• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasan T2 322011001 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasan T2 322011001 BAB I"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

1

Bab I

Pendahuluan

A.

Latar Belakang

Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, LNRI Tahun 2001 No. 112 TLNRI No. 4132 yang diubah dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, LNRI Tahun 2004 No. 115, TLNRI No. 4430 (selanjutnya ditulis UUY) dan Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Tentang Yayasan (PP No. 63), LNRI Tahun 2008 No. 134, TLNRI No. 4894 yang diubah dengan PP No. 2 Tahun 2013 (PP No. 2) Tentang Perubahan Atas PP No. 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan UU tentang Yayasan, LNRI Tahun 2013, No 2, TLNRI No. 5387 merupakan langkah maju Pemerintah Indonesia dalam menata Yayasan. Dengan kehadiran UU dan PP tersebut perdebatan para ahli hukum tentang apakah Yayasan merupakan badan hukum atau bukan menjadi berakhir1. Ini disebabkan adanya

penegasan dalam Pasal 1 ayat 1 UU No 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan yang menyatakan bahwa:

1 Chatamarrasjid Ais, Badan Hukum Yayasan (Suatu Analisis

(2)

2

“Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mem-punyai anggota.”

Dengan menjadi badan hukum, maka yayasan yang sudah ada maupun yang akan ada kemudian, berpe-luang mendapatkan pengakuan, perlindungan, dan kepastian hukum tentang status hukum yayasan beserta kegiatan yang dilakukannya.

Pembentukan UUY merupakan jawaban pemerin-tah atas amburadulnya pengelolaan Yayasan di Indonesia. Banyak Yayasan sebelumnya cenderung mengklaim motivasi dan tujuan pendiriannya untuk kepentingan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, namun dalam kenyataannya justru merupakan kegiatan bisnis bertujuan mencari laba.

Banyak yang memilih mendirikan Yayasan sebagai badan usahanya karena statusnya yang dipersamakan dengan badan hukum tetapi dengan proses pendirian dan pengurusan yang tidak terlalu rumit seperti pada Perseroan Terbatas.2 Usaha

2 Salah satunya ialah menyangkut modal. Dalam Perseroan terbatas sebagai persekutuan modal, para pendiri diharuskan mengambil bagian dalam bentuk modal, saham, yang sudah harus dilaksanakan saat perseroan didirikan. (lih. M. Yahya Harahap,

(3)

3

semacam itu berlindung di balik status badan hukum Yayasan3, yang tidak hanya digunakan

sebagai wadah untuk kegiatan sosial, keagamaan dan kemanusiaan, tetapi juga untuk kegiatan ekono-mi, mencari laba, menghindari pajak, atau memer-kaya diri para pendiri, pengurus, dan pengawas4.

Yayasan di bidang pendidikan dan rumah sakit umpamanya selalu mengekspos dirinya sebagai ya-yasan sosial, bahkan nir laba. Namun, apa yang dinyatakan dalam Anggaran Dasar bukanlah jamin-an bahwa lembaga tersebut mengelola pendidikjamin-an dan rumah sakit murni untuk tujuan sosial tanpa mencari laba. Dari waktu ke waktu, kedua lembaga itu malahan sering menjadi sasaran kritik karena

modal ditempatkan dan modal disetor. (lih. Tri Budiyono, Hukum Perusahaan, Griya Media, Cet.1, Februari 2011, hal.77-78)

3 Anwar Borahima, Kedudukan Yayasan di Indonesia, Eksistensi, Tujuan, dan Tanggung Jawab Yayasan, Pen. Prenada Media Grup, cet. ke-1, Maret 2010, hal. 6.

4 L. Boedi Wahyono dan Suyud Margono, Hukum Yayasan Antara

(4)

4

dinilai lebih mengedepankan aspek komersial dari-pada aspek sosial5.

Pada masa pemerintahan Presiden Suharto, ke-beradaan Yayasan banyak yang salah arah. Yayasan yang didirikan atas nama kepedulian sosial dan kemanusiaan justru menjadi sarana pengumpulan dana dari para pengusaha dan digunakan oleh pengurusnya untuk kepentingan ekonomi mereka. Tanggung jawab sosial dan kemanusiaan atas dana-dana yang dikumpulkan dari masyarakat tidak dikelola secara transparan. Banyak Yayasan pendi-dikan yang didirikan dalam prakteknya mirip dengan perusahaan milik para pendiri dan pengu-rus. Sisa penghasilan dari pungutan uang sumbang-an, uang sekolah, atau komponen lain yang dipungut dari orang tua siswa semestinya dipakai melulu untuk mengembangkan pendidikan. Kenya-taannya tidak demikian. Malahan dianggap sebagai keuntungan usaha yang dapat dipakai oleh Pendiri atau Pengurus untuk kepentingan mereka sendiri.

Di beberapa Yayasan yang didirikan oleh Presiden Suharto atau keluarga dan koleganya, para pendiri dan pengurus malahan menyalahgunakan kekuasa-an untuk menghimpun dkekuasa-ana dari para pengusaha

5 Hikmahanto Juwana, Pengelolaan Yayasan di Indonesia dan RUU

Yayasan,http://pascasarjana.esaunggul.ac.id/index.php?option=c

(5)

5

untuk dan atas nama Yayasan. Pengumpulan dana tersebut terkesan benar karena didasarkan pada ketentuan hukum. Di antaranya ialah Kepmenkeu Nomor 333/KMK.011/1978 Tentang Pengaturan Lebih Lanjut Penggunaan 5% (lima persen) Dari Laba Bersih Bank-Bank Milik Negara atau Kepres No. 90 Tahun 1995 Tentang Perlakuan Pajak Peng-hasilan Atas Bantuan Yang Diberikan Untuk Pem-binaan Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejah-tera I.

Dalam Pasal 1 ayat (1), Kepres No. 90 Tahun 1995 dinyatakan bahwa Wajib Pajak Badan maupun Orang Pribadi dapat6 membantu pembinaan

Keluar-ga Prasejahtera dan KeluarKeluar-ga Sejahtera I denKeluar-gan menyalurkan dana antara lain kepada Yayasan Dana Sejahtera Mandiri bentukan Suharto terse-but7. Besarnya setoran dipatok sampai dengan

setinggi-tingginya 2% (dua persen) dari laba atau penghasilan setelah Pajak Penghasilan yang dipero-leh dalam 1 (satu) tahun pajak. Ketentuan ini berlaku bagi mereka yang memeroleh laba atau penghasilan bersih di atas Rp 100 juta.

Tak dapat disangkal bahwa gagasan dasar pendirian Yayasan bentukan Suharto relatif baik.

6 Setahun kemudian, kata dapat itu diubah menjadi wajib (lihat Pasal 2 Kepres No 92 Tahun 1996).

7 Indra Ismawan, Harta dan Yayasan Soeharto, Kontroversi tentang

(6)

6

Semua Yayasan tersebut dimaksudkan untuk tuju-an sosial. Ytuju-ang menjadi persoaltuju-an ialah gagastuju-an tersebut tidak diaplikasikan secara konsisten, bahkan cenderung menyimpang. Cenderung diman-faatkan menjadi sarana untuk memerkaya diri keluarga Suharto. Di antaranya yang sering dikritik yaitu Yayasan Supersemar, Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan Dana Abadi Karya Bakti (Dakab), Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Serangan Umum 1 Maret. Yayasan-Yayasan tersebut tampaknya lebih bernuansa bisnis yang dikemas dalam bentuk Yayasan. Beberapa di anta-ranya justru memiliki dan mengelola perusahaan dengan orientasi profit seperti PT Nusamba, PT Indocement Tunggal Prakasa, PT Indofood Sukses Makmur, PT Teh Sumba, PT Gunung Madu Planta-tions, dan sebagainya8.

8 Dari Ratusan Yayasan yang didirikan dan dikelola oleh Suharto

(7)

7

Kondisi itu makin diperparah dengan makin banyaknya yayasan yang didirikan oleh badan atau lembaga-lembaga pemerintah seperti Yayasan Kese-jahteraan Karyawan Bank Indonesia (YKKBI), Yayas-an dalam LingkungYayas-an Tentara Nasional Indonesia. Yayasan ini memang diberi label Yayasan, namun bila visi dan misi serta kegiatannya dicermati nampak bahwa ia lebih bernuansa bisnis untuk tujuan pencarian laba demi meningkatkan kesejah-teraan pegawai atau mantan pegawai dari lembaga itu.

Berdasarkan keadaan di atas tampak bahwa kehadiran UUY menjadi penting. Ia merupakan alat bagi pemerintah untuk menata keberadaan Yayasan. Pertama, memulihkan fungsi Yayasan sebagai lem-baga yang kegiatannya terbatas pada bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan tanpa mengutama-kan pencarian laba. Kedua, menjadi alat peme-rintah untuk mengendalikan, menertibkan pertum-buhan dan kegiatan yayasan baru setelah UUY. Ketiga, mencegah para pendiri, pengurus, dan

(8)

8

awas Yayasan dari tindakan-tindakan melawan hukum seperti menghindari pajak. Hal ini diuraikan secara gamblang dalam alinea dua penjelasan UU No. 16 Tahun 20019.

UUY tidak melulu diadakan untuk mengatur dan menertibkan Yayasan baru, tetapi juga yayasan yang ada sebelumnya. Yayasan-yayasan tersebut dapat diakui sebagai badan hukum dengan syarat bahwa setiap Yayasan menyesuaikan Anggaran Dasar (AD)-nya dengan UUY.

Dalam Pasal 14 ayat (2) UUY dikemukakan bahwa ada 11 komponen minimal isi AD yang harus dipenuhi oleh yayasan, baik yang telah berdiri sebelum UUY, maupun yang didirikan setelahnya, yaitu :

a. nama dan tempat kedudukan;

b. maksud dan tujuan serta kegiatan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut;

c. jangka waktu pendirian;

d. jumlah kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri dalam bentuk uang atau benda;

e. cara memperoleh dan penggunaan kekayaan;

9 Dalam penjelasan UU No 16 Tahun 2001 ditegaskan adanya tiga

hal pokok yang menjadi tujuan diterbitkannya Undang-Undang Yayasan, yaitu, pertama, memberikan pemahaman yang benar

kepada masyarakat mengenai Yayasan; kedua, menjamin

(9)

9

f. tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas;

g. hak dan kewajiban anggota Pembina, Pengu-rus, dan Pengawas;

h. tata cara penyelenggaraan rapat organ Yayas-an;

i. ketentuan mengenai perubahan Anggaran Dasar;

j. penggabungan dan pembubaran Yayasan; dan

k. penggunaan kekayaan sisa likuidasi atau penyaluran kekayaan Yayasan setelah pembu-baran.

Untuk mendapatkan status badan hukum, Yayasan yang sudah berdiri sebelum terbitnya UUY berkeharusan menyesuaiakan AD-nya terhadap ke-12 komponen tersebut. Empat komponen di antara-nya, dapat disebut sebagai faktor kunci, yaitu:

1. Maksud dan tujuan Yayasan serta kegiatan yang boleh dilaksanakan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut. Dalam hal ini, UUY menegaskan bahwa yayasan hanya boleh melaksanakan kegiatan yang bertujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Selain itu, untuk menjamin ke-langsungan dan perkembangannya, yayasan dibolehkan melaksanakan kegiatan usaha10.

(10)

10

2. Organ yayasan dengan pembagian tugas dan kewenangannya masing-masing. Yang ditekankan pada bagian ini ialah bahwa Yayasan wajib memiliki tiga organ Yayasan, yaitu Pembina, Pengurus, dan Pengawas. Masing-masing organ memiliki batasan tugas dan kewenangan secara terpisah dan orang-organ tersebut tidak boleh merangkap jabatan.

3. Kekayaan dan aset Yayasan. Hal ini meliputi sumber kekayaan Yayasan, administasi keuang-an, aset, serta perpajakan Yayasan.

4. Pengelolaan organisasi yayasan. Hal ini meliputi proses pengambilan keputusan mengikat oleh organ-organ Yayasan serta pertanggungjawaban kegiatan Yayasan secara internal dan eksternal.

Pasal 71 UUY menegaskan bahwa proses penye-suaian AD Yayasan dengan UUY untuk mendapat-kan status badan hukum, setiap Yayasan diwajib-kan menempuh langkah-langkah yang telah ditetap-kan dalam PP No. 63 jo PP No 2 sesuai dengan status yayasan pada saat melakukan penyesuaian, yaitu:

1. Yayasan yang telah didaftarkan di Pengadilan Ne-geri dan diumumkan dalam Tambahan lembaran

(11)

11

Negara dan/atau mempunyai ijin melakukan kegiatan dari instansi terkait, tetap diakui se-bagai badan hukum dengan syarat wajib menye-suaikan AD dengan UUY paling lambat tanggal 6 Oktober 2008 atau 6 (enam) tahun 2 (dua) bulan sejak UU No. 16 Tahun 2001 dinyatakan berlaku atau 3 (tiga) tahun sejak UU No. 28 Tahun 2004 dinyatakan berlaku.11

2. Yayasan yang telah menyesuaikan AD dengan UUY wajib memberitahukannya kepada Menteri paling lambat satu tahun setelah penyesuaian.

3. Yayasan yang tidak memenuhi ketentuan pada nomor 1 masih dimungkinkan memeroleh status badan hukum. Persyaratannya ialah yayasan yang bersangkutan perlu menyesuaikan AD de-ngan UUY dan mengajukan permohonan kepada Menteri dalam kurun waktu paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak UU No. 28 Tahun 2004 berlaku atau tanggal 6 Oktober 2006.

Yayasan yang tidak menyesuaikan AD berdasar-kan ketentuan di atas diberi sanksi berupa larangan mengunakan kata “Yayasan” di depan namanya,12

11 UU No 16 Tahun 2001 mulai berlaku tanggal 6 Agustus 2002,

sementara UU No 28 Tahun 2004 mulai berlaku tanggal 6 Oktober 2005

12Kata “yayasan” di depan nama sebuah yayasan dapat dikatakan

(12)

12

bahkan yayasan dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan. Pada Pasal 39 PP No 63, sanksi tersebut dinyatakan lebih tegas dengan istilah harus melikuidasi kekayaannya serta menyerahkan sisa hasil likuidasi kepada yayasan lain atau badan hukum lain yang mempunyai kegiatan yang sama dengan Yayasan yang bersang-kutan atau kepada Pemerintah yang penggunaannya dilakukan sesuai dengan Yayasan bersangkutan.13

Sejak diberlakukannya UUY, banyak Yayasan yang bergerak di bidang sosial, khususnya lembaga pendidikan, melakukan penyesuaian AD dengan ketentuan UUY, tetapi ada yang melakukan hal lain, yaitu mengubah bentuk lembaganya dari yayasan menjadi Perkumpulan14. Motivasi mereka yang

melakukan penyesuaian AD ternyata beragam. Di antaranya, ada yang sekedar memenuhi persyaratan penerimaan bantuan Pemerintah dan ada yang sekedar memenuhi persyaratan administrasi guna

dapat mengacaukan pemahaman masyarakat tentang keberadaan lembaga dan kegiatan yang dilaksanakannya dapat menimbulkan berbagai masalah hukum.

13 Lihat Pasal 68 UU No. 16 tahun 2001 jo UU No 28 Tahun 2004.

14 Salah satu contohnya ialah Yayasan Pendidikan Nasional

(13)

13

mendapatkan pengesahan Kemendikbud atau Dirjend Dikti terhadap berbagai kegiatan lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh yayasan.

Dengan terbitnya PP No 2, pengaturan tersebut menjadi kacau. Batasan waktu penyesuaikan AD yayasan dengan UUY tidak lagi disinggung. Ketentuan Pasal 39 PP No. 63 yang disempurnakan pada PP No. 2 malahan memunculkan aturan baru, yaitu Yayasan yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 71 ayat (3) dan ayat (4) tetap diberi peluang untuk mendapatkan status badan hukum asalkan yayasan yang bersangkutan tetap melakukan kegiatan berda-sarkan AD-nya selama 3 (tiga) tahun berturut-turut.

Persoalan hukum yang mungkin timbul ialah aturan mana yang dijadikan acuan hukum mengi-ngat pemengi-ngaturan Pasal 39 PP No 63 PP No. 2 mengandung unsur pengaturan baru yang tidak sejalan dengan pengaturan Pasal 71 UUY. Pemun-culan ketentuan waktu 3 (tiga) tahun berturut-turut menimbulkan persoalan hukum tentang titik awal dan akhir perhitungan, kemudian apa status hukum Yayasan yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 71 tetapi tetap melakukan kegiatannya selama tiga tahun berturut-turut? Hal ini tidak dijelaskan lebih lanjut dalam PP No. 2 Tahun 2013.

(14)

14

Semua Yayasan diasumsikan sama dalam segala aspeknya. Yayasan yang didirikan oleh perorangan dan badan, termasuk badan hukum publik, bentuk-an perusahabentuk-an diasumsikbentuk-an sama. Anggapbentuk-an ini tampak dari tidak adanya pengklasifikasian Yayasan dalam UUY maupun PP. Pada tataran aplikasi UUY, asumsi tersebut dapat menimbulkan masalah hu-kum menyangkut keadilan, kepastian, dan keman-faatan UUY.

Kenyataannya, yayasan yang ada cukup bera-gam. Dari sisi pendirian, ada yayasan yang didirikan dengan Akta Notaris dan ada yang tanpa Akta Notaris. Ada yang mendaftarkan diri di Pengadilan Negeri, bahkan mengumumkan dalam Berita Negara, dan ada yang tidak. Dari sisi motivasi dan tujuan, ada yang didirikan untuk menangani anak-anak terlantar, yatim piatu, janda, mengurus kematian, ada pula yang didirikan oleh perusahaan dan badan-badan pemerintah melulu untuk kepen-tingan karyawan atau mantan karyawannya. Yang lebih parah adalah adanya kegiatan usaha yang didirikan berkedok yayasan untuk mendapat banyak kemudahan atau menghindari pajak. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis belum adanya aturan hukum yang pasti tentang Yayasan sebelum UU15,

yang juga belum terakomodasi dalam UUY.

(15)

15

Bertitik tolak dari uraian di atas, nampak bahwa UUY masih menyimpan sejumlah persoalan. Ada persoalan yang terkait dengan aturan hukumnya, asumsi yang digunakan tentang keberadaan Yayasan, dasar fisolofi yang melatari UUY, ketegasan sikap pembuat Undang-Undang terhadap pengatur-an yayaspengatur-an, maupun proses penegakkpengatur-an hukum atas UUY sebagai norma hukum positif.

Dengan demikian ada beberapa kemungkinan respon masyarakat terhadap ketentuan UUY, yaitu:

1. Ada yayasan yang menyesuaikan AD tepat waktu sesuai dengan ketentuan Pasal 71 UUY;

2. Ada yayasan yang menyesuaikan AD tetapi se-telah batas waktu berakhir sebagaimana ditetap-kan pada Pasal 71;

3. Ada Yayasan yang tidak menyesuaikan AD dengan ketentuan UUY tetapi tetap menggunakan kata Yayasan di depan namanya dan melakukan kegiatan Yayasan seperti biasanya.

4. Ada Yayasan yang mengubah bentuk lembaganya menjadi Perkumpulan.

(16)

16

secara konsisten melakukan kegiatan yang sesuai dengan ketentuan UUY dan diperlukan masyarakat. Yayasan tersebut seharusnya dikenakan sanksi, berupa larangan memakai kata “Yayasan” di depan namanya, pembubaran atau dilikuidasi.16 Namun,

apakah sanksi tersebut begitu penting dikenakan pada yayasan semacam itu? Lagi pula, proses hukum untuk kasus dimaksud tidak diatur lebih lanjut dalam UUY.

Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, maka penulis menilai perlu dilakukan kajian terha-dap Ketentuan (aturan) Peralihan UUY dengan judul “Eksekutabilitas Ketentuan peralihan Undang -undang Yayasan”. Yang dimaksud dengan eksekuta -bilitas dalam hal ini adalah keterlaksanaan sanksi atas pelanggaran ketentuan peralihan bagi Yayasan yang tidak memenuhi Pasal 71 UUY berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pi-hak yang berkepentingan.

Istilah Eksekutabilitas berasal dari kata dalam bahasa Inggris execute (kata kerja), artinya menja-lankan, melaksanakan. Dari kata ini muncul kata bentukan executable yaitu perihal dapatnya atau mampunya suatu tindakan dilaksanakan dan executability, yaitu keadaan atau hal pelaksanaan atau keterlaksanaan sebuah tindakan. Dalam

(17)

17

sa Indonesia kata ini dilafalkan dengan eksekutabili-tas. Jadi, frase eksekutabilitas ketentuan peralihan, mengandung pengertian perihal keterlaksanaannya atau tertegakkannya ketentuan yang telah ditetap-kan dalam ketentuan peralihan. Hal ini dibuktiditetap-kan dengan tindakan eksekusi sanksi bagi yayasan yang melakukan pelanggaran atas apa yang telah ditetap-kan dalam ketentuan peralihan.

Eksekutabilitas tersebut penting diungkap kare-na konsekuensi hukum bagi yayasan yang tidak memenuhi ketentuan peralihan cukup serius. Yang utama, ialah yayasan tidak memiliki status hukum. Akibatnya, yayasan dimaksud tidak memiliki dasar hukum menyelenggarakan kegiatan, sehingga kalau hal itu dilaksanakan, maka kegiatan dan hasil dari kegiatannya tidak sah atau ilegal17. Hal ini akan

menimbulkan berbagai masalah hukum serta meru-gikan masyarakat. Salah satu di antaranya ialah ijazah yang diterbitkan oleh lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh yayasan ilegal misalnya, tidak diakui atau tidak memiliki efek sipil (lihat bab III. C.1., halaman 138-139).

Untuk mencegah timbulnya masalah yang meru-gikan masyarakat, maka sepatutnya yayasan sema-cam itu dikenakan sanksi sebagaimana telah diatur

17 Uraian lebih lanjut tentang akibat hukum dibahas pada Bab III.

(18)

18

dalam Pasal 71 ayat (4) UUY. Sanksi tersebut dapat berupa larangan memakai kata “Yayasan” di depan namanya, atau dibubarkan, atau bahkan dilikuidasi berdasarkan putusan pengadilan atas permohonan kejaksanaan atau pihak lain yang berkepentingan.

Proses eksekusi yang dimaksudkan dalam hal ini dimulai dari pemberian kuasa khusus oleh pemerintah18 kepada Kejaksaan untuk mengajukan

permohonan putusan kepada Pengadilan terhadap yayasan yang melanggar ketentuan peralihan UUY, kemudian setelah Pengadilan menetapkan putusan, pihak kejaksaan mengeksekusi putusan tersebut terhadap yayasan dimaksud.

Jika eksekusi sanksi tersebut tidak dilaksanakan sampai batas akhir masa penyesuaian AD pada tanggal 6 Oktober 2008, sementara yayasan tetap dibiarkan melakukan kegiatan, baik karena tidak adanya tindakan hukum dari pemerintah daerah sampai pada pihak pengadilan yang disebabkan kelalaian maupun karena pertimbangan sosial dan politik atas akibat yang timbul bila yayasan dibubar-kan, maka ketentuan peralihan UUY tidak memiliki

(19)

19

kekuatan hukum. Masa keberlakuannya mengatur proses peralihan telah terlampaui.

Dalam kondisi semacam ini, eksekusi ketentuan peralihan berupa pemberian sanksi bagi yayasan yang belum melakukan penyesuaian AD tidak memi-liki urgensi. Fungsinya sebagai pengatur proses peralihan keberlakuan hukum dari ketentuan lama ke ketentuan baru tidak terwujud. Pengertian inilah yang dimaksudkan dengan istilah eksekutabilitas dalam tesis ini.

Berdasarkan jalan pikiran itu, maka persoalan pokok yang hendak diungkap dalam tesis ini ialah akibat-akibat hukum serta menelusuri apakah eksekusi sanksi tersebut di atas begitu penting guna mencapai tujuan hukum dalam UUY serta bagaimana proses hukumnya.

B.

Rumusan Masalah

Untuk mengarahkan kajian selanjutnya penulis merumuskan masalah yang hendak diteliti sebagai berikut:

1. Apakah akibat hukum bagi Yayasan yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 71 UUY?

(20)

20

C.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan setidak-tidaknya untuk:

1. Menjelaskan akibat-akibat hukum terhadap Ya-yasan yang tidak memenuhi Pasal 71 UUY. Akibat-akibat hukum tersebut terkait erat dengan apa dan bagaimana Yayasan merespon ketentuan pada Pasal 71 UUY serta Pasal 39 PP No. 63 jo PP No. 2.

2. Menjelaskan urgensi eksekusi Ketentuan pera-lihan UUY terhadap Yayasan yang tidak meme-nuhi ketentuan Pasal 71 UUY. Penjelasan ini didasarkan pada dan bertitik tolak dari tujuan hukum. Untuk itu perlu dilakukan telaahan tujuan hukum yang dikemukakan oleh para ahli hukum yang secara umum telah diterima oleh masyarakat, yaitu tujuan hukum dalam perspek-tif etis, perspekperspek-tif normaperspek-tif-dogmatik, dan pers-pektif sosial.

D.

Manfaat Penelitian

(21)

21

1. Bagi Pembuat UUY. Hasil kajian ini diharapkan memberikan masukan bagi Pemerintah dan DPR untuk melakukan tinjauan terhadap UUY dan PP tentang Pelaksanaan UUY guna menghasilkan UUY yang lebih aplikatif serta menjamin kepas-tian hukum dan memberikan makna yang signi-fikan dalam upaya mengembangkan Yayasan.

2. Bagi Ilmu Pengetahuan Hukum. Diharapkan pula agar hasil penelitian ini dapat menambah koleksi kajian hukum tentang badan hukum yang terus berkembang. Dengan demikian apa yang dicapai dalam tesis ini dapat merupakan salah satu langkah bagi langkah berikutnya untuk melakukan studi hukum yang lebih luas atau lebih mendalam terhadap UUY.

E.

Keaslian Penelitian

(22)

22

Hukum Bagi Pembina, Pengawas, & Pengurus Yayasan, atau tulisan Prof. Dr. Anwar Borahima, SH., M.Hum dengan bukunya berjudul “Kedudukan Yayasan di Indonesia, Eksistensi Tujuan, dan Tang-gung Jawab Yayasan, dan masih banyak yang lain.

Tulisan-tulisan tersebut sebagian besar memba-has anatomi UUY dan konsekuensi hukum bagi penyelenggaraan Yayasan, kemungkinan pengem-bangan keuangan Yayasan sesuai dengan UUY, tugas dan tanggung jawab masing-masing organ Yayasan, risiko yang dapat terjadi manakala Yayasan tidak menyesuaikan diri dengan UUY atau organ Yayasan melanggar kewenangannya dalam mengelola Yayasan, kedudukan hukum yayasan sebelum dan sesudah UUY. Sejauh pengetahuan penulis belum ada tulisan yang membahas tentang eksekutabilitas Yayasan dalam Ketentuan peralihan Undang-undang Yayasan.

Oleh karena itu, penelitian ini merupakan eks-plorasi hukum menyangkut eksekutabilitas ketentu-an peralihketentu-an UUY untuk memerlengkapi tulisketentu-an- tulisan-tulisan yang ada tentang Yayasan.

F.

Kerangka Teori

(23)

23

yang dikemukakan oleh Radbuch19. Teori ini dipilih

karena selain merupakan teori yang diterima oleh banyak ahli hukum, teori tersebut tampaknya mirip dengan tujuan hukum nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Yang paling menonjol dalam teori ini adalah ditempatkannya apek keadilan dengan pendekatan prioritas kasuistik dalam menghadapi masalah-masalah hukum sebagai prioritas utama tanpa mengabaikan aspek kemanfaatan dan kepastian hukum. Dengan pendekatan ini, tujuan akhir yang hendak diwujudkan oleh hukum tidak terhenti pada aspek keadilan, kemanfaatan, atau kepastian hu-kum semata, melainkan ketertiban dan keteraturan yang membawa keadaan damai sejahtera bagi masyarakat. Secara lebih detail, pendekatan ini akan dibahas lebih lanjut pada bab berikutnya.

G.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tipe dan pendekatan penelitian sebaga-imana terpapar di bawah.

1. Tipe Penelitian

19

(24)

24

Bertitik tolak dari tujuan yang disebutkan sebelumnya, tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Fokus kajian adalah eksekutabilitas Ketentuan peralihan UUY sebagai norma hukum positif yang wajib ditaati oleh setiap yayasan yang sudah berdiri sebelum UUY.

2. Pendekatan Penelitian

Untuk melakukan kajian yang sesuai dengan penelitian yuridis normatif, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan Perundang-undangan (statute appro-ach). Hal ini dimulai dengan membahas pasal-pasal tertentu dalam UUY yang terkait dengan tema penelitian, dilengkapi tinjauan teori, tinjau-an hasil penelititinjau-an, artikel opini, berita, serta tin-juan empirik secara sepintas yang terkait dengan tema penelitian. Dalam hal ini, UUY dipahami sebagai sistem tertutup20 yang mengandung

sifat-sifat komprehensif, inklusif, dan sistematik.

Komprehensif artinya norma-norma hukum yang ada dalam pasal-pasal UUY terkait satu dengan yang lain secara logis; Inklusif artinya semua norma hukum tersebut mampu

(25)

25

pung semua permasalahan yang ada dalam Yayasan sehingga sedapat mungkin tidak ada kekuarangan hukum; Sistematik artinya di sampaing bertautan satu dengan yang lain, norma-norma hukum itu juga tersusun secara hirarkhis.

Terkait dengan itu turut digunakan pende-katan lain yang mendukung dan memerjelas analisis ilmiah yang diperlukan dalam penelitian normatif. Beberapa di antaranya ialah pendekat-an konseptual, pendekatpendekat-an pendekat-analitis, pendekatpendekat-an historis, dan pendekatan teleologis yang yang dipadu dengan tinjauan empirik terkait dengan UUY.

3. Jenis Bahan Hukum

Bahan-bahan hukum yang digunakan terdiri atas bahan-bahan hukum primer, sekunder, dan tertier.

A. Bahan hukum primer adalah UU No 12 Tahun 2011 Tentang Peraturan Pembentukan Perun-dang-Undangan, UUY PP No. 63 Jo PP No 2; UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

(26)

26

dengan teori-teori hukum, badan hukum, dan pendapat para ahli hukum yang dipublikasi di media massa dan on line.

C. Bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Yang termasuk dalam bahan ini adalah berita menyangkut Yayasan di berbagai media cetak, tulisan opini tentang Yayasan di media cetak dan elektronik, kamus hukum dan ensiklopedi hukum.

H.

Langkah-langkah Penulisan Tesis

Dalam melaksanakan penelitian dan penulisan tesis ini sampai selesai, penulis merencanakan langkah-langkah penelitian yang perlu ditempuh sebagai berikut:

(27)

27

2. Melakukan diskusi dengan Pembimbing menge-nai ketertarikan penulis terhadap tema peneliti-an.

3. Menyusun Proposal penelitian.

4. Melakukan diskusi dengan Pembimbing sebelum diajukan pada ujian proposal tesis.

5. Ujian proposal tesis.

6. Melakukan studi mendalam terhadap bahan-bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yang ada.

7. Melakukan penulisan setahap demi setahap sam-bil terus melakukan diskusi dengan pembimbing.

8. Diskusi akhir dengan pembimbing atas hasil penulisan lengkap tesis.

Referensi

Dokumen terkait

Aturan yang di dalamnya berisikan norma yang berpangkal pada asas hukumlah yang kemudian memiliki predikat sebagai hukum, sehingga di dalamnya dimuat adanya

Aturan yang di dalamnya berisikan norma yang berpangkal pada asas hukumlah yang kemudian memiliki predikat sebagai hukum sehingga di dalamnya dimuat adanya sanksi,

Berdasarkan hal tersebut, maka Pasal 22 memberikan kewenangan kepada Presiden untuk secara subjektif menilai keadaan negara atau hal ikhwal yang terkait dengan negara

sulungya itu adalah perempuan maka dari kesepakatan yang ada pihak laki-laki.. harus menyerahkan anak perempuan sulungnya nanti kepada pihak

Citoyen yang menentukan “diperlukan undang -undang yang dinyatakan dengan tegas dan jelas, dan tidak ada yang dapat dihukum kecuali oleh undang- undang yang

Dalam kegiatan pengolahan data gaji karyawan Yayasan Bina Darma sistem penggajian dan keuangan merupakan mekanisme pelaksanaan pencatatan dan transaksi pengeluaran

adalah untuk mengetahui sistem kerja Yayasan Bina Darma dan. membuat sistem aplikasi yang dapat mempermudah

Selamat Datang Di Halaman Awal Aplikasi Penggajian Yayasan Bina