• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Fisik Kenaikan Muka Air Laut terhadap Wilayah Pesisir Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Dampak Fisik Kenaikan Muka Air Laut terhadap Wilayah Pesisir Kota Medan"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK FISIK KENAIKAN MUKA AIR LAUT TERHADAP

WILAYAH PESISIR KOTA MEDAN

TRI WORO WIDYASTUTI

110302052

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

DAMPAK FISIK KENAIKAN MUKA AIR LAUT TERHADAP

WILAYAH PESISIR KOTA MEDAN

SKRIPSI

TRI WORO WIDYASTUTI

110302052

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

DAMPAK FISIK KENAIKAN MUKA AIR LAUT TERHADAP

WILAYAH PESISIR KOTA MEDAN

SKRIPSI

TRI WORO WIDYASTUTI

110302052

Skripsi Sebagai Satu Diantara Beberapa Syarat untuk dapat Memperoleh Gelar Sarjana Perikanandi Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS Zulham Apandy S.Kel,M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si

Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Judul Penelitian : Dampak Fisik Kenaikan Muka Air Laut terhadap Wilayah Pesisir Kota Medan

Nama : Tri Woro Widyastuti

Nim : 110302052

(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : Tri Woro Widyastuti

NIM : 110302052

Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Dampak Fisik Kenaikan Muka Air Laut terhadap Wilayah Pesisir Kota Medan” adalah benar rmerupakan

hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bagian akhir skripsi ini.

Medan, Agustus 2015

(6)

ABSTRAK

TRI WORO WIDYASTUTI. Dampak Fisik Kenaikan Muka Air Laut terhadap Wilayah Pesisir Kota Medan. Dibimbing oleh DARMA BAKTI dan ZULHAM APANDY HARAHAP.

Kasus banjir rob merupakan masalah yang sering terjadi di daerah pesisir pantai. Hal ini dikarenakan daerah permukaan tanah yang lebih rendah atau bahkan sama dibandingkan permukaan air laut. Selain itu juga dikarenakan naiknya permukaan air laut sehingga pada pasang air laut masuk dan menggenangi pesisir. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keadaan banjir rob di wilayah pesisir Kota Medan dan menyediakan peta kerentanan terhadap kenaikan muka air laut di Kota Medan. Kenaikan muka air laut didapatkan dari rata-rata kenaikan pasang surut pertahun. Kemudian kenaikan muka air laut ini di kaitkan dengan data penggunaan lahan, topografi, kependudukan, serta wawancara langsung pada penduduk sekitar. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa luasan genangan yang terjadi akibat kenaikan muka air laut ini bertambah dari tahun ketahun. Sehingga mengkhawatirkan beberapa kelurahan di Kecamatan Medan Belawan. Hasil wawancara langsung pada masyarakat setempat juga menyatakan hal yang sama bahwa terdapat beberapa kelurahan yang memang rentan dengan datangnya banjir pasang (rob). Kemudian digunakan metode VCA berdasarkan PERKA No. 02 tahun 2012 untuk mendapatkan kelas kerentanan pada tiap kelurahan dan di proyeksikan dalam bentuk peta dengan metode overlay (tumpang tindih).

(7)

ABSTRACT

TRI WORO WIDYASTUTI. Physical Impacts of Sea Level Rise on Coastal Of Medan. Under academic supervision are DARMA BAKTI and ZULHAM APANDY HARAHAP.

Case of tidal flood is a common problem in coastal areas. This is because the surface area of lower land or even the same compared to sea level. It is also due to rising sea levels so that the incoming tide and flood coastal. This study aimed to analyze the state of tidal flooding in coastal areas of Medan and provide a map of vulnerability to sea level rise in the city of Medan. Sea level rise is obtained from the average increase in tidal year. Then the sea level rise in the data associated with land use, topography, population, and direct interviews with local people. Results from this study indisemethicate that. The extent of inundation caused by sea level rise is increasing from year to year. So worrying some villages in the district of Medan Belawan. The results of direct interviews with local people also expressed the same thing that there are some villages that are prone to flooding tide (rob). Then use the method VCA based Perka No. 02 in 2012 to get the class of vulnerabilities in each village and projected in the form of maps with overlay method.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Dampak Fisik Kenaikan Muka Air Laut terhadap Wilayah Pesisir Kota Medan”, yang merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan studi pada Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Ayahanda Drs. Mujiyono Age Suponco, dan Ibunda Dra. Hj. Endang Sugiharti yang

menjadi alasan untuk menggapai cita-cita. Ratih Dewanti S.T, Dwiyan Prayoga

Putra S.T, dan Gusti Tetri Dewantari, yang juga selalu memberikan motivasi dan

mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih untuk

doa, dukungan dan motivasi yang tiada henti kepada penulis.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak

Zulham Apandy Harahap, S.Kel, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang

telah bersedia untuk memberikan saran serta meluangkan waktu untuk memberikan

bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku ketua program studi Manajemen Sumberdaya

Perairan. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Program Studi Manajemen

Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

4. Teman-teman seperjuangan yang penulis sayangi Isti Mauladina, Syafrida Siregar,

Josephin S.S. Panjaitan S.Pi, Dede Yuanda, Meyna Melia Utari, Nurul Azmi S.Pi,

Desy Ariska S.Pi, Putri Widyawati dan seluruh teman-teman seperjuangan angkatan

(9)

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat sebagai informasi dan perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang manajemen sumberdaya perairan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan skripsi ini.

Medan, Agustus 2015

Tri Woro Widyastuti

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Binjai, pada tanggal 3 Agustus 1993. Penulis merupakan anak ketiga dari 4 bersaudara dari Ayah yang bernama Drs. Mujiyono Age Suponco dan Ibu Dra. Hj. Endang Sugiharti.

Penulis menyelesaikan pendidikan formal SD sampai dengan SMA di PERGURUAN TAMANSISWA CABANG BINJAI dan lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2011 penulis diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur UMB - PTN pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan dengan mengambil minat studi Konservasi Sumberdaya Perairan.

Selama menempuh studi di Universitas Sumatera Utara, penulis telah mengikuti Praktik Kerja Lapang (PKL) di Dinas Peternakan dan Perikanan – Kabupaten Sumedang pada tahun 2014. Untuk pengalaman organisasi, penulis pernah mengikuti organisasi Ikatan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (IMASPERA) Fakultas Pertanian USU dan tergabung dalam relawan di Unit Kerja SAHIVA Universitas Sumatera Utara. Penulis juga pernah menjadi asisten pada laboratorium Oseanografi dan Pengelolaan Lingkungan Pesisir pada tahun ajaran 2013-2014.

(11)

DAFTAR ISI

Wilayah dan Ekosistem Pesisir ... 5

(12)

Persiapan Data... 15

PraPengolahan (Pre- Processing) Data Citra Satelit ... 15

Analisis Kenaikan Muka Air Laut ... 16

Pengkajian Resiko Bencana ... 16

Verifikasi Lapangan ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kenaikan Muka Air Laut ... 20

Indeks Resiko Bencana Banjir Kota Medan ... 22

Peta Kepadatan Penduduk Kota Medan ... 23

Peta Penggunaan Lahan Kota Medan ... 24

Peta Topografi Wilayah Pesisir Kota Medan ... 25

Pengkajian Resiko Bencana Banjir... 26

Peta Kenaikan Muka Air Laut Wilayah Pesisir Kota Medan tahun 2015 sampai dengan tahun 2065... 30

Pembahasan ... 33

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 38

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. KerangkaPemikiran ... 3

2. Peta Lokasi Penelitian Wilayah Pesisir Kota Medan ... 14

3. Grafik Kenaikan Muka Air Laut Tahun 2012 s.d 2015 ... 19

4. Grafik Ramalan Pasang Surut Belawan ... 20

5. Peta Kepadatan Penduduk Wilayah Pesisir Kota Medan ... 24

6. Peta Penggunaan Lahan Kota Medan ... 25

7. Peta Topografi Pesisir Kota Medan ... 26

8. Peta Kerentanan Resiko Bencana Banjir Rob Pesisir 9. Kota Medan ... 29

10. Peta Genangan Wilayah Pesisir Kota Medan Tahun 2015 ... 31

(14)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Indeks Kapasitas Banjir Menurut PERKA No.2 tahun 2012 ... 18 2. Matriks Besaran Ancaman Bencana Sesuai dengan Kapasitas

3. dan Kerentanan ... 18 4. Matriks Kerentanan Bencana Sesuai dengan Nilai Ancaman,

5. Kapasitas dan Kerentanan ... 19 6. Tinggi Rata-rata Pasang Surut Belawan ... 20 7. Kepadatan Penduduk Berdasarkan Kelurahan di Kecamatan

8. Medan Belawan ... 23 9. Indeks Ancaman Banjir Rob ... 27 10. Indeks Kerentanan Resiko Bencana Banjir Rob Kecamatan

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Gambar Alat dan Bahan ... 31

2. Pembobotan Indeks Kerentanan Banjir ... 41

3. Perhitungan Kenaikan Muka Air Laut ... 42

4. Lokasi Penelitian ... 46

5. Peta Indeks Kerentanan Bencana ... 49

(16)

ABSTRAK

TRI WORO WIDYASTUTI. Dampak Fisik Kenaikan Muka Air Laut terhadap Wilayah Pesisir Kota Medan. Dibimbing oleh DARMA BAKTI dan ZULHAM APANDY HARAHAP.

Kasus banjir rob merupakan masalah yang sering terjadi di daerah pesisir pantai. Hal ini dikarenakan daerah permukaan tanah yang lebih rendah atau bahkan sama dibandingkan permukaan air laut. Selain itu juga dikarenakan naiknya permukaan air laut sehingga pada pasang air laut masuk dan menggenangi pesisir. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keadaan banjir rob di wilayah pesisir Kota Medan dan menyediakan peta kerentanan terhadap kenaikan muka air laut di Kota Medan. Kenaikan muka air laut didapatkan dari rata-rata kenaikan pasang surut pertahun. Kemudian kenaikan muka air laut ini di kaitkan dengan data penggunaan lahan, topografi, kependudukan, serta wawancara langsung pada penduduk sekitar. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa luasan genangan yang terjadi akibat kenaikan muka air laut ini bertambah dari tahun ketahun. Sehingga mengkhawatirkan beberapa kelurahan di Kecamatan Medan Belawan. Hasil wawancara langsung pada masyarakat setempat juga menyatakan hal yang sama bahwa terdapat beberapa kelurahan yang memang rentan dengan datangnya banjir pasang (rob). Kemudian digunakan metode VCA berdasarkan PERKA No. 02 tahun 2012 untuk mendapatkan kelas kerentanan pada tiap kelurahan dan di proyeksikan dalam bentuk peta dengan metode overlay (tumpang tindih).

(17)

ABSTRACT

TRI WORO WIDYASTUTI. Physical Impacts of Sea Level Rise on Coastal Of Medan. Under academic supervision are DARMA BAKTI and ZULHAM APANDY HARAHAP.

Case of tidal flood is a common problem in coastal areas. This is because the surface area of lower land or even the same compared to sea level. It is also due to rising sea levels so that the incoming tide and flood coastal. This study aimed to analyze the state of tidal flooding in coastal areas of Medan and provide a map of vulnerability to sea level rise in the city of Medan. Sea level rise is obtained from the average increase in tidal year. Then the sea level rise in the data associated with land use, topography, population, and direct interviews with local people. Results from this study indisemethicate that. The extent of inundation caused by sea level rise is increasing from year to year. So worrying some villages in the district of Medan Belawan. The results of direct interviews with local people also expressed the same thing that there are some villages that are prone to flooding tide (rob). Then use the method VCA based Perka No. 02 in 2012 to get the class of vulnerabilities in each village and projected in the form of maps with overlay method.

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang mempunyai kerentanan yang tinggi terhadap perubahan iklim. Hal ini berkaitan dengan kondisi Indonesia yang merupakan wilayah kepulauan dengan jumlah pulau yang sangat banyak.Perubahan iklim yang terjadi mengakibatkan dampak yang besar terhadap masyarakat pesisir di seluruh dunia khususnya di Indonesia.

Perubahan iklim telah dirasakan masyarakat pesisir di Indonesia. Keadaan ini diindikasikan dari banyaknya pemberitaan media massa mengenai banjir rob di beberapa daerah. Adanya isu tentang perubahan iklim dan pemanasan global menyebabkan meningkatnya kewaspadaan masyarakat di Indonesia akan dampak dari masalah tersebut, terutama masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir. Kawasan pemukiman yang berada di pesisir dihadapkan kepada permasalahan banjir pasang (rob) akibat fluktuasi muka air laut. Permasalahan tersebut diperparah jika secara geografis lebih rendah dibanding dari permukaan laut.

Fenomena naiknya muka air laut ini dikenal dengan sebutan Sea Level Rise (SLR). Fenomena ini menimbulkan ancaman terhadap kota-kota yang

terletak di wilayah pesisir. Perubahan iklim dapat dianggap sebagai suatu situasi ketidakpastian yang dihadapi oleh masyarakat pesisir. Padahal bagi masyarakat pesisir pengetahuan lokal mengenai cara-cara menghadapi perubahan musim telah menjadi keseharian mereka.

(19)

gelombang pasang. Untuk itu diperlukannya gambaran mengenai daerah yang rentan banjir dan dampak yang mungkin terjadi serta kewaspadaan terhadap wilayah tersebut.

Perumusan Masalah

Pengaruh Pemanasan global yang terjadi di permukaan bumi menimbulkan dampak seperti kenaikan muka air laut. Akibatnya, permukaan wilayah pesisir akan lebih rendah atau hampir sama dengan permukaan air laut sehingga wilayah pesisir akan rentan banjir yang berasal dari pasang air laut. Oleh sebab itu perlu diketahui pengaruh masukan air laut dan ketinggian banjir rob di wilayah pesisir, dengan perumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah banjir rob air laut mengganggu daerah perumahan dan aktivitas warga pesisir Kota Medan?

2. Bagaimana dampak kenaikan muka air laut terhadap wilayah pesisir Kota Medan?

Kerangka Pemikiran

(20)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Kenaikan Muka Air Laut yang terjadi di PesisirKota Medan Provinsi Sumatera Utara akan diketahui melalui peningkatan tinggi genangan tiap tahunnya, dengan mengumpulkan data tinggi genangan dan tinggi permukaan daratan di Kota Medan sedangkan kerentanan wilayah pesisir diketahui melalui pengkajian resiko bencana banjir.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis keadaan banjir rob air laut di wilayah pesisir Kota Medan. 2. Tersedianya peta kerentanan terhadap kenaikan muka air laut di Pesisir Kota

Medan.

Peningkatan Volume Genangan pada Wilayah Pesisir Kota Medan

Kepadatan Penduduk Kota Medan

Kerentanan Wilayah Pesisir Kota Medan Luasan Genangan

Terjadinya Banjir Rob di Wilayah Pesisir Kota Medan

Analisis terhadap Pengaruh Banjir Rob

Bentuk Topografi Kota Medan yang

Landai

Ketinggian Muka Air Laut Tahun 2015 yang

Terus Meningkat

(21)

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Sebagai data dasar dalam mengetahui dampak kenaikan muka air laut daribanjir rob diwilayah pesisir Kota Medan.

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Wilayah dan Ekosistem Pesisir

Pesisir merupakan wilayah yang sangat dinamis serta kaya akan sumberdaya alam hayati dan non hayati. Indonesia memiliki sumberdaya yang sangat besar karena merupakan negara kepulauan dengan panjang garis pantai mencapai 81.000 km. Namun demikian wilayah pesisir ini sangat rentan terhadap fenomena pemanasan global yang menyebabkan kenaikan muka air laut (Sulma, 2012).

Kawasan pesisir merupakan wilayah perairan laut yang terkait dengan kegiatan budidaya dan wilayah daratan yang berada di belakang garis sempadan pesisir yang secara langsung berkaitan dengan kegiatan sosial ekonomi di wilayah sempadan pesisir dan perairan laut. Berdasarkan undang-undang No. 27 tahun 2007 Tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, bahwa daerah pesisir dihitung ke daerah darat yaitu dari garis pantai sampai batas administrasi, dan kearah laut dihitung dari garis pantai sepanjang 12 mil kearah laut. Sehingga kawasan pesisir merupakan daerah atau kawasan yang kaya akan potensi baik dari sisi ekonomi, wisata sumberdaya serta potensi besar bencana. Namun secara batas ekologis, kawasan pesisir ke darat masih dipengaruhi oleh laut dan laut masih dipengaruhi darat (Dahuri, 2002 diacu oleh Hidayat, 2012).

(23)

meliputi daerah paparan benua (continental shelf) (Beatley dkk., 1994 diacu oleh Dahuri, dkk., 2004).

Wilayah pesisir merupakan ekosistem sangat produktif yang berfungsi sebagai penopang utama bagi pertumbuhan ekonomi. Lebih dari 55% dari hasil perikanan nasional berasal dari perikanan tangkap di wilayah pesisir. Wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil merupakan wilayah ekosistem yang kaya akankeanekaragaman hayati, termasuk terumbu karang, mangrove, padang lamun, laguna, dan estuari. Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia merupakan rumah bagi 2.500 spesies moluska, 2.000 spesies krustasea, 6 jenis penyu, 30 spesies mamalia laut, dan lebih dari 2.000 spesies ikan. Dengan 70 genera dan 500 spesies karang keras yang meliputi 32.935 km2 (atau 16,5% dari luas terumbu karang dunia). Indonesia merupakan bagian dari segi tiga terumbu karang (coral traingle), wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati

tertinggi di dunia (megadiversity country).Sebagai bagian dari kawasan Coral Triangle, daerah keanekaragaman hayati laut yang luar biasa ini dianggap sebagai bentangan terumbu karang terbesar kedua di dunia setelah Great Barrier Reef di Australia.Ekosistem terumbu karang tersebut memberikan multi manfaat, termasuk diantaranya untuk perlindungan pantai dari gelombang badai, sumber makanan dan habitat biota, bahan genetik untuk obat, hamparan pantai karang dan pasir, serta surga bawah aiir untuk menyelam bagi jutaan wisatawan (Suraji, 2012).

(24)

Konversi lahan dan pemanfaatan lahan di kawasan pesisir menjadi salah satu penyebab utama terjadinya permasalahan pada kawasan pesisir yang mempengaruhi penyimpangan tata guna lahan di kawasan tersebut (Adiprima dan Sudrajat, 2012).

Sumberdaya hayati perairan pesisir yang merupakan satuan kehidupan (organisme hidup) saling berhubungan dan berinteraksi dengan lingkungan non-hayatinya (fisik) membentuk suatu sistem. Dengan demikian, pembahasan selanjutnya dititik beratkan pada ekosistem pesisir yang merupakan unit fungsional komponen hayati (biotik) dan non-hayati (abiotik) (Bengen, 2000).

Kawasan pesisir memiliki nilai strategis dengan berbagai keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimilikinya, sehingga berpotensi menjadi prime mover pengembangan wilayah nasional. Bahkan secara historis menunjukkan

bahwa kawasan pesisir telah berfungsi sebagai pusat kegiatan masyarakat karena berbagai keunggulan fisik dan geografisnya. Akan tetapi, pesisir merupakan kawasan yang perlu mendapat perhatian khusus. Hal ini disebabkan kawasan pesisir memiiki karakteristik-karakteristik khusus yang terdiri atas karakteristik daratan yang terdapat pada sub-sistem daratan pesisir (shore line) dan karakteristik perairan yang terdapat pada subsistem periran pesisir (coastal line). Adanya interaksi keduanya menyebabkan kawasan pesisir memiiki kendala alam yang tidak ditemui pada ekosistem daratan lainnya (Rahmasari dan Hariyanto, 2011).

(25)

kualitas nilai dan keanekaragaman hayati (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2007).

Komponen biotik yang menyusun suatu ekosistem pesisir terbagi atas empat kelompok utama yaitu (1) produser, (2) konsumer primer, (3) konsumer sekunder dan (4) dekomposer. Komponen abiotik dari suatu ekosistem pesisir terbagi atas tiga komponen utama yaitu (1) unsur dan senyawa anorganik, karbon, nitrogen dan air yang terlibat dalam siklus materi di suatu ekosistem, (2) bahan organik, karbohidrat, protein dan lemak yang mengikat komponen abiotik dan biotik, dan (3) regim iklim, suhu dan faktor fisik lain yang membatasi kondisi kehidupan (Bengen, 2000).

Kota Medan merupakan satu dari beberapa kota di Provinsi Sumatera Utara. Kota Medan berpenduduk 2 juta orang yang memiliki areal seluar 26.510 hektar yang secara administratif dibagi atas 21 kecamatan yang mencakup 151 kelurahan. Secara geografis wilayah Kota Medan berada diantara 3”30’ – 3”43’ LU dan 98”35’- 98”44’ BT dengan luas 265,10 km2 dengan batas-batas sebagai berikut :

a. Batas Utara : Kabupaten Deli Serdang dan Selat Malaka b. Batas Selatan : Kabupaten Deli Serdang

c. Batas Timur : Kabupaten Deli Serdang d. Batas Barat : Kabupaten Deli Serdang

(26)

2,5- 37,5 meter diatas permukaan laut. Secara geografis, Kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber alam seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan Kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kelitraan yang sejajar, saling menguntungkan dan saling memperkuat daerah-daerah sekitarnya.

Kenaikan Muka Air Laut

Secara umum, kenaikan muka air laut merupakan dampak dari pemanasan global (global warming) yang melanda seluruh belahan bumi. Berdasarkan laporan IPCC (International Panel on Climate Change) bahwa rata-rata suhu permukaan global meningkat 0,3-0,6°C sejak akhir abad 19 dan sampai tahun 2100 suhu bumi diperkirakan akan naik sekitar 1,4-5,8°C (Dahuri, 2002 dan Bratasida, 2002 diacu oleh Wirasatriya, 2006).

Kenaikan muka air laut sebagai akibat dari perubahan iklim global mulai dirasakan ekstrim sejak abad ke–20. Kondisi muka air laut tersebut dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu peningkatan temperatur air laut dan perubahan massa air laut. Dengan mempertimbangkan kondisi geografis dan topografi Indonesia sebagai Negara kepulauan, maka dapat diketahui bahwa Indonesia memiliki kerentanan yang sangat tinggi terhadap berbagai dampak dari fenomena perubahan iklim, khususnya kenaikan muka air laut (Isfandiari dan Djoko, 2010).

(27)

sedangkan kenaikan air laut yang menerus adalah seperti yang teridentifikasi oleh pemanasan global. Fenomena kenaikan muka air laut dapat di presentasikan menggunakan Sea Level Rise (SLR) dipengaruhi secara dominan oleh pemuaian thermal sehingga volume air laut bertambah. Selain itu mencairnya es di kutub dan gletser juga memberikan kontribusi terhadap perubahan kenaikan muka air laut. Kenaikan muka air laut bisa menyebabkan berkurangnya atau mundurnya garis pantai, mempercepat terjadinya erosi pantai berpasir, banjir di wilayah pesisir, dan kerusakan infrastruktur yang berada di wilayah pesisir seperti dermaga, dan bangunan pantai lainnya (Liyani, dkk., 2012).

SLR ini dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pemuaian air laut sehingga akan meningkatkan intensitas dan frekuensi banjir serta dapat terjadi penggenangan suatu wilayah daratan (Wuriatmo, dkk., 2012).

Laporan dari Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) memperkirakan bahwa pada kurun waktu 100 tahun terhitung mulai dari tahun 2000 permukaan air laut akan meningkat setinggi 15 – 90 cm dengan kepastian peningkatan setinggi 48 cm (Sihombing, dkk., 2012).

(28)

adalah 0,17 (0,12 – 1,22) meter dan diproyeksikan akan meningkat hingga 0,59 (0,18 – 0,59) meter pada tahun 2100. Ketinggian muka laut rata-rata 0,59 meter tersebut merupakan batas pasang tertinggi saat ini dan ketinggian air saat terjadi badai. Fakta tersebut menunjukkan bahwa kenaikan muka laut rata-rata yang telah diprediksikan tersebut akan menjadi ancaman bagi hamper semua lahan pesisir terutama yang berelevasi rendah. Sedangkan SRES (Special Report on Emission Scenarios) (IPCC, 2001) memprediksikan kenaikan muka air laut hingga

mencapai nilai ekstrim yakni 0,8 meter pada tahun 2095. Keadaan ini mengharuskan pihak-pihak pemangku kepentingan untuk melakukan pendekatan yang memadai untuk menghadapi berbagai kemungkuinan di abad mendatang (Catwright, 2008 diacu oleh Rositasari, dkk., 2011)

Banjir Rob

(29)

telah menimbulkan banyaknya spekulasi serta studi ilmiah yang hanya berfokus pada akibat dari banjir rob itu sendiri, sehingga ditakutkan menimbulkan persepsi umum yang salah mengenai bagaimana fenomena banjir rob ini seharusnya ditangani. Studi akan fenomena banjir rob ini pun menjadi semakin penting mengingat meningkatnya rasa haus masyarakat akan penjelasan ilmiah mengenai peristiwa banjir rob di kota-kota besar yang belakangan terjadi (Bakti dan Muslim, 2011).

(30)

Rob terjadi terutama karena pengaruh tinggi rendahnya pasang surut air laut yang terjadi oleh gaya gravitasi. Gravitasi bulan merupakan pembangkit utama pasang surut.Walaupun masa matahari jauh lebih besar dibandingkan masa bulan, namun karena jarak bulan yang jauh lebih dekat ke bumi dibandingkan matahari, maka gravitasi bahan bulan memiliki pengaruh yang lebih besar. Terjadinya banjir rob akibat adanya kenaikan muka air laut yang disebabkan oleh pasang surut, dan faktor-faktor atau eksternal force seperti dorongan air, angin atau swell (gelombang yang akibatkan dari jarak jauh), dan badai yang merupakan fenomena alam yang sering terjadi di laut. Selain itu, banjir rob juga terjadi akibat adanya fenomena ikloim global yang ditandai dengan peningkatan temperatur rata-rata bumi dari tahun ke tahun (Chandra dan Rima, 2013).

(31)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelititan

Penelitian ini dilaksanakan di P esisir Kota Medan pada Bulan Februari 2015 sampai dengan Mei 2015. Gambaran lokasi penelitian di Kota Medan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

Alat dan Bahan Penelitian

(32)

Bahan yang digunakan pada penelitian ini berupa: data citra satelit dari ASTERGDEM wilayah pesisir Kota Medan dengan format DEM, data pasang surut wilayah pesisir Kota Medan tahun 2011 sampai dengan 2015, data topografi Kota Medan, dan data statistik kependudukan Kota Medan pada tahun 2013. Gambar alat dan bahan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Prosedur Penelitian Persiapan Data

Tahap ini meliputi pengumpulan data dan pengecekan kelengkapan data yang telah dikumpulkan. Tujuan pengecekan data untuk mengetahui kekurangan-kekurangan pada datayang telah terkumpul, sehingga bisa dilakukan upaya-upaya untuk melengkapi kekurangan yang ada.

Pra Pengolahan (Pre- Processing) Data Citra satelit

a. Konversi Data Citra (Import File)

Data citra satelit Landsat yang dipergunakan dalam penelitian ini, didownload dengan format DEM dan diolah dengan perangkat lunak ArcGis 9.3. b. Pemotongan Citra (Cropping)

(33)

Analisis Kenaikan Muka Air Laut

Kenaikan muka air laut dapat dilihat dari data kondisi pasang surut yang

dikumpulkan pada lima tahun terakhir yaitu pada tahun 2011 sampai dengan 2015. Kemudian diprediksikan selama lima puluh tahun menggunakan perangkat lunak Global Mapper dan data citra satelit. Teknik yang digunakan dalam menganalisis perubahan kenaikan muka air laut ini yaitu metode tumpang tindih (overlay). Overlay merupakan proses penyatuan data dari lapisan layer yang berbeda. Secara sederhana overlay disebut sebagai operasi visual yang membutuhkan lebih dari satu layer untuk digabungkan secara fisik.

Peta kenaikan muka air laut yang diprediksi dan ditumpang tindih untuk mengetahui perubahan kenaikan muka air laut dan kenaikan luasan genangan yang terjadi pada perkiraan waktu lima puluh tahun mendatang.

Pengkajian Resiko Bencana

Pengkajian resiko bencana merupakan sebuah pendekatan untuk memperlihatkan potensi dampak negatif yang mungkin timbul akibat suatu potensi bencana. Potensi dampak negatif yang timbul dihitung berdasarkan tingkat kerentanan dan kapasitas kawasan tersebut. Potensi dampak negatif ini dilihat dari potensi jumlah jiwa yang terpapar hingga kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Pengkajian resiko bencana banjir ini mengacu pada PERKA No.2 tahun 2012 dengan pendekatan sebagai berikut :

Resiko bencana (R) = Ancaman (H) x

(34)

Pendekatan ini digunakan untuk memperlihatkan hubungan antara ancaman, kerentanan dan kapasitas yang membangun perspektif tingkat resiko bencana suatu kawasan.

1. Indeks Ancaman Bencana

Indeks ancaman bencana disusun berdasarkan dua komponen utama, yaitu kemungkinan terjadi suatu ancaman dan besaran dampak yang pernah tercatatuntuk bencana yang terjadi. Pemetaan indeks ancaman bencana diperoleh dari sumber data yang telah ditentukan. Data kemudian dibagi kedalam 3 kelas ancaman, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Tabel indeks ancaman banjir rob dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Indeks Ancaman Banjir Rob

Kedalaman (m) Kelas Nilai Bobot (%) Skor

(35)

Untuk menghitung indeks kerentanan digunakan rumus dari PERKA No. 2 tahun 2012, dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi Komponen Kerentanan Banjir Rob No Komponen

Indeks kapasitas diperoleh berdasarkan tingkat ketahanan daerah pada suatu waktu. Tingkat ketahanan daerah bernilai sama untuk seluruh kawasan pada suatu kabupaten/kota yang merupakan ruang ingkup kawasan terendah kajian kapasitas ini. Indeks kapasitas banjir rob menurut PERKA No. 2 tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Indeks Kapasitas Banjir Rob menurut PERKA No.2 tahun 2012

4. Penyusunan Kajian Resiko Bencana

Kajian resiko bencana memberikan gambaran umum terkait tingkat resiko suatu bencana pada suatu daerah yang dikaitkan dengan beberapa indeks

NO BENCANA KOMPONEN/INDIKATOR KELAS INDEKS BOBOT

TOTAL

SUMBER DATA

RENDAH SEDANG TINGGI

1. Seluruh 2. Peringatan Dini dan

Kajian Resiko bencana 3. Pendidikan

Kebencanaan 4. Penguranagan Faktor

Resiko Dasar 5. Pembangunan

(36)

sebelumnya. Matriks kelas kerentanan bencana dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.

Tabel 4. Matriks besaran ancaman bencana sesuai dengan nilai kapasitas dan kerentanan.

V/C KAPASITAS

TINGGI SEDANG RENDAH

KERENT ANAN

RENDAH

SEDANG

TINGGI

Tabel 5. Matriks kerentanan bencana sesuai dengan nilai ancaman, kapasitas dan kerentanan

H X V/C V/C

RENDAH SEDANG TINGGI

ANCAMAN

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kenaikan Muka Air Laut

Kenaikan muka air laut dapat diketahui melalui perubahan ketinggian pasang surut yang terjadi sebelumnya. Data pasang surut ini dikutip dari buku terbitan Dinas Hidrostatistik tahun 2011 sampai dengan tahun 2015. Hasil dari data pasang surut tersebut kemudian diolah menggunakan metode Admiralty sehingga diketahui kenaikan muka air laut pertahunnya.Tabel Pasang surut dan perhitungan metode Admiralty dapat dilihat pada Lampiran 2. Ketinggian muka air laut ini berpengaruh pada luasan genangan pada saat banjir rob terjadi di kawasan pesisir. Besarnya angka pasang surut air laut dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Tinggi Rata-rata Pasang Surut Belawan

Bulan/Tahun 2011 2012 2013 2014 2015

(*tinggi pasang surut dalam satuan centimeter)

(38)

Dari nilai rata-rata ketinggian pasang surut yang telah ditampilkan pada Tabel 5 diatas maka dapat terlihat besaran pasang surut air laut dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015. Data rata-rata pasang surut tersebut dapat diketahui kenaikan muka air laut dengan menghitung rata-rata selisih ketinggian muka air laut pertahunnya. Grafik kenaikan muka air laut dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik Kenaikan Muka Air Laut tahun 2011 sampai dengan tahun 2015

Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa terjadi kenaikan muka air laut yang terjadi setiap tahunnya. Kenaikan muka air laut yang terjadi pada pesisir Kota Medan Kecamatam Medan Belawan kurang lebih sebesar 1,042 cm/tahun. Beberapa foto kelurahan yang tergenang banjir dapat dilihat pada Lampiran 3.

(39)

Tabel 7. Hasil Perhitungan Metode Admiralty

Hasil perhitungan yang ditampilkan pada Tabel 7 diatas menunjukkan nilai pasang surut berdasarkan gaya tarik bulan dan matahari. Dari data hasil perhitungan Admiralty yang kemudian diolah menggunakan software pasut didapatkan grafik pasang surut wilayah pesisir Kota Medan Kecamatan Medan Belawan yang dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik Ramalan Pasang Surut Belawan

(40)

Indeks Resiko Bencana Banjir Provinsi Sumatera Utara

Wilayah Sumatera Utara khususnya Kota Medan termasuk kedalam wilayah yang rawan terhadap bencana banjir. Dari Peta Indeks Resiko Banjir Wilayah Sumatera Utara wilayah Kota Medan termasuk kedalam wilayah yang rentan terhadap banjir dan dikategorikan kedalam wilayah dengan resiko banjir yang tinggi. Peta indeks Resiko Bencana Banjir Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada Lampiran 4.

Peta Kepadatan Penduduk Kota Medan

Data kepadatan penduduk Kota Medan diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Medan berdasarkan banyaknya rumah tangga, penduduk dan Rata-rata anggota rumah tangga dirinci menurut kelurahan di Kecamatan Medan Belawan tahun 2013. Statistik kependudukan wilayah pesisir Kota Medan Khususnya wilayah Kecamatan Medan Belawan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 8. Kepadatan Penduduk Berdasarkan Kelurahan di Kecamatan Medan Belawan Sumber (Badan Pusat Statistik Kota Medan, Penduduk Desember 2013).

Kelurahan

Banyaknya Rata- rata

Anggota RT Rumah tangga Penduduk

(41)

Jika diklasifikasikan kedalam jumlah jiwa/ha dan dikategorimaka di dapatkan hasil pada tabel 9.

Kelurahan Penduduk (Jiwa) Luasan Jiwa/Ha

Sicanang 24816 245.2 101.20

Belawan Bahagia 16092 196.4 81.93

Belawan Bahari 17987 219.7 81.87

Belawan I 21072 252.8 83.35

Belawan II 20328 183.5 110.77

Bagan Deli 14985 267.8 55.95

Statistik kepadatan penduduk wilayah pesisir Kotas Medan kemudian diproyeksikan kedalam peta yang diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Sumatera Utara. Peta Kepadatan Penduduk Wilayah Pesisir Kota Medan dapat diihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Peta Kepadatan Penduduk Wilayah Pesisir Kota Medan

(42)

kedalam wilayah dengan kepadatan penduduk yang masih rendah. Dari data yang diberikan oleh Dinas Statistika dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Kota Medan, jumlah penduduk yang menempati kawasan pemukiman kurang lebih sebesar 100 jiwa/hektar.

Peta Penggunaan Lahan Kota Medan

Peta penggunaan lahan wilayah pesisir Kota Medan diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Kota Medan yang di proyeksikan kedalam peta pada Gambar 6.

Gambar 6. Peta Penggunaan Lahan Kota Medan

(43)

Penggunaan lahan ini sebagai salah satu faktor terjadinya banjir, hanya saja jika kawasan tidak dimanfaatkan dengan baik.

Peta Topografi Wilayah Pesisir Kota Medan

Peta topografi diperoleh dari citra satelit yang di download dari ASTERGDEM yang kemudian diolah menggunakan software Global Mapper untuk membuat garis-garis kontur berdasarkan ketinggian yang sama pada satu wilayah. Kemudian peta yang telah berkontur di ekspor kedalam format shp untuk kemudian diolah menggunakan software ArcGIS hingga berbentuk layout.Peta topografi Wilayah Pesisir Kota Medan dapat diihat pada Gambar 7.

(44)

Pada Gambar 7 yang menunjukkan ketinggian kontur wilayah pesisir Kota Medan terlihat bahwa daerah pesisir memiliki ketinggian yang relatif sama yaitu 1 hingga 4 meter diatas permukaan laut.

Pengkajian Resiko Bencana Banjir

1. Hasil dan Analisis Ancaman Banjir Rob

Berdasarkan PERKA No.2 Tahun 2012 Indeks Ancaman Banjir Rob diklasifikasikan menurut kedalaman banjir dan genangan yang terjadi pada daerah yang diteliti. Indeks Ancaman Banjir Rob yang telah disajikan sebelumnya pada pada Tabel 1 bahwa pada hampir semua kelurahan pada Kecamatan Medan Belawan masuk dalam kategori sedang kecuali pada kelurahan bagan deli yang memiliki kedalaman banjir < 0,76 m sehingga dikategorikan dalam kelas rendah. Kategori kelas ancaman banjir rob Kecamatan Medan Belawan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Kategori Kelas Ancaman Banjir Rob Kecamatan Medan Belawan

Kelurahan Kedalaman (m) Kelas Skor

Sicanang 0,76 - 1,5 Sedang 0,66

(45)

lahan Hutan Bakau/Mangrove sebesar 14,38 ha dengan indeks kelas sedang. Sesuai dengan Tabel 2, Penilaian indeks kelas kerentanan berupa :

No Komponen

Nilai setiap kelas kerentanan : Klasifikasi Total Kerentanan :

Rendah : 1 Rendah : 0 - 1

Sedang : 3 Sedang : 1 - 3

Tinggi : 5 Tinggi : 3 – 5

Indeks kerentanan = (0,4 * skor kerentanan sosial) + (0,1* lingkungan)

Klasifikasi kelas kerentanan berdasarkan nilai penilaian indeks kerentanan dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Klasifikasi Kelas Kerentanan Berdasarkan Nilai Penilaian Indeks Kerentanan

(46)

yang telah tersaji sebelumnya pada Tabel 3, kelas indeks dapat dikategorikan berdasarkan komponen berikut :

Berdasarkan tabel diatas, wilayah pesisir Kota Medan khususnya Kecamatan Medan Belawan, terdapat tiga komponen yang mewakili daerah yang diteliti, yaitu memiliki aturan dan kelembagaan penanggulangan bencana, pendidikan kebencanaan, dan pengurangan faktor resiko dasar dan termasuk dalam kategori sedang. Kemudian parameter ini dihitung berdasarkan pembobotan yang disajikan pada tabel 8 sebagai berikut :

Tabel 8. Parameter Pembobotan Indeks Kapasitas Bencana Banjir

Parameter bobot

(100%)

Kelas

Skor rendah sedang tinggi

Aturan dan kelembagaan Peringatan dini dan kajian resiko

bencana

Pendidikan Kebencanaan Pengurangan faktor resiko dasar

Pembangunan kesiapsiagaan pada seluruh lini

Berdasarkan tabel diatas indeks kapasitas Kecamatan Medan Belawan dikategorikan dalam kelas sedang dengan nilai antara 0,33 – 0,66.

BENCANA KOMPONEN/INDIKATOR KELAS INDEKS BOBOT

TOTAL

SUMBER DATA

RENDAH SEDANG TINGGI

Seluruh 2. Peringatan Dini dan

(47)

4. Klasifikasi bencana dengan matriks penentuan sesuai rumus VCA (Vulnerability Capacity Analysis)

Hasil skoring yang sebelumnya telah dilakukan menggunakan indeks ancaman dan kapasitas kemudian di klasifikasikan dengan menggunakan matriks penentuan kelas rentan. Dimulai dengan menghubungkan nilai kerentanan dan kapasitas pada setiap kelurahan berdasarkan tabel yang tersaji pada Tabel 4 dan Tabel 5 sebelumnya. Sehingga didapatkan hasil berupa matriks kerentanan bencana banjir rob pada Tabel 12.

Tabel 12. Matriks Kerentanan Bencana Banjir Rob

Kelurahan Nilai Ancaman Skor Indeks (Kelas)

(H)

(Sedang) Sedang Sedang Belawan

(Sedang) Sedang Sedang

Belawan Bahari 0,66 (Sedang)

1,5 (Sedang)

0,5

(Sedang) Sedang Sedang

Belawan I 0,66

(Sedang)

1,5 (Sedang)

0,5

(Sedang) Sedang Sedang

Belawan Ii 0,66

(Sedang)

1,5 (Sedang)

0,5

(Sedang) Sedang Sedang

Bagan Deli 0,33

(Rendah)

0,7 (Rendah)

0,5

(Sedang) Rendah Rendah

5. Peta Kerentanan Resiko Bencana Banjir Rob Kecamatan Medan Belawan Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa hampir seluruh kelurahan pada Kecamatan Medan Belawan memiliki nilai kerentanan dengan kelas sedang kecuali pada Kelurahan Bagan Deli yang memiliki nilai kerentanan yang lebih rendah dari kelurahan yang lainnya sehingga dikategorikan dalam kelas rendah.

(48)

Gambar 8. Peta Kerentanan Resiko Bencana Banjir Rob Pesisir Kota Medan

Peta Kenaikan Muka Air Laut Wilayah Pesisir Kota Medan Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2065

Dari data kenaikan muka air laut yang sebelumnya telah dihitung menggunakan metode Admiralty, didapatkan angka kenaikan muka air laut yang kemudian diolah menggunakan software ArcGIS dengan peta yang sebelumnya di download dari ASTERGDEM. Pengolahan peta dilakukan dengan memotong atau mengclip area yang di teliti. Kemudian membedakan antara darat dan laut serta genangan. Garis pantai diperoleh dari prakiraan kenaikan muka air laut menggunakan software Global Mapper dan di overlay dengan peta dasar yang telah dibedakan darat, laut dan genangannya. Kemudian diolah hingga diketahui luasan genangan yang terjadi.

(49)

menghitung kenaikan muka air laut yang terjadi selama lima tahun terakhir. Besar kenaikan muka air laut yang terjadi lima puluh tahun mendatang kemudian diolah menggunakan software Global Mapper 15. Garis pantai kemudian di export ke dalam ArcGIS dan ditumpang tindih (overlay) dengan peta dasar dan peta kontur. Perubahan muka air laut ini kemudian digabungkan dengan peta dasar untuk dihitung perubahan luasan genangan yang akan terjadi selama lima puluh tahun mendatang. Peta dasar yang telah diolah sebelumnya kemudian di overlay atau ditumpang tindih dengan peta topografi serta peta kependudukan yang di digitasi dengan batas wilayah kelurahan sehingga didapatkan peta akhir dengan gambaran genangan yang terdapat di beberapa kelurahan pada Kecamatan Medan Belawan.

Peta Kenaikan Muka Air Laut Wilayah Pesisir Kota Medan tahun 2015 hingga tahun 2065 mendatang dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10.

(50)

Gambar 10. Peta Genangan Wilayah Pesisir Kota Medan Tahun 2065

Berdasarkan Gambar 9 dan Gambar 10 terlihat bahwa terjadi perubahan pada wilayah pesisir Kota Medan berupa genangan. Luasan genangan yang terjadi pada tahun 2015 sebesar 16.778 m2 dan pada Gambar 10 luasan genangan sebesar 36.113 m2 sehingga perubahan luasan genangan yang terjadi sebesar 19.334 m2.

Pembahasan

(51)

pertambahan volume air laut. Perubahan tinggi permukaan air laut dapat dilihat sebagai suatu fenomena alam yang terjadi secara periodik maupun menerus. Kenaikan muka air laut bisa menyebabkan berkurangnya atau mundurnya garis pantai, mempercepat terjadinya erosi pantai berpasir, banjir di wilayah pesisir, dan kerusakan infrastruktur yang berada di wilayah pesisir seperti dermaga, dan bangunan pantai lainnya.

Jenis pasang surut yang terjadi di perairan Belawan adalah pasang surut semi diurnal yaitu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam satu hari.Pasang tertinggi terjadi pada saat bulan baru dan bulan penuh. Jenis pasang surut diperoleh dari data yang dikumpulkan oleh Dinas Hidrostatistik mengenai ketinggian pasang surut air laut tiap jam selama lima tahun. Sesuai dengan literatur Sangari (2014) menyatakan bahwa pasang surut harian ganda (semi diurnal tide) merupakan pasang surut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali

surut yang tingginya hamper sama dalam satu hari, pasang surut ini terdapat di sepanjang Selat Malaka hingga Laut Andaman.

(52)

warming) yang melanda seluruh belahan bumi ini. Naiknya suhu permukaan

global menyebabkan mencairnya es di kutub utara dan selatan bumi sehingga terjadilah Sea Level Rise (SLR). Diperkirakan dari tahun 1999 – 2100 mendatang kenaikan muka air laut sekitar 1,4 – 5,8 m.

Berdasarkan pengamatan citra satelit dan pengumpulan data sekunder, luas genangan yang terjadi pada tahun 2015 adalah sebesar 16.778 m2 sedangkan pada tahun 2065 mendatang diperkirakan akan terjadi perluasan genangan menjadi

36.113,44 m2 sehingga akan terjadi penambahan volume genangan sebesar

19.334,64 m2.Dari hasil wawancara kepada masyarakat pesisir Kecamatan Medan Belawan Kota Medan, banjir pasang menggenangi pemukiman hingga jalan umum setinggi 1 hingga 1,5 meter. Dan terjadi selama 2 sampai dengan 4 jam hingga air laut surut kembali. Banjir rob yang rutin terjadi pada pesisir Kota Medan menggenangi beberapa kelurahan di Kecamatan Medan Belawan, yaitu pada kelurahan Bagan Deli, Belawan I, Belawan II, Belawan Bahari, Belawan Bahagia dan Sicanang. Rob terjadi terutama karena pengaruh tinggi-rendahnya pasang surut air laut yang terjadi oleh gaya gravitasi bulan. Menurut Chandra dan Rima (2013), bahwa terjadinya banjir rob akibat adanya kenaikan muka air lautyang disebabkan oleh pasang surut dan faktor-faktor atau eksternal force seperti dorongan air, angin atau swell (gelombang yang akibatkan dari jarak jauh). Selain itu, banjir rob juga terjadi akibat adanya fenomena iklim global yang ditandai dengan peningkatan temperatur rata-rata bumi dari tahun ke tahun.

(53)

penduduk serta kondisi topografinya. Wilayah pesisir Kota Medan memiliki nilai topografi sebesar 1 sampai dengan 4 meter diatas permukaan laut sedangkan dari segi kepadatan penduduk Kecamatan Medan Belawan memiiki kepadatan kurang lebih sebesar 100 jiwa/ha. Menurut Hildaliyani (2011), Banjir rob (pasang) terjadi pada saat kondisi pasang maksimum/tertinggi (High Water Level) menggenangi daerah-daerah yang lebih rendah dari muka laut rata-rata (mean sea level). Limpasan air laut dengan bantuan gaya gravitasi akan mengalir menuju tempat-tempat rendah, kemudian akan menggenangi daerah-daerah tersebut. Kelandaian dari dasar laut di wilayah pantai berangsur membentuk daratan baru, sehingga garis pantai itu senantiasa bergerak maju dari tahun ke tahun sambil membentuk endapan-endapan yang menghambat pencurahan air sungai ke laut. Arus pasang merambat di daerah pantai yang landai ini dan akan membuat genangan di wilayah pantai. Akibat pengaruh tersebut kejadian banjir rob (pasang) sering terjadi di wilayah pesisir pantai.

(54)

dan bakteri lainnya sebagai pemicu terjangkitnya penyakit. Menurut Jackubicka dkk. (2010) diacu oleh Marfai (2011), bahwa kesehatan merupakan dampak tak langsung dari terjadinya bencana. Jenis-jenis penyakit yang bisa disebabkan oleh bencana banjir contohnya adalah asma, infeksi kulit, infeksi saluran pernafasan, disentri, dan demam. Perubahan iklim global dapat menyebabkan meningkatnya frekuensi banjir seiring dengan kenaikan muka air global. Hal ini dapat menyebabkan kenaikan dampak banjir terhadap kesehatan.

Berdasarkan Pengamatan langsung dan wawancara kepada masyarakat, pengelolaan banjir pesisir di Kota Medan khusunya pada Kecamatan Medan Belawan mengantisipasi banjir pesisir dengan cara membuat pintu air, meninggikan lantai rumah ataupun halaman rumah. Sedangkan pada beberapa kelurahan telah dilakukan peninggian jalan raya.

(55)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan berupa :

1. Banjir rob merupakan peristiwa yang selalu terjadi pada wilayah pesisir Kota Medan pada Kelurahan Belawan Bahari, Belawan I, Belawan II, Belawan Pulau Sicanang, Bagan Deli, dan Belawan Bahagia dengan ketinggian rata-rata 1 hingga 1,5 meter selama 2 hingga 4 jam pada wilayah pemukiman hingga jalan umum. Luasan genangan pada tahun 2015 sebesar 16.778 m2 dan diperkirakan pada tahun 2065 luasan genangan 36.113 m2 sehingga kenaikan yang terjadi sebesar 19.334 m2.

2. Peta kerentanan resiko bencana banjir rob menggambarkan wilayah pesisir Kota Medan khususnya Kecamatan Medan Belawan masih tergolong dalam kelas sedang dan Kelurahan Bagan Deli masih tergolong rendah.

Saran

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Adiprima, K. P dan S. Arifin. 2012. Kajian Kesesuaian Lahan Tambak, Konservasi dan Pemukiman Kawasan Pesisir Menggunakan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus: Pesisir Pangandaran, Jawa Barat). Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Bakti, F. P. dan M. Marfai. 2011. Identifikasi Fenomena Banjir Rob Jakarta Utara dengan Menggunakan Hidrodinamika. Program Studi Teknik Kelautan. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Bengen, D. 2010. Pengelolaan Ekosistem Wilayah Pesisir. Penerbit Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Chandra, R. K dan R. D. Sari. 2013. Mitigasi Bencana Banjir Rob di Jakarta Utara. Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. 2(1).

Dahuri, H. R, J. Rais, S.P. Ginting dan M. J. Sitepu. 2004. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT Pradnya Paramita, Jakarta.

Departemen Kelautan dan Perikanan, 2007. Program Pengembangan Wilayah Pesisir di Indonesia, Jakarta.

Hidayat, A. 2012. Analisis Pengembangan Kawasan Pesisir Berbasis Mitigasi Sea Level Rise (Kenaikan Muka Air Laut) Studi Kasus Kawasan Kota Lama Makassar. Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Alaudin Makassar, Makassar. 1(1).

Hildaliyani, U. 2011. Analisis Daerah Genangan Banjir Rob (Pasang) Dipesisir Utara Jakarta Menggunakan Data Citra Satelit Spot dan Alos. Insitut Pertanian Bogor, Bogor.

Isfandiari, A dan D. S. A. Santoso 2010. Potensi Dampak Kerusakan Akibat Kenaikan Muka Air Laut di Wilayah Pesisir Kabupaten Indramayu tahun 2030. Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung, Bandung.

(57)

Peraturan Kepala Badan Nasiona Penanggulangan Bencana Nomor 02 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Pengkajian Resiko Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Putra, D. R. 2012. Identifikasi Dampak Banjir Genangan (Rob) Terhadap Lingkungan Pemukiman di Kecamatan Pademangan Jakarta Utara. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Rahmasari, R. dan H. Tanjung. 2011. Pemeteaan dan Evaluasi Kawasan Pesisir Kota Surabaya Menggunakan Sistem Informasi Geografis dan Data Penginderaan Jauh. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Rositasari, R., W. B. Setiawan dan I. H. Supriadi. 2011. Kajian dan Prediksi Kerentanan Pesisir terhadap Perubahan Iklim: Studi Kasus di Pesisir Cirebon. Pusat penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta. 3(1): 52-64.

Sangari, F. J. 2014. Perancangan Pembangkit Listrik Pasang Surut Air Laut. Universitas Negeri Manado, Manado. 3 (1): 187–196.

Sihombing, W. H., Suntoyo dan K. Sambodho. 2012. Kajian Kenaikan Muka Air Laut di Kawasan Pesisir Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. 1: 2301-9271.

Sulma, S. 2012. Kerentanan Pesisir terhadap Kenaikan Muka Air Laut (Studi Kasus: Surabaya dan Daerah Sekitarnya). [Tesis] Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok.

Suraji. 2012. Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia: Paradigma, Perkembangan dan Pengelolaannya. Mengenal Potensi Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia Vol. 2.

Wahyudi, S. I. 2007. Tingkat Pengaruh Elevasi Pasang Laut Terhadap Banjir dan Rob di Kawasan Kaliwage Semarang. Jurnal Kelautan 1(1): 27 – 34. Wuriatmo, H., S. Koesuma dan M.Yunianto. 2012. Analisa Sea Level Rise dari

Data Satelit Altimetri Topex/Poseidon, Jason-1 dan Jason-2 di Perairan laut Jawa Periode 2000 – 2010. 2(7): 73.

(58)

Lampiran 1. Gambar Alat dan Bahan

Kamera digital Software Global Mapper 15

SoftwareArcGIS 9.3 Alat Tulis

(59)

Lampiran 2. Perhitungan Kenaikan Muka Air Laut

(60)
(61)
(62)

Lampiran 3. Lokasi Penelitian

Gambar a. Banjir Pelabuhan TPI Ujung Baru (sumber: harian detik, 2014)

(63)

Lampiran 3 lanjutan

Gambar c. Genangan Akibat Pasang Air Laut di akwasan Pintu Masuk Gabion

(64)

Lampiran 3 lanjutan

Gambae e. Genangan di Jalan Umum Kawasan Gaboion

(65)
(66)

Lampiran 6. Kuisioner Penduduk Wilayah Pesisir Kota Medan terhadap Dampak Kenaikan Muka Air Laut.

Nama :

Jenis Kelamin :

Umur :

Pekerjaan :

Pertanyaan

1. Apakah daerah sekitar pemukiman yang bapak/ibu tinggali terkena banjir pasang?

2. Seberapa dalam banjir yang menggenangi daerah sekitar wilayah pesisir?

3. Berapa lama banjir yang menggenangi daerah yang bapak/ibu tinggali?

4. Kerusakan apa saja yang terjadi akbiat banjir pasang yang secara terus menerus terjadi?

5. Apakah warga terjangkit penyakit akibat banjir pasang?

6. Bagaimana penanganan warga serta pemerintah menanggapi kasus banjir yang rutin terjadi?

7. Apakah terjadi kenaikan garis pantai selama 10 tahun terakhir?

8. Apakah genangan selalu meningkat setiap tahunnya?

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
Tabel 1. Indeks Ancaman Banjir Rob
Tabel 2. Klasifikasi Komponen Kerentanan Banjir Rob Komponen Parameter Bobot
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Spasial Kerentanan Pesisir Jakarta Utara Terhadap Banjir Pasang (Rob) Akibat Kenaikan Muka Air Laut adalah benar

pasang surut, dan faktor-faktor atau eksternal force seperti dorongan air, angin atau swell (gelombang yang akibatkan dari jarak jauh), dan badai yang merupakan fenomena alam

Apakah daerah sekitar pemukiman yang bapak/ibu tinggali terkena banjir pasang3. Seberapa dalam banjir yang menggenangi daerah sekitar

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang

Berdasarkan prediksi luas genangan pada tahun 2030 hasil kajian Suheli (2011) yang mendasarkan pada laju kenaikan muka air laut dan amblesan tanah, maka akan terjadi perubahan

Kenaikan muka air laut secara umum akan mengakibatkan dampak fisik dan lingkungan yang beragam. Tingkat kerentanan suatu wilayah terhadap fenomena kenaikan muka air laut dapat

Dampak dan estimasi kerugian akibat kenaikan muka air laut dapat dilihat dengan cara mengoverlay peta penggunaan lahan dengan peta genangan seperti terlihat pada

Hasil penghitungan variabel proses fisik yakni geomorfologi, tinggi gelombang, tunggang pasang surut, perubahan garis pantai, elevasi dan kenaikan muka laut menunjukkan