• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.7 Flowchart Penelitian

Prosedur penelitian disajikan dalam bentuk flowchart sebagai berikut : Mulai

Padi ditimbang dengan berat sesuai variasi tinggi bed

Padi dimasukkan ke dalam bed silinder

Hidupkan kompor gas

Blower dihidupkan untuk mengalirkan udara panas dari alat pirolisis ke alat fluidized bed dryer

Diatur kecepatan udara sesuai variasi

Masukkan bed silinder ke ruang pengering

Suhu udara masuk & keluar, RH masuk & keluar dicatat tiap 5 menit

Ditimbang massa padi tiap 5 menit

Apakah massa sampel sudah konstan ?

A B

Ya

Tidak

Gambar 3.8 Flowchart Penelitian 3.8 Flowchart Analisa Kadar Air

Gambar 3.9 Flowchart Analisa Kadar Air

A B

Data diperoleh

Apakah masih ada variasi kecepatan udara, suhu udara

dan tinggi bed ?

Selesai

Mulai

Aluminium foil ditimbang dan masukkan padi sebanyak 5 gram

Padi dikeringkan dengan oven pada suhu 105℃ ± 5 ℃ selama 24 jam

Padi didinginkan dan dimasukkan ke dalam desikator

Ditimbang massanya dalam interval 30 menit hingga konstan

Kadar air padi dihitung

Selesai

Ya

Tidak

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengeringan padi menggunakan fluidized bed dryer dilakukan dengan variabel tetap yaitu diameter bed silinder sebesar 5,08 cm serta variabel berubah yaitu kecepatan udara pengering sebesar 8 m/s, 9 m/s, 10 m/s, suhu udara pengering sebesar 500C, 600C, 700C dan ketinggian bed adalah 2 cm, 4 cm, 6 cm.

4.1 Ketinggian Fluidisasi

Pada penelitian yang dilakukan, diperoleh perubahan ketinggian bed setelah terjadinya proses fluidisasi yaitu pada ketinggian bed 2 cm dengan kecepatan udara 8 m/s, 9 m/s, 10 m/s berturut-turut sebesar 13 cm, 15 cm, dan 18 cm sedangkan pada ketinggian bed 4 cm dengan kecepatan 8 m/s, 9 m/s, 10 m/s berturut-turut sebesar 12 cm, 13 cm, dan 16 cm, dan pada ketinggian bed 6 cm dengan kecepatan 8 m/s, 9 m/s, 10 m/s berturut-turut sebesar 9 cm, 10 cm, dan 12 cm. Fixed bed terjadi pada saat partikel masih diam diatas bed sedangkan udara mengalir mengalir melalui celah-celah antar partikel tanpa mengakibatkan efek pengangkatan partikel. Fluidized bed terjadi saat partikel mulai terangkat membentuk gelembung dan bed mengalami ekspansi dimana udara yang mengalir mengakibatkan partikel terangkat dipermukaan bed (Arifvianto dan Indarto, 2006). Pada perubahan ketinggian bed tersebut, padi sudah terfluidisasi dengan baik sehingga proses pengeringan padi yang dilakukan menjadi maksimal.

4.2 Kecepatan Fluidisasi Minimum (Umf) Pada Pengeringan Padi

Kecepatan fluidisasi minimum (Umf) adalah kecepatan udara terendah dari kebutuhan udara yang digunakan pada proses fluidisasi. Dimana dengan diketahuinya kecepatan fluidisasi minimum maka dapat ditentukan titik awal terjadinya fluidisasi pada padi (Febijanto, 2009). Kecepatan fluidisasi minimum (Umf) dihitung menggunakan persamaan 4.1 yaitu:

Ab Umfρu

Keterangan:

Umf = Kecepatan fluidisasi minimum (m/s) Ab = Luas Bed (m2)

Ρp = Densitas padi (kg/m3) Ρu = Densitas udara (kg/m3) µu = Viskositas udara (kg/ms) g = Gaya gravitasi (m/s2)

Pada penelitian ini di dapat dari perhitungan kecepatan fluidisasi minimum (Umf) pada tinggi bed 2, 4, 6 cm berturut-turut adalah sebesar 0,382 m/s, 0,498 m/s, 0,573 m/s sehingga pada penelitian ini kecepatan udara pengering yang digunakan 14 kali lebih besar daripada kecepatan fluidisasi minimum agar padi terfluidisasi dengan baik. Menurut Widayati (2010), pada kecepatan minimum (Umf) gaya dorong udara terhadap padi lebih atau sama dengan gaya berat padi tersebut, dimana padi akan mulai terfluidisasi karena kecepatan minimum (Umf) merupakan batasan terendah kecepatan udara yang dibutuhkan untuk proses fluidisasi. Pada kecepatan tersebut proses fluidisasi tidak berjalan sempurna karena padi hanya sedikit bergerak akibat adanya dorongan dari udara pengering sehingga untuk memfluidisasikan padi lebih baik dibutuhkan kecepatan udara yang lebih tinggi dari kecepatan fluidisasi minimum.

4.3 Pengaruh Kecepatan Udara Terhadap Penurunan Moisture Ratio dan Laju Pengeringan Padi Menggunakan Fluidized Bed Dryer

4.3.1 Penurunan Moisture Ratio Terhadap Waktu Pada Kecepatan Udara Berbeda

Pada proses pengeringan, penurunan moisture ratio dipengaruhi oleh kecepatan udara dimana kecepatan udara semakin tinggi maka akan semakin cepat waktu pengeringan. Gambar 4.1 menunjukkan hubungan moisture ratio terhadap waktu :

Gambar 4.1 Hubungan Moisture Ratio Terhadap Waktu Pada Kecepatan Udara Berbeda Pada Suhu 70⁰C dan Ketinggian Bed 2 cm

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa moisture ratio terus menurun seiring bertambahnya waktu hingga pada akhirnya mencapai kesetimbangan. Pada kecepatan udara tinggi, proses pengeringan semakin cepat, disebabkan udara dengan kecepatan tinggi dapat memfluidisasi padi dengan baik sehingga air yang berada pada permukaan padi dapat dengan cepat dibawa oleh udara pengering. Namun, pada gambar 4.1 dapat dilihat bahwa perbedaan penurunan moisture ratio pada kecepatan udara 8 m/s, 9 m/s, dan 10 m/s tidak terlalu terlihat dikarenakan perbedaan kecepatan udara yang cukup kecil sehingga pada perbedaan kecepatan udara yang kecil, kecepatan udara tidak terlalu mempengaruhi proses pengeringan. Pada kecepatan 8 m/s diperoleh kadar air padi mengalami kesetimbangan pada menit ke-45 dengan kadar air akhir sebesar 5,97% sedangkan pada kecepatan udara 9 dan 10 m/s diperoleh kadar air kesetimbangan pada menit ke 40 dan 35 dengan kadar air akhir sebesar 6,02% dan 5,92%. Hidayati., dkk (2013) menyatakan udara yang mengalir diperlukan untuk membawa uap air dari bahan ke lingkungan. Semakin tinggi kecepatan udara maka proses pengeringan semakin cepat. Menurut Djaeni., dkk (2013) pada kecepatan udara yang lebih tinggi, padi dapat terfluidisasi dengan mudah sehingga proses perpindahan massa dan panas dari padi ke lingkungan lebih cepat.

Gambar 4.1 menunjukkan proses pengeringan pada suhu 700C dengan kecepatan udara 8, 9, 10 m/s diperoleh kadar air akhir sebesar 5,97%, 6,02%, dan 5,92% dengan waktu pengeringan berturut-turut 50, 45, 40 menit.

4.3.2 Laju Pengeringan Padi Pada Kecepatan Udara Berbeda

Laju pengeringan dipengaruhi oleh kecepatan udara dimana semakin tinggi kecepatan udara maka laju pengeringan akan semakin meningkat sehingga waktu pengeringan akan semakin singkat. Pada gambar 4.2 menunjukkan hubungan laju pengeringan terhadap waktu pada kondisi suhu 700C dengan kecepatan udara 8, 9, 10 m/s.

Gambar 4.2 Hubungan Laju Pengeringan Terhadap Waktu Pada Kecepatan Udara Berbeda Pada Suhu 70 ⁰C dan Ketinggian Bed 2 cm

Pada gambar 4.2 menunjukkan bahwa pada awal pengeringan laju pengeringan mengalami kenaikan kemudian menurun hingga akhirnya konstan. Laju pengeringan pada akhir proses pengeringan semakin lambat disebabkan oleh semakin sedikitnya jumlah kadar air yang tersisa pada bahan. Pada tahap awal pengeringan terjadi penghilangan kadar air bahan hampir 50% (Polat, 1989). Gambar 4.2 menunjukkan bahwa perbedaan laju pengeringan tidak terlihat karena perbedaan kecepatan udara pengering yang digunakan kecil sehingga dibutuhkan perbedaan kecepatan udara pengering yang cukup besar untuk melihat pengaruhnya terhadap laju pengeringan. Menurut Amanto., dkk (2015) pada awal proses pengeringan air

bebas yang ada pada bahan cenderung lebih mudah menguap sehingga laju pengeringan tinggi. Laju pengeringan semakin lama semakin menurun disebabkan karena air terikat yang ada pada bahan sulit untuk bergerak ke permukaan bahan sehingga laju penguapan bahan semakin menurun.

Pada 5 menit proses pengeringan, laju pengeringan tertinggi pada kecepatan udara 10 m/s sebesar 4,22 x 10-2 gram/cm2.menit, sedangkan pada kecepatan udara 8 dan 9 m/s laju pengeringan sebesar 3,99 x 10-2 gram/cm2.menit dan 4,1 x 10-2 gram/cm2.menit. Hal ini sesuai dengan penelitian Liu., dkk (2014) yaitu pada proses pengeringan serbuk kayu menggunakan fluidized bed dryer dimana semakin tinggi kecepatan udara maka laju pengeringan akan semakin meningkat yang disebabkan karena bahan terfluidisasi dengan baik sehingga proses perpindahan massa dan panas merata pada seluruh bagian bahan yang dikeringkan. Kalita., dkk (2018) menyatakan tingginya laju pengeringan pada awal proses pengeringan disebabkan karena adanya air bebas pada permukaan bahan yang mudah menguap dan dibawa oleh udara pengering sedangkan sisa air terikat yang masih ada pada bahan akan sulit untuk diuapkan sehingga laju pengeringan semakin menurun.

Dari penelitian yang dilakukan diperoleh laju pengeringan tertinggi didapat pada kecepatan udara 10 m/s dimana waktu pengeringan yang dibutuhkan selama 40 menit sedangkan pada kecepatan udara 8 dan 9 m/s, waktu pengeringan yang dibutuhkan selama 50 dan 45 menit.

4.4 Pengaruh Suhu Terhadap Penurunan Moisture Ratio dan Laju Pengeringan Padi Menggunakan Fluidized Bed Dryer

4.4.1 Penurunan Moisture Ratio Padi Terhadap Waktu Pada Suhu Berbeda Pada proses pengeringan yang dilakukan memperlihatkan terjadinya penurunan nilai moisture ratio selama proses pengeringan berlangsung untuk masing-masing suhu. Gambar 4.3 menunjukkan moisture ratio terhadap waktu:

Gambar 4.3 Hubungan Moisture Ratio Terhadap Waktu Pada Suhu Berbeda dengan Kecepatan Udara 10 m/s dan Ketinggian Bed 2 cm

Gambar 4.3 menunjukkan moisture ratio terus menurun selama proses pengeringan berlangsung hingga diperoleh kadar air kesetimbangan.

Pada gambar 4.3 menunjukkan bahwa pada suhu yang lebih tinggi penurunan moisture ratio lebih cepat daripada suhu yang lebih rendah dimana pada suhu udara 70⁰C kadar air kesetimbangan diperoleh pada menit ke-35 dengan kadar air akhir 5,92% sedangkan pada suhu udara 60⁰C dan 50⁰C kadar air kesetimbangan diperoleh pada menit ke 45 dan 55 dengan kadar air akhir 5,84% dan 6,10%. Ini disebabkan karena pada suhu yang lebih tinggi, panas diberikan oleh udara pengering ke bahan lebih besar sehingga dengan adanya pemanasan pada permukaan bahan, air yang terkandung di dalam padi akan lebih cepat keluar menuju permukaan padi. Picado dan Rafael (2014) menyatakan pada suhu udara yang lebih tinggi, proses perpindahan massa dan panas dari bahan akan lebih cepat. Menurut Irawan (2011) perbedaan suhu antara media pemanas dengan bahan yang dipanaskan makin besar menyebabkan makin cepatnya perpindahan panas ke dalam bahan dan makin cepat perpindahan uap air dari bahan ke lingkungan. Widjanarko., dkk (2012) menyatakan bahwa pada proses pengeringan, air dari bahan yang diuapkan akan dibawa medium pengering (udara panas) ke lingkungan. Panas yang dibawa udara ini akan memanasi permukaan bahan basah, sehingga suhunya naik, dan air akan teruapkan. Semakin

tinggi suhu udara pengering maka waktu pengeringan akan lebih singkat karena transfer panas dan massa antara udara dan padi akan semakin besar.

Pada suhu 70 ⁰C waktu pengeringan padi lebih singkat dibandingkan pada suhu 500C dan 600C dimana waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan padi pada suhu 70 ⁰C selama 40 menit dan pada suhu 50 ⁰C dan 60 ⁰C selama 60 dan 50 menit.

4.4.2 Laju Pengeringan Padi Pada Suhu Udara Berbeda

Laju pengeringan dipengaruhi oleh suhu udara pengering dimana semakin tinggi suhu udara pengering maka laju pengeringan akan semakin meningkat. Pada gambar 4.4 menunjukkan hubungan laju pengeringan terhadap waktu pada kondisi kecepatan udara 10 m/s dengan suhu udara 500C, 600C dan 700C.

Gambar 4.4 Hubungan Laju Pengeringan Terhadap Waktu Pada Suhu Berbeda dengan Kecepatan Udara 10 m/s dan Ketinggian Bed 2 cm

Gambar 4.4 menunjukkan bahwa laju pengeringan mengalami kenaikan lalu mengalami penurunan hingga pada akhirnya konstan. Laju pengeringan pada 5 menit proses pengeringan pada suhu 70 ⁰C sebesar 4,22 x 10-2 gram/cm2.menit sedangkan pada suhu 50 ⁰C dan 60 ⁰C sebesar 3,32 x 10-2 gram/cm2.menit dan 3,83 x 10-2

sehingga kemampuan udara dalam menampung uap air dari padi akan lebih besar pada RH yang paling rendah.

Liu, dkk., (2014) menyatakan bahwa dengan semakin meningkatnya suhu udara pengering maka relative humidity (RH) udara akan semakin rendah sehingga meningkatkan proses perpindahan massa untuk menghilangkan kandungan air yang ada di dalam bahan. Menurut Figiarto., dkk (2012) RH (relative humidity) akan semakin rendah dengan meningkatnya suhu sehingga pada suhu yang semakin tinggi, proses perpindahan massa air dari bahan ke udara pengering akan semakin besar.

Pada suhu 70 ⁰C laju pengeringan lebih tinggi dan waktu pengeringan paling singkat yaitu selama 40 menit. Sedangkan pada suhu 500C dan 600C waktu pengeringan yang dibutuhkan selama 60 dan 50 menit.

4.5 Pengaruh Ketinggian Bed Terhadap Penurunan Moisture Ratio dan Laju Pengeringan Padi Menggunakan Fluidized Bed Dryer

4.5.1 Penurunan Moisture Ratio Padi Terhadap Waktu Pada Ketinggian Bed Berbeda

Pada proses pengeringan yang dilakukan memperlihatkan terjadinya penurunan nilai moisture ratio selama proses pengeringan berlangsung untuk masing-masing ketinggian bed. Gambar 4.5 menunjukkan hubungan moisture ratio terhadap waktu:

Gambar 4.5 Hubungan Moisture Ratio Terhadap Waktu Pada Ketinggian Bed Berbeda dengan Kecepatan Udara 10 m/s dan Suhu Udara 700C 0.0

Gambar 4.5 menunjukkan bahwa moisture ratio terus mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya waktu pengeringan hingga akhirnya kadar air mencapai kesetimbangan.

Pada ketinggian bed 6 cm terjadi penurunan kadar air lebih rendah daripada ketinggian bed 2 dan 4 cm dimana pada ketinggian bed 6 cm diperoleh kadar air kesetimbangan padi pada menit ke-65 dengan kadar air sebesar 6,77% sedangkan pada ketinggian bed 2 dan 4 cm diperoleh kadar air kesetimbangan padi pada menit ke 35 dan 45 dengan kadar air sebesar 5,92% dan 6,65%. Hal ini disebabkan karena semakin tebal bed yang akan dikeringkan, maka kebutuhan energi panas untuk mengeringkan juga akan semakin besar. Sementara itu, udara pengering yang diberikan ke bahan hampir sama sehingga penurunan kadar air pada bed yang lebih tebal akan semakin rendah. Suherman, dkk., (2012) menyatakan bahwa semakin berat massa sampel yang dikeringkan maka penurunan kadar air pada bahan juga akan semakin rendah.

Hal ini ditunjukkan pada gambar 4.5 bahwa pada ketinggian bed 2 cm waktu pengeringan lebih singkat yaitu 40 menit daripada ketinggian bed 4 dan 6 cm yaitu 50 dan 70 menit.

4.5.2 Laju Pengeringan Padi Pada Ketinggian Bed Berbeda

Laju pengeringan dipengaruhi oleh ketinggian bed yang dikeringkan dimana semakin tinggi bed maka laju pengeringan akan semakin rendah. Pada gambar 4.6 menunjukkan hubungan laju pengeringan terhadap waktu pada kondisi kecepatan udara 10 m/s dan suhu 700C dengan ketinggian bed 2, 4, 6 cm.

Gambar 4.6 Hubungan Laju Pengeringan Terhadap Waktu Pada Ketinggian Bed Berbeda dengan Kecepatan Udara 10 m/s dan Suhu 700C

Gambar 4.6 menunjukkan bahwa laju pengeringan mengalami kenaikan di awal pengeringan kemudian cenderung mengalami penurunan hingga pada akhirnya konstan. Laju pengeringan pada ketinggian bed 2 cm lebih tinggi daripada ketinggian bed 4 dan 6 cm. Pada bed yang lebih tinggi diperoleh laju pengeringan yang semakin rendah dimana pada 5 menit pengeringan, laju pengeringan pada ketinggian bed 6 cm sebesar 3,99 x 10-2 gram/cm2.menit, lebih rendah dibandingkan ketinggian bed 2 dan 4 cm yaitu sebesar 4,22 x 10-2 gram/cm2.menit dan 4,13 x 10-2 gram/cm2.menit. Hal ini disebabkan karena pada ketebalan bed yang lebih tinggi, bahan yang dikeringkan tidak terfluidisasi dengan maksimal karena bahan didalam silinder semakin rapat sehingga perpindahan massa dari bahan ke lingkungan lebih lambat. Syahrul, dkk., (2016) menyatakan bahwa semakin berat bahan yang dikeringkan maka laju pengeringan semakin rendah. Suherman, dkk., (2012) menyatakan bahwa pada massa bahan yang lebih berat menyebabkan proses fludisasi tidak maksimal karena partikel yang ada didalam ruang pengering semakin rapat sehingga proses perpindahan massa dari bahan yang dikeringkan ke udara menjadi lebih lambat sehingga laju pengeringan semakin rendah dan waktu pengeringan semakin lama.

Pada ketinggian bed 2 cm laju pengeringan lebih tinggi dan waktu pengeringan lebih singkat yaitu 40 menit sedangkan pada ketinggian bed 4 dan 6 cm waktu pengeringan yang dibutuhkan lebih lama yaitu 50 dan 70 menit.

0.0000

4.6 Karakteristik Pengeringan Padi Menggunakan Fluidized Bed Dryer Karakteristik pengeringan diproyeksikan sebagai laju pengeringan terhadap moisture ratio selama proses pengeringan. Gambar 4.7; 4.8; dan 4.9 menunjukkan hubungan laju pengeringan dengan moisture ratio:

Gambar 4.7 Hubungan Laju Pengeringan dengan Moisture Ratio Pada Kecepatan Udara Berbeda Dengan Suhu Udara 70⁰C dan Ketinggian Bed 2 cm

Gambar 4.8 Hubungan Laju Pengeringan dengan Moisture Ratio Pada Suhu Udara Berbeda Dengan Kecepatan Udara 10 m/s dan Ketinggian Bed 2 cm

0.0000

Gambar 4.9 Hubungan Laju Pengeringan dengan Moisture Ratio Pada Ketinggian Bed Berbeda Dengan Kecepatan Udara 10 m/s dan Suhu Udara 70⁰C

Dari gambar diatas menunjukkan bahwa laju pengeringan naik pada awal periode pengeringan kemudian menurun dengan cepat hingga pada akhirnya menurun dengan lambat seiring dengan semakin berkurangnya moisture ratio pada padi. Menurut Berk (2018) bahwa proses pengeringan terdiri dari 3 periode yaitu periode naik dimana laju pengeringan meningkat seiring berkurangnya air pada bahan, periode konstan dimana laju alir air yang berdifusi ke permukaan bahan sebanding dengan air yang menguap pada permukaan bahan dan periode menurun dimana laju alir air yang berdifusi ke permukaan bahan lebih kecil daripada jumlah air yang menguap.

Namun pada penelitian ini hanya diperoleh 2 laju pengeringan pada berbagai kecepatan udara, suhu dan ketinggian bed yaitu laju pengeringan naik dan laju pengeringan menurun sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasibuan dan Zamzami (2017) dimana ada 2 periode laju pengeringan yaitu periode laju pengeringan naik dan laju pengeringan menurun pada pengeringan rimpang jahe dengan pengering kombinasi surya tapis molekuler dan Hasibuan., dkk (2020) juga menunjukkan terdapat 2 periode laju pengeringan pada pengeringan daun gambir dengan pengering konveksi-desikan yaitu periode laju pengeringan naik dan menurun.

Dari penelitian yang dilakukan pada kecepatan udara berbeda yaitu 8 m/s, 9 m/s, 10 m/s, suhu udara berbeda yaitu 50⁰C, 60⁰C, 70⁰C, dan ketinggian bed berbeda yaitu 2 cm, 4 cm, 6 cm diperoleh 2 periode laju pengeringan yaitu periode laju pengeringan naik dan periode laju pengeringan menurun dimana periode laju pengeringan konstan tidak terlihat. Menurut Hasibuan, dkk (2020) tidak adanya periode laju pengeringan konstan menunjukkan bahwa semua energi panas digunakan untuk penghilangan kadar air bebas pada permukaan bahan yang ditunjukkan dengan adanya periode laju pengeringan naik dan pelepasan kadar air terikat dari bahan yang dikeringkan ditunjukkan dengan adanya periode laju pengeringan menurun.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Kecepatan udara mempengaruhi penurunan moisture ratio dan laju pengeringan dimana pengeringan pada suhu 70°C, ketinggian bed 2 cm dengan kecepatan udara 8, 9, dan 10 m/s diperoleh waktu pengeringan selama 60, 50, dan 40 menit dan laju pengeringan tertinggi sebesar 3,99 x 10-2 gram/cm2.menit, 4,1 x 10-2 gram/cm2.menit, dan 4,22 x 10-2 gram/cm2.menit.

2. Suhu udara pengering mempengaruhi penurunan moisture ratio dan laju pengeringan dimana pengeringan pada kecepatan udara 10 m/s, ketinggian bed 2 cm dengan suhu 50, 60, dan 70°C diperoleh waktu pengeringan selama 50, 45, dan 40 menit dan laju pengeringan tertinggi sebesar 3,32 x 10-2 gram/cm2.menit, 3,8 x 10-2 gram/cm2.menit, dan 4,22 x 10-2 gram/cm2.menit.

3. Ketinggian bed mempengaruhi penurunan moisture ratio dan laju pengeringan dimana pengeringan pada suhu 70°C, kecepatan udara 10 m/s dan ketinggian bed 2, 4, 6 cm diperoleh waktu pengeringan selama 40, 50, dan 70 menit dan laju pengeringan tertinggi sebesar 4,22 x 10-2 gram/cm2.menit, 4,13 x 10-2 gram/cm2.menit, dan 3,99 x 10-2 gram/cm2.menit.

4. Proses pengeringan terbaik yaitu pada suhu 70⁰C, ketinggian bed 2 cm dengan kecepatan udara pengering 10 m/s berlangsung dengan waktu pengeringan selama 40 menit dengan moisture content akhir sebesar 5,92 %.

5. Karakteristik pengeringan padi menggunakan Fluidized Bed Dryer memiliki dua periode pengeringan yaitu periode pengeringan naik dan periode pengeringan menurun.

5.2 Saran

Saran dari penelitian yang telah dilakukan adalah:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap berbagai jenis bahan pangan lain dengan menggunakan alat pengering fluidized bed seperti kopi.

2. Disarankan menambah perbedaan kecepatan udara pengering seperti 5, 10, dan 15 kali kecepatan fluidisasi minimum agar terlihat pengaruhnya terhadap penurunan moisture ratio dan laju pengeringan.

DAFTAR PUSTAKA

Amanto, B, G Manuhara, R Putri. 2015. Kinetika Pengeringan Chips Sukun Dalam Pembuatan Tepung Sukun Termodifikasi dengan Asam Laktat Menggunakan Cabinet Dryer. Jurnal Teknologi Hasil Pengeringan. Vol.8.

No.1. Hal: 46-55.

Arifvianto, Budi dan Indarto. 2006. Studi Karakteristik Fluidisasi dan Aliran Dua Fase Padat-Gas (Pasir Besi-Udara) Pada Pipa Lurus Vertikal. Media Teknik. No. 2. ISSN: 0216-3012.

Basmal, Jamal, Bakti Belyanto Sedayu, Bagus Sediadi Bandol Utomo. 2013. Kinerja Alat Pengering Mekanis Tipe Vertikal Untuk Ikan Petek Leiognathus sp.

JPB Kelautan dan Perikanan. Vol.8. No.1. Hal:34-43.

Berk, Zeky. 2018. Food Process Engineering and Technology. 3rd Edition.

Academic Press.

Bhandari, R dan H. Gaese. 2008. Evaluation Of Box Type Paddy Dryers In South Sumatera, Indonesia. Agricultural Engineering International.

Badan Pusat Statistik Nasional. 2018. Produksi Padi (Angka Ramalan I Tahun 2018).

Jakarta.

Brenda, Mahoro Gloria, Eniru Emmanuel Innocent, Omuna Daniel, Yusuf Abdulfatah Abdu. 2017. Performance Of Biomass Briquettes As An Alternative Energy Source Compared to Wood Charcoal In Uganda.

International Journal Of Scientific Engineering and Science. Vol.1. Issue. 6.

ISSN: 2456-7361.

Calban, Turan. 2006. The Effects Of Bed Height And Initial Moisture Concentration On Drying Lignite In A Batch Fluidized Bed. Energy Sources. Vol. 28.

ISSN: 1556-7036.

Ciurzynska, Agnieszka dan Andrzej Lenart. 2011. Freeze Drying- Application In Food Processing And Biotechnology – A Review. Polish Journal Of Food And Nutrition Sciences. Vol.61. No.3. Hal:165-171.

Djaeni, Mohamad, Nurul Aisyah, Harum Nissaulfasha, Luqman Buchori. 2013. Corn Drying With Zeolite In The Fluidized Bed Dryer Under Medium Temperature. The Journal Of Technology And Science. Vol.24. No.2.

Figiarto, Rohmat, Sheila Luvi Galvani, M Djaeni. 2012. Peningkatan Kualitas Gabah dengan Proses Pengeringan Menggunakan Zeolit Alam pada Unggun Terfluidisasi. Teknologi Kimia dan Industri. Vol.1. No.1. Hal: 206-212.

Hani, Agus. 2012. Pengeringan Lapis Tipis Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Granola. Fakultas Pertanian. Universitas Hasanuddin.

Hargono, Mohamad Djaeni, Luqman Buchori. 2012. Karakterisasi Proses Pengeringan Jagung Dengan Metode Mixed-Adsorption Drying Menggunakan Zeolite Pada Unggun Terfluidisasi. Reaktor. Vol.14. No.1.

Haron, N.S, J.H Zakaria, M.F Mohideen Batcha. 2017. Recent Advances In Fluidized Bed Drying. IOP Conf. Series: Materials Science And Engineering 243.

Hasibuan, Rosdanelli dan M A Zamzami. 2017. The Effect of Operating Condition On Drying Characteristics and Quality of Ginger (Zingiber Officinale Roscoe) Using Combination Of Solar Energy-Molecular Sieve Drying System. IOP Conf. Series Materials Science and Engineering 180.

Hasibuan, Rosdanelli, R Manurung, S Alva, R Anggraini, R Sundari. 2020. The Study of Drying Kinetics of Uncaria Gambir Roxb Leaves Applying Convective Desicant Drying. International Journal of Advanced Science and Technology. Vol.29. No.1.

Hidayati, Noor, Utami Diah P, Ratnawati, Suherman. 2013. Penerapan Teknologi Fluidized Bed Dryer Dengan Penambahan Zeolit 3A Untuk Meningkatkan Efisiensi Pengering Gabah. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. Vol.2.

No.4. Hal: 65-71.

Hidayati, Ratna dan Rita Ismawati. 2014. Peningkatan Kualitas Olahan Beras Sebagai Makanan Pokok Melalui Penambahan Daun Kelor (Moringa oleifera). Vol.3. No.1.

Hidayati, Ratna dan Rita Ismawati. 2014. Peningkatan Kualitas Olahan Beras Sebagai Makanan Pokok Melalui Penambahan Daun Kelor (Moringa oleifera). Vol.3. No.1.

Dokumen terkait