• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB II

TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

A. RiviewPenelitian Terdahulu

Hidayah and Setiyawati (2014) melakukan penelitian tentang pengaruh Dana Alokasi umum, Dana Alokasi Khusus dan pendapatan asli daerah terhadap Belanja Langsung di provinsi Jawa Tengah. Objek penelitian ini seluruh kabupaten/kota provinsi Jawa Tengah di Indonesia yang terdiri dari 34 kabupaten dan kota. Dari pengujian yang di lakukan Dari empat hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, terdapat tiga hipotesis yang diterima, dan satu hipotesis yang ditolak. Secara serentak variable Dana Alokasi Umum , Dana Alokasi Khusus, dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh dan signifikan terhadap Belanja Langsung.

Secara Parsial variable Dana Alokasi Umum dan Pendpatan Asli Daerah, berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Langsung. Dana Alokasi Khusus berpengaruh negative terhadap Belanja Langsung.

Keterbaruan yang saya ajukan dalam penelitian ini adalah dengan menambah salah satu variabel yaitu Dana Bagi hasil, dengan menganti objek yang ada yaitu provinsi Jawa Timur dan mengganti periode tahun 2007-2010 tersebut dengan tahun yang baru 2017-2019.

Rini, Adi, and Yusriati (2015) melakukan penelitian tentang Analisis Flypaper Effect Pada Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH), Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

(2)

Terhadap Belanja Daerah (BD) Kabupaten / Kota Di Jawa Barat. Objek penelitian seluruh kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat yang berjumlah 26 kabupaten/kota. Dari pengujian yang di lakukan Secara parsial, DAU, DBH, dan PAD berpengaruh positif terhadap belanja daerah namun DAK tidak memiliki pengaruh positif terhadap belanja daerah kabupaten/kota di Jawa Barat. Telah terjadi fenomena flypapet effectpada belanja daerah kabupaten/kota di Jawa Barat. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah Jawa Barat masih mengandalkan dana transfer dari pemerintah pusat sebagai sumber penerimaan daerah.

Susi and Heru (2016) melakukan penelitian tentang Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dan Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Modal Pada Kabupaten/Kota Di Wilayah Aceh. Objek penelitian seluruh kabupaten/kota di wilayah Aceh dari 23 kabupaten/kota yang terdiri dari 18 kabupaten dan 5 kota yang akan diamati selama 4 tahun dari tahun 2011- 2014. Dari pengujian yang dilakukan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Bagi Hasil secara bersama-sama berpengaruh terhadap Belanja Modal Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Aceh pada periode 2011- 2014, Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap Belanja Modal Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Aceh pada periode 2011-2014, Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap Belanja Modal Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Aceh pada periode 2011-2014,Dana Bagi Hasil berpengaruh positif terhadap Belanja Modal Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Aceh pada periode 2011-2014.

(3)

Widiasih and Gayatri (2017) melakukan penelitian tentang Pengaruh Pendapatan Asli Daerah ,Dana Alokasi Umum,Dana Bagi Hasil pada Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Objek penelitian seluruh Kabupaten/Kota Provinsi Bali terdiri dari 8 Kabupaten dan 1 Kota.Dari pengujian yang dilakukan Pendapatan asli daerah berpengaruh positif pada belanja modal pada kabupaten/kota di Provinsi Bali, Dana alokasi umum berpengaruh positif pada belanja modal pada kabupaten/kota di Provinsi Bali, Dana bagi hasil berpengaruh negatif pada belanja modal pada kabupaten/kota di Provinsi Bali ,dan Tidak terjadi fenomena flypaper effect pada belanja modal kabupaten / kota di Provinsi Bali. Keterbaruan yang saya ajukan dalam penelitian ini adalah dengan menguji variabel dana bagi hasil karena masih banyak yang belum meneliti.

Syukri and Hinaya (2019) melakukan penelitian tentang Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Anggaran Belanja Modal Kabupaten &

Kota Provinsi Sulawesi Selatan. Objek penelitian Kota Palopo dan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Selatan. Dari pengujian yang simultan pertumbuhan ekonomi (X1), pendapatan asli daerah (X2), dana alokasi umum (X3) dan dana alokasi khusus (X4) berpengaruh secara terhadap anggaran belanja modal (Y). Sedangkan, pengujian model secara parsial, hanya variabel PAD (X2) yang berpengaruh secara signifikan terhadap anggaran belanja modal (Y). Sedangkan, pertumbuhan ekonomi (X1), dana alokasi umum (X3) dan dana alokasi khusus (X4) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kemajuan daerah (Y).

(4)

B. Kajian Pustaka

1. Desentralisasi Fiskal

Definisi Desentralisasi Fiskal Pengertian dan konsep desentralisasi fiskal menurut sidik (2001), desentralisasi fiskal adalah suatu alat untuk mencapai salah satu tujuan negara, yaitu terutama memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan publik yang lebih demokratis. Namun menurut (Saragih & Khadafi, 2003) desentralisasi fiskal secara singkat dapat diartikan sebagai suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah, untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik sesuai dengan banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan.

Desentralisasi fiskal, merupakan komponen utama dari desentralisasi.

Apabila Pemerintah Daerah melaksanakan fungsinya secara efektif dan mendapat kebebasan dalam pengambilan keputusan pengeluaran di sektor publik, maka mereka harus mendapat dukungan sumber-sumber keuangan yang memadai baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, Pinjaman, maupun Subsidi/Bantuan dari Pemerintah Pusat.

Simanjuntak (2002) sasaran desentralisasi fiskal di Indonesia secara umum adalah:

a. Untuk memenuhi aspirasi daerah menyangkut penguasaan atas sumber-sumber keuangan daerah.

(5)

b. Mendorong akuntabilitas, dan transparansi pemerintah daerah.

c. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan daerah.

d. Mengurangi ketimpangan antar daerah.

e. Menjamin terselenggaranya pelayanan publik minimum di setiap daerah.

f. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum.

Tujuan Kebijakan Desentralisasi Fiksal antara lain:

1) Bukan hanya memberikan dana pada daerah tetapi memastikan agar daerah daerah tersebut menggunakan dana yang dikeluarkan dengan sebaik-baiknya sehingga daerah satu dengan yang lain dapat merata (pembangunan) dan masyarakat dapat merasakannya.

2) Mengontrol/menstabilkan perekonomian dengan cara menontol tingkat bunga/mengontrol jumlah uang yang beredar di masyarakat.

Secara teori desentralisasi mendekatkan pemerintah dengan masyarakat sehingga dengan sistem ini pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugas rutin, memberikan pelayanan publik dan meningkatkan investasi yang produktif, guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2. Keuangan Daerah

Keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa

(6)

uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki atau dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan atau peraturan perundangan yang berlaku (Parmar, 1995).

Menurut Drs. Tjahja Supriatna, definisi keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah daerah untuk mengawasi daerah untuk mengelola mulai dari merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi berbagai sumber keuangan sesuai dengan kewenangannya dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan di daerah yang diwujudkan dalam bentuk anggaran pendapatan dan belanja daerah (PBD).

Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2000, keuangan daerah adalah “Semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut, dalam kerangka anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintahan daerah. Sumber Keuangan Daerah terdiri dari:

1) Pendapatan Asli daerah (PAD) Hasil dari pajak daerah dan retribusi daerah.

2) Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan milik daerah yang dipisahkan.

(7)

3) Pinjaman daerah.

4) Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Keuangan daerah dikelola oleh manajemen keuangan daerah. Jadi, manajemen keuangan daerah adalah pengorganisasian dan pengelolaan sumber sumber daya atau kekayaan yang ada pada suatu daerah untuk mencapai tujuan yang dikehendaki daerah tersebut. Alat untuk melaksanakan manajemen keuangan daerah disebut dengan tatusaha daerah. Tata buku atau rangkai yang telah dilakukan secara sistematis dibidang keuangan berdasarkan prinsip-prinsip, standar-standar tertentu serta prosedur-prosedur tertentu sehingga dapat memberikan informasi aktual dibidang keuangan atau yang biasa disebut dengan akuntansi keuangan daerah Parmar (1995)

3. Akuntabilitas Keuangan Daerah

Akuntabilitas merupakan konsep yang kompleks yang lebih sulit mewujudkannya daripada memberantas korupsi. Terwujudnya akuntabilitas publik mengharuskan lembaga-lembaga sektor publik untuk lebih menekankan pada pertanggungjawaban horizontal (horizontal accountability) yaitu pertanggung jawaban kepada masyarakat luas, bukan hanya sekedar pertanggungjawaban vertical (vertical accountabilit) yaitu pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi. Tuntutan yang kemudian muncul adalah perlunya dibuat laporan keuangan eksternal yang dapat menggambarkan kinerja lembaga sektor publik (Mardiasmo, 2002). Untuk menciptakan laporan keuangan yang

(8)

berkualitas perlu adanya pertanggungjawaban atas pembuatan laporan keuangan di pemerintah pusat maupun daerah. Disamping itu pola pertanggungjawaban (akuntabilitas) harus meliputi hal sebagai berikut :

1. Integritas Keuangan.

2. Pengungkapan.

3. Ketaatan terhadap peraturan perundang–undangan.

Akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah mencakup proses pengelolaan keuangan daerah mulai dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pertanggungjawaban, serta pengawasan harus benar–benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan DPRD terkait dengan kegagalan maupun keberhasilannya sebagai bahan evaluasi tahun berikutnya. Masyarakat tidak hanya memiliki hak untuk mengetahui pengelolaan keuangan tetapi berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas pengaplikasian serta pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah tersebut.

Akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah merupakan pertanggung jawaban mengenai integritas keuangan, pengungkapan dan ketaatan terhadap peraturan perundang–undangan. Sasarannya adalah laporan keuangan yang mencakup penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran keuangan instansi pemerintah daerah.

Instrumen utama dari akuntabilitas pengelolaan keuangan keuangan daerah adalah anggaran pemerintah daerah, data yang secara periodik dipublikasikan, laporan tahunan dan hasil investigasi dan laporan umum

(9)

lainnya yang disiapkan oleh agent yang independen. Anggaran tahunan secara khusus mempunyai otoritas legal untuk pengeluaran dana publik, sehingga proses penganggaran secara keseluruhan menjadi relevan untuk manajemen fiskal dan untuk melaksanakan akuntabilitas pengelolaan keuangan dan pengendalian pada berbagai tingkat operasi.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai substansi usaha-usaha untuk meningkatkan akuntabilitas daerah dan transparansi melalui pembangunan sistem akuntansi keuangan daerah. Selain itu, Peraturan Pemerintah tersebut juga merupakan peraturan pelaksana dari undang-undang yang komprehensif dan terpadu (omnibus regulation) dari paket reformasi regulasi keuangan negara khusunya mengenai penerapannya di pemerintahan daerah yang mencakup tentang perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan keuangan daerah, dan pertanggung jawaban keuangan daerah.

Khusus mengenai akuntansi di pemerintahan daerah merupakan bagian dari pengertian akuntansi pemerintahan, yaitu : sub cabang ilmu pengetahuan akuntansi. Sebagai catatan, sering diungkapkan secara interchangeable mengenai pengertian akuntansi pemerintah dengan akuntansi sektor publik. Dengan begitu, memberikan peluang terhadap peningkatan penyediaan informasi yang handal dan akurat serta berorientasi pada peningkatan tolok ukur kinerja dalam memberikan pelayanan publik yang maksimal, dan merupakan proses pertanggung

(10)

jawaban (stewardship and accountability process), manajerial dan unsur pengendalian manajemen di pemerintah daerah.

4. Belanja Langsung

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja langsung terdiri dari:

1. Belanja Pegawai

Belanja pegawai adalah belanja kompensasi, baik dalam bentuk uang maupun barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang undangan yang diberikan kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan dimana pekerjaan tersebut yang berkaitan dengan pembentukan modal.

2. Belanja Barang dan Jasa

Belanja barang dan jasa adalah pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan.

3. Belanja Modal

Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aktiva tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode

(11)

akuntansi. Untuk mengetahui apakah suatu belanja dapat dimasukkan sebagai belanja modal atau tidak, maka perlu diketahui definisi aset tetap atau aset lainnya dan kriteria kapitalisasi aset tetap.

5. Dana Alokasi Umum (DAU)

Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan block grant yang diberikan kepada semua kabupaten dan kota untuk tujuan mengisi kesenjangan antara kapasitas dan kebutuhan fiskalnya, dan didistribusikan dengan formula berdasarkan prinsip prinsip tertentu yang secara umum berindikasi bahwa daerah miskin dan terbelakang harus menerima lebih banyak daripada daerah kaya. Dengan kata la penyediaan pelayanan publik antar Pemda di Indonesia. UU No. 25 tahun 1999 in, tujuan penting alokasi DAU adalah dalam kerangka pemerataan kemampuan pasal 7 menggariskan bahwa pemerintah pusat berkewajiban menyalurkan paling sedikit 25% (26% pada UU No.33 tahun 2004) dari penerimaan dalam negerinya dalam bentuk DAU. Secara definisi, dana alokasi umum dapat diartikan sebagai berikut sidik (2001):

a. Salah satu komponen dari dana perimbangan pada APBN, yang pengalokasiannya didasarkan atas konsep kesenjangan fiskal atau celah fiskal (fiscal gap), yaitu selisih antara kebutuhan fiskal dengan kapasitas fiskal.

b. Instrumen untuk mengatasi horizontal imbalance, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah dimana penggunaannya ditetapkan sepenuhnya oleh daerah.

(12)

c. Equalization grant, yaitu berfungsi untuk menetralisasi ketimpangan kemampuan keuangan dengan adanya PAD, bagi hasil pajak dan bagi hasil SDA yang diperoleh daerah.

Sesuai dengan penyerahan kewenangan dari pusat ke daerah, maka propinsi dan kabupaten serta kota masing-masing memperoleh DAU yang jumlahnya berbeda-beda sesuai dengan kapasitas fiskal atau nilai bobot tiap-tiap daerah.

Dalam penjelasan UU No. 25 /1999 ditegaskan bahwa formula DAU bagi propinsi, kabupaten atau kota ditetapkan sebagai berikut:

Jumlah DAU (Propinsi A) = Bobot Propinsi A

Jumlah Bobot seluruh Propinsi

Jumlah DAU (KabupatenA/KotaA) = Bobot Kabupaten A/Kota A Jumlah Bobot seluruh

Kabupaten/Kota

Bobot daerah ditentukan berdasarkan hasil kajian empiris dengan memperhitungkan variabel-variabel yang relevan. Kebutuhan suatu daerah otonom dapat dicerminkan dari variabel-variabel, yakni jumlah penduduk, tingkat pendapatan penduduk dengan memperhatikan persentase penduduk miskin, luas wilayah, dan keadaan geografi. Dengan kata lain,bobot daerah adalah kebutuhan DAU suatu daerah dengan total kebutuhan DAU seluruh daerah.

6. Dana Alokasi Khusus (DAK)

Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada provinsi/kabupaten/kota tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan

(13)

Pemerintah Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah Pasal 39 menyebutkan bahwa Dana Alokasi Khusus dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan Urusan Daerah sesuai dengan fungsi yang ditetapkan dalam APBN. Pemerintah menetapkan kriteria DAK yang meliputi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Kriteria umum ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan Keuangan Daerah dalam APBD. Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang undangan dan karakteristik Daerah.

7. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal 1 angka 18 bahwa

“Pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang undangan”. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segaa bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut (PP RI No.58 Tahun 2005). Sumber keuangan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah lebih penting dibanding dengan sumber yang berasal dari luar Pendapatan Asli Daerah. Hal ini karena PAD dapat dipergunakan sesuai dengan kehendak dan inisiatif pemerintah daerah demi kelancaran penyelenggaraan urusan daerahnya

(14)

Adapun sumber-sumber pendapatan asli daerah (PAD) sebagaimana datur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 157, yaitu:

a. Pajak merupakan sumber keuangan pokok bagi daerah-daerah disamping retribusi daerah. Pengertian pajak secara umum telah diajukan oleh para ahli misalnya Rochmad Sumitro yang merumuskannya “Pajak lokal atau pajak daerah ialah pajak yang dipungut oleh daerah-daerah swatantra, seperti Provinsi, Kota, Kabupaten, dan sebagainya”.

Sedangkan Siagin merumuskannya sebagai, “pajak negara yang diserahkan kepada daerah dan dinyatakan sebagai pajak daerah berdasarkan peraturan perundang undangan yang dipergunakan guna membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik”. Dengan demikian ciri-ciri yang menyertai pajak daerah dapat Di ikhtisarkan seperti berikut:

1) Pajak daerah berasal dan pajak negara yang diserahkan kepada daerah sebagai pajak daerah.

2) Penyerahan dilakukan berdasarkan undang-undang.

3) Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan undang- undang dan/atau peraturan hukum Lainnya;

4) Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan urusan-urusan rumah tangga daerah atau untuk membiayai perigeluaran daerah sebagai badan hukum publik;

(15)

b. Hasil retribusi daerah;

Sumber pendapatan daerah yang penting lainnya adalah retribusi daerah. Pengertian retribusi daerah dapat ditetusuri dan pendapat- pendapat para ahli, misalnya Panitia Nasrun merumuskan retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran pemakalan atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah untuk kepentingan umum, atau karena jasa yang diberikan oleh daerah baik langsung maupun tidak langsung”.

Dari pendapat tersebut di atas dapat diikhtisarkan ciri-ciri pokok retribusi daerah, yakni:

1) Retribusi dipungut oleh daerah;

2) Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan daerah yang Iangsung dapat ditunjuk.

3) Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan, atau mengenyam jasa yang disediakan daerah.

c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

Kekayaan daerah yang dipisahkan berarti kekayaan daerah yang dilepaskan dan penguasaan umum yang dipertanggung jawabkan melalui anggaran belanja daerah dan dimaksudkan untuk dikuasai dan dipertanggungjawabkan sendiri. Dalam hal ini hasil laba perusahaan daerah merupakan salah satu pendapatan daerah yang modalnya untuk seluruhnya atau untuk sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan. Maka daerah dapat pula mendirikan perusahaan yang

(16)

khusus dimaksudkan untuk menambah penghasilan daerah disamping tujuan utama untuk meningkatkan produksi, yang kegiatannya difokuskan kearah pembangunan daerah khususnya dan pembangunan ekonomi nasional umumnya serta ketentraman dan kesenangan kerja dalam perusahaan menuju masyarakat adil dan makmur. Oleh karena itu, dalam batas-batas tertentu pengelolaan perusahaan haruslah bersifat professional dan harus tetap berpegang pada prinsip ekonomi secara umum, yakni efisiensi. (Penjelasan atas UU No.5 Tahun 1962)

d. Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah

Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi:

1) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;

2) Jasa giro;

3) Pendapatan bunga;

4) Keuntungan seIisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dan penjualan atau pengadaan barang dan jasa oleh daerah.

8.

Dana Bagi Hasil (DBH)

Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah pasal 159 huruf (a) menyebutkan bahwa, Dana Bagi Hasil adalah dana bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Bagi Hasil (DBH) dilaksanakan dengan

(17)

prinsip menurut sumbernya, dalam arti bahwa bagian daerah atas penerimaan yang dihasilkan didasarkan atas daerah penghasil. Prinsip tersebut berlaku untuk semua komponen Dana Bagi Hasil (DBH) kecuali pada Dana Bagi Hasil (DBH) perikanan yang dibagi sama rata ke seluruh Kabupaten / Kota.

Pemerintah menetapkan alokasi Dana Bagi Hasil yang berasal dari sumber daya alam sesuai dengan penetapan dasar perhitungan dan daerah penghasil. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas (1) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) (2) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) (3) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21. Sedangkan Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari (1) Kehutanan (2) Pertambangan umum (3) Perikanan (4) Pertambangan minyak bumi (5) Pertambangan gas bumi (6) Pertambangan panas bumi.

C. Pengembangan Hipotesis

1. Pengaruh DAU terhadap belanja langsung

UU No. 33 tahun 2004 Pasal 35 yang menjelaskan tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, mengatakan bahwa hasil penghitungan DAU per provinsi, kabupaten, dan kota ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Dana alokasi umum merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang kemudian dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk

(18)

mendanai kebutuhan daerah untuk rangka pelaksanaan desentralisasi juga bertujuan untuk pemerataan dan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah (Darise, 2009).

Kaitan antara DAU dengan Belanja Modal merupakan Sumber pembiayaan untuk belanja modal guna pengadaan sarana atau prasarana untuk pelayanan publik yang lebih baik. Bahwa yang membedakan PAD dengan DAU adalah PAD berasal dari uang yang diperoleh daerah itu sendiri, sedangkan DAU berasal dari transfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Menurut Darise Darise (2009) , menjelaskan bahwa DAU merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan yang betujuan untuk pemerataan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dengan bertujuan untuk pemerataan dan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah.

Permasalahan dana alokasi umum timbul ketika daerah meminta dana alokasi umum sesuai kebutuhannya. Hal ini sejalan dengan penelitian Hidayah and Setiyawati (2014) dan Widiasih and Gayatri (2017). Bahwa dana alokasi umum berpengaruh terhadap belanja langsung.

H1: DAU berpengaruh positif terhadap belanja langsung

(19)

2. Pengaruh DAK terhadap belanja langsung

DAK adalah dana yang bersumber dari Pendapatan APBN

&dialokasikan kepada daerah tertentu untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai prioritas nasional.

Tujuan DAK adalah membantu daerah tertentu untuk mendanai kebutuhan sarana prasarana pelayanan dasar masyarakat dan untuk mendorong percepatan pembangunan daerah dan pencapaian sasaran prioritas nasional. DAK dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus di daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang di lakukan Hidayah and Setiyawati (2014) dan Syukri and Hinaya (2019). Bahwa Dana alokasi khusus berpengaruh terhadap belanja langsung.

H2 :DAK berpengaruh positif terhadap belanja langsung 3. Pengaruh PAD terhadap belanja langsung

Berdasarkan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah pusat dan daerah menjelaskan bahwa PAD adalah sumber penerimaan pemerintah daerah yang berasal dari daerah itu sendiri yang berdasarkan kemampuan yang dimiliki. PAD terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah untuk dipisahkan dan lain-lain pendapatan yang sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan

(20)

yang diperoleh daerah dari sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku . kaitan antara PAD dengan belanja modal merupakan sumber pembiayaan untuk anggaran belanja modal. PAD berasal dari iuran langsung atas masyarakat seperti pajak, retribusi, dan lain-lain sebagainya. Tanggung jawab pemerintah daerah kepada masyarakat dengan cara memberikan pelayanan publik (public service) yang baik untuk masyarakat melalui anggaran belanja modal, oleh karena itu masyarakat telah memberikan sebagian uangnya kepada pemerintah daerah. Bentuk pelayanan publik yang berikan pemerintah kepada masyarakat dengan penyediaan sarana atau prasarana yang memadai di daerahnya. Pengadaan infrastruktur sarana atau prasarana tersebut dibiayai dari alokasi anggaran belanja modal dalam APBD tiap tahunnya. Dengan demikian adanya hubungan PAD antara belanja modal. Akan tetapi tidak semua daerah yang berpendapatan di atas rata-rata diikuti dengan pertumbuhan ekonomi yang baik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hidayah and Setiyawati (2014) dan Widiasih and Gayatri (2017) bahwa pendapatan asli daerah berpengaruh terhadap belanja langsung.

H3 :PAD berpengaruh positif terhadap belanja langsung.

4. Pengaruh DBH terhadap belanja langsung

DBH (Dana Bagi Hasil) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang kemudian dialokasikan kepada daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil untuk melihat angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan penyerahan desentralisasi dari pusat

(21)

DAK (X2) DAU (X1)

PAD (X3) DBH (X4)

Belanja Langsung (Y) kepada daerah Herawati and Dina (2012) . Menurut Deddi and Ayuningtyas (2006) DBH merupakan pajak dan sumber daya alam pajak sendiri terdiri dari pajak bumi dan bangunan (PBB), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), serta pajak penghasilan (PPh), maka baik dari WP orang pribadi dalam negeri ataupun dari PPh 21. Kaitan antara DBH dengan belanja modal yaitu dana yang sumbernya dari pendapatan APBN yang dialokasikan untuk daerah melihat angka persentase untuk memenuhi kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. (UU No. 33 Tahun 2004/ PP Nomor 55 Tahun 2005) angka persentase yang dimaksud adalah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil. Sumber dana bagi hasil terdiri dari bagi hasil pajak dan bagi hasil sumber daya alam. Hal ini sejalan dengan penelitian Susi and Heru (2016)dan bahwa Dana bagi hasil berpengaruh terhadap belanja langsung.

H4 :DBH berpengaruh positif terhadap belanja langsung D. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

(22)

Pada kerangka pemikiran diatas menjelaskan pengaruh dari beberapa variabel dependen terhadap variabel independen yaitu Belanja Langsung.

Keterangan :

Variabel Independen : a. DAU (X1) b. DAK (X2) c. PAD (X3) d. DBH (X4) Variabel Dependen :

BL (Y)

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Tetapi, bila koordinat dari suatu vektor disajikan sebagai baris atau kolom dalam suatu matriks, maka secara esensi penyajian bergantung pada urutan vektor-vektor basis. Begitu

Data debit aliran (Q), curah hujan dan evapotranspirasi dalam satuan mm/hari digunakan sebagai input Tank Model untuk di optimasi sehingga menghasilkan output

Perbandingan kadar zat aktif yang terlarut dari tablet Pirazinamid 500mg sediaan generik dan paten yang dilakukan pada setiap waktu pengambilan sampel dengan maksud untuk melihat

Pemrakarsa pendirian bank syariah diIndonesia dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18 – 20 Agustus 1990. Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai

Pada penelitian tugas akhir ini dilakukan perbandingan algoritma Naïve Bayes dengan Multinomial Naïve Bayes untuk menentukan algoritma mana yang lebih efektif dalam

Bank Indonesia (BI) mencatat nilai cadangan devisa Indonesia pada akhir April sebesar USD123,2 miliar, naik dari posisi di akhir Maret sebesar USD121,8 miliar.. Posisi cadangan

Kemungkinan besar Auditor akan memberikan opini audit going concern kembali jika melihat perusahaan telah menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya

Bagaimana peran antropologi dalam pelaksanaan konseling lintas budaya untuk penanggulangan berbagai permasalahan sebagai dampak negatif dari perubahan sosial budaya di era