Krisis Reksa Dana , Kinerja Obligasi, dan Reksa Dana Proteksi Oleh : Sulaeman Rahman
Pada harian ini (PR/13 Sep 05) diberitakan bahwa Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) , dana kelolaan reksa dana dalam bentuk Nilai Aktiva Bersih (NAB) saat ini 15 September 2005 tinggal Rp 25 triliun , sedangkan bila dibandingkan dengan posisi tertinggi yang terjadi pada Februari 2005 lalu, yakni sebesar Rp 110 triliun. Dari data tersebut pasar atau pelaku pasar di reksa dana meminta pemerintah untuk menjadi market maker (penggerak pasar) guna menjaga stabilitas pasar obligasi tetap terjaga. Maka ada harapan panarikan besar-besaran (redemption) reksa dana sepanjang pekan lalu , tidak terulang lagi.
Lebih menarik lagi bila melihat kejadian yang menimpa salah satu perusahaan sekuritas, dimana para nasabah merasa dibohongi oleh perusahaan , sehingga mereka semakin panik. Komisi IX DPR telah mengundang beberapa perusahaan sekuritas untuk mencegah terjadinya krisis reksa dana terulang lagi . Mengapa hal itu bisa terjadi pada reksa dana, tentunya bisa dianalisis sesuai dengan permintaan pelaku pasar agar ada campur tangan pemerintah sebagai market maker pasar obligasi. Pemerintah ( Biro Riset Pengembangan Investasi) untuk juga diminta mengesahkan izin dikeluarkannya Reksa Dana Proteksi yang diusulkan oleh empat Manajer Investasi , yang pada saat ini sedang diserang oleh longsoran reksa dana.
Pasar obligasi menjadi tumpuan untuk mencegah longsoran reksa dana , dikarenakan sebagian besar reksadana yang ada di Indonesia berjenis RDPT (Reksa Dana Pendapatan Tetap). Dan yang menguatkan mengapa pemerintah diminta menjadi market maker, karena sebagian besar industri reksa dana Indonesia underlying asset-nya (asset dasar) adalah obligasi milik pemerintah.