• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINERJA DINAS PERHUBUNGAN DALAM PELAYANAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR JENIS ANGKUTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KINERJA DINAS PERHUBUNGAN DALAM PELAYANAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR JENIS ANGKUTAN"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

KINERJA DINAS PERHUBUNGAN DALAM PELAYANAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR JENIS ANGKUTAN

BARANG DI KABUPATEN PINRANG

OLEH

JINANG ZULFAUZIAH

E211 14 006

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2018

(2)

UNIVERSITAS HASANUDDIN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

ABSTRAK

JINANG ZULFAUZIAH. Kinerja Dinas Perhubungan dalam Pelayanan Pengujian Kendaraan Bermotor Jenis Angkutan Barang di Kabupaten Pinrang, xiv + 122 Halaman + 11 Tabel + 1 Gambar + 36 Pustaka (2004-2017) + Lampiran + dibimbing oleh Prof. Dr. H. Sulaiman Asang, MS dan Dr.

Muhammad Rusdi, M.Si

Dinas Perhubungan Kabupaten Pinrang merupakan organisasi yang memberikan pelayanan terkait lalu lintas dan transportasi darat maupun pelayaran. Salah satu program Dinas Perhubungan Kabupaten Pinrang adalah Pengujian Kendaraan Bermotor. Penelitian ini terfokus pada pengujian kendaraan bermotor jenis angkutan barang.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja Dinas Perhubungan Kabupaten Pinrang dalam Pengujian Kendaraan Bermotor jenis angkutan barang. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja Dinas Perhubungan dalam pelayanan Pengujian Kendaraan Bermotor jenis angkutan barang secara umum sudah cukup baik. Di tinjau dari aspek produktivitas dan responsibilitas masih belum maksimal. Namun dalam segi kualitas layanan, responsivitas dan akuntabilitas sudah cukup baik. Dinas Perhubungan telah berupaya meningkatkan kinerjanya tapi terdapat beberapa faktor yang mengakibatkan kinerja Dinas Perhubungan masih belum optimal.

Kata Kunci: Kinerja, Pelayanan Publik, Pengujian Kendaraan Bermotor

(3)

HSANUDDIN UNIVERSITY

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE

ABSTRACT

JINANG ZULFAUZIAH. Performance of Transportation Service in Motor Vehicle Testing Kind of Freight Transport in Pinrang Regency, xiv + 122 Pages + 11 Table + 1 Pictures + 36 Literatures (2004-2017) + Attachment + Guided by Prof. Dr. H. Sulaiman Asang, MS and Dr. Muhammad Rusdi, M.Si

Transportation Department of Pinrang regency is an organization that gives services related to traffic, land transportasion, and cruise. On of their services program is motor vehicle’s testing. This study focuses on testing the type of goods transport vehicles.

The purpose of this research is to determine Transportation Department of performance in motor vehicle testing freight transportasion types. The method of this research is descriptive research method and with qualitative approach.

The results shows that the performance of Transportation Department is good enough . In review of aspects of productivity and responsibilitas still not maximum yet. But in terms of service quality, responsiveness and accountability is good enough. Transportation Department has tried to improve its performance but there are several factors that resulted in the performance of Department of Transportation still not optimal.

Keywords: Performance, Public Services , Testing of Motor Vehicle.

(4)
(5)
(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, Puji syukur tiada hentinya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hidayah dan nikmat-Nya penulis akhirnya dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul: “Kinerja Dinas Perhubungan dalam Pelayanan Pengujian Kendaraan Bermotor Jenis Angkutan Barang di Kabupaten Pinrang”. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Semoga semua bisa mendapatkan syafaatnya pada yaumil akhir kelak. Aamiin

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana (S1) pada Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin.

Dalam pelaksanaan dan proses penyusunan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena menyadari keterbatasan ilmu dan kemampuan yang dimiliki. Jika terdapat masukan dan kritikan dari pembaca maka penulis akan menerimanya dengan senang hati.

Skripsi ini disusun dengan bantuan dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung sehingga skripsi ini dapat terwujud. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Dwi Aries Tina Pulubuhu, MA selaku Rektor Unhas beserta para Wakil Rektor Universitas Hasanuddin dan staf.

2. Bapak Prof. Dr. Alimuddin Unde, M.Siselaku Dekan dan para Wakil Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin beserta seluruh jajarannya.

(8)

3. Ibu Dr. Hj. Hasniati, M.Siselaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi FISIP Universitas Hasanuddindan Bapak Drs. Nelman Edy, M.Siselaku Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi FISIP Universitas Hasanuddin

4. Bapak Prof. Dr. H. Sulaiman Asang, MS dan Dr. Muahammad Rusdi, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan ilmu, arahan, saran, kritik dan menjelaskan ketidakpahaman dalam menyusun skripsi, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Bapak Dr. Muh. Tang Abdullah, S.Sos., MAP, Adnan Nasution, S.Sos., M.Si, dan Dr.Wahyu Nurdiansyah, M.Si selaku dosen penguji yang telah menyempatkan waktu dan memberikan saran dan kritikan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

6. Para dosen pengajar Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Hasanuddin atas bimbingan,didikan dan motivasi yang diberikan selama kurang lebih 3 tahun masa perkuliahan.

7. Para staf jurusan Ilmu Administrasi Ibu Anni, Ibu Rosminah, Pak A.Revi dan Pak Lili yang telah banyak membantu penulis.

8. Terima kasih kepada Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Pinrang beserta seluruh pegawai atas bantuannya kepada penulis hingga akhirnya skripsi ini terselesaikan dengan baik.

9. Semua keluarga yang selalu memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis selama proses pembuatan skripsi ini.

10. Terima kasih kepada Humanis Fisip Unhas sudah menjadikan rumah bagi penulis untu berproses serta pengalaman organisasi selama ini

11. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada kanda-kanda Creator 07, Bravo 08, Prasasti 010, Brilian 011, Relasi 012, Record 013, serta adik-adik

(9)

Champion 015, Frame 016 dan Leader 017, serta teman-teman (Keluarga Mahasiswa) KEMA Fisip Unhas.

12. Teman-teman UNION 2014, terima kasih sedalam-dalamnya telah menjadi saudara saat ini dan sampai kapan pun. Kebersamaan dari awal perkuliahan sampai penulis menysusun skripsi ini akan menjadi kenangan yang takkan pernah terlupakan. Semoga apa yang kita lewati selama ini dalam perjuangan kita menggapai impian dapat terkabulkan Aamiin.

13. Untuk teman-teman anggota Departemen Adokasi dan Pengabdian Masyarakat Humanis Fisip Unhas periode 2016/2017, terimakasih telah banyak memberi ilmu dan pengalaman selama masa kepengurusan.

14. Untuk Leli Herlianti, Alfirah Januarsi, Astuti Anto, Bellavista, Yarianti Patandianan, Sri Wahyuni, Lisa Ayu Lestari dan Nelyana. Terimakasih tetap mau meluangkan waktu untuk mendengarkan kegalauan penulis yang selalu sama, terimakasih untuk rumah singgahnya selama kuliah. Terima kasih untuk semua kegilaannya, canda-tawa, dan tangis bersama.

15. Terimkasih teman-teman Avengers dan teman-teman Union Girls yang telah banyak membantu penulis mulai dari awal perkuliahan sampai penulis menyusun skripsi, pengalaman dan kebersamaan selama kepengurusan di Humanis Fisip Unhas, serta dukungan kepada penulis sampai saat ini.

16. Sahabatku Asky, Rina, Tari, Dewi dan Iqrima, terimakasih untuk semua nasehat dan petuah-petuah kehidupan yang kalian lontarkan, dan semangat untuk kuliahnya.

17. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata (KKN) Infrastruktur Pemukiman Gel.96 Desa Bulucenrana Kab. Sidrap Kak Mayong, Kak Ozy, Fachri, Ilham terima

(10)

kasih atas kerja keras, dan saudariku Hardiana terimakasih mejadi teman yang setia mendengar curhatan penulis selama ini.

18. Keluarga IAPIM PD Makassar, terima kasih atas dukungan selama ini.

Semoga semakin sukses kedepannya. Dan teman-rteman T-Fort dan Mumtaz 814, semoga kekompakan dan kebersamaan dapat terus terjalin.

19. Dan semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam proses penyusunan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan terkhusus bagi para pembaca. Akhir kata, penulis mengucapkan permohonan maaf atas segala kekurangan. Terima kasih.

Wassalamu Alaikum Warahamatullahi Wabarakatuh

Makassar, 31 Januari 2018

Penulis

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... iv

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ...xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang... 1

I.2 Rumusan Masalah ... 7

I.3 Tujuan Penelitian ... 7

I.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Konsep Kinerja... 9

II.1.1 Pengertian Kinerja... 9

II.1.2 Kinerja Organisasi ... 11

(12)

II.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Kinerja... 12

II.1.4 Penilaian Kinerja ... 14

II.1.5 Indikator Kinerja ... 16

II.1.6 Pengukuran Kinerja... 21

II.2 Konsep Pelayanan Publik ... 24

II.2.1 Pengertian Pelayanan Publik ... 24

II.2.2 Bentuk-Bentuk Pelayanan Publik ... 25

II.2.3 Unsur-Unsur Pelayanan Publik... 27

II.2.4 Asas Pelayanan Publik... 28

II.2.5 Prinsip Pelayanan Publik... 29

II.2.6 Standar Pelayanan Publik ... 31

II.2.7 Indikator Pelayanan Publik ... 34

II.3 Konsep Kinerja Pelayanan ... 34

II.4 Pengujian Kendaraan Bermotor ... 39

II.5 PenelitianTerdahulu ... 42

II.6 Kerangka Pikir... 46

BAB III METODE PENELITIAN III.1 Pendekatan Penelitian ... 49

III.2 Lokasi Penelitian... 50

III.3 Unit Analisis ... 50

III.4 Tipe Penelitian ... 50

III.5 Informan... 51

III.6 Jenis Data... 51

III.7 Teknik Pengumpulan Data ... 52

(13)

III.9 Fokus Penelitian ... 55

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN IV.1 Gambaran Umum Kabupaten Pinrang ... 58

IV.2 Gambaran Umum Dinas Perhubungan Kabupaten Pinrang... 63

BAB V PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN V.1 Pengujian Kendaraan Bermotor Jenis Angkutan Barang ... 76

V.2 Hasil Penelitian... 78

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN VI.1 Kesimpulan ... 117

VI.2 Saran... 118

DAFTAR PUSTAKA... 119

LAMPIRAN ... 122

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Luas Daerah dan Pembagian Daerah Administrasi Menurut Kecamatan Kabupaten PinrangTahun 2015... 58 Tabel 2 Jumlah Penduduk Kabupaten Pinrang Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2014-2015... 60 Tabel 3 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Pinrang Pada Tahun 2015 ... 61 Tabel 4 Jenjang Pendidikan PNS Lingkup Dinas Perhubungan ... 64 Tabel 5 Data PNS berdasarkan Golongan Ruang Lingkup Dinas Perhubungan

Kabupaten Pinrang ... 65 Tabel 6 Data PNS berdasarkan Jenis Kelamin ... 66 Tabel 7 Standar Pengujian Kendaraan Bermotor di Dinas Perhubungan

Kabupaten Pinrang ... 77 Tabel 8 Realisasi Anggaran Program dan Kegiatan Tahun 2016 ... 81 Tabel 9 Perlengkapan dan Alat Uji PKB di Dinas Perhubungan... 87 Tabel 10 Jumlah Kendaraan Bermotor Wajib Uji dan Realisasi di Kabupaten

Pinrang ... 89 Tabel 11 Struktur da Besarnya Tarif Pengujian Kendaraan Bermotor ... 109

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Pikir... 48

(16)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Dewasa ini masyarakat semakin terbuka dalam memberikan kritik terhadap kinerja birokrasi dalam menyelenggarakan pelayanan publik. Oleh sebab itu substansi administrasi sangat berperan penting dalam mengatur dan mengarahkan seluruh kegiatan organisasi pelayanan dalam mencapai tujuan.

Kemampuan sumber daya aparatur pemerintah sangat rendah baik dari kemampuan intelektualnya, maupun keterampilan teknis yang dimilikinya. Untuk meningkatkan kualitas sumber daya aparatur pemerintah yang diperlukan adanya perubahan sudut pandang untuk menghayati makna dari peningkatan pelayanan publik.

Pemerintah sebagai penyedia layanan publik harus bertanggungjawab dan terus berupaya untuk memberikan pelayanan yang terbaik demi meningkatkan pelayanan publik.

Kinerja organisasi yang baik sangat berpengaruh terhadap pelayanan publik yang mengutamakan kepuasan pelanggan (masyarakat).

Namun, selama ini birokrasi belum mampu menunjukkan kondisi prima sesuai dengan harapan masyarakat.

Rendahnya kinerja pelayanan akan membangun citra buruk pada instasi, dimana masyarakat yang merasa tidak puas akan menceritakan kepada rekan-rekannya. Begitu juga sebaliknya, semakin tinggi kinerja pelayanan yang diberikan akan menjadi nilai plus bagi instasi, dalam hal ini

(17)

masyarakat akan merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh instasi tersebut.

Salah satu tantangan yang dihadapi pemerintah adalah bagaimana mereka mampu melaksanakan kegiatan secara efektif dan efisien, karena selama ini pemrintah sebagai pemberi layanan kepada masyarakat diidentikkan dengan kinerja yang berbelit-belit, struktur yang tambun, penuh dengan kolusi, korupsi dan nepotisme, serta tak ada standar yang pasti.

Sejumlah patologi tersebut menjadi hambatan luar biasa untuk dapat mewujudkan sebuah pelayanan yang memuaskan masyarakat.

Kepuasan merupakan kesan atau penilaian antara kinerja petugas penyedia layanan dengan harapan pelanggan. Jika kinerja pelayanan berada dibawah harapan, dapat diambil kesimpulan bahwa pelanggan tidak puas dengan layanan yang diberikan. Sebaliknya jika kinerja memenuhi harapan, maka kemungkinan pelanggan merasa cukup puas dengan pelayanan yang diberikan.

Memberikan pelayanan publik yang terbaik untuk keperluan masyarakat pada suatu instansi pemerintahan harus sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan sebelumnya. Oleh karena itu, pelayanan publik harus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat oleh penyelenggara negara yang pada gilirannya akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Urusan-urusan yang menyangkut kepentingan bernegara seperti pembuatan akta, pembayaran pajak, pembuatan identitas, pengujian kendaraan bermotor dan lainnya juga diselenggarakan oleh instansi publik

(18)

pemerintah, bukan swasta. Sehingga harus mampu bersaing dengan sektor swasta dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Kemajuan suatu organisasi sangat ditentukan dari kinerja para pegawai dalam menjalankan tugas sehingga berbanding lurus dengan kinerja pelayanan dari organisasi atau instansi tersebut. Setiap organisasi pada umumnya mengharapkan para pegawainya mampu melaksanakan tugasnya dengan efektif, efisien, produktif, dan profesional. Semua ini bertujuan agar organisasi memiliki sumber daya manusia yang berkualitas dan sekaligus memiliki daya saing yang tinggi.

Tuntutan akan reformasi kinerja sumber daya yang berkualitas selaras dengan bunyi Undang-Undang Republik Indonesia N0. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 12 yaitu:

“Pegawai ASN berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintah dan pembangunan nasional melalui pelaksana kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme”

Undang-Undang ASN terfokus pada kinerja, peningkatan hasil, produktivitas, dan pengembangan pemanfaatan potensi. Aturan menyangkut kinerja dan prestasi kepegawaian merupakan kewenangan pemerintah pusat, artinya undang-undang ASN merupakan keputusan dari pemerintah pusat, sehingga aturan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya di instansi pemerintah lainnya seperti di kabupaten maupun kecamatan.

Sesuai dengan perannya, Aparatur Sipil Negara harus memberikan hasil kerja (kinerja) yang baik dalam perannya sebagai perencana dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan

(19)

nasional melalui pelaksanan kebijakan dalam pelayanan publik yang profesional.

Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) dibuat agar lebih meningkatkan kinerja pegawai. Oleh karena itu, Aparatur Sipil Negara dituntut untuk memberikan kinerja dengan produktivitas yang baik dalam memberikan pelayanan, memberikan kualitas pelayanan yang baik dan prima, dimana ASN responsive serta responsibel dalam melaksanakan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat dan bertanggung jawab terhadap tugas dan fungsinya.

Dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat, perlu dukungan dan komitmen, antara lain adanya kejelasan pelayanan yang diberikan dan konsistensi Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam memberikan pelayanan terbaik, mengkomunikasikan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelayanan.

Untuk mengetahui tingkat kinerja suatu pegawai maupun organisasi maka di lakukan penilaian kinerja dalam suatu organisasi. Penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat penting karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan serta visi dan misinya. Dengan melakukan penilaian terhadap kinerja, maka upaya untuk memperbaiki kinerja bisa dilakukan secara terarah dan sistematis sehingga organisasi tersebut bisa berjalan secara efektif, efisien, dan responsif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu penilaian kinerja juga dapat digunakan untuk mengetahui dan menilai seberapa jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi itu memenuhi harapan dan memuaskan masyarakat pengguna jasa layanan.

(20)

Salah bentuk pelayanan yang diberikan oleh pemerintah yaitu pelayanan pengujian kendaraan bermotor. Pelayanan pengujian kendaraan bermotor merupakan pemeriksaan pada kondisi kendaraan yang dilakukan oleh penguji apakah kendaraan tersebut memenuhi persyaratan layak jalan atau tidak, termasuk kelengkapan surat-surat kendaraan bermotor yang merupakan kewenangan dari Perhubungan. Dari pemeriksaan kondisi fisik kendaraan tersebut, maka sangat dibutuhkan pelayanan dalam kelancaran pengujian kendaraan bermotor itu sendiri.

Tujuan penyelenggaraan pelayanan pengujian kendaraan bermotor (PKB) bertujuan untuk memberikan kepastian bahwa kendaraan bermotor yang dioperasikan dijalan telah memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan serta tidak mencemari lingkungan, agar dapat terciptanya transportasi darat yang sesuai dengan kelayakan untuk berada dijalan dan juga agar pelanggan transportasi darat merasa aman, nyaman, cepat atau lancar, dan tertib/teratur agar mereka lebih percaya pada sarana transportasi yang digunakan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor PM 133 Tahun 2015 tentang Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor dalam Pasal 1 bahwa pengujian kendaraan bermotor adalah serangkaian kegiatan menguji dan/atau komponen kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan dalam rangka pemenuhan terhadap persyaran teknis dan laik jalan.

Pengujian kendaraan bermotor merupakan salah satu sektor pelayanan publik yang berperan penting dalam menunjang kelancaran mobilitas masyarakat untuk beraktivitas di sektor-sektor lain.

(21)

Dinas Perhubungan selaku Dinas yang memberikan pelayanan Pengujian Kendaraan Bermotor dituntut untuk selalu memberikan pelayanan yang baik kepada pengguna kendaraan bermotor angkutan barang agar mereka mau melakukan uji kelayakan kendaraan. Pelayanan kepada masyarakat dalam hal ini pemilik kendaraan bermotor angkutan barang diperlukan suatu kinerja pelayanan publik yang baik agar tercipta tujuan yaitu kepuasaan pengguna jasa pengujian kendaraan bermotor.

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, khusus dalam menjalankan pelayanan pengujian kendaraan bermotor oleh Dinas Perhubungan Kabupaten Pinrang, merupakan langkah preventif. Dinas Perhubungan Kabupaten Pinrang menempatkan transportasi sebagai bagian dari kebutuhan masyarakat.

Kesadaran masyarakat terhadap hak dan kewajibannya untuk memperoleh berbagai jenis pelayanan, termasuk bidang transportasi merupakan tantangan dan tanggung jawab yang besar bagi Dinas Perhubungan dalam menciptakan keterbukaan dan kemudahan bidang transportasi serta kemudahan mengakses berbagai informasi mengenai transportasi melalui media yang ada.

Berdasarkan pengamatan sementara yang dilakukan peneliti, bahwa Dinas Perhubungan Kabupaten Pinrang dalam melaksanakan pelayanan pengujian kendaraan bermotor masih mempunyai permasalahan, antara lain:

1. Sumber daya manusia masih kurang dalam hal pengujian kendaraan bermotor.

2. Alat pengujian kendaraan bermotor belum lengkap.

(22)

3. Belum optimalnya sumber daya manusia yang ada, kedisplinan sdm yang rendah dan kurang tegasnya Dinas Pergubungan menerapkan prosedur pengujian kendaran bermotor di Kabupaten Pinrang.

4. Masih adanya masyarakat yang ingin mempecepat proses pengujian kendaran bermotor tanpa melalui prosedur yang telah di tetapkan.

Berdasarkan fenomena-fenomena pelayanan pengujian kendaraan bermotor angkutan barang di Dinas Perhubungan Kabupaten Pinrang menjadi salah satu tempat pelayanan publik yang penulis teliti untuk bisa melihat apakah pengujian kendaraan bermotor jenis angkutan barang sudah berjalan dengan baik dan dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat khususnya pengguna jasa pengujian.

Oleh karena itu, penelitian ini berkaitan dengan masalah kinerja pelayanan dengan judul “Kinerja Dinas Perhubungan dalam Pelayanan Pengujian Kendaraan Bermotor Jenis Angkutan Barang di Kabupaten Pinrang”

I.2 Rumusan Masalah

Dari uraian tentang latar belakang masalah di atas maka penulis perlu merumuskan permasalahan mengenai kinerja Dinas Perhubungan dalam pelaksanaan pelayanan pengujian kendaraan bermotor jenis angkutan barang sebagai berikut :

”Bagaimana kinerja Dinas Perhubungan dalam pelayanan pengujian kendaraan bermotor jenis angkutan barang di Kabupaten Pinrang”

I.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan yaitu untuk mengetahui dan mendiskripsikan kinerja Dinas Perhubungan mengenai pelayanan

(23)

pengujian kendaraan bermotor jenis angkutan barang di Kabupaten Pinrang berdasarkan indikator pengukuran kinerja.

I.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat akademis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat serta kontribusi bagi akademisi atau pihak-pihak yang berkompeten dalam pencarian informasi atau sebagai referensi mengenai kinerja Dinas Perhubungan dalam pelayanan pengujian kendaraan bermotor jenis angkutan barang di Kabupaten Pinrang.

2. Manfaat praktis dalam penelitian ini, diharapkan akan memberikan masukan pada pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengambil kebijakan-kebijakan mengenai kinerja Dinas Perhubungan dalam pelayanan pengujian kendaraan bermotor jenis angkutan barang di Kabupaten Pinrang.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA II. 1 Konsep Kinerja

II.1.1. Pengertian Kinerja

Kinerja berasal dari kata ìto performî yang artinya melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakan sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan.

Pasolong (2008) dalam bukunya Teori Administrasi Publik mengatakan bahwa konsep kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari dua segi, yaitu kinerja pegawai (perindividu) dan kinerja organisasi.

Kinerja pegawai adalah hasil kerja perseorangan dalam suatu organisasi. Sedangkan kinerja organisasi adalah totalitas hasil kerja yang dicapai suatu organisasi.

Menurut Gibson, Ivancevich dan Donelly (1997) dalam buku Manajemen Kinerja Pemerintah Daerah (Amins, 2012), dikatakan bahwa kinerja adalah tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Batasan tersebut mengandung makna bahwa kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik.

Widodo (2006) dalam buku Kepemimpinan Birokrasi (Pasolong, 2008: 197), mengatakan bahwa kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Sedangkan Ndraha (1997), mengatakan bahwa kinerja adalah manifestasi dari hubungan kerakyatan antara masyarakat dengan pemerintah.

(25)

Hal yang sama dinyatakan Rivai dan Basri (2005: 50) bahwa kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan dalam suatu periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu telah disepakati bersama.

Selanjutnya Gibson (1990) dalam Pasolong (2008: 197), menatakan bahwa kinerja seseorang ditentukan oleh kemampuan dan motivasinya untuk melaksanakan pekerjaan. Dikatakan bahwa pelaksanaan pekerjaan ditentukan oleh interaksi dan kemampuan birokrasi. Keban (1995), kinerja adalah merupakan tingkat pencapain tujuan. Sedangkan Timpe (1998), kinerja adalah prestasi kerja yang ditentukan oleh faktor lingkungan dan perilaku manajemen. Hasil penilitian timpe menunjukkan bahwa lingkungan kerja yang menyenangkan begitu penting untuk mendorong tingkat kinerja pegawai yang paling efektif dan produktif dalam interkasi social organisasi akan senantiasa terjadi adanya harapan bawahan terhadap atasan dan sebaliknya.

Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang selama bekerja menjalankan tugas sesuai dengan jabatannya yang dinilai untuk jadikan sebagai landasan terwujudnya tujuan yang telah di tetapkan.

(26)

II.1.2. Kinerja Organisasi

Organisasi pemerintah adalah sebuah organisasi yang mempunyai tujuan, untuk melayani masyarakat, mulai dari lapisan masyarakat yang paling bawah sampai dengan lapisan yang paling atas. Dalam era pembangunan sekarang ini, banyak tuntutan masyarakat tentang peningkatan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah dapat terwujud secara memuaskan. Untuk dapat mewujudkan keinginan tersebut tentunya peningkatan kinerja pegawai negeri sangat dibutuhkan. Semakin baik kinerja pegawai maka akan semakin baik pula pelayanan terhadap masyarakat.

Kinerja merupakan hasil dari serangkaian proses kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu dalam suatu organisasi. Bagi suatu organisasi, kinerja merupakan hasil dari kegiatan kerjasama diantara anggota atau komponen organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi.

Nasucha dalam bukunya Reformasi Birokrasi Publik (2004:

107),mengatakan bahwa kinerja organisasi didefinisikan juga sebagai efektivitas organisasi secara menyeluruh untuk memenuhi kebutuhan yang ditetapkan dari setiap kelompok yang berkenaan melalui usaha- usaha yang sistematik dan meningkatkan kemampuan organisasi secara terus menerus unutk mencapai kebutuhannya secara efektif.

Menurut Swanson (dalam Keban, 2004 : 193) kinerja organisasi adalah mempertanyakan apakah tujuan atau misi suatu organisasi telah sesuai dengan kenyataan kondisi atau faktor ekonomi, politik, dan budaya yang ada; apakah struktur dan

(27)

kebijakannya mendukung kinerja yang diinginkan; apakah memiliki kepemimpinan, modal dan infrastuktur dalam mencapai misinya;

apakah kebijakan, budaya dan sistem insentifnya mendukung pencapaian kinerja yang diinginkan, dan apakah organisasi tersebut menciptakan dan memelihara kebijakan-kebijakan seleksi dan pelatihan, dan sumber dayanya.

Siagian (2004:78) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mendukung keberhasilan akhir suatu orgaisasi dapat ditemukan dalam empat kelompok umum, yaitu:

1. Karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan teknologi organisasi.

2. Karakteristik lingkungan, mencakup dua aspek lingkungan ekstern dan lingkungan internal, yang dikenal sebagai iklim organisasi meliputi macam-macam atribut lingkungan kerja (contoh: pekerja sentris, orientasi pada prestasi)

3. Karakteristik pekerja, perhatian harus diberikan kepada perbedaan individual antara para pekerja dalam hubungannya dengan efektivitas.

4. Kebijakan dan praktek manajemen, peranan manajemen dalam prestasi organisasi, meliputi variasi gaya, kebijakan dan praktek kepemimpinan dapat memperhatikan atau merintangi pencapaian tujuan.

II.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Soesilo dalam Hessel Nogi (2005 : 180), kinerja suatu organisasi dipengaruhi adanya faktor-faktor berikut :

(28)

1. Struktur organisasi sebagai hubungan internal yang berkaitan dengan fungsi yang menjalankan aktivitas organisasi.

2. Kebijakan pengelolaan, berupa visi dan misi organisasi.

3. Sumber daya manusia, yang berhubungan dengan kualitas karyawan untuk bekerja dan berkarya secara optimal.

4. System informasi manajemen, yang berhubungan dengan pengelolaan data base untuk digunakan dalam mempertinggi kinerja organisasi.

5. Sarana dan prasarana yang dimiliki, yang berhubungan dengan penggunaan teknologi bagi penyelenggaraan organisasi pada setiap aktivitas organisasi.

Selanjutnya Yuwono dkk. dalam Hessel Nogi (2005 : 180) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dominan mempengaruhi kinerja suatu organisasi meliputi upaya manajemen dalam menerjemahkan dan menyelaraskan tujuan organisasi, budaya organisasi, kualitas sumber daya manusia yang dimiliki organisasi dan kepemimpinan yang efektif.

Dalam Mahmudi (2005: 21) menyebutkan bahwa kinerja merupakan suatu konstruk multidimensional yang mencakup banyak faktor yang mempengaruhinya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah :

1. Faktor personal/individual, meliputi: pengetahuan, keterampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu.

(29)

2. Faktor kepemimpinan, meliputi: kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader

3. Faktor tim, meliputi: kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan, dan keeratan anggota tim.

II.1.4. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja merupakan suatu proses yang dilakukan secara sistematis terhadap kinerja pegawai atau Sumberdaya Manusia (SDM) berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan atau dibebankan terhadap mereka. Termasuk didalamnya mencakup penilaian terhadap seluruh kegiatan program dan proyek yang dilaksanakan oleh organisasi tersebut. Penilaian kinerja pada dasarnya merupakan salah satu faktor penting guna mengembangkan organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program penilaian prestasi kerja. Hal ini menunjukkan bahwa organisasi telah memanfaatkan secara baik SDM yang dimiliki.

Penilaian kinerja menurut Ivancevich (2007) dalam buku Manajemen Kinerja Pemerintah Daerah (Amins, 2012) yaitu:

“Merupakan aktivitas yang digunakan untuk menentukan pada tingkat mana seorang pekerja (dalam hal ini aparatur pemerintah) menyelesaikan pekerjaannya secara efektif (performance evaluation is the activity used to determine the extent to which an employee performs work activity).

Implikasinya adalah, penilaian kinerja terhadap pekerjaan pegawai diperlukan agar perilaku mereka dapat diarahkan guna melakukan pekerjaan dengan baik sehingga tercapailah tujuan organisasi.”

(30)

Penilaian kinerja atau penilaian prestasi karyawan yang dikemukakan Mengginson (1981) dalam A.A Anwar Mangkunegara (2007: 9-20) yaitu penilaian prestasi kerja (performancce appraisal) adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.

Menurut Werther dan Davis (1996) dalam Suwanto dan Doni J. Priansa (2014:197), penilaian kinerja mempunyai beberapa tujuan dan manfaat bagi perusahaan dan karyawan yang dinilai, antara lain:

1. Performance Improvement. Memungkinkan karyawan dan manager untuk mengambil tindakan yang berhubungan dengan peningkatan kinerja.

2. Compensation Adjustment. Membantu para pengambil keputusan untuk menentukan siapa saja yang berhak menerima kenaikan gaji atau sebaliknya.

3. Placement Decision. Menetukan promosi, transfer, dan demotion.

4. Training and Development Needs. Mengevaluasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi karyawan agar kinerja mereka lebih optimal.

5. Carrer Planning and Development. Memandu untuk menentukan jenis karier dan potensi karier yang dicapai.

6. Staffing Process Deficiencis. Mempengaruhi prosedur perekrutan karyawan.

7. Informational Inaccuracies and Job-Design Errors. Membantu menjelaskan apa saja kesalahan yang telah terjadi dalam

(31)

manajemen sumber daya manusia terutama bidang informasijob- analysis. Job-design, dan sistem informasi manajemen sumber daya manusia.

8. Equal Employment Opportunity. Menunjukkan bahwa Placement decision tidak diskriminatif.

9. External Challenges. Kadang-kadang kinerja karyawan dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti keluarga, keuangan pribadi, kesehatan, dan lain-lainnya.

10.Feedback. Memebrikan umpan balik bagi urusan kekaryawanan maupun bagi karyawan itu sendiri.

II.1.5. Indikator Kinerja

Indikator kinerja yang di maksud oleh LAN-RI (1999) dalam Pasolong (2008: 202), adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan indikator masukan (inputs) keluaran (outputs), hasil (outcomes), manfaat (benefits), dan dampak (impacts).

Hersey, Blanchard, dan Johnson dalam buku Manajemen Kinerja (Wibowo, 2010: 102-104) mengemukakan tujuh indikator kinerja, yaitu:

1. Tujuan

Tujuan merupakan keadaan yang berbeda yang secara aktif dicari oleh seorang individu atau organisasi untuk dicapai.

Pengertian tersebut mengandung makna bahwa tujuan bukanlah merupakan persyaratan, juga bukan merupakan sebuah keinginan.

(32)

Tujuan merupakan sesuatu keadaan yang lebih baik yang ingin dicapai di masa yang akan datang. Dengan demikian, tujuan menunjukkan arah kemana kinerja harus dilakukan. Untuk mencapai tujuan, diperlukan kinerja individu, kelompok dan organisasi. Kinerja individu maupun organisasi berhasil apabila dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

2. Standar

Standar mempunyai arti penting karena memberitahukan kapan suatu tujuan dapat diselesaikan. Standar merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Tanpa standar, tidak dapat diketahui kapan tujuan dapat dicapai.

Standar menjawab pertanyaan kapan kita tahu bahwa kita sukses atau gagal.kinerja seseorang dikatakan berhasil apabila mampu mencapai standar yang ditentukan atau disepakati bersama antara atasan dan bawahan.

3. Umpan balik

Antara tujuan, standar, dan umpan balik bersifat saling terkait. Umpan balik melaporkan kemajuan, baik kualitas maupun kuantitas, dalam mencapai tujuan yang telah didefinisikan oleh standar. Umpan balik terutama penting ketika kita mempertimbangkan “real goals” atau tujuan sebenarnya. Tujuan yang dapat diterima oleh pekerja adalah tujuan yang bermakna dan berganda.

Umpan balik merupakan masukan yang dipergunakan untuk mengukur kemajuan kinerja, standar kinerja, dan pencapaian

(33)

tujuan. Dengan umpan balik dilakukan evaluasi terhadap kinerja dan sebagai hasilnya dapat dilakukan perbaikan kinerja.

4. Alat atau Sarana

Alat atau sarana merupakan sumber daya yang dapat dipergunakan untuk membantu menyelesaikan tujuan dengan sukses. Alat atau sarana merupakan factor penunjang untuk mencapai tujuan. Tanpa alat atau sarana, tugas pekerjaan spesifik tidak dapat dilakukan dan tujuan tidak dapat diselesaikan sebagaimana seharusnya. Tanpa alat tidak mungkin dapat melakukan pekerjaan.

5. Kompetensi

Kompetensi merupakan persyaratan utama dalam kinerja.

Kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalankan pekerjaan yang diberikan kepdanya dengan baik. Orang harus melakukan lebih dari sekedar belajar tentang sesuatu, orang harus dapat melakukan pekerjaannya dengan baik.

Kompetensi memungkinkan seseorang mewujudkan tugas yang berkaitan dengan pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan.

6. Motif

Motif merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk melakukan sesuatu. Manajer memfasilitasi motivasi kepada karyawan dengan insentif berupa uang, memberikan pengakuan, menetapkan tujuan menantang, menetapkan standar terjangkau, meminta umpan balik, memberikan kebebasan melakukan

(34)

pekerjaan termasuk waktu melakukan pekerjaan, menyediakan sumber daya yang diperlukan dan menghaampuskan tindakan yang yang mengakibatkan disintensif.

7. Peluang

Pekerja perlu mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan prestasi kerjanya. Terdapat dua faktor yang menyumbangkan pada adanya kekurangan kesempatan untuk berprestasi, yaitu ketersediaan waktu dan kemampuan untuk memenuhi syarat.

Sedangkan T.R. Mitchell dalam Sedarmayanti (2007), mengemukakan bahwa kinerja meliputi beberapa aspek:

1. Kualitas kerja (Quality of Work) yaitu kualitas pekerjaan yang dihasilkan dapat memuaskan bagi penggunanya atau tidak, sehingga hal ini dijadikan sebagai standar kerja.

2. Ketepatan waktu (Promptness) yaitu ketepatan bekerja yang diukur oleh tingkat waktu, sehingga pegawai dituntut untuk bekerja cepat dalam mencapai kepuasan dan peningkatan kerja, 3. Inisiatif (Initiative) yaitu setiap pegawai mampu menyelesaikan masalah pekerjaannya sendiri agar tidak terjadi kemandulan dalam pekerjaan.

4. Kemampuan (Capability) yaitu kemampuan dalam melakukan pekerjaan semaksimal mungkin.

Kumorotomo (1996) dalam buku Reformasi Birokrasi Publik (Dwiyanto, 2006: 52) menggunakan beberapa indikator

(35)

kinerja untuk jadikan pedoman dalam menilai kinerja birokrasi publik, anatara lain:

1. Efisiensi, yaitu menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasar dari rasionalitas ekonomis.

2. Efektivitas, yaitu apakah tujuan yang didirikannya organisasi pelayanan publik tercapai? Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi, serta fungsi agen pembangunan.

3. Keadilan, yaitu mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang diselenggarakan oleh organisasi publik.

4. Daya tanggap, yaitu berlainan dengan bisnis yang dilaksanakan oleh perusahaan swasta, organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap negara atau pemerintah akan kebutuhan masyarakat yang mendesak.

Sedangkan Abidin (2006) mengemukakan sebanyak enam indikator kinerja birokrasi (dalam Pasolong, 2008: 206), yaitu:

1. Ketersediaan fasilitas publik disetiap unit wilayah (desa-kota).

2. Ketersediaan pelayanan prima, pelayanan yang diberikan memuaskan masyarakat yang dilayani, kualitas layanan yang memuaskan, terjangkau (dekat) dengan rakyat, mudah dan murah.

3. Keterkaitan anatara berbagai kepentingan unit (wilayah).

4. Kelestarian lingkungan.

(36)

5. Kelestarian birokrasi

6. Berfungsinya kota sebagai pusat pengdongkrak.

II.1.6. Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistematik dan didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator-indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak. Penilaian tersebut tidak terlepas dari proses yang merupakan kegiatan mengolah masukan menjadi keluaran atau penilaian dalam proses penyusunan kebijakan/program/kegiatan yang dianggap penting dan berpengaruh terhadap pencapaian sasaran dan tujuan. Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi.

Berdasarkan Keputusan Menpan No. 25/ KEP/

M.PAN/2/2004, tentang Pedoman Umum Penyususnan Indeks Kepuasaan Mayarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, terdapat 14 indikator kriteria pengukuran kinerja organisasi, yaitu:

a. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.

b. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya.

(37)

c. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawab).

d. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku.

e. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaran dan penyelesaian pelayanan.

f. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dengan waktu yang ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan.

g. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani.

h. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati.

i. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besaran biaya yang ditetapkan.

j. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang ditetapkan.

k. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai ketetntuan yang telah ditetapkan.

(38)

l. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada masyarakat.

m. Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang mendapatkan pelayanan dengan risiko yang diakibatkan pelaksanaan pelayanan tersebut.

Schuler dkk dalam Keban (2004), mengatakan bahwa sistem penilaian kinerja diartikan sebagai suatu proses penilaian kinerja.

Dalam pandangan beliau bahwa proses penilaian kinerja dapat digunakan: (1) pendekatan kompratif, (2) standar-standar absolut, (3) pendekatan tujuan, (4) indeks yang bersifat langsung atau objektif.

Pengukuran kinerja sektor publik menurut Mardiasmo (2011) dalam Nasucha (2004: 108) mempunyai tiga tujuan sebagai berikut:

1. Membantu memperbaiki kinerja pemerintahan agar kegiatan pemerintah terfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja.

2. Pengalokasian sumber daya pembuatan dan pembuatan keputusan.

3. Mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.

Donovan & Jakson (1991) dalam buku Kepemimpinan Birokrasi (Pasolong 2008: 209), mengatakan bahwa secara teoritik penilaian kinerja sangat erat kaitannya dengan analisis pekerjaan.

Artinya, suatu penilaian tidak dapat dilakukan jika masih terdaat

(39)

ketidakjelasan tentang pekerjaan itu sendiri. Karena itu, efektivitas penilaian sangat tergantung pada penjelasan batasan atau definisi dari suatu pekerjaan itu sendiri, yang merupakan sumber daya manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa efektivitas penilaian kinerja sangat tergantung kepada baik buruknya manajemen sumberdaya manusia yang dimiliki.

Tercapainya tujuan organisasi tidak dapat dilepaskan dari sumberdaya yang dimiliki oleh organisasi yang digerakkan atau dijalankan pegawai yang berperan aktif sebagai pelaku dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Tercapainya kinerja maksimal tidak akan terlepas dari peran pemimpin birokrasi dalam memotivasi bawahannya dalam melaksanakan pekerjaan secara efektif dan efisien.

II. 2 Konsep Pelayanan II.2.1. Pelayanan Publik

Pelayanan pada dasarnya dapat didefinisikan sebagai aktivitas seseorang, sekelompok dan atau organisasi baik langsung maupun tidak langsung.

Pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara. Negara didirikan oleh publik (masyarakat) tentu saja dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada hakikatnya negara dalam hal ini pemerintah (birokrat) haruslah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan dalam hal ini bukanlah kebutuhan secara individual akan tetapi berbagai kebutuhan yang sesungguhnya

(40)

diharapkan oleh masyarakat, misalnya kebutuhan akan kesehatan, pendidikan, dan lain-lain.

Pelayanan publik menurut Sinambela dkk (2006) adalah sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.

Konsep pelayanan publik di Indonesia dirumuskan dalam Undang-Undang nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Dalam UU tersebut, pelayanan publik didefinisikan berdasarkan pembiayaan dan sifat pembiayaan. Konsep sistem pemerintah yang desentralistik di Indonesia memberikan ruang kepada pemerintah daerah untuk mengembangkan pelayanan yang responsif dan sesuai aspirasi dan dinamika lokal.

Oleh karena itu, pengembangan pelayanan publik harus berorientasi kepada rakyat. Kepentingan masyarakat secara keseluruhan harus di tempatkan sebagai pertimbangan utama dalam mengembangkan sistem pelayanan publik. Untuk mengkomudir kepentingan masyarakat, maka dalam pelayanan publik harus memberdayakan masyarakat.

II.2.2. Bentuk-Bentuk Pelayanan Publik

Bentuk pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis pelayanan (Batinggi &

Ahmad 2013: 30), yaitu:

(41)

a. Pelayanan pemerintahan adalah jenis pelayanan masyarakat yang terkait dengan tugas-tugas umum pemerintahan seperti pelayanan KTP, SIM, pajak dan kemigrasian

b. Pelayanan pembangunan, suatu jenis pelayanan masyarakat yang terkait dengan penyediaan sarana dan prasarana untuk memberikan fasilitasi kepada masyarakat dalam melakukan aktivitasnya sebagai warga negara. Pelayanan ini meliputi penyediaan jalan-jalan, jembatan, pelabuhan dan lain sebagainya.

c. Pelayanan utilitas. Jenis pelayanan yang terkait dengan utilitas masyarakat, seperti penyediaan listrik air, telepon, dan transportasi massal

d. Pelayanan sandang, pangan dan papan. Merupakan jenis pelayanan yang menyediakan bahan kebutuhan pokok masyarakat dan kebutuhan perumahan, seperti penyediaan beras, gula, minyak, gas tekstil, dan perumahan murah.

e. Pelayanan kemasyarakatan. Yaitu jenis pelayanan masyarakat yang dilihat dari sifat dan kepentingannya lebih ditekankan pada kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, penjara, rumah yatim piatu, dan lainnya.

Sedangkan bentuk –bentuk pelayanan publik lainya dikemukakan Moenir ( 2006 : 190) sebagai berikut :

a. Layanan dengan lisan yaitu layanan yang dilakukan oleh petugas dalam bidang hubungan masyarakat (HUMAS), bidang layanan

(42)

informasi dan bidang lain yang tugasnya memberikan penjelasan atau keterangan kepada siapapun yang memerlukan.

b. Layanan dengan tulisan, layanan ini terdiri dari dua golongan, yaitu:

a) Layanan berupa petunjuk, informasi dan yang sejenis ditujukan keada orang-orang yang berkepentingan agar memudahkan mereka dalam berurusan denagan istansi atau lembaga

b) Layanan berupa reaksi tertulis atas permohonan , laporan, keluhan, dan pemberitahuan.

II.2.3. Unsur-Unsur Pelayanan Publik

Bharata (2004) mengatakan terdapat empat unsur penting dalam proses pelayanan publik (http://www.kajianpustaka.coml), anatara lain:

1. Penyedia layanan, yaitu pihak yang dapat memberikan suatu layanan tertentu kepada konsumen, baik berupa layanan dalam bentuk penyediaan dan penyerahan barang (goods) atau jasa- jasa (services).

2. Penerima layanan, yaitu mereka yang disebut sebagai konsumen (costomer) atau customer yang menerima berbagai layanan dari penyedia layanan.

3. Jenis layanan, yaitu layanan yang dapat diberikan oleh penyedia layanan kepada pihak yang membutuhkan layanan.

4. Kepuasan pelanggan, dalam memberikan layanan penyedia layanan harus mengacu pada tujuan utama pelayanan, yaitu

(43)

kepuasan pelanggan. Hal ini sangat penting dilakukan karena tingkat kepuasan yang diperoleh para pelanggan itu biasanya sangat berkaitan erat dengan standar kualitas barang dan atau jasa yang mereka nikmati.

II.2.4. Asas Pelayanan Publik

Untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik, maka di keluarkannya undang-undang mengenai pelayanan publik.

Adapun asas-asas pelayanan publik yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yaitu:

1. Kepentingan umum, yaitu; Pemberian pelayanan tidak boleh mengutamakan kepentingan pribadi dan/atau golongan.

2. Kepastian hukum, yaitu Jaminan terwujudnya hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan pelayanan.

3. Kesamaan hak, yaitu Pemberian pelayanan tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi.

4. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu Pemenuhan hak harus sebanding dengan kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun penerima pelayanan.

5. Keprofesionalan, yaitu Pelaksana pelayanan harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugas.

(44)

6. Partisipatif, yaitu Peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat.

7. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, yaitu Setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan yang adil.

8. Keterbukaan, yaitu Setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah mengakses dan memperoleh informasi mengenai pelayanan yang diinginkan.

9. Akuntabilitas, yaitu Proses penyelenggaraan pelayanan harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

10. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, yaitu Pemberian kemudahan terhadap kelompok rentan sehingga tercipta keadilan dalam pelayanan.

11. Ketepatan waktu, yaitu Penyelesaian setiap jenis pelayanan dilakukan tepat waktu sesuai dengan standar pelayanan.

12. Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan, yaitu Setiap jenis pelayanan dilakukan secara cepat, mudah, dan terjangkau.

II.2.5. Prinsip Pelayanan Publik

Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan, Mustopadidjaja dalam Ahmad (2012; 65-66) mengemukakan beberapa prinsip dalam penyediaan pelayanan pada sektor publik, yaitu:

1. Menetapkan standar pelayanan artinya standar tidak hanya menyangkut standar atas produk pelayanan, tetapi juga standar

(45)

prosedur pelayanan dalam kaitan dengan pemberian pelayanan yang berkualitas.

2. Terbuka terhadap kritik dan saran maupun keluhan, dan menyediakan seluruh informasi yang digunakan dalam pelayanan.

3. Memperlakukan seluruh masyarakat sebagai pelanggan secara adil, dalam pemberian barang layanan tertentu, dimana masyarakat pelanggan secara transparan diberikan pilihan.

4. Mempermudah akses kepada seluruh masyarakat (pelanggan).

5. Membenarkan suatu hal dalam proses pelayanan ketiak hal tersebut menyimpang.

6. Menggunakan semua sumber yang digunakan untuk melayani masyarakat pelanggan secara efisien dan efektif.

7. Selalu mencari pembaruan dan mengupayakan peningkatan kualitas pelayanan.

Di samping itu, Batinngi dan Ahmad (2013: 54-55) dalam bukunya Manajemen Pelayanan Publik mengatakan untuk mewujudkan layanan berkualitas, perlu diterapkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Sebelum segala sesuatu dimulai, proses dan prosedur harus di tetapkan lebih awal.

2. Proses atau prosedur tersebut harus diketahui oleh semua yang terlibat. Proses dan prosedur itu tidak boleh membingungkan dan mengundang interprestasi ganda.

3. Kualitas muncul dari orang-orang yang bekerja dalam system., artinya orang-orang bekerja mengikuti system, satu mata rantai,

(46)

yang akhirnya membuahkan hasil. Apabila system itu baik, maka kecil kemungkinan kesalahan akan terjadi.

4. Peninjauan kualitas oleh para eksekutif perlu dilakukan secara priodik, dalam arti perlu diadakan penyempurnaan dari prosedur jika dipandang perlu dengan memperhatikan selera pihak yang dilayani.

5. Kualitas pelayanan dapat dicapai hanya apabila para pemimpin organisasi menciptakan iklim budaya organisasi yang memusatkan perhatian secara konsisten pada peningkatan kualitas dan kemudian menyempurnakannya secara berkala.

6. Kualitas berarti memenuhi keinginan, kebutuhan, dan selera konsumen.

7. Kualitas menuntut kerjasama yang erat. Setiap orang dalam organisasi hendaknya memandang orang lain sebagai rekannya, yang dapat dilihat dan dihargai sebagai bagian dari penentu berhasilnya ia melaksanakan suatu kewajiban.

II.2.6. Standar Pelayanan Publik

Tujuan dari standar pelayanan didasarkan pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokasi Nomor 15 tahun 2014. Adapun tujuan Pedoman Standar Pelayanan adalah untuk memberikan kepastian, meningkatkan kualitas dan kinerja pelayanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan selaras degan kemampuan penyelenngara sehingga mendapatkan kepercayaan masyarakat.

(47)

Standar pelayanan yang telah disusun dan ditetapkan oleh unit pelayanan publik harus dipublikasikan kepada masyarakat, baik melalui media cetak maupun media elektronik sehingga semua masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan mempunyai gambaran jelas mengenai bagaimana keadaan pelayanan di tempat tersebut, tentang mekanisme, prosedur, waktu pelayanan, biaya, dan berbagai hal lain yang disediakan oleh unit pelayanan publik..

Berdasarkan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009, setiap standar pelayanan dipersyaratkan harus mencantumkan komponen sekurang-kurangnya meliputi:

1. Dasar Hukum, adalah peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar penyelenggaraan pelayanan.

2. Persyaratan, adalah syarat (dokumen atau hal lain) yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif.

3. Sistem, mekanisme, dan prosedur, adalah tata cara pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan, termasuk pengaduan.

4. Jangka waktu penyelesaian, adalah jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.

5. Biaya/tarif, adalah ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam mengurus dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat.

(48)

6. Produk pelayanan, adalah hasil pelayanan yang diberikan dan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

7. Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas, adalah peralatan dan fasilitas yang diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan, termasuk peralatan dan fasilitas pelayanan bagi kelompok rentan.

8. Kompetensi pelaksana, adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh pelaksana meliputi pengetahuan, keahlian, ketrampilan dan pengalaman.

9. Pengawasan internal, adalah sistem pengendalian intern dan pengawasan langsung yang dilakukan oleh pimpinan satuan kerja atau atasan langsung pelaksana.

10. Penanganan pengaduan, saran, dan masukan, adalah tata cara pelaksanaan penanganan pengaduan dan tindak lanjut.

11. Jumlah pelaksana, adalah tersedianya pelaksana sesuai dengan beban kerja. Informasi mengenai komposisi atau jumlah petugas yang melaksanakan tugas sesuai pembagian dan uraian tugasnya.

12. Jaminan pelayanan, adalah memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan Standar pelayanan

13. Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan, adalah dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, risiko, dan keragu-raguan.

14. Evaluasi kinerja pelaksana, adalah penilaian untuk mengetahui seberapa jauh pelaksanaan kegiatan sesuai dengan standar pelayanan.

(49)

II.2.7. Indikator Pelayanan

Zeithaml, Parasuraman & Berry (1990) (dalam Ratminto dan Atik 2012:175) menggunakan ukuran tangibel, reliability, responsivenes, assurance, empathy.

1. Tangibel atau ketampakan fisik yaitu: fasilitas fisik, peralatan, pegawai dan fasilitas-fasilitas komunikasi yang dimiliki oleh penyedia layanan.

2. Reliability atau reabilitas adalah kemampuan untuk menyelenggarakan pelayanan yang dijanjikan secara akurat.

3. Responsivenes atau responsivitas adalah kerelaan untuk menolong pengguna layanan dan menyelenggarakan pelayanan secara ikhlas.

4. Assurance atau kepastian adalah pengetahuan, kesopanan dan kemampuan para petugas penyedia layanan dalam memberikan kepercayaan kepada pengguna layanan.

5. Empathy adalah kemampuan memberikan perhatian kepada pengguna layanan secara individual.

II. 3 Konsep Kinerja Pelayanan

Kinerja pelayanan merupakan hal yang menyangkut kualitas pelayanan, hasil pekerjaan, kecepatan kerja, pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan harapan masyarakat dan ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan.

Kinerja organisasi publik juga dapat diartikan sebagai hasil kerja organisasi publik dalam melayani dan memenuhi kebutuhan masyarakat

(50)

(pelanggan) atau pengguna jasa agar tercapainya kepuasan dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi serta mengetahui dampak positif dan negatif suatu kebijakan operasional yang diambil. Kinerja dapat dipergunakan manajeman untuk melakukan penilaian secara periodik mengenai efektivitas operasional organisasi, bagian organisasi, dan karyawan berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang ditetapkan sebelumnya.

Kinerja pelayanan memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pelanggan (masyarakat), kualitas yang di dapat dari kinerja yang baik akan memberikan suatu dorongan yang kuat dengan pada suatu instansi. Dalam jangka panjang, keadaan seperti ini memungkinkan organisasi/instansi pemerintahan untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka dengan demikian perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan.

Salah satu hal yang penting di lakukan dalam upaya mengevaluasi dan membenahi sistem yang berjalan dalam sebuah organisasi atau instansi pemerintah yaitu pengukuran kinerja. Hal tersebut dikarenakan oleh banyaknya keluhan masyarakat terkait pelayanan yang diberikan oleh organisasi atau instansi pemerintah dan pada akhirnya dapat memperparah kondisi internal birokrasi. Karena itu, pengukuran kinerja harus dilakukan oleh setiap organisasi atau instansi pemerintah sebagai agenda yang tahunan.

Zeithhaml, Parasuraman, dan Berry (1990) dalam Pasolong (2008:

205), mengemukakan bahwa kinerja pelayanan publik yang baik dapat dilihat melalui berbagai indikator yang sifatnya fisik. Penyelenggaraan

(51)

pelayanan publik dapat dilihat dari aspek fisik pelayanan yang diberikan, seperti tersedianya gedung pelayanan yang representatif, fasilitas pelayanan yang berupa telivisi, ruang tunggu yang bersih dan nyaman, penampilan aparat yang menarik di mata pengguna jasa, seperti seragam, dan berbagai fasilitas kantor yang memudah akses layanan bagi masyarakat.

Levine et.al (1990) menyebutkan lima indikator untuk mengukur kinerja sektor publik (Nasucha, 2004: 25), yaitu:

1. Produktivitas, yaitu ukuran seberapa besar pelayanan publik itu menghasilkan yang diharapkan, dari segi efisien dan efektivitas.

2. Kualitas pelayanan, merupaka ukuran citra yang diakui masyarakat mengenai pelayanan yang di berikan yaitu masyarakat merasa puas atau tidak puas.

3. Responsivitas, merupakan ukuran kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyrakat.

4. Responsibilitas, yaitu ukuran apakah pelaksanaan kegiatan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar.

5. Akuntabilitas, ukuran seberpa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik dapat di pertanggungjawabkan kepada rakyat atau konsisten dengan kehendak publik.

Dalam buku Indikator Kinerja Utama, ada tiga konsep yang dapat digunakan mengukur kinerja organisasi publik (Moeheriono 2011:

162) yaitu:

(52)

a. Responsivitas, yaitu menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

b. Responsibilitas, yaitu pelaksanaan kegiatan organisasi publik dilakukan sesuai dengan prinsi-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan secara implisit maupun eksplisit.

c. Akuntabilitas, yaitu menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik yang diharapkan dari masyarakat, bisa perupa penilaian dari wakil rakyat, pejabat dan masyarakat.

Menurut Dwiyanto (1995) dalam bukunya Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia (2006: 50-51) menjelaskan beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik yaitu sebagai berikut:

1. Produktivitas, yaitu tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga mengukur efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai ratio antara input dengan output. Konsep produktivitas dirasa terlalu sempit dan kemudian General Accounting Office (GOA) mencoba mengembangkan satu ukuran produktivitas yang lebih luas dengan memasukan seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil dari yang diharapkan salah satu indikator kinerja yang penting.

2. Kualitas layanan, yaitu: cenderung menjadi penting dalam menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengapa organisasi publik muncul karena ketidakpuasan publik terhadap kualitas. Dengan demikian menurut Dwiyanto kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan sebagai indikator kinerja birokrasi publik.

(53)

3. Responsivitas, yaitu kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda, dan prioritas pelayanan, dan kebutuhan masyrakat dan aspirasi masyarakat. Secara singkat responsivitas disini menunjuk pada keselarasan anatara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

4. Responsibilitas, yaitu menejlaskan apakah pelaksana kegiatan birokrasi publik itu dilakukan dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar dengan kebijakan birokrasi, baik yang eksplisit maupun implisit.

5. Akuntabilitas, yaitu menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan birokrasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya ialah bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan selalu memprioritaskan kepentingan publik.

Holloway et al. (1995) dalam Nasucha (2004:108), menyebutkan bahwa indikator kinerja dapat berupa akuntabilitas, efiiensi, efektivitas, dan equity (keadilan). Sedangkan Wibawa (1992), menambahkan bahwa kinerja dapat dilihat dari volume pelayanan, kualitas pelayanan, dan kemampuan memperoleh sumberdaya bagi pelaksanaan program.

Selain itu, untuk menilai kinerja pelayanan publik, ada beberapa indikator yang dapat di pergunakan berdasarkan Governance and Dezentralization di singkat GDS (2002) dalam buku Manajemen Pelayanan Publik (Batinggi & Ahmad, 2013:61-63), anatara lain:

1. Equity (keadilan). Dalam penyelenggaran pelayanan publik, pemenuhan prinsip keadilan dilihat dari kemampuan pemerintah untuk

(54)

memberikan perlakuakn yang sama dan adil kepada warganya dalam penyelenggraan pelayanan publik (Thompson, 1989)

2. Responsivitas. Responsivitas menjelaskan kemampuan pemerintah untuk mengenali kebutuhan, menyusun agenda dan prioritas, dan mengembangkan program-program yang sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat (Hormon, 1995). Oleh karena itu, responsivitas menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan dengan kebutuhan masyarakat.

3. Efisiensi Pelayanan. Untuk menilai efisiensi pelayanan, GDS (2012) menggunakan dimensi waktu dan baiaya yang diperlukan untuk menyelesaiakn berbagai jenis pelayanan publik.

4. Suap dan Rante Birokrasi. Fenomena suap dalam pelayanan public masih banyak dijumpai dalam berbagai jenis pelayanan.ada banyak faktor yang menyebabkan suap dan rante birokrasi masih menjadi fenomena yang lazim dalam praktik pelayanan publik di Indonesia. Di samping karena penghasilan aparat birokrasi yang rendah, suap dan rante birokrasi terjadi karena struktur birokrasi yang masih sangat dominan dalam praktik penyelenggaran pelayanan publik.

II. 4 Pengujian Kendaraan Bermotor

Pengujian kendaraan bermotor disebut juga uji kir adalah serangkaian kegiatan menguji dan/atau memeriksa bagian-bagian kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan dan kendaraan khusus dalam rangka pemenuhan terhadap persyaratan teknis dan laik jalan.

(55)

Maksud dan tujuan pengujian kendaraan bermotor yang tercantum dalam Praturan Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang No 17 Tahun 2011 tantang Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor adalah :

1. untuk menjaga agar kendaraan bermotor selalu laik jalan;

2. untuk mencegah terjadinya kecelakan, kebakaran dan mengurangi kebisingan serta pencemaran lingkungan (polusi);

3. untuk menentukan daya angkut dan kelas jalan yang dapat dilalui kendaraan; dan

4. untuk meningkatkan perawatan kendaraan bermotor.

Adapun yang di maksud dengan kendaraan bermotor jenis angkutan barang berdasarkan dalam Peraturan Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang No 17 Tahun 2011 tantang Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor yaitu setiap kendaraan bermotor selain sepeda motor, mobil penumpang dan mobil bus yang digunakan sebagai sarana pengangkutan barang.

Pelayanan pengujian kendaraan bermotor merupakan pemeriksaan pada kondisi kendaraan yang dilakukan oleh penguji apakah kendaraan tersebut memenuhi persyaratan laik jalan atau tidak, termasuk kelengkapan surat-surat kendaraan bermotor yang merupakan kewenangan dari Perhubungan. Dari pemeriksaan kondisi fisik kendaraan tersebut, maka sangat dibutuhkan pelayanan dalam kelancaran pengujian kendaraan bermotor itu sendiri

Selanjutnya dasar hukum pengujian kendaraan bermotor yang tercantum dalam Praturan Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang No 17 Tahun 2011 tercantum pada Pasal 3, yaitu:

Referensi

Dokumen terkait

Dengan fitur yang ada pada aplikasi ini, user akan mendapatkan informasi tentang cabang dan ranting yang berada di wilayah purwokerto dan rute ketempat cabang dan ranting

Faktor risiko preeklampsia meliputi riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya, hipertensi kronik atau penyakit ginjal kronik, riwayat trombophilia, kehamilan kembar,

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data tentang kemampuan mengenal konsep bilangan pada anak kelompok A TK Muslimat NU 76 “Darunnajah” Kletek Sidoarjo

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Menghasilkan suatu evaluasi dan analisis terhadap sistem akreditasi program studi yang saat ini berjalan di Universitas Jambi; (2)

first year of experiment, the average runo # ratio was very high ( +/. * ῌ for clean o weeded plot, Paspalum plot, and natural weeds plot respectively) compared to the other

Ideologi yang mereka jadikan landasan untuk gerakan ini bukanlah cita-cita sama rata sama rasa seperti yang disiarkan para kader komunis, dan juga bukan prinsip liberal kebo

pengertian tayammum dan tata cara tayammum dengan melibatkan sumber belajar lingkungan sekitar, jumlah siswa yang tuntas hanya 4 siswa, setelah diterapkannya media ini jumlah

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul