• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN KLINIKO-SITOPATOLOGI APUSAN LEHER RAHIM DI DESA MUARA SEBO SKRIPSI Disusun oleh TASYA SALWA SALSABILLA G1A119132 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI 2022

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "GAMBARAN KLINIKO-SITOPATOLOGI APUSAN LEHER RAHIM DI DESA MUARA SEBO SKRIPSI Disusun oleh TASYA SALWA SALSABILLA G1A119132 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI 2022"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN KLINIKO-SITOPATOLOGI APUSAN LEHER RAHIM DI DESA MUARA SEBO

SKRIPSI

Disusun oleh

TASYA SALWA SALSABILLA G1A119132

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI

2022

(2)

GAMBARAN KLINIKO-SITOPATOLOGI APUSAN LEHER RAHIM DI DESA MUARA SEBO

SKRIPSI

Disusun oleh

TASYA SALWA SALSABILLA G1A119132

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI

2022

(3)

GAMBARAN KLINIKO-SITOPATOLOGI APUSAN LEHER RAHIM DI DESA MUARA SEBO

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Kedokteran pada Program Studi Kedokteran FKIK Universitas Jambi

Disusun Oleh

TASYA SALWA SALSABILLA G1A119132

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI

2022

(4)
(5)
(6)

GAMBARAN KLINIKO-SITOPATOLOGI APUSAN LEHER RAHIM DI DESA MUARA SEBO

Disusun oleh

TASYA SALWA SALSABILLA G1A119132

Telah dipertahankan dan dinyatakan lulus didepan tim penguji pada:

Hari/Tanggal : Rabu, 21 Desember 2022

Pukul : 10.00 WIB

Tempat : Kampus Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

Pembimbing I : DR. dr. Fairuz, Sp.PA., M.Kes Pembimbing II : dr. Erisca Ayu Utami, Sp.PA Penguji I : dr. Hasna Dewi, Sp.PA., M.Kes.

Penguji II : dr. Mara Imam Taufiq Siregar, M.Biomed.,M.Ked.Klin., Sp.An

(7)

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Tasya Salwa Salsabilla NIM : G1A119132

Jurusan : Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

Judul Skripsi : Gambaran Kliniko-Sitopatologi Apusan Leher Rahim di Desa Muara Sebo

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tugas akhir skripsi yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila di kemudian hari dapat dibuktikan bahwa tugas akhir skripsi ini adalah jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Jambi, Desember 2022 Yang membuat pernyataan

Tasya Salwa Salsabilla NIM: G1A119132

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala karena atas nikmat dan karunia-Nya penulisdapat menyelesaikan skripsi berjudul

“GAMBARAN KLINIKO-SITOPATOLOGI APUSAN LEHER RAHIM DI DESA MUARA SEBO”. Penulisan skripsi ini guna memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Universitas Jambi.

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, serta dorongan dari berbagai pihak. Maka sebagai ungkapan rasa hormat dan penghargaan, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. dr. Humaryanto, Sp.OT., M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.

2. Dr. dr. Fairuz, Sp.PA., M.Kes., selaku dosen pembimbing substansi yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, masukan, serta motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. dr. Erisca Ayu Utami, Sp.PA., selaku dosen pembimbing metodologi yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, serta motivasi dalam penulisan skripsi ini.

4. Keluarga tercinta, Papa Tonny Apriansyah, SE, ME., Mama Magriani, SE, ME., Adik Syahfeea Shanum Ghazia dan seluruh keluarga besar yang selalu memberikan motivasi, mendengarkan keluh kesah, serta doanya untuk kelancaran dan kesuksesan penulis.

5. Sahabat-sahabatku Almira Vito Lianna Jovita, Andini Kendariah, R.A Miftah Cahyani, Avilia Chika Devi, Indira Ulfa Dunand, dan Aviola Agata serta teman-teman capillary 2019 yang selalu setia mendoakan dan senantiasa membantu dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.

Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Jambi, Mei 2022

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR DIAGRAM ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR BAGAN ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

DAFTAR SINGKATAN ... xix

RIWAYAT HIDUP PENULIS ... xxi

ABSRTACT ... xxii

ABSTRAK ... xxiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

(10)

1.4.1 Bagi Peneliti ... 4

1.4.2 Bagi Institusi Penelitian ... 4

1.4.3 Bagi Peneliti Lain ... 4

1.4.4 Bagi Masyarakat ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Serviks ... 5

2.1.1 Anatomi Serviks ... 5

2.1.2 Histologi Serviks ... 6

2.2 Sitologi Serviks (Pap Smear) ... 7

2.2.1 Tujuan Pemeriksaan Pap Smear ... 7

2.2.2 Manfaat Pap Smear ... 8

2.2.3 Indikasi ... 8

2.2.4 Syarat Pemeriksaan Pap Smear ... 9

2.2.5 Prosedur Pemeriksaan Pap Smear ... 9

2.2.6 Sistem Pelaporan Sitologi ... 11

2.2.7 Klasifikasi Bethesda ... 14

2.3 Kanker Serviks ... 32

2.3.1 Etiologi ... 32

2.3.2 Epidemiologi ... 33

2.3.3 Histopatologi ... 34

2.3.4 Sejarah dan Fisik ... 35

2.3.5 Faktor Risiko ... 36

2.3.6 Evaluasi ... 42

(11)

2.3.7 Stadium-stadium Kanker Serviks ... 46

2.3.8 Tatalaksana ... 48

2.3.9 Prognosis ... 51

2.3.10 Komplikasi ... 53

2.3.11 Pencegahan dan Edukasi ... 54

2.4 Kerangka Teori ... 57

2.5 Kerangka Konsep ... 58

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 59

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 59

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 59

3.3.1 Populasi ... 59

3.3.2 Sampel ... 59

3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 60

3.3.4 Kriteria Inklusi... 61

3.3.5 Kriteria Eksklusi ... 61

3.4 Definisi Operasional ... 62

3.5 Instrumen Penelitian ... 65

3.6 Metode Pengumpulan Data ... 65

3.6.1 Jenis Data ... 65

3.6.2 Sumber Data ... 66

3.7 Pengolahan Data ... 66

3.8 Analisis Data ... 67

(12)

3.9 Etika Penelitian ... 67 3.10 Alur Penelitian ... 68 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ... 69 4.1.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Klinis Pasien yang Melakukan

Pemeriksaan Pap Smear di Desa Muara Sebo ... 69 4.1.2 Distribusi Frekuensi Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Keadaan

Sel Epitel Serviks terhadap Usia Pasien yang Melakukan

Pemeriksaan Pap Smear di Desa Muara Sebo ... 73 4.1.3 Distribusi Frekuensi Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Keadaan

Sel Epitel Serviks terhadap Paritas Pasien yang Melakukan

Pemeriksaan Pap Smear di Desa Muara Sebo ... 74 4.1.4 Distribusi Frekuensi Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Keadaan

Sel Epitel Serviks terhadap Jenis Kontrasepsi Pasien yang

Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Desa Muara Sebo ... 75 4.1.5 Distribusi Frekuensi Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Keadaan

Sel Epitel Serviks terhadap Status Menopause pada Pasien yang Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Desa Muara Sebo ... 76 4.1.6 Distribusi Frekuensi Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Keadaan

Sel Epitel Serviks terhadap Keluhan pada Pasien yang Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Desa Muara Sebo ... 78 4.1.7 Distribusi Frekuensi Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Keadaan

Sel Epitel Serviks terhadap Riwayat Penyakit Ginekologi Pasien yang Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Desa Muara Sebo 79 4.1.8 Distribusi Frekuensi Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Keadaan

Sel Epitel Serviks terhadap Riwayat Hubungan Berisiko Pasien yang Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Desa Muara Sebo 80 4.1.9 Distribusi Frekuensi Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Keadaan

Sel Epitel Serviks terhadap Riwayat Merokok Pasien yang

Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Desa Muara Sebo ... 81 4.1.10 Distribusi Frekuensi Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Keadaan

Sel Epitel Serviks terhadap Usia Menarche Pasien yang

Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Desa Muara Sebo ... 82

(13)

4.1.11 Distribusi Frekuensi Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Keadaan Sel Epitel Serviks terhadap Status Lokalis Pasien yang Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Desa Muara Sebo ... 83 4.2 Pembahasan ... 84 4.2.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Klinis Pasien yang Melakukan

Pemeriksaan Pap Smear di Desa Muara Sebo ... 84 4.2.2 Distribusi Frekuensi Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Keadaan

Sel Epitel Serviks terhadap Usia Pasien yang Melakukan

Pemeriksaan Pap Smear di Desa Muara Sebo ... 87 4.2.3 Distribusi Frekuensi Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Keadaan

Sel Epitel Serviks terhadap Paritas Pasien yang Melakukan

Pemeriksaan Pap Smear di Desa Muara Sebo ... 88 4.2.4 Distribusi Frekuensi Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Keadaan

Sel Epitel Serviks terhadap Jenis Kontrasepsi Pasien yang

Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Desa Muara Sebo ... 88 4.2.5 Distribusi Frekuensi Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Keadaan

Sel Epitel Serviks terhadap Status Menopause Pasien yang

Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Desa Muara Sebo ... 90 4.2.6 Distribusi Frekuensi Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Keadaan

Sel Epitel Serviks terhadap Keluhan Pasien yang Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Desa Muara Sebo ... 90 4.2.7 Distribusi Frekuensi Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Keadaan

Sel Epitel Serviks terhadap Riwayat Penyakit Ginekologi Pasien yang Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Desa Muara Sebo 91 4.2.8 Distribusi Frekuensi Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Keadaan

Sel Epitel Serviks terhadap Riwayat Hubungan Berisiko Pasien yang Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Desa Muara Sebo 91 4.2.9 Distribusi Frekuensi Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Keadaan

Sel Epitel Serviks terhadap Riwayat Merokok Pasien yang

Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Desa Muara Sebo ... 91 4.2.10 Distribusi Frekuensi Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Keadaan

Sel Epitel Serviks terhadap Usia Menarche Pasien yang

Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Desa Muara Sebo ... 92 4.2.11 Distribusi Frekuensi Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Keadaan

Sel Epitel Serviks terhadap Status Lokalis Pasien yang Melakukan

(14)

Pemeriksaan Pap Smear di Desa Muara Sebo ... 92 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kesimpulan ... ...93 5.2 Saran ... ...93 DAFTAR PUSTAKA ... 95 LAMPIRAN

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Karakteristik Klinis Pasien ... 69

Tabel 4.2. Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Usia ... 73

Tabel 4.3. Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Paritas ... 74

Tabel 4.4. Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Jenis Kontrasepsi ... ..75

Tabel 4.5. Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Status Menopause ... ..77

Tabel 4.6. Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Keluhan... ..78

Tabel 4.7. Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Riwayat Penyakit Ginekologi ... ..79

Tabel 4.8. Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Riwayat Hubungan Berisiko ... ..80

Tabel 4.9. Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Riwayat Merokok ... ..81

Tabel 4.10. Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Usia Menarche ... ..82

Tabel 4.11. Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Status Lokalis ... ..83

(16)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 4.1. Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Usia ... .73

Diagram 4.2. Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Paritas ... .74

Diagram 4.3. Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Jenis Kontrasepsi ... ...76

Diagram 4.4. Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Status Menopause ... ...77

Diagram 4.5. Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Keluhan ... ...76

Diagram 4.6. Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Riwayat Penyakit Ginekologi 78 Diagram 4.7. Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Riwayat Hubungan Berisiko 79

Diagram 4.8. Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Riwayat Merokok ... ..80

Diagram 4.9. Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Usia Menarche ... ..81

Diagram 4.10. Sitopatologi Pap Smear Berdasarkan Status Lokalis ... ..82

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Uterus dan Vagina ... 5

Gambar 2.2. Vagina ... 6

Gambar 2.3. Histologi Serviks ... 7

Gambar 2.4.Variasi seluler non-neoplastik ... 15

Gambar 2.5. Perubahan seluler reaktif ... 15

Gambar 2.6. Sel glandular pasca histerektomi ... 16

Gambar 2.7. Trichomonas vaginalis dan Leptothrix ... 16

Gambar 2.8. Candida species ... 17

Gambar 2.9. Bakteri-coccobacilli ... 17

Gambar 2.10. Bacteria morphologically consistent with Actinomyces ... 18

Gambar 2.11. Cellular changes consistent with herpes simplex virus ... 18

Gambar 2.12. Cytomegalovirus ... 19

Gambar 2.13. Sel Endometrium yang Terkelupas ... 19

Gambar 2.14. Atypical squamous cells of undetermined significance ... 20

Gambar 2.15. Atypical squamous cells cannot exclude an HSIL ... 20

Gambar 2.16. Low–grade squamous intraepithelial lesion (LSIL) ... 21

Gambar 2.17. High–grade squamous intraepithelial lesion (HSIL) ... 23

Gambar 2.18. Karsinoma Sel Skuamosa, Keratinisasi ... 25

Gambar 2.19. Karsinoma Sel Skuamosa, Non-keratinisasi ... 26

Gambar 2.20. Sel Endoserviks Atipikal ... 26

Gambar 2.21. Sel Endoserviks Atipikal, Menyerupai Neoplastik ... 27

Gambar 2.22. Sel Endometrium Atipikal ... 28

(18)

Gambar 2.23. Adenokarsinoma Endoserviks In Situ ... 29

Gambar 2.24. Adenokarsinoma Endoserviks ... 30

Gambar 2.25. Adenokarsinoma Endometrium ... 31

Gambar 2.26. Adenokarsinoma Ekstrauterine ... 32

Gambar 4.1. Mikroskopis NILM ... 71

Gambar 4.2. CKNS (Cervicitis Kronis Non Spesifik) ... 72

Gambar 4.3. ASC-US. ... 72

Gambar 4.4. Atrophic Smear ... 72

Gambar 4.5 LSIL ... 72

(19)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1. Kerangka Teori Penelitian ... 57 Bagan 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 58 Bagan 3.1. Alur Penelitian ... 68

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Informed Consent Lampiran 2. Checklist Penelitian Lampiran 3. Lembar Observasi Pasien Lampiran 4. Hasil Analisis Univariat Lampiran 5. Kode Etik Penelitian Lampiran 6. Kartu Bimbingan Skripsi

(21)

DAFTAR SINGKATAN

AGC : Atypical glandular cell

AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome AKDR : Alat Kontrasepsi Dalam Rahim

AS : Atrophic smear

ASC : Atypical squamous cells

ASC-H : Atypical squamous cells cannot exclude an HSIL ASC-US : Atypical squamous cells of undetermined significance CACS : Cancer Anorexia Cachexia Syndrome

CIN : Cervical Intraepithelial Neoplasia CIS : Carcinoma in situ

CKNS : Cervicits Kronis Non Spesifik DES : Diethylstilbestrol

DNA : Deoxyribonucleic acid

FDA : Food and Drug Administration

FIGO : Federation of Gynecology and Obstetrics HIV : Human immunodeficiency virus

HPV : Human papillomavirus

hrHPV : High-risk human papillomavirus

HSIL : High–grade squamous intraepithelial lesion HSV 2 : Herpes Simplex Virus type 2

IUD : Intrauterine contraceptive device IVA : Inspeksi Visual dengan Asam asetat KB : Keluarga berencana

LSIL : Low–grade squamous intraepithelial lesion mRNA : Messenger ribonucleic acid

(22)

NILM : Negative for intraepithelial lesion or malignancy NOS : Not otherwise specified

USPSTF : United States Preventive Services Task Force VILI : Visual Inspection with Lugol’s Iodine

WHO : World Health Organization

(23)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Tasya Salwa Salsabilla, lahir di Palembang, pada tanggal 10 November 2000 dari Papa Tonny Apriansyah, SE, ME., dan Mama Magriani, SE, ME., sebagai putri pertama dari dua bersaudara dengan seorang adik perempuan, Syahfeea Shanum Ghazia.

Pada tahun 2005, penulis memulai pendidikan di TK Al-Akhyar kemudian dilanjutkan ke SDN 101 Muara Bungo pada tahun 2006. Enam tahun setelahnya, penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Muara Bungo. Selanjutnya, pada tahun 2015 penulis melanjutkan sekolah ke SMAN 1 Muara Bungo dan lulus pada tahun 2018. Di tahun berikutnya, penulis diterima menjadi mahasiswa di Program Studi Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.

(24)

ABSTRACT

Background: Cervical cancer is a type of cancer that develops in the cervical region. Cervical cancer is the second most common cancer and the leading cause of death in women in Indonesia. A pap smear is one of the screenings that can be applied. The purpose of this study was to identify the characteristics and descriptions of cervical smear abnormalities in women who had pap smears in Muara Sebo Village, in 2022.

Methods: This is a descriptive study that takes a cross-sectional approach by conducting interviews and observations on patients at one time, The sample in this study was taken using total sampling, which means that all populations that met the inclusion criteria were used as the research sample. The data used are primary data collected August 2022, with a total sample size of 56 patients. Then, they will be analyzed univariate by describing the characteristics and features of pap smear cytopathology which will be presented in the form of a frequency distribution table.

Result: The majority of clinical characteristics of patients were in the age group 31- 40 years, as many as 16 patients (28.5%), patients with multipara as many as 42 patients (75.0 %), patients who did not use any contraception as many as 31 patients (55.3%), non-menopause as many as 41 patients (73.2%), 33 patients (59.0%) without any complaints, 46 patients (82.2%) with no findings, 6 (10.7%) patient with gynecological disease, 2 (3.6%) patients with risky relationship, 3 patient (5.3%) who did smoke, most menarche age were in the age group more than 12 years, as many as 45 patients (80.3%) and based on the cytopathological results obtained 18 patients (32.1%) with NILM, 3 patients (5.3%) NILM-AS, 10 patients (17.9%) ASCUS -CKNS, 1 patient (1.8%) with ASCUS, 21 patients (37.5%) with CKNS- NILM, 1 patient (1.8%) with NILM-Acute Cervicitis, 1 patient (1.8%) NILM-Chronic Cervicitis ec vaginosis bacterial, and 1 patient (1.8%) Low Grade Squamous Intraepithelial Lesions (LSIL).

Conclusion: CKNS-NILM was the most common cytopathological result, followed by NILM, ASCUS-CKNS, NILM-AS, ASCUS, NILM-Acute Cervicitis, NILM-Chronic

(25)

ABSTRAK

Latar belakang: Kanker serviks merupakan suatu keganasan di daerah leher rahim.

Angka kejadian kanker serviks di Indonesia menempati urutan kedua kanker terbanyak dan penyebab kematian pada wanita. Salah satu skrining yang dapat dilakukan adalah pap smear. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik dan gambaran abnormalitas apusan leher rahim pada wanita yang melakukan pemeriksaan pap smear di Desa Muara Sebo, Tahun 2022.

Metode: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan crosssectional yakni dengan melakukan wawancara dan observasi pada pasien dengan pengambilan data yang dilakukan dalam satu waktu, sampel dalam penelitian ini diambil menggunakan total sampling yang artinya semua populasi yang memenuhu kriteria inklusi dijadikan sampel penelitian. Data yang digunakan berupa data primer yang diperoleh pada bulan Agustus tahun 2022 dengan total sampel sebanyak 56 pasien.

Selanjutnya akan dilakukan analisis univariat dengan mendeskripsikan karakteristik dan gambaran sitopatologi pap smear yang akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil: Karakteristik klinis pasien paling banyak adalah kelompok usia 31-40 tahun yaitu sebanyak 16 pasien (28.5%), pasien dengan multipara sebanyak 42 pasien (75.0%), pasien yang tidak menggunakan kontrasepsi apapun sebanyak 31 pasien (55.3%), pasien non-menopause sebanyak 41 pasien (73.2%), pasien yang tidak memiliki keluhan apapun sebanyak 33 pasien (59.0%), pasien yang tidak didapatkan temuan apapun sebanyak 46 pasien (82.2%), pasien dengan riwayat penyakit ginekologi sebanyai 6 pasien (10.7%), pasien yang memiliki riwayat hubungan berisiko sebanyak 2 pasien (3.6%), pasien dengan riwayat merokok sebanyak 3 pasien (5.3%), kelompok usia menarche terbanyak pada pasien adalah usia lebih dari 12 tahun sebanyak 45 pasien (80.3%) dan berdasarkan hasil sitopatologinya diperoleh 18 pasien (32.1%) dengan NILM, 3 pasien (5.3%) NILM-AS, 10 pasien (17.9%) dengan ASCUS-CKNS, 1 pasien (1.8%) ASCUS, 21 pasien (37.5%) dengan CKNS-NILM, 1 pasien (3.7%) dengan NILM-Cervisitis Akut, 1 pasien (1.8%) NILM-Cervisitis Kronik ec Vaginosis Bakterial, dan 1 pasien (1.8%) Low Grade

(26)

diikuti oleh NILM, ASCUS-CKNS, NILM AS, ASCUS, NILM-Cervisitis Akut, NILM-Cervisitis Kronik ec Vaginosis Bakterial, dan Low Grade Squamous Intraepithelial Lesions (LSIL).

Kata kunci: Gambaran, pap smear, kanker serviks.

(27)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kanker merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh perkembangan sel abnormal dan tidak terkontrol di dalam tubuh. Kematian yang disebabkan oleh kanker berkembang dengan cepat diseluruh dunia perihal ini diakibatkan oleh penuaan, perkembangan populasi, serta pergantian dalam prevalensi dan distribusi aspek risiko utama kanker, di antara lain berhubungan dengan pertumbuhan sosial ekonomi. Menurut data World Health Organization, kanker merupakan pemicu kematian terbanyak kedua yang terjadi di seluruh dunia.1

Kanker serviks adalah suatu keganasan pada leher rahim yang terjadi karena pertumbuhan tidak normal dari jaringan epitel serviks akibat adanya infeksi human papillomavirus (HPV) tipe high risk (HR-HPV) onkogenik yang terjadi terus menerus, virus ini umumnya ditularkan melalui hubungan seksual, wanita dengan pasangan seksual lebih dari satu dan wanita yang memulai hubungan seksual sebelum usia 18 tahun berisiko terkena kanker serviks lima kali lipat, hal ini disebabkan sel kolumnar serviks lebih sensitif terhadap metaplasia selama usia dewasa. Infeksi HR-HPV terutama HPV tipe 16 dan 18, adalah penyebab utama terjadinya lesi pra-ganas dan ganas pada kanker serviks invasive.

Beberapa wanita yang terinfeksi virus ini dapat sembuh dengan sendirinya dan umumnya tidak bergejala, namun jika infeksi terjadi terus menerus maka akan menyebabkan terjadinya kanker serviks. 2

Menurut data World Health Organization (WHO), kanker serviks menempati urutan ke empat sebagai penyebab kematian terbanyak pada wanita di seluruh dunia dengan perkiraan 570.000 wanita terdiagnosis kanker serviks dan 311.000 wanita meninggal akibat kanker serviks pada tahun 2018. Indonesia menempati urutan ke-8 di Asia Tenggara dan urutan ke-23 di Asia berdasarkan angka kejadian kanker. Kejadian kanker leher rahim atau kanker serviks yang

(28)

2

terjadi di Indonesia sebesar 23,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 13,9 per 100.000 penduduk.3,4

Beberapa alasan yang menyebabkan angka kejadian kanker serviks masih tinggi di Indonesia, salah satunya terkait dengan Indonesia yang merupakan negara dengan penghasilan rendah hingga menengah. Konsumsi alkohol, rendahnya tingkat konsumsi buah dan sayur, dan infeksi virus Human Papillomavirus (HPV) serta pengetahuan dan sikap masyarakat yang kurang sensitif dalam menjaga kesehatan organ reproduksi dan kurangnya minat masyarakat untuk melakukan deteksi dini juga merupakan penyebab dari tingginya angka kejadian kematian akibat kanker dibandingkan dengan yang terjadi di negara berpenghasilan tinggi. 5,6

Beberapa usaha pengendalian kejadian kanker serviks dapat dilakukan dengan pencegahan primer berupa vaksinasi HPV dan pencegahan sekunder berupa tes skrining kanker serviks seperti pemeriksaan sitologi papanicolaou (Pap test) dan inspeksi visual dengan asam astetat (IVA). Pap smear dan Tes IVA merupakan pemeriksaan skrining yang paling sering digunakan untuk mendeteksi kanker serviks sedini mungkin. Skrining dengan Pap smear mempunyai sensitifitas 84.2% dan spesifisitas 62.1%, Beberapa penelitian menyebutkan bahwa dengan pencegahan sekunder ini dapat menurunkan angka kematian dan memperpanjang kelangsungan hidup secara signifikan.7

Indonesia telah menerapkan pemeriksaan pap smear sebagai salah satu cara untuk mendeteksi dini kanker serviks. Berdasarkan data Kementrian kesehatan, program deteksi dini kanker serviks ini ditargetkan untuk 80% perempuan berusia 30-50 tahun. pemeriksaan pap smear ini bertujuan untuk menemukan lesi pra kanker dan mengetahui apakah terdapat perubahan pada sel-sel leher rahim.

Provinsi Jambi merupakan salah satu provinsi yang telah menerapkan pap smear sebagai skrining kanker serviks dan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fairuz et al (2020) di Puskesmas Sungai Duren wilayah Jambi didapatkan hasil gambaran sitopatologi yaitu terbanyak 37,0% dengan NILM with non- specific chronic cervical, 34,0% dengan NILM, 20,0% dengan ASC-US, 7,0%

(29)

3

dengan atrophic smear NILM , 1,0% dengan LSIL, dan 1,0% dengan moderate dysplasia (HSIL).7,8

Berdasarkan uraian tersebut yang menunjukkan terjadinya peningkatan prevalensi kanker serviks dan pap smear sebagai salah satu metode skrining kanker serviks, maka peneliti ingin melakukan penelitian yang berjudul “Gambaran Kliniko-Sitopatologi Apusan Leher Rahim di Desa Muara Sebo”. Desa Muara Sebo merupakan Desa binaan Universitas Jambi dan di Desa tersebut belum pernah dilaksanakan pemeriksaan pap smear dengan demikian diharapkan pemeriksaan pap smear dapat terus berlanjut pada kesempaatan berikutnya di Desa Muara Sebo.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran kliniko sitopatologi apusan leher rahim di Desa Muara Sebo?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui karakteristik dan gambaran sitologi apusan leher rahim di Desa Muara Sebo.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik pasien meliputi usia, paritas, jeniskontrasepsi dan lamanya, status menopause, keluhan, riwayat penyakit ginekologi dan kanker payudara pada pasien dan keluarga, status lokalis, usia kejadian menarche, riwayat hubungan seksual berisiko, dan riwayat merokok pada pasien yang melakukan pemeriksaan pap smear di Desa Muara Sebo.

b. Untuk mengetahui gambaran sitologi apusan leher rahim pada pasien yang melakukan pemeriksaan pap smear di Desa Muara Sebo.

(30)

4

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti

a. Dengan penelitian ini peneliti bisa menerapkan dan memanfaatkan ilmu yang didapatkan selama pendidikan serta menambah pengetahuan dan pengalaman dalam membuat penelitian ilmiah.

b. Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan peneliti tentang karakteristik dan gambaran sitologi apusan leher rahim pada wanita yang melakukan pemeriksaan pap smear.

1.4.2 Bagi Institusi Penelitian

a. Sebagai informasi atau masukan tentang karakteristik dan gambaran sitologi apusan leher rahim pada wanita yang melakukan pemeriksaan pap smear.

b. Dijadikan pertimbangan dalam membuat kebijakan-kebijakan di bidang kesehatan dimasa yang akan datang khususnya dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebagai skrining kanker serviks.

1.4.3 Bagi Peneliti Lain

Sebagai bahan bagi penelitian selanjutnya yang sejenis atau penelitian lain yang memakai penelitian ini sebagai bahan rujukannya.

1.4.4 Bagi Masyarakat

Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait manfaat dan prosedur pemeriksaan pap smear, sehingga jangkauan pemeriksaan pap smear dapat ditingkatkan serta angka kematian akibat kanker serviks dapat berkurang.

(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Histologi Serviks 2.1.1 Anatomi Serviks

Serviks atau leher rahim adalah organ reproduksi perempuan yang terletak di bagian dasar dari uterus dengan bentuk seperti silinder yang lebar, memiliki panjang berukuran 2 – 3,5 cm dan terdapat saluran sempit pada bagian tengah yang disebut kanalis servikalis yang merupakan penghubung antara uterus dan rahim. Serviks uteri terbentuk oleh susunan jaringan ikat, otot polos dan pembuluh darah. Dalam keadaan normal korpus uteri akan melengkung ke arah depan (anteflexi pada serviks uteri) pada permukaan atas dari kandung kemih yang kosong. Selain itu, serviks uteri juga membentuk sudut ke arah depan (anteversi) pada vagina sehingga ujung inferiornya mengarah ke bagian atas aspectus anterior dari vagina.

Ujung serviks uteri yang berbentuk kubah yang menonjol ke dalam vagina dan terdapat sebuah saluran atau fornix vagina yang terbentuk mengelilingi tepi serviks uteri sehingga fornix uteri bergabung dengan dinding vagina.

Canalis cervicis uteri yang berbentuk seperti tabung terbuka, ke bawah sebagai ostium uteri externum menuju rongga vagina dan ke atas sebagai ostium uteri internum menuju cavitas uteri.9

Gambar 2.1. Uterus dan Vagina. A. Sudut anteflexi dan sudut anteversi, B. Serviks uteri menonjol ke dalam vagina.9

(32)

6

Gambar 2.2. Vagina. A. Setengah bagian kiri pelvis, B. Fornix vaginadan serviks uteri dilihat dengan spekulum.9

2.1.2 Histologi Serviks

Serviks merupakan bagian dasar dari uterus yang memiliki bentuk seperti silinder. Terdapat perbedaan pada struktur histology serviks dengan bagian uterus lainnya. Mukosa endocervical dilapisi oleh epitel selapis silindris penghasil mukus atau cairan pada lamina propria yang tebal, bercabang, dan terdapat pula kelenjar pada serviks yang disebut dengan kelenjar serviks.10

Struktur yang disebut ostium externum dilapisi oleh mukosa eksoserviks yang memiliki epitel gepeng berlapis di dalamnya dan menonjol kedalam vagina bagian atas. 10

Dalam pengaruh progesteron, kestabilan dari perubahan mukus serviks terjadi secara siklik juga berperan penting dalam pembuahan dan periode kehamilan dini. Saat fase ovulasi, sekresi mukosa menjadi lebih banyak dan berair, tujuannya adalah untuk mempermudah pergerakan sperma selama berada di dalam uterus. Saat fase luteal akan terbentuk mukus yang konsistensinya lebih kental dan tujuannya adalah untuk menghalangi jalan masuk sperma. Selama periode kehamilan, kelenjar serviks berkembang biak dan mensekresi mukus yang sangat kental dan membentuk sebuah plug dalam saluran serviks.10

(33)

7

Selama masa kehamilan, serviks relatif menjadi lebih kaku, tujuannya adalah untuk membantu dalam mempertahankan fetus di dalam uterus. Sebelum proses kelahiran, terjadi penipisan serviks yaitu jaringan ikat mengalami remodeling ekstensif dan penghapusan kolagen signifikan sebagian dimediasi oleh makrofag. Hal ini menyebabkan serviks melunak, dilatasi canalis cervical sehingga kelahiran terjadi lebih mudah.10

Gambar 2.3. Histologi Serviks.10 2.2 Sitologi Serviks ( Pap Smear )

Pap smear merupakan salah satu metode skrinning kanker serviks yang pertama kali dgunakan pada tahun 1943. Skrining ini ditemukan oleh George Papanicolaou sehingga dikenal dengan istilah pap smear. Cara kerja dari tes pap smear ini adalah dengan mengumpulkan sel-sel di dekat zona transisi serviks yang kemudian akan dinilai apakah terdapat sel yang mengalami perubahan menjadi sel pra kanker diantara sel-sel yang telah dikumpulkan di dekat zona transisi serviks tersebut yang dilihat dengan menggunakan mikroskop. Setelah itu, tes pap smear ini menjadi standar emas dalam skrining kanker serviks sedini mungkin dan masih menjadi alat skrining utama yang dilakukan hingga saat ini. 11,12

2.2.1 Tujuan Pemeriksaan Pap Smear

Pemeriksaan pap smear yang digunakan sebagai salah satu alat skrining dini dari kanker serviks bertujuan untuk: 13

a. Menemukan apakah terdapat sel-sel yang tidak normal yang dapat berkembangmenjadi kanker serviks.

(34)

8

b. Mendeteksi adanya tanda-tanda pra kanker pada leher rahim.

c. Mengetahui kelainan-kelainan yang terjadi pada sel-sel kanker serviks.

d. Mengetahui tingkat keganasan serviks.

2.2.2 Manfaat Pap Smear

Evaluasi sitohormonal, mendiagnosis peradangan baik akut atau kronis, dan mengidentifikasi organisme penyebab peradangan, serta mendiagnosis kelainan pra kanker (displasia)serviks dan kanker serviks dini atau lanjut merupakan manfaat dari dilakukannya pemeriksaan pap smear.13 2.2.3 Indikasi

Setiap wanita yang sudah menikah atau sudah pernah melakukan hubungan seksual aktif sehendaknya wajib untuk melakukan pemeriksaan pap smear. Adapun berikut merupakan beberapa faktor risiko pada wanita yang harus malakukan pemeriksaan pap smear: 14

a. Wanita yang sudah melakukan hubungan seksual sebelum usia 20 tahun.

b. Wanita dengan pasangan seksual yang banyak (Multiple).

c. Wanita dengan riwayat penyakit menular seksual.

d. Wanita dengan keluhan perdarahan setiap berhubungan seksual.

e. Wanita dengan keluhan keputihan atau dengan rasa gatal pada vagina.

f. Wanita yang telah mengalami menopause dan mengeluarkan darah pervaginam.

g. Wanita perokok aktif.

h. Wanita dengan riwayat penggunaan alat kontrasepsi lebh dari 5 tahun, terutama pada wanita dengan penggunaan IUD dan pil KB.

(35)

9

United States Preventive Services Task Force (2018) melakukan revisi terhadap rekomendasi yang diberikannya.Untuk wanita yang berusia 21 hingga 29 tahun skrining kanker serviks dilakukan setiap 3 tahun dengan sitologi serviks saja. Kemudian wanita berusia 30 hingga 65 tahun USPSTF merekomendasikan skrining setiap 3 tahun dengan sitologi serviks saja, setiap 5 tahun dengan pengujian hrHPV saja, atau setiap 5 tahun dengan pengujian hrHPV yang kemudian dikombinasikan dengan sitologi (pengujian bersama). USPSTF merekomendasikan tidak melakukan skrining kanker serviks pada wanita yang berusia kurang dari 21 tahun dan tidak melakukan skrining kanker serviks pada wanita yang berusia lebih dari 65 tahun yang telah menjalani skrining sebelumnya secara memadai dan sebaliknya tidak berisikotinggi terkena kanker serviks.11

2.2.4 Syarat Pemeriksaan Pap Smear

Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan tes pap smear, yaitu sebagai berikut:13

a. Pengambilan sampel dianjurkan minimal dua minggu setelah dan sebelum haidsebelumnya.

b. Pasien diminta mengatakan hal yang sejujur-jujurnya mengenai aktivitasseksualnya.

c. Pasien yang melakukan pemeriksaan pap smear dilarang berhubungan seksualselama 24 jam sebelum pengambilan sampel.

d. Dilarang melakukan pembilasan vagina menggunakan bahan kimia dalam 24jam sebelumnya.

e. Pasien harus menghindari penggunaan obat-obatan yang tidak menunjang tes pap smear.

2.2.5 Prosedur Pemeriksaan Pap Smear

Beberpa langkah yang harus dilakukan dalam pemeriksaan pap smear, yaitu sebagai berikut:13

(36)

10

1. Persiapkan alat yang diperlukan yaitu, kapas antiseptik, spekulum cocor bebek, spatula Ayre, kapas lidi/cytobrush, etil alkohol 95%, penjepit kasa, kaca objek dan label nama.

2. Persiapkan alat yang dipakai pemeriksa yaitu, handuk bersih dan kering.

3. Persiapkan pasien. Minta pasien untuk mengosongkan kandung kemih dan melepas pakaian bagian bawah terlebih dahulu, lalu persilahkan pasien untuk berbaring di meja pemeriksa, kemudian minta pasien berbaring dalam posisi litotomi selanjutnya hidupkan lampu sorot dan arahkan ke bagian yang akan diperiksa.

4. Cuci tangan sebelum melakukan pemeriksaan, keringkan dengan handuk, dangunakan sarung tangan.

5. Pemeriksa duduk pada tempat yang telah tersedia lalu melakukan inspeksi pada daerah vulva dan perineum.

6. Pasang speculum kemudian atur posisinya hingga lumen vagina dan serviks terlihat jelas, lalu lihat ukuran dan juga warna dari porsio, dinding dan cairan vagina.

7. Sampel pertama diambil dari bagian porsio

(ektoserviks) dengan menggunakan spatula Ayre. Putar spatula 360°

pada permukaan porsio.

8. Sediaan yang telah didapat kemudian dioleskan pada gelas objek.

9. Sampel kedua diambil pada bagian endoserviks dengan menggunakan kapas lidi. Putar kapas lidi 360° sebanyak satu sampai dua putaran.

10. Sediaan yang didapat dioleskan lagi pada gelas objek yang sama namun pada tempat yang berbeda dari sampel pertama, usahakan jangan sampai bertumpuk antara sampel pertama dan kedua.

11. Lakukan fiksasi sebelum sampel mengering. Fiksasi bisa dilakukan dengan menggunakan spray yang disemprotkan dari jarak 20-25 cm atau bisa jugadengan merendam pada wadah yang mengandung etil alkohol 95% dalamwaktu 15 menit, kemudian biarkan kering.

12. Apabila sudah kering berikan label dan kemudian sediaan dikirimkan

(37)

11

ke ahli patologi anatomi.

2.2.6 Sistem Pelaporan Sitologi

Terdapat beberapa sistem dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan pap smear, yaitu sistem Papanicolaou, sistem CIN (Cervical Intraepithelial Neoplasia), dan sistem Bethesda.

1. Klasifikasi Papanicolaou

Dalam klasifikasi Papanicolaou terdapat 5 kelas, yaitu:13

a. Kelas I : sel abnormal tidak ditemukan

b. Kelas II : gambaran sitologi atipik tapi tidak ada bukti keganasan

c. Kelas III : gambaran sitologi yang dicurigai adalah suatu keganasan,displasia ringan sampai sedang

d. Kelas IV : gambaran sitologi dengan displasia berat e. Kelas V : gambaran sitologi menunjukkan keganasan

2. Sistem CIN (Cervical Intraepithelial Neoplasia)

Sistem CIN pertama kali diperkenalkan oleh Richart RM pada tahun 1973 di Amerika Serikat. Pada sistem ini, hasil uji pap smear dikelompokkan sebagai berikut:13

a. CIN I : displasia ringan di mana ditemukan sel neoplasma

pada < 1/3 lapisan epitelium

b. CIN II : displasia sedang di mana melibatkan 2/3 epithelium

c. CIN III : displasia berat atau carcinoma in situ di mana telah melibatkan sampai ke basement membran dari epithelium

(38)

12

3. Klasifikasi Bethesda

Klasifikasi Bethesda pertama kali diperkenalkan pada tahun 1988.

Kemudian setelah melalui beberapa pembaharuan, saat ini revisi 2014 merupakan yang terbaru.15

Jenis spesimen : menunjukkan apusan konvensional atau berbasis cairan ataulainnya.15

Kecukupan spesimen : menunjukkan apakah itu memuaskan untuk dievaluasiatau tidak memuaskan untuk evaluasi.15

Kategori umum:15

a. NILM (Negative for Intraepithelial Lesion or Malignancy) b. Lainnya (lihat interpretasi / hasil)

c. Abnormalitas sel epitel (lihat interpretasi / hasil) Interpretasi / Hasil:15

a. Negative for Intraepithelial Lesion or Malignancy 15

Jika tidak ada bukti neoplasia seluler, ada atau tidaknya organisme atautemuan non-neoplastik lainnya.15

TEMUAN NON-NEOPLASTIK15 1. Variasi seluler non-neoplastik

- Metaplasia skuamosa - Perubahan keratotik - Metaplasia tuba - Atrofi

- Perubahan terkait kehamilan 2. Perubahan seluler reaktif

- Inflamasi (termasuk perbaikan tipikal)

(39)

13

- Servisitis limfositik (folikuler) - Radiasi

- Alat kontrasepsi dalam rahim (IUD) 3. Sel kelenjar pasca histerektomi

ORGANISME15

1. Trichomonas vaginalis 2. Candida spp.

3. Vaginosis bakterial 4. Actinomyces spp.

5. Perubahan sel sesuai dengan Herpes Simplex Virus 6. Perubahan sel sesuai dengan Cytomegalovirus b. Lainnya15

1. Sel endometrium (pada wanita usia ≥ 45 tahun) c. Abnormalitas sel epitel15

SEL SKUAMOSA15 1. Sel skuamosa atipikal

- dengan signifikansi yang belum ditentukan (ASC-US) - tidak dapat mengecualikan HSIL (ASC-H)

2. Lesi intraepitelial skuamosa derajat rendah (LSIL) (meliputi: HPV / displasia ringan / CIN 1)

3. Lesi intraepitelial skuamosa derajat tinggi (HSIL)

(meliputi: displasia sedang dan berat, CIS; CIN 2 dan CIN 3) - dengan fitur yang mencurigakan untuk invasi (jika

dicurigai adainvasi) 4. Karsinoma sel skuamosa

(40)

14

SEL GLANDULAR15 1. Atipikal

- sel endoserviks (NOS atau not otherwise specified) - sel endometrium (NOS atau not otherwise specified) - sel glandular (NOS atau not otherwise specified) 2. Atipikal

- sel endoserviks, menyerupai neoplastik - sel glandular, menyerupai neoplastik 3. Adenokarsinoma endoserviks in situ 4. Adenokarsinoma

- Endoserviks - Endometrium - Extrauterine

- Not otherwise specified (NOS) 2.2.7 Klasifikasi Bethesda

2.2.7.1 NILM (Negative for Intraepithelial Lesion or Malignancy)

Spesimen yang tidak diikuti dengan kelainan epitel dilaporkan sebagai negatif untuk lesi intraepitelial atau keganasan, atau yang biasa disingkat dengan NILM. Jika temuan non- neoplastik opsional dilaporkan, NILM masih harus dimasukkan sebagai interpretasi umum atau sebagai kategorisasi umum untuk menghindari ambiguitas.15

(41)

15

TEMUAN NON-NEOPLASTIK

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

Gambar 2.4. Variasi seluler non-neoplastik. (a) Metaplasia skuamosa, (b) & (c) Perubahan keratotik, (d) Metaplasia tuba, (e) & (f) Atrofi.15

(a) (b)

(c) (d)

(42)

16

Gambar 2.5. Perubahan seluler reaktif. (a) Perubahan seluler reaktif-reparatif (b) Servisitis limfositik (folikuler) (c) Radiasi (d) Intrauterine device (IUD).15

Gambar 2.6. Sel glandular pasca histerektomi.15

ORGANISME

Trichomonas vaginalis

Kriteria: Merupakan organisme sianofilik yang berbentuk menyerupai buah pir, oval atau bulat dengan luas sekitar 15 hingga 30 μm2. Inti terlihat pucat, vesikuler, dan letaknya eksentrik. Sering terlihat granul sitoplasma eosinofilik. Kadang terlihat flagela. Lepothrix tampak berhubungan dengan T. vaginalis. Perubahan latar belakang meliputi sel skuamosa matur dengan perinuclear halo berukuran kecil (“trich change”) dan sekelompok neutrofil 3 dimensi (“polyballs”).15

Gambar 2.7. Trichomonas vaginalis dan Leptothrix.15

(43)

17

Organisme Jamur (Candida spp.)

Kriteria: Budding yeast (3-7 μm) dan / atau pseudohyphae; dengan pseudohyphae yang panjang, terdiri dari banyak sel, dan bersifat eosinofilik hingga coklat abu-abu pada pulasan Papanicolaou. Pseudohyphae ini terbentuk oleh ekstensi sitoplasma dari budding yeasts, Sering terlihat inti leukosit yang terfragmentasi dan sekelompok sel epitel skuamosa yang

“ditombak” oleh pseudohyphae dan disatukan dalam rouleaux.15

Gambar 2.8. Candida species.15 Vaginosis bakterial

Kriteria: Merupakan sel skuamosa individu yang tertutupi oleh lapisan coccobacilli yang memudarkan membran sel, membentuk clue cells.

Sebagian besar sel inflamasi menunjukkan vaginitis dibanding vaginosis.

Tidak terdapat laktobasilusyang mencolok.15

Gambar 2.9. Bakteri-coccobacilli. Vaginosis bakterial.15

(44)

18

Actinomyces spp.

Kriteria: Terlihat bongkahan kusut dari organisme filamentous, sering terlihat dengan percabangan sudut akut, yang dikenal sebagai kelompok “cotton ball”. Filamen terkadang memiliki distribusi radial dan terlihat tidak beraturan atau yang biasa disebut dengan “woolly body”.

Dapat ditemukan sekelompok leukosit yang melekat pada mikrokoloni organisme dengan filamen yang pejal atau “clubs” di pinggiran. Sering terlihat respon inflamasi akut diikuti dengan leukosit polimorfonuklear.15

Gambar 2.10. Bacteria morphologically consistent with Actinomyces.15 Perubahan Sel dengan Herpes Simplex Virus

Kriteria: Inti terlihat seperti “ground-glass” hal ini terjadi karena partikel virus intranuklear dan peningkatan selubung inti yang disebabkan oleh marginasi perifer dari kromatin. Inklusi intranuklear eosinofilik padat (cowdry) yang dikelilingi oleh zona bening bervariasi atau yang dikenal dengan sebutan halo dan dapat terlihat pada infeksi primer atau rekuren. Sel epitel berukuran besar dan memiliki banyak inti dengan karakteristik yang tidak selalu ada yaitu molded nuclei.15

(45)

19

Perubahan Sel dengan Cytomegalovirus

Kriteria: Terlihat pembesaran ukuran dari sel dan inti. Inklusi virus intranuklear eosinofilik yang berukuran besar diikuti dengan halo yang menonjol. Inklusi basofilik, sitoplasma berukuran kecil juga ditemukan.15

Gambar 2.12. Cytomegalovirus.15 2.2.7.2 Lainnya

Sel Endometrium yang Terkelupas

Kriteria : Memiliki sel yang berukuran kecil dan sering kali tersusun erat, menyerupai sekelompok bola, jarang tersusun sebagai sel yang terisolasi. Terdapat inti yang berukuran kecil, luasnya mirip dengan inti sel skuamosa menengah normal.15

Gambar 2.13. Sel Endometrium yang Terkelupas.15

(46)

20

2.2.7.3 Abnormalitas Sel Epitel SEL SKUAMOSA

ASC-US (Atypical Squamous Cells of Undetermined Significance)

Gambar 2.14. Atypical squamous cells of undetermined significance (ASC-US).15 ASC-US mengarahkan pada perubahan yang mengacu pada LSIL.

Kriteria ASC-US: Luas inti sekitar dua setengah sampai tiga kali dari luas inti sel skuamosa menengah normal (kira-kira 35 mm2) atau dua kali ukuran inti sel metaplastik skuamosa (sekitar 50 μm2). Terjadi sedikit peningkatan rasio inti dan sitoplasma. Hiperkromasi inti sedikit dan distribusi kromatin yang tidak teratur. Kelainan inti dihubungkan dengan sitoplasma orangeophilic padat (“atypical parakeratosis”), perubahan sitoplasma menunjukkan efek sitopatik HPV (incomplete koilocytosis) – yang terdiri atas halo sitoplasma atau vakuola sitoplasama yang tidak terlalu jelas seperti koilosit tetapi tidak ditemukan atau sedikit perubahan inti yang terjadi bersamaan.15

ASC-H (Atypical Squamous Cells Cannot Exclude an HSIL)

Gambar 2.15. Atypical squamous cells cannot exclude an HSIL(ASC-H).15 ASC-H adalah sebutan yang digunakan untuk bagian kecil dari

(47)

21

ASC) di mana terdapat perubahansitologi sugestif dari HSIL.15

Sel ASC-H umumnya jarang ditemukan. Namun terdapat beberapa pola yang terkadang ditemukan, beberapa diantaranya yaitu, sel metaplastik imatur atipikal, lembaran sel yang penuh sesak, perbaikan atipikal yang nyata, atrofi parah, perubahan pasca radiasi yang mengkhawatirkan akan rekuren atau menjadi karsinoma residual.15

LSIL (Low-grade Squamous Intraepithelial Lesion)

Pergantian sel skuamosa yang berkaitan dengan terbentuknya peradangan yang disebabkan oleh HPV, terdiri dari displasia ringan serta CIN 1. Sebagian penelitian menampilkan kriteria morfologik untuk membedakan “koilositosis” dari displasia ringan ataupun CIN 1 yang bermacam-macam di antara para peneliti serta kurang signifikan secara klinis. Tidak hanya itu, kedua lesi tersebut juga memiliki tipe HPV yang sama, serta sikap biologis dan manajemen klinis yang sama pula, sehingga menunjang istilah umum LSIL.15

|

Gambar 2.16. Low–grade squamous intraepithelial lesion (LSIL).15 Kriteria LSIL:15

a. Sel terlihat tunggal, berkelompok, dan dalam lembaran.

b. Perubahan sitologi umumnya terbatas pada sel skuamosa dengan sitoplasma tipesel skuamosa menengah atau superfisial yang matur.

(48)

22

c. Secara keseluruhan sel memiliki ukuran yang besar, dengan sitoplasma berbatas tegas dan matur.

d. Pembesaran inti menjadi lebih dari tiga kali luas inti menengah normal dan membentuk rasio inti ke sitoplasma yang rendah tetapi sedikit meningkat.

e. Biasanya inti bersifat hiperkromatik tetapi ada beberapa juga yang bersifat normokromatik.

f. Inti terlihat memiliki ukuran yang beragam (anisonucleosis).

g. Kromatin didistribusikan secara serupa dan berkisar dari butiran kasar hinggakotor atau sangat buram.

h. Kontur membran inti beragam mulai dari yang halus hingga yang sangat tidakteratur dengan takik.

i. Binukleasi dan multinukleasi umunya terjadi.

j. Nukleolus biasanya tidak ditemukan atau jika ada biasanya tidak terlihat.

k. Ciri khas fitur sitopatik virus teristik ialah koilositosis atau kavitas perinuklear yang terdiri dari zona perinuklear yang jelas, luas dan berbatas tajam, dan tepi perifer dari sitoplasma yang padat, tetapi tidak diperlukan untuk interpretasi LSIL.

l. Sel dapat menunjukkan peningkatan keratinisasi dengan sitoplasma eosinofilik, padat dengan sedikit atau tidak ada bukti koilositosis.

m. Sel dengan koilositosis atau orangeophilic padat juga harus menunjukkan kelainan inti untuk diagnosis LSIL; halo perinuklear atau jernih tanpa adanya kelainan inti tidak memenuhi syarat untuk interpretasi LSIL.

HSIL (High-grade Squamous Intraepithelial Lesion) Kriteria HSIL:15

a. Sel- sel HSIL berukuran lebih kecil serta menampilkan sitoplasma

(49)

23

matur yang lebih sedikit dari pada sel- sel LSIL.

b. Sel terlihat tunggal, dalam lembaran, ataupun dalam agregat mirip syncytial.

c. Agregat syncytial dari sel displastik bisa menimbulkan kelompok yang padat hiperkromatin.

d. Meskipun sel secara keseluruhan bermacam- macam, secara umum, sel HSIL lebih kecil dari sel- sel LSIL. Lesi tingkatan tinggi umumnya memiliki sel jenis basal yang cukup kecil.

e. Derajat pembesaran inti lebih bermacam- macam dari yang tampak di LSIL.

f. Rasio inti terhadap sitoplasma lebih besar pada HSIL dibanding dengan LSIL.

g. Inti biasanya hiperkromatik namun terdapat sebagian normokromatik ataupun hipokromatik.

h. Kromatin berbutir halus ataupun kasar serta terdistribusi secara menyeluruh.

i. Kontur membran inti sangat tidak teratur serta sering tampak lekukan yang menonjol.

j. Umumnya tidak terdapat nukleolus, tetapi terkadang dapat terlihat, terutama saat HSIL meluas ke ruang kelenjar endoserviks atau di latar belakang reaktif maupun perubahan reparatif.

k. Tampilan sitoplasma bermacam-macam; dapat tampak imatur, berenda, dan halus ataumetaplastik padat; tidak jarang tampak sitoplasma matur dan padat keratin (keratinisasi HSIL).

(50)

24

Gambar 2.17. High–grade squamous intraepithelial lesion (HSIL).15 Karsinoma Sel Skuamosa

Sesuai dengan yang didefinisikan dalam terminologi WHO 2014, karsinoma sel skuamosa merupakan sebuah tumor epitelial invasif yang terdiri atas sel skuamosa dari berbagai tingkatan yang berbeda.15

Sistem Bethesda sebenarnya tidak membagi karsinoma sel skuamosa, tetapi untuk tujuan deskriptif maka karsinoma keratinisasi dan non-keratinisasi dibahas secara terpisah.15

Karsinoma Sel Skuamosa Keratinisasi Kriteria:15

a. Merupakan sel tunggal yang terisolasi serta lebih jarang dalam agregasi sel.

b. Variasi yang ditandai dalam ukuran dan bentuk seluler adalah tipikal, dengan sel berekor dan spindel yang sering mengandung sitoplasma orangeophilic padat.

c. Sering ditemui daerah inti yang bermacam-macam, membran inti yang tidak teratur, dan banyak inti buram padat.

d. Pola kromatin, jika tampak, berbutir kasar dan terdistribusi secara tidak teratur dengankromatin yang jernih.

e. Makronukleoli bisa terlihat namun lebih jarang terjadi dibanding skuamosanon-keratinisasi karsinoma sel.

f. Pergantian keratotik terpaut (hiperkeratosis atau parakeratosis) bisa

(51)

25

ditemukan namun tidak cukup untuk interpretasi karsinoma bila tidak terdapat kelainan inti.

g. Diatesis tumor bisa ditemukan namun umumnya kurang daripada yang tampak padakarsinoma sel skuamosa non-keratinisasi.

Gambar 2.18. Karsinoma Sel Skuamosa, Keratinisasi.15 Karsinoma Sel Skuamosa Non-keratinisasi

Kriteria:15

a. Sel terlihat tunggal atau dalam agregat syncytial dengan batas sel yang tidak jelas.

b. Sel terlihat cenderung lebih kecil daripada kebanyakan HSIL, namun menunjukkan sebagian besar fitur HSIL.

c. Inti menampilkan distribusi yang sangat tidak teratur dari kromatin yang menggumpal secara kasar dengan kromatin jernih.

d. Nukleoli bisa menonjol.

e. Sering terlihat diatesis tumor yang terdiri dari puing-puing nekrotik danelemen darah yang rusak.

(52)

26

Gambar 2.19. Karsinoma Sel Skuamosa, Non-keratinisasi.15 SEL GLANDULAR

Sel Endoserviks Atipikal

Gambar 2.20. Sel Endoserviks Atipikal.15 Kriteria:15

a. Sel ada didalam lembaran serta strip dengan sebagian sel yang berkumpul,inti tumpang tindih, dan/ataupun pseudostratifikasi.

b. Terjadi pembesaran inti, sampai 3 hingga 5 kali luas inti endoserviks normal.

c. Ukuran dan bentuk inti beragam.

d. Terjadi hiperkromasi inti ringan.

e. Derajat ketidakteraturan kromatin ringan.

f. Kadang ditemui nukleolus.

g. Gambaran mitosis jarang terjadi.

h. Sitoplasma bisa lumayan melimpah, namun rasio inti dan sitoplasma

(53)

27

bertambah.

i. Batas sel yang berbeda biasa tampak.

Sel Endoserviks Atipikal, Menyerupai Neoplastik Kriteria:15

a. Sel yang tidak normal terjadi pada lembaran dan strip dengan inti yang berkumpul,tumpang tindih, dan / atau pseudostratifikasi

b. Kelompok sel yang tidak biasa atau langka dengan rosette (formasi kelenjar) atau bulu-bulu.

c. Nukleus membesar dan umumnya memanjang dengan beberapa hiperkromasi.

d. Kromatin kasar dengan heterogenitas.

e. Sesekali mitosis sering terjadi dan / atau ditemukan apoptosis.

f. Rasio inti ke sitoplasma meningkat.

g. Batas sel mungkin tidak jelas.

Gambar 2.21. Sel Endoserviks Atipikal, Menyerupai Neoplastik.15 Sel Endometrium Atipikal

Kriteria:15

a. Sel muncul dalam kelompok kecil, biasanya 5 hingga 10 sel per kelompok.

(54)

28

b. Inti sedikit membesar dibandingkan dengan sel endometrium normal.

c. Terjadi hiperkromasi yang ringan.

d. Heterogenitas kromatin.

e. Sesekali ditemukan nukleolus yang berukuran kecil.

f. Sitoplasma terkadang mengalami vakuolasi.

g. Batas sel tidak terihat dengan jelas.

Gambar 2.22. Sel Endometrium Atipikal.15 Adenokarsinoma Endoserviks In Situ

Kriteria:15

a. Sel timbul dalam lembaran, kelompok, strip semu, serta rosette dengan inti berkelompok dan tumpang tindih dengan hilangnya pola sarang lebah yang terdefinisi dengan baik. Sel tunggal yang tidak normal bisa ada tetapi jarang ditemukan.

b. Sebagian sel menampilkan tampilan kolumnar yang jelas.

c. Sekelompok sel mempunyai lapisan inti palisading dengan inti sel serta sitoplasma yang menonjol dari tepi ("bulu-bulu").

d. Inti membesar, ukuran beragam, serta lonjong ataupun memanjang.

e. Terjadi hiperkromasi pada inti dengan kromatin butiran kasar yang

(55)

29

tersebar menyeluruh.

f. Nukleolus umumnya kecil atau tidak terlalu mencolok.

g. Badan mitosis dan apoptosis sering terjadi.

h. Rasio inti ke sitoplasma meningkat; kuantitas sitoplasma, ataupun musinsitoplasma berkurang.

i. Latar belakang biasanya bersih (tidak ada diatesis tumor, meskipun debris inflamasi mungkin ada).

j. Sel skuamosa yang tidak normal bisa ada jika ada skuamosa yang hidup berdampingan dengan lesi.

Gambar 2.23. Adenokarsinoma Endoserviks In Situ.15

Adenokarsinoma 1. Endoserviks Kriteria:15

a. Sel abnormal yang banyak, biasanya dengan konfigurasi kolumnar.

b. Sel tunggal, lembaran dua dimensi atau cluster tiga dimensi, dan agregat syncytial.

c. Inti pleomorfik yang membesar menampilkan distribusi kromatin yang tidak teratur, kromatin yang jernih, dan ketidakteraturan dari membran inti.

(56)

30

d. Makronukleoli.

e. Sitoplasma umumnya mengalami vakuolasi halus.

f. Diatesis tumor nekrotik sering terjadi.

g. Bisa terdapat sel skuamosa yang abnormal, mewakili skuamosa yang hidup berdampingan lesi atau komponen skuamosa dari adenokarsinoma yang tampak diferensiasi skuamosa parsial.

Gambar 2.24. Adenokarsinoma Endoserviks.15 2. Endometrium

Kriteria:15

a. Sel umumnya terlihat tunggal ataupun didalam kelompok yang lebih kecil dan juga rapat.

b. Pada tumor yang berdiferensiasi dengan baik hanya terjadi sedikit pembesaran pada inti jika dibandingkan dengan sel endometrium non- neoplastik, lalu akan menjadi lebih besar dengan meningkatnya derajat tumor.

c. Ukuran inti beragam dan polaritasnya hilang.

d. Nukleus menunjukkan hiperkromasi sedang, Khususnya pada tumor derajat tinggi, kromatin tidak terdistribusi dengan teratur, dan kromatin yang jernih

e. Nukleolus kecil sampai dengan menonjol; nukleolus menjadi lebih besar denganmeningkatnya derajat tumor.

(57)

31

f. Sitoplasma umumnya sedikit, sianofilik, dan sering bervakuola.

g. Sel terisolasi atau kelompok kecil sel tumor dapat menunjukkan neutrofil intrasitoplasma, seringkali dengan tampilan menyerupai "bag of polys".

h. Tumor diatesis dengan butiran halus atau "watery" bisa ditemukan secara beragam, paling sering dalam spesimen yang dibuat secara konvensional.

(a) (b)

Gambar 2.25. Adenokarsinoma Endometrium.15 a) Adenokarsinoma Endometrium Derajat Rendah b) Adenokarsinoma Endometrium Derajat Tinggi 3. Ekstrauterine

Saat diagnosis sel dari adenokarsinoma terjadi dalam kaitannya dengan latar belakang yang bersih (tanpa diatesis) ataupun dengan morfologi yang tidak biasa untuk tumor rahim ataupun serviks, neoplasma ekstrauterin haruslah dipertimbangkan. Sumbernya masih terletak dari dalam saluran kelamin wanita termasuk ovarium serta tuba falopii. Ditemukannya kelompok papiler serta badan psammoma walaupun tidak khusus menampilkan Karsinoma Mullerian. Akibat terkelupas sel-sel ganas bisa menampilkan pergantian degeneratif. Saat diatesis dengan dugaan tumor ekstrauterin timbul, biasanya berhubungan dengan metastatis ataupun ekstensi langsung mengarah ke uterus ataupun vagina, biasanya paling sering dari usus besar atau kandung kemih. Kanker payudara juga biasa

(58)

32

timbul di serviks spesimensitologi. 15

Gambar 2.26. Adenokarsinoma Ekstrauterine.15

2.3 Kanker Serviks 2.3.1 Etiologi

Infeksi Human Papillomavirus (HPV) ditetapkan menjadi penyebab utama dari terjadinya kanker serviks. Wanita yang menderita kanker serviks (95%) dapat terinfeksi satu bahkan lebih darisubtipe HPV. Cara transmisi HPV biasanya adalah transmisi horizontal melalui vagina, sebagai akibat dari hubungan seksual. HPV yang paling umum menyebabkan terjadinya kanker serviks adalah HPV 16 yaitu sekitar 50% pada wanita dan HPV 18 yaitu sekitar 10-15% pada wanita.16

HPV risiko tinggi atau yang bersifat onkogenik (terkait kanker) yaitu, HPVtipe 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 69, dan 82. Sedangkan HPV risiko rendah atau bersifat non-onkogenik yaitu, HPV tipe 6, 11, 40, 42, 44, 54, 61, 72, dan 81.16

Tidak semua wanita yang terinfeksi HPV akan menderita kanker serviks. Biasanya wanita yang terinfeksi HPV 16 dan 18 tidak menunjukan gejala dan pada umumnya dapat sembuh dalam waktu dua tahun yang umumnya disebabkan oleh sistem imun tubuh. Sedangkan pada wanita yang memiliki infeksi persisten atau t erus menerus atau dengan faktor risiko pendamping seperti defisiensi imun atau merokok akan berisiko

(59)

33

lebih tinggi terhadap perkembangan lesi menjadi kankerinvasif.16 Berikut beberapa karakteristik klinis lain yang dapat mempengaruhiseseorang menderita kanker serviks diantaranya.16 a. Wanita dengan penyakit menular seksual seperti HIV, HSV 2.

b. Awal aktivitas seksual.

c. Pasangan seksual ganda atau yang berisiko tinggi.

d. Orang dengan imunosupresi (setelah operasi transplantasi), infeksi virus danHIV.

e. Kombinasi pemakaian kontrasepsi oral dan penggunaan progestogen.

f. Status sosial-ekonomi yang buruk dan higiene pribadi yang buruk.

g. Penggunaan tembakau.

2.3.2 Epidemiologi

2.3.2.1 Insiden dan Kematian

Kanker serviks menempati urutan ke empat sebagai penyebab kematian akibat kanker pada wanita di seluruh dunia. Pada tahun 2018, kejadian kanker serviks mencapai sekitar 569.847 dan 311.365 diantaranya mengalami kematian. Sekitar 84% orang yang menderita kanker serviks berasal dari daerah dengan sosial ekonomi yang rendah. Dengan adanya tes pap smear dan vaksinasi HPV di negara maju, insidensi dan mortalitasnya menurun sebesar 70% dalam kurun waktu 50 tahun terakhir.16

Di negara berkembang, kanker serviks menempati urutan kedua sebagi kanker yang paling umum ditemukan juga menempati urutan ketiga sebagai kanker yang menjadi penyebab kematian pada wanita. Di Amerika Serikat, diantara kanker ginekologi, penyakit ini menempati urutan ketiga dalam insidensi dan mortalitas. Perkiraan American Cancer Society mengenai kanker serviks di Amerika Serikat pada tahun 2021 yaitu, sekitar 14.480 kasus baru kanker serviks terdiagnosis dan sekitar 4.290 wanita meninggal karena penyakit tersebut. 16,17

Referensi

Dokumen terkait

implementasi , kendala yang dihadapi dan solusi yang dilakukan dalam implementasi restorative justice sebagai bentuk penyelesaian tindak pidana kecelakaan lalu lintas

Teknologi VoIP adalah cara berkomunikasi suara ( voice ) melalui jaringan Internet, sehingga komunikasi jarak jauh SLJJ maupun SLI dapat dilakukan dengan biaya

Mengadministrasikan surat Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Badan Kepegawaian Daerah dengan cara mengelompokkan dan mencatat sesuai dengan jenisnya serta menyampaikan kepada

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang digunakan untnk menguji hiptesis pengaruh variable satu terhadap variable yang lairl.. didukung oleh metode survei

Dukungan pemerintah dan pemda—termasuk oleh mitra pembangunan—dalam pengembangan sistem data dan informasi harus difokuskan untuk mendukung pelaksanaan kedua kebijakan umum

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2009 tentang Perizinan Pelaksanaan Kegiatan

Maish banyak lagi aneka kreasi jilab paris yang bisa Anda coba dirumah, salah satunya adalah cara memakai jilbab paris simple yang tidak membutuhkan waktu lama untuk memakainya,

Konsentrasi Minimum Asam Bensoat dan Asam Sorbat vang Diperlukan untuk Menghambat Pertumbuhan Kharnir dalam Makanan dan rninuman pada pH 5,0-5,5.. Khamir vang Terdapat