Pikiran
Rakyat
o
Senin
0
Selasa
0
Rabu
.
Kamis
0
Jumat
1
2
3
~
5
6
7
8
9
10
11
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
OJan
OPeb
8 Mar OApr
OMei
OJun
OJul
0 Ags
o Sabtu 0 Minggu
12
13
14
15
16
27
28
29
30
31
o
Sep OOIet 0 Nov 0 Des
Antara Dosen dan Mahasiswa
--- - - - -
;;..
Oleh YESMIL ANWAR
D
I kalangan dosen, memberi kuliah dengan menggunakansoftware Powerpoint
merupa-kan hallumrah. Bahkan, dianggap ke-ren, karena biasanya materi ditayang-kan menggunaditayang-kan perangkat Infocus (LCD) berteknologi tinggi. Barangkali ini berarti sang dosen tidak termasuk dosen "kuper" yang masib mengguna-kan lG\pur tulis, spidol, dan transparan plastik yang huruf-hurufnya sudah ku-rangjelas, kusam, atau rontok dimakan waktu. Lalu, apa salahnya mengajar menggunakan Powerpoint?
Tentu tak ada salahnya. Namun,jika teknik dan mengajar dengan Power-point tidak menggunakan earn yang ba-ik dan benar, mahasiswa akan merugi! Betapa tidak, beberapa penelitian pakar komunikasi pendidikan San Francisco University, Amerika Serikat, menemu-kan bahwa mengajar dengan menggu-nakan Powerpoint di ruang kuliah akan mereduksi sekurang-kurangnya 50 per-sen dari materi kuliah yang bahannya diunduh dari satu buku ajar atau text
book yang dipakai dosen sebagai
rujuk-an. Karena biasanya dosen bersangkut-an hbersangkut-anya mengambil poin-poinnya.
Hal yang lebib berbahaya, dosen mengajar seperti mesin mekanis karena bertahun-tahun menggunakan Power-point tersebut tanpa pernah diperbarui. Cara mengajar yang terlalu cepat dan tanpa memberi kesempatan kepada ma-hasiswa untuk berdiskusi dengan sang dosen ataupun sesama mahasiswa
da-
----pat menyempurnakan proses reduksi tersebut. Bahkan, menu rut penelitian, persentase nilai reduksinya akan me-ningkat menjadi 60 persen dari isi buku. Berbeda halnya dengan dosen yang menggunakan Powerpoint dengan earn yang bijak dan metodis. Selain menyiap-kan silabus dan satuan acara perkuliah-an dperkuliah-an menyiapkperkuliah-an hperkuliah-andout untuk se-tiap tatap muka, dosen juga mengharus-kan mahasiswa membawa buku yang sama dengan buku dosen yang materi-nya dijadikan bahan kuliah. Tentu saja yang lebih penting adalah dosen harus kreatif menggarap contoh-contoh atau-pun isu terkini yang bersangkutan de-ngan materi kuliah. Tak kalah penting-nya, tanya jawab dan diskusi sehingga proses belajar-mengajar menjadi ber-kualitas dan tidak membosankan.
Sebagai dosen yang telah mengajar Ie-bib kurang 25 tahun, penulis hafaI benar perilaku mahasiswa saat ujian tertulis di kelas ataupun ketika diminta membuat tugas untuk dikerjakan di rumah. Da-lam membuat tugas, takjarang mereka membuat tugas perorangan dikerjakan bersama-sama. Nah, di sinilah sering terjadi proses tiru-meniru, sontek-me-nyontek, juga proses copy-paste.
Kebiasaan copy-paste mahasiswa da-lam membuat tugas sangat mempriha-tinkan. Kebiasaan itu didukung dengan menjamurnya internet Mereka tidak la-gi menganggap copy paste sebagai keti-dakpatutan. Bahkan, mereka mengang-gap copy-paste sebagai "usaha
bersa-Kliping Humas Unpad 2010
--ma" untuk menunaikan tugas. Mahasis-wa yang keIja sendiri acap kali dicap se-bagai egois, tidak solider, dan pelit.
Khusus untuk ujian take home dapat dipastlkan teIjadi copy-paste. Dari pengalaman penulis melakukan peneli-tian kedl, dari empat kelas yang tiap-ti-ap kelas terdiri atas 70 s.d. 100 mahasis-wa, hampir 70 persen mahasiswa mela-kukan copy-paste kepada kawannya. Ada 25 persen kegiatan copy-paste yang tidak secara bulat-bulat melakukannya. Ada yang mengubahfont huruf dan tata letak, memberi sedikit tambahan, ada juga yang mengedit dari tu1isan kawan-nya. Dalam terminologi hukum, perbu-atan itu disebut plagiat, pelakunya dina-makan plagiator. Sebenarnya, penulis berharap dengan memberikan ujian bersifat take home, mahasiswa dapat mengeksplorasi kemampuannya secara bebas, kreatif, dan dapat dipercaya.
Siapa yang salah dalam hal ini? Ja-wabannya tegas, sang dosen! Guru ken-dng berdiri, murid kencing berlari. Be-gitu ujar pepatah lama. Penyair besar Indonesia, Taufik Ismail, menulis dalam puisinya, "Guru kencing berdiri, murid
mengencingi guru!"
Ada dosen yang tidak membaca tugas yang diberikan kepada mahasiswanya, apalagi meneliti satu per satu. Karya mahasiswa dihitungjumlahnya, kemu-dian diakurkan dengan daftar nama mahasiswa yang diajarnya untuk meng-klopkan jumlahnya. Selanjutnya, tugas mahasiswa tersebut "ditransfer" ke tu-kang loak. Ada pula dosen yang membe-ri tugas kepada mahasiswa untuk
me-ringkas buku dan meneIjemahkan buku asing tanpa membahas hasil ringkasan dan teIjemahan itu dalam perkuliahan.
Di samping itu, dosen yang malas I,Dengajarcukup memberi tabu melalui telefon kepada karyawan atau ketua ke-las dengan memberi tugas kepada ma-hasiswanya. Nah, dalam kondisi seperti ini, copy-paste tumbul1 subur bagai ja-mur pada musinl hujan. Apalagi, warnet dan kios fotokopi sangat banyak. Bah-kan, ada juga yang sudah menyiapkan ratusan tugas dari dosen-dosen tertentu yang materi kuliah dan tugasnya sama dari tahun ke tahun.
Lalu, apa yang bisa kita harapkan da-ri dosen yang hanya mengandalkan Po-werpoint sebagai media mengajar? Do-sen yang ke kelas hanya mengantongi
USBfflashdisk? Dosen yang membawa
buku tebal-tebal ke kelas dianggap kuno dan sok ilmuwan. Bahkan, ada dosen senior, seorang profesor, yang mem-banggakan asistennya sudah mampu mengajar tanpa buku ajar di tangan. Ka-ta sang dosen senior, asistennya sudah mampu hand stand Oepas tangan) se-perti seorang yang naik sepeda. Apa yang bisa diharapkan dari pendidik yang menganggap mengajar bukan se-bagai pekeIjaan yang mulia dan ber-martabat. Karena gajinya keeil dan ma-hasiswanya bisa dibodohi? Jangan ta-nyakan kepada rUDlputyang bergoyang. Tanyakan kepada diri sendiri, quo vadis pendidikan kita.***
Penulis, dosen Fakultas Hukum
Un-pad dan Unpas.