• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOKUMEN PEMBELAJARAN PROGRAM UNGGULAN USAID IUWASH PLUS PENGELOLAAN LUMPUR TINJA YANG KUAT: KUNCI UNTUK MENCAPAI SANITASI AMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DOKUMEN PEMBELAJARAN PROGRAM UNGGULAN USAID IUWASH PLUS PENGELOLAAN LUMPUR TINJA YANG KUAT: KUNCI UNTUK MENCAPAI SANITASI AMAN"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

YANG KUAT: KUNCI UNTUK

MENCAPAI SANITASI AMAN

(2)

Pemerintah Amerika.

(3)

Pada tahun 2001, ketika kurang dari separuh rumah tangga di Indonesia memiliki akses ke layanan air minum dan sanitasi layak, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB (SDG) #6—untuk akses air bersih dan sanitasi bagi semua pada tahun 2030—tampak seperti angan-angan semata. Namun, saat saya menulis kata pengantar ini pada hari ini, Indonesia berada diambang pencapaian target tersebut. Kemajuan luar biasa ini sebagian berkat kemitraan yang telah terjalin selama 17 tahun antara Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat, melalui United States Agency for International Development (USAID), serta berbagai pemangku kepentingan lainnya yang bekerja di sektor ini. Pada tahun 2016, USAID meluncurkan program Indonesia Urban Water, Sanitation, and Hygiene (IUWASH PLUS) untuk meningkatkan kualitas layanan air minum bagi 1,1 juta penduduk perkotaan dan menyediakan akses sanitasi aman bagi 500.000 penduduk yang tinggal di 35 kabupaten/kota di delapan provinsi di Indonesia. Program ini terbilang unik karena fokusnya pada segmen populasi termiskin—khususnya penduduk dengan 40 % tingkat kesejahteraan terendah dari total populasi—kelompok penduduk yang sulit dijangkau.

Kami menyadari bahwa untuk memenuhi target-target tersebut dan mencapai hasil yang bertahan lama tidak akan mungkin terwujud jika program tersebut hanya mengandalkan sumber daya dan keahliannya sendiri. Investasi modal yang mencolok dan konstruksi langsung mungkin bisa menjadi berita utama, tapi pendekatan sistem yang memperkuat pemerintah, perusahaan daerah air minum, lembaga keuangan mikro, dan pemangku kepentingan sektor swasta adalah kunci untuk memberikan layanan publik secara berkelanjutan.

Selama lima tahun terakhir, pendampingan yang diberikan USAID telah membantu mitra kami meraih capaian yang mengesankan, dan kami berada di jalur yang tepat untuk mencapai target ambisius kami. Hingga saat ini, lebih dari 900.000 penduduk mendapatkan kualitas layanan air minum layak dan lebih dari 600.000 penduduk memiliki akses ke sanitasi aman. Disamping itu, program ini telah menggunakan lebih dari $230 juta pembiayaan eksternal untuk kegiatan sektor air minum, sanitasi, dan higiene (WASH) guna lebih memperkuat upaya kami membawa perubahan sistemik.

Akan tetapi, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Untuk memberi mitra kami pengetahuan dan instrumen yang diperlukan dalam mencapai SDG#, USAID telah meluncurkan seri Program Unggulan IUWASH PLUS. Seri ini menguraikan pendekatan program dan pembelajaran yang diperoleh dari upaya kami untuk meningkatkan akses air minum aman bagi masyarakat miskin perkotaan, meningkatkan konservasi air tanah, membuka aliran pembiayaan mikro untuk sambungan layanan air dan sanitasi, serta merancang subsidi pintar untuk mengkatalisasi penyediaan layanan sanitasi berbasis pasar. Setiap topik dikemas sebagai pedoman bagi para pelaksana, disertai instrumen dan templatnya.

Kami bangga dengan apa yang telah dicapai USAID dan mitra kami untuk memperkuat sistem air minum dan sanitasi di perkotaan di Indonesia di bawah program IUWASH PLUS, dan kami mengharapkan kerja sama di masa depan dalam program-program yang bertujuan untuk mencapai pembangunan nasional dan target-target SDG untuk akses air bersih dan sanitasi bagi semua pada dekade berikutnya.

Jakarta, 4 Oktober 2021

Ryan Washburn

Mission Director - USAID Indonesia

(4)

Melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 -2024, Pemerintah Indonesia menetapkan target untuk mencapai 100% akses air minum layak, termasuk 15% air minum aman, dan 90% akses sanitasi layak, termasuk 15% sanitasi aman, pada tahun 2024. Kebijakan ini selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) 6, yakni “Akses Air Minum dan Sanitasi Aman untuk Semua pada Tahun 2030”.

Untuk mencapai target tersebut diperlukan strategi dan program WASH (water, sanitation, dan hygiene) yang tepat dan memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi. USAID Indonesia Urban Water Sanitation and Hygiene Penyehatan Lingkungan untuk Semua (IUWASH PLUS) telah menerapkan program-program strategis yang berhasil mendorong 35 mitra Pemerintah Kota/Kabupaten dalam memperbaiki kinerja sektor dan membantu pencapaian target WASH.

Program-program strategis tersebut didokumentasikan oleh USAID IUWASH PLUS di dalam ‘Program Unggulan’ yang mencakupi deskripsi program, berbagai dokumen pendukung dan referensi untuk pelaksanaan, serta dokumen pembelajaran yang mengangkat cerita sukses. Dokumen ini diharapkan dapat memandu para pemangku kepentingan WASH, termasuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, penyelenggara layanan air minum dan sanitasi, dan pihak lain terkait, dalam mereplikasi dan memperluas penerapan program-program strategis tersebut.

Ada enam topik program unggulan USAID IUWASH PLUS yang telah didokumentasikan, yaitu (1) Peningkatan akses air minum bagi masyarakat miskin perkotaan, (2) Program konservasi air tanah, (3) Pembiayaan mikro air minum dan sanitasi, (4) Pengelolaan Layanan Lumpur Tinja, (5) Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di wilayah perkotaan, dan (6) Sanitasi berbasi pasar dan subsidi cerdas.

Topik Pertama menjelaskan berbagai opsi, jenis layanan, dan pendekatan yang bisa untuk meningkatkan akses air minum bagi masyarakat miskin perkotaan yang pada umumnya sulit mendapatkan akses. Topik kedua memaparkan pendekatan perencanaan berbasis kajian dan teknologi sederhana untuk upaya konservasi air tanah yang merupakan salah satu sumber air baku penyediaan air minum. Topik ketiga menyajikan opsi pembiayaan alternatif untuk peningkatan akses air minum dan sanitasi rumah tangga dengan melibatkan lembaga keuangan mikro. Topik keempat menjelaskan bagaimana pengelolaan layanan lumpur tinja diterapkan untuk mencapai sanitasi aman. Topik kelima mengangkat pendekatan STBM di perkotaan yang mencakup aspek-aspek lain selain pemicuan seperti pemantauan partisipatif dan akses pada pembiayaan. Topik keenam menjelaskan strategi dalam mengoptimalkan berbagai sumber pendanaan yang tersedia melalui subsidi cerdas yang dapat membantu penguatan sanitasi berbasis pasar.

Kami berharap berbagai inisiatif kunci yang dikemas melalui program unggulan ini dapat berkelanjutan dan diperluas penerapannya oleh kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, dan lembaga lainnya agar berdampak pada peningkatan kinerja sektor WASH. Selain dalam rangka mencapai target RPJMN 2020-2024, berbagai upaya ini juga diharapkan dapat mendukung peningkatan kualitas hidup dan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.

Jakarta, 4 Oktober 2021

Tri Dewi Virgiyanti

Direktur Perumahan dan Permukiman Kementerian PPN/Bappenas

(5)

AKSES PADA AIR LIMBAH DOMESTIK MERUPAKAN LAYANAN DASAR BAGI SETIAP MASYARAKAT, NAMUN PENYEDIAANNYA MASIH TERBATAS

PEMBELAJARAN DARI DUKUNGAN BAGI PENYELENGGARAAN LAYANAN LUMPUR TINJA BERSAMA MITRA 34 PEMERINTAH DAERAH

JALAN KE DEPAN: MENUJU SANITASI AMAN DAN BERKELANJUTAN MELALUI PERLUASAN PENGELOLAAN LAYANAN LUMPUR TINJA

CERITA SUKSES :

TANGKI SEPTIK BERSAMA KOTA MAGELANG PENGUATAN KPP IPAL KOMUNAL GRESIK TANGKI SEPTIK FERROCEMENT KOTA TERNATE LLTT SURAKARTA

IPLT GRESIK DAN KELEMBAGAAN UPT PLCD

ACUAN DELI SERDANG DALAM MEMBENAHI LAYANAN DAN INFRASTRUKTUR SANITASI I.

II.

III.

IV.

1

7

20

31

35

39

43

47

51

(6)

AKSES PADA AIR LIMBAH DOMESTIK MERUPAKAN LAYANAN DASAR

BAGI SETIAP MASYARAKAT,

NAMUN PENYEDIAANNYA MASIH TERBATAS

(7)

Pembangunan di Indonesia masih menghadapi persoalan mendasar terkait penyediaan infrastruktur pelayanan dasar terutama belum optimalnya peningkatan akses sanitasi layak dan aman. Kurangnya akses terhadap sanitasi akan memberi dampak terhadap masalah kesehatan yang serius.

Pengelolaan sanitasi yang tidak baik dapat menyebabkan penurunan kualitas air dan lingkungan di sekitar pemukiman serta menimbulkan penyakit bawaan air (seperti diare) dan dapat menyebabkan stunting (gizi buruk pada balita).

Keterkaitan Sanitasi terhadap Kesehatan Masyarakat

Provinsi yang tidak memiliki akses jamban sehat berhubungan kuat dengan stunting STUNTING

Angka korelasi

Sumber: RISKESDAS 2013, diolah Bappenas

0,66

SANITASI LAYAK TERHADAP DIARE DAN STUNTING

23%

DIARE STUNTING

Rumah tangga dengan akses sanitasi layak berisiko 23%

lebih rendah terkena diare

Rumah tangga dengan akses sanitasi layak berisiko 27%

lebih rendah terkena stunting

27%

(8)

Capaian dan Target Penyediaan

Akses Sanitasi Layak dan Aman di Indonesia

Sumber: BPS Susenas, 2020-2021, Bappenas

Data Susenas menunjukkan bahwa dari 79,5% rumah tangga yang mendapatkan sanitasi layak, lebih dari 70% menggunakan sistem setempat, namun hanya dari 6,2% rumah tangga yang melakukan pengolahan lumpur tinja lanjutan untuk memenuhi kriteria telah mendapatkan akses sanitas aman.

2015 2019 2020 2024 2030

RPJMN 2015-2019 RPJMN 2020-2024 SDG 2030

Road To SDG Posisi

saat ini

Capaian 2019:

Air Limbah Domestik:

Praktik BABS di Tempat Terbuka: 7,61% RT

77,4% RT Memiliki Akses Sanitasi Layak (termasuk 7,5% Akses Aman)

Capaian 2020:

Air Limbah Domestik:

Praktik BABS di Tempat Terbuka: 6,19% RT 79,53% RT Memiliki Akses Sanitasi Layak

(termasuk 7,64%

Akses Aman)

Target 2024:

Air Limbah Domestik:

Praktik BABS di Tempat Terbuka: 0% RT 90% RT Memiliki Akses Sanitasi Layak

(termasuk 15%

Akses Aman)

Target 2030 Goal 6:

Target Global Tujuan 6:

Indikasi Target Nasional:

Akses

Layak 100%

Akses

Aman 53,7%

100% Akses Layak dan Pengurangan Setengah Porsi

Air Limbah Tidak Terolah

(9)

Tantangan yang dihadapi untuk aspek sub sistem pengolahan setempat menunjukkan bahwa dari total 77% responden yang memiliki toilet, masih terdapat 12% yang langsung disalurkan ke badan air (toilet tanpa penampungan) dan hanya 13% yang pernah menguras tangki septiknya (12% disedot oleh layanan lumpur tinja swasta dan sisanya 1% melalui layanan lumpur tinja pemerintah).

Selain itu masih ditemukan sebanyak 52% responden dengan kondisi tangki septik tidak kedap di masyarakat.

Lebih lanjut Studi Formatif USAID IUWASH PLUS (2017) menemukan bahwa salah satu faktor rendahnya minat masyarakat untuk memiliki akses sanitasi aman adalah karena masyarakat tidak mampu membayar biaya penyedotan lumpur.

Berdasarkan hasil survey diperoleh bahwa sebagian besar masyarakat (65%) menilai bahwa biaya untuk sedot WC termasuk mahal atau sangat mahal.

36%

masyarakat membayar Rp. 200.000 - Rp. 400.000

27%

masyarakat membayar di atas Rp. 400.000

Sumber: Studi Formatif USAID IUWASH PLUS, 2017

Tantangan lainnya antara lain:

Banyak tangki septik yang dibangun tidak memiliki kelengkapan standar seperti tidak ada lubang kontrol/sedot sebagai akses penyedotan lumpur tinja.

Ketersediaan lahan di wilayah perkotaan untuk pembangunan tangki septik dan kondisi geografis di beberapa wilayah menjadi kendala dalam pembuatan tangki septik, contohnya di wilayah pesisir pada daerah rawa dan muka air tanah tinggi.

Jadi, penyebab utama masyarakat tidak memiliki toilet:

Keterbatasan Ekonomi

61% 17%

Keterbatasan Lahan Toilet dengan

tangki septik tidak kedap 52%

Toilet tanpa penampungan 12%

Tidak

memiliki toilet 23%

Disedot oleh Swasta 12%

Disedot oleh Pemerintah 1%

Berdasarkan pengalaman di lapangan yang pernah menguras WC:

Proporsi Akses Sanitasi dan Kepemilikan Toilet

(10)

Permasalahan utama yang dijumpai terkait sub sistem pengangkutan adalah:

(1) Masih banyak kabupaten/kota belum memiliki IPLT.

(2) Infrastruktur dan pengelolaan IPLT yang telah dibangun belum beroperasi secara optimal, termasuk 90% dari IPLT yang telah terbangun memiliki idle capacity (Statistik Infrastruktur PUPR, 2020).

(3) Banyak lokasi IPLT yang tidak mudah untuk diakses.

Untuk Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Terpusat (SPALD-T), berdasarkan data Statistik Infrastruktur Kementerian PUPR Bidang Sanitasi di tahun 2020 menemukan bahwa masih terdapat 36,3% kapasitas SPALD-T skala permukiman yang belum dimanfaatkan secara optimal bagi masyarakat yang dilayaninya.

Kondisi ini terjadi karena masih rendahnya pemahaman masyarakat untuk memiliki sambungan ke SPALD-T skala permukiman dan belum optimalnya kapasitas Kelompok Pemelihara dan Pengguna (KPP) dalam mengelola SPALD-T skala permukiman. 

Selain itu semakin padatnya suatu kabupaten/kota akan semakin menyulitkan pemerintah daerah mendapatkan lahan untuk pembangunan IPLT atau SPALD-T skala permukiman. Oleh karenanya diperlukan penggunaan teknologi pengolahan air limbah dan lumpur tinja yang tidak membutuhkan lahan luas. Selain itu, teknologi tersebut harus dapat mengakomodasi tuntutan baku mutu efluen yang semakin ketat, yang tidak akan mampu dicapai oleh teknologi pengolahan sederhana.

IPLT

(1) Terbatasnya jumlah truk penyedotan tinja untuk menjangkau layanan seluruh warga skala kabupaten/kota.

(2) Operator layanan tidak selalu memiliki Prosedur Operasional Standar (POS) dan kalau pun sudah ada seringkali petugas tidak bekerja sesuai POS penyedotan.

(3) Adanya kawasan permukiman yang tidak bisa dijangkau oleh sarana pengangkutan sehingga tidak bisa dilakukan penyedotan.

(4) Keterbatasan basis data pelanggan sehingga layanan pengangkutan bagi warga menjadi tidak optimal. Selain itu pengangkutan lumpur tinja tidak selalu berjalan sesuai tujuannya akibat lemahnya pengawasan.

(5) Setelah melakukan penyedotan, masih ditemukan beberapa truk tinja tidak melakukan pembuangan lumpur tinja ke Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).

Pada sub sistem pengolahan lumpur tinja, tantangan yang dihadapi di antaranya:

(11)

Skema tarif layanan lumpur tinja yang ditetapkan oleh pemerintah daerah belum mencapai tingkat subsidi operasional atau Operational Cost Ratio (OCR) terutama bagi operator yang dalam bentuk UPTD dan Full Cost Recovery (FCR) untuk operator yang dalam bentuk BUMD. Selain itu permasalahan utama lainnya adalah:

Alokasi anggaran untuk program perumahan dan permukiman terutama untuk mendukung pembangunan di sektor sanitasi masih sangat terbatas. Laporan Urban Sanitation Development Program tahun 2017 menunjukkan:

Hanya

dari

kabupaten/kota yang dikaji telah mengalokasikan anggaran pengembangan sektor sanitasi yang ideal minimal 2% dari total APBD.

19 47

(a) Beberapa daerah belum memiliki regulasi yang mengatur tentang layanan lumpur tinja dan retribusi layanan, termasuk daerah yang sudah memiliki regulasi tersebut belum dilaksanakan dengan baik dan kurangnya penegakan sanksi terhadap pelanggaran regulasi yang ada.

(b) Fungsi kelembagaan regulator dan operator layanan lumpur tinja di daerah perlu diperjelas, termasuk masih adanya bentuk kelembagaan ALD di daerah yang tidak tepat (seperti dirangkap oleh satu seksi atau sub unit di dinas teknis daerah).

(c) Masih terbatasnya kapasitas operator ALD, termasuk belum adanya standar kompetensi bagi operator ALD.

(d) Belum dikelolanya dengan baik pemanfaatan teknologi untuk sistem informasi manajemen (MIS). 

(12)

PEMBELAJARAN DARI DUKUNGAN BAGI PENYELENGGARAAN LAYANAN

LUMPUR TINJA BERSAMA

MITRA 34 PEMERINTAH DAERAH

(13)

Berdasarkan uraian permasalahan tersebut di atas, perlu dilakukan upaya komprehensif untuk mendorong tercapainya akses sanitasi aman di masyarakat melalui dukungan program

layanan lumpur tinja secara optimal. Upaya peningkatan perubahan perilaku di masyarakat berkontribusi pada pencapaian akses sanitasi layak dan menurunnya angka BABS:

Hal ini bisa dilakukan melalui pendekatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang terintegrasi dengan penyediaan LLT.

Berdasarkan pembelajaran di lapangan, USAID IUWASH PLUS mengembangkan instrumen pemicuan dan pengkajian partisipatif, serta pendekatan monitoring dan evaluasi partisipatif untuk STBM perkotaan.

Beberapa hal yang perlu didorong untuk proses edukasi diantaranya adalah penyadaran kepada masyarakat dan para penggerak sanitasi (sanitarian dan kader) akan pentingnya memiliki tangki septik kedap, termasuk mendorong perubahan perilaku masyarakat terkait pentingnya melakukan penyedotan lumpur tinja secara berkala dan memiliki sambungan ke layanan infrastruktur SPALD-T skala permukiman.

Upaya ini dilakukan secara kontinu mulai dari melakukan proses penyadaran melalui pemicuan dan pengkajian partisipatif, penyusunan rencana kerja masyarakat, sampai penguatan komitmen masyarakat menyediakan lahannya untuk pembangunan tangki septik kedap dan SPALD-T skala permukiman.

Pemerintah Kota Magelang juga mendorong adanya mekanisme pelibatan masyarakat dalam peningkatan akses dan kualitas layanan WASH untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di tingkat rumah tangga.

Berangkat dari adanya kendala penyediaan tangki septik di wilayah perkotaan dengan kondisi akses permukiman padat penduduk, USAID IUWASH PLUS mengembangkan opsi teknologi layanan sanitasi aman, yaitu tangki septik bersama yang dapat diterapkan untuk mengakomodir air limbah rumah tangga dengan kapasitas pengolahan antara 2 hingga 10 rumah (10 hingga 50 Jiwa).

STUDI KASUS #1 Kota Magelang

2015

akses sanitasi layak 87%

BABS

7%

2019

akses sanitasi layak 97%

BABS

2,82%

Pembelajaran Utama

Edukasi perubahan perilaku di tingkat rumah tangga untuk peningkatan akses sanitasi layak dan aman menjadi langkah awal dalam mendorong adanya kebutuhan (demand side) layanan lumpur tinja di masyarakat.

(14)

Kota Magelang memiliki populasi sebanyak 121.205 orang dengan tingkat kepadatan yang sangat tinggi, yaitu sebesar 5.519 orang per km2 (Badan Pusat Statistik (BPS), Kota Magelang Dalam Angka 2017). Berdasarkan data dari Strategi Sanitasi Kota (SSK) Kota Magelang untuk periode 2017-2022, 33.033 kepala keluarga (KK) dari total 41.817 KK di kota Magelang telah memiliki sambungan dengan SPALD-S atau SPALD-T. Sementara itu, sebanyak 7.131 KK hanya memiliki toilet tanpa tangki septik, dan sebanyak 1.653 KK masih melakukan praktik buang air besar sembarangan.

Dinas Perkim Kota Magelang bekerja sama dengan USAID IUWASH PLUS melalui program Komponen Keberlanjutan dan Inovasi Lokal (Local Sustainability and Innovation Component/LSIC) berupaya untuk mengatasi tantangan sanitasi ini. Upaya ini diawali dengan studi yang dilakukan pada 2017 untuk memberikan rekomendasi pemilihan tangki septik yang tepat guna dan bisa diaplikasikan di daerah padat penduduk dengan keterbatasan tempat dan kontur tanah yang miring. 

Hasil studi merekomendasikan SPALD Setempat (SPALD-S) skala komunal dengan kapasitas dua hingga sepuluh rumah tangga, sebagai solusi menyediakan tempat penampungan tinja yang kedap di lahan sempit. Hasilnya:

Per Agustus 2019

20

tangki septik selesai dibangun di 13 kelurahan.

Per Pertengahan 2019 Melalui dana APBD Provinsi Jawa Tengah, telah dibangun SPALD-S skala komunal untuk 63 rumah tangga lainnya.

Tahun 2020

Pembangunan SPALD-S untuk 36 rumah tangga melalui dana alokasi khusus dan APBD Perubahan Kota Magelang.

Pembelajaran Utama

Pemilihan opsi teknologi sanitasi aman yang tepat sesuai dengan kondisi geografis dan permukiman penduduk sangat penting dalam mendukung terwujudnya akses sanitasi aman di masyarakat.

Pembelajaran dari Kota Magelang, sempitnya lahan di permukiman padat menjadi salah satu penyebab warga sulit untuk memiliki toilet dengan tangki septik di rumahnya.

Warga di Kampung Bogeman Lor harus melewati puluhan anak tangga untuk menuju toilet umum

Foto : USAID IUWASH PLUS

(15)

Untuk mengatasi tantangan dari sisi opsi konstruksi dengan kondisi yang ada di berbagai daerah mulai dari ketersediaan lahan, air tanah, keterbatasan material, keterbatasan alat bantu, maupun keterbatasan tukang, maka USAID IUWASH PLUS mengembangkan alternatif konstruksi pembangunan tangki septik menggunakan Ferrocement.

Opsi teknologi ini merupakan pilihan konstruksi dengan tipe dinding tipis beton bertulang yang dibuat dari mortar semen diberi tulangan dengan kawat anyam/kawat jala (wiremesh) yang menerus dan dilapisi dengan kawat ayam yang rapat dengan ukuran kawat relatif kecil.

Kelebihan Ferrocement cocok untuk kondisi air tanah tinggi maupun dangkal. Konstruksinya dapat menjadi solusi untuk pembangunan tangki septik secara modular, sehingga pemasangannya dapat dirangkai saat di lapangan.

Selain itu materialnya hampir tersedia di seluruh daerah di Indonesia dan relatif mudah diaplikasikan oleh tukang saat proses konstruksi.

Modular Ferrocement Construction.

Foto : USAID IUWASH PLUS

(16)

STUDI KASUS #2 Kota Ternate

Warga Kelurahan Gambesi pada awal sebelum adanya pendampingan dari USAID IUWASH PLUS, sebagian besar warga Kelurahan Gambesi tidak memiliki toilet di rumah. Jika pun ada, toilet tersebut tidak dilengkapi dengan tangki septik. Membangun toilet dengan tangki septik konvensional dari pasangan batu dan buis beton sangat sulit diterapkan. Sedangkan, jika menggunakan bahan fiber/PVC/HDPE akan membutuhkan rangka beton bertulang sebagai penahan lantai dan dinding. Akibatnya, biaya pembangunan toilet dengan tangki septik untuk wilayah rawa jauh lebih mahal. Hal inilah yang membuat banyak warga Kelurahan Gambesi mengurungkan niat membangun toilet dengan tangki septik. Membuang air limbah dan tinja di pantai, rawa-rawa, atau menumpang di toilet tetangga sudah menjadi hal wajar bagi warga setempat.

Pada 2019, Dinas PUPR Kota Ternate bekerja sama dengan USAID IUWASH PLUS untuk mencari alternatif teknologi pembangunan tangki septik yang bisa diterapkan di wilayah rawa dan pesisir. USAID IUWASH PLUS saat itu memperkenalkan teknologi tangki septik ferrocement kepada Dinas PUPR, yang kemudian setuju untuk membangun sebuah unit percontohan di Kelurahan Gambesi. Pemkot Ternate berupaya mengembangkan tangki septik sejenis ferrocement yang bobotnya lebih ringan dan harganya lebih murah, agar masyarakat mau membuat tangki septik ini secara mandiri.

Proses pengerjaan tangki septik Ferrocement oleh para tukang yang sudah dilatih.

Foto : USAID IUWASH PLUS

(17)

Layanan air limbah domestik, yang termasuk didalamnya pelayanan lumpur tinja, merupakan layanan wajib pemerintah daerah bagi masyarakatnya.

Penyediaan akses aman melalui pelayanan SPALD-S merupakan pelayanan untuk setiap rumah di wilayah SPALD-S yang memiliki tangki septik dan lumpur tinjanya disedot sesuai dengan periode penyedotannya lalu diolah di IPLT. 

Pada tahun 2018, USAID IUWASH PLUS bersama dengan Bappenas telah menyusun dokumen Kerangka Nasional Pengembangan Pengelolaan Lumpur Tinjasebagai visi pengembangan pengelolaan layanan lumpur tinja di Indonesia. Dokumen ini tidak hanya memuat panduan implementasi FSM di Indonesia, tetapi merupakan peta jalan di tingkat nasional untuk mewujudkan target pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030.

Didalamnya memuat gambaran:

(1) Visi dan strategi kebijakan (2) Prinsip

(3) Pembagian tugas antar stakeholders terkait

(3) Ladder untuk implementasi FSM, deskripsi inovasi pembangunan yang telah menganalisis aspek kekuatan dan kelemahan untuk pengembangan layanan lumpur tinja di Indonesia

(4) Serta menjadi bagian dari substansi yang dimuat dalam RPJMN 2020-2024.

Lahirnya Kerangka Nasional FSM, telah memberikan pembelajaran pentingnya mengembangkan kerangka regulasi daerah sebagai upaya untuk mendorong dan mewajibkan penggunaan unit setempat dan serta pemanfaatan penyedia layanan.

Hal ini termasuk adanya peta jalan pengembangan SPALD di daerah sebagai faktor kunci menyiapkan perencanaan dan penganggaran, termasuk didalamnya mengidentifikasi sumber pendanaan potensial dari lokasi APBD.

Pembelajaran Utama

Dukungan komitmen pemerintah daerah dan pemandatan melalui dukungan regulasi daerah menjadi faktor penentu implementasi LLT di daerah.

Pembelajaran Utama

Kejelasan bentuk kelembagaan operator ALD dan perannya akan mendorong peningkatan kinerja layanan ALD di daerah, termasuk adanya dukungan peningkatan kapasitas bagi pemerintah daerah dan operator ALD dalam penyiapan aspek-aspek teknis untuk penguatan kelembagaan LLT di daerah.

Pembelajaran Utama

Untuk mendorong pemenuhan layanan dasar tersebut, dukungan kerangka regulasi pengelolaan layanan lumpur tinja menjadi elemen utama untuk memastikan tercapainya akses sanitasi aman bagi masyarakat.

(18)

STUDI KASUS #3 Kabupaten Deli Serdang

Komitmen pemerintah daerah menjadi contoh upaya advokasi yang dilakukan oleh USAID IUWASH PLUS untuk mendorong adanya LLT bagi masyarakat di Kabupaten Deli Serdang. Pada awalnya kondisi sarana dan parasarana pengelolaan limbah domestik di Kabupaten Deli Serdang masih jauh dari memadai. Sebelum tahun 2016, hanya 1 truk tinja yang dimiliki. Selain itu ditemukan adanya kerusakan lantai pada satu bak penampungan awal pada IPLT, serta UPT khusus untuk pengelolaan limbah domestik pun belum terbentuk pada saat itu (fungsi regulator dan operator masih bergabung di bawah suatu seksi di dalam Dinas PKP).

Kondisi tersebut mengakibatkan nilai Indeks Sanitasi Kabupaten Deli Serdang di awal pendampingan USAID IUWASH PLUS tahun 2016 memperoleh skor rendah 23,5 (dari skala 100), dan menempatkan Kabupaten Deli Serdang pada posisi terbawah di antara lima kabupaten/kota dampingan USAID IUWASH PLUS di Sumatra Utara.

2017

2018

Agustus 2019

USAID IUWASH PLUS mempresentasikan hasil pengukuran Indeks Sanitasi kepada Sekretaris Daerah, Bappeda, dan Dinas PKP sekaligus mengadvokasi Pemda untuk menindaklanjuti hasil indeks tersebut.

Dinas PKP dan organisasi pemerintah daerah terkait yang tergabung dalam Pokja AMPL membuat rencana kerja untuk meningkatkan kinerja pengelolaan air limbah domestik.

Pokja AMPL membahas program kerja tersebut dalam Musrenbang Kabupaten.

Perhatian Pemkab Deli Serdang terhadap layanan dan infrastruktur melambung tinggi. Bupati Deli Serdang membentuk UPTD PALD melalui Perbup No. 18 tahun 2018 tentang Pembentukan UPTD PALD pada Dinas PKP. Operasi UPTD ini kemudian diatur secara lebih merinci di dalam Perbup No. 19 tahun 2019 tentang Layanan Lumpur Tinja.

Pembentukan UPTD PALD berujung pada meningkatnya anggaran daerah bagi pengelolaan limbah domestik, dan pelaksanaan Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT) di Deli Serdang.

UPTD PALD meluncurkan LLTT pertama di Sumatra Utara untuk mendorong para pelanggan sedot tinja agar tangki septiknya disedot secara rutin.

Layanan ini meningkatkan volume lumpur tinja yang diolah oleh IPLT setempat.

(19)

2016

23.5

2019

60.5

USAID IUWASH PLUS juga mendampingi UPTD PALD Kabupaten Deli Serdang dengan memfasilitasi berbagai pelatihan dalam:

Memperkenalkan Management Information System (MIS) untuk pengelolaan data pelanggan.

Membantu menyusun dan menyempurnakan berbagai POS, baik yang administratif maupun teknis.

Membantu kegiatan promosi sanitasi aman kepada masyarakat.

Jika dibandingkan dengan anggaran tahun 2016, pengeluaran APBD tahun 2020 bagi sanitasi meningkat dua kali lipat dari 8,4 miliar menjadi 16,8 miliar.

Selain itu, agar semua capaian dan LLTT tersebut diketahui masyarakat, UPTD PALD bermitra dengan radio Deli Serdang Berseri (DSB) milik Diskominfo sejak Maret 2020. Pemkab Kabupaten Deli Serdang juga baru selesai membangun satu IPLT baru di Tungkusan dengan menggunakan dana APBN 2020. IPLT bersistem mekanis ini punya kapasitas lebih besar, yakni 50 m3/hari dari sebelumnya 15 m3/hari.

Berkat semua upaya tersebut, skor Indeks Sanitasi Kabupaten Deli Serdang melonjak hampir tiga kali lipat.

Adanya peningkatan nilai indeks tersebut menunjukkan komitmen nyata pemerintah daerah dalam mendukung optimalisasi LLT bagi masyarakatnya.

(20)

Berdasarkan pembelajaran di lapangan, USAID IUWASH PLUS mengembangkan 4 kriteria minimum yang harus dipersiapkan oleh daerah untuk dapat mengimplementasikan pengelolaan layanan lumpur tinja dengan baik.

Status Implementasi LLTT/LLTTT di Wilayah Kerja USAID IUWASH PLUS (Juni 2020)

Perkenalan

Update Juni 2020

*) 13 lokasi sudah di launch Proses Implementasi - Minimum harus memiliki kriteria

a) Memiliki Operator b) Regulasi (Tarif dan ALD) c) Memiliki Database Pelanggan d) Memiliki IPLT

Persiapan

Inisiasi

Implementasi

1. Kab. Karawang (a, b, c) 2. Kab. Magelang (a, b, c, d) 3. Kab. Barru (a, b, c) 4. Kab. Bulukumba (a, b, c) 5. Kab. Malteng (a, b, c) 6. Kab. Malang (a, b, c) 7. Kab. Wonosobo (a, b, c) 8. Kab. Sragen (a, b, c) (3-4 kriteria belum terpenuhi)

1. Kota Jayapura (b, c) 2. Kota Tb Tinggi (c, d) 3. Kota Pematangsiantar

(a, c) (2 kriteria belum terpenuhi)

1. Kota Magelang (c) 2. Kab. Bantaeng (c) 3. Kota Probolinggo (c) 4. Kab. Probolinggo (c) 5. Kab. Sukoharjo (c) 6. Kab. Bogor (c) 7. Kota Sibolga (1 kriteria belum terpenuhi)

1. Kota Surakarta*) 2. Kota Makassar*) 3. Kota Bekasi*) 4. DKI Jakarta*) 5. Kab. Sidoarjo *) 6. Kota Malang *) 7. Kab. Lumajang *) 8. Kab. Gresik *) 9. Kota Bogor *) 10. Kab. Tangerang *) 11. Kota Depok *) 12. Kab. Deli Serdang *) 13. Kota Salatiga *) 14. Kab. Jayapura *) 15. Kota Ternate *) 16. Kota Medan *) (semua kriteria telah terpenuhi)

1

2

3

4

(21)

Untuk mencapai pengelolaan layanan lumpur tinja secara berkelanjutan, Pemerintah Daerah bisa memulai dengan mengimplementasikan konsep Layanan Lumpur Tinja Tidak Terjadwal (LLTTT) sebagai proses awal untuk penyiapan sarana dan prasarana pendukung. Ini merupakan tahapan untuk menuju Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT) sebagai layanan publik yang wajib dipenuhi oleh Pemda untuk SPM Bidang Pekerjaan Umum dan Permukiman Perkotaan.

Konsep LLTTT memiliki sifat tidak adanya regulasi yang mewajibkan pelaksanaannya dan dibuat berdasarkan inisiatif pelanggan (waktunya disesuaikan dengan kebutuhan pengguna tangki septik). Layanan lumpur tinja terjadwal (LLTT) adalah layanan penyedotan lumpur tinja dari tangki-tangki septik yang dilakukan secara berkala sebagaimana diwajibkan pemerintah setempat. Dalam LLTT, penyedotan dilakukan secara berkala sesuai periode penyedotan (desludging period) yang ditentukan. Disebut terjadwal, karena penyedotan tangki septik dilakukan sesuai penjadwalan yang ditentukan.

Penyedotan tangki septik dilakukan bukan berdasarkan permintaan dari pelanggan, namun berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan bersama.

Sebelum tahun 2014, tangki septik rumah tangga baru disedot kalau sudah penuh atau mampat. Kondisi ini berubah saat Pemerintah Kota Surakarta mewajibkan warganya melakukan penyedotan tangki septik sesuai Peraturan Wali Kota No 16-A Tahun 2014 tentang Pengelolaan Lumpur Tinja melalui Perumda Air Minum Surakarta.

Pada saat memulai layanan tersebut di 2014, Perumda Air Minum Surakarta hanya mempunyai armada satu truk tinja yang melayani seluruh pelanggan. Kondisi ini tentu saja tidak berjalan optimal, hingga kemudian melalui pendampingan USAID IUWASH (program sebelum USAID IUWASH PLUS) dan IUWASH PLUS dilakukan upaya mendorong kemitraan penyediaan truk tinja dengan pihak swasta. 

Penggalakan kerja sama antara Perumda Air Minum Surakarta dan pengusaha sedot tinja meningkatkan jumlah rumah yang bisa disedot per harinya, yakni dari rata-rata 228 rumah per bulan pada tahun 2018 menjadi 1.795 rumah pada bulan April 2021. 

Melalui pendampingan USAID IUWASH PLUS dalam implementasi LLTT di Kota Surakarta terutama dalam merumuskan formula tarif layanan ALD telah mampu menghasilkan nilai FCR sebesar 116,17% berdasarkan audit BPKP di tahun 2019.

STUDI KASUS #4 Kota Surakarta

Pembelajaran Utama

Kemitraan dengan swasta penyedia layanan sedot tinja mampu meningkatkan layanan secara signifikan, menyiasati keterbatasan sumber daya operator penyelenggara air limbah domestik.

(22)

STUDI KASUS #5 Kabupaten Gresik

Kabupaten Gresik memiliki pengalaman yang menarik dari upayanya mengelola lumpur tinja. Pada tahun 2014, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gresik mendapat bantuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk membangun Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) konvensional dengan debit influen eksisting adalah 5,76 m3/hari dengan kapasitas desain 45 m3/hari. Kondisi ini mengakibatkan IPLT masih memiliki idle capacity yang cukup besar yaitu sebesar 39,24 m3/hari. Meski pembangunan fisik IPLT tersebut selesai pada akhir 2014, belum ada lembaga yang  bertanggung jawab langsung dalam pengelolaan operasionalnya.

Menyadari situasi ini, pada awal 2015 Pemkab Gresik akhirnya membentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengelolaan Limbah Cair Domestik (PLCD) yang bernaung di bawah Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Gresik. Sesuai namanya, UPT PLCD dibentuk untuk melaksanakan kegiatan teknis operasional pengelolaan air limbah domestik, termasuk di dalamnya adalah pemanfaatan IPLT dan pengawasan pengelolaan IPAL Komunal.

2017

November 2019

Pembelajaran Utama

Pengelolaan lumpur tinja tidak mampu berjalan tanpa lembaga yang kuat untuk menjalankannya.

USAID IUWASH PLUS masuk di Kabupaten Gresik. Salah satu yang menjadi prioritas pendampingan adalah mendukung pengoperasian IPLT dan penguatan kelembagaan melalui pelatihan pembuatan SOP.

Pelaksanaan advokasi kebijakan dan pendampingan proses pembuatannya.

Kebijakan tersebut berhasil disahkan pada tahun 2018, yaitu Perda No. 9/2018 tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik (menggantikan Perda No. 8/2015) dan Perda No. 13/2018 tentang Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Limbah Kakus. Kebijakan tersebut membuka pintu UPT PLCD untuk melakukan pelayanan penyedotan lumpur tinja di Kabupaten Gresik.

USAID IUWASH PLUS turut mendampingi UPT PLCD untuk meluncurkan Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT). Dengan demikian, pemanfaatan IPLT di Kabupaten Gresik pun bisa lebih banyak dilakukan.

(23)

Guna meningkatkan kapasitas SDM, USAID IUWASH PLUS telah memberi pelatihan kepada staf UPT PLCD tentang survei sanitasi untuk mengumpulkan data potensi pelanggan menggunakan aplikasi berbasis Android. Aplikasi ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh UPT PLCD agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Gresik untuk berbagai layanan terkait penyedotan lumpur tinja.

Aplikasi ini dikenal dengan Go Ploong. Selain itu, ada juga pelatihan mengenai teknik pemasaran ke masyarakat. 

Di awal perjalanannya, UPT PLCD Gresik berupaya mendata sekitar 80 IPAL Komunal yang dibangun sejak 2012 sampai 2015 oleh Dinas PUTR Kabupaten Gresik. Pemanfaatan IPAL Komunal waktu itu belum optimal karena masih sedikit rumah tangga yang menjadi pelanggan, bahkan belum ada kesepakatan warga untuk iuran pemeliharaan. Tidak sedikit pula warga yang membuang benda padat ke saluran air limbah, sehingga ada IPAL yang mengalami penyumbatan.

Maka, selain memelihara IPAL Komunal, KPP idealnya bisa melakukan promosi sanitasi yang tepat untuk menjaring pelanggan dan sekaligus mengedukasi masyarakat untuk menjaga fasilitas bersama. 

Pembelajaran Utama

Pembangunan SPALD-T skala permukiman tidak cukup selesai setelah infrastrukturnya terbangun, tetapi juga harus disertai dengan upaya kontinu mendorong peningkatan kapasitas masyarakat pengelolanya. Salah satunya, bagi tukang dan pelaku usaha sanitasi dalam memastikan tangki septik yang dibangun sesuai standar dan memiliki pengolahan lanjutan.

Pembelajaran Utama

Kegiatan penguatan kapasitas baik teknis maupun adminisitrasi kelembagaan menjadi kunci keberhasilan untuk mendorong optimalisasi pemanfaatan SPALD-T skala permukiman di masyarakat.

(24)

Pada tahun 2017, USAID IUWASH PLUS mendampingi UPT PLCD Gresik dalam melatih KPP terkait operasional dan pemeliharaan, administrasi, serta keuangan. KPP juga didampingi agar bisa membuat dan mengajukan proposal program Corporate Social Responsibility (CSR) ke perusahaan untuk mendukung pembiayaan penambahan SR. Pelatihan promosi kesehatan untuk KPP juga dilakukan atas kerja sama UPT PLCD, Dinas Kesehatan, dan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten Gresik, dan USAID IUWASH PLUS.

Selain itu, USAID IUWASH PLUS juga mendukung program penghargaan untuk KPP yang diselenggarakan oleh UPT PLCD Gresik. Hasil penguatan kapasitas teknis tersebut telah menghasilkan banyaknya KPP yang telah didampingi termasuk ke dalam kategori KPP Mandiri dan mampu untuk mengelola IPAL komunal secara optimal.

Pendampingan KPP di Kabupaten Gresik untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan IPAL Komunal.

Foto: USAID IUWASH PLUS

(25)

JALAN KE DEPAN: MENUJU SANITASI AMAN DAN BERKELANJUTAN MELALUI PERLUASAN

PENGELOLAAN LAYANAN LUMPUR TINJA

(26)

Aspek Pendukung Perluasan Pengelolaan Layanan Lumpur Tinja di Indonesia

Aspek Pendukung Perluasan Pengelolaan Layanan Lumpur Tinja

untuk Mendukung Sistem Layanan Sanitasi

Berkelanjutan Pemandatan

untuk Layanan Lumpur Tinja (Aspek Regulasi)

Kelembagaan

Peningkatan Kesadaran Masyarakat (Perubahan Perilaku)

Sarana dan Prasarana

Skema Layanan

(Opsi Layanan Sesuai Kebutuhan)

Pembiayaan

(27)

I. Pemandatan untuk Layanan Lumpur Tinja (Aspek Regulasi)

Pemerintah kabupaten/kota harus memenuhi kewajibannya untuk menyediakan layanan lumpur tinja (FSM) dan termanfaatkan oleh seluruh unit setempat di Indonesia. Oleh karenanya Pemerintah Kabupaten/Kota perlu mewajibkan dan memastikan seluruh pemilik gedung atau permukiman pengguna unit setempat untuk memanfaatkan layanan FSM yang tersedia.

Layanan lumpur tinja hanya dapat tercapai dengan adanya beberapa kewajiban yang diberlakukan ke pengguna unit setempat dan penyedia layanan.

Beberapa ketentuan harus diberlakukan melalui peraturan daerah atau peraturan bupati/walikota untuk mewajibkan hal-hal berikut:

Menggunakan unit setempat yang sesuai ketentuan

Mendaftarkan (registrasi) unit setempatnya ke pihak yang ditunjuk walikota/bupati

Melakukan penyedotan unit setempat secara berkala dan terjadwal Membayar tarif layanan.

a) b)

c) d)

Penyedia layanan penyedotan diwajibkan untuk:

Membayar tarif layanan pengolahan

Rp

Penyedia layanan pengolahan diwajibkan untuk:

Mengolah lumpur tinja sampai memenuhi baku mutu efluen dan lumpur olahan

Menggunakan truk tinja yang sesuai ketentuan

Memiliki izin operasi

Menerapkan prosedur operasi standar (POS)

Memantau pengangkutan lumpur tinja

Membuang lumpur tinjanya di instalasi pengolahan yang ditentukan

f) a)

b)

c)

d) e)

a)

Melakukan pengelolaan dan pemantauan dampak lingkungan

b)

Melaporkan kinerja pengolahan dan pengelolaan lingkungan ke lembaga yang ditentukan

c)

(28)

Peraturan harus disertai dengan ancaman sanksi bagi pihak-pihak yang melanggar ketentuan tersebut, baik pihak pengguna unit setempat maupun pihak penyedia layanan.

Kewajiban penyedotan berkala dan terjadwal perlu diterapkan untuk menciptakan keteraturan layanan lumpur tinja di suatu kabupaten/kota.

Kewajiban penyedotan berkala dan terjadwal tidak hanya ditujukan untuk menjaga keberfungsian unit setempat di dalam wilayah kabupaten dan kota, namun kewajiban tersebut perlu diberlakukan untuk mendorong terciptanya keteraturan pola dan konsistensi operasi layanan lumpur tinja di tiap kabupaten/kota.

Jumlah lumpur tinja dan frekuensi pengangkutannya serta kebutuhan kapasitas sarana pengolahan lumpur tinja dapat diperkirakan dengan lebih baik. Dengan adanya kewajiban ini, layanan penyedotan dapat berkembang dengan baik dan dapat memberikan pemasukan keuangan yang cukup untuk mengoperasikan keseluruhan layanan lumpur tinja di tiap kabupaten/kota.

Pemerintah kabupaten/kota perlu mengawasi penggunaan unit setempat untuk menilai kondisi dan keberfungsian unit setempat serta tingkat kepatuhannya terhadap ketentuan penggunaannya, termasuk terhadap kewajiban penyedotan berkala. Pengawasan juga dilakukan untuk mengetahui kepemilikan Tanda Registrasi dari tiap unit setempat.

Pengawasan dilakukan dengan melibatkan instansi pemkab/kota yang bertanggungjawab terhadap urusan pengendalian bangunan selain kantor kecamatan dan kantor kelurahan.

Pemerintah kabupaten/kota perlu menerapkan berbagai pendekatan non-teknis untuk meningkatkan kepatuhan para pengguna unit setempat. Pengguna unit setempat diwajibkan untuk menggunakan unit setempat yang benar, meregistrasi unit setempatnya, melakukan penyedotan secara berkala dan membayar tarif layanan penyedotan.

Kepatuhan mereka terhadap kewajiban tersebut akan ditingkatkan dan dijaga oleh pemkab/kota melalui beberapa pendekatan non-teknis, seperti pendekatan perizinan, pendekatan pengendalian bangunan dan pendekatan perpajakan. Sebelum hal ini dapat berlaku, pemkab/kota perlu menyempurnakan peraturan-peraturan yang terkait dengan pendekatan-pendekatan tersebut. 

(29)

II. Skema Layanan (Opsi Layanan Sesuai Kebutuhan)

Pemerintah kabupaten/kota perlu memiliki Skema Layanan ALD untuk seluruh wilayahnya. Skema layanan ALD menunjukkan zona-zona layanan lumpur tinja dalam skema SPALD-S dan layanan SPALD Terpusat (SPALD-T) yang ingin dijalankan untuk seluruh wilayah kabupaten/kota. Skema ini dibuat sebagai acuan formal bagi pengembangan dan penyelenggaraan kesatuan sistem layanan ALD.

Layanan FSM perlu dijadikan sebagai bagian dari layanan permukiman tergabung (bundled services) bersama dengan layanan air minum dan layanan persampahan. Untuk mewujudkan hal tersebut, adanya regulasi di tingkat kabupaten/kota harus diberlakukan untuk memungkinkan adanya keintegrasian layanan permukiman ini, termasuk integrasi fungsi regulator di satu lembaga.

Pemerintah kabupaten/kota perlu memastikan akan tersedianya layanan-layanan lengkap di wilayahnya terdiri dari:

Layanan penyedotan sesuai permintaan yang disediakan ke bangunan gedung pengguna unit setempat yang membutuhkan jasa penyedotan lumpur tinjanya sesuai kebutuhannya (on-demand desludging) atau Program Layanan Lumpur Tinja Tidak Terjadwal (LLTTT).

1.

Layanan penyedotan wajib terjadwal; yang diberikan ke tiap gedung pengguna unit setempat akibat diwajibkannya penyedotan lumpur tinjanya secara berkala (scheduled desludging) oleh pemkab/kota atau Program Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT).

2.

Layanan pengolahan lumpur tinja yang diberikan kepada pihak penyedia layanan penyedotan, terutama penyedia layanan non-pemkab/kota (termasuk lembaga provinsi dan pihak swasta) untuk mengolah lumpur tinja agar mencapai kualitas yang disyaratkan.

3.

Melakukan pendataan pelanggan penyedotan lumpur tinja untuk diintegrasikan sebagai basis data tunggal pelanggan dari berbagai layanan permukiman dan mengacu pada sistem penomoran identifikasi bidang bangunan.

4.

(30)

III. Kelembagaan

Kabupaten/kota perlu memiliki kerangka kelembagaan yang memenuhi lingkup fungsi-fungsi yang dibutuhkan untuk mendukung pengembangan dan penyelenggaraan layanan lumpur tinja. Kelembagaan di tiap kabupaten/kota harus disiapkan dengan lengkap dan efisien agar layanan lumpur tinja dapat berjalan secara berkelanjutan.

Fungsi-fungsi yang harus ada dalam kerangka kelembagaan layanan lumpur tinja adalah:

Staf pelaksana yang mengelola tiap fungsi layanan lumpur tinja perlu memenuhi standar kompetensi kerja sesuai penugasannya masing-masing.

Pelaksanaan tugas pengaturan, penyediaan infrastruktur, pelaksanaan operasi dan pengawasan membutuhkan personil-personil kompeten yang dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat kompetensi yang sesuai dengan jenis dan tingkatan kerjanya masing-masing.

Standar kompetensi kerja perlu disusun dan diformalkan untuk tiap jabatan kerja sebelum program sertifikasi dapat diselenggarakan. 

Fungsi penentu kebijakan (policy making) a)

Fungsi pengaturan layanan (regulating) b)

Fungsi penyediaan layanan (service providing) c)

Fungsi pengadaan sarana-prasarana d)

Fungsi penindakan pelanggaran (enforcement) f)

Fungsi penagihan dan penerimaan tarif layanan g)

Fungsi pemantauan dan evaluasi kinerja layanan h)

Fungsi pengawasan dampak lingkungan i)

Fungsi pengawasan kepatuhan (coercion and enforcement) e)

Rp

(31)

Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk penguatan kelembagaan layanan lumpur tinja:

Walikota/Bupati perlu membentuk atau menunjuk suatu lembaga untuk menjalankan fungsi pengaturan layanan FSM. Lembaga regulator dibentuk oleh bupati/walikota untuk mengendalikan dan mengawasi penyelenggaraan layanan FSM di tiap kabupaten/kota.

Keberadaan lembaga regulator menunjukkan bahwa pemkab/kota tetap memegang kendali dan tanggung jawab terhadap penyelenggaraan layanan di dalam wilayahnya.

Lembaga regulator tidak dapat dibebani fungsi penyediaan layanan dan fungsi pengadaan sarana-prasarana.

1. Penyedia layanan lumpur tinja harus memiliki

kemandirian dalam mengatur organisasi dan keuangannya. Pihak penyedia layanan harus dapat mengatur struktur organisasi dan jumlah personilnya agar mampu mengoptimalkan kinerjanya sesuai jenis dan skala layanannya. Kemandiran keuangan operasional harus dimiliki agar penyedia layanan dapat responsif terhadap kebutuhan untuk membiayai perbaikan sarana-prasarana yang rusak.

4.

Evaluasi layanan FSM perlu dilakukan terhadap aspek kinerja layanan dan aspek pengendalian dampak lingkungan. Pemkab/kota perlu memberikan kewenangan ke lembaga regulator untuk melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kinerja para penyedia layanan. Hasil evaluasi akan menunjukkan tingkat kesesuaian dan pencapaian implementasi layanan FSM terhadap rencana dan target layanannya, baik untuk tiap penyedia layanan maupun untuk keseluruhan kabupaten/kota. Pemantauan juga perlu dilakukan oleh instansi lingkungan hidup untuk menilai tingkat pengendalian dampak lingkungan dari tiap jenis layanan.

Memastikan pihak-pihak yang akan menyediakan 5.

seluruh layanan lumpur tinja di wilayahnya termasuk menugaskan pihak di luar pemerintah kabupaten/kota yaitu lembaga provinsi, BUMD, pihak swasta, atau kelompok masyarakat.

2.

Mekanisme perizinan harus diberlakukan untuk seluruh pihak penyedia layanan. Pihak penyedia layanan penyedotan dan layanan pengolahan harus memiliki izin operasi yang diterbitkan lembaga regulator.

Setiap izin operasi menyebutkan jenis dan wilayah layanan yang dapat dilayani oleh pemegang izin, selain juga ketentuan-ketentuan operasional yang harus dipenuhinya.

Pelanggaran terhadap ketentuan operasi ini dapat berakibat dicabutnya ijin operasi oleh lembaga regulator.

3.

(32)

IV. Sarana dan Prasarana

Semua sarana-prasarana layanan lumpur tinja harus memenuhi seluruh persyaratan. Selain terhadap standar spesifikasinya, kendaraan penyedotan lumpur tinja maupun sarana pengolahan lumpur tinja harus memenuhi persyaratan-persyaratan administratif, kinerja, estetika, keselamatan kerja dan lingkungan.

Sarana pengolahan lumpur tinja perlu menggunakan rangkaian pengolahan yang mampu menghasilkan efluen sesuai baku mutunya dan lumpur olahan sesuai rencana pemanfaatannya. Jumlah dan kapasitas sarana-prasarana harus mampu menangani seluruh lumpur tinja sesuai skema layanan yang ditentukan di tiap kabupaten/kota.

Layanan lumpur tinja perlu mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Sistem Informasi Manajemen (Management Information System atau MIS) harus digunakan oleh penyedia layanan untuk menjamin konsistensi keteraturan proses pengelolaan pelanggan, manajemen administrasi, pengelolaan tagihan dan manajemen keuangan.

Penggunaan aplikasi smartphone ditujukan untuk kepentingan pemesanan layanan penyedotan dan penugasan armada penyedotan.

Teknologi remote tracking digunakan untuk memantau posisi pasti dari armada penyedotan.

(33)

V. Pembiayaan

Layanan lumpur tinja terselenggara dengan pembiayaan mandiri, sehingga menuntut pemerintah kabupaten/kota untuk mengembangkan layanan lumpur tinja tanpa selalu mengandalkan pembiayaan dari pemerintah pusat. Pengembangan layanan lumpur dilakukan semaksimal mungkin menggunakan anggaran pemerintah kabupaten/kota dan modal dari pihak-pihak penyedia layanan.

Di sisi pengoperasian, Pemerintah kabupaten/kota atau penyedia layanan perlu mengenakan tarif layanan yang cukup untuk mendanai operasi layanan FSM. Tarif layanan FSM harus dihitung sesuai prinsip Operational Cost Recovery atau OCR agar seluruh biaya operasi dapat ditutup dari pemasukan pelanggan, baik itu pelanggan layanan penyedotan maupun pelanggan layanan pengolahan. Walau demikian, penetapan tarif tetap perlu mempertimbangkan adanya subsidi silang untuk membantu pembiayaan layanan bagi kelompok pelanggan berpenghasilan rendah.

Pemerintah kabupaten/kota perlu mengoptimalkan penggunaan dana dari sumber-sumber alternatif. Oleh karenanya pemerintah kabupaten/kota perlu mengakses pendanaan perbankan, badan usaha atau lembaga keuangan lainnya untuk mendanai pembangunan sarana-prasarana layanan lumpur tinja. Penggunaan dana tersebut dibatasi hanya untuk investasi dari sarana-prasarana yang sulit untuk disediakan pihak penyedia layanan non-pemerintah kabupaten/kota, misalnya untuk sarana dan prasarana pengolahan lumpur tinja.

Tanki septik

pelanggan Pengolahan

lumpur tinja Penyedotan tangki

septik (berkala

& terjadwal

Pengangkutan

lumpur tinja Pembuangan

lumpur tinja

(34)

VI. Peningkatan Peran Aktif Masyarakat (Perubahan Perilaku)

Pembangunan sanitasi di Indonesia perlu didorong melalui edukasi untuk perubahan perilaku sanitasi dan higiene melalui metode pemicuan dan monev partisipatif di masyarakat agar penyediaan layanan lumpur tinja dapat diakses secara optimal. Masyarakat di tiap kabupaten dan kota akan disiapkan untuk menerima dan mendukung layanan FSM di wilayahnya masing-masing, yaitu dengan:

Penyelenggaraan kampanye untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang latar belakang, manfaat, dan keberadaan layanan ALD (termasuk layanan lumpur tinja).

1. Sosialisasi dari kewajiban dan ketentuan untuk para pengguna

unit setempat sebagaimana disebutkan dalam peraturan yang berlaku di tiap kabupaten/kota, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan paksaan kepatuhan.

2.

Perbaikan profil layanan lumpur tinja, khususnya menyangkut penggunaan armada dengan penampilan yang lebih baik, pemberian layanan penyedotan sesuai prosedur standar, penggunaan instalasi pengolahan yang bersih dan tidak berbau, dan prosedur berlangganan yang lebih mudah.

3. Pemberian keringanan dan kemudahan pembayaran layanan

penyedotan, khususnya di awal pelaksanaan layanan penyedotan wajb dan terjadwal, baik menyangkut besaran tarif maupun tata cara pembayaran layanan.

4.

(35)

CERITA SUKSES

(36)

Kondisi tempat tinggal Bapak dan Ibu Slamet di Kampung Bogeman Lor, Kelurahan Panjang, Kota Magelang

Cerita Sukses Kota Magelang

Tangki Septik Bersama Kota Magelang Kebiasaan Buang Air Sembarangan akibat Ketiadaan Fasilitas Sanitasi

Di usianya yang sudah lanjut, Slamet harus mendaki dan berjalan jauh untuk sampai ke toilet umum saat dia ingin buang air kecil atau besar.

Namun begitu melihat ada antrean, dia cenderung memilih untuk mencari tempat lain seperti selokan dan anak sungai.

“Tetangga sekitar saya juga sama, tidak punya toilet. Kalau lagi malas atau malam-malam, ya paling menunggu jalanan sepi untuk BAB di selokan,” kata Slamet menceritakan praktik yang sudah biasa terjadi di lingkungan tempat tinggalnya di Kampung Bogeman Lor, Kelurahan Panjang, Kota Magelang.

Pengalaman Slamet tersebut merupakan satu dari banyak cerita yang kerap didengar oleh Handini Rahayu, Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) Kota Magelang.

“Banyak masyarakat mengaku merasa lebih nyaman bila melakukan buang air besar di sungai maupun di selokan. Keluarga yang mempunyai jamban juga tidak bisa menjamin apakah jamban mereka sehat atau tidak,” ungkap Handini tentang masalah yang menjadi perhatiannya. Jamban sehat yang dimaksud Handini adalah jamban leher angsa yang tersambung dengan tempat penampungan tinja kedap yang dapat berupa tangki septik individu atau Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Setempat (SPALDS) atau Terpusat (SPALDT).

Foto : USAID IUWASH PLUS

(37)

Berdasar data dari Strategi Sanitasi Kota (SSK) Kota Magelang untuk periode 2017–2022, 33.033 kepala keluarga (KK) dari total 41.817 KK di kota Magelang telah tersambung dengan SPALDS atau SPALDT (Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Terpusat). Sementara itu, sebanyak 7.131 KK hanya memiliki toilet tanpa tangki septik, dan sebanyak 1.653 KK masih melakukan praktik buang air besar sembarangan.

Menurut Kepala Bidang Ekonomi Prasarana Wilayah di Bappeda Kota Magelang, Iwan Triteny Setyadi, sempitnya lahan di permukiman padat menjadi salah satu penyebab warga sulit untuk memiliki toilet dengan tangki septik di rumahnya. Kota Magelang memiliki populasi sebanyak 121.205 orang dengan tingkat kepadatan yang sangat tinggi, yaitu sebesar 5.519 orang per km2 (Badan Pusat Statistik/BPS, Kota Magelang Dalam Angka 2017).

“Masyarakat yang ingin membangun tangki septik individu juga mengalami kesulitan karena air tanah tinggi,” ujar Iwan. Menurutnya, SPALDT skala permukiman yang memuat 50–60 rumah tangga juga tidak dapat dibangun karena penyediaan lahan yang sulit dan topografi beragam yang cenderung naik dan turun.

Banyak warga yang memilih BABS di parit maupun sungai terdekat karena

tidak mempunyai toilet di rumah Warga di Kampung Bogeman Lor

harus melewati puluhan anak tangga untuk menuju toilet umum

Foto : USAID IUWASH PLUS Foto : USAID IUWASH PLUS

(38)

Membangun Fasilitas Sanitasi untuk Pemanfaatan Bersama

Dinas Perkim Kota Magelang bekerja sama dengan USAID IUWASH PLUS melalui program Komponen Keberlanjutan dan Inovasi Lokal (Local Sustainability and Innovation Component/LSIC) untuk mengatasi tantangan sanitasi tersebut. Upaya ini diawali dengan studi yang dilakukan pada 2017 untuk memberikan rekomendasi pemilihan tangki septik yang tepat guna dan bisa diaplikasikan di daerah padat penduduk dengan keterbatasan tempat dan kontur tanah yang miring.

Hasil studi merekomendasikan SPALDS skala komunal dengan kapasitas dua hingga sepuluh rumah tangga atau yang juga dikenal dengan tangki septik bersama, sebagai solusi menyediakan tempat penampungan tinja yang kedap di lahan sempit.

“Teknologi ini cocok untuk lokasi yang terbatas. Implementasinya juga fleksibel, mengikuti pola jalan dan posisi rumah yang dilayani,” tutur Handini. Pengoperasian dan pemeliharaan SPALDS ini lebih sederhana dibanding SPALDT Skala Permukiman karena setiap fasilitas hanya melayani beberapa rumah, sehingga lebih sedikit orang yang terlibat.

Dari Maret hingga Juli 2018, Dinas Perkim Kota Magelang dan USAID IUWASH PLUS memetakan lokasi sasaran pembangunan SPALDS skala komunal kapasitas dua hingga sepuluh rumah. Beberapa kriteria digunakan sebagai acuan, yaitu wilayah padat penduduk dengan masyarakat berpenghasilan rendah, berkomitmen menyediakan lahan, dan bersedia memelihara fasilitas bersama.

Dari identifikasi ini, 13 kelurahan dipilih untuk menjadi lokasi pembangunan SPALDS skala komunal yang biayanya berasal dari USAID IUWASH PLUS. Dari 13 kelurahan ini, Dinas Perkim dan USAID IUWASH PLUS memilih Kelurahan Gelangan dan Tidar Utara sebagai lokasi percontohan pembangunan SPALDS skala komunal, dan membangun dua unit pada selama Agustus 2018 hingga Februari 2019.

Sebagai Kepala Dinas Perkim Kota Magelang, Handini Rahayu ingin semua warga mempunyai akses sanitasi layak dan aman.

Foto : USAID IUWASH PLUS

(39)

Handini tidak bisa menutupi kegembiraannya saat 20 SPALDS skala komunal selesai dibangun di 13 kelurahan dengan total 155 sambungan rumah (SR). Slamet yang pernah ia temui pun menjadi salah satu dari 155 keluarga yang merasakan manfaat dari fasilitas tersebut.

“Dengan adanya toilet dan tangki septik bersama, hidup sekarang jadi lebih nyaman,” papar Slamet.

Slamet juga telah memahami bahwa buang air besar sembarangan dapat membahayakan tetangganya yang menggunakan air dari sumur atau air permukaan, serta membuat lingkungan bau.

Di tempat lain, Untung Argono, Ketua KPP Pereng Sari RT 02/RW 01 Kelurahan Panjang menyampaikan, “Dengan adanya SPALDS skala komunal, manfaat yang terasa adalah lingkungan menjadi lebih bersih SPALDS skala komunal ini akan kami terus pelihara dan kelola agar sanitasi untuk semua dapat terlaksana.”

Tidak lama setelah pembangunan SPALDS skala komunal yang didukung USAID IUWASH PLUS di 13 kelurahan selesai, Pemerintah Kota Magelang kembali membangun 44 SPALDS Komunal untuk kapasitas 170 SR melalui dana APBD Provinsi Jawa Tengah tahun 2019. Kemudian sebanyak 35 unit lainnnya dibangun dengan kapasitas 140 SR melalui dana alokasi khusus (DAK) Kota Magelang tahun 2019, dan ditambah 15 unit lagi dengan kapasitas 60 SR lewat DAK perubahan 2019.

Pembangunan SPALDS skala komunal di Kota Magelang terus berlanjut hingga tahun berikutnya. Pemerintah Kota Magelang membangun 40 SPALDS skala komunal dengan kapasitas 124 SR dengan DAK tahun 2020 dan tambahan 6 unit dengan kapasitas 27 SR melalui DAK perubahan 2020.

“Kalau kita sudah bisa mendekatkan masyarakat dengan akses sanitasi, apa yang kita berikan kepada masyarakat itu harus bisa dimanfaatkan dan berlanjut terus,” ujar Handini. Menurutnya, komitmen bersama dari pemerintah dan masyarakat menjadi kunci utama untuk mewujudkan keberlanjutan yang diharapkan.

Bapak dan Ibu Slamet merasa hidup lebih nyaman dengan sarana sanitasi yang dimiliki saat ini.

Foto : USAID IUWASH PLUS

Kelola Air Limbah Bantu Wujudkan

Kualitas Hidup yang Lebih Baik

(40)

Cerita Sukses Kabupaten Gresik

Penguatan KPP IPAL Komunal Gresik

“Saat itu KPP (Kelompok Pengguna dan Pemelihara) belum punya arah yang jelas. Mereka berjalan tanpa pengetahuan yang memadai,” begitu ucap Nur Samsi yang bercerita tentang kondisi pengelolaan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Terpusat (SPALDT) skala permukiman, atau yang juga dikenal dengan IPAL Komunal, di masyarakat pada kisaran 2015.

Di tahun itu, Unit Pelaksana Teknis Pengelolaan Limbah Cair Domestik (UPT PLCD) yang berada di bawah Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Gresik, mendata sekitar 80 SPALDT skala permukiman telah dibangun oleh Dinas PUTR sejak 2012 sampai 2015.

Samsi yang menjabat sebagai Kepala Pokja Pemberdayaan dan Promosi Sanitasi UPT PLCD bercerita "kami menginventarisasi seluruh IPAL itu dibangun tahun berapa, siapa pengurusnya, berapa pemanfaatnya, dan keberfungsiannya”.

Melalui proses ini, diketahui pemanfaatan SPALDT skala permukiman waktu itu belum optimal karena masih sedikit rumah tangga yang menjadi pelanggan. Dari segi perilaku masyarakat, tidak sedikit pula warga yang membuang benda padat ke saluran air limbah, sehingga ada sarana yang mengalami penyumbatan.

Selain itu, hampir separuh SPALDT skala permukiman tidak memiliki KPP. Bahkan KPP yang sudah ada pun masih mempunyai kemampuan terbatas untuk menjalankan fungsinya. Padahal, sebagai perwakilan masyarakat, KPP bertugas mengelola dan merawat SPALDT skala permukiman, mengedukasi masyarakat tentang sanitasi aman, menjaring lebih banyak pelanggan sampai memenuhi kapasitas yang bisa dimanfaatkan (idle capacity). Selain itu, KPP juga bertugas mengoordinasi penetapan jumlah iuran yang disepakati bersama para pelanggan SPALDT skala permukiman dan selanjutnya mengumpulkan iuran tersebut setiap bulan.

Foto : USAID IUWASH PLUS

Peran Masyarakat Melalui KPP SPALDT

Permukiman Belum Berjalan

(41)

“Kalau ada permasalahan, mereka (KPP) tidak tahu harus mengadu pada siapa. Kalau harus ada penambahan SR (sambungan rumah), mereka tidak tahu harus melakukan apa. Kualitas baku mutu IPAL juga tidak diperhatikan,” ujar Samsi. Akibatnya, UPT PLCD sering menerima pengaduan dan permintaan untuk penanganan masalah terkait SPALDT skala permukiman di masyarakat.

Pada pertengahan 2016, USAID IUWASH PLUS melanjutkan program pendahulunya USAID IUWASH untuk mewujudkan akses sanitasi aman bagi masyarakat di Kabupaten Gresik, salah satunya dengan menguatkan pengelolaan SPALDT skala permukiman yang sudah dibangun.

USAID IUWASH PLUS mendampingi UPT PLCD untuk melatih KPP tentang operasional dan pemeliharaan, administrasi SPALDT skala permukiman, dan pengelolaan keuangan. Bahkan, KPP juga didampingi agar bisa membuat dan mengajukan proposal Corporate Social Responsibility (CSR) ke perusahaan untuk mendukung pembiayaan penambahan SR.

Pelatihan promosi kesehatan untuk KPP juga dilakukan atas kerja sama UPT PLCD, Dinas Kesehatan, dan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten Gresik, dan USAID IUWASH PLUS. Selain itu, USAID IUWASH PLUS juga mendukung program penghargaan untuk KPP terbaik dalam melakukan pengelolaan SPALDT skala permukiman yang diselenggarakan oleh UPT PLCD Gresik.

KPP yang berfungsi dengan baik dapat mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap UPT PLCD yang juga memiliki berbagai prioritas. Meski demikian, UPT PLCD selalu siap mendampingi dan membantu KPP bila ada masalah dalam mengelola SPALDT skala permukiman.

Menurut Samsi, peningkatan peran masyarakat dalam pengelolaan SPALDT skala permukiman sangat diperlukan. “Pendampingan di lapangan memberi pencerahan pada masyarakat bahwa IPAL itu perlu dipelihara. Masyarakat harus tahu cara memanfaatkan dan merawat, kapan harus dilakukan pembenahan,” ujarnya.

Membenahi Kemampuan KPP dan Mengoptimalkan SPALDT Skala Permukiman

Pendampingan untuk KPP oleh USAID IUWASH PLUS dan UPTD PLCD di Kabupaten Gresik untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan IPAL Komunal.

Foto: USAID IUWASH PLUS

(42)

Kemandirian KPP Mengurangi Ketergantungan Masyarakat ke Pemerintah

UPT PLCD setidaknya menganggarkan kegiatan pembinaan atau pertemuan KPP di tingkat kecamatan dan di tingkat kabupaten masing-masing setahun sekali. Kegiatan ini menjadi wadah bagi KPP untuk bertukar pengalaman, baik itu tantangan maupun solusi atau inovasi. Info-info terbaru seperti peluang pendanaan misalnya, juga disampaikan oleh UPT PLCD di kesempatan tersebut. Di luar itu mereka tetap berupaya memenuhi permintaan KPP yang masih butuh lebih banyak pendampingan dan menginginkan sosialisasi tentang SPALDT skala permukiman dan sanitasi aman di wilayahnya.

Sebagai salah satu upaya mempermudah pembinaan KPP, sejak 2017, UPT PLCD mengevaluasi dan mengelompokkan KPP ke dalam beberapa tingkatan, yaitu KPP pratama (pratama pemula dan pratama berkembang), KPP madya, dan KPP mandiri.

KPP yang sudah dibentuk dan dilatih kini telah menunjukkan perubahan yang memuaskan bagi UPT PLCD. “Mereka lebih tertib administratif, bisa mengidentifikasi masalah di lapangan, tahu kapasitas IPAL, jaringan perpipaan dan SR, cara pengoperasian dan pemeliharaan dari sistem yang dibangun.

Banyak yang mereka pahami sekarang. Sebelumnya mereka tidak tahu,” cerita Samsi berdasar pengamatannya.

Bahkan menurut Samsi, jumlah pengaduan masyarakat terkait SPALDT skala permukiman pun semakin berkurang. Ini menunjukkan bahwa KPP sudah berjalan lebih baik dan masyarakat bisa mengandalkan mereka. Sekarang, banyak masalah yang sudah bisa KPP selesaikan sendiri. Misalnya, ada masyarakat yang mau menambah sambungan baru, masyarakat bisa menghubungi KPP setempat dan KPP sanggup memfasilitasinya secara langsung.

“Kami sekarang juga punya grup WA (Whats App) untuk forum komunikasi KPP di tingkat kecamatan dan tingkat kabupaten. Di situ sesama KPP sering berbagi pengalaman. Kalau ada KPP yang bertanya atau mengadu di grup itu dan kami belum sempat menjawab, justru KPP lain ikut menanggapi dan memberi solusi,” kata Samsi. Selain KPP, forum komunikasi tersebut juga beranggotakan akademisi, lembaga pemerintah, lembaga non-pemerintah, dan termasuk USAID IUWASH PLUS.

Kabupaten Gresik sampai Juni 2021 telah memiliki 134 SPALDT skala permukiman yang tersebar di berbagai titik dan seluruhnya sudah memiliki KPP.

Menurut UPT PLCD, 25 persen dari jumlah KPP tersebut sudah mandiri. KPP yang sudah mandiri ditunjukkan dari kemampuan mereka dalam mengelola SPALDT skala permukiman secara swadaya, adanya inovasi, dan sudah layak menjadi contoh untuk KPP lainnya. UPT PLCD pun sering mengajak KPP yang sudah mandiri di acara sosialisasi untuk berbagi pengalaman pada KPP yang masih belajar.

(43)

Perubahan kemandirian KPP ini dirasakan langsung oleh Impus Siyati Wiramukti, pengurus KPP Higienis 2 di RT 3 RW 5, Kelurahan Tlogopojok, Kecamatan Gresik. KPP ini mengelola SPALDT skala permukiman yang dibangun pada 2015. Dulu, SPALDT skala permukiman yang dikelola KPP Higienis 2 mempunyai banyak masalah, seperti saluran buntu, sambungan rumah yang tidak pas, dan masyarakat yang kurang peduli merawat sarana tersebut. “Di masa-masa itu, KPP sering mendapat protes dari warga. Dulu rasanya ingin sampai nangis,” ujar Impus.

“Sekarang kami dianggap sudah lebih pintar. Perawatan IPAL pun lebih ringan karena masalah tidak sebanyak sebelumnya,” imbuh Impus.

Pelanggan SPALDT Permukiman yang dikelola KPP Higienis 2 juga meningkat, dari 20 rumah pada 2015 menjadi 40 rumah pada Juni 2021. Bahkan, KPP Higienis 2 sudah bisa membuat sendiri bakteri pengurai limbah yang biasanya dibeli sebagai bagian dari perawatan SPALDT skala permukiman.

Agar operasional dan pemeliharaan SPALDT skala permukiman terus berlanjut, kini KPP Higienis 2 juga telah memiliki bank sampah sebagai salah satu sumber anggaran. Perubahan-perubahan tersebut membuat KPP Higeinis 2 naik tingkat dari Pratama pada 2017 menjadi mandiri pada 2019 dan menjadi salah satu KPP terdepan di Kabupaten Gresik.

UPT PLCD berkomitmen untuk terus melakukan pembinaan karena mereka sadar bahwa ini penting untuk menjaga keberlanjutan. UPT PLCD juga bekerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Gresik yang bisa membantu anggaran pemeliharaan SPALDT skala permukiman dan urusan lain terkait sanitasi. “Kami sangat terbantu oleh KPP selama ini. Jadi, kami akan terus bekerja bersama mereka dan menghantarkan mereka sampai mandiri,” pungkas Samsi.

Ibu Impus sebagai perwakilan pengurus KPP Higienis 2 bersama tim UPT PLCD saat pemeliharaan IPAL Komunal.

Foto: UPT PLCD Kabupaten Gresik

(44)

Kondisi rumah Syarif dan keluarganya yang belum tersedianya tangki septik di pesisir Kelurahan Gambesi, Kota Ternate.

Cerita Sukses Kota Ternate

Mimpi Warga Wilayah Rawa Miliki Sarana Sanitasi Layak Terwujud Berkat Tangki Septik Ferrocement

Sulitnya Memiliki Sarana Sanitasi di Wilayah Rawa

Pagi-pagi sekali, Syarif tampak buru-buru berlari ke rumah ibunya yang berjarak sekitar 200 meter dari tempat tinggalnya di pesisir Kelurahan Gambesi, Kota Ternate. Ini pun terjadi di hari-hari lain dan sudah menjadi pemandangan biasa. “Saya kalau mau buang air harus menumpang di rumah ibu saya. Kalau ke tetangga tentu saja malu,” ungkap Syarif dengan dialek setempat menjelaskan alasannya. “Biasanya juga anak-anak saya lari ke pantai untuk buang air,” imbuhnya. Ini bukanlah kondisi yang ia inginkan.

Tidak hanya Syarif, beberapa warga Kelurahan Gambesi lain juga tidak memiliki toilet di rumah. Jika pun ada, toilet tersebut tidak dilengkapi dengan tangki septik, dan mengalirkan tinjanya langsung ke pantai atau rawa. Bahkan, beberapa warga belum mempunyai toilet dan harus menumpang di toilet tetangga. Praktik ini sudah menjadi hal wajar bagi warga setempat. Kondisi tersebut tentu berdampak buruk pada kesehatan masyarakat dan juga lingkungan karena tinja dapat mencemari badan air.

Syarif sempat terpikir untuk membangun toilet dengan pembuangan langsung ke rawa, namun dia sadar bahwa itu akan menyebabkan sekitar rumahnya beraroma tidak sedap dan air juga tercemar. Padahal dia membutuhkan air yang ada di rawa untuk bercocok tanam kangkung.

Murni, istri Syarif, paham betul kegelisahan kedua anak perempuannya yang kerap meminta dibuatkan toilet di rumah. “Kalau ingat saat itu saya jadi sedih karena setelah menanyakan ke tukang, untuk membangun toilet dan tangki septik itu sangat mahal, sekitar 20 juta,” kata Murni.

Foto: USAID IUWASH PLUS

Gambar

Foto : USAID IUWASH PLUS
Foto : USAID IUWASH PLUS
Foto : USAID IUWASH PLUS
Foto : USAID IUWASH PLUS
+7

Referensi

Dokumen terkait

Batik tulis dikerjakan dengan menggunakan canting yaitu alat yang terbuat dari tembaga yang dibentuk bisa menampung lilin (malam) dengan memiliki ujung berupa saluran/pipa kecil

Anggota Komisi DPRD Sumut Drs Baskami Gintings mengaku sangat secewa terhadap PT PLN (Pembangkit Listrik Negara) yang tidak bisa merealisasikan janjinya melalui program listrik

• LLTT merupakan layanan penyedotan lumpur tinja dari tangki septik yang diberikan secara berkala/terjadwal berikut pengangkutan lumpur tinja ke fasilitas pengolahannya. •

Pada sub model pengangkutan lumpur tinja, terdapat 5 (lima) level (tangki) yang menggambarkan (i) volume lumpur tinja yang diangkut dari kawasan permukiman perkotaan, (ii)

Page 2 Tim regional IUWASH PLUS di bawah program LSIC mencari Penyedia Layanan Teknis penuh waktu untuk Mendukung Program Pemutakhiran Tangki Septik di Medan & Deli

Program USAID Indonesia Urban Water, Sanitation and Hygiene, Penyehatan Lingkungan Untuk Semua IUWASH PLUS merupakan sebuah inisiatif yang dirancang untuk mendukung Pemerintah

Tujun penelitian adalah untuk menganalisis efektivitas removal massa gas CO 2 yang dihasilkan dari lumpur tinja dari tangki septik dengan menggunakan media briket

Untuk kegiatan penyedotan lumpur tinja, mesin vakum ini sudah memiliki 2 fungsi yaitu dapat menyedot lumpur tinja dari tangki septik dan/atau IPAL komunal menuju