• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian konseptual: tenaga kerja Indonesia sebagai ibnu sabil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Kajian konseptual: tenaga kerja Indonesia sebagai ibnu sabil"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KONSEPTUAL: TENAGA KERJA INDONESIA SEBAGAI IBNU SABIL

UNTUK MEMENUHI TUGAS ILMU KALAM Dosen Pengampu: Dr. H. Dwi Surya Atmaja, M. A. dan

Wahyu Nugroho M.H

DISUSUN OLEH:

HANI FEBRIANTI 12115093

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONTIANAK

TAHUN 2022

(2)

Abstrak

Tenaga Kerja Indonesia inilah yang berhak mendapatkan zakat, sebagai ibnu sabil. Karena nasib mereka dinegeri orang yang sangat memilukan, jauh-jauh datang ke negara orang yang ingin mengais sedikit rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidup malah nmendapatkan perlakuan tidak baik dan mendapatkan kekerasan serta pelecehan. Dengan bantuan santunan ini dapat membantu mereka pulang ke kampung halaman serta memiliki bekal yang cukup selama perjalanan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi pustaka yang bertujuan untuk mengetahui ibnu sabil di era sekarang yang perlu dibantu agar mendapatkan santunan. Informasi yang diperoleh dari studi pustaka yang bersumber dari berbagai literatur atau karya sastra seperti buku. Para ulama berpendapat bahwa jika seseorang memiliki harta yang pas-pasan dan kehabisan makanan saat bepergian, mereka berhak menerima zakat. Adapun, perbedaan pendapat dari ulama para ulama, dengan asumsi tenaga kerja tersebut kaya di mana dia tinggal, dan dia dapat berutang kewajiban yang harus dibayar untuk memanfaatkan kekayaannya setelah kembali. Menurut Al-Malikiyah, orang tersebut tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan imbalan dari sumber zakat. Bahkan jika orang kaya termasuk dalam daftar Ibnu Sabil, jika dia benar-benar terputus dari harta miliknya dan masih menerimanya, Ibnu Sabil tidak memasukkannya.

Keywords: harta, ibnu sabil, musafir, tenagakerja, zakat

(3)

Pendahuluan

Orang-orang yang ikut serta dalam perkumpulan ibnu sabil saat ini adalah tenaga kerja yang terlantar di berbagai negara. Diperkirakan ada 4,5 juta transient spesialis Indonesia di luar negeri. Sebagian pekerja ialah perempuan dan bekerja di daerah asal sebagai (buruh rumahan) dan perakitan. Sisanya, adalah laki-laki, mereka bekerja sebagai pekerja peternakan, pembangunan, transportasi dan administrasi. Mengenai umur, sebagian dari tenaga kerja berada dalam usia produktif kurang lebih 18 tahun sampai 35 tahun, tetapi banyak dari tenaga kerja yang sebenarnya masih muda. Faktanya karena banyak dari mereka yang telah mendistorsi kepribadian dari rekaman- rekaman gerakannya. Nasib para tenaga kerja sungguh sengsara dengan 1.000.000 cerita sengsara. Di negara mereka sendiri mereka tidak dapat menghasilkan uang, kemudian, pada saat itu, mereka pindah ke luar negeri dengan harapan bisa menghidupi hidup mereka. (L.C. Ahmad Sarwat, 2015)

Namun, alih-alih memiliki pilihan untuk mengembangkan takdir lebih lanjut, yang terjadi adalah badai penderitaan yang tiada akhir.

Mereka disiksa sampai cacat selamanya, dianiaya, bahkan ada pasangan yang mati karena beratnya siksaan, tarif gaji mereka tidak dibayar, kemudian, pada saat itu, mereka dikejar oleh polisi. Kebetulan saja, kisah sengsara TKW tidak terjadi begitu saja sekarang, sudah berlangsung sejak lama dan masih berlanjut sampai sekarang.

Tragisnya, belum ada pertemuan, baik organisasi pemerintah maupun bisnis milik swasta, yang menjamin pertanggungjawaban. Semua saling menuduh dan menganggap satu sama lain bertanggung jawab, termasuk KBRI di negara para tenaga kerja itu diperlakukan dengan siksaan hingga tewas. Memang, setingkat yang sama dengan Pemimpin Republik Indonesia yang sering berganti, tidak ada orang yang terlibat dalam jabatan sensitif ini yang pernah mengakui kesalahannya dan kemudian dengan gagah berani merasa memiliki atas ketidakberuntungannya.

Di era sekarang pengiriman tenaga ke negara lain terus mengalir dan berkembang. Terminal Udara Abu Dhabi dan lainnya hampir menjadi terminal perjalanan bagi tenaga kerja sementara.

Bagaimanapun, kita dapat melihat pemandangan itu hari ini. Bahkan terminal Jakarta Air telah menambah terminal lain secara eksplisit untuk spesialis transien. Saat bekerja, sebagian besar buruh migran bekerja di area yang tidak aman (3D: Kusam, Kotor, Berbahaya) namun dengan keamanan yang minim. Di bagian Timur Tengah (khususnya Arab Saudi), buruh transien Indonesia yang selamat dari penyerangan 1

(4)

dan kebrutalan oleh manajer mereka jumlahnya banyak. Sesuai informasi resmi yang diberikan oleh KJRI Arab Saudi dan KJRI Kuwait, jumlah TKI yang berusaha melarikan diri ke safe haven Internasional Indonesia untuk mencari keamanan dari demonstrasi kebrutalan dan penyerangan oleh manajer mereka mencapai sekitar 3.627 orang. setiap tahun. Banyak kumpulan TKI yang meninggal dunia di Arab Saudi masih belum terkubur dan tidak dapat segera diberangkatkan dari penerima manfaat Indonesia.

Untuk mengusir para ahli transien Indonesia yang tidak memiliki dokumen, pemerintah Malaysia tidak hanya memberikan Akta Pemindahan 1154 tahun 2002 akan tetapi menertibkan Operasi yang mengumpulkan angkatan bersenjata dan polisi Malaysia yang diperlengkapi secara lengkap. Malaysia juga menurunkan tentara sipil RELA untuk menangkap buruh Tenaga Kerja Indonesia. Negara yang berbeda, tenaga kerja sementara mengalami masalah yang berbeda. Di Hong Kong, tenaga kerja sementara mendapat gaji yang sangat rendah.

Di Singapura, seperti halnya pembajakan (membawa secara tatap muka), kelemahan yang dialami para transien tenaga kerja ditunjukkan dengan banyaknya luka pada bagian tubuh. Pada tahun 2007 silam, sebanyak 120 TKI telah dinyatakan lulus secara universal. Kembali ke negara mereka, tidak berarti penutupan yang bertahan lama.

Sesampainya di terminal Air Soekarno-Hatta Cengkareng, tenaga kerja harus siap memasuki tempat suci para penjahat.

Terminal III merupakan terminal khusus yang disediakan untuk para tenaga kerja. Tindakan pemaksaan terjadi secara efisien, baik yang berwibawa maupun yang melawan hukum. Sindikat transportasi kedatangan TKI diselesaikan secara tunggal oleh Dinas Tenaga Kerja dan Imigrasi dan BNP2TKI yang secara transparan meningkatkan biaya transportasi pulang pergi berkali-kali lipat dari tarif biasa. Tidak ada kesempatan bagi pekerja transien Indonesia untuk memilih transportasi favorit mereka. Kemudian. pada saat itu para tenaga kerja mengalami karma yang paling mengerikan di negara tempat mereka bekerja, perlakuan tidak baik dari bos mereka dan menjadi pelarian dari kejaran polisi, serta masih banyak lagi. Tenaga kerja pulang tanpa harta, catatan, dan kepercayaan yang dibawa hanyalah tubuh mereka saat pulang ke negara asal.

Penulis, cukup prihatin atas apa yang menimpa tenaga kerja oleh karena itu mereka berhak mendapatkan zakat, sebagai ibnu sabil.

Karena nasib mereka dinegeri orang yang sangat memilukan, jauh-jauh datang ke negara orang yang ingin mengais sedikit rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidup malah nmendapatkan perlakuan tidak baik

(5)

dan mendapatkan kekerasan serta pelecehan. Kenyataan nya di era sekarang masih banyak terjadi pengiriman tenaga kerja ke berbagai negara walaupun kebanyakan dari mereka mengikuti atas kemauan sendiri untuk bekerja di negeri orang. Karena mereka membayangkan bahwa kerja di negeri orang akan mendapatkan perlakuan baik dan gaji yang tinggi, diantara para pekerja rela meningalkan keluarga, pasangan, dan anak-anak mereka. Sedikit banyaknya ada yang hidupnya enak dan terjamin karena mendapatkan majikan yang baik, sisanya mereka yang mendapatkan majikan dengan perilaku kejam. Banyaknya asumsi yang berbeda yang seringkali membuat para tenaga kerja terjerumus. Penulis berharap permasalahan ini dapat diselesaikan dengan baik oleh Pemerintah Indonesia, dengan memberikan solusi dan memberikan jalan tengah bagi para tenaga kerja yang haknya tidak terpenuhi.

Dengan bantuan santunan ini dapat membantu mereka pulang ke kampung halaman dan memiliki bekal yang cukup selama perjalanan, serta dari kejadian yang dialami dapat menjadi hikmah bagi para tenaga kerja.

Metodologi penelitian

Kajian ini menggunakan kajian pustaka dan metode kualitatif untuk mengetahui tenaga kerja Indonesia yang terabaikan sebagai penerima zakat Ibnu Sabil. informasi dari berbagai karya sastra atau karya sastra seperti buku yang diperoleh dari studi literatur.

(Hanurawan, 2016), metode kualitatif adalah langkah-langkah sistematis yang disepakati oleh kelompok alamiah untuk menyampaikan informasi penelitian yang bersifat subjektif (pencarian makna) mengenai subjek kajian ilmiah. Studi sastra, di sisi lain, adalah proses menyelidiki suatu masalah dengan membaca dan menganalisis literatur yang relevan. Saya mengutip www.rumahfiqih.com.

Data yang terkumpul dipilih dan disusun sesuai dengan topik kajian. Langkah selanjutnya adalah menulis berdasarkan data yang telah disusun dan disusun secara logis. Metode analisis data adalah deskriptif argumentasi.

Setelah mempertimbangkan rumusan masalah, tujuan penulisan, dan pembahasan, ditarik kesimpulan. Kesimpulan yang ditarik mewakili topik makalah dan didukung oleh rekomendasi praktis sebagai rekomendasi tambahan.

Hasil dan Pembahasan A. Masyruiyah

3

(6)

Salah satu asal daftar delapan mustahik zakat didalamnya terdapat ibnu sabil, sebagaimana disebutkan pada pada Al-Quran:

(QS. At-Taubah: 60)

Adanya ulama berpendapat sepakat bahwa jika seseorang memiliki kekayaan rata-rata dan kehabisan makanan saat bepergian, dia berhak menerima harta zakat. Terdapat beberapa pendapat dari para ulama yang tidak setuju, apakah benar-benar diberikan dari sumber-sumber zakat, atau harus atau sebaiknya dia berutang begitu saja?

1. Berhutang kepada orang lain

Menurut mazhab Al-Hanafiyah, lebih diutamakan orang kaya yang berhutang dan tidak berhak atas harta zakat.

Sebaliknya, Al-Malikiyah dituduh memaksa orang kaya untuk berutang daripada menerima harta zakat. Bagaimana mungkin zakat diberikan kepada orang kaya, di mana ia dapat menggantikan uang yang dipinjamnya dari orang lain, padahal orang itu kaya di tempat tinggalnya. Seperti contoh kasus diatas, para tenaga yang mendapatkan perlakuan tidak baik dari majikannya perlu diberikan zakat untuk bekal mereka pulang ke kampung halaman. Sebagian besar dari tenaga kerja bukan berasal dari orang kaya. Oleh karena itu, mereka kerja jauh-jauh dengan harapan mendapatkan gaji yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidup pribadi maupun untuk kebutuhan hidup keluarga, pasangan, anak-anak yang ditinggalkan

2. Mendapatkan Harta dari Zakat

Sementara itu, mazhab Alaihi Salam-Syafi'iyah dan Al- Hanabilah tidak melarang penduduk kaya untuk mendapatkan harta zakat ketika kehabisan makanan. Meskipun ada orang- orang kaya yang bekerja di negara tempat mereka tinggal, ketika mereka kehabisan makanan, mereka tidak bisa dianggap kaya, dan mereka sangat membutuhkan bantuan dan dukungan untuk setidaknya bisa pulang kerja. untuk sekedar bisa berutang kepada orang lain, mengingat setiap hutang membutuhkan agunan dan tidak ada yang bisa menjaminnya dalam keadaan seperti itu.

B. Syarat-syarat mustahik

(Rahmawan Y, 2020) Kriteria Mustahiq berhak menerima zakat jika tidak mampu membayar kebutuhan sehari-hari. Berikut

(7)

delapan golongan yang berhak menerima zakat, sebagaimana tertuang dalam surat Allah SWT dalam Taubah ayat 60:38:

1. Imam: yang tidak mampu membayar tagihan dan tidak punya banyak uang karena tidak punya pekerjaan.

2. Miskin: orang yang memiliki rumah dan pekerjaan tetapi tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari.

3. Amil: kelompok atau orang yang bertugas mengumpulkan zakat dan membagikannya kepada yang berhak.

4. Mualallah: orang yang baru memulai pendidikan Islamnya.

Seorang da'i berhak menerima zakat karena belum tegaknya status keimanannya, untuk mencegah bencana yang dapat dilakukannya terhadap seorang muslim, atau untuk memanfaatkan dan mengambil manfaat darinya.

5. Riqab: Riqab adalah seorang budak sampai ia menjadi bebas.

Untuk membebaskan dirinya dari perbudakan, dia harus pergi ke orang tuanya dengan sejumlah uang. Konsekuensinya, riqab memenuhi syarat untuk bantuan zakat.

6. Gharimin: Gharimin berhutang, dan debitur terbagi dalam dua kategori:

a. Orang-orang yang berutang untuk keuntungan pribadi:

keuntungannya sendiri adalah untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Orang yang memiliki hutang tidak boleh memilikinya karena ketidaktaatan; jika seseorang memiliki hutang karena ketidaktaatan, mereka tidak bisa mendapatkan zakat.

b. Orang-orang yang berada di bawah air untuk membantu daerah setempat: Sekalipun seseorang kaya, tetapi kekayaannya tidak berupa uang, dia berhak menerima zakat jika dia berhutang untuk kepentingan masyarakat, seperti adapun barang untuk mencerahkan masjid atau membebaskan napi.

7. Fisabilillah: Orang yang mengikuti jalan Allah tanpa mengharapkan imbalan apa pun disebut fisabilillah. Jika fisik mereka tidak fit dan sehat, mereka akan kembali ke posisi semula.

8. Ibnu sabil: adalah orang yang hendak atau akan bepergian dan kehabisan bekal selama berada di sana, tetapi perjalanan itu bukan karena kemaksiatan.

C. Ibnu sabil

5

(8)

(Andriyanto, 2016) Orang yang berhak menerima zakat disebut ibnu sabil. Ibnu Sabil adalah seorang pengungsi yang mengungsi dari kampung halamannya dengan maksud melindungi dirinya atau agamanya dari kekuasaan yang sewenang-wenang. Orang kaya sekalipun termasuk dalam kategori Ibnu Sabil, namun ia tidak termasuk jika ia benar-benar terputus dari harta yang dimilikinya dan masih menerimanya.

(Setiawan, A & Hariyadi, R. 2020) Kesejahteraan umat Islam dapat dilihat dari delapan asnaf yang disebutkan di atas. Secara umum pendistribusian zakat kepada mereka sudah mewakili semua pihak yang membutuhkan bantuan. Salah satu mustahik zakat yang wajib mendapat perhatian, meskipun hanya terbatas waktu, adalah ibnu sabil (musafir), orang yang sedang bepergian dan kehabisan makanan tetapi tidak dalam perjalanan maksiat dan tidak memiliki cukup makanan untuk kembali ke rumahnya. Jadi dalam aturan Islam bahwa individu (penjelajah) dikualifikasikan untuk mendapatkan sebagian dari zakat, terlepas dari kenyataan bahwa dia tinggal di daerah yang kaya.

Para Ulama memiliki pandangan yang bertentangan tentang status Ibnu Sabil sebagai mustahik zakat dan definisinya. Menurut Abu Ja'far, para Ulama menafsirkan definisi ibn sabil secara berbeda; Ibnu Sabil dikatakan sebagai musafir oleh Mujahid dan Ar-Rabi'; Adh-Dhahak, Qatadah, dan Ibn 'Abbas, sebaliknya, berpendapat bahwa Ibn Sabil adalah seorang tamu. Ibn Hajar Al- Haitsami mengatakan bahwa ulama berbeda pendapat tentang apakah Ibn Sabil, seorang musafir, harus memberikan sedekah untuk menutupi biaya perjalanannya. Ada yang tidak setuju tentang siapa yang bepergian atau akan bepergian, khususnya setiap pelancong pria dan wanita. Penilaian lain, sebab yang baik hanya diberikan kepada mujtaz, khususnya para penjelajah yang sering bepergian dan telah menempuh jarak yang jauh.

D. Zakat

(Dr. Didin Hafidhuddin 1998) mengklaim kata "zakat" berasal dari bentuk kata Arab "zaka", yang berarti "suci", "baik", "berkah",

"tumbuh", dan "berkembang". Dalam syariah, sejumlah harta yang telah memenuhi persyaratan tertentu dan diwajibkan oleh Allah untuk dibagikan kepada mereka yang berhak menerimanya disebut sebagai "zakat", dan syarat tambahan berlaku. Ungkapan ini sangat erat kaitannya dengan makna literalnya, yaitu setiap harta yang telah dibayarkan zakatnya akan suci, bersih, baik, dan berkah, serta tumbuh dan berkembang (at-Taubah: 103 dan ar- -Rum: 39)

(9)

Kesimpulan

Padahal hanya fakir, miskin, pengurus zakat, muallaf yang telah diyakinkan hatinya, budak, orang yang berhutang, dan orang yang sedang dalam perjalanan yang berhak menerima zakat. Karena Allah adalah A-Alim dan Al-Hakim, maka jalan Allah adalah syarat bagi Allah. Para ulama berpendapat bahwa seseorang berhak mendapatkan zakat harta jika hartanya pas-pasan dan ia kehabisan makanan saat bepergian. Namun, para sarjana tidak setuju mengenai pertanyaan apakah seseorang yang kekurangan kelimpahan juga kaya di negara asalnya.

Alaihi Salam-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah, di sisi lain, mengizinkan orang kaya untuk berpartisipasi dalam zakat bahkan jika mereka kekurangan bekal. Kondisi ini menunjukkan bahwa seorang musafir yang masih memiliki harta lain yang dapat mengantarkannya ke tempat tinggalnya dibebaskan dari mustahik zakat. dengan asumsi bahwa individu tersebut kaya di lokasi di mana dia tinggal dan bahwa dia dapat berhutang sehingga kekayaannya dapat diganti saat dia kembali.

Menurut Al-Malikiyah, orang tersebut tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan imbalan selama sumber zakat. Orang kaya sekalipun termasuk dalam kategori Ibnu Sabil, namun ia tidak termasuk jika ia benar-benar terputus dari harta yang dimilikinya dan masih menerimanya. Jadi, bagi para tenaga kerja baik yang mampu maupun tidak mampu berhak mendapatkan zakat, hal tersebut diberikan agar mereka dapat pulang ke kampung halamannya bertemu keluarga, pasangan, serta anak-anak yang ditinggalkan. Karena, tidak mudah berdiri dinegara orang sendiri dengan perlakuan yang tidak baik dan tidak mendapatkan hak yang seharusnya mereka dapatkan selama bekerja. Tentu saja, mereka yang terputus dari harta yang dimiliki dan tidak memiliki bekal selama perjalanan.

DAFTAR PUSTAKA

Al Arif, M. N. R. (2013). Optimalisasi peran zakat dalam memberdayakan perekonomian umat. ULUL ALBAB Jurnal Studi Islam, 14(1), 1-15.

Andriyanto, I. (2016). Pemberdayaan Zakat Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Umat. ZISWAF: Jurnal Zakat Dan Wakaf, 1(2), 1- 22.

7

(10)

Bahri, E. S., & Arif, Z. (2020). Analisis efektivitas penyaluran zakat pada rumah zakat. Al Maal: Journal of Islamic Economics and Banking, 2(1), 13-24.

Dr. K. H. Didin Hafidhuddin, M. Sc, 1998. Zakat Infaq Sedekah.

Jakarta: GEMA INSANI

Dr. K. H. Didin Hafidhuddin, M. Sc, 2002. Zakat dalam perekonomian modern. Jakarta: GEMA INSANI

Haidir, M. S. (2019). Revitalisasi Pendistribusian Zakat Produktif Sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan di Era Modern.

Muqtasid: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah, 10(1),

Indrarini, R. (2017). Transparansi Dan Akuntabilitas Laporan Keuangan Lembaga Amil Zakat: Perspektif Muzaki Upz Bni Syariah. AKRUAL: Jurnal Akuntansi, 8(2), 166-178.

L.C. Ahmad Sarwat. (2015). Ibnu sabil penerima zakat.

www.rumahfiqih.com

Mufraini, M. A. (2006). Akuntansi dan manajemen zakat.

Jakarta:Prenadamedia Group.

Rahmawan, Y. (2020). Manajemen penyaluran dana zakat kepada ibnu sabil di lembaga amil zakat ummul quro jombang (Doctoral dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya).

Setiawan, A., & Putra, T. W. (2020). Analisis Program Pemberdayaan Ibnu Sabil di Badan Amil Zakat Nasional. Study of Scientific and Behavioral Management (SSBM), 1(2).

Setiawan, A., Putra, T. W., & Hariyadi, R. (2020). Analisis Kebijakan Baznas Tentang Ibnu Sabil Sebagai Mustahik Zakat. Ar-Ribh:

Jurnal Ekonomi Islam, 3(2).

Solikhan, M. (2020). Analisis Perkembangan Manajemen Zakat untuk Pemberdayaan Masyarakat di Indonesia. Jurnal Ilmiah Syi'ar, 20(1)

Wibisono, Y. (2015). Mengelola Zakat Indonesia. Jakarta:

Prenadamedia Group.

Referensi

Dokumen terkait

Karena keinginan presiden soekarno untuk mengubur partai partai yang ada pada waktu itu tidak jadi dilakukan ,namun pembatasan terhadap partai di berlakukan, Dengan membiarkan

4. Gantungkan botol infuse, dan stopper botol hapus hamakan dengan kapas alkohol. Buka klem rol dan alirkan cairan keluar sehingga tidak ada udara pada slang

Jumlah volume obat yang tidak praktis/sukar dapat diberikan dalam

Tujuan: Mengetahui hubungan kadar AT-III saat awal masuk rumah sakit terhadap derajat berat penyakit CAP dan kematian 30 hari pada pasien CAP.. Metode: Penelitian

Pada penelitian kali ini terdapat beberapa Batasan masalah, yaitu hanya dilakukan pada SRG Grobogan, sistem berbasis website, pengerjaan menggunakan metode Scrum ,

 Sebaiknya bagian gudang melakukan pengecekan yang lebih rutin, sehingga bisa mengurangi terjadinya selisih antara kartu stock dan fisik barang.  Sebaiknya setiap permintaan

dengan judul Pengaturan Kecepatan Motor Induksi Tiga Fasa dengan Beban Rem Magnetik Menggunakan Metode Fuzzy PD Plus Kontroler Integral dan pada bulan juni mengikuti seminar dan

Penentuan ukuran butiran sedimen dilakukan dengan menggunakan metode pengayakan kering ( dry sieving ). Metode ini digunakan untuk mengetahui ukuran butiran sedimen dan dominansi