• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengeringan

Faktor - faktor yang berpengaruh dalam kecepatan pengeringan pada fluidized bed dryer adalah:

1. Luas Penampang Bed

Pada luas penampang bed yang lebih besar maka proses pengeringan akan semakin cepat, disebabkan karena semakin besarnya luas kontak antara bahan dengan udara pengering sedangkan apabila luas penampang semakin kecil maka proses pengeringan semakin lambat karena terjadi peningkatan tinggi bahan sehingga bahan didalam bed semakin rapat.

2. Perbedaan Suhu dan Udara Sekitarnya

Semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan pangan makin cepat pemindahan panas ke dalam bahan dan makin cepat pula penghilangan air dari bahan. Air yang keluar dari bahan yang dikeringkan akan menjenuhkan udara sehingga kemampuannya untuk menyingkirkan air berkurang. Jadi dengan semakin tinggi suhu pengeringan maka proses pengeringan akan semakin cepat. Akan tetapi bila tidak sesuai dengan bahan yang dikeringkan, akibatnya akan terjadi suatu peristiwa yang disebut case hardening, yaitu suatu keadaan dimana bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya masih basah.

3. Kecepatan Aliran Udara

Pada kecepatan udara tinggi, proses pengeringan semakin cepat, disebabkan udara dengan kecepatan tinggi dapat memfluidisasi padi dengan baik sehingga air yang berada pada permukaan padi dapat dengan cepat dibawa oleh udara pengering.

Udara yang bergerak dan mempunyai gerakan yang tinggi selain dapat mengambil uap air juga akan menghilangkan uap air tersebut dari permukaan bahan pangan, sehingga akan mencegah terjadinya atmosfir jenuh yang akan memperlambat penghilangan air.

4. Tekanan Udara

Semakin kecil tekanan udara akan semakin besar kemampuan udara untuk mengangkut air selama pengeringan, karena dengan semakin kecilnya tekanan berarti kerapatan udara makin berkurang sehingga uap air dapat lebih banyak tertampung dan disingkirkan dari bahan pangan. Sebaliknya jika tekanan udara semakin besar maka udara di sekitar pengeringan akan lembab, sehingga kemampuan menampung uap air terbatas dan menghambat proses atau laju pengeringan.

5. Kelembaban relatif (RH)

Kelembaban udara (RH) juga mempengaruhi proses pengeringan.

Kelembaban udara berbanding lurus dengan waktu pengeringan. Semakin tinggi kelembaban udara maka proses pengeringan (waktu pengeringan) akan berlangsung lebih lama. Apabila bahan pangan dikeringkan dengan menggunakan udara sebagai medium pengering, maka semakin panas udara tersebut semakin cepat perngeringan.

Berbeda dengan RH, kecepatan aliran udara berbanding tebalik dengan waktu pengeringan. Semakin tinggi kecepatan aliran udara, proses pengeringan akan berjalan lebih cepat.

[(Supriyono, 2003),(Djaeni, dkk., 2013)]

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia (PIK) Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan.

3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah padi.

3.2.2 Alat Pengering

Alat pengering yang digunakan adalah tipe pengering fluidisasi (FBD) dengan sumber panas dari udara panas hasil proses pirolisis. Alat pengering ini terdiri dari tiga komponen utama yaitu : 1) ruang pengering, 2) alat pirolisis dan 3) blower. Ruang pengering dengan dimensi 50 cm x 30 cm x 100 cm yang didalamnya terdapat bed silinder tempat meletakkan butiran padi yang akan dikeringkan. Bed silinder yang berbentuk tabung dan alas berbentuk lingkaran dengan ukuran diameter 5,08 cm dan tinggi 52 cm dan luas permukaan bed silinder 0,087 m2. Pada bed silinder terdapat lubang tempat masuk udara pengering yang berada dibagian bawah bed dimana udara pengering akan masuk dari bawah bed lalu mendorong bahan yang ada diatas bed hingga terfluidisasi. Pipa tempat mengalirnya udara pengering menuju bed silinder merupakan pipa dengan ukuran diameter pipa 2,5 cm dimana pada ujung pipa terdapat sambungan berbentuk kerucut dengan diameter bawahnya 2,5 cm dan diameter atasnya 5,08 untuk meletakkan bed silinder. Alat pirolisis adalah tangki dari material stainless steel dengan diameter 80 cm dan tinggi 120 cm yang digunakan untuk produksi arang dan asap cair. Panas yang timbul dari proses pembakaran biomassa akan memanaskan udara sekitar tangki yang selanjutnya digunakan sebagai sumber udara panas pada pengeringan padi menggunakan FBD. Blower dengan spesifikasi 220 volt, 650 watt dan putaran 0-15.000 rpm dilengkapi dengan pengontrol kecepatan udara digunakan untuk mengalirkan dan menvariasikan kecepatan udara

masuk ke ruang pengering.

Udara panas keluaran dari alat pirolisis dialirkan ke fluidized bed dryer dengan suhu sebesar ± 50, 60 dan 70 oC. Untuk mencapai suhu tersebut, dilakukan percobaan dengan mengatur kran kompor gas untuk setiap kecepatan udara agar didapat suhu udara mencapai 50, 60 dan 70oC kemudian dialirkan ke fluidized bed dryer. Skema dan sketsa alat pengering FBD seperti pada gambar 3.1 dan gambar 3.2:

Gambar 3.1 Skema Alat Pengering Fluidisasi (Fluidized Bed Dryer) Menggunakan Udara Panas dari Alat Pirolisis Untuk Pengeringan Padi

Keterangan gambar:

1. Tungku Pemanas Gas 2. Blower

3. Alat Pirolisis

4. Tempat Udara Panas 5. Ruang Pengering 6. Bed Silinder 7. Trap

8. Tangki Penampung Tar 9. Tangki Pendingin

10. Tangki Penampung Asap Cair 2 1

3 4

5 6

7

8 9

10

5,08 cm

52 cm

2,5 cm 2,5 cm

5,08 cm

Gambar 3.2 Sketsa Alat Fluidized Bed Dryer Keterangan gambar

1. Pipa Udara Pengering 2. Sambungan Pipa 3. Bed Silinder 3.3 Pengumpulan Data

Pegumpulan data kondisi operasi pengering ini diperoleh dari alat ukur temperatur, hygrometer, neraca elektrik, anemometer dan oven.

1. Hygrometer

Alat untuk mengukur temperatur dan kelembaban udara. Alat ini juga digunakan untuk merekam temperatur dan RH dalam ruang pengering.

Gambar 3.3 Hygrometer 3

1 2

2. Anemometer

Alat untuk mengukur kecepatan udara. Alat ini digunakan untuk merekam kecepatan udara.

Gambar 3.4 Anemometer

3. Neraca Elektrik

Alat untuk mengukur/menimbang berat dari sampel yang dikeringkan.

Gambar 3.5 Neraca Elektrik

4. Oven

Alat yang digunakan untuk menentukan kadar air padi.

Gambar 3.6 Oven

3.4 Tahap – Tahap Penelitian

Tahap - tahap yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Melakukan kalibrasi dengan cara mengatur kran kompor gas pada berbagai variasi kecepatan udara agar didapat suhu udara yang akan dialirkan ke ruang pengering sebesar 50, 60 dan 700C.

2. Mempersiapkan padi yang berasal dari petani daerah Martubung.

3. Mempersiapkan alat pengering terintegrasi fluidized bed – alat pirolisis.

4. Melaksanakan proses pengeringan padi menggunakan fluidized bed dryer.

5. Melakukan pengolahan data.

6. Menganalisa padi kering hasil proses pengeringan menggunakan fluidized bed dryer.

3.5 Diagram Penelitian

Gambar 3.7 Diagram Kerja Pengering Fluidisasi Menggunakan Udara Panas dari Alat Pirolisis Pada Pengeringan Padi

3.6 Prosedur Penelitian 3.6.1 Proses Pengeringan

1. Padi dengan kandungan air tertentu disiapkan kemudian ditimbang sesuai dengan variasi tinggi bed 2, 4, dan 6 cm, kemudian padi dimasukkan ke dalam bed silinder.

2. Kompor gas dihidupkan untuk memanaskan tangki pirolisis.

3. Blower dihidupkan untuk mengalirkan udara panas dengan suhu yang telah mencapai ±50, 60 dan 700C.

4. Kecepatan udara yang dialirkan ke alat pengering diatur sesuai dengan variasi kecepatan udara yaitu 8 m/s, 9 m/s, dan 10 m/s.

5. Bed silinder yang berisi padi dimasukkan ke dalam ruang pengering.

6. Suhu udara panas masuk, suhu udara panas keluar, RH masuk dan RH keluar dari penampang bed silinder diukur setiap 5 menit.

Kalibrasi Suhu,

7. Berat padi ditimbang setiap 5 menit untuk mendapatkan perubahan berat padi.

8. Setiap data yang diperoleh diolah dengan menggunakan microsoft excel untuk memperoleh laju pengeringan.

3.6.2 Perhitungan Laju Pengeringan

Untuk menghitung laju pengeringan, maka perlu diketahui perubahan massa sampel pada waktu tertentu. Kemudian data diselesaikan dengan menggunakan 2 persamaan, untuk menghitung moisture ratio menggunakan persamaan 3.1 dan laju pengeringan menggunakan persamaan 3.2.

MR = 𝑀𝑐𝑡−𝑀𝑐𝑒

𝑀𝑐0− 𝑀𝑐𝑒 (3.1) Laju Pengeringan = dMc

dt = M0c−Mt

c

tt−t0 (3.2) Kemudian dibuat grafik penurunan moisture ratio vs waktu dan laju pengeringan vs waktu dan laju pengeringan vs moisture ratio dan dilihat bagaimana hubungannya.

3.6.3 Prosedur Analisa Kadar Air

1. Aluminium foil ditimbang terlebih dahulu

2. Padi segar ditimbang sebanyak 5 gram bersama aluminium foil kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ⁰C ± 5 ⁰C selama 24 jam.

3. Kemudian padi dikeluarkan dari oven dan dimasukkan ke dalam desikator lalu ditimbang beratnya.

4. Perlakuan diulang dengan interval waktu 30 menit sampai berat sampel konstan.

5. Kadar air dihitung dengan rumus:

Kadar air = Berat awal−berat akhir

Berat awal × 100% (3.3)

3.7 Flowchart Penelitian

Prosedur penelitian disajikan dalam bentuk flowchart sebagai berikut : Mulai

Padi ditimbang dengan berat sesuai variasi tinggi bed

Padi dimasukkan ke dalam bed silinder

Hidupkan kompor gas

Blower dihidupkan untuk mengalirkan udara panas dari alat pirolisis ke alat fluidized bed dryer

Diatur kecepatan udara sesuai variasi

Masukkan bed silinder ke ruang pengering

Suhu udara masuk & keluar, RH masuk & keluar dicatat tiap 5 menit

Ditimbang massa padi tiap 5 menit

Apakah massa sampel sudah konstan ?

A B

Ya

Tidak

Gambar 3.8 Flowchart Penelitian 3.8 Flowchart Analisa Kadar Air

Gambar 3.9 Flowchart Analisa Kadar Air

A B

Data diperoleh

Apakah masih ada variasi kecepatan udara, suhu udara

dan tinggi bed ?

Selesai

Mulai

Aluminium foil ditimbang dan masukkan padi sebanyak 5 gram

Padi dikeringkan dengan oven pada suhu 105℃ ± 5 ℃ selama 24 jam

Padi didinginkan dan dimasukkan ke dalam desikator

Ditimbang massanya dalam interval 30 menit hingga konstan

Kadar air padi dihitung

Selesai

Ya

Tidak

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengeringan padi menggunakan fluidized bed dryer dilakukan dengan variabel tetap yaitu diameter bed silinder sebesar 5,08 cm serta variabel berubah yaitu kecepatan udara pengering sebesar 8 m/s, 9 m/s, 10 m/s, suhu udara pengering sebesar 500C, 600C, 700C dan ketinggian bed adalah 2 cm, 4 cm, 6 cm.

4.1 Ketinggian Fluidisasi

Pada penelitian yang dilakukan, diperoleh perubahan ketinggian bed setelah terjadinya proses fluidisasi yaitu pada ketinggian bed 2 cm dengan kecepatan udara 8 m/s, 9 m/s, 10 m/s berturut-turut sebesar 13 cm, 15 cm, dan 18 cm sedangkan pada ketinggian bed 4 cm dengan kecepatan 8 m/s, 9 m/s, 10 m/s berturut-turut sebesar 12 cm, 13 cm, dan 16 cm, dan pada ketinggian bed 6 cm dengan kecepatan 8 m/s, 9 m/s, 10 m/s berturut-turut sebesar 9 cm, 10 cm, dan 12 cm. Fixed bed terjadi pada saat partikel masih diam diatas bed sedangkan udara mengalir mengalir melalui celah-celah antar partikel tanpa mengakibatkan efek pengangkatan partikel. Fluidized bed terjadi saat partikel mulai terangkat membentuk gelembung dan bed mengalami ekspansi dimana udara yang mengalir mengakibatkan partikel terangkat dipermukaan bed (Arifvianto dan Indarto, 2006). Pada perubahan ketinggian bed tersebut, padi sudah terfluidisasi dengan baik sehingga proses pengeringan padi yang dilakukan menjadi maksimal.

4.2 Kecepatan Fluidisasi Minimum (Umf) Pada Pengeringan Padi

Kecepatan fluidisasi minimum (Umf) adalah kecepatan udara terendah dari kebutuhan udara yang digunakan pada proses fluidisasi. Dimana dengan diketahuinya kecepatan fluidisasi minimum maka dapat ditentukan titik awal terjadinya fluidisasi pada padi (Febijanto, 2009). Kecepatan fluidisasi minimum (Umf) dihitung menggunakan persamaan 4.1 yaitu:

Ab Umfρu

Keterangan:

Umf = Kecepatan fluidisasi minimum (m/s) Ab = Luas Bed (m2)

Ρp = Densitas padi (kg/m3) Ρu = Densitas udara (kg/m3) µu = Viskositas udara (kg/ms) g = Gaya gravitasi (m/s2)

Pada penelitian ini di dapat dari perhitungan kecepatan fluidisasi minimum (Umf) pada tinggi bed 2, 4, 6 cm berturut-turut adalah sebesar 0,382 m/s, 0,498 m/s, 0,573 m/s sehingga pada penelitian ini kecepatan udara pengering yang digunakan 14 kali lebih besar daripada kecepatan fluidisasi minimum agar padi terfluidisasi dengan baik. Menurut Widayati (2010), pada kecepatan minimum (Umf) gaya dorong udara terhadap padi lebih atau sama dengan gaya berat padi tersebut, dimana padi akan mulai terfluidisasi karena kecepatan minimum (Umf) merupakan batasan terendah kecepatan udara yang dibutuhkan untuk proses fluidisasi. Pada kecepatan tersebut proses fluidisasi tidak berjalan sempurna karena padi hanya sedikit bergerak akibat adanya dorongan dari udara pengering sehingga untuk memfluidisasikan padi lebih baik dibutuhkan kecepatan udara yang lebih tinggi dari kecepatan fluidisasi minimum.

4.3 Pengaruh Kecepatan Udara Terhadap Penurunan Moisture Ratio dan Laju Pengeringan Padi Menggunakan Fluidized Bed Dryer

4.3.1 Penurunan Moisture Ratio Terhadap Waktu Pada Kecepatan Udara Berbeda

Pada proses pengeringan, penurunan moisture ratio dipengaruhi oleh kecepatan udara dimana kecepatan udara semakin tinggi maka akan semakin cepat waktu pengeringan. Gambar 4.1 menunjukkan hubungan moisture ratio terhadap waktu :

Gambar 4.1 Hubungan Moisture Ratio Terhadap Waktu Pada Kecepatan Udara Berbeda Pada Suhu 70⁰C dan Ketinggian Bed 2 cm

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa moisture ratio terus menurun seiring bertambahnya waktu hingga pada akhirnya mencapai kesetimbangan. Pada kecepatan udara tinggi, proses pengeringan semakin cepat, disebabkan udara dengan kecepatan tinggi dapat memfluidisasi padi dengan baik sehingga air yang berada pada permukaan padi dapat dengan cepat dibawa oleh udara pengering. Namun, pada gambar 4.1 dapat dilihat bahwa perbedaan penurunan moisture ratio pada kecepatan udara 8 m/s, 9 m/s, dan 10 m/s tidak terlalu terlihat dikarenakan perbedaan kecepatan udara yang cukup kecil sehingga pada perbedaan kecepatan udara yang kecil, kecepatan udara tidak terlalu mempengaruhi proses pengeringan. Pada kecepatan 8 m/s diperoleh kadar air padi mengalami kesetimbangan pada menit ke-45 dengan kadar air akhir sebesar 5,97% sedangkan pada kecepatan udara 9 dan 10 m/s diperoleh kadar air kesetimbangan pada menit ke 40 dan 35 dengan kadar air akhir sebesar 6,02% dan 5,92%. Hidayati., dkk (2013) menyatakan udara yang mengalir diperlukan untuk membawa uap air dari bahan ke lingkungan. Semakin tinggi kecepatan udara maka proses pengeringan semakin cepat. Menurut Djaeni., dkk (2013) pada kecepatan udara yang lebih tinggi, padi dapat terfluidisasi dengan mudah sehingga proses perpindahan massa dan panas dari padi ke lingkungan lebih cepat.

Gambar 4.1 menunjukkan proses pengeringan pada suhu 700C dengan kecepatan udara 8, 9, 10 m/s diperoleh kadar air akhir sebesar 5,97%, 6,02%, dan 5,92% dengan waktu pengeringan berturut-turut 50, 45, 40 menit.

4.3.2 Laju Pengeringan Padi Pada Kecepatan Udara Berbeda

Laju pengeringan dipengaruhi oleh kecepatan udara dimana semakin tinggi kecepatan udara maka laju pengeringan akan semakin meningkat sehingga waktu pengeringan akan semakin singkat. Pada gambar 4.2 menunjukkan hubungan laju pengeringan terhadap waktu pada kondisi suhu 700C dengan kecepatan udara 8, 9, 10 m/s.

Gambar 4.2 Hubungan Laju Pengeringan Terhadap Waktu Pada Kecepatan Udara Berbeda Pada Suhu 70 ⁰C dan Ketinggian Bed 2 cm

Pada gambar 4.2 menunjukkan bahwa pada awal pengeringan laju pengeringan mengalami kenaikan kemudian menurun hingga akhirnya konstan. Laju pengeringan pada akhir proses pengeringan semakin lambat disebabkan oleh semakin sedikitnya jumlah kadar air yang tersisa pada bahan. Pada tahap awal pengeringan terjadi penghilangan kadar air bahan hampir 50% (Polat, 1989). Gambar 4.2 menunjukkan bahwa perbedaan laju pengeringan tidak terlihat karena perbedaan kecepatan udara pengering yang digunakan kecil sehingga dibutuhkan perbedaan kecepatan udara pengering yang cukup besar untuk melihat pengaruhnya terhadap laju pengeringan. Menurut Amanto., dkk (2015) pada awal proses pengeringan air

bebas yang ada pada bahan cenderung lebih mudah menguap sehingga laju pengeringan tinggi. Laju pengeringan semakin lama semakin menurun disebabkan karena air terikat yang ada pada bahan sulit untuk bergerak ke permukaan bahan sehingga laju penguapan bahan semakin menurun.

Pada 5 menit proses pengeringan, laju pengeringan tertinggi pada kecepatan udara 10 m/s sebesar 4,22 x 10-2 gram/cm2.menit, sedangkan pada kecepatan udara 8 dan 9 m/s laju pengeringan sebesar 3,99 x 10-2 gram/cm2.menit dan 4,1 x 10-2 gram/cm2.menit. Hal ini sesuai dengan penelitian Liu., dkk (2014) yaitu pada proses pengeringan serbuk kayu menggunakan fluidized bed dryer dimana semakin tinggi kecepatan udara maka laju pengeringan akan semakin meningkat yang disebabkan karena bahan terfluidisasi dengan baik sehingga proses perpindahan massa dan panas merata pada seluruh bagian bahan yang dikeringkan. Kalita., dkk (2018) menyatakan tingginya laju pengeringan pada awal proses pengeringan disebabkan karena adanya air bebas pada permukaan bahan yang mudah menguap dan dibawa oleh udara pengering sedangkan sisa air terikat yang masih ada pada bahan akan sulit untuk diuapkan sehingga laju pengeringan semakin menurun.

Dari penelitian yang dilakukan diperoleh laju pengeringan tertinggi didapat pada kecepatan udara 10 m/s dimana waktu pengeringan yang dibutuhkan selama 40 menit sedangkan pada kecepatan udara 8 dan 9 m/s, waktu pengeringan yang dibutuhkan selama 50 dan 45 menit.

4.4 Pengaruh Suhu Terhadap Penurunan Moisture Ratio dan Laju Pengeringan Padi Menggunakan Fluidized Bed Dryer

4.4.1 Penurunan Moisture Ratio Padi Terhadap Waktu Pada Suhu Berbeda Pada proses pengeringan yang dilakukan memperlihatkan terjadinya penurunan nilai moisture ratio selama proses pengeringan berlangsung untuk masing-masing suhu. Gambar 4.3 menunjukkan moisture ratio terhadap waktu:

Gambar 4.3 Hubungan Moisture Ratio Terhadap Waktu Pada Suhu Berbeda dengan Kecepatan Udara 10 m/s dan Ketinggian Bed 2 cm

Gambar 4.3 menunjukkan moisture ratio terus menurun selama proses pengeringan berlangsung hingga diperoleh kadar air kesetimbangan.

Pada gambar 4.3 menunjukkan bahwa pada suhu yang lebih tinggi penurunan moisture ratio lebih cepat daripada suhu yang lebih rendah dimana pada suhu udara 70⁰C kadar air kesetimbangan diperoleh pada menit ke-35 dengan kadar air akhir 5,92% sedangkan pada suhu udara 60⁰C dan 50⁰C kadar air kesetimbangan diperoleh pada menit ke 45 dan 55 dengan kadar air akhir 5,84% dan 6,10%. Ini disebabkan karena pada suhu yang lebih tinggi, panas diberikan oleh udara pengering ke bahan lebih besar sehingga dengan adanya pemanasan pada permukaan bahan, air yang terkandung di dalam padi akan lebih cepat keluar menuju permukaan padi. Picado dan Rafael (2014) menyatakan pada suhu udara yang lebih tinggi, proses perpindahan massa dan panas dari bahan akan lebih cepat. Menurut Irawan (2011) perbedaan suhu antara media pemanas dengan bahan yang dipanaskan makin besar menyebabkan makin cepatnya perpindahan panas ke dalam bahan dan makin cepat perpindahan uap air dari bahan ke lingkungan. Widjanarko., dkk (2012) menyatakan bahwa pada proses pengeringan, air dari bahan yang diuapkan akan dibawa medium pengering (udara panas) ke lingkungan. Panas yang dibawa udara ini akan memanasi permukaan bahan basah, sehingga suhunya naik, dan air akan teruapkan. Semakin

tinggi suhu udara pengering maka waktu pengeringan akan lebih singkat karena transfer panas dan massa antara udara dan padi akan semakin besar.

Pada suhu 70 ⁰C waktu pengeringan padi lebih singkat dibandingkan pada suhu 500C dan 600C dimana waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan padi pada suhu 70 ⁰C selama 40 menit dan pada suhu 50 ⁰C dan 60 ⁰C selama 60 dan 50 menit.

4.4.2 Laju Pengeringan Padi Pada Suhu Udara Berbeda

Laju pengeringan dipengaruhi oleh suhu udara pengering dimana semakin tinggi suhu udara pengering maka laju pengeringan akan semakin meningkat. Pada gambar 4.4 menunjukkan hubungan laju pengeringan terhadap waktu pada kondisi kecepatan udara 10 m/s dengan suhu udara 500C, 600C dan 700C.

Gambar 4.4 Hubungan Laju Pengeringan Terhadap Waktu Pada Suhu Berbeda dengan Kecepatan Udara 10 m/s dan Ketinggian Bed 2 cm

Gambar 4.4 menunjukkan bahwa laju pengeringan mengalami kenaikan lalu mengalami penurunan hingga pada akhirnya konstan. Laju pengeringan pada 5 menit proses pengeringan pada suhu 70 ⁰C sebesar 4,22 x 10-2 gram/cm2.menit sedangkan pada suhu 50 ⁰C dan 60 ⁰C sebesar 3,32 x 10-2 gram/cm2.menit dan 3,83 x 10-2

sehingga kemampuan udara dalam menampung uap air dari padi akan lebih besar pada RH yang paling rendah.

Liu, dkk., (2014) menyatakan bahwa dengan semakin meningkatnya suhu udara pengering maka relative humidity (RH) udara akan semakin rendah sehingga meningkatkan proses perpindahan massa untuk menghilangkan kandungan air yang ada di dalam bahan. Menurut Figiarto., dkk (2012) RH (relative humidity) akan semakin rendah dengan meningkatnya suhu sehingga pada suhu yang semakin tinggi, proses perpindahan massa air dari bahan ke udara pengering akan semakin besar.

Pada suhu 70 ⁰C laju pengeringan lebih tinggi dan waktu pengeringan paling singkat yaitu selama 40 menit. Sedangkan pada suhu 500C dan 600C waktu pengeringan yang dibutuhkan selama 60 dan 50 menit.

4.5 Pengaruh Ketinggian Bed Terhadap Penurunan Moisture Ratio dan Laju Pengeringan Padi Menggunakan Fluidized Bed Dryer

4.5.1 Penurunan Moisture Ratio Padi Terhadap Waktu Pada Ketinggian Bed Berbeda

Pada proses pengeringan yang dilakukan memperlihatkan terjadinya penurunan nilai moisture ratio selama proses pengeringan berlangsung untuk masing-masing ketinggian bed. Gambar 4.5 menunjukkan hubungan moisture ratio terhadap waktu:

Gambar 4.5 Hubungan Moisture Ratio Terhadap Waktu Pada Ketinggian Bed Berbeda dengan Kecepatan Udara 10 m/s dan Suhu Udara 700C 0.0

Gambar 4.5 menunjukkan bahwa moisture ratio terus mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya waktu pengeringan hingga akhirnya kadar air mencapai kesetimbangan.

Pada ketinggian bed 6 cm terjadi penurunan kadar air lebih rendah daripada ketinggian bed 2 dan 4 cm dimana pada ketinggian bed 6 cm diperoleh kadar air kesetimbangan padi pada menit ke-65 dengan kadar air sebesar 6,77% sedangkan pada ketinggian bed 2 dan 4 cm diperoleh kadar air kesetimbangan padi pada menit ke 35 dan 45 dengan kadar air sebesar 5,92% dan 6,65%. Hal ini disebabkan karena semakin tebal bed yang akan dikeringkan, maka kebutuhan energi panas untuk mengeringkan juga akan semakin besar. Sementara itu, udara pengering yang diberikan ke bahan hampir sama sehingga penurunan kadar air pada bed yang lebih tebal akan semakin rendah. Suherman, dkk., (2012) menyatakan bahwa semakin berat massa sampel yang dikeringkan maka penurunan kadar air pada bahan juga akan semakin rendah.

Hal ini ditunjukkan pada gambar 4.5 bahwa pada ketinggian bed 2 cm waktu pengeringan lebih singkat yaitu 40 menit daripada ketinggian bed 4 dan 6 cm yaitu 50 dan 70 menit.

4.5.2 Laju Pengeringan Padi Pada Ketinggian Bed Berbeda

Laju pengeringan dipengaruhi oleh ketinggian bed yang dikeringkan dimana semakin tinggi bed maka laju pengeringan akan semakin rendah. Pada gambar 4.6 menunjukkan hubungan laju pengeringan terhadap waktu pada kondisi kecepatan udara 10 m/s dan suhu 700C dengan ketinggian bed 2, 4, 6 cm.

Gambar 4.6 Hubungan Laju Pengeringan Terhadap Waktu Pada Ketinggian Bed Berbeda dengan Kecepatan Udara 10 m/s dan Suhu 700C

Gambar 4.6 menunjukkan bahwa laju pengeringan mengalami kenaikan di awal pengeringan kemudian cenderung mengalami penurunan hingga pada akhirnya konstan. Laju pengeringan pada ketinggian bed 2 cm lebih tinggi daripada ketinggian bed 4 dan 6 cm. Pada bed yang lebih tinggi diperoleh laju pengeringan yang semakin

Gambar 4.6 menunjukkan bahwa laju pengeringan mengalami kenaikan di awal pengeringan kemudian cenderung mengalami penurunan hingga pada akhirnya konstan. Laju pengeringan pada ketinggian bed 2 cm lebih tinggi daripada ketinggian bed 4 dan 6 cm. Pada bed yang lebih tinggi diperoleh laju pengeringan yang semakin

Dokumen terkait