• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi eksperimental amonia-air energi surya menggunakan kondensor dan evaporator berpendingin air.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi eksperimental amonia-air energi surya menggunakan kondensor dan evaporator berpendingin air."

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

i

STUDI EKSPERIMENTAL ABSORBSI AMONIA-AIR ENERGI

SURYA MENGGUNAKAN KONDENSOR DAN

EVAPORATOR BERPENDINGIN AIR

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik

Program Studi Teknik Mesin

Diajukan Oleh:

AGUSTINUS SUPRIYONO NIM: 085214035

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii

EXPERIMENTAL STUDY OF SOLAR ENERGY

WATER-AMMONIA ABSOBTION USING WATER-COOLED

CONDENSOR AND EVAPORATOR

FINAL PROJECT

Presented as a partitial fulfilment of the requirement as to obtain the Bachelor of Engineering degree

in Mechanical Engineering Study Program

By:

AGUSTINUS SUPRIYONO Student Number: 085214035

MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vii

ABSTRAK

Di Negara Indonesia sistem pendingin yang ada pada saat ini umumnya menggunakan sistem kompresi uap dengan berbagai macam tipe refrijeran sintetik misalnya R-11,R-12, R-22, R-505 dan sebagainya. Selain membutuhkan energi listrik pada sistem kompresi uap ini, kebocoran akan refrijeran yang digunakan akan menimbulkan kerusakan lapisan ozon, sehingga untuk mengatasi permasalahan ini dibutuhkan sistem pendingin sederhana yang dapat bekerja tanpa menggunakan energi listrik. Salah satu sistem pendingin tersebut adalah sistem pendingin absorbsi amonia-air energi surya. Sistem pendingin absorbsi amonia-air hanya memerlukan energi panas untuk dapat bekerja selain itu amonia dan air bukan merupakan refrijeran sintetik sehingga dampak negatif kerusakan pada lapisan ozon tidak terjadi. Tujuan penelitian ini adalah membuat model pendingin absorbsi amonia-air dengan amonia sebagai refrijeran dan meneliti unjuk kerja dan temperatur pendinginan yang dapat dihasilkan.

Dalam penelitian ini digunakan generator berfungsi juga sebagai absorber, kondensor berbentuk spiral dan evaporator. Generator ini mempunyai panjang 200 cm dan berdiameter 10 cm sedangkan katup fluida satu arah mempunyai tinggi 30 cm dan berdiameter 10 cm. Di dalam generator ini terdapat pipa celup dan pipa uap. Bahan yang digunakan dalam pembuatan alat adalah stainless steel. Kolektor yang digunakan dalam penelitian ini adalah kolektor parabola silinder (Parabolic trough collectors). Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah temperatur generator (T1), temperatur kondensor (T2), temperatur evaporator (T3), temperatur kotak evaporator (T4), tekanan generator (P1), tekanan evaporator (P2), intensitas energi surya (G) dan waktu pencatatan data (t). Hasil penelitian menunjukkan bahwa temperatur terendah yang dapat dicapai evaporator adalah -5°Cdan COP tertinggi dalam penelitian adalah 0,98.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi-Mu Tuhan Yang Maha Kasih atas segala berkah dan rahmat, sehingga laporan tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik untuk program studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis merasakan bahwa penelitian tugas akhir ini merupakan penelitian yang tidak mudah, dituntut keterlibatan langsung dalam pengambilan data, pemahaman terhadap sistem alat dan persamaan yang digunakan, serta penanggulangan yang tepat terhadap permasalahan yang dihadapi.

Penelitian Tugas Akhir dengan judulStudi Eksperimental Absorbsi Surya Menggunakan Kondensor dan Evaporator Berpendingin Air” ini dapat berjalan dengan baik karena adanya bantuan secara langsung maupun tidak langsung dan kerjasama dari berbagai pihak. Menyadari hal itu, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Paulina Heruningsih Prima Rosa. S.Si., M.Sc. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Ir. P.K. Purwadi, M.T. selaku Ketua Program studi Teknik Mesin. 3. Bapak Ir. P.K. Purwadi, M.T. Selaku Dosen Pembimbing Akademik 4. Bapak Ir. FA. Rusdi Sambada, M.T. selaku dosen pembimbing tugas akhir

(9)

ix

5. Seluruh staf pengajar Jurusan Teknik Mesin yang telah memberikan materi selama penulis berkuliah di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 6. Laboran (Ag. Rony Windaryawan) yang telah membantu memberikan ijin

dalam penggunakan fasilitas yang diperlukan dalam penelitian ini.

7. Rekan kerja Ricardo Redy Hanawijaya, Bayu Dwi Wicaksono, Heribertus Hari Bekti Pratama dan yang telah saling membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini.

8. Orang tua dan orang-orang yang saya sayangi yang sudah mensuport saya baik Doa maupun Tenaga dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Menyadari keterbatasan Penulis dalam penyusunan laporan tugas akhir ini, maka berbagai kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan laporan tugas akhir ini akan diterima dengan senang hati.

Akhir kata semoga karya tulis ini berguna bagi mahasiswa Teknik Mesin pada khususnya dan pembaca lain pada umumnya. Terima kasih.

Yogyakarta, 1 Agustus 2012 Penulis,

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

TITLE PAGE ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.l Latar Belakang ... 1

1.2 Batasan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Penelitian yang Pernah Dilakukan ... 4

2.2 Dasar Teori ... 9

(11)

xi

2.4 Amonia(NH3)... 15

2.5 Kalsium Klorida... 16

2.6 Litium bromida-Air... 16

2.7 Zeoilit-Air... 16

BAB III. METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Deskripsi Alat ... 18

3.2 Variabel Yang Diukur ... 21

3.3 Langkah Penelitian ... 21

3.4 Peralatan Pendukung ... 23

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………. 24

4.1 Data Hasil Penelitian………... 24

4.2 Pembahasan ... 27

BAB V. PENUTUP ... 36

5.1 Kesimpulan ... 36

5.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Data pertama penelitian pendingin absobsi amonia-air

tenaga surya menggunakan amonia-air 10.000ml... 24

Tabel 4.2. Data kedua penelitian pendinginan absobsi amonia-air Tenaga surya menggunakan amonia-air 10.000ml... 25

Tabel 4.3. Data ketiga penelitian absobsi amonia-air Tenaga surya menggunakan amonia-air 10.000ml... 26

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Skema Alat Pendingin absorbsi generator horizontal Probo,(2010)... 6

Gambar 2.2. Skema alat pendingin absorbsi generator vertikal dan evaporator tanpa receiver, Yudhokusumo, (2011)……… 7

Gambar 2.3. Skema alat pendingin absorbsi generator vertikal dan evaporator menggunakan receiver, Budigunawan, (2011)……….……… 8

Gambar 2.4. Siklus pendinginan absorbsi ... 9

Gambar 2.5 Skema diagram alir refrigerator carnot………. 12

Gambar 2.6. collector thermosyphonplat datar ... 13

Gambar 2.7. Evacuated tube collector...14

(13)

xiii

Gambar 28b. Parabolic Trough Collector...14

Gambar 3.1 Skema alat pendingin absorbs tenaga surya……… 18

Gambar 3.2 Dimensi Generator……… 19

Gambar 3.3 DimensiPipa Celup……….. 20

Gambar 3.4 Variableyang diukur………. 21

Gambar 4.1 Grafik tekanan terhadap waktu dari ketiga data……… 28

Gambar 4.2 Grafik temperatur evaporator (T3) terhadap waktu…………. 29

Gambar 4.3 Grafik temperature kotak pendingin (T4) terhadap waktu…… 30

Gambar 4.4 Grafik hubungan antara tekanan dan intensitas cahaya matahari Data pertama……… 31

Gambar 4.5 Grafik hubungan antara tekanan dan intensitas cahaya matahari Data kedua……… 31

Gambar 4.6 Grafik hubungan antara tekanan dan intensitas cahaya matahari Data ketiga……… 32

Gambar 4.7 Grafik Perbandingan Unjuk kerja/COP rata-rata semua data… 33 Gambar 4.8 Grafik Tekanan Terhadap Waktu Ketiga Data Wicaksono,(2012)………. 33

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan akan sistem pendingin untuk pengawetan dan penyimpanan bahan makanan, hasil panen, obat-obatan dan keperluan lainnya dirasakan semakin meningkat. Namun pada sampai saat ini kebanyakan sistem pendingin yang ada bekerja dengan sistem kompresi uap yang membutuhkan energi listrik dan menggunakan refrijeran sintetik seperti R-11, R-12, R134a, R-502. Hal ini bisa menjadi masalah, karena sampai saat ini banyak desa, khususnya di daerah terpencil, yang belum memiliki jaringan listrik, sehingga sistem pendingin sederhana yang dapat bekerja tanpa membutuhkan energi listrik merupakan alternatif pemecahan permasalahan kebutuhan sistem pendingin di daerah-daerah tersebut. Selain itu refrijeran sintetik juga menimbulkan dampak negatif pada lingkungan, yaitu merusak lapisan ozon, yang tentu akan memperparah efek pemanasan global di bumi ini.

(15)

Unjuk kerja suatu sistim pendingin dapat dilihat dari temperatur terendah yang dapat dicapai dan koefisien unjuk kerja (COP) yang dapat dihasilkan. Temperatur terendah dan COP yang dihasilkan harus dapat memenuhi kapasitas pendinginan (laju pendinginan) yang diperlukan masyarakat. Hal kedua yang juga penting adalah disain alat pendingin tersebut harus dapat dioperasikan dan dirawat sendiri oleh masyarakat pengguna serta dapat dibuat dengan teknologi dan bahan yang ada di daerah.

1.2. Batasan Masalah

Penelitian ini meneliti sistem pendingin absorsi ammonia-air energi surya. Sangat mengandalkan alat ukur (logger) namun alat ukur (logger) hanya mampu mencatat sampai -5°C dan tidak bisa mencatat secara otomatis. Selain itu penelitian ini sangat mengandalkan energi surya, untuk daerah kampus 3 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang berada di 8° LS atau pada bulan juli matahari di sekitar tempat tersebut sering tertutup awan.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai oleh pada penelitian ini:

1. Membuat sistem pendingin absorbsi amonia-air energi.

2. Meneliti temperatur pendinginan yang dapat dihasilkan oleh sistem pendingin absorbsi amonia-air dengan variasi massa air dalam evaporator. 3. Meneliti COP atau unjuk kerja yang dapat dihasilkan oleh sistem

(16)

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini :

1. Menambah kepustakaan teknologi pendingin sistem absorbsi.

(17)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian yang Pernah Dilakukan

Beberapa penelitian pendingin adsorpsi menggunakan zeolit-air dengan energi surya yang pernah dilakukan diantaranya oleh Hinotani (1983) dimana mendapatkan bahwa harga COP sistem pendingin adsorpsi surya menggunakan zeolit-air akan medekati konstan pada temperatur pemanasan 160o C atau lebih. eksperimen sistem pendingin adsorpsi surya yang menggunakan zeolit-air dan mendapatkan harga COP sebesar 0,12 Grenier (1983). adsorpsi serupa yaitu dengan menggunakan zeolit-air tetapi COP nya hanya 0,1 Pons (1986). pengetesan pada sistem pendingin adsorpsi surya menggunakan zeolit-air dengan kolektor plat datar dan kondensor berpendingin udara dimana ia mendapatkan COP yang rendah sebesar 0,054 Zhu Zepei (1987). Di sini terlihat bahwa modifikasi yang ia lakukan dengan memvakumkan sistem dan penggunaan kolektor datar tidak banyak menaikkan harga COP. penelitian dan hasilnya adalah dengan pemanasan 150o C didapatkan energi pendinginan sebesar 250 kJ per kilogram zeolitKreussler (1999). Sebuah penyimpan dengan volume 125 L dapat didinginkan menggunakan kolektor seluas 3 m2. Selanjutnya Ramos (2003)

(18)

denganpemanasan tabung zeolit sebesar 250o C. Penelitian-penelitian tersebut di atas menggunakkan zeolit yang diproduksi di Jerman, Slovnaft-Czech, dan Perancis.

Penelitian serupa, yaitu mengenai sistem pendingin dengan menggunakan refrijeran amonia-air, juga pernah dilakukan sebelumnya dimana pada penelitian tersebut digunakan generator horisontal yang tercelup sebagai absorbernya

(19)

Berikut adalah skema alat dari penelitian Songko Probo P. A.

Gambar 2.1. Skema alat pendingin absorbsi generator horizontal (Probo,2010) Keterangan:

1. Generator yang juga berfungsi sebagai absorber 2. Saluran masuk amonia

3. Kondensor yang juga berfungsi sebagai evaporator 4. Manometer

5. Torong masuk amonia

(20)

0.91.Karena dalam penelitian tersebut dikatakan bahwa unjuk kerja dari alat tersebut menurun setelah pengambilan data berulang dan penambahan amonia dilakukan maka dilakukan indentifikasi alat dan menemukan bahwa ada air yang tertinggal pada evaporator yang mempengaruhi kerja pendinginan tersebut. Berikut adalah skema alat dari penelitian Abimael Sony Yudhokusumo.

Gambar 2.2. Skema alat pendingin absorbsi generator vertikal dan evaporato tanpa receiver, (Yudhokusumo,2011)

Keterangan :

1. Saluran untuk menampung amonia yang akan dimasukkan ke alat. Bagian ini bisa diganti dengan pentil saat alat akan divakum. 2. Keranball valve¾ inci

3. Pipa ¾ inci

4. Penguat katup fluida satu arah

(21)

Kemudian hal ini berkembang pada penelitian Paul Alexander Budi Gunawan yang menembahkan receiver pada evaporator untuk menampung air agar tidak masuk kedalam evaporator, berikut adalah sekema alat tersebut.

Gambar 2.3. Skema alat pendingin absorbsi generator vertikal dan evaporator menggunakan receiver. (Gunawan,2011)

Banyak hal yang mempengaruhi dari unjuk kerja pendinginan ini maka sangat penting penelitian-penelitian semacam ini dilakukan agar alat yang dihasilkan nantinya akan menjadi lebih baik.

(22)

2.2 Dasar Teori

Pendingin absorbsi pada umumnya terdiri dari 4 (empat) komponen utama yaitu : (1) absorber, (2) generator, (3) kondensor, (4) evaporator. Namun pada penelitian ini model pendingin absorbsi yang dibuat hanya terdiri dari dua komponen utama yaitu, generator yang juga berfungsi sebagai absorber, dan evaporator yang juga berfungsi sebagai kondensor.

Gambar 2.4 Siklus pendinginan absorbsi

Siklus pendinginan absorbsi terdiri dari proses absorbsi (penyerapan) refrijeran (amonia) ke dalam absorber (air) dan proses pelepasan refrijeran dari absorber (proses desorbsi). Proses ini dapat dilihat pada Gambar 2.2. Proses desorbsi dan absorbsi terjadi pada absorber (pada generator). Pada proses desorbsi generator memerlukan energi panas untuk dapat menguapkan amonia. Energi panas dapat berasal dari pembakaran kayu, batubara, minyak bumi, gas alam, panas bumi, biogas, dan sebagainya. Namun pada dalam penelitian ini energi yang digunakan adalah energi surya.

(23)

ammonia-air yang ada dalam tabung generator. Karena amonia mempunyai titik didih yang lebih rendah dibanding air maka amonia akan menguap terlebih dahulu. Uap amonia ini akan mengalir dari generator menuju ke evaporator. Di dalam evaporator uap amonia akan mengalami pendinginan dan mengembun sehingga berubah fase menjadi cair. Selanjutnya cairan amonia di dalam evaporator akan mengalami ekspansi sehingga tekanannya turun. Karena tekanan amonia di dalam evaporator turun maka temperaturnya pun turun hingga di bawah 0o C. Karena mampu mencapai suhu di bawah 0o C, maka evaporator umumnya diletakkan di dalam kotak pendingin bersama bahan-bahan yang ingin didinginkan. Karena mendinginkan bahan-bahan tersebut maka cairan amonia di dalam evaporator akan menyerap kalor dari bahan-bahan tersebut dan menguap, lalu mengalir kembali ke dalam generator. Di dalam generator uap amonia tersebut diserap oleh air, proses ini disebut absorbsi. Siklus tersebut akan berlangsung terus-menerus jika ada sumber panas. Selama proses desorbsi pendinginan di dalam evaporator tidak dapat terjadi karena amonia masih bercampur dengan air di dalam generator.

Unjuk kerja pendingin absorbsi umumnya dinyatakan dengan koefisien prestasi absorbsi (COPAbsorbsi) dan dapat dihitung dengan persamaan:

COPabsorbsi= (1)

Kerja pendinginan dapat dihitung dengan persamaan :

(24)

Kerja pemanasan pada generator dapat dihitung dengan persamaan :

Kerja pemanasan =(m. Cp )tabung+ (m. Cp )ammonia+ m.hfgammonia (3)

Dengan :

m : massa (ammonia dan tabung) yang dipanasi kolektor (kg) CP : panas jenis (ammonia dan tabung) (J/(kg.K))

Tawal : temperatur amonia sebelum dipanasi (oC)

Takhir : temperatur ammonia setelah dipanasi (oC)

∆t : lama waktu pemanasan (menit)

Energi surya yang digunakan untuk menaikan temperature sejumlah massa pada generator adalah sebesar intensitas energi surya yang diterima oleh kolektor berbanding dengan luasan permukaan kolektornya:

Energi

surya

= G . A (4)

Dengan :

G : Intensitas Energi Surya (watt/menit2) A : Luas Apertur (m2)

Sehingga untuk mengetahui efisiensi kolektor (Kolektor) dapat diketahui

dengan membandingkan kerja pemanasan untuk menaikkan temperatur sejumlah massa pada generator berbanding terbalik dengan energi radiasi surya yang diterima oleh generator melalui kolektor:

(25)

Pada penelitian ini, analisa digunakan pendekatan siklus pendingin carnot. Refrigerator (pendingin) carnot

Karena proses melingkar carnot adalah reversible, maka proses dapat dibalik. Proses yang dibalik disebut Refrigerator Carnot. Jadi refrigerator carnot bekerja dengan kebalikan dari mesin carnot. Mesin carnot disebut direct cycle, sedangkan refrigerator carnot disebut reversed cycle.

Refrigerator carnot menerima kerja luar (W) dan menyerap panas Q1 dari reservoir dengan (hent sink) temperature T1 serta member panas Q2 ke reservoir panas temperature T2.

Skema diagram alir refrigerator carnot:

Gambar 2.5. Skema diagram alir refrigerator carnot

Jadi dapat dibuat hubungan,

W = Q1–Q2 (1)

Koefisien performance,

COP =

(26)

= (3) Dari persamaan diatas 2 dan 3 dapat

=

(4)

2.3 Kolektor

Terdapat tiga jenis kolektor surya yang diklasifikasikan ke dalam Solar Thermal Collector System dan juga memiliki korelasi dengan pengklasifikasian kolektor surya berdasarkan dimensi dan geometri dari receiver yang dimilikinya:

1. Flat-Plate Collectors( kolektor plat datar) 2. Parabolic Collectors( kolektor parabola )

3. Evacuated Tube Collectors(kolektor plat datar tabung vakum)

kolektor surya plat datar bisa memanfaatkan paparan radiasi matahari melalui sorotan langsung dan juga sebaran, tidak memerlukan tracking matahari atau perubahan posisi mengikuti matahari dan juga karena desainnya yang sederhana, hanya sedikit memerlukan perawatan dan biaya pembuatan yang tidak susah. kolektor pelat datar (gambar 2.1) dapat menghasilkan suhu antara 70-80oC.

(27)

Evacuated tube collectors( Gambar 2.7 ) menghasilkan energi panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua jenis kolektor surya sebelumnya. Evacuated Tube Collectors memiliki efisiensi transfer panasnya yang tinggi tetapi faktor kehilangan panasnya yang relatif rendah. Hal ini dikarenakan fluida yang terjebak diantara absorber dan cover-nya dikondisikan dalam keadaan vakum, sehingga mampu meminimalisasi kehilangan panas yang terjadi secara konveksi dari permukaan luar absorber menuju lingkungan

Gambar 2.7Evacuated Tube Collectors

Berdasarkan bentuk komponen absorber-nya, jenis Parabolic collectors

dikelompokan menjadi dua jenis yaitu Parabolic trough collectorsdan Parabolic dish collectors. Parabolic dish collectors (Gambar 2.8.a) berguna untuk memfokuskan pantulan radiasi sinar matahari ke satu titik receiver, Sedangkan

(28)

Gambar 2.7a Kolektor parabola Gambar 2.7b Kolektor parabola silinder kolektor yang dipilih untuk penelitian ini adalah kolektorParabolic trough collectors (parabola silinder), karena kolektor surya jenis ini yang paling cocok diaplikasikan pada generator yang berbentuk horizontal dan kolektor ini mampu memfokuskan energi radiasi cahaya matahari yang besar padareceiver(generator ) dibandingkan dengan kedua jenis kolektor yang lain, sehingga dengan itu diharapkan bisa menghasilkan temperatur yang tinggi. Dengan menggunakan sistem pemanasan yang terfokus maka akan dapat meningkatkan kuantitas energi panas yang diserap oleh absorber. Berikut ini merupakan keterangan lebih lanjut tentang sifat-sifat adsorber dan ammonia yang digunakan.

2.4 Amonia(NH3)

Amonia (NH3), adalah gas beracun dan tak bewarna dengan bau

(29)

digunakan sebagai pelarut non-air untuk reaksi khusus. Sejak dikembangkannya proses Harber-Bosch untuk sintesis amonia di tahun 1913, amonia telah menjadi senyawa yang paling penting dalam industri kimia dan digunakan sebagai bahan baku banyak senyawa yang mengandung nitrogen. Amonia juga digunakan sebagai refrigeran (di lemari pendingin), selain itu dalam pembuatan polimer dan bahan letupan. beratnya lebih ringan daripada udara dan baunya menyengat.

3. Amonia memiliki sifat basa, larutan amonia yang pekat mengandung 28%-29% amonia pada suhu 25C.

4. Amonia bersifat korosif pada tembaga dan timah

Manfaat dan kegunaan amonia

(30)

Selain ammonia-air beberapa refijeran yang bisa dipakai dalam penelitian ini antara lain:

2.5 Kalsium klorida

Kalsium klorida (CaCl2), merupakan salah satu jenis garam yang terdiri

dari unsur kalsium (Ca) dan klorin (Cl). Garam ini berwarna putih dan mudah larut dalam air. Kalsium klorida tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak mudah terbakar. Kalsium klorida termasuk dalam tipe ion halida, dan padat pada suhu kamar. Karena sifat higroskopisnya, kalsium klorida harus disimpan dalam kontainer kedap udara rapat tertutup.

2.6 Litium bromida-Air

Sistem air-litium bromida banyak digunakan untuk pengkondisian udara dimana suhu evaporasi berada di atas 0 ºC. Litium Bromida (LiBr) adalah suatu kristal garam padat, yang dapat menyerap uap air. Larutan cair yang terjadi member tekanan uap yang merupakan fungsi suhu dan konsentrasi larutan. Hubungan antara entalpi dengan persentase litium-bromida dalam larutan LiBr pada berbagai suhu larutan. Proses terjadi kristalisasi larutan LiBr-H2O, yaitu pada keadaan yang

mana larutan mengalami pemadatan. Proses yang terjadi pada wilayah melewati batas kristalisasi akan mengakibatkan pembentukan lumpur padat dan penyumbatan sehingga mengganggu aliran di dalam pipa.

2.7 Zeolit-Air

(31)
(32)

18

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Deskripsi Alat

Gambar 3.1. Skema alat pendingin absorbsi Keterangan :

1. Generator 11. Kotak Evaporator

2. Pipa Celup 12. Rangka pendukung Evaporator

3. Torong Pengisian 13. Kerangka pendukung Generator 4. Manometer atas (P1) 14. Reflektor

(33)

Pada Gambar 3.1. dapat dilihat ukuran generator dan ukuran katup fluida satu arah. Generator ini mempunyai tinggi 200 cm dan berdiameter 10 cm

sedangkan katup fluida satu arah mempunyai tinggi 30 cm dan berdiameter 10 cm. Di dalam generator ini terdapat pipa celup dan pipa uap. Pipa celup berfungsi sebagai tempat masuknya campuran amonia-air ke dalam generator sekaligus sebagai jalan masuknya uap amonia saat proses absorbsi agar uap amonia dapat bercampur dan terserap langsung oleh air sedangkan pipa uap berfungsi sebagai jalan masuknya uap amonia yang kemudian menuju ke evaporator saat proses desorbsi

Gambar 3.2 Dimensi Generator

(34)

Gambar 3.3 Dimensi Pipa celup

Bagian-bagian yang terdapat didalam generator dan katup fluida satu arah pada penelitian ini terdiri dari 3 komponen yaitu:

1. Pipa diameter 1” panjang 33 cm sebagai tempat masuknya campuran amonia-air.

(35)

3.2. Variabel Yang Diukur

Gambar 3.4 Skema variable yang diukur Dalam penelitian ini variabel-variabel yang diukur antara lain : 1. Temperatur generator (T1)

2. Temperatur Kondensor (T2) 3. Temperatur evaporator (T3) 4. Temperatur kotak evaporator (T4) 5. Tekanan manometer atas (P1) 6. Tekanan manometer bawah (P2) 7. Intensitas energi ( g)

8. Waktu pencatatan data (t)

3.3 Langkah Penelitian

1. Penelitian diawali dengan penyiapan alat seperti pada Gambar 3.1. 2. Setelah itu termokopel dipasang pada bagian yang akan diukur

temperaturnya.

(36)

4. Alat diisi dengan campuran amonia-air dengan konsentrasi 30%. 5. Kemudian alat dipanasi dengan menggunakan panas matahari hingga

tekanan konstan atau mulai terlihat turun secara perlahan. Proses ini adalah proses desorbsi.

6. Setelah tekanan konstan maka reflektor ditutup, kemudian dilanjutkan dengan proses pendinginan generator. Ketika proses pendinginan generator ini keran penghubung evaporator

7. Data yang dicatat saat proses desorbsi adalah waktu (t), tekanan manometer atas (P1), tekanan manometer bawah (P2), temperatur generator (T1), temperatur pipa spiral (T2), temperatur evaporator (T3), temperatur bak evaporator (T4) sedangkan data yang dicatat saat proses absorbsi adalah waktu (t), tekanan manometer bawah (P2), temperatur generator (T1), temperatur pipa spiral (T2), temperatur evaporator (T3), temperatur bak evaporator (T4).

Pengolahan dan analisa data diawali dengan melakukan perhitungan pada parameter-parameter yang diperlukan dengan menggunakan persamaan (1).

Analisa akan lebih mudah dilakukan dengan membuat grafik hubungan : 1. Hubungan tekanan (P) terhadap waktu

2. Hubungan temperatur evaporator (T3) terhadap waktu

3. Hubungan temperatur terendah dalam kotak evaporator (T4) terhadap waktu

(37)

3.4 Peralatan Pendukung

Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah : a. Penghitung Waktu (Stopwatch)

Digunakan untuk mengukur waktu pencatatan tekanan dan temperatur.

b. Penampil Termokopel (Logger)

Digunakan untuk menampilkan nilai temperatur di setiap titik yang terukur oleh termokopel.

c. Termokopel

Digunakan untuk pengukuran temperatur pada titik yang diinginkan. d. Kotak Evaporator

Digunakan untuk merendam evaporator saat proses desorbsi dan merendam generator saat proses pendinginan dan absorbsi.

e. Kolektor

(38)

24

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Hasil Penelitian

Pengambilan data pada penelitian pendingin absorbsi amonia-air tenaga surya menggunakan ammonia-air 10.000 ml

Tabel 4.1. Data pertama sistem pendingin absobsi amonia-air tenaga surya pengambilan data dilakukan pada hari jumat 20 juli 2012 pukul 11.30 WIB

No Waktu

(t)

Tekanan

(kg/cm2) Suhu (˚C) COP intensitas

(39)

Tabel 4.2. Data kedua sistem pendingin absobsi amonia-air tenaga surya pengambilan data dilakukan pada hari sabtu 21 juli 2012 pukul 10.32 WIB

No Waktu

(t)

Tekanan (kg/cm2) Suhu (˚C) Intensitas Surya

(40)

Table 4.3. Data ke 3 Data pertama sistem pendingin absobsi amonia-air tenaga surya diambil pada hari minggu 22 juli 2012, 10.42 WIB

No Waktu

(t) Tekanan (kg/cm2) Suhu (˚C) COP Intensitas Surya

(41)

Keterangan:

t : Waktu (Menit)

P1 : Tekanan generator(kg/cm2) P2 : Tekanan Evaporator(kg/cm2) T1 : Temperatur generator (℃)

T2 : Temperatur kondensor (℃)

T3 : Temperatur Evaporator (℃)

T4 : Temperatur ruangan kotak evaporator (℃)

4.2. Pembahasan

Berdasarkan data penelitian, dapat dilihat bahwa proses pendinginan telah mulai berlangsung ditandai dengan turunnya temperatur evaporator saat proses absorbsi. Pendinginan dengan menggunakan siklus absorbsi berlangsung dalam beberapa proses yaitu:

1. Proses desorbsi, yaitu proses pelepasan amonia dari absorber (air) melalui proses penguapan saat tabung generator dipanaskan.

2. Proses kondensasi, yaitu proses pendinginan dan pengembunan uap amonia yang terdesorbsi menjadi amonia cair di dalam evaporator. 3. Proses absorbsi, yaitu proses penyerapan amonia oleh absorber (air).

(42)

Variasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengambilan data sebanyak 3 kali dengan volume amonia yang sama,karena untuk melihat perbandingan pengaruh massa air dalam evaporator terhadap unjuk kerja pada alat ini . Dan Tabel data di atas merupakan proses perubahan suhu dan tekanan dari waktu kewaktu, dari hasil tabel diatas dapat dilihat pada grafik grafik perbandingan dari ke 3 (tiga) data dibawah ini:

Gambar 4.1 Grafik tekanan terhadap waktu dari ketiga data

(43)

untuk proses tersebut menempuh waktu kurang lebih 165 menit dengan tekanan tertinggi saat proses desorbsi 10,9 bar, data ketiga(garis warna hijau) proses ini ditempuh dalam waktu 125 menit dengan tekanan tertinggi saat proses desorbsi 6,5 bar.

(44)

Gambar 4.3 Grafik temperatur kotak pendingin (T4) terhadap waktu.

(45)

Gambar 4.4 Grafik hubungan antara tekanan dan intensitas cahaya matahari pada data pertama

Pada Gambar 4.4 dapat dilihat terjadi peningkatan tekanan yang signifikan namun pada menit ke100 intensitas cahaya matahari sangat rendah hal ini dikarenakan matahari tertutup awan, kondisi ini menyebabkan tekanan tidak dapat naik lagi sehingga proses pengambilan data dihentikan, dikarenakan waktu pengambilan data yang sudah mendekati sore hari.

(46)

Pada Gambar 4.5 dapat di lihat bahwa peningkatan tekanan sangat signifikan, hal tersebut di sebabkan oleh intensitas cahaya yang sangat baik, sehingga tekanan tertinggi di dalam generator mencapai 10,9 bar dan intensitas cahaya matahari yang tertinggi adalah 980 watt/m2 terjadi pada menit ke 90.

Gambar 4.6 Grafik hubungan antara tekanan dan intensitas cahaya matahari pada data ketiga

(47)

Gambar 4.7. Grafik Perbandingan COP rata-rata semua Data

COP atau unjuk kerja pada penelitian ini dihitung menggunakan persamaan (1). Dari ke tiga data yang diambil, COP tertinggi yang diperoleh adalah 0,98 yaitu pada data pertama, sedangkan pada data kedua COP yang diperoleh adalah 0,93,serta pada data yang ketia COP yang diproleh adalah 0,97.

Hasil diatas jauh lebih baik jika dibandingkan dengan hasil penelitian wicaksono (2012), yang hanya mampu mencapai suhu terendah 27˚C (T3) dan 28˚C

(T4).Berikut ini gfafik dari penelitian tersebut.

(48)

Dalam penelitian yang saya lakukan pada data ke-3 tekanan tertinggi hanya mencapai 6,5 Bar, namun pada saat proses Absobsi suhu terendah dievaporator mencapai suhu 3◦C , namun pada penelitian ke-2 yang dilakukan Wicaksono.B.D (2012) pada saat proses absobsi suhu terendah di evaporator hanya mencapai 27◦C . Hal ini disebabkan karena pada saat proses absobsi yang dilakukan teman saya, temperatur di generator masih tinggi, sehingga proses penyerapan amonia berjalan secara pelan dan ammonia tidak dapat menyerap kalor di evaporator secara sempurna.

Selain data diatas berikut ini saya lampirkan penelitian yang dilakukan oleh Wijaya,R.R.H (2012),peneletian tersebut juga meneliti tentang pendingin absorbs amonia-air dengan menggunakan energi surya. Berikut grafik dari penelitian tersebut.

(49)
(50)

36

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain:

1. Telah berhasil dibuat sistem pendingin absorbsi amonia-air tenaga surya dengan bahan yang ada di pasar lokal dan didukung kemampuan industri lokal.

2. Temperatur pendinginan terendah yang bisa tercatat adalah -5o C dengan variasi massa air pada data kedua.

3. COP atau unjuk kerja terbaik yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 0,98, yaitu COP pada data kedua.

5.2 Saran

1. Proses pendinginan sistem absorbsi tenaga surya membutuhkan intensitas cahaya matahari yang tinggi, apabila akan menggunakan alat ini, sebaiknya dipilih tempat lapang sehingga mendapatkan intensitas cahaya matahari yang bagus.

2. Proses desorbsi yang paling baik antara pukul 10.00-14.00

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Grenier, Ph. 1983. Experimental Result on a 12 m3 Solar Powered Cold Store Using the Intermittent Zeolite 13x-Water Cycle. Solar World Congress, Pergamon Press, pp. 353-358

Gunawan.P.A.B 2011. Pendingin Absorbsi Amonia-air dengan kapasitas 1300 cc menggunakan pipa celup 85 cm. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma Harianto, B. 2010. Pengaruh Kadar Amonia Pada Unjuk Kerja Alat Pendingin

Absorbsi Amonia-Air, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma

Hinotani, K. 1983. Development of Solar Actuated Zeolite Refrigeration System.

Solar World Congress, Pergamon Press, pp. 527-531

Kreussler, S. 1999. Experiments on Solar adsorption refrigeration Using Zeolite and Water. Germany: University of Applied Sciences, Laboratory for Solar Energy

Pons, M. 1986. Design of solar powered solid adsorption ice-maker.ASME J. of Solar Engineering, 108, 327-337

Prastowo, A. S. P. 2010. Pendingin Absorbsi Amonia-Air Generator Horisontal Tercelup, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma

(52)

Zepei, Z. 1987. Testing of a Solar Powered Zeolite-Water Refrigeration, Bangkok: M. Eng. Thesis. AIT

Yudhokusumo.A.S 2011. Pendingin Absorbsi Amonia-air kapasitas 900cc Menggunakan pipa celup 17 cm. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma http://analismendez.blogspot.com/. (2008), “Analisa Amonia Dalam Air”. Diakses tanggal 4 Agustus 2012.

http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=16&submit.x=15&submit.y=27&qual= high&submitval=next&fname=%2Fjiunkpe%2Fs1%2Fmesn%2F2008%2Fji unkpe-ns-s1-2008-24403002-9962-boiler_surya-chapter2.pdf. Diakses tanggal 4 Agustus 2012.

http://www.blog.speculist.com/archives/000335.html. Diakses tanggal 4 Agustus 2012.

(53)

LAMPIRAN

Alat absobsi tenaga surya

(54)

Manometer

(55)

Logger

(56)

vii

ABSTRAK

Di Negara Indonesia sistem pendingin yang ada pada saat ini umumnya menggunakan sistem kompresi uap dengan berbagai macam tipe refrijeran sintetik misalnya R-11,R-12, R-22, R-505 dan sebagainya. Selain membutuhkan energi listrik pada sistem kompresi uap ini, kebocoran akan refrijeran yang digunakan akan menimbulkan kerusakan lapisan ozon, sehingga untuk mengatasi permasalahan ini dibutuhkan sistem pendingin sederhana yang dapat bekerja tanpa menggunakan energi listrik. Salah satu sistem pendingin tersebut adalah sistem pendingin absorbsi amonia-air energi surya. Sistem pendingin absorbsi amonia-air hanya memerlukan energi panas untuk dapat bekerja selain itu amonia dan air bukan merupakan refrijeran sintetik sehingga dampak negatif kerusakan pada lapisan ozon tidak terjadi. Tujuan penelitian ini adalah membuat model pendingin absorbsi amonia-air dengan amonia sebagai refrijeran dan meneliti unjuk kerja dan temperatur pendinginan yang dapat dihasilkan.

Dalam penelitian ini digunakan generator berfungsi juga sebagai absorber, kondensor berbentuk spiral dan evaporator. Generator ini mempunyai panjang 200 cm dan berdiameter 10 cm sedangkan katup fluida satu arah mempunyai tinggi 30 cm dan berdiameter 10 cm. Di dalam generator ini terdapat pipa celup dan pipa uap. Bahan yang digunakan dalam pembuatan alat adalah stainless steel. Kolektor yang digunakan dalam penelitian ini adalah kolektor parabola silinder (Parabolic trough collectors). Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah temperatur generator (T1), temperatur kondensor (T2), temperatur evaporator (T3), temperatur kotak evaporator (T4), tekanan generator (P1), tekanan evaporator (P2), intensitas energi surya (G) dan waktu pencatatan data (t). Hasil penelitian menunjukkan bahwa temperatur terendah yang dapat dicapai evaporator adalah -5°Cdan COP tertinggi dalam penelitian adalah 0,98.

Gambar

Gambar 2.1. Skema alat pendingin absorbsi generator horizontal (Probo,2010)
Gambar 2.2. Skema alat pendingin absorbsi generator vertikal dan evaporato
Gambar 2.3. Skema alat pendingin absorbsi generator vertikal dan evaporator
Gambar 2.4 Siklus pendinginan absorbsi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Konsentrasi terendah bahan pada tabung yang ditunjukkan dengan hasil biakan yang mulai tampak jernih (tidak ada pertumbuhan mikroba) adalah KHM dari bahan uji. Selanjutnya biakan

Hilangnya statu Persero dari ketiga BUMN tambang tersebut yang diributkan dan mendapatkan banyak kritikan dari berbagai pihak, menurut penulis secara hukum

Oleh karena itu data yang diperlukan data primer dan data sekunder dalam hukum Nasional Indonesia yang berkenaan dengan judul penelitian yaitu Kendala-Kendala

Karena variabel yang diacu dalam penelitian ini lebih dari 2 (dua) variable, uji Asumsi Klasik dilakukan untuk pertama kali agar diketahui data tersebut memenuhi

Bagi guru,pentingnya proses berpikir kreatif dalam memecahkan masalah matematika Berdasarkan Adversity Quotient (AQ) siswa untuk mengenali dan memahami bakat

Para pemimpin "Islam mapan", baik di pemerintah, MPR/DPR, partai politik, ataupun perhimpunan lain dinilai kurang tegas menegur para pimpinan "Islam jalanan" yang

Dapat membandingkan waktu yang dibutuhkan pestisida nabati untuk membunuh hama ulat dengan konsentrasi tertentu..

Wahidahwati, SE., M.Si., Ak selaku Ketua Program Studi MSA STIESIA dan selaku Dosen Pembimbing I saya yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran beliau