• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI PERFORMANCE ALAT PENGERING FLUIDISASI (FLUIDIZED BED DRYER) MENGGUNAKAN UDARA PANAS DARI ALAT PIROLISIS PADA PENGERINGAN PADI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "UJI PERFORMANCE ALAT PENGERING FLUIDISASI (FLUIDIZED BED DRYER) MENGGUNAKAN UDARA PANAS DARI ALAT PIROLISIS PADA PENGERINGAN PADI"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

MARET 2021

UJI PERFORMANCE ALAT PENGERING FLUIDISASI (FLUIDIZED BED DRYER) MENGGUNAKAN UDARA PANAS

DARI ALAT PIROLISIS PADA PENGERINGAN PADI

SKRIPSI

OLEH :

MUHAMMAD RAIHAN 160405034

(2)

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

MARET 2021

UJI PERFORMANCE ALAT PENGERING FLUIDISASI (FLUIDIZED BED DRYER) MENGGUNAKAN UDARA PANAS

DARI ALAT PIROLISIS PADA PENGERINGAN PADI

SKRIPSI

OLEH :

MUHAMMAD RAIHAN 160405034

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

(3)
(4)

PENGESAHAN

SKRIPSI

Skripsi denganjudul:

U{I

PERFONWEIICE

ALAT PENGERING FLTIIDISASI

(TL ATDIZED

BED

DRYE R)

MENGGT]NAKAI{ UDARA

PANAS

DARI ALAT PIROLISIS PADA PENGERINGAN PAI}I

Dibuat untuk melengkapi persyaratan menjadi Sariana Teknik pada Departerrreltr

Teknik Kimia, Fakultas f'eknik, Universitas Sumatera Utara. Skripsi

ini

telalr diujikan pada sidang ujian skripsi tanggal 25 Maret 2A21 dan dinyatakan memenuhi syarat/sah sebagai skripsi pada Departemen Teknik Kimia. Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

A7 Apri12021

--ffi

{ f"-:

"o*D.

Skripsi

--{ i

.. M.T..

Ph.D..IPM

Dr. Ii. Bambang Trisakti. M.Si

1 200012 2

00r

NrP. 19660925 199103

I

003

(5)
(6)
(7)
(8)

DEDIKASI

Skripsi ini saya persembahkan untuk : Kedua orang tercinta Bapak Suhardi Caniago dan Ibu Mardiah

Mereka adalah orang tua hebat yang telah membesarkan, mendidik, memberikan motivasi, dan mendukung dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.

Terima kasih atas pengorbanan, nasehat, dan doa yang tiada hentinya yang telah diberikan selama ini

Terima kasih juga kepada kakak tercinta Afriza Humaira atas semangat, dukungan, serta doa yang telah diberikan.

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’aala selalu meridhoi segala jerih payah mereka dan memberikan balasan terbaik bagi mereka

(9)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Muhammad Raihan

NIM : 160405034

Tempat/Tgl. Lahir : P.Brandan/02 Juni 1998 Nama Orang Tua : Suhardi Caniago dan Mardiah Alamat Orang Tua : Jalan Cilacap PB.279 Komplek

Pertamina Puraka I Pangkalan Brandan

Asal Sekolah:

 SD Dharma Patra P Brandan, Tahun 2006-2010

 SMP Dharma Patra P Brandan, Tahun 2010-2013

 SMA Dharma Patra P Brandan, Tahun 2013-2016 Pengalaman Organisasi/ Kerja:

1. Pimpinan Daerah I Badan Koordinasi Kegiatan Mahasiswa Teknik Kimia Indonesia (BKKMTKI) Bidang Hubungan Antar Lembaga (HAL) Periode 2016-2018.

2. Kelapa Bidang Hubungan Keluar Instansi dan Alumni (HKIA) Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) Fakultas Teknik USU Periode 2019- 2020.

3. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (HUMAS) Covalen Study Group (CSG) Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik USU Periode 2018-2019.

4. Wakil Kepala Bidang Hubungan Keluar Instansi dan Alumni (HKIA) Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) Fakultas Teknik USU Periode 2018-2019.

5. Staff Bidang Logistik Komisi Pemilihan Umum Fakultas Teknik USU (KPU FT USU) Periode 2018-2019.

6. Staff Bidang Acara Komisi Pemilihan Umum Fakultas Teknik USU (KPU FT USU) Periode 2017-2018.

7. Asisten Laboratorium Penelitian Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik USU Periode 2018-2020.

8. Kerja Praktek di PT. PERTAMINA (PERSERO) Refinery Unit II Dumai Periode 1 November – 13 Desember 2019.

(10)

ABSTRAK

Padi merupakan salah satu bahan pangan utama di Indonesia. Padi yang baru dipanen biasanya mengandung kadar air antara 20-25% (basis basah). Kadar air pada padi perlu dihilangkan hingga mencapai 12-14% untuk menghindari kerusakan akibat mikroba maupun jamur. Salah satu metode untuk menghilangkan kadar air pada padi adalah dengan pengeringan. Penelitian ini menggunakan alat pengering fluidized bed dryer, dimana udara pengering yang digunakan, berasal dari alat pirolisis yang dialirkan menuju ruang pengering. Kondisi operasi pada penelitian ini adalah kecepatan udara pengering sebesar 8 m/s, 9 m/s, 10 m/s, suhu udara pengering sebesar 50⁰C, 60⁰C, 700C, dan ketinggian bed sebesar 2 cm, 4 cm, 6 cm. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh kondisi operasi pada pengeringan padi menggunakan fluidized bed dryer. Pengeringan dilakukan dengan kadar air awal padi rata-rata 26%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan udara pengering 10 m/s, suhu udara pengering 700C dan ketinggian bed 2 cm merupakan kondisi operasi terbaik pada penelitian ini dengan waktu pengeringan yaitu 40 menit dengan kadar air akhir sebesar 5,92% dan laju pengeringan tertinggi sebesar 0,0422 gram/cm2.menit. Karakteristik pengeringan menunjukkan adanya 2 periode laju pengeringan yaitu periode laju pengeringan naik dan periode laju pengeringan menurun.

Kata kunci : fluidized bed dryer, kadar air, padi, pengeringan

(11)

ABSTRACT

Rice is one of the main foodstuffs in Indonesia. Freshly harvested rice usually contains 20-25% water (wet basis). The water content in rice needs to be removed up to 12-14% to avoid damage caused by microbes and fungi. One of methods to eliminate moisture content in rice is drying. In this study, rice drying was carried out using a fluidized bed dryer with a hot air source originating from the remaining heat of the pyrolysis apparatus. The operating conditions in this study were hot air velocities of 8 m/s, 9 m/s, 10 m/s, air temperatures of 50⁰C, 60⁰C, 70⁰C, and a bed height of 2 cm, 4 cm, 6 cm. This study aims to examine the effect of operating conditions on rice drying using a fluidized bed dryer. Drying was carried out with an initial moisture content of 26% of the rice. The results showed that drying air velocity of 10 m/s, drying air temperature of 70⁰C and bed height of 2 cm were the best operating conditions in this study with a drying time of 40 minutes with a final moisture content of 5,92% and the highest drying rate of 0,0422 gram / cm2.min. The drying characteristic shows that there are 2 periods, the drying rate period increases and the drying rate period decreases.

keywords : fluidized bed dryer, moisture content, paddy, drying

(12)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

PENGESAHAN SKRIPSI ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN... iii

PRAKATA ... iv

DEDIKASI ... vi

RIWAYAT HIDUP PENULIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Padi ... 6

2.2 Pengeringan ... 7

2.2.1 Prinsip Pengeringan ... 8

2.2.2 Medium Pengering ... 9

2.2.3 Sumber Energi Pengering ... 9

2.3 Pengering Buatan ... 10

2.3.1 Tray Dryer ... 10

2.3.2 Spray Dryer ... 11

2.3.3 Freeze Dryer ... 11

2.3.4 Fluidized Bed Dryer ... 12

2.4 Karakteristik Pengeringan ... 13

(13)

2.4.1 Laju Pengeringan ... 13

2.5 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengeringan ... 14

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 16

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

3.2 Bahan dan Alat ... 16

3.2.1 Bahan ... 16

3.2.2 Alat Pengering ... 16

3.3 Pengumpulan Data ... 18

3.4 Tahap – Tahap Penelitian ... 20

3.5 Diagram Penelitian ... 20

3.6 Prosedur Penelitian ... 20

3.6.1 Proses Pengeringan ... 20

3.6.2 Perhitungan Laju Pengeringan ... 21

3.6.3 Prosedur Analisa Kadar Air... 21

3.7 Flowchart Penelitian ... 22

3.8 Flowchart Analisa Kadar Air ... 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1 Ketinggian Fluidisasi ... 24

4.2 Kecepatan Fluidisasi Minimum (Umf) Pada Pengeringan Padi ... 24

4.3 Pengaruh Kecepatan Udara Terhadap Penurunan Moisture Ratio dan Laju Pengeringan Padi Menggunakan Fluidized Bed Dryer...25

4.3.1 Penurunan Moisture Ratio Terhadap Waktu Pada Kecepatan Udara Berbeda ... 25

4.3.2 Laju Pengeringan Padi Pada Kecepatan Udara Berbeda ... 27

4.4 Pengaruh Suhu Terhadap Penurunan Moisture Ratio dan Laju Pengeringan Padi Menggunakan Fluidized Bed Dryer ... 28

4.4.1 Penurunan Moisture Ratio Padi Terhadap Waktu Pada Suhu Berbeda ... 28

4.4.2 Laju Pengeringan Padi PadaSuhu Berbeda ... 30

4.5 Pengaruh Ketinggian Bed Terhadap Penurunan Moisture Ratio dan Laju Pengeringan Padi Menggunakan Fluidized Bed Dryer ... 31

4.5.1 Penurunan Moisture Ratio Padi Terhadap Waktu Pada

(14)

Ketinggian Bed Berbeda ... 31

4.5.2 Laju Pengeringan Padi Pada Ketinggian Bed Berbeda ... 32

4.6 Karakteristik Pengeringan Padi Menggunakan Fluidized Bed Dryer ... 34

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 37

5.1 Kesimpulan ... 37

5.2 Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Padi ... 6

Gambar 2.2 Beragam Jenis Kontak Batch Padatan dengan Fluida ... 13

Gambar 3.1 Skema Alat Pengering Fluidisasi (Fluidized Bed Dryer) Menggunakan Udara Panas Dari Alat Pirolisis Untuk Pengeringan Padi ...17

Gambar 3.2 Sketsa Alat Fluidized Bed Dryer ... 18

Gambar 3.3 Hygrometer... 18

Gambar 3.4 Anemometer ... 19

Gambar 3.5 Neraca Elektrik ... 19

Gambar 3.6 Oven ... 19

Gambar 3.7 Diagram Kerja Pengering Fluidisasi Menggunakan Udara Panas Dari Alat Pirolisis Pada Pengeringan Padi ... 20

Gambar 3.8 Flowchart Penelitian ... 23

Gambar 3.9 Flowchart Analisa Kadar Air ... 23

Gambar 4.1 Hubungan Moisture Ratio Terhadap Waktu Pada Kecepatan Udara Berbeda Pada Suhu 70⁰C dan Ketinggian Bed 2 cm ... 26

Gambar 4.2 Hubungan Laju Pengeringan Terhadap Waktu Pada Kecepatan Udara Berbeda Pada Suhu 70 ⁰C dan Ketinggian Bed 2 cm ... 27

Gambar 4.3 Hubungan Moisture Ratio Terhadap Waktu Pada Suhu Berbeda dengan Kecepatan Udara 10 m/s dan Ketinggian Bed 2 cm ... 29

Gambar 4.4 Hubungan Laju Pengeringan Terhadap Waktu Pada Suhu Berbeda dengan Kecepatan Udara 10 m/s dan Ketinggian Bed 2 cm ... 30

Gambar 4.5 Hubungan Moisture Ratio Terhadap Waktu Pada Ketinggian Bed Berbeda dengan Kecepatan Udara 10 m/s dan Suhu Udara 70⁰C ... 31

Gambar 4.6 Hubungan Laju Pengeringan Terhadap Waktu Pada Ketinggian Bed Berbeda dengan Kecepatan Udara 10 m/s dan Suhu Udara 70⁰C ... 33

Gambar 4.7 Hubungan Laju Pengeringan dengan Moisture Ratio Pada Kecepatan Udara Berbeda Dengan Suhu Udara 700C Dan Ketinggian Bed 2 cm ... 34 Gambar 4.8 Hubungan Laju Pengeringan dengan Moisture Ratio Pada

(16)

Suhu Udara Berbeda Dengan Kecepatan Udara 10 m/s

Dan Ketinggian Bed 2 cm ... 34 Gambar 4.9 Hubungan Laju Pengeringan dengan Moisture Ratio Pada

Ketinggian Bed Berbeda Dengan Kecepatan Udara 10 m/s Dan Suhu Udara 700C ... 35 Gambar C.1 Alat Pengering Fluidized Bed ... LC-1 Gambar C.2 Sampel Padi Sebelum Pengeringan ... LC-1 Gambar C.3 Sampel Padi Setelah Pengeringan ... LC-2

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Produksi Padi di Indonesia Tahun 2014 - 2018 ... 1

Tabel 1.2 Penelitian Terdahulu Mengenai Pengeringan Fluidized Bed ... 2

Tabel 1.3 Variabel Tetap ... 5

Tabel 1.4 Variabel Berubah ... 5

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Beras Putih Kulit per 100 Gram ... 7 Tabel A.1 Data Hasil Pengeringan Padi dengan Variasi Suhu 50 ⁰C dengan

Kecepatan Udara 8 m/s dan Ketinggian Bed 2 cm ... LA-1 Tabel A.2 Data Hasil Pengeringan Padi dengan Variasi Suhu 50 ⁰C dengan

Kecepatan Udara 9 m/s dan Ketinggian Bed 2 cm ... LA-1 Tabel A.3 Data Hasil Pengeringan Padi dengan Variasi Suhu 50 ⁰C dengan

Kecepatan Udara 10 m/s dan Ketinggian Bed 2 cm ... LA-2 Tabel A.4 Data Hasil Pengeringan Padi dengan Variasi Suhu 60 ⁰C dengan

Kecepatan Udara 8 m/s dan Ketinggian Bed 2 cm ... LA-2 Tabel A.5 Data Hasil Pengeringan Padi dengan Variasi Suhu 60 ⁰C dengan

Kecepatan Udara 9 m/s dan Ketinggian Bed 2 cm ... LA-3 Tabel A.6 Data Hasil Pengeringan Padi dengan Variasi Suhu 60 ⁰C dengan

Kecepatan Udara 10 m/s dan Ketinggian Bed 2 cm ... LA-3 Tabel A.7 Data Hasil Pengeringan Padi dengan Variasi Suhu 70 ⁰C dengan

Kecepatan Udara 8 m/s dan Ketinggian Bed 2 cm ... LA-4 Tabel A.8 Data Hasil Pengeringan Padi dengan Variasi Suhu 70 ⁰C dengan

Kecepatan Udara 9 m/s dan Ketinggian Bed 2 cm ... LA-4 Tabel A.9 Data Hasil Pengeringan Padi dengan Variasi Suhu 70 ⁰C dengan

Kecepatan Udara 10 m/s dan Ketinggian Bed 2 cm ... LA-5 Tabel A.10 Data Hasil Pengeringan Padi dengan Variasi Suhu 50 ⁰C dengan

Kecepatan Udara 8 m/s dan Ketinggian Bed 4 cm ... LA-5 Tabel A.11 Data Hasil Pengeringan Padi dengan Variasi Suhu 50 ⁰C dengan

Kecepatan Udara 9 m/s dan Ketinggian Bed 4 cm ... LA-6 Tabel A.12 Data Hasil Pengeringan Padi dengan Variasi Suhu 50 ⁰C dengan

(18)

Kecepatan Udara 10 m/s dan Ketinggian Bed 4 cm ... LA-6 Tabel A.13 Data Hasil Pengeringan Padi dengan Variasi Suhu 60 ⁰C dengan

Kecepatan Udara 8 m/s dan Ketinggian Bed 4 cm ... LA-7 Tabel A.14 Data Hasil Pengeringan Padi dengan Variasi Suhu 60 ⁰C dengan

Kecepatan Udara 9 m/s dan Ketinggian Bed 4 cm ... LA-7 Tabel A.15 Data Hasil Pengeringan Padi dengan Variasi Suhu 60 ⁰C dengan

Kecepatan Udara 10 m/s dan Ketinggian Bed 4 cm ... LA-8 Tabel A.16 Data Hasil Pengeringan Padi dengan Variasi Suhu 70 ⁰C dengan

Kecepatan Udara 8 m/s dan Ketinggian Bed 4 cm ... LA-8 Tabel A.17 Data Hasil Pengeringan Padi dengan Variasi Suhu 70 ⁰C dengan

Kecepatan Udara 9 m/s dan Ketinggian Bed 4 cm ... LA-9 Tabel A.18 Data Hasil Pengeringan Padi dengan Variasi Suhu 70 ⁰C dengan

Kecepatan Udara 10 m/s dan Ketinggian Bed 4 cm ... LA-9 Tabel A.19 Data Hasil Pengeringan Padi dengan Variasi Suhu 50 ⁰C dengan

Kecepatan Udara 8 m/s dan Ketinggian Bed 6 cm ... LA-10 Tabel A.20 Data Hasil Pengeringan Padi dengan Variasi Suhu 50 ⁰C dengan

Kecepatan Udara 9 m/s dan Ketinggian Bed 6 cm ... LA-11 Tabel A.21 Data Hasil Pengeringan Padi dengan Variasi Suhu 50 ⁰C dengan

Kecepatan Udara 10 m/s dan Ketinggian Bed 6 cm ... LA-11 Tabel A.22 Data Hasil Pengeringan Padi dengan Variasi Suhu 60 ⁰C dengan

Kecepatan Udara 8 m/s dan Ketinggian Bed 6 cm ... LA-12 Tabel A.23 Data Hasil Pengeringan Padi dengan Variasi Suhu 60 ⁰C dengan

Kecepatan Udara 9 m/s dan Ketinggian Bed 6 cm ... LA-13 Tabel A.24 Data Hasil Pengeringan Padi dengan Variasi Suhu 60 ⁰C dengan

Kecepatan Udara 10 m/s dan Ketinggian Bed 6 cm ... LA-13 Tabel A.25 Data Hasil Pengeringan Padi dengan Variasi Suhu 70 ⁰C dengan

Kecepatan Udara 8 m/s dan Ketinggian Bed 6 cm ... LA-14 Tabel A.26 Data Hasil Pengeringan Padi dengan Variasi Suhu 70 ⁰C dengan

Kecepatan Udara 9 m/s dan Ketinggian Bed 6 cm ... LA-14 Tabel A.27 Data Hasil Pengeringan Padi dengan Variasi Suhu 70 ⁰C dengan

Kecepatan Udara 10 m/s dan Ketinggian Bed 6 cm ... LA-15

(19)

Tabel A.28 Data Humiditas Relatif pada Suhu 50 ⁰C dengan Kecepatan

Udara 8 m/s dan Ketinggian Bed 2 cm... LA-15 Tabel A.29 Data Humiditas Relatif pada Suhu 50 ⁰C dengan Kecepatan

Udara 9 m/s dan Ketinggian Bed 2 cm... LA-16 Tabel A.30 Data Humiditas Relatif pada Suhu 50 ⁰C dengan Kecepatan

Udara 10 m/s dan Ketinggian Bed 2 cm ... LA-16 Tabel A.31 Data Humiditas Relatif pada Suhu 60 ⁰C dengan Kecepatan

Udara 8 m/s dan Ketinggian Bed 2 cm... LA-17 Tabel A.32 Data Humiditas Relatif pada Suhu 60 ⁰C dengan Kecepatan

Udara 9 m/s dan Ketinggian Bed 2 cm... LA-17 Tabel A.33 Data Humiditas Relatif pada Suhu 60 ⁰C dengan Kecepatan

Udara 10 m/s dan Ketinggian Bed 2 cm ... LA-18 Tabel A.34 Data Humiditas Relatif pada Suhu 70 ⁰C dengan Kecepatan

Udara 8 m/s dan Ketinggian Bed 2 cm... LA-18 Tabel A.35 Data Humiditas Relatif pada Suhu 70 ⁰C dengan Kecepatan

Udara 9 m/s dan Ketinggian Bed 2 cm... LA-18 Tabel A.36 Data Humiditas Relatif pada Suhu 70 ⁰C dengan Kecepatan

Udara 10 m/s dan Ketinggian Bed 2 cm ... LA-19 Tabel A.37 Data Humiditas Relatif pada Suhu 50 ⁰C dengan Kecepatan

Udara 8 m/s dan Ketinggian Bed 4 cm... LA-19 Tabel A.38 Data Humiditas Relatif pada Suhu 50 ⁰C dengan Kecepatan

Udara 9 m/s dan Ketinggian Bed 4 cm... LA-19 Tabel A.39 Data Humiditas Relatif pada Suhu 50 ⁰C dengan Kecepatan

Udara 10 m/s dan Ketinggian Bed 4 cm ... LA-20 Tabel A.40 Data Humiditas Relatif pada Suhu 60 ⁰C dengan Kecepatan

Udara 8 m/s dan Ketinggian Bed 4 cm... LA-21 Tabel A.41 Data Humiditas Relatif pada Suhu 60 ⁰C dengan Kecepatan

Udara 9 m/s dan Ketinggian Bed 4 cm... LA-21 Tabel A.42 Data Humiditas Relatif pada Suhu 60 ⁰C dengan Kecepatan

Udara 10 m/s dan Ketinggian Bed 4 cm ... LA-21 Tabel A.43 Data Humiditas Relatif pada Suhu 70 ⁰C dengan Kecepatan

(20)

Udara 8 m/s dan Ketinggian Bed 4 cm... LA-22 Tabel A.44 Data Humiditas Relatif pada Suhu 70 ⁰C dengan Kecepatan

Udara 9 m/s dan Ketinggian Bed 4 cm... LA-22 Tabel A.45 Data Humiditas Relatif pada Suhu 70 ⁰C dengan Kecepatan

Udara 10 m/s dan Ketinggian Bed 4 cm ... LA-23 Tabel A.46 Data Humiditas Relatif pada Suhu 50 ⁰C dengan Kecepatan

Udara 8 m/s dan Ketinggian Bed 6 cm... LA-23 Tabel A.47 Data Humiditas Relatif pada Suhu 50 ⁰C dengan Kecepatan

Udara 9 m/s dan Ketinggian Bed 6 cm... LA-24 Tabel A.48 Data Humiditas Relatif pada Suhu 50 ⁰C dengan Kecepatan

Udara 10 m/s dan Ketinggian Bed 6 cm ... LA-24 Tabel A.49 Data Humiditas Relatif pada Suhu 60 ⁰C dengan Kecepatan

Udara 8 m/s dan Ketinggian Bed 6 cm... LA-25 Tabel A.50 Data Humiditas Relatif pada Suhu 60 ⁰C dengan Kecepatan

Udara 9 m/s dan Ketinggian Bed 6 cm... LA-26 Tabel A.51 Data Humiditas Relatif pada Suhu 60 ⁰C dengan Kecepatan

Udara 10 m/s dan Ketinggian Bed 6 cm ... LA-26 Tabel A.52 Data Humiditas Relatif pada Suhu 70 ⁰C dengan Kecepatan

Udara 8 m/s dan Ketinggian Bed 6 cm... LA-27 Tabel A.53 Data Humiditas Relatif pada Suhu 70 ⁰C dengan Kecepatan

Udara 9 m/s dan Ketinggian Bed 6 cm... LA-27 Tabel A.54 Data Humiditas Relatif pada Suhu 70 ⁰C dengan Kecepatan

Udara 10 m/s dan Ketinggian Bed 6 cm ... LA-28

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A DATA PENELITIAN ... LA-1 LA.1 Data Hasil Pengeringan ... LA-1 LA.2 Data Humiditas Relatif (RH) ... LA-15 LAMPIRAN B CONTOH PERHITUNGAN ... LB-1 LB.1 Perhitungan Berat Kering ... LB-1 LB.1.1 Perhitungan Berat Kering Sampel dengan

Suhu 50⁰C dan Kecepatan Udara 8 m/s ... LB-1 LB.2 Perhitungan Kadar Air ... LB-1 LB.2.1 Perhitungan Kadar Air Sampel dengan

Suhu 50⁰C dan Kecepatan Udara 8 m/s ... LB-1 LB.3 Perhitungan Laju Pengeringan ... LB-1 LB.3.1 Perhitungan Laju Pengeringan Sampel dengan

Suhu 50⁰C dan Kecepatan Udara 8 m/s

pada t = 5 menit ... LB-2 LB.4 Perhitungan Luas Bed Padi ... LB-2 LB.4.1 Perhitungan Luas Bed Padi Pada

Massa Padi 50 gram ... LB-2 LB.5 Perhitungan Fluidisasi Minimum ... LB-2 LB.5.1 Perhitungan Fluidisasi Minimum Pada

Massa Sampel 50 gram ... LB-3 LAMPIRAN C DOKUMENTASI PENELITIAN ... LC-1 LC.1 Foto Alat Pengering Fluidized Bed ... LC-1 LC.2 Foto Sampel Pengeringan ... LC-1

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan cukup penting dalam kegiatan perekonomian Indonesia (Bhandari dan Gaese, 2008). Salah satu hasil pertanian yang menjadi komoditas bahan pangan utama di Indonesia adalah padi yang selanjutnya diolah menjadi beras (Sahari, dkk. 2018). Pada tahun 2014 jumlah produksi padi di Indonesia adalah sebesar 70.846,465 ton dan meningkat pada tahun 2018 menjadi 83.037,150 ton (BPS, 2018). Berikut data produksi padi di Indonesia ditunjukkan pada tabel dibawah ini:

Tabel 1.1 Produksi Padi di Indonesia Tahun 2014 – 2018

No Tahun Jumlah Produksi Padi (Ton)

1 2014 70.846,465

2 2015 75.397,841

3 2016 79.354,767

4 2017 81.148,594

5 2018 83.037,150

(BPS, 2018)

Kebutuhan padi meningkat setiap tahun dikarenakan bertambahnya populasi penduduk dan kesadaran masyarakat tentang makanan bergizi (Pontawe, dkk. 2015).

Padi dapat diolah menjadi nasi goreng, lontong, sereal beras, brondong beras dan juga snack bar (Hidayati dan Rita, 2014).

Padi yang baru dipanen biasanya mengandung kadar air sebesar 20 – 25%

(basis basah) (Sahari, dkk. 2018). Pentingnya penurunan tingkat kadar air pada padi adalah untuk menghindari kerusakan akibat mikroba maupun jamur sehingga padi harus disimpan dengan kadar air 12 - 14% (Osueke, 2013). Salah satu metode untuk menurunkan kadar air pada padi adalah dengan pengeringan (Bhandari dan Gaese, 2008).

Pengeringan adalah suatu proses terjadinya perpindahan panas dari media dan material padat, dimana material padat memperoleh panas secara konveksi dan menguapkan air yang ada didalam material tersebut (Lilhare dan Bawane, 2013).

(23)

Pada saat ini metode pengeringan padi dilakukan dengan dua cara yaitu pengeringan dengan energi matahari dan pengeringan dengan alat mekanis (Hargono, dkk. 2012).

Pengeringan dengan energi matahari memiliki beberapa kelemahan yaitu ketergantungan terhadap cuaca, pemakaian lahan yang luas, waktu pengeringan yang lama, kualitas produk yang tidak seragam serta mudahnya kontaminasi benda asing (Thant, dkk. 2018). Pengering mekanis memerlukan energi untuk memanaskan alat pengering, memanaskan bahan, menguapkan air bahan, serta menggerakkan udara pemanas (Murad, dkk. 2015).

Salah satu alat pengering mekanis yang banyak dikembangkan adalah alat pengering dengan tipe fluidized bed (Suryadi, dkk. 2017).Fluidized bed dryer (FBD) digunakan pada berbagai industri, mulai dari industri pertambangan, makanan, zat kimia dan farmasi (Kumar dan Seema 2015). Alat pengering ini banyak digunakan karena memiliki beberapa kelebihan antara lain laju pengeringan yang tinggi sehingga kontak gas dan padatan lebih sempurna, dapat meningkatkan perpindahan massa dan panas serta waktu pengeringan yang singkat. Alat pengering FBD dengan ukuran kecil namun berkapasitas besar, memiliki efisiensi termal yang tinggi, dan mudah dalam pengoperasiannya dan lain-lain [(Liu, dkk. 2014) ,(Djaeni, dkk. 2013)].

Fluidized bed dryer membutuhkan biaya investasi dan biaya operasi yang tinggi karena membutuhkan energi yang cukup besar. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi untuk meminimalisir biaya operasional yang tinggi. Beberapa peneliti terdahulu menggunakan sumber energi dari tungku biomassa menggunakan bahan bakar arang sebagai sumber panas [(Brenda, dkk. 2017),(Yahya, dkk. 2019)].

Beberapa penelitian terdahulu mengenai fluidized bed dryer telah ditabelkan pada tabel 1.2 dibawah ini:

Tabel 1.2 Penelitian Terdahulu Mengenai Pengeringan Fluidized Bed Nama Tahun Judul Penelitian Hasil Pembahasan

M. Yahya,

dkk 2019

Performance Analyses On Fluidized Bed Dryer Integrated Biomass

Furnace With And Without Air Preheater

FBD dengan air preheater dan tanpa air preheater menurunkan kadar air padi dari 24% menjadi 14% (basis basah) selama 43 dan 47 menit dengan suhu rata-rata 59,58 0C dan 59,140C, humiditi relatif 18,81% dan 18,68%, dan laju pengeringan rata-rata 0,18 kg/min dan 0,17 kg/min.

(24)

For Paddy Drying

Soponronna rit dan Prachayawa

rakom

1994

Optimum

Strategy For Fluidized Bed Paddy Drying

Kecepatan fluidisasi minimum yang didapat adalah 1,65 m/s. Penelitian dilakukan pada suhu 1150C, kecepatan udara 4,4 m/s dan ketinggian bed 9,5 cm. Sekitar 38% kadar air dihilangkan dari bahan.

Pankaj

Kalita, dkk 2018

Design, Development and Performace Evaluation of A Fluidized Bed Paddy Dryer

Pengeringan dilakukan pada suhu 58 – 620C dengan waktu antara 5 – 10 menit. Kecepatan udara = 23,6 m/s menunjukkan laju pengeringan optimum dibandingkan dengan kecepatan udara 17,94 dan 26,7 m/s.

Terjadi sedikit reduksi nutrisi pada padi setelah dikeringkan.

M.Yahya 2016

Performance Analysis of Solar Assisted Fluidized Bed Dryer

Intergrated Biomass

Furnace with and without Heat Pump for Drying of Paddy

Pengeringan dilakukan dengan menggunakan SA-FBDIBF dan SAHP-FBDIBF untuk mengeringan 11 kg padi dari kadar air 32,85%

(basis kering) menjadi 16,29% (basis kering) dengan laju alir massa 0,1037 kg/s selama 29,73 dan 22,95 menit dengan suhu rata-rata 80,30C dan 80,90C, kelembapan relatif 12,28%

dan 8,14%.

Penelitian sebelumnya menggunakan alat pengering dengan sumber panas dari konversi biomassa, listrik, dan lain-lain, sehingga memerlukan biaya operasional yang relatif mahal. Untuk meminimalisir biaya operasional pada proses pengeringan maka pada penelitian pengeringan padi menggunakan fluidized bed dryer memanfaaatkan sumber panas dari alat pirolisis sehingga biaya operasional dari segi sumber energi dapat diminimalisir.

(25)

1.2 Perumusan Masalah

Beberapa tahun terakhir, kebutuhan akan padi semakin meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu tahapan terpenting dalam pengolahan pasca panen padi adalah pengeringan yang bertujuan untuk mengurangi kadar air padi serta mengawetkan padi agar dapat disimpan lebih lama. Selama ini padi biasanya dikeringkan dengan pengeringan konvensional yaitu dengan penjemuran dibawah sinar matahari. Namun, pengeringan ini memiliki kekurangan seperti waktu pengeringan yang lama, terkontaminasi pengotor dan kadar air produk tidak seragam sehingga menurunkan kualitas padi. Oleh karena itu diperlukan alat pengering buatan yang populer untuk mengeringkan padi yaitu fluidized bed dryer dengan menggunakan udara panas dari alat pirolisis sehingga pengering fluidized bed dapat dioperasikan dengan biaya yang murah. Untuk mendapatkan kondisi operasi dari fluidized bed dryer yang tepat dilakukan pengujian performansi alat fluidized bed dryer yaitu kecepatan udara pengering, suhu udara pengering, dan ketinggian bed.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah:

1. Mengkaji pengaruh kecepatan udara pengering pada pengeringan padi menggunakan fluidized bed dryer.

2. Mengkaji pengaruh suhu udara pengering pada pengeringan padi menggunakan fluidized bed dryer.

3. Mengkaji pengaruh tinggi bed pada pengeringan padi menggunakan fluidized bed dryer.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi mengenai pengaruh kecepatan udara pada pengeringan padi menggunakan fluidized bed dryer.

2. Memberikan informasi mengenai pengaruh suhu udara pengering pada pengeringan padi menggunakan fluidized bed dryer.

3. Memberikan informasi mengenai pengaruh tinggi bed pada pengeringan padi menggunakan fluidized bed dryer.

(26)

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah padi.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini:

1. Variabel Tetap

Tabel 1.3 Variabel Tetap

Variabel Keterangan

Diameter Bed Silinder 5,08 cm

2. Variabel Berubah

Tabel 1.4 Variabel Berubah

Variabel Keterangan

Kecepatan Udara Pengering 8 m/s, 9 m/s ,10 m/s

Suhu Udara Pengering Tinggi Bed

500C, 600C, 700C 2 cm, 4 cm, 6 cm

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Padi

Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat penting bagi bangsa Indonesia karena merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia. Tanaman padi termasuk golongan rumput-rumputan dengan klasifikasi sebagai berikut (Kartasapoetra, 1988):

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Graminales Family : Gramineae Sub Family : Oryzae Genus : Oryzae

Spesies : Oryza sativa, L

Sifat-sifat fisik padi antara lain suhu gelatinisasi, konsistensi gel, penyerapan air, kepulenan, kelengketan, kelunakan, dan kilap nasi. Berikut gambar struktur padi dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur Padi (Yoshida, 1981)

Keterangan:

1. Beras (Kayopsis) 2. Palea

3. Lemma 4. Rakhilla

5. Lemma Mandul 6. Pedicel (Tangkai Padi)

(28)

Karbohidrat utama dalam beras adalah pati dan hanya sebagian kecil pentosan, selulosa, hemiselulosa, dan gula. Pati beras berkisar antara 85 – 90% dari berat kering beras. Kandungan pentosan berkisar antara 2 – 2,5% dan gula 0,6 – 1,4% dari beras pecah kulit (Winarno, 1997). Komposisi kimia beras pecah kulit dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Beras Putih Kulit per 100 Gram

Keterangan Nilai

Energi Karbohidrat 79 g 1,527 kJ (365 kkal)

Gula 72 g

Serat Pangan 0,12 g

Lemak 0,66 g

Protein 7,13 g

Air 11,62 g

Thiamin (Vit.B1) 0,070 mg (5%)

Riboflavin (Vit.B2) 0,049 mg (3%)

Niasin (Vit.B3) 1,6 mg (11%)

Asam Panthotenat (B5) 1,014 mg (20%)

Vitamin B6 0,164 mg(13%)

Folat (Vit.B9) 8 µg (2%)

Kalsium 28 mg (3%)

Besi 0,80 mg (6%)

Magnesium 25 mg (7%)

Mangan 1,088 mg (54%)

Fosfor 115 mg (16%)

Potassium 115 mg (2%)

Seng 1,09 mg (11%)

(Sumber Data Nutrisi USDA, 2009)

2.2 Pengeringan

Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu. Pengeringan pada dasarnya merupakan proses perpindahan energi yang digunakan untuk menguapkan air yang berada dalam bahan, sehingga mencapai kadar air tertentu agar kerusakan bahan pangan dapat diperlambat. Kelembapan udara pengering harus memenuhi syarat yaitu sebesar 55– 60%. Proses utama yang terjadi paska proses pengeringan adalah penguapan. Penguapan terjadi apabila air yang dikandung oleh suatu bahan teruap, yaitu apabila panas diberikan kepada bahan tersebut (Huriawati, dkk. 2016).

Pengeringan dapat menurunkan biaya dan memudahkan dalam proses penyimpanan, pengemasan dan pengangkutan. Pengeringan bertujuan untuk

(29)

memperpanjang umur simpan produk. Sasaran pengeringan adalah menurunkan kadar air atau aktivitas air, menghambat pertumbuhan bakteri, menurunkan aktivitas enzim, serta menurunkan laju perubahan kimia yang tidak diinginkan sehingga akan membuat produk dapat disimpan lebih lama dengan mutu yang lebih terjaga (Ummah, dkk. 2016).

Pengeringan akan menyebabkan tejadinya perubahan warna, tekstur dan aroma bahan pangan. Pengeringan menyebabkan kadar air bahan pangan menjadi rendah yang juga akan menyebabkan zat-zat yang terdapat pada bahan pangan seperti protein, lemak, karbohidrat dan mineral akan lebih terkonsentrasi (Huriawati, dkk.

2016).

2.2.1 Prinsip Pengeringan

Proses pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan, yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering yang berupa udara panas. Prinsip pengeringan biasanya akan melibatkan dua kejadian yaitu panas harus diberikan pada bahan yang akan dikeringkan dan air harus dikeluarkan dari dalam bahan.

Dua fenomena ini menyangkut pindah panas ke dalam dan pindah massa keluar. Pindah massa adalah pemindahan air keluar dari bahan pangan. Peristiwa yang terjadi selama proses pengeringan adalah proses pemindahan panas yaitu proses yang terjadi karena perbedaan temperatur, panas yang dialirkan akan meningkatkan suhu bahan yang lebih rendah, menyebabkan tekanan uap air didalam bahan lebih tinggi dari tekanan uap air di udara serta proses pemindahan massa yaitu suatu proses yang terjadi karena kelembaban relatif udara pengering lebih rendah dari kelembaban relatif bahan, panas yang dialirkan diatas permukaan bahan akan meningkatkan uap air bahan sehingga tekanan uap air akan lebih tinggi dari tekanan uap udara ke pengering (Wignyanto dan Endah, 2015).

Adanya perbedaan panas antara permukaan dan bagian dalam bahan pangan mengakibatkan sejumlah uap air akan bergerak ke permukaan bahan akibat adanya perbedaan tekanan. Uap air yang jenuh di permukaan bahan akan menguap akibat adanya perbedaan tingkat kelembaban antara permukaan bahan dengan udara sekitar

(30)

permukaan bahan. Laju penguapan tersebut dipengaruhi oleh suhu juga dipengaruhi oleh tingkat kelembaban di sekitar bahan yang dikeringkan (Basmal, dkk. 2013).

2.2.2 Medium Pengering 1. Udara Panas

Pengeringan dengan udara panas memiliki laju pengeringan yang cepat, akan tetapi suhu pengeringan yang tinggi akan menurunkan kualitas produk. Timbulnya rasa yang tidak diinginkan, perubahan warna, degradasi vitamin dan hilangnya asam amino adalah masalah yang sering sekali ditemukan dalam produk hasil pengeringan.

Dalam pengeringan dengan udara, panas laten dalam aliran gas luaran biasanya sukar dan mahal untuk digunakan kembali (Napitupulu dan Yuda, 2011).

2. Superheated Steam

Penggunaan superheated steam lebih baik daripada penggunaan udara panas atau gas panas hasil pembakaran. Rendahnya konsumsi energi dan kualitas produk yang dihasilkan lebih baik. Jika tekanan steam dijaga konstan dan lebih banyak energi yang diambil, suhu akan meningkat dan saturated steam akan menjadi superheated steam. Beberapa alat pengering konveksi dapat dibuat menjadi superheated steam seperti fluidised bed, flash, rotary, conveyor type dan spray.

Penambahan sumber panas misalnya radiasi dan konduksi dapat juga ditambahkan kedalam alatnya.

Dimana memiliki beberapa kelebihan yaitu sisa pengeringan yaitu steam memungkinkan untuk merecover semua panas laten lalu di supply kembali ke alat pengering, reaksi tidak mengalami oksidasi, laju pengeringan yang lebih tinggi.

(Mujumdar dan Sakamon, 2008).

2.2.3 Sumber Energi Pengering 1. Energi Listrik

Pengeringan buatan merupakan alternatif pengeringan yang dapat dilakukan tanpa bergantung pada cuaca yaitu dengan menggunakan alat mekanis atau pengering buatan. Pengeringan buatan menggunakan tambahan panas untuk mengatasi kekurangan-kekurangan pengeringan dengan penjemuran. Pengeringan

(31)

mekanis ini memerlukan energi untuk memanaskan bahan, menguapkan air bahan serta menggerakan udara. Salah satu kendala yang dihadapi oleh masyarakat dalam menerapkan pengeringan buatan yaitu memerlukan investasi awal yang cukup besar, keterbatasan kemampuan pasokan listrik dan mahalnya harga listrik (Syahrul, dkk.

2016).

2. Energi Matahari

Energi matahari merupakan salah satu energi alternatif dengan pemanfaatan yang tinggi disebabkan ketersedianya di daerah tropis tak terbatas (Susilo dan Rahartina, 2012). Proses pengeringan produk pertanian yang banyak dilakukan oleh petani Indonesia adalah dengan cara penjemuran. Cara ini memiliki banyak kelemahan, selain dibutuhkan lahan yang luas, juga terjadi kontaminasi produk oleh debu, kotoran dan polusi, dan ketergantungan terhadap kondisi iklim (Thant, dkk.

2018).

2.3 Pengering Buatan

Pada pengering buatan terdapat berbagai macam alat pengering sesuai dengan bahan yang akan dikeringkan seperti tray dryer untuk bahan berupa slice, spray dryer untuk bahan berupa cairan ataupun fluidized bed dryer untuk bahan berupa butiran, dll.

2.3.1 Tray Dryer

Tray dryer digunakan secara luas dalam berbagai aplikasi dikarenakan desain nya yang sederhana dan kemampuannya mengeringkan produk dalam jumlah banyak (Misha, dkk. 2013). Bahan diletakkan diatas baki dengan ketebalan dan ukuran yang sama agar produk yang dikeringkan seragam. Panas dihasilkan dari udara panas yang mengalir melewati baki, konduksi dari baki yang memanas atau radiasi dari permukaan panas. Dalam sebuah tray dryer, banyak produk yang bisa dimasukkan karena baki dibuat bertingkat. Kunci sukses agar pengeringan sempurna adalah distribusi udara yang seragam pada setiap baki. Tray dryer dapat ditambahkan dengan pengering matahari atau pengering konvensional lainnya yang menggunakan bahan bakar fosil dan energi listrik. Secara umum, tray dryer terdiri dari beberapa

(32)

baki yang diletak didalam ruang terisolasi dimana udara panas akan didistribusikan oleh sebuah kipas (Misha, dkk. 2013).

2.3.2 Spray Dryer

Pemilihan dari metode ini karena kondisi yang higienis selama pemrosesan, biaya operasional relatif sedikit, dan waktu kontak yang singkat. Spray dryer adalah salah satu metode pengeringan terbaik untuk mengubah langsung bahan fluida menjadi partikel padat atau semi-padat. Spray dryer adalah operasi unit dimana produk cair diatomisasi dalam aliran gas panas secara instan agar menjadi bubuk.

Gas yang umumnya digunakan adalah udara atau gas yang berupa gas inert, terutama gas nitrogen. Pengumpanan cairan awal dapat menjadi emulsi atau suspensi.

Spray dryer melibatkan interaksi yang kompleks antara parameter proses, peralatan, dan umpan yang semuanya memiliki pengaruh pada kualitas produk akhir.

Proses Spray dryer dapat menghasilkan produk akhir berkualitas baik dengan aktivitas air rendah dan mengurangi berat, sehingga penyimpanan dan transportasi menjadi mudah. Sifat fisikokimia dari produk akhir terutama tergantung pada suhu saluran masuk, laju aliran udara, laju aliran umpan, kecepatan alat penyemprot, jenis agen pembawa dan konsentrasinya. Spray dryer sering dipilih karena dapat memproses bahan dengan sangat cepat sambil memberikan kontrol relatif dari distribusi ukuran partikel (Phisut, 2012).

2.3.3 Freeze Dryer

Freeze dryer adalah proses pengeringan di mana pelarut (biasanya air) atau suspensi dikristalisasi pada suhu rendah dan sesudahnya disublimasikan dari keadaan padat langsung ke fase uap. Freeze dryer telah menjadi salah satu proses yang paling penting untuk menjaga bahan yang tidak tahan panas. Sekarang, penggunaannya mulai dari yang sederhana seperti pengawetan makanan hingga yang lebih kompleks seperti produk farmasi (Ciurzyńska dan Andrzej, 2011).

Kelebihan dari penggunaan alat ini antara lain: penyimpanan dalam keadaan kering, produk dikeringkan tanpa menaikkan suhu, cocok untuk bahan yang sensitif O2 dan udara, produk yang dikeringkan dalam bentuk cairan, dll (Shukla, 2011).

(33)

2.3.4 Fluidized Bed Dryer

Fluidized bed dryer digunakan pada berbagai industri, mulai dari industri pertambangan, makanan, zat kimia dan farmasi (Kumar dan Seema 2015). Umpan pada alat pengering ini berupa bubuk, butiran, kristal, bibit tanaman bahkan slurry, pasta dan suspensi (Picado dan Rafael, 2014).

Alat pengering ini memiliki beberapa kelebihan seperti laju pengeringan yang tinggi yang disebabkan kontak gas dan padatan yang sempurna serta perpindahan massa dan panas, waktu pengeringan yang singkat, alat pengering yang kecil dengan kapasitas besar, efisiensi termal yang tinggi, biaya operasi yang relatif rendah, mudah dikontrol dan lain-lain (Haron, dkk. 2017).

Dalam fluidized bed, terdapat gaya dorong ke atas pada partikel padatan oleh gas yang mengalir. Pada kecepatan gas yang rendah, penurunan tekanan akibat tahanan partikel, gaya dorong ke atas total pada partikel akan sama dengan berat dari bed, dan partikel-partikel akan mulai terangkat dan hampir terfluidisasi.

Ketika gaya dorong ke atas melebihi gaya gravitasi, partikel mulai terangkat dan bed mengembang (ketinggian meningkat), sehingga meningkatkan porositas bed.

Kenaikan porositas bed ini menurunkan gaya dorong total (Gambar 2.2.b) sehingga terjadi fluidisasi minimum.

Adapun kecepatan fluidisasi minimum dapat dihitung dengan rumus : 𝐷𝑝𝑈𝑚𝑓𝜌𝑓

𝜇𝑓 = [(28,7)2+ 0,0494 𝐷𝑝

3𝜌𝑓(𝜌𝑝−𝜌𝑓)𝑔 𝜇𝑓2 ]

1

2− 28,7 (2.1) Jika kecepatan gas dinaikkan beberapa kali, pengembangan bed akan terjadi secara kontinu. Partikel padat akan menjadi sesuatu yang terpisah dari bagian- bagiannya dan mulai saling menabrak dan bergerak berputar. Peningkatan kecepatan yang besar menyebabkan ketidakstabilan dan beberapa gas mulai menerobos bed yang kosong dalam bentuk gelembung (Gambar 2.2.c). Ukuran gelembung- gelembung ini tumbuh dalam ukurannya saat mereka naik dalam kolom. Bersamaan dengan ini, padatan-padatan dalam bed mulai bergerak ke atas, ke bawah, dan berputar dalam tingkat keacakan yang tinggi.

Peningkatan kecepatan gas yang lebih tinggi lagi akan menghasilkan aliran slug (Gambar 2.2.d) dan operasi acak yang tidak stabil dari bed. Akhirnya, pada

(34)

kecepatan yag terlalu tinggi, partikel-partikel disemburkan atau dibawa keluar dari bed (Gambar 2.2.e) (Kunii dan Levenspiel, 1991).

(2.2.a) (2.2.b) (2.2.c) (2.2.d) (2.2.e) Gambar 2.2 Beragam Jenis Kontak Batch Padatan dengan Fluida

(Kunii dan Levenspiel, 1991)

2.4 Karakteristik Pengeringan 2.4.1 Laju Pengeringan

Laju pengeringan secara normal ditentukan dengan melewatkan udara yang dipanaskan melalui suatu lapisan tunggal dari bahan dan mengukur perubahan kadar air dan waktu hingga tercapai kondisi kesetimbangan. Kurva pengeringan dibuat dengan mem-plot kadar air dan waktu, digunakan untuk menggambarkan kehilangan air (atau perilaku pengeringan) bahan selama proses pengeringan.

Pada umumnya ada dua tahap laju pengeringan, yaitu: laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun.

1. Laju Pengeringan Konstan

Laju pengeringan konstan terjadi pada lapisan air bebas yang terdapat pada permukaan bahan. Laju pengeringan ini terjadi cepat, kecepatan penguapan air pada tahap ini dapat disamakan dengan kecepatan penguapan air bebas. Besarnya laju pengeringan ini tergantung dari lapisan yang terbuka, perbedaan kelembaban antara aliran udara dan daerah basah, koefisien pindah massa, dan kecepatan aliran udara pengering. Selama periode awal pengeringan, laju pengeringan ditinjau dari tiga parameter pengeringan eksternal yaitu kecepatan udara, suhu udara dan kelembaban udara. Jika kondisi lingkungan konstan, maka laju pengeringan akan konstan.

(35)

2. Laju Pengeringan Menurun

Laju pengeringan menurun terjadi setelah periode pengeringan konstan selesai. Pada tahap ini kecepatan aliran air bebas dari dalam bahan ke permukaan lebih kecil dari kecepatan pengambilan uap air maksimum dari bahan. Proses pengeringan dengan laju menurun sangat tergantung pada sifat-sifat alami bahan yang dikeringkan. Laju perpindahan massa selama proses ini dikendalikan oleh perpindahan internal bahan. Periode laju pengeringan menurun meliputi 2 proses yaitu perpindahan air dari dalam bahan ke permukaan dan perpindahan uap air dari permukaan ke udara sekitar. Kadar air kritis (critical moisture content) menjadi batas antara laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun. Kadar air kritis adalah kadar air terendah pada saat kecepatan aliran air bebas dari dalam bahan ke permukaan sama dengan kecepatan pengambilan uap air maksimum dari bahan (Hani, 2012).

2.5 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengeringan

Faktor - faktor yang berpengaruh dalam kecepatan pengeringan pada fluidized bed dryer adalah:

1. Luas Penampang Bed

Pada luas penampang bed yang lebih besar maka proses pengeringan akan semakin cepat, disebabkan karena semakin besarnya luas kontak antara bahan dengan udara pengering sedangkan apabila luas penampang semakin kecil maka proses pengeringan semakin lambat karena terjadi peningkatan tinggi bahan sehingga bahan didalam bed semakin rapat.

2. Perbedaan Suhu dan Udara Sekitarnya

Semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan pangan makin cepat pemindahan panas ke dalam bahan dan makin cepat pula penghilangan air dari bahan. Air yang keluar dari bahan yang dikeringkan akan menjenuhkan udara sehingga kemampuannya untuk menyingkirkan air berkurang. Jadi dengan semakin tinggi suhu pengeringan maka proses pengeringan akan semakin cepat. Akan tetapi bila tidak sesuai dengan bahan yang dikeringkan, akibatnya akan terjadi suatu peristiwa yang disebut case hardening, yaitu suatu keadaan dimana bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya masih basah.

(36)

3. Kecepatan Aliran Udara

Pada kecepatan udara tinggi, proses pengeringan semakin cepat, disebabkan udara dengan kecepatan tinggi dapat memfluidisasi padi dengan baik sehingga air yang berada pada permukaan padi dapat dengan cepat dibawa oleh udara pengering.

Udara yang bergerak dan mempunyai gerakan yang tinggi selain dapat mengambil uap air juga akan menghilangkan uap air tersebut dari permukaan bahan pangan, sehingga akan mencegah terjadinya atmosfir jenuh yang akan memperlambat penghilangan air.

4. Tekanan Udara

Semakin kecil tekanan udara akan semakin besar kemampuan udara untuk mengangkut air selama pengeringan, karena dengan semakin kecilnya tekanan berarti kerapatan udara makin berkurang sehingga uap air dapat lebih banyak tertampung dan disingkirkan dari bahan pangan. Sebaliknya jika tekanan udara semakin besar maka udara di sekitar pengeringan akan lembab, sehingga kemampuan menampung uap air terbatas dan menghambat proses atau laju pengeringan.

5. Kelembaban relatif (RH)

Kelembaban udara (RH) juga mempengaruhi proses pengeringan.

Kelembaban udara berbanding lurus dengan waktu pengeringan. Semakin tinggi kelembaban udara maka proses pengeringan (waktu pengeringan) akan berlangsung lebih lama. Apabila bahan pangan dikeringkan dengan menggunakan udara sebagai medium pengering, maka semakin panas udara tersebut semakin cepat perngeringan.

Berbeda dengan RH, kecepatan aliran udara berbanding tebalik dengan waktu pengeringan. Semakin tinggi kecepatan aliran udara, proses pengeringan akan berjalan lebih cepat.

[(Supriyono, 2003),(Djaeni, dkk., 2013)]

(37)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia (PIK) Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan.

3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah padi.

3.2.2 Alat Pengering

Alat pengering yang digunakan adalah tipe pengering fluidisasi (FBD) dengan sumber panas dari udara panas hasil proses pirolisis. Alat pengering ini terdiri dari tiga komponen utama yaitu : 1) ruang pengering, 2) alat pirolisis dan 3) blower. Ruang pengering dengan dimensi 50 cm x 30 cm x 100 cm yang didalamnya terdapat bed silinder tempat meletakkan butiran padi yang akan dikeringkan. Bed silinder yang berbentuk tabung dan alas berbentuk lingkaran dengan ukuran diameter 5,08 cm dan tinggi 52 cm dan luas permukaan bed silinder 0,087 m2. Pada bed silinder terdapat lubang tempat masuk udara pengering yang berada dibagian bawah bed dimana udara pengering akan masuk dari bawah bed lalu mendorong bahan yang ada diatas bed hingga terfluidisasi. Pipa tempat mengalirnya udara pengering menuju bed silinder merupakan pipa dengan ukuran diameter pipa 2,5 cm dimana pada ujung pipa terdapat sambungan berbentuk kerucut dengan diameter bawahnya 2,5 cm dan diameter atasnya 5,08 untuk meletakkan bed silinder. Alat pirolisis adalah tangki dari material stainless steel dengan diameter 80 cm dan tinggi 120 cm yang digunakan untuk produksi arang dan asap cair. Panas yang timbul dari proses pembakaran biomassa akan memanaskan udara sekitar tangki yang selanjutnya digunakan sebagai sumber udara panas pada pengeringan padi menggunakan FBD. Blower dengan spesifikasi 220 volt, 650 watt dan putaran 0-15.000 rpm dilengkapi dengan pengontrol kecepatan udara digunakan untuk mengalirkan dan menvariasikan kecepatan udara

(38)

masuk ke ruang pengering.

Udara panas keluaran dari alat pirolisis dialirkan ke fluidized bed dryer dengan suhu sebesar ± 50, 60 dan 70 oC. Untuk mencapai suhu tersebut, dilakukan percobaan dengan mengatur kran kompor gas untuk setiap kecepatan udara agar didapat suhu udara mencapai 50, 60 dan 70oC kemudian dialirkan ke fluidized bed dryer. Skema dan sketsa alat pengering FBD seperti pada gambar 3.1 dan gambar 3.2:

Gambar 3.1 Skema Alat Pengering Fluidisasi (Fluidized Bed Dryer) Menggunakan Udara Panas dari Alat Pirolisis Untuk Pengeringan Padi

Keterangan gambar:

1. Tungku Pemanas Gas 2. Blower

3. Alat Pirolisis

4. Tempat Udara Panas 5. Ruang Pengering 6. Bed Silinder 7. Trap

8. Tangki Penampung Tar 9. Tangki Pendingin

10. Tangki Penampung Asap Cair 2 1

3 4

5 6

7

8 9

10

(39)

5,08 cm

52 cm

2,5 cm 2,5 cm

5,08 cm

Gambar 3.2 Sketsa Alat Fluidized Bed Dryer Keterangan gambar

1. Pipa Udara Pengering 2. Sambungan Pipa 3. Bed Silinder 3.3 Pengumpulan Data

Pegumpulan data kondisi operasi pengering ini diperoleh dari alat ukur temperatur, hygrometer, neraca elektrik, anemometer dan oven.

1. Hygrometer

Alat untuk mengukur temperatur dan kelembaban udara. Alat ini juga digunakan untuk merekam temperatur dan RH dalam ruang pengering.

Gambar 3.3 Hygrometer 3

1 2

(40)

2. Anemometer

Alat untuk mengukur kecepatan udara. Alat ini digunakan untuk merekam kecepatan udara.

Gambar 3.4 Anemometer

3. Neraca Elektrik

Alat untuk mengukur/menimbang berat dari sampel yang dikeringkan.

Gambar 3.5 Neraca Elektrik

4. Oven

Alat yang digunakan untuk menentukan kadar air padi.

Gambar 3.6 Oven

(41)

3.4 Tahap – Tahap Penelitian

Tahap - tahap yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Melakukan kalibrasi dengan cara mengatur kran kompor gas pada berbagai variasi kecepatan udara agar didapat suhu udara yang akan dialirkan ke ruang pengering sebesar 50, 60 dan 700C.

2. Mempersiapkan padi yang berasal dari petani daerah Martubung.

3. Mempersiapkan alat pengering terintegrasi fluidized bed – alat pirolisis.

4. Melaksanakan proses pengeringan padi menggunakan fluidized bed dryer.

5. Melakukan pengolahan data.

6. Menganalisa padi kering hasil proses pengeringan menggunakan fluidized bed dryer.

3.5 Diagram Penelitian

Gambar 3.7 Diagram Kerja Pengering Fluidisasi Menggunakan Udara Panas dari Alat Pirolisis Pada Pengeringan Padi

3.6 Prosedur Penelitian 3.6.1 Proses Pengeringan

1. Padi dengan kandungan air tertentu disiapkan kemudian ditimbang sesuai dengan variasi tinggi bed 2, 4, dan 6 cm, kemudian padi dimasukkan ke dalam bed silinder.

2. Kompor gas dihidupkan untuk memanaskan tangki pirolisis.

3. Blower dihidupkan untuk mengalirkan udara panas dengan suhu yang telah mencapai ±50, 60 dan 700C.

4. Kecepatan udara yang dialirkan ke alat pengering diatur sesuai dengan variasi kecepatan udara yaitu 8 m/s, 9 m/s, dan 10 m/s.

5. Bed silinder yang berisi padi dimasukkan ke dalam ruang pengering.

6. Suhu udara panas masuk, suhu udara panas keluar, RH masuk dan RH keluar dari penampang bed silinder diukur setiap 5 menit.

Kalibrasi Suhu, Kecepatan

Udara Pengering

Alat Pengering

Pengolahan Data

Analisa Hasil Pengeringan

(42)

7. Berat padi ditimbang setiap 5 menit untuk mendapatkan perubahan berat padi.

8. Setiap data yang diperoleh diolah dengan menggunakan microsoft excel untuk memperoleh laju pengeringan.

3.6.2 Perhitungan Laju Pengeringan

Untuk menghitung laju pengeringan, maka perlu diketahui perubahan massa sampel pada waktu tertentu. Kemudian data diselesaikan dengan menggunakan 2 persamaan, untuk menghitung moisture ratio menggunakan persamaan 3.1 dan laju pengeringan menggunakan persamaan 3.2.

MR = 𝑀𝑐𝑡−𝑀𝑐𝑒

𝑀𝑐0− 𝑀𝑐𝑒 (3.1) Laju Pengeringan = dMc

dt = M0c−Mt

c

tt−t0 (3.2) Kemudian dibuat grafik penurunan moisture ratio vs waktu dan laju pengeringan vs waktu dan laju pengeringan vs moisture ratio dan dilihat bagaimana hubungannya.

3.6.3 Prosedur Analisa Kadar Air

1. Aluminium foil ditimbang terlebih dahulu

2. Padi segar ditimbang sebanyak 5 gram bersama aluminium foil kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ⁰C ± 5 ⁰C selama 24 jam.

3. Kemudian padi dikeluarkan dari oven dan dimasukkan ke dalam desikator lalu ditimbang beratnya.

4. Perlakuan diulang dengan interval waktu 30 menit sampai berat sampel konstan.

5. Kadar air dihitung dengan rumus:

Kadar air = Berat awal−berat akhir

Berat awal × 100% (3.3)

(43)

3.7 Flowchart Penelitian

Prosedur penelitian disajikan dalam bentuk flowchart sebagai berikut : Mulai

Padi ditimbang dengan berat sesuai variasi tinggi bed

Padi dimasukkan ke dalam bed silinder

Hidupkan kompor gas

Blower dihidupkan untuk mengalirkan udara panas dari alat pirolisis ke alat fluidized bed dryer

Diatur kecepatan udara sesuai variasi

Masukkan bed silinder ke ruang pengering

Suhu udara masuk & keluar, RH masuk & keluar dicatat tiap 5 menit

Ditimbang massa padi tiap 5 menit

Apakah massa sampel sudah konstan ?

A B

Ya

Tidak

(44)

Gambar 3.8 Flowchart Penelitian 3.8 Flowchart Analisa Kadar Air

Gambar 3.9 Flowchart Analisa Kadar Air

A B

Data diperoleh

Apakah masih ada variasi kecepatan udara, suhu udara

dan tinggi bed ?

Selesai

Mulai

Aluminium foil ditimbang dan masukkan padi sebanyak 5 gram

Padi dikeringkan dengan oven pada suhu 105℃ ± 5 ℃ selama 24 jam

Padi didinginkan dan dimasukkan ke dalam desikator

Ditimbang massanya dalam interval 30 menit hingga konstan

Kadar air padi dihitung

Selesai

Ya

Tidak

(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengeringan padi menggunakan fluidized bed dryer dilakukan dengan variabel tetap yaitu diameter bed silinder sebesar 5,08 cm serta variabel berubah yaitu kecepatan udara pengering sebesar 8 m/s, 9 m/s, 10 m/s, suhu udara pengering sebesar 500C, 600C, 700C dan ketinggian bed adalah 2 cm, 4 cm, 6 cm.

4.1 Ketinggian Fluidisasi

Pada penelitian yang dilakukan, diperoleh perubahan ketinggian bed setelah terjadinya proses fluidisasi yaitu pada ketinggian bed 2 cm dengan kecepatan udara 8 m/s, 9 m/s, 10 m/s berturut-turut sebesar 13 cm, 15 cm, dan 18 cm sedangkan pada ketinggian bed 4 cm dengan kecepatan 8 m/s, 9 m/s, 10 m/s berturut-turut sebesar 12 cm, 13 cm, dan 16 cm, dan pada ketinggian bed 6 cm dengan kecepatan 8 m/s, 9 m/s, 10 m/s berturut-turut sebesar 9 cm, 10 cm, dan 12 cm. Fixed bed terjadi pada saat partikel masih diam diatas bed sedangkan udara mengalir mengalir melalui celah-celah antar partikel tanpa mengakibatkan efek pengangkatan partikel. Fluidized bed terjadi saat partikel mulai terangkat membentuk gelembung dan bed mengalami ekspansi dimana udara yang mengalir mengakibatkan partikel terangkat dipermukaan bed (Arifvianto dan Indarto, 2006). Pada perubahan ketinggian bed tersebut, padi sudah terfluidisasi dengan baik sehingga proses pengeringan padi yang dilakukan menjadi maksimal.

4.2 Kecepatan Fluidisasi Minimum (Umf) Pada Pengeringan Padi

Kecepatan fluidisasi minimum (Umf) adalah kecepatan udara terendah dari kebutuhan udara yang digunakan pada proses fluidisasi. Dimana dengan diketahuinya kecepatan fluidisasi minimum maka dapat ditentukan titik awal terjadinya fluidisasi pada padi (Febijanto, 2009). Kecepatan fluidisasi minimum (Umf) dihitung menggunakan persamaan 4.1 yaitu:

Ab Umfρu

μu = [(28,7)2+ 0,0494Ab

3𝜌𝑝(𝜌𝑝−𝜌𝑢)𝑔 𝜇𝑢2 ]

1

2− 28,7 (4.1)

(46)

Keterangan:

Umf = Kecepatan fluidisasi minimum (m/s) Ab = Luas Bed (m2)

Ρp = Densitas padi (kg/m3) Ρu = Densitas udara (kg/m3) µu = Viskositas udara (kg/ms) g = Gaya gravitasi (m/s2)

Pada penelitian ini di dapat dari perhitungan kecepatan fluidisasi minimum (Umf) pada tinggi bed 2, 4, 6 cm berturut-turut adalah sebesar 0,382 m/s, 0,498 m/s, 0,573 m/s sehingga pada penelitian ini kecepatan udara pengering yang digunakan 14 kali lebih besar daripada kecepatan fluidisasi minimum agar padi terfluidisasi dengan baik. Menurut Widayati (2010), pada kecepatan minimum (Umf) gaya dorong udara terhadap padi lebih atau sama dengan gaya berat padi tersebut, dimana padi akan mulai terfluidisasi karena kecepatan minimum (Umf) merupakan batasan terendah kecepatan udara yang dibutuhkan untuk proses fluidisasi. Pada kecepatan tersebut proses fluidisasi tidak berjalan sempurna karena padi hanya sedikit bergerak akibat adanya dorongan dari udara pengering sehingga untuk memfluidisasikan padi lebih baik dibutuhkan kecepatan udara yang lebih tinggi dari kecepatan fluidisasi minimum.

4.3 Pengaruh Kecepatan Udara Terhadap Penurunan Moisture Ratio dan Laju Pengeringan Padi Menggunakan Fluidized Bed Dryer

4.3.1 Penurunan Moisture Ratio Terhadap Waktu Pada Kecepatan Udara Berbeda

Pada proses pengeringan, penurunan moisture ratio dipengaruhi oleh kecepatan udara dimana kecepatan udara semakin tinggi maka akan semakin cepat waktu pengeringan. Gambar 4.1 menunjukkan hubungan moisture ratio terhadap waktu :

(47)

Gambar 4.1 Hubungan Moisture Ratio Terhadap Waktu Pada Kecepatan Udara Berbeda Pada Suhu 70⁰C dan Ketinggian Bed 2 cm

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa moisture ratio terus menurun seiring bertambahnya waktu hingga pada akhirnya mencapai kesetimbangan. Pada kecepatan udara tinggi, proses pengeringan semakin cepat, disebabkan udara dengan kecepatan tinggi dapat memfluidisasi padi dengan baik sehingga air yang berada pada permukaan padi dapat dengan cepat dibawa oleh udara pengering. Namun, pada gambar 4.1 dapat dilihat bahwa perbedaan penurunan moisture ratio pada kecepatan udara 8 m/s, 9 m/s, dan 10 m/s tidak terlalu terlihat dikarenakan perbedaan kecepatan udara yang cukup kecil sehingga pada perbedaan kecepatan udara yang kecil, kecepatan udara tidak terlalu mempengaruhi proses pengeringan. Pada kecepatan 8 m/s diperoleh kadar air padi mengalami kesetimbangan pada menit ke-45 dengan kadar air akhir sebesar 5,97% sedangkan pada kecepatan udara 9 dan 10 m/s diperoleh kadar air kesetimbangan pada menit ke 40 dan 35 dengan kadar air akhir sebesar 6,02% dan 5,92%. Hidayati., dkk (2013) menyatakan udara yang mengalir diperlukan untuk membawa uap air dari bahan ke lingkungan. Semakin tinggi kecepatan udara maka proses pengeringan semakin cepat. Menurut Djaeni., dkk (2013) pada kecepatan udara yang lebih tinggi, padi dapat terfluidisasi dengan mudah sehingga proses perpindahan massa dan panas dari padi ke lingkungan lebih cepat.

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

0 10 20 30 40 50 60

Moisture Ratio

Waktu Pengeringan (menit)

T = 70 C; t = 2 cm

v = 8 m/s v = 9 m/s v = 10 m/s

(48)

Gambar 4.1 menunjukkan proses pengeringan pada suhu 700C dengan kecepatan udara 8, 9, 10 m/s diperoleh kadar air akhir sebesar 5,97%, 6,02%, dan 5,92% dengan waktu pengeringan berturut-turut 50, 45, 40 menit.

4.3.2 Laju Pengeringan Padi Pada Kecepatan Udara Berbeda

Laju pengeringan dipengaruhi oleh kecepatan udara dimana semakin tinggi kecepatan udara maka laju pengeringan akan semakin meningkat sehingga waktu pengeringan akan semakin singkat. Pada gambar 4.2 menunjukkan hubungan laju pengeringan terhadap waktu pada kondisi suhu 700C dengan kecepatan udara 8, 9, 10 m/s.

Gambar 4.2 Hubungan Laju Pengeringan Terhadap Waktu Pada Kecepatan Udara Berbeda Pada Suhu 70 ⁰C dan Ketinggian Bed 2 cm

Pada gambar 4.2 menunjukkan bahwa pada awal pengeringan laju pengeringan mengalami kenaikan kemudian menurun hingga akhirnya konstan. Laju pengeringan pada akhir proses pengeringan semakin lambat disebabkan oleh semakin sedikitnya jumlah kadar air yang tersisa pada bahan. Pada tahap awal pengeringan terjadi penghilangan kadar air bahan hampir 50% (Polat, 1989). Gambar 4.2 menunjukkan bahwa perbedaan laju pengeringan tidak terlihat karena perbedaan kecepatan udara pengering yang digunakan kecil sehingga dibutuhkan perbedaan kecepatan udara pengering yang cukup besar untuk melihat pengaruhnya terhadap laju pengeringan. Menurut Amanto., dkk (2015) pada awal proses pengeringan air

0.0000 0.0075 0.0150 0.0225 0.0300 0.0375 0.0450

0 10 20 30 40 50

Waktu Pengeringan (menit)

T = 70 C; t = 2 cm

v = 8 m/s v = 9 m/s v = 10 m/s

Laju Pengeringan (gram/cm2 .menit)

(49)

bebas yang ada pada bahan cenderung lebih mudah menguap sehingga laju pengeringan tinggi. Laju pengeringan semakin lama semakin menurun disebabkan karena air terikat yang ada pada bahan sulit untuk bergerak ke permukaan bahan sehingga laju penguapan bahan semakin menurun.

Pada 5 menit proses pengeringan, laju pengeringan tertinggi pada kecepatan udara 10 m/s sebesar 4,22 x 10-2 gram/cm2.menit, sedangkan pada kecepatan udara 8 dan 9 m/s laju pengeringan sebesar 3,99 x 10-2 gram/cm2.menit dan 4,1 x 10-2 gram/cm2.menit. Hal ini sesuai dengan penelitian Liu., dkk (2014) yaitu pada proses pengeringan serbuk kayu menggunakan fluidized bed dryer dimana semakin tinggi kecepatan udara maka laju pengeringan akan semakin meningkat yang disebabkan karena bahan terfluidisasi dengan baik sehingga proses perpindahan massa dan panas merata pada seluruh bagian bahan yang dikeringkan. Kalita., dkk (2018) menyatakan tingginya laju pengeringan pada awal proses pengeringan disebabkan karena adanya air bebas pada permukaan bahan yang mudah menguap dan dibawa oleh udara pengering sedangkan sisa air terikat yang masih ada pada bahan akan sulit untuk diuapkan sehingga laju pengeringan semakin menurun.

Dari penelitian yang dilakukan diperoleh laju pengeringan tertinggi didapat pada kecepatan udara 10 m/s dimana waktu pengeringan yang dibutuhkan selama 40 menit sedangkan pada kecepatan udara 8 dan 9 m/s, waktu pengeringan yang dibutuhkan selama 50 dan 45 menit.

4.4 Pengaruh Suhu Terhadap Penurunan Moisture Ratio dan Laju Pengeringan Padi Menggunakan Fluidized Bed Dryer

4.4.1 Penurunan Moisture Ratio Padi Terhadap Waktu Pada Suhu Berbeda Pada proses pengeringan yang dilakukan memperlihatkan terjadinya penurunan nilai moisture ratio selama proses pengeringan berlangsung untuk masing-masing suhu. Gambar 4.3 menunjukkan moisture ratio terhadap waktu:

Gambar

Gambar 2.1 Struktur Padi  (Yoshida, 1981)  Keterangan:  1.  Beras (Kayopsis) 2.  Palea 3
Gambar 3.1  Skema Alat Pengering Fluidisasi (Fluidized Bed Dryer) Menggunakan   Udara Panas dari Alat Pirolisis Untuk Pengeringan Padi
Gambar 3.2  Sketsa Alat Fluidized Bed Dryer  Keterangan gambar
Gambar 3.5 Neraca Elektrik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karakteristik Pengeringan Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Menggunakan Mesin Pengering Tipe Fluidized Bed; Afready Sujud Herlambang, 071710201059; 2012: 63

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan karakteristik pengeringan andaliman dengan metode swirl fluidized bed pada berbagai massa sampel dan

PROTOTIPE PENGERING BIOMASSA TIPE ROTARI (Uji Kinerja Rotary Dryer Berdasarkan Efisiensi Termal Pengeringan Serbuk Kayu.. Untuk

Pada kontur fraksi massa air di sekitar tube heater pada fluidized bed coal dryer dengan temperatur inlet 339 K terjadi pengurangan kandungan air dalam udara

Dari hasil penelitian mesin pengering gabah tipe flat bed dryer dengan blower axial fan dapat diambil kesimpulan bahwa mekanisme laju perpindahan panas dalam proses pengeringan

Bagaimana pengaruh variasi kecepatan air heater terhadap karakteristik laju pengeringan dan moisture content pada batubara dengan drying chamber tipe

4.2.2 Pengaruh Kecepatan terhadap Laju Pengeringan Asam Gelugur pada Variasi Laju Alir Udara dan Penggunaan Bahan Baku Banding Desikan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan karakteristik pengeringan andaliman dengan metode swirl fluidized bed pada berbagai massa sampel dan