LAPORAN TUGAS AKHIR
EKSPLORASI MOTIF PADA BUSANA READY TO WEAR MIDDLE CLASS BERKONSEP SLOW FASHION DENGAN MENGGUNAKAN
TEKNIK NEEDLE FELTING
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Telkom University
Oleh:
Alifah Hasna Haliza 1605184111
(Program Studi Kriya Tekstil dan Fashion)
TELKOM UNIVERSITY NOVEMBER 2022
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Felt dapat diwakili dari apa saja mulai dari kendaraan hingga instrument hingga garis gambar untuk membuat topi, mantel, hiasan, bantalan, dan folder.
Namun penggunaannya yang paling menarik kemungkinan besar, untuk membuat boneka dan pahatan. Hewan popular dibuat dengan felting kering karena bulu halus dan kulit mereka di duplikasi secara efektif menggunakan wol. Proses menusuk jarum dapat mengubah wol menjadi hewan, makanan, pohon yang tampak realistis dan banyak hal lainnya.
Saat anda mendengar felting, anda langsung teringat pada felting basah yang umumnya dikenal oleh kebanyakan orang. Felt sendiri berasal dari sekitar 5000-4000 SM setelah penjinakan domba untuk wol. Sebagai hewan pertama yang dijinakkan, domba dipelihara terutama untuk diambil daging, susu, dan kulitnya. Namun, itu berubah, dan mereka sekarang disimpan untuk wol, yang digunakan untuk membuat pakaian.
Pelapisan jarum ditemukan 1800. Bukti diri pertama untuk mesin pelubang jarum diberikan dalam 1859. Mesin mesin tersebut pada awalnya dirancang untuk membuat pemukul dan bantalan dari potongan rambut tentara, serat rumah jagal, dll. Pelapisan jarum digunakan sebagai metode opsional untuk menghasilkan kain kempa tanpa menggunakan sabun dan air, yang merupakan cara yang biasa.
Industri felting dibuat untuk banyak kegunaan seperti alas karpet, karpet mobil, dan banyak lagi. Produk felting yang paling banyak diketahui adalah bola tenis itu. Bola tenis memiliki penutup kempa dengan sifat ramping yang spesifik.
Di 1980, David dan Eleanor Stanwood, yang pindah ke Martha’s Vineyard dari California, bekerja dengan produser flannel dari Belgia. Pembuat kain kempa memiliki beberapa pabrik tekstil yang masih memproses wol di mesin carding mereka.
Penggunaan bulu domba secara bertahap mulai mengaburkan sejarah dengan perkembangan perusahaan kapas dan serat pabrik. Para peternak ini tidak memiliki petunjuk tentang cara mengelola bulu domba mereka. Mereka awalnya mulai menangani bulu domba kedalam wadah yang digunakan selimut dan sofa, tetapi mereka juga mencoba berbagai hal dengan instrument sebagai renungan. David dan Eleanor ingin membuat batting ringan untuk selimut dan selimut, jadi Eleanor membeli beberapa jarum felting dari pabrik dan menggunakannya untuk membuat kain flannel. Menjadi individu yang cukup inovatif, ia berkembang dari quilt menjadi membungkus dan syal menggunakan metode felt.
Dalam beberapa hal, seorang seniman tekstil California bernama Ayala Tapai mengetahui tentang jarum kempa ini. Ayala telah diberikan segenggam jarum oleh seorang teman yang juga memberinya mesin pukulan jarum berukuran sampel. Mesin itu berasal dari Industri tekstil yang ditinggalkan, dan Ayala bereksperimen dengannya di dapurnya. Melalui Ayala, seorang pengrajin Denmark merasa Birgitte Krag Hensen mengetahui prosesnya.
Brigitte prospek penggunaan teknik ini dalam membuat potongan primer 3 dimensi. Tidak lama kemudian prosesnya menyebar ke seluruh Skandinavia.
Setelah itu, troll, peri, dan peri terlihat di seluruh dunia. Dan seni itu mulai melintasi laut utara ke Inggris. Saat ini, felting jarum hamper mencapai ketenaran yang sama dengan felting basah, dengan beberapa contoh teladan ditemukan di Jepang.
Saat dunia mulai perlahan lahan mempraktikan teknik ini, beberapa seniman serat mempelopori kerajinan baru ini, termasuk ke dalam seni mereka dan menyebarkan pengetahuan tersebut kepada seniman lain. Banyak seniman yang memiliki pengalaman sebelumnya bekerja dengan felting basah, yang merupakan jenis felting yang pertama yang dipraktikkan. Dan begitulah cara needle felting menyebar ke seluruh dunia.
Di zaman sekarang sudah mulai menerapkan technology fashion dengan sebutan technotextile yaitu salah satunya felting. Tetapi, teknik felting ini belum banyak digunakan di industry fashion, contohnya saja seperti di negara Indonesia, di negara ini masih belum banyak atau bahkan masih belum ada yang menggunakan teknik felting ini. Rata rata teknik felting ini, sudah mulai digunakan di luar negeri. Namun, di luar negeri kebanyakan masih menggunakan teknik nuno felting atau wet felting yang diaplikasikan pada produk fashion. Untuk teknik needle felting ini disana sebenarnya sudah mulai di gunakan tetapi masih dibilang minim, serta digunakannya dalam jumlah banyak, untuk aksesoris seperti gantungan kunci dan pajangan. Untuk pengaplikasian teknik needle felting ke dalam produk fashion masih sangat jarang ditemukan.
Needle felting jika dilihat memang terlihat lucu, halus, mudah di bentuk, empuk, mempunyai sifat yang bisa di bentuk menjadi 3D atau 2D dan memiliki serat yang cukup jelas. Namun, untuk perawatan felting ini cukup susah karena bisa dilihat dari bahannya, felting ini bisa mudah terkena debu dan kusam.
Teknik needle felting ini menggunakan serat wol atau serat halus yang bisa mengaitkan ke serat serat lainnya. Karena needle felting ini di tusuk jarum, jadi needle felting tidak perlu ata tidak usah repot repot menggunakan serat yang 100% alami. Berbeda dengan wet felting atau nuno felting yang harus menggunakan 100% serat alami karena teknik basah tersebut menggunakan sifat nabati untuk merekatkan.
Pada penelitian ini, saya menggunakan teknik needle felting dengan bahan yang dipakai yaitu serat wol campuran dan kain yang memiliki sifat serat benangnya sedikit berongga. Kain yang di gunakan untuk needle felting ini memiliki serat sedikit berongga karena untuk upaya merekatnya serat yang ditusuk disatukan supaya bisa merekat tanpa harus ada teknik tambahan atau material tambahan, juga biar bisa mudah dibentuk.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Adanya potensi untuk pegembangan teknik motif yang dibuat dengan needle felting.
2. Adanya potensi kebaruan bentuk visual dalam bentuk 3D di bidang needle felting.
3. Adanya potensi untuk pengaplikasian motif needle felting ini ke produk fashion.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, masalah yang muncul di rumuskan oleh penulis sebagai berikut:
1. Apa yang membuat motif dengan teknik needle felting perlu di kembangkan?
2. Bagaimana membentuk visual 3D dengan menggunakan teknik needle felting pada material tekstil?
3. Bagaimana mengaplikasikan teknik needle felting untuk dapat dijadikan produk fashion?
1.4 Batasan Masalah
Pada penelitian ini, penulis membatasi masalah berdasarkan beberapa aspek, diantaranya:
1. Material
Penulis menggunakan material serat wol campuran sebagai bahan baku pembuatan motif. Untuk kain yang digunakan, penulis menggunakan kain denim oxford dan organza yang sebagaimana kain tersebut mempunyai sifat pergangan serat yang bagus untuk melakukan eksplorasi dan mewujudkan karya penelitian dalam pembuatan teknik tersebut.
2. Teknik
Teknik yang akan digunakan pada penelitian ini ialah teknik felting lebih tepatnya needle felting dan jarum serta peralatan perlengkapan lainnya untuk mengolah mebentuk motif kebaruan dengan metode teknik ini.
3. Produk
Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini berupa kebaruan motif dengan teknik felting dengan kategori ke dalam needle felting, yang akan diaplikasikan pada material tekstil dengan tampilan visual yang baru dan dibuktikan pada produk fashion.
1.5 Tujuan
Tujuan utama dalam penulisan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui perkembangan kebaruan motif dengan menggunakan teknik needle felting.
2. Untuk menghasilkan bentuk kebaruan visual pada hasil pembuatan motif dengan teknik needle felting.
3. Untuk mengaplikasikan motif dengan teknik needle felting pada material tekstil untuk dapat dijadikan sebagai produk fashion.
1.6 Manfaat
Adapun manfaat yang didapatkan dalam penelitian ini, diantaranya:
1. Adanya manfaat dari teknologi needle felting untuk dijadikan metode alternatif teknik dan material dalam pembuatan motif.
2. Adanya manfaat untuk memberikan inspirasi serta inovasi dalam mengembangkan teknik technotextile dengan menghasilkan visual baru hasil motif dengan menggunakan teknik needle felting.
3. Adanya manfaat untuk mengaplikasikan motif dengan teknik needle felting pada material tekstil untuk dapat dijadikan sebagai produk fashion.
1.7 Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, diantaranya:
1. Studi Literatur
Penulis menggunakan beberapa web, jurnal, dan buku sebagai sumber data awal tertulis pada penelitian ini. Beberapa jurnal dan buku diantaranya jurnal history of needle felting oleh Ahmad Nuryadin, dan buku big little felt universe sew it, stuff it, squeeze it, fun oleh Jeanette Lim.
2. Observasi
Penulis melakukan observasi melalui media sosial. Karena di daerah Indonesia, masih belum terlihat yang mengembangkan teknik felting ini. Observasi dilakukan secara browsing melalui situs situs youtube, pinterest, dan instagram. Informasi yang didapat ialah seputar teknis, proses pembuatan, sifat sifat serat, jenis jenis bahan yang di gunakan, material yang tepat, perkembangan tentang felting.
3. Eksplorasi
Penulis melakukan eksplorasi yang dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
a) Eksplorasi Awal
Pada eksplorasi awal, dilakukan dengan tujuan memahami teknik needle felting dengan karakteristik jenis serat wol dan kain yang digunakan. Serta mencari hasil yang optimal untuk pemilihan jenis serat supaya mudah untuk disatukan dan jenis kain yang memiliki serat yang tidak rapat agar mudah dikombinasikan disaat melakukan penusukan untuk menyatukan.
b) Eksplorasi Lanjutan
Pada eksplorasi lanjutan, penulis memfokuskan pada motif yang akan dibuat dengan menggunakan teknik needle felting. Meliputi melakukan pembuatan imageboard, tone colour, melakukan eksplorasi bentuk motif.
c) Eksplorasi terpilih
Pada eksplorasi terpilih, dari hasil eksplorasi lanjutan telah dipilih kumpulan modul motif needle felting dan komposisi motif yang merupakan desain yang paling optimal dan terbaik untuk diproduksi menjadi hasil akhir penelitian.
1.8 Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian ini adalah konsep pada penelitian yang saling berhubungan, dimana penggambaran variable satu dengan yang lainnya bisa terkoneksi secara detail dan sistematis.
Bagan I.1 Kerangka Penelitian
Fenomena
Dalam beberapa hal, seorang seniman tekstil California bernama Ayala Tapai mengetahui tentang jarum kempa ini. Ayala telah diberikan segenggam jarum oleh seorang teman yang juga memberinya mesin pukulan jarum berukuran sampel. Mesin itu berasal dari Industri tekstil yang ditinggalkan, dan Ayala bereksperimen dengannya didapurnya.
Melalui Ayala, seorang pengerajin Denmark merasa Birgitte Krag Hensen mengetahui prosesnya. Brigitte prospek penggunaan teknik ini dalam membuat potongan primer 3 dimensi. Tidak lama kemudian prosesnya menyebar ke seluruh Skandinavia.
(Ahmad Nuryadin, 2021)
Urgensi Masalah
1. Hal ini merupakan respon peneliti terhadap perkembangan industry tekhnologi desain. Masih jarang bahkan bisa di bilang belum adanya pemanfaatan teknologi felting di pada ranah fashion khususnya teknik needle felting.
2. Adanya potensi yang menarik untuk konsep desain fashion dengan hasil yang optimal untuk penggunaan teknik needle felting.
3. Penggunaan needle felting sebagai teknik kebaruan karena pada zaman dahulu masih menggunakan mesin yang bisa di bilang rumit.
Tujuan
1. Untuk mengetahui perkembangan kebaruan motif dengan menggunakan teknik needle felting.
2. Untuk menghasilkan bentuk kebaruan visual pada hasil pembuatan motif dengan teknik needle felting.
3. Untuk mengaplikasikan motif dengan teknik needle felting pada material tekstil untuk dapat dijadikan produk fashion.
Metode Penelitian
Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data kualitatif:
1. Studi literature: menggunakan beberapa buku dan jurnal yang berkaitan dengan felting, needle felting, ragam hias, motif, tekstil, dan fashion.
2. Observasi: di lakukan pada social media seperti youtube, instagram, dan pinterest yang berkaitan dengan teknik needle felting tersebut.
3. Eksplorasi: dibagi menjadi 3 bagian yaitu eksplorasi awal, lanjutan, dan terpilih.
Eksplorasi Awal
- Tahap 1:
menganalisis
karakteristik, waktu pengerjaan, bentuk yang di dapat.
- Tahap 2:
Menyesuaikan bentuk yang di dapat.
- Tahap 3:
mengeksplorasi karakteristik visual dari penusukan jarum felting paling optimal.
- Tahap 4:
Menganalisa potensi hasil visual menggunakan penusukan jarum needle felting dengan desain gambar mendetail.
Eksplorasi Lanjutan - Membuat
image board sebagai acuan inspirasi.
- Mencoba untuk membentuk sesuai karakter yang diberikan.
- Membuat komposisi motif dengan merepetisi modul.
Eksplorasi Terpilih - Beberapa
komposisi motif sudah terpilih dan di lanjutkan.
- Dilakukan pengaplikasian komposisi motif terpilih
menggunakan teknik needle felting pada lembaran kain dan warna yang sudah
ditentukan.
Analisa Perancangan
1. Sebagai respon terhadap perkembangan industri dan membantu mengupayakan adanya teknik kebaruan dalam produk fashion yaitu teknik needle felting
2. Di Indonesia teknik needle felting ini belum bisa di temukan pada produk fashion sehingga masih sangat sulit untuk untuk mencari informasi penelitian. Sehingga semakin membuka peluang penulis untuk mengembangkan teknik kebaruan ini yaitu teknik needle felting.
3. Needle felting memiliki ciri khas khusus yang unik pada penggayaan dan sifat materialnya. Tetapi, teknik needle felting ini butuh ketekunan yang tinggi karena dari segi pembuatan teknik ini bisa membutuhkan waktu yang cukup lama.
Konsep Perancangan
1. Analisa brand pembanding: di karenakan belum ada brand yang memiliki konsep teknik needle felting ini, makan sebagai brand pembandingnya adalah kategori apa yang di pakai pada kategori fashion tersebut. Yaitu kategori ready to wear middle class berkonsep slow fashion tersebut adalah Sejauh Mata Memandang, Ikat Indonesia, Rupa Haus. Brand brand tersebut memang tidak menggunakan teknik needle felting dalam pembuatan produk fashion mereka namun, mereka menggunakan konsep slow fashion karena menggunakan teknik kebaruan yang jarang digunakan pada industry fashion lainnya.
2. Deskripsi konsep: Output penelitian ini berupa lembaran kain rancangan busana ready to wear middle class konsep slow fashion.
Koleksi busana ini memiliki desain siluet asimetris yang
memngutamakan keunggulan pengaplikasian motif berkarakter flora 3. Image board: Image board konsep bertujuan menjadi paduan dalam
proses perancangan secara keseluruhan dari konsep dan tema karya yang sudah dibuat. Warna dan siluet diambil dari referensi trend forcast.
4. Target market: Wanita, berusia 22-28 tahun. Berprofesi seputar
industri kreatif seperti Influencer, public figure, fashion blogger, model, dan fashion stylist. Hidup di kota-kota besar. memiliki kepribadian yang bold, self-sufficient, creative, socialize, open minded dengan lifestyle kehidupan modern dan karakter extrovert.
5. Konsep Lifestyle board: Penulis menargetkan wanita yang gemar melakukan photoshoot/photo session dan fashion enthusiast, dengan gaya hidup modern di perkotaan. Jenis busana yang disukai ialah ready-to-wear dengan siluet asimetris yang memiliki khas/fashion statement.
Kesimpulan
Proses pembuatan teknik needle felting dimulai dengan eksplorasi material bahan yang cocok digunakan. Karena dalam pengaplikasian ini tidak bisa sembarang bahan serta material yang dihgunakan.
Berdasarkan hasil eksplorasi dapat disimpulkan, teknik needle felting dapat mencapai hasil penusukan jarum needle dengan serat yang digunakan menghasilkan optimal dan sesuai dengan rancangan
desain. Pada permukaan needle felting tersebut memilki sifat yang unik dan memilki ciri khas yaitu serat serat yang tergambarkan dan bentuk
yang sangat jarang dimiliki oleh setiap pengaplikasian.
Kemudian hasil motif yang sudah dikomposisikan dan diaplikasikan pada material denim dan organza direalisasikan menjadi produk busana ready to wear middle class berkonsep slow fashion dengan style motif teknik kebaruan menggunakan jenis ragam hias flora. Konsep perancangan koleksi mengacu pada salah satu trend forecast.
1.9 Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini disusun menjadi beberapa bab, diantaranya:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II STUDI LITERATUR
Bab ini menjelaskan tentang teori dasar, klasifikasi, dan pengembangan dari objek pembahasan penelitian utama yaitu felting, needle felting, ragam hias, motif, textile, dan fashion.
BAB III DATA DAN ANALISA PERANCANGAN
Bab ini membahas data hasil metode penelitian meliputi data primer, data sekunder, dan proses berkarya berupa hasil eksplorasi yang didalamnya meliputi teknik dan material.
BAB IV KONSEP PERANCANGAN DAN HASIL PERANCANGAN Bab ini menjelaskan konsep perancangan beserta hasilnya, meliputi analisis brand pembanding, image board, deskripsi konsep, target market, lifestyle board, desain produk, dan konsep merchandise.
BAB V KESIMPULAN
Bab ini berisi penutupan dan kesimpulan hasil keseluruhan kegiatan penelitian, saran, dan rekomendasi.
BAB II
STUDI LITERATUR
II.1 Motif Ragam Hias
Gambar II.1 Motif embroidery bunga pada kain Sumber : Pinterest. annelaurecamiller.com 2.1.1 Pengertian Motif Ragam Hias
Ragam hias merupakan karya seni rupa yang diambil dari bentuk-bentuk flora, fauna, figuratif, dan bentuk geometris. Berdasarkan Purnomo (2013), ragam hias tersebut dapat diterapkan pada media dua dan tiga dimensi. Ornamen dalam pengertian yang terbatas adalah mencakup Elemen-elemen Dekorasi yang diadaptasi, atau dikembangkan, dari dedaunan Alami. Ini berbeda dari elemen Geometris, karena mereka organik yaitu memiliki batang, daun, bunga, &
sedangkan yang terakhir adalah anorganik.
Jika hanya digambar di atas kertas dan tidak diterapkan, elemen berfoliasi dianggap dalam abstrak sebagai "Ornamen". Ketika diterapkan untuk mempercantik suatu objek, itu menjadi "Elemen Dekorasi"
Istilah "DECORATION" berarti seni atau proses penerapan berbagai Elemen untuk mempercantik Objek. Ini juga digunakan untuk menunjukkan hasil yang telah selesai. contohnya Jadi seniman, yang sibuk dalam "dekorasi" vas, dapat mewakili ornamen di atasnya; dan ornamen tersebut kemudian menjadi "Dekorasi"
dari vas tersebut "Elemen" Dekorasi adalah: Garis Geometris, Ornamen, Dedaunan Alami, Benda Buatan, Hewan, dan Sosok Manusia.
2.1.2 Klasifikasi Motif Ragam Hias
1) Ragam Hias Flora. Flora sebagai sumber objek motif ragam hias dapat dijumpai hampir di seluruh pulau di Indonesia. Ragam hias dengan motif flora mudah dijumpai pada barang barang seni seperti batik, ukiran, dan tenunan.
Gambar II.2 Ragam hias flora Sumber : Pinterest
2) Ragam Hias Fauna. Ragam hias fauna merupakan bentuk gambar motif yang diambil dari hewan tertentu. Hewan pada umumnya telah mengalami perubahan bentuk atau gaya. Beberapa hewan yang biasa dipakai sebagai objek ragam hias adalah kupu-kupu, burung, kadal, gajah, dan ikan. Ragam hias motif fauna telah mengalami deformasi namun tidak meninggalkan bentuk aslinya. Ragam hias fauna dapat dikombinasikan dengan motif flora dengan bentuk yang digayakan.
Gambar II.3 Ragam hias fauna Sumber : pinterest
3) Ragam Hias Geometris. Ragam hias geometris merupakan motif hias yang dikembangkan dari bentuk-bentuk geometris dan kemudian digayakan sesuai dengan selera dan imajinasi pembuatnya. Ragam hias geometris dapat dibuat dengan menggabungkan bentuk-bentuk geometris ke dalam satu motif ragam hias.
Gambar II.4 Ragam hias geometris Sumber : Pinterest
4) Fenomena Alam. Fenomena alam yang sering digambarkan dalam ragam hias Cina adalah angin, hujan, bintang, langit, api, matahari dan bulan. Api digambarkan sebagai simbol terang dan kemurnian. Matahari dan bulan sebagai simbol keadilan dan kekuatan yang luar biasa.
Gambar II.5 Ornamen Cina Sumber : Craftsmanpace.com
5) Legenda.Legenda adalah cerita yang dipercaya oleh beberapa penduduk setempat benar benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci atau sakral.
Gambar II.6 Motif legenda Sumber : Muriabatikkudus.com
2.1.3 Perkembangan Motif Ragam Hias
Pada perkembangan motif ragam hias saat ini yang digunakan atau diaplikasikan pada produk fashion dan textile menggunakan teknik tie dye (ikat celup) dan bordir. Dengan pencarian perkembangan motif dengan teknik teknik yang sudah diketahui saat ini, ternyata teknik kebaruan seperti needle felting belum di temukan di era saat ini, padahal teknik needle felting merupakan teknik kebaruan yang bisa di kembangkan untuk menciptakan motif pada produk fashion.
Memang jika ditelusuri menurut penulis, teknik needle felting masih susah untuk di aplikasikan karena termasuk ke dalam teknik slow fashion. Dilihat dari cara kerja pada saat pembuatan atau penciptaan, teknik ini butuh sifat ketekunan yang sangat tinggi dan eksploratif yang tinggi. Jenis motif yang saat ini sedang berkembang adalah flora (bunga) dan abstrak.
II.2 Ready To Wear Middle Class Slow Fashion
2.2.1 Pengertian Ready To Wear Middle Class Slow Fashion
Gambar II.7 Contoh busana ready to wear middle class slow fashion Sumber : www.instagram.com/sejauhmatamemandang
Busana yang dibuat dengan konsep ready to wear middle class ini bisa diterjemahkan sebagai busana dengan konsep siap pakai terlihat sedikit elegant serta sedikit sentuhan mahal atau kemewahan namun di produksi dengan jumlah sedikit.
Disini, penulis ingin menjelaskan tentang apa yang sedang diteliti sekarang adalah pembuatan motif yang akan diaplikasikan ke produk fashion dengan teknik needle felting. Nah, dari situ kita mengambil kategori ready to wear middle class dan berkonsep slow fashion. Karena dalam pembuatan motif dengan teknik needle felting tersebut, bisa membutuhkan waktu yang cukup lama untuk pembuatan aplikasi motif pada 1 buah produk fashion. Maka, sebagai yang dimaksudkan berkonsep slow fashion itu adalah pembuatan yang diproduksi dalam jumlah sedikit tetapi bisa memiliki ciri khas teknik yang jarang digunakan dan masih
termasuk sulit untuk terbiasa di gunakan pada produk produk fashion yang sudah kita kenal.
Ready to wear middle class yang berkonsep slow fashion ini memiliki batasan harga jual di pasaran mulai dari Rp 700.000,. sampai Rp 1.500.000,.
Biasanya seperti yang pernah penulis tahu, koleksi dengan menerapkan konsep ini hanya bisa memproduksi koleksi 5 di setiap design. Memang, lebih mengutamakan teknik yang ada pada produk fashion tersebut. Seperti biasa juga, konsumen yang paham dengan konsep slow fashion ini pasti juga menjadi konsumen yang segemntif (terpilih).
Berbeda dengan ready to wear deluxe yang memiliki konsep sangat mewah, memiliki jahitan super rapih selain itu bisa kebanyakan menjahit dengan tangan supaya terlihat cantik, dan tidak adanya obras di produk busana nya, pemilihan bahan dan material juga harus yang memiliki level super high quality atau premium. Sedangkan ready to wear middle class memiliki sifat yang cukup berbalik dengan ready to wear deluxe.
Gambar II.8 Ready to wear deluxe Sumber : Vogue magazine 2.2.2 Klasifikasi Ready To Wear Middle Class Slow Fashion
Ready to wear middle class memiliki klasifikasi seperti busana ready to wear yang memiliki siluet sederhana namun terdapat beberapa teknik tekstil penunjang busana, pembuatannya tergolong rumit dengan teknik yang diutamakan sebagai ciri khas. Konsep busana yang digunakan disini juga memiliki aspek yang ditimbulkan oleh fashion sehingga bisa menunjukkan sebagai teknik kebaruan di busana ready to wear middle class slow fashion tersebut.
Dunia fesyen telah berkembang pesat bahkan sampai ke era modern ini.
Dunia fesyen adalah dunia dengan industri internasional yang sangat besar dan dengan konsumen yang beragam.
Fesyen memiliki berbagai macam karakteristik, tidak pernah punah bahkan selalu berputar dengan hal-hal yang semakin kreatif, maupun hal yang inovatif.
Karena perkembangan fesyen yang terus berputar maka fesyen memiliki klasifikasi, yaitu:
1) Gender
Hasrat (passion) terhadap fesyen dimiliki oleh semua kalangan tanpa memandang gender. Pada mulanya, fesyen kerap dibatasi oleh adanya konstruksi sosial gender gaya busana laki-laki dan perempuan. Seolah fesyen hanya terpaku pada identitas gender.
Misalnya pada tahun 1950, fesyen diperuntukkan untuk wanita dengan gaya klasik dan feminim dengan gaya new look menjadi tren. Namun, dalam perkembangannya, fesyen diartikan sebagai ekspresi pemakai busana yang tidak terikat pada satu identitas tertentu. Misalnya, fesyen mulai dipakai kemudian diminati para pria dengan suit atau seragam yang dikenakan. Kemudian seiring berjalannya waktu, denim menciptakan fesyen yang bersifat unisex. Seperti kutipan Yves Saint Laurent “ Blue jeans is a classic, I believe in basics, a wardrobe for a woman that’s like a man’s- exactly like a blue jeans-pants, jacket, raincoat, not similar in details but in mind.” (Marsh, June: History of Fashion, 2012:
129) Munculnya band band yang mempengaruhi dunia fesyen terutama seperti penyanyi David Bowie yang memperlihatkan gaya androgyny alter- ego dan menjadi trend setter. (Marsh, June:
History of Fashion, 2012: 129) Pada wanita pun penggunaan fesyen semakin beragam dan inspirasi untuk pakaian wanita semakin universal.
2) Industri
Pada abad ke-21 ini, perubahan fesyen sangat dipengaruhi oleh teknologi. Dimana konsumen fesyen sangat mudah memperoleh informasi, komunikasi, koordinasi, dalam dunia fesyen. Di Indonesia sendiri, dalam menyambut revolusi industri 4.0, pemerintah merancang ekosistem bisnis untuk industri fesyen, dimana ekosistem itu melibatkan para desainer, produksi, hingga akses terhadap materialnya. Faktor ekonomi sangat mempengaruhi dalam bentuk konsumerisme fesyen di kategori industry ini, terutama di beberapa negara. Di China, yang merupakan Negara dengan ekonomi terbesar ke 3, pada tahun 2010 brand Louis Vuitton, Chanel dan Gucci menjadi 3 brand yang
paling diminati disana. (Marsh, June: History Of Fashion, 2012:
264).
3) Segmentasi
Dalam buku Teori dan Praktek Sehari-hari (1995), Pride &
Ferrel mengatakan bahwa “segmentasi pasar adalah pemetaan target konsumen, atau suatu proses membagi pasar ke dalam segmen-segmen seperti karakteristik, kebutuhan, dan perilaku pelanggan potensial dengan kesamaan karakteristik yang menunjukkan adanya kesamaan perilaku pembeli.”. dijelaskan dalam jurnal dari www.slate.com (2014), dalam kategori bisnis, segmentasi pasar dibagi dalam segmen berikut ini:
1. High-end (Very wealthy): Segmetasi high-end identik dengan barang mewah atau brand kelas atas. Market dengan segmentasi ini memiliki daya beli yang tinggi, karena karakteristik dari high-end adalah kualitas dan harga sebanding. Biasanya market ini termasuk kalangan elit.
2. Middle-end (Wealthy-Mass Affluent): Market ini merupakan market aspirasional yang menggunakan luxury brand yang mudah didapat serta worth it.
3. Low-end (Upper Middle Class-Low Middle Class):
Merupakan market dengan konsumen yang membeli barang tidak berdasarkan barang brandid, mewah atau brand kelas atas.
Biasanya market ini memiliki konsumen yang memiliki daya beli rendah.
2.2.3 Perkembangan Ready To Wear Middle Class Slow Fashion.
Seiring berkembangan zaman, busana ready to wear ini sangat diminati konsumen sebagai produk yang flexible bisa di gunakan kapanpun, di manapun, dan dalam kondisi apapun. Karena konsep busana ready to wear adalah untuk membuat kenyamanan bagi yang menggunakannya. Munculnya berbagai trend mode atau model–model busana terbaru yang beraneka ragam seperti blouse, blazer, cardigan, skirt dan dress, menunjukan bahwa mode busana berkembang sangat pesat dari tahun ke tahun. Perkembangan busana akan bergerak sesuai dengan perkembangan manusia dan perkembangan ilmu pengetahuan alam, teknologi, dan seni. Semakin maju tingkat peradaban manusia dan iptek, cenderung kebutuhan akan berbusana yang bervariasai semakin meningkat.
Busana ready to merupakan busana siap pakai, tanpa harus melakukan pengukuran badan dan memesan desainnya terlebih dulu. Jenis busana ini pada
proses pembuatannya dibuat berdasarkan ukuran umum atau standar, sehingga menghasilkan produk siap pakai. Pakaian ready to wear mudah ditemui di pusat perbelanjaan umum atau mall dan di online shop, hal ini menunjukkan bahwa busana ready to wear sangat diminati masyarakat dan memiliki daya beli yang tinggi. Salah satu alasannya karena busana ready to wear memiliki ketahanan dan proses perawatan yang tidak rumit.
Busana ready to wear sedikit berbeda dengan kategori ready to wear middle class slow fashion. Ready to wear middle class ini merupakan sebuah busana dengan potongan yang simple dan bisa siap pakai namun memiliki teknik unik untuk menunjukkan suatu perbedaan. Pada kategori middle class berkonsep slow fashion inilah bisa mendapatkan busana yang jarang di temui dan memiliki kekhasan dan keunikan, di karenakan busana yang memilki konsep ini hanya di produksi dalam jumlah sedikit tetapi waktu untuk pembuatan atau produksinya bisa membutuhkan waktu yang cukup lama.
II.3 Needle Felting
Felting atau pengempaan, yaitu proses pengikatan dan pemadatan serat hingga membentuk material, bukan tenun yang memadat; menyusutkan dan memadatkan dengan pemberian kelembapan, panas, dan tekanan. Perlakuan terhadap kain tenunan untuk menghasilkan permukaan kain seperti kain felt.
Serat wol sebagai material utama yang dipilih dalam felting karena memiliki kemampuan memadat yang baik.
2.3.1 Gambaran Umum Needle Felting
Gambar II.9 Needle Felting
Sumber : Felting the complete guide book
Needle felting, atau disebut juga dengan dry felting, adalah inovasi terbaru yang dikembangkan dari proses pembuatan wol felting, serat nabati, dan produk sintetis menjadi potongan-potongan datar besar untuk digunakan secara komersial. paten pertama untuk needle felting dibuat pada akhir tahun 1850- an dan ditujukan untuk mesin industri dengan 150 hingga 200.000 jarum. jenis mesin pelubang jarum ini masih digunakan sampai sekarang untuk membuat kain kempa datar bukan tenunan dari wol serta serat lainnya untuk berbagai macam keperluan komersial dan industri seperti kempa sepatu, insulasi otomotif, alas karpet, filter, pelapis, dan bahkan tenis penutup bola.
Pada awal 1980-an, David Stanwood mulai menggunakan jarum berduri tunggal untuk membuat bola-bola wol warna-warni yang kemudian ia kempa basah. Saat pesta pembuatan kain di rumahnya, David menunjukkan proses ini kepada ayala talpai. ayala melanjutkan untuk mengembangkan lebih lanjut penggunaan jarum felting individu untuk memahat wol dan menulis buku pertama tentang needle felting. jarum felting dapat digunakan dengan berbagai cara termasuk memahat wol menjadi bentuk atau gambar tiga dimensi dan membuat lukisan wol dua dimensi dan dapat digunakan dalam kombinasi dengan kain felt basah. sepotong kain kempa basah dapat dibentuk menggunakan kempa jarum; detail halus dapat ditambahkan atau hiasan dapat diamankan di tempat sebelum felting basah. memperbaiki titik- titik masalah felting basah adalah fungsi lain yang membuat jarum felting bekerja dengan baik.
Jarum felting memperkuat jahitan dan sambungan lebih banyak wol dapat ditusuk untuk menutupi bintik atau lubang tipis dan kaus kaki wol bahkan dapat diperbaiki dengan jarum felting. Mesin needle felting adalah salah satu perkembangan terbaru yang memberikan keserbagunaan dan kecepatan yang lebih besar saat membuat item felted dua dimensi. mesin jarum-felting, kadang-kadang disebut penghias setelah salah satu yang pertama model yang tersedia, terlihat seperti mesin jahit tanpa benang atau gelendong. ada banyak merek mesin needle felting di pasaran yang menggunakan satu hingga lima belas jarum sekaligus. Beberapa mesin jahit dapat diubah menjadi mesin needle felting dengan attachment yang sesuai.
2.3.2 Klasifikasi Needle Felting
Needle felting adalah proses penusukan jarum yang sederhana, atau menusuk serat dengan felting jarum, sehingga menjadi tertanam di serat lain atau ke permukaan. Untuk keduanya desain permukaan dan patung, ada beberapa teknik yang dapat digunakan, dan masing-masing menghasilkan efek yang berbeda.
a) Needling
Gambar II.10 Needling
Sumber : Felting the complete guide book
Jarum felting tiga atau empat sisi jarum, yang sangat tajam dan rapuh dan memiliki duri di setiap tepinya. Duri ini menangkap serat saat Anda bergerak jarum naik dan turun melalui massa serat, kusut dan anyaman serat bersama. Disarankan menggunakan padded permukaan di bawah proyek saat anda bekerja jadi Anda bisa mendorong jarum felting melalui serat latar belakang atau kain untuk mengamankan serat di tempatnya. tikar felting, bantalan busa, Styrofoam atau permukaan empuk apa pun yang tidak masuk dikempa dengan mudah semua membuat permukaan kerja yang bagus. Alas felting memberikan lebih sedikit daya tahan terhadap tusuk jarum dari bantalan busa, membuat merasa lebih mudah, tetapi bagia belakang proyek akan lebih kabur daripada proyek bekerja di atas bantalan busa. Baik kompromi adalah tikar felting tertutup dengan handuk tua; ini menciptakan beberapa resistensi, tetapi tidak sebanyak busa lapisan.
Ingatlah untuk sering mengangkat proyek naik dari permukaan kerja agar seratnya tidak terkelupas bantalan atau tikar. Jika Anda tidak mengerjakan perasaan tikar, itu ide yang baik untuk memakai kulit sarung tangan di tangan yang akan memegang serat untuk mencegah jarum yang menyakitkan menusuk. Berhati-hatilah saat menangani jarum kempa duri mereka membuat mereka lebih berbahaya dari jarum biasa.
b) Surface Design
Gambar II.11 Surface design Sumber : Felting the complete guide book
Membuat desain permukaan yang terasa seperti jarum seperti melukis dengan serat. Anda dapat membuat desain dengan garis, gunakan bayangan untuk membuatnya transisi warna yang halus dan menambahkan efek dimensi melalui layering atau tusuk jarum selektif. Saat mengerjakan permukaan proyek untuk menambah warna atau elemen dekoratif, gunakan penusuk jarum yang berukuran sekitar "-1" (1cm–3cm) dalam. Skimming permukaan proyek dengan jatuhnya jarum yang lebih dangkal adalah cara yang baik untuk berbaur warna serat halus atau untuk membuat transisi yang mulus dari menambahkan elemen ke dasar proyek. Memilih di serat dengan jarum felting dapat digunakan untuk memindahkan serat atau untuk memisahkan warna agar menyatu lebih baik, tetapi berhati-hatilah dengan jarumnya kamu tidak melanggarnya. Permukaan suatu proyek dapat dikeraskan dengan: tusuk jarum ringan dengan lubang sedalam "–½"
(6mm–13mm) seluruh permukaan serat. Untuk membuat lekukan atau dimensi yang dalam pada sebuah karya, masukkan jarum lebih dalam untuk membuat serat terkunci bersama-sama menjadi bentuk yang diinginkan.
Memancing satu jarum kempa kira-kira 45 derajat dari permukaan potongan kaleng juga membantu untuk membuat objek dimensi, atau dapat digunakan untuk memadukan bagian-bagian serat bersama-sama atau
untuk menentukan tepi-tepinya. Bukan saya merekomendasikan bekerja pada sudut saat menggunakan jarum felting pemegang dengan lebih dari satu jarum kempa karena ini cenderung untuk menekuk jarum, yang kemudian bisa patah.
c) Transferring Patterns
Gambar II.12 Transferring patterns Sumber : Felting the complete guide book
Ada beberapa cara untuk mentransfer pola untuk pekerjaan Anda. Untuk banyak proyek dalam buku ini, langkah pertama adalah untuk memperbesar desain pada mesin fotokopi. Jika proyek membutuhkan jarum merasakan ke latar belakang kain, sekali polanya telah diperbesar menjadi ukuran yang sesuai, lapisi sepotong karbon kertas pada alas kain dan tempatkan pola di atas kertas karbon. Jejak melewati garis pola sehingga mereka berpindah ke kain latar belakang. Jika Anda bekerja di permukaan yang tidak akan menunjukkan garis kertas karbon, template bisa menjadi alat yang sangat membantu. Saat membuat template untuk jarum perasaan, Anda menggunakan bagian dari pola yang biasanya akan dilempar jauh. Anda memotong desain dan gunakan kertas di sekitarnya untuk Anda template, sehingga Anda menusuk di dalam lubang daripada di sekitar suatu bentuk pola. Buat salinan dari pola pada kertas atau freezer berat teks kertas, lalu potong sepanjang garis pola. Sematkan templat kertas
berbobot teks ke potong, atau setrika template kertas freezer ke permukaan proyek Anda. Jarum serat ke permukaan mengikuti bagian dalam tepi pola.
Setelah dasar pola telah diterapkan, hapus template dan menyelesaikan pendefinisian desain.
2.3.3 Perkembangan Needle Felting
Karena teknik ini disebut teknik kebaruan dan sangat terbaru, untuk perkembangan yang saat ini di lakukan adalah pengaplikasian teknik needlefelting pada produk fashion, namun di beberapa hal yang ditemukan, teknik needle felting masih sangat jarang bahkan susah untuk mengetahui bahwa teknik ini sudah pernah diaplikasikan ke produk fashion, karena yang sering penulis temui dalam penelitian, teknik felting yang sudah sering di gunakan adalah teknik wet felting dan nuno felting.
Teknik needle felting ini, sudah bisa ditemukan di Negara luar tetapi bukan untuk produk fashion, melainkan untuk pengaplikasian pada aksesoris seperti contohnya untuk di buatkan sebagai gantungan kunci dan pajangan yang sering di bentuk dalam karakter hewan yang lucu dan unik.
Di Negara sendiri, teknik ini belum familiar bahkan saya sebagai penulis saat melakukan penelitian, masih sulit menemukan dan bisa dibilang belum ada.
Karena teknik ini masih baru dan sedang dipelajari oleh beberapa designer fashion. Walaupun teknik ini sudah ada yang masuk ke ranah produksi fashion, pengaplikasian ini sebagai gradasi warna. Belum ada atau masih jarang digunakan untuk pengaplikasian motif pada produk fashion.
II.4 Unsur Desain
Unsur desain adalah suatu unsur yang bisa digunakan untuk memulai sebuah desain supaya orang lain bisa mengerti tentang apa yang sudah di gambarkan tersebut. Seperti dari salah satu bagian yang harus di persatukan ialah desain fashion, unsur dari desain busana inilah mempunyai fungsional yang sangat penting didalam merancang desain sketsa.
Ada empat kelompok didalam unsur desain diantaranya :
Unsur konsep : titik, garis, bidang, dan gempal (bentuk trimatra).
Unsur rupa : raut, ukuran, warna, dan barik (tekstur).
Unsur pertalian : arah, kedudukan, ruang, dan gaya berat.
Unsur peranan : raut tiruan, makna, dan tugas.
2.4.1 Unsur Konsep
Sebuah karya desain, mempunyai sifat yang hanya terasa adanya. Seperti halnya kita bisa merasa ada titik di sudut raut, terlihat garis yang mengelilingi sebuah benda, ada bidang membentuk sebuah trimatra yang seakan bisa menempati sebuah ruang. Padahal titik, garis, dan bidang itu tidak ada disitu, semisal ada itu bukan konsep.
a) Titik
Titik dijadikan untuk menandai sebuah tempat. Titik tidak mempunyai panjang dan lebar, karena titik itu pangkal dan ujung sepotong garis, dan perpotongan atau pertemuan antara dua garis.
Gambar II.13 Titik unsur desain Sumber : ebook dasar desain
b) Garis
Garis adalah beberapa buah titik yang menyambung satu dengan lainnya.
Garis yang berupa sederetan titik disebut konsep, bukan rupa, karena yang kita lihat tetap sederetan titik.
Gambar II.14 Garis unsur desain Sumber : ebook dasar desain
c) Bidang
Bidang bisa diartikan sebagai jalan yang dilalui sepotong garis yang bergerak. Sebuah bidang memiliki panjang dan lebar, tanpa tebal, memiliki kedudukan dan arah.
Gambar II.15 Bidang unsur desain Sumber : ebook unsur desain
d) Gempal (bentuk trimatra)
Arti gempal ialah jalan yang dilalui sebuah bidang yang bergerak membentuk sebuah bentuk trimatra. Jika gempal ada pada dwimatra, dia merupakan wujud maya.
2.4.2 Unsur Rupa
Unsur rupa adalah segi rancangan desain yang paling utama karena bisa dilihat.
a) Raut
Raut sebagai penampilan diri yang utama dari benda tersebut. Namun, raut hanya polos dengan ukuran yang tidak tetap, memilki ukuran,warna, dan barik tertentu.
Gambar II.16 Raut unsur desain Sumber : ebook dasar desain
b) Ukuran
Ukuran itu nisbi atau disebut relatif jika berbicara tentang besar dan kecil, bisa juga diukur dengan pasti.
Gambar II.17 Gambar ukuran unsur desain Sumber : ebook dasar desain
c) Warna
Warna adalah kesan yang ditimbulkan oleh cahaya pada mata yaitu dari pengelihatan. Warna yang bisa tertangkap oleh mata normal hanya berkisar pada spectrum warna merah hingga ungu, sedangkan antara spectrum warna infra red ke atas ultra violet kebawah hanya dapat dilihat dengan mempergunakan peralatan khusus.
Gambar II.18 Gambar skema warna Sumber : website antilum sonvidon
Nama warna
Warna memiliki nama yang secara khusus sesuai dengan tampilannya. Warna diberi nama berdasarkan hue nya. Nama warna diantara lain : kuning, merah, jingga kemerah merahan, biru, hijau, ungu, ungu kemerahan, ungu kebiruan, hijau
kebiruan, hijau kekuningan, jingga kekuningan, coklat dan lain nya.
Pemanfaatan warna
Warna bisa dimanfaatkan untuk : mewakili alam, simbolisasi, mewakili dirinya sendiri.
d) Barik (tekstur)
Barik berasal dari bahasa inggris yaitu texture. Barik merupakan nilai raba permukaan benda, bisa disebut rasa bahan, permukaan suatu benda.
Jenis barik dibedakan atas barik alami dan barik buatan. Barik alami adalah barik yang terbentuk secara alami, dan barik buatan merupakan barik yang sudah direncanakan atau disengaja untuk dibuat seperti itu.
Gambar II.19 Unsur desain barik Sumber : ebook dasar desain
2.4.3 Unsur Pertalian
Unsur pertalian yang mengendalikan penempatan raut dalam sebuah desain.
a) Arah
Pertaliannya dengan pengamat, pertaliannya dengan bingkai yang mewadahinya dan pertaliannya dengan raut lain di dekatnya.
Gambar II.20 Unsur desain arah Sumber : ebook dasar desain
b) Kedudukan
Kedudukan raut dalam sebuah desain ditentukan oleh pertalian dengan bingkai atau bentuk rancangan.
Gambar II.21 Unsur desain kedudukan Sumber : ebook dasar desain
c) Ruang
Besar atau kecil jika itu memilki penempatan atau terisi atau kosong bisa juga dalam papar atau melengkung itu disebut ruang.
d) Gaya berat
Kesan berat bisa diartikan bukan penarikan dalam pengelihatan tetapi ada di masalah batin.
Gambar II.22 Unsur desain gaya berat Sumber : ebook dasar desain
2.4.4 Unsur Peranan
Unsur ini yang mendasari isi dan perluasan sebuah karya pada perancangan.
Kelompok unsur peranan ini terdiri atas : a) Raut tiruan
Bisa disebut juga imba. Adalah raut yang meniru alam atau benda tertentu. Kalau raut tiruan mirip dengan aslinya atau abstrak.
b) Makna
Sebuah karya yang bisa menyampaikan pesan.
c) Tugas
Tugas rancangan tersebut bisa melayani maksud tertentu.
II.5 Prinsip Desain 2.5.1 Prinsip Kesatuan
Prinsip kesatuan berdampingan dengan komposisi visual didalam perancangan.
Komposisi pengertian ini diwujudkan oleh elemen visual.
Elemen elemen kesatuan ialah : a) Tekstur
Permukaan yang halus, kasar, hiasan, ukiran b) Warna
Keanekaragaman komposisi yaitu meliputi keterangan cahaya warna, kepadatan dan kejernihannya
c) Pengarahan
Sangat sering dijumpai dengan elemen yang berbentuk vertical atau horizontal.
d) Padat dan rongga
Biasa muncul atau terlihat dari permukaan yang ada celah spasi nya e) Bentuk atau wujud
Bisa dilihat sebagai contohnya adalah sebuah bangunan yang bagiannya memilki bentuk macam macam geometris.
2.5.2 Prinsip Proporsi
Perhubungan geometris dari sisi sisi suatu segi empat dan isinya, juga rasio atau perbandingan dari bagian bagian yang berbeda dalam suatu komposisi disebut proporsi (Smithies, 1982).
2.5.3 Prinsip Keseimbangan
Keseimbangan adalah kualitas yang ada didalam setiap objek yaitu adanya daya Tarik visual dari kedua bagian masing masing sisi pusat keseimbangan, atau pusat perhatian adalah sama.
Ada dua macam keseimbangan : a) Keseimbangan formal (simetris)
Dicapai dengan sebuah bobot yang visual sama satu titik pusat atau garis imajiner, seimbang dalam bentuk, warna, ukuran dan tekstur.
b) Keseimbangan informal
Dicapai dengan sebuah bobot visual tidak sama disekitar titik atau garis imajiner.
2.5.4 Prinsip Irama
Irama bisa disebut juga dengan pengulangan garis, bentuk, wujud atau warna secara teratur (harmonis). Adapun pada prinsip desain, mata bergerak menurut irama dari satu benda ke benda lain.
2.5.5 Prinsip Titik Berat
Penekanan suatu hal yang penting atau menyolok dari suatu bentuk atau ruang menurut besarnya, potongan atau penempatan secara relative terhadap bentuk bentuk dan ruang ruang lain dari suatu organisasi (ching 1994).