• Tidak ada hasil yang ditemukan

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 30 TAHUN 2021 TENTANG PENGAWASAN PEREDARAN BENIH PORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 30 TAHUN 2021 TENTANG PENGAWASAN PEREDARAN BENIH PORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 30 TAHUN 2021

TENTANG

PENGAWASAN PEREDARAN BENIH PORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR,

Menimbang: a. bahwa pembangunan bidang pertanian khususnya komoditas tanaman pangan diarahkan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keseimbangan serta keberlanjutan ekosistem tanaman pangan;

b. bahwa dalam rangka menjaga ketersediaan porang sebagai komoditas tanaman pangan unggulan dan untuk memenuhi kebutuhan petani atas benih porang, perlu dilakukan pengawasan peredaran benih porang di Jawa Timur;

c. bahwa untuk menjaga kecukupan persediaan benih porang perlu pengaturan mengenai pengawasan peredaran benih porang;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Pengawasan Peredaran Benih Porang;

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Djawa Timur (Himpunan Peraturan Peraturan Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang Perubahan Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 (Himpunan Peraturan Peraturan Negara Tahun 1950);

2. Undang-Undang . . .

(2)

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 183, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6398);

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;

5. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 12/Pertanian/TP.020/04/2018 tentang Produksi, Sertifikasi, dan Peredaran Benih Tanaman;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN GUBERNUR TENTANG PENGAWASAN PEREDARAN BENIH PORANG.

BAB I . . .

(3)

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan:

1. Provinsi adalah Provinsi Jawa Timur.

2. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

3. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur.

4. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur.

5. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan yang selanjutnya disebut Dinas adalah Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur.

6. Pengendalian adalah serangkaian kegiatan dalam rangka membatasi peredaran benih porang di wilayah Jawa Timur.

7. Peredaran adalah serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran Benih di wilayah Jawa Timur baik untuk diperdagangkan maupun tidak diperdagangkan.

8. Benih adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan tanaman.

9. Benih Porang adalah bagian tanaman yang digunakan untuk memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan tanaman.

10. Benih Bina adalah Benih dari varietas unggul tanaman pangan yang telah dilepas, yang produksi dan peredarannya diawasi.

11. Benih Varietas Lokal adalah Benih yang diproduksi dari varietas lokal.

12. Rekomendasi adalah keterangan tertulis yang dikeluarkan oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah yang melaksanakan Pengawasan dan Sertifikasi Benih.

13. Sertifikat Benih adalah keterangan tentang pemenuhan/telah memenuhi persyaratan mutu yang diberikan oleh lembaga sertifikasi pada kelompok Benih yang disertifikasi.

14. Label adalah keterangan tertulis dalam bentuk cetakan tentang identitas, mutu Benih, dan masa akhir edar Benih.

Pasal 2 . . .

(4)

Pasal 2

(1) Peraturan Gubernur ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi perangkat daerah dan pihak terkait dalam Pengawasan Peredaran Benih Porang di Jawa Timur.

(2) Pengawasan Peredaran Benih Porang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertujuan untuk:

a. menjamin ketersediaan, kecukupan, dan keberlanjutan Benih Porang;

b. menjaga kualitas Benih Porang;

c. mengatur Peredaran Benih Porang;

d. menjaga stabilitas harga Benih Porang/harga porang;

dan

e. melindungi dan meningkatkan kesejahteraan petani porang.

BAB II

JENIS DAN KLASIFIKASI

Pasal 3 Benih Porang berupa:

a. biji;

b. umbi;

c. bulbil/katak; dan d. kultur jaringan.

Pasal 4

(1) Benih Porang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri atas:

a. Benih Bina; dan b. Benih Varietas Lokal.

(2) Benih Bina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan Benih Porang yang telah ditetapkan oleh Menteri Pertanian dan dapat diedarkan ke luar wilayah Provinsi.

(3) Benih Varietas Lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan Benih Porang yang belum ditetapkan oleh Menteri Pertanian dan Peredarannya hanya pada lokasi tertentu dimana varietas tersebut beradaptasi.

BAB . . .

(5)

BAB III

PRODUKSI BENIH BINA

Pasal 5

(1) Benih Bina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a diproduksi oleh:

a. perseorangan;

b. badan usaha;

c. badan hukum; atau d. instansi pemerintah.

(2) Produsen Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam memproduksi dan mengedarkan Benih Bina harus mendaftar dan dinilai untuk mendapatkan Rekomendasi sebagai Produsen dan Pengedar Benih Porang oleh Dinas.

Pasal 6

(1) Untuk mendapatkan Rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) Produsen Benih Bina mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan keterangan Rencana Produksi dan penyaluran Benih Porang serta fotokopi sertifikat Rekomendasi teknis sebagai Produsen dan pengedar Benih.

(3) Untuk mendapatkan Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Produsen harus melampirkan Rencana Produksi dan penyaluran Benih Porang.

(4) Dinas melakukan pemeriksaan ulang kepada produsen Benih Bina paling lama 1 (satu) tahun sejak diterbitkannya Rekomendasi sebagai produsen Benih Bina atau sejak pemeriksaan ulang terakhir dilaksanakan.

(5) Kepala . . .

(6)

(5) Kepala Dinas dapat mencabut Rekomendasi sebagai Produsen Benih Bina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a apabila produsen Benih:

a. melakukan pelanggaran/penyimpangan terhadap peraturan perbenihan;

b. tidak melaksanakan kewajiban sebagai produsen Benih Bina;

c. sudah tidak layak memproduksi Benih Bina; dan d. mengundurkan diri dari usaha produksi Benih Bina.

Pasal 7

Setiap produsen dalam melakukan produksi Benih Bina wajib:

a. menaati peraturan perundang-undangan bidang perbenihan;

b. mendokumentasikan data Benih Bina yang diproduksi dan diedarkan;

c. bertanggung jawab atas mutu Benih Bina yang diproduksi;

d. memberikan keterangan kepada Pengawas Benih Tanaman apabila diperlukan; dan

e. menyampaikan laporan produksi pada setiap bulan dan paling kurang berisi jenis, varietas, volume produksi, dan stok Benih kepada Kepala Dinas.

Pasal 8

(1) Setiap produsen dalam memproduksi Benih Bina harus mengikuti prosedur sertifikasi Benih Bina atau sistem standardisasi nasional.

(2) Sertifikasi Benih Bina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan oleh:

a. Dinas;

b. produsen Benih Bina yang mendapat Sertifikat dari Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu; dan

c. Unit Pelaksana Teknis Pusat yang melaksanakan urusan Pemerintahan di bidang pengawasan dan Sertifikasi Benih tanaman hijauan pakan ternak.

Pasal 9 . . .

(7)

Pasal 9

(1) Sertifikasi Benih Bina dilakukan atas permohonan yang diajukan oleh produsen Benih Bina.

(2) Benih Bina yang memenuhi persyaratan sertifikasi dan dinyatakan lulus, diterbitkan Sertifikat Benih Bina.

(3) Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan sesuai dengan standar mutu kelas Benih Bina yang dapat dipenuhi.

(4) Sertifikat Benih Bina sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicabut apabila:

a. data kelompok Benih Bina tidak sesuai dengan data awal kelompok Benih Bina yang diajukan; dan/atau b. kelompok Benih Bina dipindah tempat tanpa

dilaporkan kepada Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan yang melaksanakan pengawasan dan Sertifikasi Benih.

BAB IV PEREDARAN

Pasal 10

(1) Benih Bina yang diedarkan harus memenuhi persyaratan:

a. memenuhi standar mutu Benih; dan b. berlabel.

(2) Benih Bina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a diedarkan oleh:

a. badan usaha berbadan hukum;

b. badan usaha tidak berbadan hukum; atau c. perseorangan.

(3) Badan usaha berbadan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berbentuk:

a. perseroan terbatas;

b. koperasi;

c. gabungan koperasi;

d. yayasan;

e. perguruan tinggi; dan/atau

f. badan usaha berbadan hukum lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Badan . . .

(8)

(4) Badan usaha tidak berbadan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:

a. perusahaan dagang;

b. usaha dagang;

c. comanditaire vennootschap;

d. firma; dan/atau

e. badan usaha tidak berbadan hukum lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi:

a. penangkar/kelompok penangkar Benih, dan/atau b. kios Benih/sarana pertanian.

Pasal 11

(1) Label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b harus mudah dilihat, dibaca, tidak mudah rusak, dan dalam Bahasa Indonesia.

(2) Label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat keterangan jenis dan varietas tanaman, kelas Benih, data kemurnian genetik dan mutu Benih, akhir masa edar Benih, serta nama dan alamat produsen.

(3) Label sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disediakan oleh produsen dengan dilegalisasi oleh Dinas.

(4) Legalisasi Label sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa nomor seri Label dan stempel, hologram atau segel.

(5) Dalam hal Produsen Benih memiliki Sertifikat dari Lembaga Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu dapat melegalisasi Label sendiri Benih produknya.

Pasal 12

(1) Pengedar Benih Bina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) harus memperoleh Rekomendasi dari Kepala Dinas.

(2) Untuk memperoleh Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pengedar Benih Bina mengajukan permohonan secara daring atau manual kepada UPTD atau unit pelaksana teknis pusat yang melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan dan Sertifikasi benih;

(3) Permohonan . . .

(9)

(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilengkapi keterangan penguasaan sarana penyimpanan Benih.

(4) Rekomendasi sebagai Pengedar Benih Bina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama Pengedar Benih masih operasional.

(5) Kepala Dinas dapat mencabut Rekomendasi sebagai Pengedar Benih Bina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila pengedar Benih:

a. melakukan pelanggaran/penyimpangan terhadap peraturan perbenihan;

b. tidak melaksanakan kewajiban sebagai pengedar Benih;

c. sudah tidak layak mengedarkan Benih Bina; dan d. mengundurkan diri dari usaha perdagangan Benih

Bina.

Pasal 13 (1) Setiap pengedar Benih Bina wajib:

a. mematuhi peraturan perundang-undangan perbenihan;

b. bertanggung jawab terhadap mutu Benih Bina yang diedarkan;

c. melakukan pencatatan dan penyimpanan dokumen Benih Bina yang diedarkan selama 1 (satu) tahun;

d. memberikan data atau keterangan yang diperlukan Pengawas Benih Tanaman; dan

e. melaporkan perubahan data kegiatan usahanya, seperti identitas dan alamat domisili, jenis dan jumlah Benih Bina yang akan diedarkan, fasilitas dan kapasitas penyimpanan yang dimiliki dan keterangan Rekomendasi sebagai pengedar Benih Bina dari Dinas.

(2) Setiap pengedar Benih Bina yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi berupa pencabutan Rekomendasi.

Pasal 14 . . .

(10)

Pasal 14

(1) Pemasukan Benih Bina dilakukan untuk:

a. pengadaan Benih untuk kepentingan komersial;

b. pengembangan Benih untuk menghasilkan produk Benih yang akan dipasarkan ke luar Provinsi;

c. bahan pameran/promosi;

d. keperluan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Pengeluaran Benih Bina hanya dapat dilakukan apabila kebutuhan Benih Bina di dalam Provinsi telah tercukupi dan terjamin kelestarian dan kualitas sumber Benih Bina.

(3) Pengeluaran Benih Bina sebagaimana dimaksud pada ayat (…) ayat (2) ditujukan untuk:

a. keperluan penelitian/pameran/promosi/lomba;

b. kepentingan pengembangan budidaya tanaman nasional; dan/atau

c. keperluan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB V

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 15

(1) Gubernur melaksanakan Pembinaan dan Pengawasan terhadap peredaran Benih Porang;

(2) Pembinaan dan Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara teknis dilaksanakan oleh Dinas;

(3) Pengawasan produksi, Sertifikasi dan peredaran Benih Porang Benih Bina dilakukan oleh Pengawas Benih Tanaman.

(4) Pelaksanaan Pengawasan Peredaran Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berkala atau sewaktu-waktu jika dibutuhkan.

BAB VI . . .

(11)

BAB VI

KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 16

(1) Kepala Dinas mendelegasikan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Pasal 6 ayat (5), Pasal 7 huruf e, dan Pasal 12 ayat (1) dan ayat (5) kepada Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi Jawa Timur.

(2) Kewenangan Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (4), Pasal 8 ayat (2) huruf a, Pasal 11 ayat (3) dan Pasal 12 ayat (2), dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi Jawa Timur.

BAB VII

MONITORING DAN EVALUASI Pasal 17

(1) Gubernur melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Pengendalian Peredaran Benih Porang.

(2) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Dinas.

(3) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui kegiatan:

a. pemeriksaan langsung di lapangan; dan/atau b. pengkajian atas laporan pengedaran.

(4) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit sekali dalam 1 (satu) tahun atau sewaktu-waktu apabila diperlukan dan hasilnya dilaporkan kepada Gubernur.

(5) Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan.

(6) Dalam rangka menunjang monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dibentuk Tim Monitoring dan Evaluasi yang ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.

BAB VIII . . .

(12)

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 18

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Jawa Timur.

Ditetapkan di Surabaya pada tanggal 10 Mei 2021

GUBERNUR JAWA TIMUR,

ttd.

KHOFIFAH INDAR PARAWANSA Diundangkan di Surabaya

pada tanggal 10 Mei 2021

Plh. SEKRETARIS DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR,

ttd.

Dr. Ir. HERU TJAHJONO

BERITA DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2021 NOMOR 30 SERI E

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Cascio Quality Of Work Life dapat diartikan menjadi dua pandangan, pandangan pertama menyebutkan bahwa Quality Of Work Life merupakan sekumpulan keadaan dan praktek dari

Data harga saham PT United Tractors menunjukkan plot yang mengikuti fungsi eksponensial, oleh karena itu dalam penulisan tugas akhir ini penulis akan menggunakan

Tingkat Kesehatan Fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah dari Sisi Pendapatan dan Belanja Tahun 2017.. ANALISIS

Hasil analisis menjelaskan bahwa motivasi penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan sebelum dan sesudah pembentukan bapelluh di Sumatera Utara berpengaruh secara positif

Penelitian IV untuk mengetahui dosis/level tepung daun beluntas dan lama pemberian pakan perlakuan terhadap performa itik betina tua (berumur 12 bulan), kandungan gizi

• Mengumpulkan data dengan cara membaca dari berbagai sumber berkaitan dengan pertanyaan yang telah disampaikan meliputi prinsip kerja alternator, jenis alternator, cara

(1) Bidang Perhubungan Laut dan Lalu Lintas Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf e, mempunyai tugas menyusun

Masyarakat Tradisional adalah masyarakat perikanan tradisional yang masih diakui hak tradisionalnya dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan atau kegiatan lainnya