Æ Penghasilan sudah diakui walaupun uangnya belum (accrual basis).

Dari Sisi Pemberi Penghasilan:

a) Sudah Dibayar Æ biaya untuk sudah dibayar secara riel (cash  ) y y y ( basis). 

b) Sudah Dicatat Sebagai Utang Æ biaya sudah diakui pada periode terjadinya biaya (accrual basis).

periode terjadinya biaya (accrual basis).

(55)

TEMPAT TERUTANGNYA PAJAK PENGHASILAN

PPh Pasal 21/26 terutang ditempat Pemotong Pajak yang PPh Pasal 21/26 terutang ditempat Pemotong Pajak yang melakukan pembayaran, baik tempat tinggal (Orang Pribadi), domisili kantor pusat maupun lokasi kantor cabang.

Contoh:

Misalnya sebuah kantor cabang berlokasi di Jakarta

membayar gaji pegawai pabrik dengan menggunakan dana

dari kantor pusat di Surabaya. Pada kasus ini PPh Pasal 21

terutang di Jakarta meskipun sumber dananya berasal dari

terutang di Jakarta, meskipun sumber dananya berasal dari

kantor pusat di Surabaya.

(56)
(57)

PENERAPAN TARIF PAJAK PENGHASILAN  TERHADAP BERBAGAI MACAM PENGHASILAN

1. GAJI TETAP BULANAN

Formula Æ PPh Ps.21 = Tarif Ps.17 PPh x Penghasilan Kena Pajak Formula Æ PPh Ps.21   Tarif Ps.17 PPh x Penghasilan Kena Pajak

Uraian Perhitungan Penjelasan

A. Pegawai tetap yang bekerja 12 bulan dalam setahun

Uraian Perhitungan Penjelasan

Penghasilan Bruto Setahun A Penghasilan Regular dan Irregular Dikurangi: Biaya Jabatan B = (5% x A) Maksimum Rp.500,000 per bulan Dikurangi: Biaya Jabatan B   (5% x A) Maksimum Rp.500,000 per bulan Dikurangi: 

Iuran Pensiun, THT & JHT C, D, E C=Iuran Pensiun, D=THT, E=JHT Penghasilan Neto Setahun F = (A‐B‐C‐D‐E)

Penghasilan Neto Setahun F = (A‐B‐C‐D‐E)

Dikurangi: PTKP G PTKP sebenarnya satu tahun

Penghasilan Kena Pajak (PKP)g j ( ) H = (F‐G) Dibulatkan kebawah dalam ribuan( ) PPh Pasal 21 Terutang I = (HxTarif Pajak) Tarif PPh Pasal 17 UU PPh

(58)

Contoh Perhitungan Kasus Aplikasi : 1.A

Aplikasi : 1.A

Nabil Hakim adalah pegawai tetap di PT. Morang Jaya, mulai bekerja pada awal tahun 2010, memiliki informasi penghasilan tahun 2016 sebagai berikut:

a. Status pernikahan : kawin dengan 2 tanggungan

b. Gaji pokok sebagai pegawai tetap per bulan Rp.20,000,000

c. pajak penghasilan ditanggung oleh pemberi kerja

d. Premi Jaminan Kecelakan Kerja 0,5% & Premi Jaminan Kematian 0,3%

d. Premi Jaminan Kecelakan Kerja 0,5% & Premi Jaminan Kematian 0,3%

dari gaji pokok dibayar oleh pemberi kerja

e. Iuran JHT sebesar 3,7% dibayar oleh pemberi kerja & sebesar 2%

dibayar oleh pekerja setiap bulannya dari gaji pokok dibayar oleh pekerja setiap bulannya dari gaji pokok

f. Iuran pensiun kepada DPLK yang telah mendapat izin dari Menkeu, dibayar oleh pemberi kerja Rp.300,000 dan oleh pekerja Rp.150,000 / bulan

bulan

(59)

Contoh Perhitungan Kasus Aplikasi : 1.A & 1.B

(60)

1. GAJI TETAP BULANAN

Formula Æ PPh Ps.21 = Tarif Ps.17 PPh x Penghasilan Kena Pajakg j B. Pegawai tetap yang baru bekerja atau keluar dalam tahun berjalan

Uraian Perhitungan Penjelasan

Penghasilan Bruto Setahun A Penghasilan Regular dan Irregular Dikurangi: Biaya Jabatan B = (5% x A) Maksimum Rp.500,000 /bulan *) Dikurangi: 

Iuran Pensiun THT & JHT C, D, E C=Iuran Pensiun, D=THT, E=JHT Iuran Pensiun, THT & JHT

Penghasilan Neto Setahun F = (A‐B‐C‐D‐E)

Dikurangi: PTKP G PTKP sebenarnya satu tahun

Penghasilan Kena Pajak (PKP) H = (F‐G) Dibulatkan kebawah dalam ribuan

(61)

Contoh Perhitungan Kasus Aplikasi : 1.B

Aplikasi :  1.B

Nabil Hakim adalah pegawai tetap di PT. Morang Jaya, mulai bekerja pada

d l 1 M 2016 d k jib bj k if j k d h f k if

pada tanggal 1 Maret 2016 dan kewajiban subjektif pajaknya sudah efektif pada awal tahun:

a. Status pernikahan : kawin dengan 2 tanggungan

b. Gaji pokok sebagai pegawai tetap per bulan Rp.20,000,000

c. pajak penghasilan ditanggung oleh pemberi kerja

d. Premi Jaminan Kecelakan Kerja 0,5% & Premi Jaminan Kematian 0,3% j dari gaji pokok dibayar oleh pemberi kerja

e. Iuran JHT sebesar 3,7% dibayar oleh pemberi kerja & sebesar 2%

dibayar oleh pekerja setiap bulannya dari gaji pokok y p j p y g j p

f. Iuran pensiun kepada DPLK yang telah mendapat izin dari Menkeu,

dibayar oleh pemberi kerja Rp.300,000 dan oleh pekerja Rp.150,000 /

bulan

(62)

Contoh Perhitungan Kasus Aplikasi : 1.A & 1.B

(63)

C. Pegawai Tetap Status WNA Keluar dan atau Masuk dalam Tahun Berjalan, Pegawai Tetap WNI meninggal Dunia.

Uraian Perhitungan Penjelasan

Penghasilan Bruto Setahun A Penghasilan Regular dan Irregular (i) Dikurangi: Biaya Jabatan B = (5% x A) Maksimum Rp.500,000 per bulan Dikurangi: Iuran Pensiun, THT & JHT C, D, E C=Iuran Pensiun, D=THT, E=JHT Penghasilan Neto Setahun F = (A‐B‐C‐D‐E)

Penghasilan Neto Disetahunkan G = (F x 12/n) Penghasilan neto disetahunkan (i)

Penghasilan Irregular Tidak ikut disetahunkan (ii)

Jumlah Penghasilan Neto Setahun I = (G + H) Jumlah penghasilan neto setahun (iii)

Dikurangi: PTKP J PTKP sebenarnya satu tahun

Penghasilan Kena Pajak (PKP) K = (I‐J) Dibulatkan kebawah dalam ribuan

Bersambung Æ

(64)

C. Pegawai Tetap Status WNA Keluar dan atau Masuk dalam Tahun Berjalan, Pegawai Tetap WNI meninggal Dunia.

Uraian Perhitungan Penjelasan

Penghasilan Kena Pajak (PKP) K = (I‐J) Dibulatkan kebawah dalam ribuan PPh Pasal 21 Setahun L = (H x Tarif Pajak) Tarif PPh Pasal 17 UU PPh (iv)

Dikurangi: PPh atas Ph Irregular M Hitung PPh Ps 21 atas Penghsilan irregular

PPh P 21 h / Ph

PPh Ps 21 terutang setahun u/ Ph 

Regular N = (L‐M) PPh Yang Terutang (v)

PPh Ps 21 Terutang n bulan O = (n x N/12) Total PPh Pasal 21 terutang (vi)

(65)

Contoh Perhitungan Kasus Aplikasi : 1.C

Aplikasi : 1.C.1

Albert adalah WNA dan masuk dan bekerja sebagai pegawai tetap di PT Morang Jaya mulai bekerja pada tanggal 1 Maret 2016 dan akan PT. Morang Jaya, mulai bekerja pada tanggal 1 Maret 2016, dan akan bekerja selama 3 tahun, memiliki informasi penghasilan tahun 2016 sebagai berikut:

a. Status pernikahan : kawin dengan 2 tanggungan a. Status pernikahan : kawin dengan tanggungan

b. Gaji pokok sebagai pegawai tetap per bulan Rp.30,000,000 c. Pajak penghasilan ditanggung oleh pemberi kerja

d. Premi Jaminan Kecelakan Kerja 0,5% & Premi Jaminan Kematian d. Premi Jaminan Kecelakan Kerja 0,5% & Premi Jaminan Kematian

0,3% dari gaji pokok dibayar oleh pemberi kerja

e. Iuran JHT sebesar 3,7% dibayar oleh pemberi kerja & sebesar 2%

dibayar oleh pekerja setiap bulannya dari gaji pokok

f. Iuran pensiun kepada DPLK yang telah mendapat izin dari

Menkeu, dibayar oleh pemberi kerja Rp.300,000 dan oleh

pekerja Rp.150,000 / bulan

(66)

Contoh Perhitungan Kasus Aplikasi : 1.C

Aplikasi : 1.C.2

Alm. Marudut adalah pegawai tetap di PT. Jaya Raya, mulai bekerja pada pada tanggal 1 Maret 2010 dan meninggal pada tanggal 1 pada pada tanggal 1 Maret 2010 dan meninggal pada tanggal 1 September 2016, adapun informasi penghasilan yang bersangkutan pada tahun 2016 adalah sebagai berikut:

a. Status pernikahan : kawin dengan 2 tanggungan a. Status pernikahan : kawin dengan tanggungan

b. Gaji pokok sebagai pegawai tetap per bulan Rp.30,000,000 c. P ajak penghasilan ditanggung oleh pemberi kerja

d. Premi Jaminan Kecelakan Kerja 0,5% & Premi Jaminan Kematian d. Premi Jaminan Kecelakan Kerja 0,5% & Premi Jaminan Kematian

0,3% dari gaji pokok dibayar oleh pemberi kerja

e. Iuran JHT sebesar 3,7% dibayar oleh pemberi kerja & sebesar 2%

dibayar oleh pekerja setiap bulannya dari gaji pokok

f. Iuran pensiun kepada DPLK yang telah mendapat izin dari

Menkeu, dibayar oleh pemberi kerja Rp.300,000 dan oleh

pekerja Rp.150,000 / bulan

(67)

Contoh Perhitungan Kasus Aplikasi : 1.C

(68)

2. PENERIMA PENSIUN SECARA BERKALA

Formula Æ PPh Ps.21 = Tarif Ps.17 PPh x Penghasilan Kena Pajak

A. Penerima Uang Pensiun di Tahun Pertama.

Uraian Perhitungan Penjelasan

Uraian Perhitungan Penjelasan

Penghasilan Bruto Setahun : dari

pekerjaan A Penghasilan sebelum pensiun (i)

Penghasilan Bruto Setahun: dari B P h il t l h i (ii)

Penghasilan Bruto Setahun: dari

pension B Penghasilan setelah pension (ii)

Jumlah Penghasilan Bruto C = A+B

Dikurangi: Biaya Jabatan D = (5% x A) Jumlah masa kerja sebelum pension  (iii)

(iii)

Dikurangi: Biaya Pensiun E = (5% x B) Jumlah bulan perolehan sejak pensiun (iv)

Dikurangi: Iuran Pensiun, THT & JHT F,G,H Semasa aktif (v) Penghasilan Neto Setahun I = (C‐D‐F‐G‐H)

Penghasilan Neto Setahun I = (C‐D‐F‐G‐H)

Dikurangi: PTKP J PTKP sebenarnya satu tahun (vi)

Penghasilan Kena Pajak (PKP) K = (I‐J) Dibulatkan kebawah dalam ribuan

(69)

Contoh Perhitungan Kasus Aplikasi : 2.A.1

Aplikasi : 2.A.1

Alb d l h i di PT M J l i b k j d

Albert adalah pegawai tetap di PT. Morang Jaya, mulai bekerja pada tanggal 1 Jan 1990, dan akan pensiun tgl 1 Oktober 2016, memiliki informasi penghasilan tahun 2016 sebagai berikut:

a Status pernikahan : kawin dengan 2 tanggungan a. Status pernikahan : kawin dengan 2 tanggungan

b. Gaji pokok sebagai pegawai tetap per bulan Rp.20,000,000 c. P ajak penghasilan ditanggung oleh pemberi kerja

d Premi Jaminan Kecelakan Kerja 0 5% & Premi Jaminan Kematian d. Premi Jaminan Kecelakan Kerja 0,5% & Premi Jaminan Kematian

0,3% dari gaji pokok dibayar oleh pemberi kerja

e. Iuran JHT sebesar 3,7% dibayar oleh pemberi kerja & sebesar 2%

dibayar oleh pekerja setiap bulannya dari gaji pokok y p j p y g j p

f. Iuran pensiun kepada DPLK yang telah mendapat izin dari

Menkeu, dibayar oleh pemberi kerja Rp.300,000 dan oleh

pekerja Rp.150,000 / bulan

(70)

Contoh Perhitungan Kasus Aplikasi : 2.A.2 Aplikasi : 2.A.2

Albert sejak tgl 1 Oktober 2016 adalah pensiunan yang j g p y g menerima uang pensiun dari Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) , memiliki informasi penghasilan pensiun tahun 2016 sebagai berikut: g

a. Status pernikahan : kawin dengan 2 tanggungan

b. Gaji pokok sebagai pegawai tetap per bulan Rp 7 000 000

Rp.7,000,000

c. Pajak penghasilan ditanggung oleh pemberi kerja

d. Premi Jaminan Kecelakan Kerja 0,5% & Premi j ,

Jaminan Kematian 0,3% dari gaji pokok dibayar oleh

pemberi kerja

(71)

Contoh Perhitungan Kasus Aplikasi : 2.A.2

(72)

2. PENERIMA PENSIUN SECARA BERKALA

Formula Æ PPh Ps.21 = Tarif Ps.17 PPh x Penghasilan Kena Pajak

B. Penerima Uang Pensiun di Tahun Kedua dan Seterusnya.

Uraian Perhitungan Penjelasan

Penghasilan Bruto Setahun A Uang Pensiun

Penghasilan Bruto Setahun A Uang Pensiun

Dikurangi: Biaya Pensiun B = (5% x A) Penghasilan Neto Setahun C = (A‐B) Penghasilan Neto Setahun C = (A‐B)

Dikurangi: PTKP D PTKP sebenarnya satu tahun

Penghasilan Kena Pajak (PKP) E = (C‐D) Dibulatkan kebawah dalam ribuan Penghasilan Kena Pajak (PKP) E = (C‐D) Dibulatkan kebawah dalam ribuan PPh Pasal 21 Terutang F =(E xTarif Pajak) Tarif PPh Pasal 17 UU PPh

(73)

Contoh Perhitungan Kasus Aplikasi : 2.B Aplikasi : 2.B

Albert sejak tgl 1 Oktober 2016 adalah pensiunan yang j g p y g menerima uang pensiun dari Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) , memiliki informasi penghasilan pensiun tahun 2017 sebagai berikut: g

a. Status pernikahan : kawin dengan 2 tanggungan

b. Gaji pokok sebagai pegawai tetap per bulan Rp 7 000 000

Rp.7,000,000

c. pajak penghasilan ditanggung oleh pemberi kerja

d. Premi Jaminan Kecelakan Kerja 0,5% & Premi j ,

Jaminan Kematian 0,3% dari gaji pokok dibayar oleh

pemberi kerja

(74)

Contoh Perhitungan Kasus Aplikasi : 2.B

(75)

3. PEGAWAI TIDAK TETAP (Harian, Lepas, Borongan)

Formula Æ PPh Ps.21 = Tarif Ps.17 PPh x (Ph Bruto – PTKP)

(76)

3. PEGAWAI TIDAK TETAP (Harian, Lepas, Borongan)

Formula Æ PPh Ps.21 = Tarif Ps.17 PPh x (Ph Bruto – PTKP)

b. Penerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang  tidak dibayarkan secara bulanan dan jumlah kumulatif satu bulan belum melebihi  Rp.4,500,000,‐p , , ,

Formula Æ PPh Ps 21 = 5% [(upah harian – Rp.450,000) x Jumlah Hari]

(77)

3. PEGAWAI TIDAK TETAP (Harian, Lepas, Borongan)

Formula Æ PPh Ps.21 = Tarif Ps.17 PPh x (Ph Bruto – PTKP)

(78)

4. Bukan Pegawai (Ref. Pasal 3 huruf C, PER‐16/PJ/2016)

a. Penghasilan atau imbalan yang diterima oleh bukan pegawai sebagai mana dimaksud dalam pasal 3 huruf C PER 16/PJ/2016, yang sifatnya berkesinambungan dan MEMENUHI KETENTUAN sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 (1) PER 16/PJ/2016

dimaksud dalam pasal 13 (1), PER 16/PJ/2016.

PPh Pasal 21 = Tarif PPh Pasal 17 UU PPh x {[Penghasilan Bruto x 50%]‐PTKP}

Formula

b. Penghasilan atau imbalan yang diterima oleh bukan pegawai sebagai mana dimaksud dalam pasal 3 huruf C PER 16/PJ/2016, yang sifatnya berkesinambungan dan TIDAK MEMENUHI KETENTUAN sebagaimana di k d d l l 13 (1) PER 16/PJ/2016

dimaksud dalam pasal 13 (1), PER 16/PJ/2016.

PPh Pasal 21 = Tarif PPh Pasal 17 UU PPh x [Penghasilan Bruto x 50%]

Formula

Isi Ketentuan Pasal 13 (1), PER 16/PJ/2016:

a. Memiliki NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungan pekerjaan dengan pemotong PPh Ps 21/26 serta tidak memperoleh penghasilan dari tempat lain.

(79)

4. Bukan Pegawai (Ref. Pasal 3 huruf C, PER‐16/PJ/2016)

c Penghasilan atau imbalan yang diterima oleh bukan pegawai sebagai c. Penghasilan atau imbalan yang diterima oleh bukan pegawai sebagai mana dimaksud dalam pasal 3 huruf C PER 16/PJ/2016, yang sifatnya tidak berkesinambungan.

Perhitungan 4a 4b 4c di atas berlaku untuk honorarium atau imbalan yang

PPh Pasal 21 = Tarif PPh Pasal 17 UU PPh x [Penghasilan Bruto x 50%]

Formula

Perhitungan 4a, 4b, 4c di atas berlaku untuk honorarium atau imbalan yang dibayarkan kepada :

(80)

4. Bukan Pegawai (Ref. Pasal 3 huruf C, PER‐16/PJ/2016)

d. Penghasilan atau imbalan yang diterima oleh peserta kegiatan yang sifatnya utuh dan tidak dipecah.

PPh Pasal 21 = Tarif PPh Pasal 17 UU PPh x Penghasilan Bruto Formula

Penghitungan ini berlaku atas honorarium dan/atau imbalan yang dibayarkan kepada:

1) Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah

i k k il h k l i d l b

raga, seni ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya.

2) Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja.

3) Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara 3) Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara

kegiatan tertentu.

4) Peserta pendidikan, pelatihan dan magang.

(81)

4. Bukan Pegawai (Ref. Pasal 3 huruf C, PER‐16/PJ/2016)

e. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dengan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama.

sama.

PPh Pasal 21 = Tarif PPh Pasal 17 UU PPh x Penghasilan Bruto Formula

Penghitungan PPh pasal 21 atas honorarium atau imbalan lainnya yang diterima anggota Dewan Komisaris atau lainnya yang diterima anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap sama dengan penerima honorarium atau imbalan lainnya pada butir 5 di atas

lainnya pada butir 5 di atas.

(82)

4. Bukan Pegawai (Ref. Pasal 3 huruf C, PER‐16/PJ/2016)

f. Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi , bonus dan imbalan lain yang sifatnya tidak teratur yang diterima oleh mantan pegawai

pegawai.

PPh Pasal 21 = Tarif PPh Pasal 17 UU PPh x Penghasilan Bruto Formula

Bagi mantan pegawai yang masih menerima jasa produksi, tantiem, gratifikasi, dan bonus dikenakan PPh Pasal 21 dengan tarif Pasal 17 UU

g g

PPh dikalikan dengan penghasilan brutonya.

Jika penerima penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi

dan bonus adalah pegawai tetap yang masih aktif, maka

penghasilannya ditambahkan pada penghasilan bruto pegawai yang

bersangkutan. PPh pasal 21 dihitung menggunakan cara yang sudah

dijelaskan butir 1 atas.

(83)

4. Bukan Pegawai (Ref. Pasal 3 huruf C, PER‐16/PJ/2016)

g Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program g. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program yang berstatus sebagai pegawai dari dana pensiun yang pendiriannya telah disyahkan oleh Menteri Keuangan.

Dana pensiun yang dimaksud adalah dana pensiun yang sudah p y g p y g disyahkan oleh Menteri keuangan dan penarikan dana dilakukan oleh pegawai yang belum memasuki masa pensiun.

PPh Pasal 21 = Tarif PPh Pasal 17 UU PPh x Penghasilan Bruto Formula

P t if PPh P l 17 UU PPh dik k t ik d i

Penerapan tarif PPh Pasal 17 UU PPh dikenakan atas penarikan dana pensiun secara kumulatif dalam satu tahun takwim, yang artinya.:

1) Apabila seseorang peserta program pensiun dalam satu tahun takwim melakukan penarikan sampai sebesar Rp.50 Jt akan dikenakan PPh denganp p p g tarif 5%.

2) Apabila dalam tahun takwim yang sama orang tersebut melakukan penarikan dana lagi, maka sampai dengan lapisan diatas Rp.50 Juta berikutnya akan dikenakan tarif 15% dan setersunya

berikutnya akan dikenakan tarif 15% dan setersunya.

(84)

PPh Pasal 21 Yang Bersifat Final

a. Uang pesangon, uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disyahkan oleh Menteri Keuangan dan

T j H i T (THT) J i H i T (JHT) dib k

Tunjangan Hari Tua (THT) atau Jaminan Hari Tua (JHT), yang dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Pensiun atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

PPh Pasal 21 = Tarif PPh Final  x Penghasilan Bruto Formula

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

S i d R 50 J t 0%

Tarif PPh Final:

Sampai dengan Rp. 50 Juta 0%

di atas Rp.50 Juta s/d Rp.100 Juta 5%

di atas Rp.100 Juta s/d Rp.500 Juta 15%

(85)

PPh Pasal 21 Yang Bersifat Final

b Honorarium dan imbalan lainnya dengan bentuk dan nama b. Honorarium dan imbalan lainnya dengan bentuk dan nama apapun yang diterima oleh Pejabat Negara, PNS/ASN, Anggota TNI/Polri yang dananya bersumber dari keuangan negara/daerah.

1) Untuk PNS golongan I & II, Anggota TNI dan Anggota Polri golongan pangkat tamtama, bintara dan pensiunannya.

Formula : PPh Pasal 21 (bersifat final) = 0 % x Penghasilan Bruto

2) Untuk PNS golongan III, Anggota TNI dan Anggota Polri golongan pangkat) g g , gg gg g g p g perwira pertama dan pensiunannya.

Formula : PPh Pasal 21 (bersifat final) = 5 % x Penghasilan Bruto

3) Untuk PNS golongan IV, Anggota TNI dan Anggota Polri golongan pangkat perwira menegah, tinggi dan dan pensiunannya.

F l PPh P l 21 (b if fi l) 15 % P h il B Formula : PPh Pasal 21 (bersifat final) = 15 % x Penghasilan Bruto

(86)

PPh Pasal 26

• Semua objek pemotongan PPh pasal 21 baik itu

Formula Î PPh Ps 26 = 20% x Penghasilan Bruto

• Semua objek pemotongan PPh pasal 21, baik itu bersifat final mapun tidak final, jika diterima atau diperoleh WPOP‐LN, dikenakan pemotongan PPh pasal 26 dan bersifat final.

• Tarif pph pasal 26 yang dikenakan adalah 20% dari penghasila bruto atau sesuai dengan tax treaty antara penghasila bruto atau sesuai dengan tax treaty antara Indonesia dengan negara yang bersangkutan.

• Apabila WP luar negeri berubah status menjadi WP p g j

dalam negeri, maka PPh pasal 26 menjadi tidak final

dan dapat dikreditkan dalam SPT tahun pajak

(87)

TAX PLANNING

1. Klausul Pajak Dalam Kontrak

Jika dalam kontrak tidak ada klausul pajak, biasanya pembebanan pajak

dihitung dari gross income dan

2. Pajak Ditanggung

dihitung dari gross income dan pembayaran net of tax, dsb

1.Jika PPh ditanggung Pemberi Kerja Æ Pemberi Kerja atau

Gross Up Method

Non Deductable Expenses

2.Jika PPh di Gross Up Æ Deductable  Expenses

3. Pemberian Uang Saku: Lump‐sum atau

Reimbursement

1.Jika Lump‐sum, Exp. sebesar nilai yang diterima karyawan

2.Jika reimbursement, Exp. sebesar il i bi dik l k

4. Pemberian Tunjangan Makan

nilai biaya yang dikeluarkan.

1.Jika Persh adopsi sistem Norma PPh,  catering sebagai objek PPh.

atau Menyediakan

Catering 2.Jika Persh tidak adopsi Norma PPh,  catering bukan objek dan deductable 

Referensi

Dokumen terkait

scoping excercise dengan mitra FTA ASEAN. Template akan dilaporkan kepada SEOM agar SEOM dapat membahasnya secara inter-sessional sebelum dikirim kepada mitra FTA

Hasil tes kecerdasan kinestetik siswa pada pembelajaran akuatik yang menggunakan metode bermain pada siklus I yaitu; 9,5 % memperoleh kriteria cukup baik (sebanyak 4

Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen terhadap suatu produk mempengaruhi laku selanjutnya. Jika konsumen puas, ia akan menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi

Sesudah penyembelihan, pemanenan, atau pengolahan, terdapat saat ketika bahan pangan mempunyai mutu yang terbaik. Akan tetapi, hal ini hanya berlangsung sementara. Tergantung

Rencana Strategis (Renstra) Pembangunan Kesehatan Ka- bupaten Aceh Barat 2006-2010 merupakan dokumen kebijakan perencanaan sektor kesehatan yang disusun karena

Abstrak: Penelitian ini bertujuan 1) untuk mengetahui dan menganalisis penataan administrasi pemerintah desa dalam dibidang pertanahan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur

Melalui Program Kreativitas mahasiswa (PKM) ini disusun suatu langkah solusi yaitu dengan melakukan penelitian pembuatan nanofiber kitosan berbahan dasar cangkang..

Hasil pengujian terhadap daya tahan berenang hewan percobaan tikus menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan produk minuman berenergi komersial untuk 2