ANALITYCAL HIERARCHY PROCES (AHP)
SKRIPSI
SAMUEL PARLUHUTAN SIMANJUNTAK 120803083
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
IDENTIFIKASI PRIORITAS PENGEMBANGAN OBYEK WISATA DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR DENGAN METODE
ANALITYCAL HIERARCHY PROCES (AHP)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
SAMUEL PARLUHUTAN SIMANJUNTAK 120803083
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul : Identifikasi Prioritas Pengembangan Obyek Wisata di Kabupaten Toba Samosir dengan Metode Analitycal Hierarchy Process (AHP)
Kategori : Skripsi
Nama : Samuel Parluhutan Simanjuntak
Nomor Induk Mahasiswa : 120803083
Program Studi : Sarjana (S1) Matematika
Departemen : Matematika
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara
Diluluskan di Medan, Juli 2017
Komisi Pembimbing:
Pembimbing 2, Pembimbing 1,
Asima Manurung, S. Si, M. Si Drs. Pengarapen Bangun, M. Si NIP.19730315 199903 2 001 NIP. 19560815 198503 1 005
Disetujui oleh:
Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,
Dr. Suyanto, M.Kom
NIP. 19590813 1986011 002
PERNYATAAN
IDENTIFIKASI PRIORITAS PENGEMBANGAN OBYEK WISATA DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR DENGAN METODE ANALITYCAL
HIERARCHY PROCES (AHP)
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2017
SAMUEL PARLUHUTAN SIMANJUNTAK 120803083
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus dengan kasih dan berkatNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul Identifikasi Prioritas Pengembangan Obyek Wisata di Kabupaten Toba Samosir dengan Metode Analitycal Hierarchy Process (AHP).
.
Terimakasih juga penulisa sampaikan kepada :
1. Bapak Drs. Pengarapen Bangun, M. Si selaku pembimbing 1 dan Ibu Asima Manurung, S. Si, M. Siselaku pembimbing 2 yang telah membimbing penulis selama penulisan skripsi ini.
2. BapakDrs. Rosman Siregar, M. Si dan BapakDrs. Pasukat Sembiring, M. Si selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan skripsi ini.
3. BapakDr. Suyanto, M.Komdan BapakDrs. Rosman Siregar, M. Si selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Matematika FMIPA-USU Medan.
4. Bapak Dr. Kerista Sebayang, M. S selaku Dekan FMIPA USU serta seluruh civitas akademika di lingkungan FMIPA USU.
5. Ayahanda Toba Hasiholan Simanjuntak serta saudara dan saudari penulis yang selama ini memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis.
6. Teman-teman mahasiswa matematika stambuk 2012 dan teman-teman lainnya yang membantu penulis dalam menyempurnakan tulisan ini.
IDENTIFIKASI PRIORITAS PENGEMBANGAN OBYEK WISATA DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR DENGAN METODE ANALITYCAL
HIERARCHY PROCES (AHP)
ABSTRAK
Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang menggunakan faktor-faktor logika, pengalaman, pengetahuan, emosi dan rasa untuk dioptimasi dalam suatu proses yang sistematis.
Hirarki fungsional dan matriks perbandingan berpasangan merupakan komponen utama dalam struktur AHP. Pada matriks perbandingan berpasangan tersebut akan dicari bobot dari tiap-tiap kriteria dengan cara menormalkan rata-rata geometrik dari pendapat responden. Nilai eigen maksimum dan vektor eigen yang dinormalkan akan diperoleh dari matriks ini. Pada proses menentukan faktor pembobotan hirarki maupun faktor evaluasi, uji konsistensi harus dilakukan (CR <
0,100). Metode AHP dalam penelitian ini digunakan mengidentifikasi prioritas pengembangan obyek wisata di Kabupaten Toba Samosir. Hasil analisis dengan AHP menunjukkan bahwa Museum TB Centre dan Museum Batak menjadi prioritas dengan bobot 35,38%.
Kata kunci : Analytical Hierarchy Process (AHP), Nilai eigen, Vektor eigen
ABSTRACT
Analytical Hierarchy Process (AHP) method is a decision making method which use factor of logic, experience, knowledge, emotion and feeling for optimized in a systematic process. Functional hierarchy and pair-wise comparison matrix is the main component in structure of AHP. In this pair-wise comparison matrix, the weight of each criterion will be sought by normalizing the geometric mean of respondents’ opinion. Maximum eigen values and eigen vector which normalized will be obtained in this matrix. In the process of determining hierarchy weighting factor as well as evaluation factor, there must be a consistency testing (CR <
0,100). AHP method used in this study to identify priority development of tourism in Toba Samosir regency. AHP analysis results showed that the TB Centre
Museum and Museum Batak is a priority with a weight of 35.38%.
Keywords : Analytical Hierarchy Process (AHP), Eigen values, Eigen vector
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN i
PERNYATAAN ii
PENGHARGAAN iii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
BAB1 PENDAHULUAN 1
1. 1 Latar Belakang 1
1. 2 Perumusan Masalah 2
1. 3 Batasan Masalah 2
1. 4 Tujuan Penelitian 2
1. 5 TinjauanPustaka 3
1. 6 Kontribusi Penelitian 5
1. 7 Metodologi Penelitian 5
BAB 2 LANDASAN TEORI 7
2. 1 Analytial Hierarchy Process (AHP) 7 2. 1. 1 Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP) 7 2. 1. 2 Landasan Aksiomatik Analytic Hierarchy Process
(AHP)
7 2. 1. 3 Prinsip Pokok Analytic Hierarchy Process (AHP) 8
2. 1. 4 Tahapan AHP 10
2. 1. 5 Penentuan Prioritas 11
2. 1. 6 Eigen Value dan Eigen Vector 15 2 .1. 7 Uji Konsistensi Indeks dan Rasio 19
2. 2. Pariwisata 21
2. 2. 1. Pengertian Pariwisata 21
2. 2. 2. Obyek Wisata 22
2. 2. 3. Faktor Pendorong Pengembangan Obyek Wisata
23
2. 2. 4 Pengembangan Obyek Wisata 24
3.2 Perhitungan Faktor Pembobotan Hirarki untuk Semua Kriteria
29 3. 3 Perhitungan Faktor Evaluasi untuk
Kriteria Infrastruktur
31
3. 4 Perhitungan Faktor Evaluasi untuk Kriteria Aksesbilitas 34 3. 5 Perhitungan Faktor Evaluasi untuk Kriteria Fasilitas 36 3. 6 Perhitungan Faktor Evaluasi untuk Kriteria Keamanan 39
3. 7 Perhitungan Total Ranking 42
3. 7.1Faktor Evaluasi Total 42
3. 7.2Total Ranking 42
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN 45
4.1 Kesimpulan 45
4.2 Saran 45
DAFTAR PUSTAKA 46
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor
Tabel Judul Tabel Halaman
Tabel 1. 1 Matriks Perbandingan Berpasangan 4
Tabel 2. 1 Matriks Perbandingan Berpasangan 11
Tabel 2. 2 Matriks Perbandingan Intensitas 12
Tabel 2. 3 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan 13 Tabel 2. 4 Contoh Matriks Perbandingan Berpasangan 14
Tabel 2. 5 Tabel Nilai Random Indeks (RI) 21
Tabel 3. 1 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki untuk Semua Kriteria 30 Tabel 3. 2
Matriks Faktor Pembobotan Hirarki untuk Semua Kriteria
yang Disederhanakan 30
Tabel 3. 3
Matriks Faktor Pembobotan Hirarki untuk Semua Kriteria
yangDinormalkan 31
Tabel 3. 4 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Infrastruktur 32 Tabel 3. 5
Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Infrastruktur yang
Disederhanakan 32
Tabel 3. 6
Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Infrastruktur yang
Dinormalkan 34
Tabel 3. 7 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Aksebilitas 34 Tabel 3. 8
Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Aksebilitas yang
Disederhanakan 35
Tabel 3. 9
Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Aksebilitas yang
Dinormalkan 36
Tabel 3. 10 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Fasilitas 37 Tabel 3. 11
Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Fasilitas
yangDisederhanakan 37
Tabel 3. 12
Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Failitas yang
Dinormalkan 39
Tabel 3. 13 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Keamanan 39 Tabel 3. 14
Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Keamanan yang
Disederhanakan 40
Tabel 3. 15
Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Keamanan yang
Dinormalkan 41
Tabel 3. 16
Matriks Hubungan antara Kriteria dan Alternatif Sebelum
diurutkan 42
Tabel 3. 17
Matriks Hubungan antara Kriteria dan Alternatif Setelah
diurutkan 42
Nomor
Gambar Judul Gambar Halaman
Gambar 1. 1 Bagan Pengelompokan Hirarki dalam AHP 3
Gambar 2. 1 Struktur Hirarki 9
Gambar 3. 1
Struktur Hierarki Penentuan Prioritas Pengembangan
Obyek Wisata 29
IDENTIFIKASI PRIORITAS PENGEMBANGAN OBYEK WISATA DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR DENGAN METODE ANALITYCAL
HIERARCHY PROCES (AHP)
ABSTRAK
Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang menggunakan faktor-faktor logika, pengalaman, pengetahuan, emosi dan rasa untuk dioptimasi dalam suatu proses yang sistematis.
Hirarki fungsional dan matriks perbandingan berpasangan merupakan komponen utama dalam struktur AHP. Pada matriks perbandingan berpasangan tersebut akan dicari bobot dari tiap-tiap kriteria dengan cara menormalkan rata-rata geometrik dari pendapat responden. Nilai eigen maksimum dan vektor eigen yang dinormalkan akan diperoleh dari matriks ini. Pada proses menentukan faktor pembobotan hirarki maupun faktor evaluasi, uji konsistensi harus dilakukan (CR <
0,100). Metode AHP dalam penelitian ini digunakan mengidentifikasi prioritas pengembangan obyek wisata di Kabupaten Toba Samosir. Hasil analisis dengan AHP menunjukkan bahwa Museum TB Centre dan Museum Batak menjadi prioritas dengan bobot 35,38%.
Kata kunci : Analytical Hierarchy Process (AHP), Nilai eigen, Vektor eigen
ABSTRACT
Analytical Hierarchy Process (AHP) method is a decision making method which use factor of logic, experience, knowledge, emotion and feeling for optimized in a systematic process. Functional hierarchy and pair-wise comparison matrix is the main component in structure of AHP. In this pair-wise comparison matrix, the weight of each criterion will be sought by normalizing the geometric mean of respondents’ opinion. Maximum eigen values and eigen vector which normalized will be obtained in this matrix. In the process of determining hierarchy weighting factor as well as evaluation factor, there must be a consistency testing (CR <
0,100). AHP method used in this study to identify priority development of tourism in Toba Samosir regency. AHP analysis results showed that the TB Centre
Museum and Museum Batak is a priority with a weight of 35.38%.
Keywords : Analytical Hierarchy Process (AHP), Eigen values, Eigen vector
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara yang sangat berpengaruh besar dalam membangun perekonomian. Sektor pariwisata di Indonesia masih bisa dikembangkan dengan lebih maksimal lagi. Pengembangan sektor pariwisata yang dilakukan dengan baik akan mampu menarik wisatawan domestik maupun wisatawan asing untuk datang dan membelanjakan uangnya dalam kegiatan berwisatanya. Dari transaksi itulah masyarakat daerah wisata akan terangkat taraf hidupnya serta negara akan mendapat devisa dari wisatawan asing.
Hingga saat ini pariwisata di Indonesia belum berjalan optimal, padahal aspek ini sangat berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan masyarakat terutama pendapatan asli daerah. Indonesia sebagai negara yang memiliki kekayaan alam harus mempergunakan kekayaannya sebagai objek untuk mendatangkan devisa melalui pariwisata alam. Selain daerah Jawa dan Bali.
Sumatera Utara juga memiliki daerah wisata alam lainnya yang berpotensi dalam peningkatan objek wisata alam yaitu terdapat di Kabupaten Toba Samosir. Salah satunya adalah objek wisata yang sudah ada seperti Danau Toba.
Menurut Dinas Pariwisata Toba Samosir, sektor pariwisata merupakan sektor yang diharapkan dapat menambah devisa negara atau paling tidak meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar kawasan obyek wisata. Namun pengembangan wisata alam membutuhkan investasi yang relatif besar terutama menyangkut perencanaan, pelaksanaan pembangunan dan pengembangannya.
Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan metode yang tepat dalam mengidentifikasi prioritas pengembangan obyek wisata di Kabupaten Toba Samosir. Mengapa AHP dapat diandalkan, karena dalam AHP suatu prioritas disusun dari berbagai pilihan yang dapat berupa kriteria yang sebelumnya telah didekomposisi (struktur) terlebih dahulu, sehingga penetapan prioritas didasarkan pada suatu proses yang terstruktur (hierarki) dan masuk akal.
Jadi pada intinya AHP membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menyusun suatu hirarki kriteria, dinilai secara subjektif oleh pihak yang berkepentingan lalu menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas (kesimpulan). Berdasarkan uraian tersebut, proses pengambilan keputusan pada metode AHP sangat tepat untuk mengidentifikasi proiritas pengembangan obyek wisata di Kabupaten Toba Samosir.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian ini, maka permasalahan dari penelitian ini adalah untuk mengindifikasi prioritas pengembangan objek wisata di Kabupaten Toba Samosir.
1.3 Batasan Masalah
Untuk menghindari meluasnya masalah dalam penelitian ini, maka permasalahan dibatasi sebagai berikut:
1. Data yang digunakan adalah data primer yaitu data dari responden berupa wawancara atau pengisian angket.
2. Responden penelitian ini merupakan masyarakat Kabupaten Toba Samosir yang berkunjung ke tempat wisata tersebut dan umurnya diatas 17 tahun . 3. Jumlah sampel dalam penelitian dibatasi sebanyak 100 sampel, yang
dirasakan sudah cukup untuk mewakili populasi.
4. Alternatif ada lima kategori besar yaitu:
a. Taman Eden
b. Museum Batak dan Museum TB Centre c. Pantai Bul-bul
d. Air Terjun Ponot e. Bukit Gibeon f.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi prioritas pengembangan obyek wisata di Kabupaten Toba Samosir.
3
1.5 Tinjauan Pustaka
Sebagai sumber pendukung teori dalam penulisan ini, penulis mengambil beberapa pustaka yang memberikan kontribusi dalam penyelesaian tulisan ini.
Menurut Thomas L. Saaty, Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu model pendukung keputusan yang menguraikan masalah multi factor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level di mana multi level pertama adalah tujuan, yang diikuti level factor, kriteria, sub criteria dan alternative. Dengan hirarki, suatu masalah kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis. Hirarki tersebut digambarkan dalam bagan berikut:
Menurut Prof. Dr. Iryanto, M. Si dalam tulisannya mengatakan bahwa Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah suatu metode yang banyak digunakan dalam me-rating (memeringkat) berbagai masalah dan telah menunjukkan hasil yang mengagumkan. Metode ini menyelesaikan permasalahan dengan memecah masalah sampai ke bagian yang paling kecil. Metode ini juga memiliki banyak keistimewaan seperti dapat digunakan tanpa data statistik dan dalam analisisnya
menggunakan preferensi dari ahli. Namun demikian, metode AHP membutuhkan responden yang benar-benar ahli dalam bidang yang dianalisis.
Suyatno dkk (2011) dalam tesis mereka yang berjudul Rancang Bangun Sistem Pendukung Keputusan untuk Pemilihan Gagasan dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) mengatakan bahwa model hirarki dalam AHP dilakukan pembobotan pada matriks perbandingan berpasangan pada setiap tingkatannya, yaitu kriteria, dan alternatif.
Perbandingan dilakukan berdasarkan kebijakan pembuat keputusan dengan menilai tingkat kepentingan satu elemen terhadap elemen lainnya proses perbandingan berpasangan, dimulai dari level hirarki paling atas yang ditujukan untuk memilih kriteria.Misalnya A, kemudian diambil elemen yang akan dibandingkan, misal A1, A2, A3, A4, A5. Maka susunan elemen- elemen yang dibandingkan tersebut.
Tabel 1.1 Matriks Perbandingan Berpasangan
A1 A2 A3 A4 A5
A1 1
A2 1
A3 1
A4 1
A5 1
Untuk menentukan nilai kepentingan relatif antar elemen digunakan skala bilangan dari 1 sampai 9. Penilaian ini dilakukan oleh seorang pembuat keputusan yang ahli dalam bidang persoalan yang sedang dianalisa dan mempunyai kepentingan terhadapnya. Apabila suatu elemen dibandingkan dengan dirinya sendiri maka diberi nilai 1. Jika elemen i dibandingkan dengan elemen j mendapatkan nilai tertentu, maka elemen j dibandingkan dengan elemen i merupakan kebalikannya.
5
Kelebihan menggunakan metode AHP adalah sebagai berikut:
1. Struktur yang berbentuk hierarki sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipillih sampai pada subkriteria yang paling dalam.
2. Memperhatikan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan.
3. Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan keluaran analisis sensitivitas pembuat keputusan.
Kardi Teknomo dkk menguraikan tentang penggunaan AHP yang dimulai dengan membuat struktur hirarki atau jaringan dari permasalahan yang ingin diteliti. Di dalam hirarki terdapat tujuan utama, kriteria-kriteria, dan alternatif- alternatif yang akan dibahas. Perbandingan berpasangan dipergunakan untuk membentuk hubungan di dalam struktur. Hasil dari perbandingan berpasangan ini akan membentuk matriks di mana skala rasio diturunkan dalam bentuk eigenvektor utama.
1.6 Kontribusi Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai tolak ukur untuk pemerintah Kabupaten Toba Samosir dalam pengembangan obyek wisata di Kabupaten Toba Samosir.
2. Sebagai bahan untuk pengembangan ilmu dalam bidang pengambilan keputusan.
1.7 Metodologi Penelitian
Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam menyelesaikan penelitian ini adalah :
1. Menentukan kriteria dan alternatif prioritas pengembangan obyek wisata Di Kabupaten Toba Samosir.
2. Menyusun kuesioner penelitian serta pendistribusian kuesioner kepada responden.
3. Menganalisa data dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan langkah-langkah:
a. Mendefinisikan masalah.
b. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan, dilanjutkan dengan kriteria dan alternatif pilihan.
c. Membentuk matriks perbandingan berpasangan . d. Menormalkan data.
e. Menghitung nilai eigen vektor dari setiap matriks perbandingan berpasangan.
f. Menguji konsistensi hirarki.
4. Mengidenfikasi prioritas pengembangan obyek wisata yang akan dikembangkan dari hasil analisa yang telah dilakukan.
5. Membuat kesimpulan.
BAB 2
LANDASAN TEORI
2. 1 Analytical Hierarchy Process (AHP)
2. 1. 1. Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP)
Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 70 –an ketika di Warston school. Metode AHP merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam sistem pengambilan keputusan dengan memperhatikan factor – faktor persepsi, preferensi, pengalaman dan intuisi. AHP menggabungkan penilaian – penilaian dan nilai – nilai pribadi ke dalam satu cara yang logis.
AHP digunakan untuk menurunkan skala rasio dari beberapa perbandingan berpasangan yang bersifat diskrit maupun kontinu. Perbandingan berpasangan tersebut dapat diperoleh melalui pengukuran aktual maupun pengukuran relatif dari derajat kesukaan, atau kepentingan atau perasaan. Dengan demikian metode ini sangat berguna untuk membantu mendapatkan skala rasio dari hal-hal yang semula sulit diukur seperti pendapat, perasaan, prilaku dan kepercayaan.
(Saaty,2001)
2.1.2. Landasan Aksiomatik Analytic Hierarchy Process (AHP)
Analytical Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri dari :
1. Reciprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Si pengambil keputusan harus bisa membuat perbandingan dan menyatakan preferensinya.
Preferensinya itu sendiri harus memenuhi syarat resiprokal yaitu kalau A lebih disukai dari B dengan skala x, maka B lebih disukai dari A dengan skala 1/x
2. Homogenity, yang mengandung arti preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dalam skala terbatas atau dengan kata lain elemen-elemennya dapat dibandingkan satu sama lain. Kalau aksioma ini tidak dapat dipenuhi maka elemen-elemen yang dibandingkan tersebut tidak homogenous dan harus dibentuk suatu’cluster’ (kelompok elemen-elemen) yang baru.
3. Independence berarti setiap level mempunyai kaitan walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna. Ini menunjukkan bahwa pola ketergantungan atau pengaruh dalam model AHP adalah searah keatas, Artinya perbandingan antara elemen-elemen dalam satu level dipengaruhi atau tergantung oleh elemen-elemen dalam level di atasnya.
4. Expectations, artinya untuk tujuan pengambilan keputusan, struktur hirarki diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka si pengambil keputusan tidak memakai seluruh kriteria dan atau objektif yang tersedia atau diperlukan sehingga keputusan yang diambil dianggap tidak lengkap
2.1.3. Prinsip-Prinsip Dasar Analytical Hierarchy Process (AHP)
Dalam menyelesaikan permasalahan dengan metode AHP ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami, yaitu :
a. Decompositionadalah memecahkan atau membagi problema yang utuh menjadi unsur-unsurnya ke bentuk hirarki proses pengambilan keputusan, dimana setiap unsur atau elemen saling berhubungan. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur- unsur sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan yang hendak dipecahkan. Struktur hirarki keputusan tersebut dapat dikategorikan sebagai complete dan incomplete. Suatu hirarki keputusan disebut complete jika semua elemen pada suatu tingkat memiliki hubungan terhadap semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya, sementara hirarki keputusan incomplete kebalikan dari hirarki complete. Bentuk struktur dekomposisi yakni:
- Tingkat pertama : Tujuan keputusan (Goal) - Tingkat kedua : Kriteria – kriteria
9
- Tingkat ketiga : Alternatif – alternatif
Gambar 2.1. Struktur Hierarki
b. Comparative judgementdilakukan dengan penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap urutan prioritas dari elemen-elemennya. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparisons yaitu matriks perbandingan berpasangan memuat tingkat preferensi beberapa alternatif untuk tiap kriteria. Skala preferensi yang digunakan yaitu skala 1 yang menunjukkan tingkat yang paling rendah (equal importance) sampai dengan skala 9 yang menujukkan tingkatan paling tinggi (extreme importance). Agar diperoleh skala yang tepat dalam membandingkan dua elemen, maka hal yang perlu dilakukan adalah memberikan pengertian menyeluruh tentang elemen-elemen yang dibandingkan dan relevansinya terhadap kriteria. Dalam melakukan penilaian kepentingan relatif terhadap dua elemen berlaku aksioma recripocal.
c. Synthesis of Prioritydilakukan dengan menggunakan eigen vector method untuk mendapatkan bobot relatif bagi unsur-unsur pengambilan keputusan.
karena “pairwise comparison” terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa di antara local priority tersebut. Pengurutan elemen-elemen tersebut menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa yang dinamakan priority setting.
d. Logical Consistency. Konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah bahwa obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansinya. Kedua adalah tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu, misalnya sama penting, sedikit lebih penting, jelas lebih penting, mutlak lebih penting.
2.1.4. Tahapan AHP
Dalam metode Analytical Hierarchy Process dilakukan langkah-langkah sebagai berikut (Suyatno dkk, 2011):
1. Mendefenisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan
2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria-kriteria dan alternatif - alternatif pilihan yang ingin di rangking.
3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuanatau kriteria yang setingkat diatas. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat-tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.
4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.
5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh dengan menggunakan matlab maupun dengan manual.
6. Mengulangi langkah, 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.
11
7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan.
Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintetis pilihan dalam penentuan prioritas elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.
8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0,100 maka penilaian harus diulangi kembali.
2.1.5. Penentuan Prioritas
Setiap elemen yang terdapat dalam hirarki harus diketahui bobot relatifnya satu sama lain. Tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat kepentingan pihak - pihak yang berkepentingan dalam permasalahan terhadap kriteria dan struktur hirarki atau sistem secara keseluruhan. Langkah awal dalam menentukan prioritas kriteria adalah dengan menyusun perbandingan berpasangan, yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh kriteria untuk setiap sub sistem hirarki.
Perbandingan tersebut kemudian ditransformasikan dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan untuk analisis numerik. Misalkan terdapat sub sistem hirarki dengan kriteria C dan sejumlah n alternatif dibawahnya, Ai sampai An.
Perbandingan antar alternatif untuk sub sistem hirarki itu dapat dibuat dalam bentuk matriks n x n,seperti pada tabel 2.1 dibawah ini.
Tabel 2.1. Matriks Perbandingan Berpasangan
Nilai adalah nilai perbandingan elemen (baris) terhadap (kolom) yang menyatakan hubungan :
a. Seberapa jauh tingkat kepentingan (baris) terhadap kriteria C dibandingkan dengan (kolom) atau
b. Seberapa jauh dominasi (baris) terhadap (kolom) atau
c. Seberapa banyak sifat kriteria C terdapat pada (baris) dibandingkan dengan (kolom).
Matriks merupakan matriks reciprocal yang diasumsikan terdapat n elemen yaitu yang akan dinilai secara perbandingan. Nilai perbandingan secara berpasangan antara dan yang dipresentasikan dalam sebuah matriks = , dengan i, j = 1, 2,…, n, sedangkan merupakan nilai matriks hasil perbandingan yang mencerminkan nilai kepentingan terhadap
bersangkutan sehingga diperoleh matriks yang dinormalisasi. Untuk i = j, maka
= 1 (diagonal matriks), atau apabila antara elemen operasi dengan memiliki tingkat kepentingan yang sama maka = = 1. Data dari matriks perbandingan berpasangan ini merupakan dasar untuk menyusun vektor prioritas dalam AHP. Bila vektor pembobotan elemen-elemen operasi dinyatakan dengan W, dengan W = ( ), maka intensitas kepentingan elemen operasi
terhadap adalah = , sehingga matriks perbandingan berpasangan dapat dinyatakan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Matriks Perbandingan Intensitas
13
Model AHP didasarkan pada matriks perbandingan berpasangan, di mana elemen- elemen pada matriks tersebut merupakan penilaian (judgement) dari responden (decisionmaker). Seorang decisionmaker akan memberikan penilaian, mempersepsikan, ataupun memperkirakan kemungkinan dari suatu hal/peristiwa yang dihadapi. Matriks tersebut terdapat pada setiap tingkat hirarki (levelofhierarchy )dari suatu struktur model AHP yang membagi habis suatu persoalan.
Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala perbandingan 1 sampai 9 yang telah ditetapkan oleh Saaty, seperti pada tabel 2.3.berikut ini.
Tabel 2.3: Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan Intensitas
Pentingnya
Definisi Penjelasan
1 Equal importance (sama
penting)
Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama
3 Weak importance of one over another (sedikit lebih penting)
Pengalaman dan
pertimbangan sedikit mendukung satu elemen dibanding lainnya
5 Essential or strong importance (lebih penting)
Pengalaman dan
pertimbangan dengan kuat mendukung satu elemen atas elemen yang lainnya
7 Demonstrated importance
(sangat penting)
Satu elemen dengan kuat didukung dan didominasinya yang terlihat dalam praktek.
9 Extreme importance (mutlak lebih penting)
Satu elemen mutlak lebih disukai dibandingkan dengan
pasangannya, pada tingkat keyakinan tertinggi
2, 4, 6, 8 Intermediate values (nilai yang berdekatan)
Nilai diantara dua pilihan yang berdekatan
Resiprokal Kebalikan Jika elemen i memiliki salah satu angka diatas ketika dibandingkan elemen j, maka j memiliki kebalikannya ketika dibanding elemen i Sumber : Saaty, T. Lorie. 1993
Seorang pengambil keputusan akan memberikan penilaian, mempersepsikan ataupun memperkirakan kemungkinan sesuatu hal/peristiwa yang dihadapi. Penilaian tersebut akan dibentuk ke dalam 20matriks berpasangan pada setiap level hirarki. Contoh Pair-Wise Comparison Matrixpada suatu level of hierarchy,yaitu:
Tabel 2.4.Contoh Matriks Perbandingan Berpasangan
Baris 1kolom 2: Jika A dibandingkan dengan B, maka A sedikit lebih penting/cukup penting daripada B yaitu sebesar 3. Angka 3 bukan berarti bahwa A
15
tiga kali lebih besar dari B, tetapi A moderat importancedibandingkan dengan B, sedangkan nilai pada bariske 2kolom1diisi dengankebalikan dari 3 yaitu1/3.
Baris 1 kolom 3 : Jika A dibandingkan dengan C, maka A sangat penting daripada C yaitu sebesar 7. Angka 7 bukan berarti bahwa A tujuh kali lebih besar dari C, tetapi A very strong importance daripada C dengan nilai judgementsebesar7. Sedangkan nilai pada baris3kolom 1 diisi dengankebalikan dari 7 yaitu 1/7
Baris 1 kolom 4: Jika A dibandingkan dengan D, maka A mutlak lebih penting daripada D dengan nilai 9. Angka 9 bukan berarti A sembilan kali lebih besar dari D, tetapi A extreme importance daripada D dengan nilai judgement sebesar 9.Sedangkan nilai pada baris4kolom1diisi dengankebalikan dari 9 yaitu 1/9.
2.1.6. Eigen Value dan Eigen Vector
Untuk melengkapi pembahasan tentang eigen value dan eigen vector maka akan diberikan definisi – definisi mengenai matriks dan vektor.
1. Matriks
Matriks adalah sekumpulan himpunan objek (bilangan riil atau kompleks, variabel–variabel) yang disusun secara persegi panjang (yang terdiri dari baris dan kolom) yang biasanya dibatasi dengan kurung siku atau biasa. Jika sebuah matriks memiliki m baris dan n kolom maka matriks tersebut berukuran (ordo) m x n.
Matriks dikatakan bujur sangkar (square matrix) jika m = n. Dan skalar–skalarnya berada di baris ke-i dan kolom ke-j yang disebut (ij) matriks entri.
A = [
]
= [ ]
2. Vektor dari n dimensi
Suatu vektor dengan n dimensi merupakan suatu susunan elemen – elemen yang teratur berupa angka–angka sebanyak n buah, yang disusun baik menurut baris, dari kiri ke kanan (disebut vektor baris atau Row Vector dengan ordo 1 x n ) maupun menurut kolom, dari atas ke bawah (disebut vektor kolom atau Colomn Vector dengan ordo n x 1). Himpunan semua vektor dengan n komponen dengan entri riil dinotasikan dengan .Untuk vector → dirumuskan sebagai berikut:
U R
→
→ = [ ]
3. Eigen Value dan Eigen Vector
Defenisi: Apabila A adalah matriks bujur sangkar n x n, maka vektor tak nol x di dalam dinamakan eigen vector dari A jika Ax kelipatan skalar x, yakni:
Apabila A adalah matriks bujur sangkar n x n, maka vektor tak nol x di dalam dinamakan eigen vector dari A jika Ax kelipatan skalar x, yakni
Ax x (1)
Skalar λ dinamakan eigen value dari A dan x dikatakan eigen vector yang bersesuaian dengan λ. Untuk mencapai eigen value dari matriks A yang berukuran n xn, maka dapat ditulis pada persamaan berikut:
Ax x (2)
Atau secara ekivalen
I A
x 0 (3)17
Agar λ menjadi eigen value, maka harus ada pemecahan tak nol dari persamaan ini. Akan tetapi, persamaan (3) akan mempunyai pemecahan nol jika dan hanya jika:
det ( – A)x = 0 (4)
Ini dinamakan persamaan karakteristik A, skalar yang memenuhi persamaan ini adalah eigen value dari A. Bila diketahui bahwa nilai perbandingan elemen Ai terhadap elemen Aj adalah aij, maka secara teoritis matriks tersebut berciri positif berkebalikan, yakni
.Bobot yang dicari dinyatakan dalam vector w = ( ). Nilai menyatakan bobot kriteria terhadap keseluruhan set kriteria pada subsistem tersebut.
Jika mewakili derajat kepentingan i terhadap faktor j dan
menyatakan kepentingan dari faktor j terhadap k, maka agar keputusan menjadi konsisten, kepentingan i terhadap faktor k harus sama dengan atau jika = untuk semua i, j, k maka matriks tersebut konsisten.
Untuk suatu matriks konsisten dengan vektor w, maka elemen dapat ditulis:
; Jadi matriks konsistennya adalah:
(5)
Maka untuk matriks perbandingan berpasangan diuraikanmenjadi:
⁄ (6)
Dari persamaaan dapat dilihat bahwa
Dengan demikian untuk pair-ise comparison matriks yang konsisten menjadi:
∑
(7) Persamaan di atas ekivalen dengan bentuk persamaan matriks di bawah ini:
(8)
Dalam teori matriks, formulasi ini diekspresikan bahwa w adalah eigen vector dari matriks A dengan nilai eigen n. Perlu diketahui bahwa n merupakan dimensi matriks itu sendiri. Dalam bentuk persamaan matriks dapat ditulis sebagai berikut:
( )
( ) ( )
Tetapi pada kenyataannya tidak dapat dijamin bahwa:
Salah satu penyebabnya yaitu karena unsur manusia (decision maker) tidak selalu dapat konsisten mutlak dalam mengekspresikan preferensi terhadap elemen- elemen yang dibandingkan. Dengan kata lain, bahwa penilaian yang diberikan untuk setiap elemen persoalan pada suatu level hirarki dapat saja tidak konsisten (inconsistent).
Jika adalah bilangan-bilangan yang memenuhi persamaan:
A.X
Dengan eigen value dari matriks A dan = 1 ; , = 1,2,...n ; maka dapat ditulis
= n
19
Misalkan jika suatu matriks perbandingan berpasangan bersifat ataupun memenuhi kaidah konsistensi seperti pada persamaan (6), maka perkalian elemen matriks sama dengan 1.
A = [
] =
Eigen value dari matriks A, AX – = 0 (A – I) X = 0 [ ] = 0 Jadi diuraikan persamaan:
[
] – *
+ = [
] - *
+ = [
] = 0 Hasilnya adalah
[
] = 0
Dari persamaan diatas jika diuraikan untuk mencari harga eigen value maximum (λ-max). Untuk elemen matriks =1 bila i = j, maka = =...= = 1 Sehingga diketahui bahwa = = 1. Selanjutnya diperoleh:
= 1 ; 1, = 1
Dengan demikian matriks pada persamaan diatas merupakan matriks yang konsisten, dimana nilai λ-max sama dengan harga dimensi matriksnya. Jadi untuk n > 2, maka semua harga eigen value-nya sama dengan nol dan hanya ada satu eigen value yang sama dengan n (konstanta dalam kondisi matriks konsisten).
2.1.7.Uji Konsistensi Indeks dan Rasio
Salah satu utama model AHP yang membedakannya dengan model – model pengambilan keputusan yang lainnya adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Dengan model AHP yang memakai persepsi decision maker sebagai
keterbatasan dalam menyatakan persepsinya secara konsisten terutama kalau harus membandingkan banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka decision maker dapat menyatakan persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak.
Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas eigen value maksimum . Thomas L. Saaty telah membuktikan bahwa indeks konsistensi dari matriks berordo n dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut :
CI =
CI = Consintency Indeks
= nilai eigen terbesar dari matriks ordo n n = ordo matriks
Apabila Consintency Indeks (CI) bernilai nol, maka pairwise comparison matrix (matriks perbandingan berpasangan) tersebut konsisten. Batas ketidakkonsistenan (inconsistency) yang telah ditetapkan oleh Thomas Lorie Saaty ditentukan dengan menggunakan Consintency Ratio (CR), yaitu perbandingan indeks konsistensi dengan nilai Ratio Indeks (RI) yang didapatkan dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National Laboratory kemudian dikembangkan oleh Wharton School dan diperlihatkan seperti Table 2.4 . Nilai ini bergantung pada ordo matriks n. Dengan demikian, Consintency Ratio (CR) dapat dirumuskan sebagai berikut :
CR =
CR = Consintency Ratio RI = Ratio Indeks
Nilai Consintency Ratio (CI) tidak akan berarti bila tidak terdapat acuan untuk menyatakan apakah Consintency Ratio (CI) menunjukkan suatu matriks yang konsisten atau tidak konsisten. Saaty mendapatkan nilai rata-rata Ratio Index (RI) seperti pada tabel berikut:
21
Tabel 2.5.Tabel Nilai Ratio Indeks (RI) Ordo
Matriks (n)
1 2 3 4 5 6 7 8
RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 Ordo
Matriks (n)
9 10 11 12 13 14 15
RI 1,45 1,49 1,51 1,54 1,56 1,57 1,59
Bila matriks perbandingan berpasangan dengan nilai Consintency Ratio (CR) lebih kecil dari 0,100 maka ketidakkonsistenan pendapat dari decision maker masih dapat diterima jika tidak maka penilaian perlu diulang.
2.2 Pariwisata
2.2.1 Pengertian Pariwisata
Pengertian Pariwisata secara umum, pariwisata terdiri dari dua kata yaitu pari dan wisata. Pari berarti banyak, lengkap, berkali-kali, sedangkan wisata berarti perjalanan atau bepergian. Maka pariwisata artinya adalah suatu perjalanan yang dilakukan secara berkali-kali. Definisi pariwisata telah banyak dikemukakan oleh para ahli di bidang pariwisata, namun dalam definisi tersebut masih terdapat beberapa perbedaan dalam pendefinisian.
Menurut Hunzieker dan Kraf (1942), pariwisata adalah keseluruhan fenomena dan hubunganhubungan yang ditimbulkan oleh perjalanan dan persinggahan manusia di luar tempat tinggalnya, dengan maksud bukan untuk menetap di tempat yang disinggahinya dan tidak berkaitan dengan pekerjaan yang menghasilkan upah. Perjalanan yang dilakukan biasanya didorong oleh rasa ingin tahu untuk keperluan yang bersifat rekreatif dan edukatif. (dalam Kohdyat, 1996:2)
Menurut McIntosh dan Gupta (1980:8), pariwisata didefinisikan sebagai gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah tuan rumah, serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan-wisatawan ini serta para pengunjung lainnya.
Menurut Wahab (1996), pariwisata merupakan suatu aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapat pelayanan secara bergantian diantara orang-orang di dalam negara itu dan daerah lain (daerah tertentu) untuk sementara waktu dalam mencari kepuasan yang beraneka ragam dan berbeda dengan apa yang dialaminya di tempat ia memperoleh pekerjaan tetap (dalam Andy Aryawan,2002:10).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas,pariwisata merupakan kegiatan manusia yang dilakukan dalam rangka rekreasi atau untuk mencari suasana yang berbeda membutuhkan suatu obyek atau tempat untuk singgah. Pemandangan alam berperan sebagai suatu obyek atau atraksi untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam melakukan kegiatan wisata.
2.2.2 Obyek Wisata
Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Seorang wisatawan berkunjung ke suatu tempat/daerah/Negara karena tertarik oleh sesuatu yang menarik dan menyebabkan wisatawan berkunjng ke suatu tempat/daerah/Negara disebut daya tarik dan atraksi wisata (Mappi , 2001 : 30). Dalam Undang-Undang No.9 tahun 190, obyek dan daya tarik wisata adalh segala yang menjadi sarana perjalanan wisata.
Menurut Mappi (2001 : 30-33) Objek wisata dikelompokan ke dalam tiga jenis, yaitu :
a. Objek wisata alam, misalnya : laut, pantai, gunung (berapi), danau, sungai, fauna (langka), kawasan lindung, cagar alam, pemandangan alam dan lain- lain.
b. Objek wisata budaya, misalnya : upacara kelahiran, tari-tari (tradisional), musik (tradisional), pakaian adat, perkawinan adat, upacara turun ke
23
sawah, upacara panen, cagar budaya, bangunan bersejarah, peninggalan tradisional, festival budaya, kain tenun (tradisional), tekstil lokal, pertunjukan (tradisional), adat istiadat lokal, museum dan lain-lain.
c. Objek wisata buatan, misalnya : sarana dan fasilitas olahraga, permainan (layangan), hiburan (lawak atau akrobatik, sulap), ketangkasan (naik kuda), taman rekreasi, taman nasional, pusat-pusat perbelanjaan dan lainlain Dalam membangun obyek wisata tersebut harus memperhatikan keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat, sosial budaya daerah setempat, nilai-nilai agama, adat istiadat, lingkungan hidup, dan obyek wisataitu sendiri. Pembangunan obyek dan daya tarik wisata dapat dilakukan oleh Pemerintah, Badan Usaha maupun Perseorangan dengan melibatkan dan bekerjasama pihak-pihak yang terkait.
Menurut UU No.9 Tahun 1990 disebutkan bahwa obyek dan daya tarik wisata terdiri dari :
a. Obyek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan alam, serta flora dan fauna.
b. Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum, peninggalan sejarah, wisata agro, wisata tirta, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan tempat hiburan. Berdasarkan hal tersebut diatas, obyek wisata dapat diklasifikasikan menjadi dua macam wisata yaitu wisata buatan manusia dan wisata alam.
2.2.3 Faktor Pendorong Pengembangan Obyek Wisata
Faktor pendorong adalah hal atau kondisi yang dapat mendorong atau menumbuhkan suatu kegiatan, usaha atau produksi (Kamus Besar Bahasa Indonesia Online). Modal kepariwisataan (torism assets) sering disebut sumber kepariwisataan (tourism resources). Suatu daerah atau tempat hanya dapat menjadi tujuan wisata kalau kondisinya sedemikian rupa, sehingga ada yang dikembangkan menjadi atraksi wisata. Apa yang dapat dikembangkan menjadi atraksi wisata itulah yang disebut modal atau sumber kepariwisataaan (Setianingsih, 2006 : 39). Modal kepariwisataan itu mengandung potensi untuk
dikembangkan menjadi atraksi wisata, sedang atraksi wisata itu sudah tentu harus komplementer dengan motif perjalanan wisata. Maka untuk menemukan potensi kepariwisataan suatu daerah harus berpedoman kepada apa yang dicari oleh wisatawan.
Menurut Soekadijo dalam Setianingsih (2006:39) modal atraksi yang menarik kedatangan wisatawan ada tiga diantaranya :
a. Modal dan potensi alam, alam merupakan salah satu faktor pendorong seorang melakukan perjalanan wisata karena ada orang berwisata hanya sekedar menikmati keindahan alam, ketenangan alam, serta ingin menikmati keaslian fisik, flora dan faunanya.
b. Modal dan potensi kebudayaannnya. Yang dimaksud potensi kebudayaan disini merupakan kebudayaan dalam arti luas bukan hanya meliputi seperti kesenian atau kehidupan keratin dll. Akan tetapi meliputi adat istiadat dan segala kebiasaan yang hidup di tengah-tengah kehidupanmasyarakat.
Sehingga diharapkan wisatawan atau pengunjung bisa tertahan dan dapat menghabiskan waktu di tengah-tengah masyarakat dengan kebudayaannya yang dianggap menarik.
c. Modal dan potensi manusia. Manusia dapat dijadikan atraksi wisata yang berupa keunikan-keunikan adat istiadat maupun kehidupannya namun jangan sampai martabat dari manusia tersebut direndahkan sehingga kehilangan martabatnya sebagai manusia.
2.2.4 Pengembangan Obyek Wisata
Pengembangan pariwisata bertujuan memberikan keuntungan baik bagi wisatawan maupun warga setempat. Basis pengembangan pariwisata adalah potensi sumber daya keragaman budaya, seni, dan alam (pesona alam). Pengembangan sumber daya tersebut dikelola melalui pendekatan peningkatan nilai tambah sumber daya secara terpadu antara pengembangan produk pariwisata dan pengembangan pemasaran pariwisata melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat lokal dalam rangka pengembangan pariwisata.
25
Dalam GBHN 1999 disebutkan bahwa mengembangkan pariwisata melalui pendekatan sistem yang utuh dan terpadu bersifat interdisipliner dan partisipatoris dengan menggunakan kriteria ekonomis, teknis, agronomis, sosial budaya, hemat energi, melestarikan alam dan tidak merusak lingkungan.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka pembangunan kepariwisataan memiliki 3 (tiga) fungsi atau tri-fungsi, yaitu :
a. Menggalakkan kegiatan ekonomi.
b. Memelihara kepribadian bangsa dan kelestarian fungsi lingkungan hidup, dan
c. Memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa serta menanamkan jiwa, semangat dan nilai-nilai luhur bangsa dalam memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional.
Berdasarkan itu untuk tercapainya tri-fungsi tersebut maka harus ditempuh 3 (tiga) macam upaya, yaitu :
a. Pengembangan obyek dan daya tarik wisata.
b. Meningkatkan dan mengembangkan promosi dan pemasaran
c. Meningkatkan pendidikan dan pelatihan kepariwisataan (Setianingsih, 2006: 44).
Menurut Wahab (2003 : 110) ada dua hal yang dapat ditawarkan kepada wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah ujuan wisata, dimana kedua hal tersebut dapat berupa alamiah atau buatan manusia, yaitu :
1. Sumber-sumber alam
a. Iklim : udara lembut, bersinar matahari, kering dan bersih.
b. Tata letak tanah dan pemandangan alam : dataran, pegunungan yang berpanorama indah, danau, sungai, pantai, bentuk-bentuk yang unik, pemandangan yang indah, air terjun, daerah (gunung berapi, gua dll)
c. Unsur rimba : hutan-hutan lebat, pohon-pohon langka, dan sebagainya
d. Flora dan fauna : tumbuhan aneh, barang-barang beragam jenis dan warna, kemungkinan memancing, berburu dan bersafari foto binatang buas, taman nasional dan taman suaka binatang buas dan sebagainya.
e. Pusat-pusat kesehatan : sumber air mineral alami, kolam lumpur berkhasiat untuk mandi, sumber air panas untuk penyembuhan penyakit dan sebagainya.
2. Hasil karya buatan manusia yang ditawarkan :
a. Yang berdiri sejarah, budaya dan agama :
1) Monumen-monumen dan peninggalan-peninggalan bersejarah dari masa lalu.
2) Tempat-tempat budaya seperti museum, gedung kesenian, tugu peringatan, perpustakaan, pentas-pentas budaya rakyat, industri seni kerajinan tangan dan lain-lain. 3) Perayaan-perayaan tradisional, pameran-pameran, eksebisi, karnaval, upacara-upacara adat, ziarah-ziarah dan sebagainya.
4) Bangunan-bangunan raksasa dan biara-biara keagamaan.
b. Prasarana-prasarana
1) Sistem penyediaan air bersih, kelistrikan, jalur-jalur lalu lintas, sistem pembuangan limbah, sistem telekomunikasi dan lain-lain.
2) Kebutuhan pokok pola hidup modern misalnya.
3) Rumah sakit, apotek, bank, pusat-pusat perbelanjaan, rumah-rumah penata rambut, toko-toko bahan makanan, kantor-kantor pemerintah (polisi, penguasa setempat, pengadilan dan sebagainya), kedai obat, toko-toko kacamata,warung-warung surat kabar, toko-toko buku, bengkel-bengkel kendaraan bermotor, pompa-pompa bensin dan lain-lain.
c. Prasarana wisata yang meliputi
1) Tempat penginapan wisatawan
27
2) Tempat menemui wisatawan
3) Tempat-tempat rekreasi dan sport : fasilitas sport untuk musim dingin dan panas, fasilitas perlengkapan sport darat dan air dan lain-lain.
4) Sarana pencapaian dan alat transportasi penunjang : meliputi pelabuhan udara, laut bagi negara-negara yang berbatasan dengan laut, sungai atau danau multinasional, keret api dan alat transportasi darat lainnya, kapal- kapal, sistem angkutan udara, angkutan di pegunungan dan lain-lain.
5) Sarana pelengkap : seperti halnya prasarana, maka sarana pelengkap ini berbeda menurt keadaan perkembangan suatu negara. Pada umumnya sarana ini meliputi gedung-gedung yang menjadi sumber produksi jasa- jasa yang cukup penting tetapi tidak mutlak diperlukan oleh wisatawan.
Umumnya sarana pelengkap ini bersifat rekreasi dan hiburan seperti misalnya : gedung-gedung, sandiwara, bioskop, kasino, night club, kedai- kedai minum, warung-warung kopi, klubklub dan lain-lain.
6) Pola hidup masyarakat yang sudah menjadi salah satu khasanah wisata yang sangat penting. Cara hidup bangsa, sikap, makanan dan sikap pandangan hidup, kebiasaan, tradisi, adat istiadat semua itu menjadi kekayaan budaya yang menarik wisatawan ke negara mereka. Hal ini berlaku khususnya negara-negara sedangberkembang yang masyarakat tradisionalnya berbeda dari masyarakat tempat wisatawan itu berasal.
Modal dasar yang penting yakni sikap bangsa dari negara tersebut terhadap wisatawan misalnya keramah tamahan, keakraban, rasa suka menolong dan tidak bertindak mengeksploitasi dan lain-lain.
Pengembangan kepariwisataan tentu tidak luput dengan pembangunan yang berkelanjutan untuk mendorong pengembangan objek wisata dalam hal ini menurut Undang-Undang No.9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan, pasal (5), menyatakan bahwa Pembangunan Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) dilakukan dengan cara mengusahakan, mengelola, dan membuat obyek-obyek baru sebagai obyk dan daya tarik wisata, kemudian pasal (6) dinyatakan bahwa, pembangunan obyek dan daya tarik wisata dilakukan dengan memperhatikan : 1. Kemampuan untuk mendorong peningkatan perkembangan kehidupan
ekonomi dan sosial budaya.
2. Nilai-nilai agama, adat istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
3. Kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup.
4. Kelangsungan usaha pariwisata itu sendiri.
Dalam penilitian ini pengembangan wisata dilakukan di Kabupaten Toba Samosir. Dengan kekayaan alam yang dimiliki dan keindahannya. Hal tersebut merupakan menjadi pendorong untuk pengembangan Obyek Wisata di Kabupaten Toba Samosir supaya menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan sehingga akan meningkatkan pendapatan Obyek Wisata di Kabupaten Toba Samosir khususnya.
29
BAB 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Penerapan AHP dalam Menentukan Prioritas Pengembangan Obyek Wisata Di Kabupaten Toba Samosir
Penerapan AHP dalam menentukan prioritas pengembangan obyek wisata dilakukan melalui langkah-langkah berikut:
a. Menetapkan sasaran studi
b. Membuat kriteria yang sesuai yaitu: Infrastruktur, aksebilitas, fasilitas dan keamanan.
c. Menetapkan responden penelitian dan menyusun kuesioner penelitian.
- Sumber data: Data primer berupa pengisian kuisioner perbandingan antar kriteria dan perbandingan antar alternatif oleh masyarakat Kabupaten Toba Samosir yang berkunjung ke tempat wisata tersebutdan berumur diatas17 tahun.
- Sampel yang digunakan adalah sampel acak sederhana (simple random sampling). Populasinya adalah masyarakat di Kabupaten Toba Samosir yang berjumlah 179.704 orang. (Data dari BPS Kabpuaten Toba Samosir 2015). Dalam hal ini peneliti hanya mengambil sampel sebanyak 100 orang yang dirasakan sudah cukup mewakili.
- Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Toba Samosir pada tanggal 28 April 2017 sampai 12 Mei2017.
d. Menyusun masing-masing alternatif yaitu Air Terjun Ponot, Museum TB Centre dan Museum Batak, Bukit Gibeon, Pantai Bul-bul dan Taman Eden.
e. Perhitungan nilai hirarki prioritas pengembangan obyek wisata berdasarkan perkalian bobot kriteria dan masing-masing dari Infrastruktur, aksebilitas, fasilitas dan keamanan.
Gambar 3.1 Struktur Hierarki Penentuan Prioritas Pengembangan Obyek Wisata 3.2 Perhitungan Faktor Pembobotan Hirarki untuk Semua Kriteria
Hasil analisis preferensi gabungan dari 100 responden dengan cara menghitung rata-rata geometrik untuk setiap perbandingan berpasangan antar keriteria.Berikut adalah cara menghitung rata-rata geometrik :
G = √
Elemen √ sedangkan
Untuk
√ ( ) , untuk . Begitu seterusnya untuk elemen matriks yang lain menggunakan perhitungan yang sama.
Maka matriks perbandingan hasil analisis preferensi gabungan untuk semua kriteria terdapat pada tabel 3.1 dibawah ini
Menentukan Prioritas Pengembangan Obyek Wisata
Infrastruktur Aksebilitas Fasilitas Keamanan
Air Terjun Ponot
Museum Batak
Bukit Gibeon
Pantai Bul-bul
Taman Eden
31
Tabel 3.1 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki untuk Semua Kriteria Infrastruktur Aksebilitas Fasilitas Keamanan
Infrastruktur 1 1 1 ½
Aksebilitas 1 1 1 ½
Fasilitas 1 1 1 1
Keamanan 2 2 1 1
Menyederhanakan matriks pada tabel 3.2 diawali dengan mengubah bobot yang sudah diperoleh sebelumnya dari matriks faktor pembobotan (tabel 3.1) menjadi bilangan desimal yang berguna untuk, agar nilai bobot lebih mudah dinormalkan di tahap selanjutnya. Setelah itu dilakukan penjumlahan nilai pada masing-masing kolom matriks.
Tabel 3.2 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki untuk Semua Kriteria yang Disederhanakan
Infrastruktur Aksebilitas Fasilitas Keamanan Infrastruktur 1.0000 1.0000 1.0000 0.5000
Aksebilitas 1.0000 1.0000 1.0000 0.5000 Fasilitas 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000
Keamanan 2.0000 2.0000 1.0000 1.0000
∑ 5.0000 5.0000 4.0000 3.000
Menormalkan matriks dengan membagi nilai masing-masing sel pada Tabel 3.3 dengan jumlah masing-masing kolomnya. Maka, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen dihasilkan dari rata-rata bobot relatif untuk setiap baris.
Dengan perhitungan sebagai berikut:
Nilai elemen
Untuk elemen , dan begitu seterusnya.
Vektor eigen
Vektor eigen baris pertama
, dan begitu seterusnya.
Menghitung nilai eigen maksimum (λ maksimum) yang didapat dengan
menjumlahkan hasil perkalian jumlah kolom dengan vektor eigen.
maksimum= (5,0000 x 0,2042) + (5,0000 x 0,2042) + (4,0000 x 0,2458) +(3,0000 x 0,3458)
= 4,0625
Karena matriks berordo 4 (yakni terdiri dari 4 alternatif), nilai indeks konsistensi yang diperoleh:
CI = =
= = Untuk n = 4, RI = 0,900 (tabel Saaty), maka :
CR =
=
= < 0,100 Karena CR< 0,100 berarti preferensi responden adalah konsisten.
Dari hasil perhitungan pada Tabel 3.3 menunjukkan bahwa : kriteria keamanan merupakan kriteria yang paling penting bagi masyarakat di Kabupaten Toba Samosir dalam pengembangan obyek wisata dengan bobot 0,3458 atau 34,58%, berikutnya adalah kriteria fasilitas dengan nilai bobot 0,2458 atau 24,58%, kemudian kriteria aksebilitas dengan nilai bobot 0,2042 atau 20,42%, dan kriteria infrastruktur dengan nilai bobot 0,2042 atau 20,42%.
Tabel 3.3 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki untuk Semua Kriteria yangDinormalkan
Infrastruktur Aksebilitas Fasilitas Keamanan
vektor
eigen Rangking Infrastruktur 0.2000 0.2000 0.2500 0.1667 0.2042 4
Aksebilitas 0.2000 0.2000 0.2500 0.1667 0.2042 3 Fasilitas 0.2000 0.2000 0.2500 0.3333 0.2458 2 Keamanan 0.4000 0.4000 0.2500 0.3333 0.3458 1
3.3 Perhitungan Faktor Evaluasi untuk Kriteria Infrastruktur
Matriks perbandingan berpasangan pada table 3.4 adalah hasil analisis preferensi gabungan dari 100 rensponden dengan cara menghitung rata-rata geometrik untuk setiap perbandingan berpasangan antar keriteria.Berikut adalah cara menghitung rata-rata geometrik :
G = √
33
Elemen √ sedangkan
Untuk
√ ( ) , untuk . Begitu seterusnya untuk elemen matriks yang lain menggunakan perhitungan yang sama.
Maka matriks perbandingan hasil analisis preferensi gabungan untuk kriteria Infrastrukturterdapat pada tabel 3.4.
Tabel 3.4 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Infrastruktur
Air Terjun Museum Bukit Gibeon Pantai Bul-bul
Taman Eden
Air Terjun Ponot 1 1/3 1/2 1/2 1/2
Museum 3 1 2 2 2
Bukit Gibeon 2 ½ 1 1 1
Pantai Bul-bul 2 ½ 1 1 2
Taman Eden 2 ½ 1 1/2 1
Menyederhanakan matriks pada tabel 3.5 diawali dengan mengubah bobot yang sudah diperoleh sebelumnya dari matriks faktor pembobotan (tabel 3.4) menjadi bilangan desimal yang berguna untuk, agar nilai bobot lebih mudah dinormalkan di tahap selanjutnya. Setelah itu dilakukan penjumlahan nilai pada masing-masing kolom matriks.
Tabel 3.5 Matriks Faktor Evaluasi untuk Kriteria Infrastruktur yang Disederhanakan
Air Terjun Museum Bukit Gibeon Pantai Bul-bul
Taman Eden
Air Terjun Ponot 1.0000 0.3333 0.5000 0.5000 0.5000
Museum 3.0000 1.0000 2.0000 2.0000 2.0000
Bukit Gibeon 2.0000 0.5000 1.0000 1.0000 1.0000
Pantai Bul-bul 2.0000 0.5000 1.0000 1.0000 2.0000
Taman Eden 2.0000 0.5000 1.0000 0.5000 1.0000
∑ 10.0000 2.8333 5.5000 5.0000 6.5000
Menormalkan matriks dengan membagi nilai masing-masing sel pada Tabel 3.6