• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASKAH PUBLIKASI GAMBARAN PROBLEM SOLVING MASYARAKAT KAMPUNG DURENAN DI BANTARAN SUNGAI BEDADUNG DITINJAU DARI DISONANSI KOGNITIF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "NASKAH PUBLIKASI GAMBARAN PROBLEM SOLVING MASYARAKAT KAMPUNG DURENAN DI BANTARAN SUNGAI BEDADUNG DITINJAU DARI DISONANSI KOGNITIF"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PROBLEM SOLVING MASYARAKAT KAMPUNG DURENAN DI BANTARAN SUNGAI BEDADUNG

DITINJAU DARI DISONANSI KOGNITIF

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Strata 1 (S-1) Sarjana Psikologi Pada Fakultas Psikologi Univesitas Muhammadiyah Jember

Oleh:

Novela Wilujeng NIM 1810811013

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER 2023

(2)

GAMBARAN PROBLEM SOLVING MASYARAKAT KAMPUNG DURENAN DI BANTARAN SUNGAI BEDADUNG

DITINJAU DARI DISONANSI KOGNITIF

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Strata 1 (S-1) Sarjana Psikologi Pada Fakultas Psikologi Univesitas Muhammadiyah Jember

Oleh:

Novela Wilujeng 1810811013

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER 2022

(3)

NASKAH PUBLIKASI

GAMBARAN PROBLEM SOLVING MASYARAKAT KAMPUNG DURENAN DI BANTARAN SUNGAI BEDADUNG

DITINJAU DARI DISONANSI KOGNITIF

Telah Disetujui Pada Tanggal 11 Februari 2023

Dosen Pembimbing Tanda Tangan

Panca Kursistin Handayani, S.Psi., M.A., Psikolog NIP.197303032005012001

Danan Satriyo Wibowo, S.Sos., M.Si.

NPK. 1984112511703815

(4)

GAMBARAN PROBLEM SOLVING MASYARAKAT KAMPUNG DURENAN DI BANTARAN SUNGAI BEDADUNG DITINJAU DARI

DISONANSI KOGNITIF

Novela Wilujeng1 Panca Kursistin Handayani2 Danan Satriyo Wibowo3

INTISARI

Daerah sempadan mencakup daerah bantaran sungai seperti badan sungai yang hanya tergenang air pada saat musim hujan dan daerah sempadan yang berada di luar. Bantaran sungai merupakan daerah yang dapat menyerap luapan air sungai pada saat musim hujan serta memiliki kelembapan tanah yang lebih tinggi dibandingkan kelembapan tanah pada ekosistem bumi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran Problem Solving masyarakat kampung durenan di bantaran sungai bedadung ditinjau dari disonansi kognitif.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif deskriptif, dengan metode pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan Skala Problem Solving Inventory (PSI) yang disusun oleh Heppner dan Peterson. Populasi dalam penelitian ini menggunakan masyarakat kampung durenan di bantaran sungai bedadung dengan usia 18-35 tahun. Sample dalam penelitian ini ialah tehnik total sampling , Total sampling adalah tehnik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi, dengan jumlah 40 responden. Metode analisa yang digunakan meliputi uji validitas, uji reliabilitas, uji normalitas, dan uji deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan validitas alat ukur terdapat 16 aitem valid dan 8 aitem gugur. Penelitian ini menggunakan uji coba terpakai. Berdasarkan hasil uji desriptif secara keseluruhan menunjukkan bahwa dari 40 responden Kampung durenan sebanyak 23 responden memiliki problem solving yang tinggi dengan prosentasi 57,5%. Sedangkan untuk 17 responden memili problem solving dengan kategori rendah prosentase 42,5%. Artinya problem solving masyarakat kampung durenan masuk dalam kategori tinggi atau baik.

Kategori problem solving Berdasarkan hasil uji desriptif per aspek menunjukkan bahwa dari 40 responden memiliki pendekatan dan penghindaran masuk dalam kategori tinggi 26 responden dengan prosentasi 65% dan ketegori rendah 35% berjumlah 14 responden, sedangkan aspek keyakinan diri dengan jumlah 25 responden masuk dalam kategori rendah senilai 62,5% sedangkan masuk kategori tinggi dengan jumlah 15 responden senilai 37,5%.

Kata kunci: problem solving, masyarakat bantaran sungai, disonansi kognitif

1 Peneliti

2 Dosen Pembimbing 1

3 Dosen Pembimbing 2

(5)

DESCRIPTION OF PROBLEM SOLVING IN KAMPUNG DURENAN COMMUNITIES IN THE BEDADUNG RIVER BANK FROM

COGNITIVE DISSONANCE VIEW Novela Wilujeng4 Panca Kursistin Handayani5

Danan Satriyo Wibowo6

ABSTRACT

Boundary areas include riverbanks such as river bodies which are only inundated during the rainy season and border areas outside. Riverbanks are areas that can absorb overflow of river water during the rainy season and have higher soil moisture than soil moisture in earth's ecosystems. This study aims to describe the Problem Solving of the Kampung Durenan community on the banks of the Bededung River in terms of cognitive dissonance.This study used descriptive quantitative methods, with data collection methods in this study using the Problem Solving Inventory (PSI) scale compiled by Heppner and Peterson. The population in this study used the people of Durenan village on the banks of the Bedadedung River, aged 18-35 years. The sample in this study is the total sampling technique.

Total sampling is a sampling technique where the number of samples is the same as the population, with a total of 40 respondents. The analytical method used includes validity test, reliability test, normality test, and descriptive test. The results showed that the validity of the measuring instrument contained 16 valid items and 8 failed items. This study used a trial run. Based on the results of the descriptive test as a whole, it shows that out of 40 respondents in Durenan Village, 23 respondents have high problem solving with a percentage of 57.5%.

Meanwhile, 17 respondents had problem solving with a low category percentage of 42.5%. This means that the problem solving of the Kampung Durenan community is in the high or good category. Problem solving category Based on the descriptive test results per aspect shows that of the 40 respondents who have approach and avoidance are included in the high category 26 respondents with a percentage of 65% and the low category 35% totaling 14 respondents, while the self-confidence aspect with a total of 25 respondents is included in the low category worth 62.5% while in the high category with a total of 15 respondents worth 37.5%.

Keywords: Problem solving, Bantaran Bedadung River, cognitive dissonance

4 Research

5 First Supervisor

6 Second Supervisor

(6)

PENGANTAR

Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 32 Tahun 1990 mengenai Pengelolaan Kawasan Lindung, mengatakan bahwa sempadan sungai ialah kawasan sepanjang kiri dan kanan sungai, termasuk sungai buatan,kanal, dan saluran irigasi primer yang keuntungannya adalah menjaga dan mempertahankan fungsi sungai. Daerah sempadan mencakup daerah bantaran sungai seperti badan sungai yang hanya tergenang air pada saat musim hujan dan daerah sempadan yang berada di luar. Bantaran sungai merupakan daerah yang dapat menyerap luapan air sungai pada saat musim hujan serta memiliki kelembapan tanah yang lebih tinggi dibandingkan kelembapan tanah pada ekosistem bumi (Mokodongan et al., 2014).

Menurut Epriliyana (2021) pada awal terbentuknya kawasan bantaran sungai di Kampung Durenan, dihuni rumah-rumah penduduk dengan berdinding gedek atau bambu, kemudian akses jalan menuju kampung tersebut juga masih berupa tanah sehingga sulit dilalui oleh penduduk diluar kampung. Namun seiring berjalannya waktu, penduduk di kampung tersebut semakin bertambah dengan adanya kelahiran pada tiap generasi ke generasi. Rumah penduduk yang semula hanya 4 bertambah hingga memenuhi seluruh wilayah yang berada di barat sungai bedadung. Dengan bertambahnya generasi membuat kampung tersebut berinisiatif dengan swadaya untuk merubah jalan akses masuk yang semula tanah menjadi plester hingga akhirnya sekarang ini berubah menjadi paving. Rumah yang semula gedek atas inisiatif dan swadaya warga, dibangun menjadi rumah yang berdinding tembok sehingga menjadi bangunan rumah permanen.

(7)

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, tinggal di bantaran sungai menimbulkan banyak resiko bagi masyarakat, adapun resiko terbesar yang akan di rasakan yaitu banjir, tanah longsor. Sedangkan resiko yang akan terjadi dalam kehidupan sehari-hari adalah mudah terserang berbagai macam penyakit.

Penduduk Kampung Durenan pernah terserang demam berdarah yang banyak memakan korban hingga di Rawat dirumah sakit, namun setelah kejadian demam berdarah secara massal terjadi, warga yang berada di bantaran sungai memiliki kepedulian yang lebih terhadap sesama, misalkan melakukan pemeriksaan kamar mandi warga untuk melakukan antisipasi perihal jentik nyamuk guna mencegah kembali terjadinya demam berdarah. Hal ini dilakukan secara rutin satu minggu satu kali, tepatnya di hari jumat, yang menjadi team pelaksana yaitu ibu-ibu PKK di Kampung tersebut.

Berdasarkan hasil data penelitian yang dilakukan oleh (Sabila et al., 2021) kelangkaan lahan permukiman masyarakat serta ketidakmampuan masyarakat yang memiliki penghasilan rendah akan mengakibatkan terjadinya pemamfaatan ruang-ruang dipinggiran kota yang dijadikan sebagai alternatif bermukim warga, hal tersebut menyebabkan lahirnya permukiman-permukiman informal yang jauh dari pemukiman layak huni. Beberapa faktor yang menyebabkan berkembangnya permukiman bantaran sungai yaitu faktor ekonomi, tidak ada perumahan bagi masyarakat sehingga memilih untuk tinggal di kawasan bantaran sungai, tidak adanya fasilitas publik yang cukup lengkap disekitar kawasan yang mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakat, dan belum optimalnya penerapan perencanaan wilayah juga menyebabkan pelaksanaan pengendalian penggunaan

(8)

ruang di bantaran sungai tidak terlaksanan dengan baik, oleh karena itu hal yang menyebabkan bantaran sungai menjadi daerah permukiman warga dan semakin meningkat.

Berdasarkan hasil wawancara, salah satu alasan mengapa masyarakat lebih memilih untuk bertahan tinggal di bantaran sungai karena masyarakat tidak memiliki alternatif tempat tinggal lain, masyarakat merasa bahwa masyarakat hanya mampu untuk tinggal dibantaran sungai karena sebagaian besar dari masyarakat bekerja sebagai tukang jahit, bekerja di gudang makanan ringan, sehingga dengan pekerjaan tersebut masyarakat merasa bahwa tidak yakin bisa membeli rumah diluar bantaran sungai, penghasilan yang didapatkan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau bertahan hidup dalam keluarga. Masyarakat merasa dengan tingkat penddikan yang rendah atau terbatas akan sulit untuk mendapatkan upah yang lebih baik sehingga mampu membeli rumah diluar bantaran sungai. Masyarakat selalu memfokuskan pada keterbatas-keterbatasan dan kemampuan yang dimiliiki sehingga pada saat mencari alternative solusi subjek merasa tidak mendapatkan jalan keluar, satu satu cara untuk tetap bertahan hidup dengan tinggal dibantaran sungai, Sementara kemampuan lain yang di miliki seharusnya bisa menjadi peluang untuk merubah keyakinan diri masyarakat atau pindah dari bantaran sungai. namun hal tersebut tidak di tekuni atau di kembangkan oleh masyarakat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa masyarakat belum mampu mengembangkan keyakinan diri akan kemampuan untuk mengatasi masalah.

(9)

Didapatkan hasil wawancara yang lain, masyarakat sudah menunjukkan upaya dalam bentuk antisipasi terhadap resiko-resiko yang terjadi, bukan melakukan perubahan atau pindah dari lokasi bantaran sungai. Ketika memasuki musim hujan maka masyarakat akan berjaga-jaga disekitaran sungai untuk memantau debit air sungai apakah semakin tinggi atau sebaliknya, hal ini dilakukan untuk antisipasi terhadap resiko banjir. Berdasarkan data tersebut Menurut Heppner dan Peterson (1982) hal ini merupakan bentuk upaya yang tidak mendekati permasalahan ataupun menghindari permasalahan tetapi antisipasi terhadap resiko banjir yang bisa terjadi kapan pun.

Hasil data berikutnya juga menunjukkan bahwa masyarakat tidak pernah mempunyai rencana untuk pindah dari lokasi bantaran sungai, hal ini disebabkan karena sudah nyaman hidup di bantaran sungai bertahun-tahun, seakan-akan rumah tersebut merupakan rumah hak milik masyarakat. Didalam kontrol pribadi terdapat dua poin penting yang harus dilakukan oleh idnviidu yang pertama adalah ketika individu mengalami kesulitan dalam proses pemecahan masalah maka individu akan bersikap tenang dan tidak melakukan hal-hal diluar rencana, kemudian individu akan berusaha mencari alternatif jawaban lain atas permasalahn dan tetap konsisten untuk berusaha menyelesaikan masalah tersebut.

Artinya masyarakat belum memiliki perencanaan untuk mengatasi permasalah yang sedang dihadapi.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi problem solving menurut (Anisah Milatus Sunnah, 2014) antara lain kepercayaan dan sikap yang salah, kebiasaaan, motivasi dan emosi. Pada masyarakat bantaran sungai fenomena

(10)

terkait kepercayaan dan sikap yang salah muncul dalam bentuk kepercayaan masyarakat yang sejak awal menganggap bahwa tinggal di bantaran sungai penuh resiko itu tidak membahayakan meskipun hampir setiap tahun masyarakat terkena banjir atau longsor dan juga berbagai macam penyakit. Menurut masyarakat keberlangsungan hidup masyarakat tetap berjalan meskipun hal itu merupakan suatu ancaman maupun resiko, masyarakat menganggap bahwa itu tidak berbahaya dan hidup masyarakat tetap berjalan. Hal ini terjadi karena sejak awal masyarakat tinggal dilokasi tersebut sudah menganggap bahwa meskipun tinggal dilokasi bantaran sungai berbahaya namun kehidupan masyarakat tetap berjalan dengan semestinya, sesama warga yang tinggal dilokasi bantaran sungai juga menganggap bahwa lokasi bantaran sungai merupakan lokasi yang nyaman karena semua kebutuhan secara psikologis masyarakat terpenuhi dan dukungan sosial yang baik antar sesama masyarakat.

Faktor kedua kebiasaan, yaitu kecendrungan seseorang dalam mempertahankan pola pikir tertentu dan melihat masalah dari satu sisi saja, hal ini dapat menyebabkan seseorang memiliki pemikiran yang Rigid (Kaku). Ada proses yang masyarakat amati dan observasi dari kedua orang tua, dalam hal ini masyarakat terbiasa melihat kedua orang tua yang menganggap tinggal di bantaran sungai bukan merupakan sesuatu yang berbahaya sehingga masyarakat cenderung mengikuti keyakinan atau kebiasaan tersebut hingga saat ini. Secara tidak langsung hal tersebut di lakukan atau dicontoh oleh masyarakat yang akan melanjutkan hidup selanjutnya. Masyarakat merasa bahwa hidup dilokasi bantaran sungai sudah sejak lama membuat hubungan masyarakat dengan tetangga sekitar

(11)

menjadi erat dan memunculkan rasa kepedulian yang tinggi antar sesama kemudian rasa diditerima didalam masyarakat tersebut sehingga hal ini yang kemudian menjadi acuan masyarakat untuk tetap bertahan tinggal dilokasi bantaran sungai.

Menurut Rakhmat (Patnani, 2013) faktor lain yang bisa mempengaruhi problem solving, dalam hal ini masyarakat bantaran sungai sudah ada motivasi untuk memiliki rumah yang layak atau jauh dari resiko yang akan terjadi namun masyarakat lebih mengedepankan rasa kenyamanan psikologis yang sudah terpenuhi meskipun tinggal dilokasi bantaran sungai yang berbahaya. Kehidupan masyarakat tetap berjalan dan hubungan masyarakat dengan sesama tetangga terjalin sangat dekat sehingga jika harus pergi dari lokasi tersebut maka masyarakat akan kehilangan rasa nyaman yang sudah melekat didalam diri masyarakat kampung tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara yang sudah didapatkan oleh peneliti, Masyarakat bantaran sungai menyadari atau menegtahui bahwa tinggal dilokasi bantaran sungai memiliki dampak yang membahayakan, misalkan bisa terkena banjir hampir setiap tahunnya dan munculnya berbagai macam penyakit yang akan membahayakan masyarakat. Masyarakat mengetahui perihal resiko yang akan dihadapi atau terjadi namun perilakunya belum sejalan dengan pengetahuan tentang resiko tersebut.

Umumnya ketika individu mengetahui mengenai resiko atau masalah maka perilaku individu tersebut akan mencari solusi yang tepat atau memadai.

Sehingga faktor yang menyebabkan masyarakat tidak menemukan atau memiliki

(12)

problem solving karena disonansi kognitif, Salah satu konsep yang menjelaskan

ketidakselarasan antara pengetahuan dan perilaku. Menurut Festinger (Prastyo et al., 2020) Disonansi kognitif merupakan ketidakselarasan antara pemahaman dan perilaku individu yang menyebabkan ketidaknyamanan psikologis. Beberapa faktor yang menyebabkan adanya disonansi pada masyarakat yaitu faktor pilihan, misalkan tidak memiliki pilihan lain untuk tinggal diluar bantaran sungai karena rumah yang saat ini merupakan rumah satu-satunya yang dimiliki. Akibat yang tidak menyenangkan, berdasarkan hasil wawancara masyarakat sudah nyaman di lokasi bantaran sungai karena tidak perlu memikirkan membayar pajak, membeli tanah yang saat ini sudah didirikan rumah tersebut sehingga ketika masyarakat keluar dari lokasi tersebut maka masyarakat harus membayar semua yang wajib dibayar kepada pemerintah. Faktor terakhir yaitu tanggung jawab pribadi, masyarakat sudah memutuskan untuk tinggal dilokasi bantaran sungai tersebut sehingga ketika terjadi resiko maka hal tersebut merupakan konsekuensi yang dihadapi oleh masyarakat sendiri.

Penelitian sebelumnya tentang masyarakat bantaran sungai sudah pernah dilakukan dimana peneliti sebelumnya mengeksplorasi terkait kehidupan atau kondisi ekonomi masyarakat bantaran sungai dan perlunya penataan ulang kawasan bantaran sungai dengan disediakan fasilitas-fasilitas atau akses yang mampu meningkatkan kualitas hidup warga bantaran sungai melalui kegiatan berbasis ekonomi (Poedjioetami, 2008). Penelitian terkait penolakan masyarakat untuk relokasi alasan dan pertimbangan masyarakat pindah dan tidak ingin pindah dari lokasi bantaran sungai (Silalahi, 2017). Penelitian terkait dengan identifikasi

(13)

pemamfaatan kawasan bantaran sungai, kondisi masyarakat bantaran sungai, pola hunian masyarakat dikawasan bantaran sungai (Mokodongan et al., 2014).

Sementara yang kaitannya dengan sikap dan perilaku dalam menghadapi permasalahan terkait kehidupan di bantaran sungai belum dilakukan, Sehingga penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi terkiat problem solving masyarakat bantaran sungai yang ditinjau dari disonansi kognitif. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar atau acuan untuk program penanganan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat berbasis komunitas dengan menekankan kepada potensi problem solving masyarakat bantaran sungai.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ialah penelitian kuantitatif dengan analisis deskriptif, analisis deskriptif adalah perhitungan yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang diperoleh tanpa menarik kesimpulan atau generalisasi tentang umum. Populasi adalah sekelompok orang yang dijadikan sebagai objek penelitian. populasi dalam penelitian ini merupakan masyarakat yang tinggal di bantaran sungai, diketahui dengan karakteristik : Masyarakat yang tinggal di kampung durenan bantaran sungai bedadung Jember, Laki-laki dan perempuan, Usia produktif (Berusia 18-35).

Sampel merupakan sebagian dari subjek populasi. Subjek penelitian adalah pihak- pihak yang akan dijadikan sebagai sampel pada sebuah penelitian, Sampel dalam penelitian ini berjumlah 40, dengan menggunakan teknik pengambilan sampel

(14)

Total Sampling. Total sampling adalah tehnik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi.

HASIL PENELITIAN Hasil Uji Realibilitas

Reliability Statistics Cronbach's Alpha

N of Items 0,803 16

Hasil Uji Asumsi

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Problemsolving

N 40

Normal Parametersa,b Mean 44.30 Std.

Deviation

6.552

Most Extreme

Differences

Absolute .082 Positive .078 Negative -.082

Test Statistic .082

Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

c. Lilliefors Significance Correction.

d. This is a lower bound of the true significance.

Deskripsi Problem Solving Keseluruhan

(15)

Interval Kategori Frekuensi Prosentasi

X≥69,25 Tinggi 23 57,5

X<69,25 Rendah 17 42,5

Total 40 100%

Deskripsi Problem Solving Berdasarkan Aspek

Aspek Interval Kategori F Jumlah F

Prosentasi Jumlah Prosentasi Keyakinan diri X≥11,10 Tinggi 15 40 37,5% 100%

Rendah 25 62,5%

Pendekatan dan penghindaran

X≥18 Tinggi 26 40 65% 100%

Rendah 14 35%

Kontrol pribadi X≥12,85 Tinggi 23 40 57,5% 100%

Rendah 17 42,5%

Deskripsi Problem Solving Berdasarkan Demografi Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Interval Kategori F Jumlah F

Prosentasi Jumlah prosentasi Laki-laki X≥68 Tinggi

Rendah 16 13

29 55,2%

44,8%

100%

Perempuan X≥72,2 Tinggi Rendah

4 7

11 36,4%

63,6%

100%

Usia

Usia Interval Kategori F Jumlah F

Prosentasi Jumlah prosentasi 18-21 tahun

(Remaja akhir)

X≥68 Tinggi Rendah

13 9

22 60%

40%

100%

22-40 tahun (Dewasa awal)

X≥70 Tinggi Rendah

9 9

18 50%

50%

100%

(16)

PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran problem solving masyarakat Kampung Durenan di Bantaran Sungai Bedadung ditinjau dari disonansi kognitif. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi masyarakat untuk memahami dirinya dalam mengatasi masalah terkait kondisi tempat tinggal yang beresiko.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat kampung di bantaran sungai bedadung memiliki problem solving dengan kategori tinggi sebanyak 23 responden (57,5%) sedangkan kategori rendah sebanyak 17 responden (42,5%), menurut Heppner & Peterson, 1982 Problem solving merupakan sebuah proses dimana seseorang menggunakan kemampuan yang dimiliki untuk menerapkan tahapan seperti mencari alternative solusi, jawaban dan menghasilkan startegi serta memilih solusi yang akan merubah situasi saat ini menjadi situasi yang diinginkan. Menurut Habsy, 2021 Seseorang dengan problem solving yang baik cenderung lebih sensitif pada masalah

interpersonal, mampu untuk memfilter pikiran negative, selalu memikirkan apa sebab akibat dari masalah tersebut, dan sudah memiliki kesiapan dalam memperediksi perilaku dirinya sendiri dimasa depan dan yang terakhir yaitu individu mampu untuk memunculkan berbagai solusi permasalahan. Hal ini sesuai dengan kondisi yang terlihat di Kampung Durenan yaitu masyarakat sudah memiliki pemecahan masalah, namun pemecahan masalahnya belum cukup efektif karena masyarakat masih memilih untuk tinggal dilokasi yang beresiko. Masyarakat paham dan tahu bahwa tinggal dilokasi tersebut beresiko

(17)

namun perilaku masyarakat belum sejalan dengan pengetahuan yang dimilikinya, hal ini yang disebut dengan disonansi kognitif ketika pengetahuan tidak selaras dengan perilaku, seharusnya ketika individu mengetahui maka perilakunya pun menujukkan bahwa dirinya tahu (Japarianto, 2006)

Artinya problem solving yang muncul lebih kepada tahu bahwa hal tersebut merupakan permasalahan namun masyarakat menganggap hal tersebut bukan masalah selama tidak mengancam kehidupan masyarakat.

Setelah dilihat atau di olah data per indicator atau kecendrungan responden dalam memilih ketiga aspek tersebut, kecendrungan ada di aspek pendekatan dan penghindaran dengan demikian hasilnya yang terbaca masyarakat memiliki kecendrungan problem solving terhadap permasalahan yang sudah biasa terjadi seperti banjir dan mengatasi banjir. Hasil penelitian ini berbeda dengan wawancara awal yang menunjukkan bahwa masyarakat belum sepenuhnya memiliki problem solving.

Bila ditinjau lebih jauh dari hasil analisis deskriptif per aspek, ada kemampuan problem solving masyarakat yang sudah baik namun ada juga yang masih perlu dilatih atau dikembangkan. Kemampuan problem solving yang sudah baik anatara lain pada aspek pendekatan dan penghindaran (kategori tinggi 65%, dan rendah 35%) dan aspek kontrol pribadi (kategori tinggi berjumlah 57,5% dan rendah 42,5%). Sementara kemampuan problem solving yang perlu dilatih dan dikembangkan kembali yaitu aspek keyakinan diri (kategori rendah berjumlah 62,5% dan tinggi 37,5%). Hal ini berarti bahwa masyarakat kampung durenan mampu untuk mendekati permasalahan

(18)

dan juga menghindari permasalahan mampu untuk bersikap tenang, tidak panik dalam mencari alternatife solusi, karena resiko hidup di banatarn sungai sudah masyarakata rasakan semenjak masyarakat hidup dilokasi tersebut.

Namun disisi lain masyarakat tidak cukup memiliki keyakinan bahwa hal ini merupakan permasalahan yang harus di tangani, sehingga yang tampak dari perilaku masyarakatnya hanya permasalahan itu hal yang biasa saja dan tidak melakukan tindak lanjut untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian terkait problem solving Mappiaree (dalam Pinahayu, 2017) yang menyatakan bahwa laki-laki dituntut untuk tidak bergantung pada orang lain tetapi harus bertahan. Ketika menghadapi permasalahan laki-laki cenderung menggunanan ketegasan dan rasionalitas.

Hal ini jika dikaitkan dengan kondisi masyarakat kampung durenan dari segi jenis kelamin didapatkan hasil dari jenis kelamin menunjukkan bahwa laki laki memiliki kategori problem solving tinggi sebesar 55,2% dan kategori rendah sebesar 44,8%, artinya laki-laki memang secara kenyataan berdasarkan kondisi di kampung durenan hal tersebut sudah menjadi sesuatu yang biasa dilakukan.

Pada jenis kelamin perempuan hasilnya menunjukkan kemampuan problem solving berada pada tingkat rendah dengan jumlah 63,6% dalam kategori rendah dan tinggi 36,4%. Artinya perempuan memiliki kecendrungan terkait dengan peran lingkungan yang memposisikan dirinya untuk menunggu.

Kondisi ini sejalan dengan pendapat Blood (dalam Aisiyah, 2019) perempuan diperbolehkan bersandar secara emosional pada pria. Disamping itu secara

(19)

kodrati perempuan cenderung untuk menggunakan perasaannya ketika menghadapi permasalahan.

Berdasarkan usia didapatkan hasil bahwa problem solving masyarakat kampung durenan, pada remaja akhir (18-21) berada pada kategori tinggi sebesar 60%. Artinya remaja akhir di kampung durenan memiliki kecendrungan menyelesaikan permasalahan dengan baik. Karakteristik remaja akhir yaitu minat menunjukkan kematangan terhadap fungsi-fungsi intelek, ego lebih mengarah pada mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain dalam mencari pengalaman baru, egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain, tumbuh pembatas memisahkan diri pribadinya dengan masyarakat umum ( Sarwono, 2012). Sejalan dengan kondisi dilokasi bantaran sungai remaja dengan usia 18-21 memecahkan masalah secara spontan, terlihat dari remaja akhir dikampung durenan yang cenderung untuk bersikap pede dan merasa bahwa dirinya mampu untuk melakukan hal tersebut atau memang remaja dengan usia 18-21 tahun sudah memiliki acuan atau sudah memiliki rencana dan harapan untuk masa depan.

Usia 22-40 tahun berdasarkan hasil penelitian diketahui kemampuan problem solving, sudah ada yang menemukan namun juga ada yang belum memiliki problem solving dilihjat berdasarkan prosentase 50% dengan 9 responden, bagi yang menemukan memiliki kecendrungan sudah sangat matang dalam pemikirannya dan apapun yang ingin diputuskan selalu memikirkan jangka panjang dari hal tersebut. Menurut Mappiare (dalam,

(20)

Pinarahayu 2017) sejalan dengan bertambahnya usia maka individu akan semakin matang dan kemampuannya dalam Problem Solving juga akan semakin bertambah. Kematangan tersebut ditunjukkan dengan usaha pemecahan masalah yang merupakan produk dari kemampuan berfikir yang lebih sempurna di tunjang dengan sikap serta pandangan yang rasional.

Sehingga semakin seseorang itu berusia maka pemecahan masalahnya pun pasti akan semakin baik.

Lain halnya dengan usia 22-40 sesuai dengan kondisi dilokasi bantaran sungai individu yang belum memiliki kemampuan problem solving akan memiliki cenderung untuk tidak meneraptkan kemampuan yang dimilikinya untuk mengaplikasikan tahapan dan mencari alternative solusi permasalahan yang sedang dialaminya atau merubah kehidupan yang sekarang menjadi kehidupan yang lebih baik.

Penelitian ini nantinya bisa dijadikan sebagai pedoman untuk pihak-pihak terkait untuk membuat program-program penanganan berbasis komunitas dimasyarakat bantaran sungai, selain itu penelitian ini bisa dijadikan sebagai dasar kebijakan daerah bantaran sungai oleh pihak dinas tata kota dan dinas lingkungan hidup untuk menertibkan lokasi bantaran sungai, melihat dari resiko jika terus tinggal dilokasi bantaran sungai tersebut.

KETERBATASAN PENELITIAN

Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu lokasi penelitian yang terbatas, populasi yang hanya 40 responden karena menggunakan karakterstik usia,

(21)

sehingga tidak semua reponden bisa digunakan. Karakteristik responden bersifat lokal dimana hanya berlaku di kampung durenan saja.

KESIMPULAN

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat kampung di bantaran sungai bedadung memiliki problem solving dengan kategori tinggi sebanyak 23 responden (57,5%) sedangkan kategori rendah sebanyak 17 responden (42,5%), artinya masyarakat kampung durenan memiliki problem solving yang baik.

2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kategori problem solving per aspek menunjukkan bahwa dari 40 responden memiliki pendekatan dan penghindaran masuk dalam kategori tinggi 26 responden dengan prosentasi 65% dan ketegori rendah 35% berjumlah 14 responden, aspek kontrol pribadi dengan jumlah responden 40 menunjukkan bahwa 23 responden dengan prosentasi 57,5% dalam kategori tinggi dan 42,5% masuk dalam kategori rendah berjumlah 42,5%, aspek keyakinan diri dengan jumlah 25 responden masuk dalam kategori rendah senilai 62,5% sedangkan masuk kategori tinggi dengan jumlah 15 responden senilai 37,5%. Artinya masyarakat sudah ada yang memiliki problem solving namun juga ada yang belum memiliki problem solving.

SARAN

1. Saran untuk masyarakat Kampung Durenan Bantaran Sungai Bedadung Penelitian ini diharapkan masyarakat mampu untuk memiliki pemecahan masalah yang sesungguhnya misalkan memiliki kepercayaan diri

(22)

yang lebih untuk memetuskan sebuah alternatif solusi. Masyarakat diharapkan mampu untuk memiliki keyakinan diri seperti mampu untuk percaya akan apa yang sudah dilakukan.

2. Saran untuk peneliti selanjutnya

Keterbatasan dalam penelitian ini hanya berlaku untuk kondisi masyarakat Kampung Durenan saja. Oleh karena itu peneliti selanjutnya dapat mempertimbangkan kembali karakteristik populasi dan memperluar lokasi dan isu-isu terkait dengan perilaku problem solving pada masyarakat bantaran sungai, serta mempertimbangkan karakteristik sample penelitian dalam pemilihan alat ukur.

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Wahyuningsih S. (2012). Teori Disonansi Kognitif. Komunikasi. Volume 6, hal.

77-156

Aji, A. W. (2019). Persepsi Desain Bantaran Sungai Terhadap Resiko Lingkungan Di Bantaran Sungai Code Dan Karangwaru River Side: Studi Komparasi Mahasiswa Amerika Serikat Dan Indonesia. Ars: Jurnal Seni Rupa Dan Desain, Volume 21, hal. 201–210.

Anisah Milatus Sunnah., Puspitadewi S. W. (2014). Konsep Diri dan Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Wirausahawan. Jurnal Psikologi Teori dan Terapan. Volume 5, hal. 52-57.

Silalahi C. R. (2017). Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Permasalahan Relokasi Bantaran Sungai (Studi Kasus: Kampung Pulo Ke Rusunawa Jatinegara Barat). Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni. Volume 1, hal. 488- 499

Doddy, I., Masyithoh, S., & Setiawati, L. (2018). Analisis Overreaction Pada Harga Saham Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Manajemen. Volume 9, hal. 31.

Heppner, P. P., & Petersen, C. H. (1982). The development and implications of a personal problem-solving inventory. Journal of Counseling Psychology.

Volume 29, hal. 66–75.

Metia, C. (2012). Pemecahan Masalah pada Penderita Depresi. Personifikasi.

Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara. Volume 3, hal. 71–89.

Mokodongan, B. K., Rieneke L E, S., & Hendriek H, K. (2014). Identifikasi Pemanfaatan Kawasan Bantaran Sungai Dayanan Di Kotamobagu. Jurnal Sabua. Volume 6, hal. 273–283.

Patnani, M. (2013). Upaya Meningkatkan Kemampuan Problem Solving pada mahasiswa. Jurnal Psikogenesis. Volume 1, hal. 185–198.

Poedjioetami, E. (2008). Penataan Ulang Kawasan Bantaran Sungai dengan Menghadirkan Sentra Ekonomi dan Rekreasi Kota: Studi Kasus Kawasan Dinoyo Tenun, Surabaya. Jurnal Rekayasa Perencanaan. Volume 4, hal. 1–

11.

Pradestya, R. Imswatama, A. & Balkist, S. (2019). Langkah-Langkah Pemecahan Masalah Dan Kemampuan Kognitif. Jurnal UMMI. Volume 2, hal. 43–49.

Prastyo, I., Suryanto, S., & Rini, A. P. (2020). Disonansi Kognitif Wanita Pekerja

(24)

Seks Komersial yang Bekerja Menghidupi Keluarga. Psisula: Prosiding Berkala Psikologi.Volume 1, hal. 74–83.

Puspasari, H., & Puspita, W. (2022). Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian Tingkat Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa terhadap Pemilihan Suplemen Kesehatan dalam Menghadapi Covid-19. Jurnal Kesehatan.

Volume 13, hal. 65-71.

Rizkyta, D. P., & Fardana N. A. (2019). Hubungan Antara Persepsi Keterlibatan Ayah Dalam Pengasuhan Dan Kematangan Emosi Pada Remaja. Jurnal Psikologi Pendidikan Dan Perkembangan. Volume 8, hal. 10–20.

Sabila, F., Caisarina, I., & Salsabila, A. (2021). Identifikasi Karakteristik Kawasan Permukiman Kumuh Di Bantaran Sungai Krueng Daroy. Rumoh:

Journal of Architecture. Volume 11, hal. 40–48.

Sutarmanto H. & Joni M. A. (2017). Disonansi Kognitif Gay Terkait Budaya Patrilineal di Bali. Gadjah Mada Journal of Psychology. Volume 3, hal. 1–

12.

Talakua, Y., Anas, S., & Aqil, M. (2020). Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Rsu Bhakti Rahayu Ambon. Jurnal Inovasi Penelitian. Volume 1, hal. 1253–1270.

Triono, M. A., & Setiyaningsih, L. A. (2017). Desain Disonansi Kognitif Sebagai Faktor Anteseden Untuk Penguatan Kualitas Informasi Pada Website.

Seminar Nasional Sistem Informasi. Volume 1, hal. 71–79.

Putri, S. M. (2020). Hubungan Antara Kemandirian Dan Problem Solving Pada Remaja. Skripsi. (tidak diterbitkan). Yogyakarta Fakultas Psikologi Dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia

Sulasmono, B. S. (2012). Problem Solving: Signifikansi, Pengertian, Dan Ragamnya. Satya Widya, Volume 28, hal. 156-165.

Muhammad A. (2004). Psikologi Perkembangan Peserta Anak Didik. Jakarta:

Bumi Aksara

Ragita P, & Faridana A. (2021). Pengaruh Keterlibatan Ayah Dalam Pengasuhan Terhadap Kematangan Emosi Pada Remaja. Buletin Riset Psikologi dan Kesehatan Mental. 1, hal. 417-424.

Putri F. (2018). Pentingnya Orang Dewasa Awal Menyelesaikan Tugas

(25)

Perkembangannya. Schoulid (Indonesia Journal of School Conseling). 3, hal.

35-40.

Suharman A. (2005). Pengembangan Alat Ukur Psikologi. Yogyakarta:Andi.

(26)

IDENTITAS PENELITI

Nama : Novela Wilujeng Nim : 1810811013

Alamat : Perum permata indah blok b9 No Hp : 082141225154

Referensi

Dokumen terkait

Dalam perencanaan bangunan tahan gempa harus memperhatikan standar yang mengacu pada SNI 1726:2012 untuk tata cara perencanaan ketahananan gempa, sedangkan untuk

Hasil output dari sistem informasi tersebut berupa chart atau diagram (drill down) penjualan dan produksi serta daftar distribusi penjualan tersebut terhadap daerah mana saja

Dengan ini kami mengundang perusahaan saudara untuk megikuti Klarifikasi Penawaran Paket Pekerjaan Pembuatan Tanaman Hutan Rakyat Desa Botutonuo yang Insya Allah

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, baik dari hasil angket dan wawancara menunjukkan variabel pendapatan berpengaruh signifikan terhadap pola konsumsi

Dalton menerangkan bahwa susunan yang tetap (dari) senyawa dengan teori bahwa atom unsur-unsur digabung untuk membuat partikel yang lebih kompleks yang disebut

Implementasi kebijakan adalah salah satu tahap kebijakan publik, antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi- konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang