• Tidak ada hasil yang ditemukan

Clustering Prevalensi Stunting Balita Menggunakan Agglomerative Hierarchical Clustering

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Clustering Prevalensi Stunting Balita Menggunakan Agglomerative Hierarchical Clustering"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Maulina Rizky Anggraeni, Copyright © 2023, MIB, Page 351

Clustering Prevalensi Stunting Balita Menggunakan Agglomerative Hierarchical Clustering

Maulina Rizky Anggraeni, Uky Yudatama, Maimunah*

Fakultas Teknik, Teknik Informatika, Universitas Muhammadiyah Magelang, Magelang, Indonesia Email: 1[email protected], 2,[email protected], 3,*[email protected]

Email Penulis Korespondensi: [email protected]

Abstrak−Negara Indonesia merupakan negara yang masih memiliki tingkat prevalensi stunting yang tinggi yaitu sekitar 36%

dengan menempati posisi ke-5 dalam tingkat prevalensi stunting tertinggi. Menurut WHO (World Health Organization) angka tersebut belum mencapai angka yang diharapkan yaitu dibawah 20%. Dari 180 Negara di dunia, permasalahan gizi di Indonesia memeiliki peringkat ke 117 dimana masih jauh tertingal dengan negara tetangga, seperti Malaisya menduduki peringkat 44, Vietnam menduduki peringkat 58, Thiland menduduki peringkat 64, dan Singapura menduduki peringkat 12. Beberapa desa di puskesmas Tegalrejo masih memilki angka prevalensi stunting di atas 20%. Clustering merupakan proses menganalisis data untuk mengelompokkan data yang mirip dalam satu kelas dan bereda dengan kelas lainnya. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode Agglomerative Hierarchical Clustering Average Linkage dengan pendekatan bottom-up. Data yang digunakan merupakan prevalensi stunting di Tegalrejo menggunakan data yang berjumlah 2397 pada bulan Januari balita dan berjumlah 3256 pada bulan Februari. Hasil dari clustering tersebut terbentuk 3 tingkatan prevalensi stunting dari setap bulannya yang dapat diterjemahkan menjadi prevalensi rendah, prevalensi sedang, prevalensi tinggi, label tersebut didapatkan berdasarkan nilai mean pada masing-masing cluster. Dari hasil clustering diperoleh desa dengan prevalensi stunting yang rendah pada Januari dan Februari berjumlah 5 desa. Pada desa dengan prevalensi stunting sedang jumlah desa pada Januari terdapat 12 desa dan Februari 10 desa. Pada desa dengan prevalensi stunting tinggi pada Januari ada 4 desa dan Februari 6 desa. Artinya terdapat penambahan desa pada prevalensi stunting tinggi.

Kata Kunci: Clustering; Agglomerative Hierarchical Clustering; Balita; Prevalensi; Stunting.

Abstract−Indonesia is a country that still has a high stunting prevalence rate of around 36%, ranking 5th with the highest stunting prevalence rate. According to the WHO (World Health Organization) this figure has not reached the expected rate, which is below 20%. Out of 180 countries in the world, nutrition problems in Indonesia are ranked 117th which is still far behind neighboring countries, such as Malaysia which is ranked 44th, Vietnam is ranked 58th, Thiland is ranked 64th, and Singapore is ranked 12th. have a stunting prevalence rate above 20%. Clustering is the process of analyzing data to group similar data into one class and different from other classes. This research was conducted using the Agglomerative Hierarchical Clustering Average Linkage method with a bottom-up approach. The data used is the prevalence of stunting in Tegalrejo using data totaling 2397 in January for toddlers and 3256 in February. The results of the clustering form 3 levels of stunting prevalence each month which can be translated into low prevalence, moderate prevalence, high prevalence, these labels are obtained based on the mean value in each cluster. From the clustering results, there were 5 villages with a low prevalence of stunting in January and February. In villages with a moderate prevalence of stunting, there were 12 villages in January and 10 villages in February.

In villages with a high prevalence of stunting in January there were 4 villages and in February 6 villages. This means that there are additional villages with a high prevalence of stunting.

Keywords: Clustering; Agglomerative Hierarchical Clustering; Toddler; Prevalence; Stunting.

1. PENDAHULUAN

Stunting merupakan kondisi dimana balita mengalami gagal pertumbuhan yang ditandai dengan tubuh yang pendek dibanding balita seusianya [1]. Akibat dari stunting pada balita dapat berdampak jangka panjang, antara lain menurunkan produktivitas, mengganggu tingkat kecerdasan, dan rentan terhadap penyakit [2]. Ada beberapa penyebab yang dapat menyebabkan balita mengalami stunting. Penyebab stunting secara tidak langsung dapat terjadi karena gizi ibu selama masa kehamilan yang kurang terpenuhi dapat menggangu proses pertumbuhan janin.

Ibu hamil dengan status gizi yang kurang memadai akan meyebabkan janin kuran gizi, BBLR (Berat Badan Bayi Lahir Rendah), dan pertumbuhan balita terganggu. Pendidikan ibu terhadap cara pengasuhan anak juga dapat menyebabkan stunting, ibu dengan pengetahuan yang sudah memadai tentang pengasuhan anak akan dapat meminimalisir terjadinya stunting balita [3]. Pencegahan stunting dapat dilakukan dengan memenuhi gizi sejak masa kehamilan, memberi ASI (Air Susu Ibu) eksklusif sampai bayi berumur 6 bulan,selalu memantau perkembangan anak, mendampingi ASI dengan MPASI (Makanan Pendamping ASI), dan selalu menjaga kebersihan lingkungan [4]. Perkembangan anak pada masa balita mengalami tumbuh kembang secara pesat saat berusia 0 – 5 tahun, dimana masa ini sering disebut masa golden age atau masa yang sangat penting bagi balita.

Pada usia tersebut anak akan cepat dalam menyerap informasi yang akan membentuk kepribadian dan karakter, sehingga dibutuhkan perhatian lebih dari orang tua dalam memperhatikan kebutuhan gizi anaknya [5] [6]. Sekitar 50% kecerdasan manusia terjadi ketika anak berumur sampai 4 tahun, dan 80% ketika anak mencapai umur 8 tahun dan mencapai titik maksimal pada umur 18 tahun [7].

Indonesia merupakan Negara yang menduduki peringkat ke-lima dengan prevalensi stunting yaitu sebesar 36% setelah negara India, Nigeria, Pakistan dan Cina [8]. Angka prevalensi stunting di Indonesia belum mencapai angka yang diharapkan oleh WHO yaitu dibawah 20% [2]. Dari 180 Negara di dunia, permasalahan gizi di Indonesia memeiliki peringkat ke 117 dimana masih jauh tertingal dengan negara tetangga, seperti Malaysia

(2)

menduduki peringkat 44, Vietnam menduduki peringkat 58, Thailand menduduki peringkat 64, dan Singapura menduduki peringkat 12 [9]. Dengan keadaan tersebut pemerintah Indonesia membuat suatu konsentrasi terhadap permasalahan prevalensi balita melalui rapat yang dipimpin oleh ketua Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TP2NK) dengan mengajak Lembaga terkait agar dilakukan langkah penanganan yang tepat agar angka prevalensi stunting di Indonesia menurun [10].Tahun 2024 pemerintah menargetkan angka prevalensi stunting balita dapat turun ke angka 14%, Upaya yang dilakukan pemerintah adalah untuk menurunkan angka prevalensi stunting dengan tiga intervensi spesifik sebelum kelahiran. Langkah yang pertama dilakukan adalah pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja putri dan ibu hamil serta peningkatan asupan gizi. Langkah kedua memantau janin selama kehamilan. Ketiga adalah meningkatkan pelaksanaan konsultasi ibu hamil dari empat kali menjadi enam kali. Dalam upaya penekanan angka prevalensi ini pemerintah melibatkan langsung lembaga terkait/kementrian [11].

Dalam pengukurannya stunting merupakan hasil dari pengukuran Tinggi Badan berdasarkan Usia (TB/U) yang memeiliki ambang batas (z-score sebesar <-3SD (Sangat Pendek) sampai -3SD sampai -2SD (Pendek) [12].

TB/U dibiagi menjadi 4 kategori yaitu Normal, Pendek, Sangat Pendek, dan Tinggi. Balita dapat dikatakan stunting apabila hasil pengukuran Tinggi berdasarkan Usianya (TB/U) berstatus Pendek dan Sangat Pendek. Nilai tersebut adalah nilai antropometri yang ditetapkan oleh Peraturan menteri Kesehatan Republik Indonesia no 2 tahun 2020, karena Antropometri yang digunakan sebelumnya merupakan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/Menkes/SK/XII/2010 namun dalam peraturan menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 2 tahun 2020 tentang standar antropometri anak pasal 11 disebutkan bahwa indeks antropometri sudah tidak berlaku.

Puskesmas Tegalrejo merupakan puskesmas yang berada di Kecamatan Tegalrejo Kabupaten Magelang.

Di Puskesmas tersebut terdapat data pengukuran balita dari 21 desa di Tegalrejo. Kegiatan di Puskesma dilakukan rutin setiap bulannya. Masyarakat dapat mendatangi posyandu atau puskesmas setempat untuk melakukan pengukuran berdasarkan antropometri menggunakan aplikasi bernama Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPBGM). Pada puskesmas tersebut, data pengukuran disimpan dalam bentuk file digital.

Data pengukuran balita yang ada di puskesmas jika digali lebih dalam maka akan diperoleh banyak informasi yang dapat digunakan diantaranya dalam kegiatan penurunan angka prevalensi stunting pada balita. Puskesmas Tegalrejo belum memiliki metode perhitungan khusus untuk mengelompokkan data prevalensi stunting balita.

Dari permasalahan tersebut penelitian ini bertujuan untuk melakukan clustering data prevalensi stunting balita sehingga dapat memberikan informasi bagi Puskesmas Tegalrejo dalam mengimplementasikan program terkait penurunan angka prevalensi stunting.

Beberapa penelitian tentang stunting telah dilakukan diantaranya tentang Clustering Wilayah Kerawanan Stunting Menggunakan Metode Fuzzy Substractive [13], Fuzzy substractive clustering untuk pengelompokan propinsi di Indonesia berdasarkan permasalahan gizi balita. latar belakang penelitian ini karena Indonesia peringkat 117 dari 180 Negara dalam Kesehatan dan kesejahteraan anak. Dari permasalahan tersebut dilakukan pengelompokan provinsi di Indonesia berdarasarkan permasalahan gizi. Atribut yang digunakan adalah prevalensi underweight, wasting, dan stunting. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari kesamaan prevalensi dari tiap cluster. Dari hasil penelitian tersebut menghasilkan 3 jumlah cluster[9].

Penelitian lain tentang clustering stunting adalah optimasi K-Means untuk pengelompokan daerah stunting menggunakan Particle Swarm Optimization dengan atribut yang digunakan adalah jumlah stunting di setiap kecamatan. Jumlah cluster yang diperoleh sebanyak 2 dan selanjutnya dibandingkan antara k-means murni dan PSO k-means [14]. Algoritma lain yang digunakan untuk permasalahan stunting adalah DBSCAN[15]. Penelitian clustering prevalensi juga dilakukan [16] terhadap prevalensi stunting menggunakan faktor-faktor yang mempengaruhi stunting. Metode analisis cluster hierarki digunakan dalam pengelompokan propinsi di Indonesia berdasarkan faktor balita stunting dengan menghasilkan 4 cluster [17].

2. METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Tahapan Penelitian

Ada beberapa tahapan penelitian clustering menggunakan Agglomerative Hierarchical Clustering pada data prevalensi stunting di Tegalrejo seperti gambar 1.

Gambar 1. Tahapan Penelitian

(3)

Maulina Rizky Anggraeni, Copyright © 2023, MIB, Page 353 Tahap pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengumpulan data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer yang diperoleh dari puskesmas Tegalrejo berupa data pencatatan pengukuran gizi balita yang disimpan dalam aplikas e-PPGBM. Data tersebut merupakan data pada bulan Januari 2022 sebanyak 2937 balita dan bulan Februari 2022 sebanyak 3256 balita. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara kepada Ahli Gizi di Puskesmas Tegalrejo.

Setelah data terkumpul data tersebut akan dilakukan tahap preprocessing yang merupakan tahap penting sebelum dilakukan proses pengolahan data dilakukan [18]. Dalam penelitian ini preprocessing dilakukan dengan melakukan selecting data dan cleaning data. Selecting data merupakan poses pemilihan atribut data dari keseluruhan data yang digunakan dalam proses clustering. Cleaning data merupakan proses penanganan dari data yang bernilai null dan duplikat .

Dalam tahap proses cluster dilakukan cluster menggunakan agglomerative hierarchical clustering. Pada dasarnya metode dalam clustering dibagi menjadi dua yaitu hierarki dan non-hierarki [19]. Hierarchical Clustering merupakan metode untuk memproses analisis cluster dengan cara pembentukan hierarki kelompok analisis cluster.

Hierarchical clustering dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu, penyebaran (divisive) atau pengelompokan atas ke bawah (top-down), dan pemusatan (agglomerative) atau pengelompokan hierarki dengan pendekatan bawah ke atas (bottom-up) [20]. Algoritma yang tergolong dalam pemusatan (agglomerative) antara lain Single Linkage, Complete Linkage, Average Linkage, dan Ward’s. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Average Linkage. Hierarchical Clustering dapat digunakan dalam penyelesaian Clustering. Metode Average Linkage merupakan metode yang paling baik diantara metode Hierarchical Clustering lainnya, namun memiliki komputasi yang paling tinggi. Metode Agglomerative Hierarchical Clustering Average Linkage bekerja berdasarkan jarak dari nilai rata-rata keseluruhan objek [21].

Langkah-langkah dalam pengolahan data menggunakan metode Agglomerative Hierarchical Clustering Average Linkage adalah :

1. Mencari jarak minimum dalam dua objek menggunakan Eucludian

Menghitung jarak objek atau data baru dengan data yang telah ada dari masing-masing dataset. Rumus untuk menghitung jarak atau disebut Euclidean distance dapat dihitung seperti rumus 1.

D = √(x1 – x2)2 + (y1 − y2)2 (1)

2. Menggabungkan hasil jarak minimun dari kedua objek menjadi satu 3. Mencari jarak berdasarkan rata-rata

Setelah proses perhitungan dari jarak menggunakan rumus Eucliden Distance telah selesai, langkah selanjutnya adalah menggabungkan jarak minimum antar objek berdasarkan rata-rata. Adapun rumus untuk menggabungkan objek tersebut menggunakan rumus 2:

D(u, v) w = rata-rata D, uw + D, vw (2) Nilai D, uw dan D, vw menggambarkan jarak terdekat antara cluster U dengan W serta v dengan w.

4. Pengulangan langkah-langkah pengerjaan hingga pembentukan cluster selesai, atau semua objek telah tergabung dalam cluster.

Hasil cluster yang telah terbentuk, akan dilakukan pengujian menggunakan silhouette coefficient untuk mengetahui kualitas dan kekuatan cluster dan seberapa baik suatu objek ditempatkan dalam suatu cluster. Metode ini merupakan gabungan dari metode cohesion dan separation. Ukuran nilai sillhouette coefficient disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Ukuran Nilai Silhouette Coefficient

Skala Keterangan

0.7 < SC <= 1 Strong Structure Medium 0.5 < SC <= 0.7 Medium Structure 0,25 < SC <= 0.5

SC <= 0.25

Weak Structure No Structure

Setelah proses pengujian selesai, selanjutnya dilakukan visualisasi dari hasil clustering dengan memberi pelabelan pada cluster agar hasil cluster. Proses pelabelan tersebut akan digunakan untuk membuat diagram lingkaran dan scatter plot untuk mengetahui penyebaran cluster.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan data pada bulan Januari 2022 sebanyak 2397 balita dan Februari 2022 sebanyak 3256 balita yang diperoleh dari puskesmas Tegalrejo. Pengolahan data akan dilakukan dengan dua dataset yang berbeda, Data yang digunakan dalam penelitian dicatat dalam aplikasi Bernama e-PPGBM. Data tersebut yang dapat dilihat pada tabel 2.

(4)

Tabel 2. Atribut Data

Nomor Atribut

1 NIK (Nomor Induk

Kependudukan)

2 Nama Balita

3 Jenis Kelamin

4 Tanggal Lahir

5 Berat Badan Lahir

6 Tinggi Badan Lahir

7 Nama Orang Tua

8 Provinsi

10 Kabupaten/Kota

11 Kecamatan

12 Desa/Kelurahan

13 RT

14 RW

15 Alamat

16 Usia Saat Ukur

Nomor Atribut

17 Tanggal Pengukuran

18 Berat

19 Tinggi

20 Lingkar Kepala

21 BB/U (Berat Badan/Usia)

22 Z-score BB/U

23 TB/U (Tinggi Badan/Usia)

24 Z-score TB/U

25 BB/TB (Berat Badan/Usia) 26 Z-score BB/TB (Berat

Badan/Tinggi Badan)

27 Naik Berat Badam

28 PMT (Pemberian Makanan Tambahan)

29 Jumlah Vitamin A

3.1 Preprocessing Data a. Selecting Data

Berdasarkan dataset yang didapatkan dari hasil pengumpulan data maka data yang digunakan adalah data dengan atribut desa dan TB/U. Desa/Kel merupakan atribut yang berisi nama desa, TB/U berisi status gizi berdasarkan nilai antropometri TB/U. Pada atribut desa terdapat 21 desa, dan TB/U memiliki 4 status gizi yaitu normal, pendek, sangat pendek, dan tinggi.

b. Cleaning Data

Cleaning data pada tahap ini dilakukan pada dua data set yaitu bulan Januari 2022 dan Februari 2022. Pada bulan Januari data null berjumlah 7 pada atribut TB/U, dan pada data Februari 2022 terdapat 3 data null pada atribut TB/U. Setelah dilakukan cleaning data maka tidak ada lagi data null seperti disajikan pada gambar 2 dan 3.

Gambar 2. Cleaning Data Januari

Gambar 3. Cleaning Data Februari

Tahap berikutnya adalah menghitung jumlah masing-masing status TB/U pada setiap desa seperti disajikan pada gambar 4 dan 5.

Gambar 4. Pengelompokan Data Januari

(5)

Maulina Rizky Anggraeni, Copyright © 2023, MIB, Page 355 Gambar 5. Pengelompokan Data Februari

Setelah penghitungan data dari masing-masing TB/U pada setiap desa telah dilakukan, proses selanjutnya adalah menambah 1 atribut data yaitu prevalensi stunting yang diperoleh dari hasil perhitungan period prevalence.

Nilai Period Prevalence adalah proporsi populasi yang memiliki karakteristik tertentu dalam periode waktu tertentu. Prevalensi stunting didapatkan dari hasil balita stunting berbanding dengan jumlah keseluruhan balita pada masing-masing Desa. Untuk mengetahui nilai period prevalence dapat menggunakan rumus period prevalence. [22].

Prevalensi = × kyx (3)

Keterangan :

x= Kejadian jumlah stunting pada masing-masing desa.

y= Jumlah Keseluruhan pemeriksaan pada masing-masing desa.

k= Bilangan Konstanta.

Hasil perhitungan prevalensi bulan Januari dan Februari disajikan pada gambar 6 dan 7

Gambar 6. Prevalensi Stunting Januari

Gambar 7. Prevalensi Stunting Februari

(6)

3.2 Proses Clustering

a. Menentukan Jumlah Cluster

Pada proses menentukan jumlah cluster dilakukan menggunakan elbow method. Proses ini bertujuan untuk mencari jumlah cluster yang optimal dengan iterasi 1 sampai 10 menggunakan rumus Within-cluster Sum of Squares (WCSS). Unsur k-means dalam WCSS merupakan jumlah kuadrat jarak antara setiap titik dan pusat massa dalam sebuah cluster. Ketika data diplot WCSS dengan nilai K, plotnya terlihat seperti elbow dengan bertambahnya jumlah cluster. Hasil elbow method menggunakan rumus WCSS yang terbentuk diperoleh bahwa untuk dataset Januari dan Februari menghasilkan cluster terbaik yaitu 3 seperti pada gambar 8 dan 9.

Gambar 8. Elbow Method Januari Gambar 9. Elbow Method Februari b. Clustering

Pada tahap ini dilakukan proses Aglomerative Hierarchical Clustering Average Linkage pada masing-masing data.

Pembacaan dendrogram dapat dilakukan dengan memotong pada suatu garis berdasarkan jarak Eucidian Distance pada sumbu y. Dendogram untuk hasil cluster disajikan pada gambar 10 untuk bulan Januari dan gambar 11 untuk bulan Februari.

Gambar 10. Dendrogram Clustering Januari Gambar 11. Dendrogram Cluster Februari c. Hasil Clustering

Setelah proses clustering selesai, hasil cluster pada masing-masing desa disajikan pada gambar 12 dan 13.

Gambar 12. Hasil Clustering Januari Gambar 13. Hasil Clustering Februari

(7)

Maulina Rizky Anggraeni, Copyright © 2023, MIB, Page 357 Dari hasil cluster yang terbentuk masing-masing cluster memiliki persamaan dan perbedaan. Nilai rata-rata tiap cluster disajikan pada tabel 3 dan 4.

Tabel 3. Nilai Mean Hasil Cluster Januari Cluster Mean

0 29.561451 1 17.729621 2 7.434497

Berdasarkan tabel 3 dapat diperoleh bahwa pada bulan Januari 2022, cluster 0 merupakan cluster yang memilki anggota dengan tingkat prevalensi stunting tinggi, cluster 1 merupakan cluster dengan prevalensi stunting sedang, dan cluster 2 merupakan anggota dengan prevalensi stunting rendah.

Tabel 4. Nilai Mean Hasil Cluster Februari Cluster Mean

0 7.668157 1 25.260670 2 15.955223

Tabel 4 menyatakan bahwa untuk bulan Februari 2022 diperoleh cluster 0 merupakan cluster yang memilki anggota dengan tingkat prevalensi stunting rendah, cluster 1 merupakan cluster dengan prevalensi stunting tinggi, dan cluster 2 merupakan anggota dengan prevalensi stunting sedang.

d. Visualisasi

Hasil clustering selanjutnya dibuat visualisasi dalam bentuk bar plot dan scatter plot seperti pada gambar 14 dan 15.

Gambar 14. Bar Plot Prevalensi Januari Gambar 15. Bar Plot Prevalensi Februari Berdasarkan visualisasi bar plot gambar 14 dan 15 diperoleh bahwa desa dengan prevalensi stunting yang rendah pada Januari dan Februari berjumlah 5 desa. Pada desa dengan prevalensi stunting sedang jumlah anggota pada Januari 12 dan Februari 10. Pada desa dengan prevalensi stunting tinggi jumlah desa pada Januari 4 dan Februari 6 artinya terdapat penambahan anggota pada prevalensi stunting tinggi. Penyebaran cluster dapat dilihat menggunakan scatter plot pada gambar 16 dan 17.

Gambar 16. Scatter Plot Januari Gambar 17. Scatter Plot Februari

(8)

Prevalensi stunting rendah pada bulan Januari terdapat 5 desa yaitu Girirejo, Glagahombo, Klopo,Purwodadi, dan Tegalrejo. Prevalensi stunting rendah pada bulan Februari terdapat 5 desa yaitu, Girirejo, Klopo, Purwodadi, Tampingan, Tegalrejo. Prevalensi stunting sedang pada bulan Januari terdapat 12 desa yaitu Banyuurip, Dawung, Dlimas, Japan, Kebonagung, Ngadirejo, Ngasem, Purwosari, Sidorejo, Soroyudan, Tampingan, Wonokerto, dan pada bulan Februari terdapat 10 desa yaitu Banyuurip, Dawung, Dlimas, Glagahombo, Kebonagung, Ngadirejo, Ngasem, Sidorejo, Soroyudan, Wonokerto. Prevalensi stunting tinggi pada bulan Januari terdapat 4 desa yaitu Banyusari, Donorojo, Mangunrejo, Sukorejo dan pada bulan Februari terdapat 6 desa yaitu Banyusari, Donorojo, Japan, Mangunrejo, Purwosari, Sukorejo. Dari kedua dataset tersebut terdapat desa yang mengalami perpindahan nilai prevalensi dari prevalensi rendah ke sedang yaitu desa Glagahombo, prevalensi sedang ke tinggi yaitu desa Japan, Tampingan, Puwosari dan prevalensi sedang ke rendah terdapat satu desa yaitu Tampingan. Terdapat 3 desa yang mengalami prevalensi stunting tinggi berturut turut yaitu desa Banyusari, Donorojo, Mangunrejo, Sukorejo.

e. Pengujian

Pengujian hasil cluster dilakukan dengan menggunakan perhitungan silhouette coefficient dengan jumlah cluster 3. Pada dataset bulan Januari menghasilkan nilai silhouette coefficient sebesar 0,54 dan pada bulan Februari sebesar 0,72. Berdasarkan hasil nilai pengujian yang dihasilkan diperoleh bahwa pada bulan Januari menghasilkan cluster yang layak atau sesuai. Nilai pengujian pada bulan Februari nilai menghasilkan nilai cluster yang kuat

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan diperoleh bahwa metode Agglomerative Hierarchical Clustering dapat digunakan untuk melakukan clustering prevalensi stunting balita di Kecamatan Tegalrejo Kabupaten Magelang dengan menghasilkan 3 cluster yaitu tinggi, rendah dan sedang untuk dataset bulan Januari dan Februari. Dari kedua dataset tersebut terdapat desa yang mengalami perpindahan nilai prevalensi dari prevalensi rendah ke sedang yaitu desa Glagahombo, prevalensi sedang ke tinggi yaitu desa Japan, Tampingan, Puwosari dan prevalensi sedang ke rendah terdapat satu desa yaitu Tampingan. Terdapat 3 desa yang mengalami prevalensi stunting tinggi berturut turut yaitu desa Banyusari, Donorojo, Mangunrejo, Sukorejo. Rata-rata nilai cluster yang diperoleh menyatakan bahwa desa di Kecamatan Tegalejo sebagian besar memilki prevalensi stunting sedang.

REFERENCES

[1] A. Fadilah, M. N. Pangestu, S. Lumbanbatu, and S. Defiyanti, “Pengelompokan Kabupaten/Kota Di Indonesia Berdasarkan Faktor Penyebab Stunting Pada Balita Menggunakan Algoritma K-Means,” JIKO (Jurnal Inform. dan Komputer), vol. 6, no. 2, p. 223, 2022, doi: 10.26798/jiko.v6i2.581.

[2] Y. D. Fatmawati, R. Rosyadah, M. D. Damayanti, D. P. Abigael, and F. Ismawati, “Kuliah whatsapp dalam meningkatkan pengetahuan ibu terhadap pencegahan stunting pada balita di masa pandemi,” J. Abdi Masy., vol. 1, no. 1, pp. 45–50, 2020.

[3] K. Komalasari, E. Supriati, R. Sanjaya, and H. Ifayanti, “Faktor-Faktor Penyebab Kejadian Stunting Pada Balita,” Maj.

Kesehat. Indones., vol. 1, no. 2, pp. 51–56, 2020, doi: 10.47679/makein.202010.

[4] Kemenkes RI, “Pencegahan Stunting Pada Anak,” Direktorat Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat Kementrian Kesehatan RI. pp. 1–2, 2021. [Online]. Available: https://promkes.kemkes.go.id/pencegahan-stunting [5] Kusumastuti and D. P. Astuti, “Peningkatan Pengetahuan Ibu Balita Tentang Tumbuh Kembang Bayi Dan Balita,”

Proceeding of The URECOL, pp. 166–168, 2020.

[6] A. D. Lubis, “Pemberdayaan Kader Kesehatan Melalui Penyuluhan Dan Pelatihan ‘Golden Age Period for Golden Generation Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Bangsa’ Pada Kader Kesehatan Di Wilayah Puskesmas Pangkalan Lada Pangkalan Bun,” J. Borneo Cendekia, vol. 4, no. 1, pp. 31–33, 2020, doi: 10.54411/jbc.v4i1.205.

[7] D. L. Trenggonowati and K. Kulsum, “Analisis Faktor Optimalisasi Golden Age Anak Usia Dini Studi Kasus Di Kota Cilegon,” J. Ind. Serv., vol. 4, no. 1, pp. 48–56, 2018, doi: 10.36055/jiss.v4i1.4088.

[8] S. A. Anggraini, S. Siregar, and R. Dewi, “Pengaruh Media Audio Visual Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Pada Ibu Hamil Tentang Pencegahan Stunting Di Desa Cinta Rakyat,” J. Ilm. Kebidanan Imelda, vol. 6, no. 1, pp. 26–

31, 2020, doi: 10.52943/jikebi.v6i1.379.

[9] S. Andriany, D. Kusnandar, and H. Perdana, “Pengelompokan Provinsi Di Indonesia Berdasarkan Permasalahan Gizi Balita Menggunakan Metode Fuzzy Subtractive Clustering,” vol. 10, no. 3, pp. 351–360, 2021.

[10] K. Rahmadhita, “Permasalahan Stunting dan Pencegahannya,” J. Ilm. Kesehat. Sandi Husada, vol. 11, no. 1, pp. 225 – 229, 2020, doi: 10.35816/jiskh.v11i1.253.

[11] Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, “Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi - Inilah Upaya Pemerintah Capai Target Prevalensi Stunting 14% di Tahun 2024.” 2022.

[Online]. Available: https://menpan.go.id/site/berita-terkini/berita-daerah/inilah-upaya-pemerintah-capai-target- prevalensi-stunting-14-di-tahun-2024

[12] A. Syarifudin, “PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2020 TENTANG STANDAR ANTROPOMETRI ANAK DENGAN,” vol. 2507, no. February, pp. 1–9, 2020.

[13] R. D. Christyanti, D. Sulaiman, A. P. Utomo, and M. Ayyub, “Clustering Wilayah Kerawanan Stunting Menggunakan Metode Fuzzy Subtractive Clustering,” vol. 17, no. 1, pp. 1–8, 2023.

[14] H. Harliana, R. M. Herdian Bhakti, O. Saeful Bachri, and F. Sofian Efendi, “Optimasi K-Means dengan Particle Swarm Optimization pada Pengelompokkan Daerah Stunting,” J. Ilm. Intech Inf. Technol. J. UMUS, vol. 3, no. 02, pp. 95–101,

(9)

Maulina Rizky Anggraeni, Copyright © 2023, MIB, Page 359 2021, doi: 10.46772/intech.v3i02.457.

[15] T. D. Harjanto, A. Vatresia, and R. Faurina, “Analisis Penetapan Skala Prioritas Penanganan Balita Stunting Menggunakan Metode DBSCAN Clustering,” vol. 9, no. 1, pp. 30–42, 2021.

[16] P. P. M. Sitohang, A. Prasojo, Y. Astuti, “Klasterisasi Kabupaten/Kota di Indonesia berdasarkan Permasalahan Gizi Balita: Intervensi Spesifik dan Sensitif,” 2019.

[17] D. Satriawan, “Pengelompokan Provinsi Di Indonesia Berdasarkan Faktor Penyebab Balita Stunting Clustering of Provinces in Indonesia Based on The Factors Causing Stunting Toddlers,” pp. 308–317, 2021.

[18] S. Khairunnisa, A. Adiwijaya, and S. Al Faraby, “Pengaruh Text Preprocessing terhadap Analisis Sentimen Komentar Masyarakat pada Media Sosial Twitter (Studi Kasus Pandemi COVID-19),” J. Media Inform. Budidarma, vol. 5, no. 2, p. 406, 2021, doi: 10.30865/mib.v5i2.2835.

[19] I. A. Kasoqi, M. N. Hayati, and R. Goejantoro, “Pengelompokan desa atau kelurahan di kutai kartanegara menggunakan algoritma divisive analysis,” vol. 9, no. 2, 2021.

[20] A. T. R. Dani, S. Wahyuningsih, and N. A. Rizki, “Penerapan Hierarchical Clustering Metode Agglomerative pada Data Runtun Waktu,” Jambura J. Math., vol. 1, no. 2, pp. 64–78, 2019, doi: 10.34312/jjom.v1i2.2354.

[21] G. Abdurrahman, “Clustering Data Kredit Bank Menggunakan Algoritma Agglomerative Hierarchical Clustering Average Linkage,” JUSTINDO (Jurnal Sist. dan Teknol. Inf. Indones., vol. 4, no. 1, p. 13, 2019, doi:

10.32528/justindo.v4i1.2418.

[22] C. C. Adhania, G. Wiwaha, and P. I. Fianza, “Prevalensi Penyakit Tidak Menular pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama di Kota Bandung Tahun 2013-2015,” J. Sist. Kesehat., vol. 3, no. 4, pp. 204–211, 2018, doi:

10.24198/jsk.v3i4.18499.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujukan untuk melakukan evaluasi kinerja algoritma hierarchical clustering untuk pengelompokan pada citra kupu-kupu yang didapat dengan menganalisa

Pada penelitian ini penulis membahas pembentukan komunitas menggunakan algoritma Agglomerative Hierarchical Clustering (AHC) berbasis enhanced similarity pada data

Penelitian yang dilakukan akan menggunakan Hierarchical Clustering Agglomerative , yang dikarenakan algoritma ini cenderung lebih akurat ketimbang Hierarchical Clustering

1) Metode Agglomerative Hierarchical Clustering (AHC) dengan pendekatan jarak single linkage, complete linkage dan average linkage dapat digunakan untuk membangun hirarki

Hierarchical clustering adalah salah satu algoritma clustering dengan karakteristik setiap data harus termasuk dalam cluster tertentu, dan data yang termasuk dalam cluster

Pada penelitian ini penulis membahas pembentukan komunitas menggunakan algoritma Agglomerative Hierarchical Clustering (AHC) berbasis enhanced similarity pada data

KESIMPULAN Berdasarkan hasil dari clustering dengan menggunakan metode K-Means dan Agglomerative Hierarchical menggunakan single linkage maka dapat disimpulkan bahwa kelompok dua

Prevalensi kejadian stunting pada balita (12-59 bulan) di Pontianak Tenggara Kalimantan Barat sebesar 302 kasus