• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRANSAKSI JUAL BELI BAJU PRELOVED PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "TRANSAKSI JUAL BELI BAJU PRELOVED PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

i

TRANSAKSI JUAL BELI BAJU PRELOVED PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 1999

TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

(Studi Kasus di Toko Store Banyuwangi Second Kecamatan Tamansari Kabupaten Banyuwangi)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember

Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Fakultas Syariah

Jurusan Hukum Ekonomi Islam Program Studi Hukum Ekonomi Syariah

Oleh :

MEGA UTAMI NIM. S20172057

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER

FAKULTAS SYARI’AH

2022

(2)

ii

TRANSAKSI JUAL BELI BAJU PRELOVED PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 1999

TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

(Studi Kasus di Toko Store Banyuwangi Second Kecamatan Tamansari Kabupaten Banyuwangi)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember

Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Fakultas Syariah

Jurusan Hukum Ekonomi Islam Program Studi Hukum Ekonomi Syariah

Oleh:

MEGA UTAMI NIM. S20172057

Disetujui Oleh Pembimbing:

ZAINUL HAKIM, S.EI, M.PdI.

NIP. 19740523 201411 1 001

(3)

iii

TRANSAKSI JUAL BELI BAJU PRELOVED PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 1999

TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

(Studi Kasus di Toko Store Banyuwangi Second Kecamatan Tamansari Kabupaten Banyuwangi)

SKRIPSI

Telah diuji dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh

gelar Sarjana Hukum (S.H) Fakultas Syariah

Jurusan Hukum Ekonomi Islam Program Studi Hukum Ekonomi Syariah

Pada

Hari : Kamis

Tanggal : 29 Desember 2022 Tim Penguji

Ketua Sekretaris

Dr. Busriyanti, M.Ag. Moh. Syiful Hisan, S.E.I., M.S.I.

NIP. 197106101998032002 NUP. 201603100

Anggota

1. Dr. Hj. Mahmudah, S.Ag., M.E.I. ( )

2. Zainul Hakim, S.E.I., M.Pd.I. ( )

Menyetujui Dekan Fakultas Syariah

Prof. Dr. Muhammad Noor Harisudin, M.Fil.I.

NIP. 19780925 200501 1 002

(4)

iv

MOTTO











































































































Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar- syiar (kesucian) Allah) jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram) jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qalā’id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda) dan jangan (pula mengganggu) para pengunjung Baitulharam sedangkan mereka mencari karunia dan rida Tuhannya!) Apabila kamu telah bertahalul (menyelesaikan ihram), berburulah (jika mau). Janganlah sekali-kali kebencian(-mu) kepada suatu kaum, karena mereka menghalang- halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya (Q.S. Al-Ma’idah 5:2)1

1 Quran Kemenag, https://quran.kemenag.go.id/surah/5 .

(5)

v

PERSEMBAHAN

Karya ini merupakan sebagian banyaknya anugerah Allah SWT yang telah dilimpahkan kepada saya, dengan kerendahan hati dan rasa syukur, saya persembahkan karya ilmiyah ini untuk:

1. Orang tua saya tercinta Saenol dan Tumiah, sebagai bentuk rasa bukti kasih sayang dan Terima kasih atas doa dan pengorbanannya. Dengan seluruh kasih sayang, hanya selembar kertas yang tertuliskan kata persembahan terimakasih yang telah mendoakan dan selalu memberi semangat kepada saya. Saya harap suatu hari nanti saya bisa membuat mereka bahagia.

2. Terimakasih kepada semua keluarga besar saya terutama kakek dan nenek yang tak pernah putus berdo’a untuk saya dengan tulus, dan tak lupa kepada adek saya yang selalu memberi suport kepada saya.

3. Terimakasih kepada sahabat-sahabat saya, yang selalu memberi motivasi, untuk tetap selalu semangat di Kota orang lain.

4. Terimaksih pula kepada para sahabat seperjuangan prodi Hukum Ekonomi Syariah 2017 khususnya sahabat-sahabatku HES 2 yang telah mendokan dan memberi motivasi dan semangat untuk tidak putus asa dari awal kuliah hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Dan semua pihak yang terlibat dalam kehidupan saya.

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji, syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas rahmat dan karunia-Nya, proses pembuatan skripsi ini dapat diselesaikan dengan lancar.

Keberhasilan penulis menyelesaikan skripsi ini berkat dukungan serta dorongan dari banyak pihak-pihak yang paling utama penulis mengucapkan banyak terimakasi kepada:

1. Bapak. Prof. Dr. H. Babun Suharto, SE., MM. selaku, Rektor Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.

2. Bapak. Prof. Dr. Moh. Noor Harisuddin, M.Fil.I. selaku, Dekan Fakultas Syari’ah.

3. Ibu. Dr. Busriyanti M.Ag selaku, Ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syariah.

4. Bapak. Zainul Hakim, S.EI, M.PdI. sebagai Dosen Pembimbing, yang selalu memberikan nasehat, serta motivasi, dan mengoreksi dalam penyusunan skripsi ini.

5. Seluruh dewan pengajar Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.

6. Kepada teman-teman Fakultas Syariah Program Studi Muamalah, Terkhususnya kelas HES 2.

7. Serta semua para pihak yang terkait dalam penelitian ini.

(7)

vii

Penulis mendo’akan semoga Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak-pihak yang diatas. Peneliti sadar bahwa penulisan skripsi masih belum sempurna.oleh karena itu penulis memohon untuk kesediaan pembaca untuk memberikan kritik dan saran. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis, pembaca, sekolah, dan almamater Amminn Yaa Allah Yaa Rabbal’alamin.

Jember, 26 Desember 2022 Penulis

Mega Utami S20172057

(8)

viii ABSTRAK

Mega Utami, 2021: Transaksi Jual Beli Baju Preloved Persepektif Undang- Undang Nomer 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen(Studi Kasus Di Toko Store Banyuwangi Second Kecamatan Tamansari Kabupaten Banyuwangi)

Perdagangan merupakan kegiatan transaksi barang dan jasa dengan tujuan pengalihan hak atas barang dan jasa untuk memperoleh imbalan atau kompensasi.

Transaksi dalam perdagangan harus sesuai dengan yang disyariatkan oleh hukum yang mengaturnya. Perdagangan pakaian preloved tidak hanya dijual secara langsung kepada masyarakat, namun penjualan pakaian preloved impor juga dijual secara online.

Adapun fokus masalah ini adalah : (1) Bagaimana praktik jual beli baju preloved di Desa Tegalsari, Kecamatan Tamansari Kabupaten Banyuwangi?. (2) Bagaimana jual beli baju preloved di Desa Tegalsari, Kecamatan Tamansari Kabupaten Banyuwangi perspektif Undang-undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui praktik jual beli baju preloved di Desa Tegalsari, Kecamatan Tamansari Kabupaten Banyuwangi. (2) Untuk mengetahui jual beli baju preloved di Desa Tegalsari, Kecamatan Tamansari Kabupaten Banyuwangi perspektif Undang-undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis- empiris yang berpedoman pada norma hukum dan fakta-fakta lapangan. Objek penelitiannya adalah Toko Store Banyuwangi Second di Kecamatan Tamansari Kabupaten Banyuwangi.

Hasil dari penelitian ini ialah: 1) konsumen tertarik akan pakaian preloved dikarenakan bermerk dan murah. Permasalahan yang sering dialami oleh konsumen yakni ada cacat tersembunyi dipakaian, ketika melakukan komplain konsumen tidak mendapatkan hak untuk mendapat kompensasi atau ganti rugi.

Dan ini tidak sesuai dalam khiyar aib dalam jual beli 2) Menurut perspektif UU No 8 Tahun 1999, transaksi tersebut tidak diperbolehkan karena merugikan konsumen, hal ini bertentangan dengan hak-hak konsumen, kewajiban pelaku usaha, larangan-larangan bagi pelaku usaha dan asas-asas yang tercantum.

(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Definisi Istilah ... 8

F. SistematikaPembahasan ... 9

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN ... 11

A. Penelitian Terdahulu ... 11

B. Kajian Teori ... 14

BAB III METODE PENELITIAN... 37

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian... 37

B. Lokasi Penelitian ... 38

C. Subyek Penelitian ... 38

(10)

x

D. Teknik Pengumpulan Data ... 39

E. Analisis Data ... 40

F. Keabsahan Data ... 40

G. Tahap-tahap Penelitian ... 31

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA ... 43

A. Gambaran Obyek Penelitian ... 43

B. Penyajian Data dan Analisis... 44

C. Pembahasan Temuan ... 57

BAB V PENUTUP ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Saran-saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63 LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Pernyataan Surat Keaslian Tulisan 2. Surat Permohonan Izin Penelitian 3. Surat Keterangan Selesai Penelitian 4. Jurnal Kegiatan Penelitian

5. Dokumentasi 6. Biodata Penulis

(11)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk sosial memiliki dorongan secara naluriah untuk bertahan hidup. Sifat naluriah ini adalah mutlak dimiliki oleh semua manusia. Adapun bentuk usaha yang dilakukan untuk bertahan hidup dengan memenuhi segala kebutuhannya. Baik yang primer atau sekunder.

Bentuk usaha yang jamak dilakukan manusia pada umumnya ialah berdagang atau jual beli. Di balik bentuk usaha jual beli ini, sebenarnya mengandung proses interaksi antara satu individu dengan individu lainnya.

Setiap orang dalam individu atau kelompok yang memiliki komoditas barang akan membentuk pelanggan, produk atau jasa. Hal ini diperlukan untuk memutar komoditas yang dimiliki. Diputar dalam arti diperjualbelikan.

Dalam hal jual beli barang bekas, kita perlu memperhatikan kejelasan hukum. Ada ketentuan-ketentuan yang perlu diperhatikan. Barang atau benda yang diperjualbelikan harus memenuhi syarat, karena apabila salah satu syarat tidak terpenuhi maka akan mengakibatkan jual beli batal demi hukum. Syarat yang harus dipenuhi dalam obyek jual beli tersebut antara lain:

1. Obyek jual beli haruslah suci, karena barang yang najis tidak sah untuk dijual belikan, seperti: anjing, babi, dan sebagainya. Dalam jual beli pakaian bekas yang dijadikan sasaran sebagai obyek jual beli adalah pakaian bekas itusendiri. Maka pakaiaan bekas bisa dikatakan sebagai

(12)

barang yang suci, yang bisa diperjualbelikan sehingga syarat suci dalam jual beli pakaian-pakaian bekas terpenuhi.

2. Obyek jual beli harus mempunyai manfaat, karena tidak sah menjual sesuatu barang yang tidak ada manfaatnya. Barang bermanfaat adalah bahwa kemanfaatan barang tersebut tidak bertentangan dengan norma- norma yang ada dalam hukum Islam atau dengan ketetapan yang telah tertulis dalam hukum Islam. Akan tetapi terlepas daripakaian tersebut mau dijadikan atau dipakai kapan dan buat apa yang jelas pakaian bekas dalam hal ini memiliki manfaat dan bernilai. Maka secara syarat kemanfaatan suatu obyek jual beli pakaian bekas telah memenuhi.

3. Barang tersebut merupakan kepunyaan penjual, kepunyaan yang diwakilkan atau yang mengusahakan dalam jual beli pakaian bekas yang ada di pasar beringharjo berdasarkan observasi yang dilakukan penyusun kepada beberapa kios pedagang pakaian bekas bahwa pakaian yang mereka jual merupakan kepunyaan sendiri dari hasil membeli Borongan kepada pengepul pakaian bekas dari kampung. Berdasarkan proses jual beli yang dilakukan antara pengepul dengan para pedagang yang ada di Pasar Beringharjo menjadikan perpindahan milik secara penuh dari pengepul kepada pedagang pakaian bekas yang ada di kios. dari segi kepunyaan obyek praktik jual beli pakaian bekas yang ada di pasar Beringharjo tidak ada masalah, dengan kata lain syarat tersebut telah terpenuhi.

(13)

3

4. Barang tersebut diketahui oleh para pihak yaitu penjual dan pembeli baik itu zat, kadar dan sifat-sifatnya jelas sehingga antara keduanya tidak ada yang merasa dikecewakan dan penipuan. Dalam hal ini, untuk menghindari jual beli garar.2

Munculnya tren dari kalangan remaja umum yang gemar berbelanja pakain bekas bermerk, selain karena ingin sejajar dengan atensi sosial dalam hal berpakaian, ini juga karena harganya murah. Terjangkaunya barang dengan harga murah dan sekaligus bermerk, kadang-kadang membuat mereka tidak peduli dengan kualitas barang. Konsumen pakaian bekas yang berasal dari kalangan remaja selain ingin mensejajarkan diri dengan trend yang sedang berkembang, juga memiliki pendapat tersendiri mengenai mengapa memilih pakaian bekas sebagai item fashion mereka.3

Banyuwangi sebagai salah satu kota yang maju di level pariwisata4 dan pakaian, menjadi alasan kuat mengapa trend pakaian bermerk meski bekas digandrungi anak muda.

Ada fakta dalam jual beli yang menyimpan masalah besar bagi konsumen. Konsumen kerap menjadi korban kerugian atas berbagai hal ayang diakibatkan oleh rusaknya barang yang ia beli, misalnya. Tentu, konsumen dalam hal ini, memerlukan payung hukum untuk dapat dilindungi hak-haknya.

2 Istianah, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Jual Beli Pakaian Bekas di Pasar Beringharjo Yogyakarta”, Az Zarqa’, Vol. 7, No. 2, Desember 2015, 224-225.

3 Khoirum Makhmudah dan Moch. Khoirul Anwar, “Perspektif Ekonomi Islam Pada Jual Beli Pakaian Bekas Impor (Studi Kasus @Calamae)”, Jurnal Ekonomika dan Bisnis Islam, 248.

4 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi, “Majestic Banyuwangi”, https://www.banyuwangitourism.com/

(14)

Akibat dari adanya siklus produsen dan konsumen ialah perdangangan.

Definisi Perdagangan menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, menyebutkan bahwa “Perdagangan adalah tatanan kegiatan yang terkait dengan transaksi barang dan/ataujasa di dalam negeri dan melampaui bataswilayah negara dengan tujuan pengalihan hakatas barang dan/atau jasa untuk memperoleh imbalan atau kompensasi”.5

Peneliti mengambil objek penelitian di Toko Store Banyuwangi Second. Dalam praktiknya, Toko Store Banyuwangi Second, termasuk dalam kategori dunia usaha yang melaksanakan perdagangan. Yang menarik adalah, toko tersebut mengkomersilkan barang impor dengan jenis pakaian bekas.

Para konsumen dari pangsa pasar Banyuwangi yang gemar membeli barang-barang impor brand ternama dengan harga terjangkau, jelas tidak asing dengan toko tersebut. Namun berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan pada Pasal 47 ayat (1) menyebutkan bahwa,

“Setiap importir harus mengimpor barang dalam keadaan baru”.6 Adanya regulasi yang mengatur barang impor dan hubungannya dengan usaha yang bergerak di Toko Store Banyuwangi Second patut menjadi perhatian khusus.

Bisnis jual beli baju bekas (preloved) dari brand luar negeri cukup menggiurkan. Di kalangan kaula muda, tak peduli baju itu bekas asalkan brand ternama, barang tersebut pasti akan jadi primadona pilihan. Sayangnya, banyak konsumen yang akhirnya dirundung kekecewaan setelah barang yang ia beli tak sesuai ekspektasi. Artinya, penawaran barang yang bersih,

5 Pasal 1 angka (1), Undang-Undang Nomor. 7 Tahun 2014 tentang, Perdagangan.

6 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan, pasal 47 ayat 1

(15)

5

terjangkau dan memuaskan pelanggan hanya isapan jempol belaka. Di toko tersebut menurut karyawannya menjual baju higienis. Tetapi ada baju yang sudah robek alias tak layak diperjualbelikan. Pelanggan yang komplain tak dihiraukan pihak Toko Store Banyuwangi Second.7

Larangan pengimporan pakaian bekas di Indonesia telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51 Tahun 2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas. Dalam Pasal 2 menyebutkan: “Pakaian bekas dilarang untuk diimpor ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.”8 Ditemukannya peredaran komersialisasi barang impor dengan jenis barang bekas di Toko Store Banyuwangi Second Kecamatan Tamansari Kabupaten Banyuwangi.

Toko Store Banyuwangi Second di Kecamatan Tamansari Kabupaten Banyuwangi adalah toko butik yang menjual pakaian bekas (preloved). Usaha tersebut telah dirintis sejak 4 tahun yang lalu. Pakaian bekas yang diperdagangkan di kota Banyuwangi didapatkan dari importir setelah itu dijual kepada pedagang pakaian bekas. Dengan tarif bervariasi berkisar Rp.6.000.000-6.500.000 perkarungnya, tergantung dari jenis barangnya.9

Bisnis pakaian preloved tidak hanya dijual langsung ke masyarakat tetapi juga menjadi komoditas online. Banyak akun online yang secara terang- terangan mengaku membeli dan menjual pakaian bekas impor. Salah satu sarana penjualan online adalah akun facebook dan instagram, dimana akun

7 Wawancara dengan Alvin selaku konsumen.

8 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51 tahun 2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas, pasal 2

9 Wawancara dengan Kevin Wijaya salah satu pemilik Toko Store Banyuwangi Second.

(16)

online tersebut secara jelas menjual pakaian yang telah disukai sebelum diimpor dan menampilkan daftar harga berdasarkan kategori barang yang ada.

Komoditas barang impor berjenis pakaian bekas dan kualitas barang yang jelek di Toko Store Banyuwangi Second adalah dua hal yang sama-sama tidak dibenarkan menurut hukum. Dan yang paling dirugikan dalam hal ini ialah konsumen. Maka perspektif yang digunakan dalam mengurai peristiwa tersebut adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Menilik dari regulasi yang telah diuraikan sebelumnya, Toko Store Banyuwangi Second, diduga telah melanggar hukum. Namun, untuk meninjau lebih jauh, peneliti merasa perlu untuk melakukan kajian yang lebih komprehensif guna memperjelas peristiwa perdagangan barang impor berjenis pakaian bekas berdasarkan aturan yang berlaku. Maka judul skripsiyang diangkat peneliti ialah: “Transaksi Jual Beli Baju Preloved Perspektif Undang- Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Kasus di Toko Store Banyuwangi Second Kecamatan Tamansari Kabupaten Banyuwangi).

B. Fokus Penelitian

Adapun fokus permasalahan dalam penelitian ini, ialah sebagai berikut:

1. Bagaimana praktik jual beli baju preloved di Desa Tegalsari, Kecamatan Tamansari Kabupaten Banyuwangi?

(17)

7

2. Bagaimana jual beli baju preloved di Desa Tegalsari, Kecamatan Tamansari Kabupaten Banyuwangi perspektif Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang, Perlindungan Konsumen ?

C. Tujuan Penelitian

Bersumber pokok permasalah diatas, dan untuk memperoleh jawaban dari permasalahan yang telah dikemukakakan maka seiring dengan masalah yang dibahas dapat dirumuskan tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaiaman praktik jual beli baju preloved di Desa Tegalsari, Kecamatan Tamansari Kabupaten Banyuwangi.

2. Untuk mengetahui bagaimana jual beli baju preloved di Desa Tegalsari, Kecamatan Tamansari Kabupaten Banyuwangi perspektif Undang-undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Hasil dari penelitian diharapkan dapat berguna sebagai pengembangan kajian Hukum Ekonomi syariah, tentang jual beli baju preloved.

b. Supaya bermanfaat untuk melakukan tindak lanjut penelitian sejenis, selain itu juga dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya tergantung dari bidang studi peneliti.

(18)

2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti

Dapat menambah wawasan serta memberikan manfaat bagi peneliti, dan diharapkan bisa menjadi acuan bagi peneliti lainya dalam mengembangkan kajian-kajian tentang hukum ekonomi syariah.

b. UIN KHAS

Demikian adanya penelitian ini dapat menjadi bahan tambahan kepustakaan di bagian skripsi UIN KH Achmad Siddiq Jember trutama Fakultas Syariah Program Studi Hukum Ekonomi Syariah dan juga bisa dijadikan referensi khususnya peneliti selanjutnya.

c. Bagi Masyarakat

Penelitian ini juga sangat diharapkan untuk menjadi sumber data yang bermanfaat bagi masyarakat dan mereka yang terlibat langsung dalam jual beli baju preloved baik produsen ataupun konsumen.

E. Definisi Istilah

Adanya definisi istilah mengandung arti dari mempermudah pemahaman, Maka penulis disini menjelaskan pengertian supaya dapat dipahami dari masing-masing istilah yang sudah dikemukakan ole peneliti, antara lain:

1. Transaksi adalah peristiwa ekonomi atau keuangan dimana melibatkan setidaknya dua para pihak saling bertransaksi, mengikat usahanya,

(19)

9

pinjammeminjam atas dasar salingmenguntungkan atau atas berdasar ketetapan hukum.10

2. Jual beli merupakan pertukaran yang umum, misalnya dapat diganti dengan produk lain seperti uang dapat pakaian bisa jadi dapat beberapa produk lainnya.11

3. Baju Preloved adalah pakaian yang sudah dipakai atau pakaian sisa.12

4. Perspektif adalah gambaran suatu objek pada permukaan yang sangat datar seperti yang terlihat di sekitar atau dari satuan bahasa sebagaimana satua yang berhubungan satu sama lain dalam suatu sistem.13

5. Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa, “perlindungan konsumen merupakan segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.14

F. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan mencakup sistematis dalam semua bab.15Hal ini agar masalah yang diteliti dapat diidentifikasi secara tertib dan teratur.

Adapun sistematikan sistematika penulisan skripsi ini ialah sebagai berikut.

BAB I, bab pendahuluan yang meliputi latar belakang, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi istilah dan sistematika pembahasan.

10Sunarto Zulkifli, Dasar-dasar Akuntansi Perbankan Syariah (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), 10

11 Abdurrahman Al-Jaziri, Fiqh Empat Mazhab Muamalat II (Jakarta: Darul Ulum Press, 2001),

12KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

13KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

14Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

15Tim Penyusun, Pedoman Penulsan Karya Ilmiah (Jember: IAIN Jember), 73.

(20)

BAB II, memuat tinjauan pustaka yang di dalamnya terdiri dari penelitian terdahulu, dan kajian teoritis yang berkaitan dengan permasalahan yang penelitian ini ialah, tinjauan Undang-undang perlindungan konsumen terhadap jual beli baju preloved.

BAB III, menmuat metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. Bab ini terdiri dari beberapa poin ialah, pendekatan penelitian, jenis penelitian, lokasi penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data, analisis data, keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian.

BAB IV, memuat penyajian data dan analisis dat, pada bagian bab ini berisi gambaran umum lokasi penelitian, Sehingga menggambarkan objek dari pembahasan temuan.

BAB Lima, bab ini merupakan bagian akhir, didalamnya memuat kesimpulan dan saran.

(21)

11 BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Penelitian Terdahulu

Penulis memasukan hasil penelitian sebelumnya dan berkaitan dengan penelitian ini. Dalam mengambil langkah ini, kita akan melihat mana keaslian dan kedudukan penelitian dilakukan. Dari penelitian sebelumnya ditemukan sesuai oleh penelitian ini antara lain:

Tabel 1.1

No Judul Penulis Persamaan Perbedaan

1. Analisis Terhadap Praktik Jual Beli Preloved Bekas di MediaSosial Facebook ditinjau dari Undang-undang Konvensional dan Hukum Islam.16

Ayu Nofita Riski Lestari, 2019. Analisis Terhadap Praktik Jual Beli Preloved Bekas di Media Sosial Focebook ditinjau dari Undang- undang Konvensional dan Hukum Islam

sama-sama membahas tentang jual beli baju preloved.

Sedangkan jenis penelitian penelitian ini adalah sama meggunakan penelitian kualitatif.

a. Fokus

permasalahan yang dibahas

b. Lokasi penelitian c. Perbedaan

penelitian yang sebelumnya dengan penelitian yang akan diteliti adalah penelitian dia atas objek secara onnile dan perspektifnya menggunakan Undang-undang Konvensional dan Hukum Islam dan penelitian yang akan saya teliti objeknya secara offline dan menggunakan tinjauan Undang- undang

perlindungan Konsumen dan

16 Ayu Nofita Riski Lestari, Analisis Terhadap Praktik Jual Beli Preloved Bekas di Media Sosial Focebook ditinjau dari Undang-undang Konvensional dan Hukum Islam (Tulungagung: IAIN Tulungagung, 2019).

(22)

Maqashid syariah.

2. Tinjauan

Ekonomi Islam Terhadap Jual Beli Pakaian Bekas Dalam Karung (bal- balan) di Pasar Senapelan Pekanbaru.17

Dewi Rohani, 2013.

Tinjauan Ekonomi Islam Terhadap Jual Beli Pakaian Bekas Dalam Karung (bal- balan) di Pasar Senapelan Pekanbaru.18

Persamaannya adalah sama- sama

membahas tentang jual beli.

a. Fokus

permasalahan yang dibahas

b. Lokasi penelitian c. Perbedaan

penelitian yang sebelumnya dengan penelitian yang akan diteliti adalah penelitian di atas dikaji dengan Ekonomi Islam sedangkan penelitian yang akan peneliti teliti ditinjuan dari Undang-undang perlindungan konsumen dan maqashid syariah.

3. Praktik Jual Beli Pakaian Impor Bekas (Studi Kasus di Kota

Salatiga).19

Dita Septika Wati, 2016.

Praktik Jual Beli Pakaian Impor Bekas (Studi Kasus di Kota Salatiga).

Fakultas Syariah, Jurusan Hukum Ekonomi Syariah, IAIN Salatiga.

Persamaannya adalah sama- sama

membahas tentang jual beli. Jenis penelitian yang digunakan adalah sama- sama

menggunkan penelitian kualitatif.

a. Fokus

permasalahan yang dibahas

b. Lokasi penelitian c. Penelitian yang

sebelumnya dengan penelitian yang akan diteliti adalah tinjauan penelitian diatas

menggunakan hukum Islam sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan ialah ditinjuan dari, Undang-Undang Perlindungan

17Dewi Rohani, Tinjauan Ekonomi Islam Terhadap Jual Beli Pakaian Bekas Dalam Karung (bal- balan) di Pasar Senapelan Pekanbaru (Riau: UIN SUSKA, 2013).

18Dewi Rohani, Tinjauan Ekonomi Islam Terhadap Jual Beli Pakaian Bekas Dalam Karung (bal- balan) di Pasar Senapelan Pekanbaru (Riau: UIN SUSKA, 2013).

19Dita Septika Wati, Praktik Jual Beli Pakaian Impor Bekas (Studi Kasus di Kota Salatiga), (Salatiga: IAIN Salatiga, 2016).

(23)

13

Konsumen dan Maqashid Syariah.

4. Praktik Jual Beli Barang Bekas dengan Sistem

Menabung Perspektif Fiqih Muamalah (Studi Kasus Bank Sampah Mitraning Jati Desa Nguter)20

Mukhlisina Lahud Dien, 2020. Praktik Jual Beli Barang Bekas dengan Sistem

Menabung Perspektif Fiqih Muamalah (Studi Kasus Bank Sampah Mitraning Jati Desa Nguter).

Fakultas Syariah

Program Studi Hukum

Ekonomi Syariah, IAIN Surakarta.

Persamaannya sama-sama membahas jual beli barang bekas.

a. Fokus permasalahan yang dibahas

b. Lokasi penelitian c. Perbedaan

penelitian yang sebelumnya dengan penelitian yang akan diteliti adalah penelitian ini dikaji melalui perspektif fiqh muamalah.

5. Jual Beli Barang-Barang Second

dengan Sistem

Cash On

Delivery (Cod) (Studi Kasus Pada Situs Forum Jual Beli Purwokerto)21

Febrian Bayu Nugroho, 2017. Jual Beli Barang-

Barang Second

dengan Sistem

Cash On

Delivery (Cod)

(Studi Kasus Pada Situs Forum Jual Beli

Purwokerto)

Persamaannya sama-sama membahas jual beli barang second.

a. Fokus permasalahan yang dibahas

b. Lokasi penelitian c. Perbedaan penelitian

yang sebelumnya dengan penelitian yang akan diteliti adalah penelitian ini dikaji melalui khiyar dalam kasus cash on delivery (COD) berdasarkan hukum slam.

20Mukhlisina Lahud Dien, Praktik Jual Beli Barang Bekas dengan Sistem Menabung Perspektif Fiqih Muamalah (Studi Kasus Bank Sampah Mitraning Jati Desa Nguter), Skripsi, (Salatiga: IAIN Surakarta, 2020).

21Febrian Bayu Nugroho, Jual Beli Barang-Barang Second dengan Sistem Cash On Delivery (Cod) (Studi Kasus Pada Situs Forum Jual Beli Purwokerto), Skripsi, (Purwokerto: IAIN Purwokerto, 2017).

(24)

B. Kajian Teori

1. Tinjauan Jual Beli a. Pengertian Jual Beli

Dalam Pasal 1457 KUHPerdata menyebutkan bahwa, jual beli merupakan sebuah perjanjian antara dua belah pihak yang mengikat, yang mana salah satu pihak menyerahkan suatu barang atau benda, dan pihak lainya membayar benda atau barang tersebut sesuai kesepakatan.22

Jual beli adalah suatu perjanjian timbal balik dalam mana pihak yang satu (penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak lainnya (pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.23

Dalam jual beli yang menjadi kreditur adalah pembeli dan yang menjadi debitur adalah penjual. Ini tidak benar karena hanya menggambarkan sepihak saja, sedangkan jual beli adalah perjanjian timbal balik, baik penjual maupun pembeli sesuai dengan teori dan praktek hukum yang terdiri dari, yaitu :24

22 Aulia Nuril Firdaus, “Praktik Jual beli Pakaian Bekas Ditinjau dari Peraturan Menteri Perdangan Nomor 51 Tahun 2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas (Studi Kasus Pasar Babebo Mangli Kecamatan Kaliwates Kabupaten Jember” (Skripsi, UIN KHAS Jember, 2021), 25.

23 R. Subekti, Aneka Pejanjian, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1989), 1.

24 M. Yahya, Segi-segi Hukum Perjanjian, (Alumni : Bandung, 1986), 16.

(25)

15

1) Individu sebagai persoon atau manusia tertentu;

a) Natuurlijke persoon atau manusia tertentu.

Subjek jual beli berupa orang atau manusia harus memenuhi syarat tertentu untuk dapat melakukan suatu perbuatan hukum secara sah. Seseorang harus cakap untuk melakukan tindakan hukum, tidak lemah pikirannya, tidak berada dibawah pengampuan atau perwalian. Apabila anak belum dewasa, orang tua atau wali dari anak tersebut yang harus bertindak.

b) Rechts persoon atau badan hukum.

Subjek jual beli yang merupakan badan hukum, dapat berupa kooperasi dan yayasan. Kooperasi adalah suatu gabungan orang yang dalam pergaulan hukum bertindak bersama-sama sebagai satu subjek hukum tersendiri.

Sedangkan yayasan adalah suatu badan hukum dilahirkan oleh suatu pernyataan untuk suatu tujuan tertentu. Dalam pergaulan hukum, yayasan bertindak rsoon yang dapat diganti. Mengenai persoon kreditur yang dapat diganti, berarti kreditur yang menjadi subjek semula telah ditetapkan dalam perjanjian, sewaktu-waktu dapat diganti kedudukannya dengan kreditur baru.

(26)

Perjanjian yang dapat diganti ini dapat dijumpai dalam bentuk perjanjian “aan order” atau perjanjian atas perintah. Demikian juga dalam perjanjian “aan tonder” atau perjanjian atas nama .

Sedangkan menurut KUHPerdata, pihak-pihak dalam perjanjian diatur secara sporadis di dalam Pasal 1340, Pasal 1315, Pasal 1317, Pasal 1318 KUHPerdata, antara lain :

1) Para pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri.

2) Para ahli waris mereka dan mereka yang mendapat hak dari padanya.

3) Pihak ketiga.

Sedangkan Jika subyek-subyek tersebut (usaha dagang dan pembeli) mengandung larangan-larangan yang diatur dalam Pasal 1468, 1469, dan 1470 KUHPerdata, maka mereka tidak dapat melaksanakan perjanjian jual beli.

Menurut Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, ketentuan umum mengenai perikatan untuk menyerahkan sesuatu (Pasal 1235 KUHPerdata), dan ketentuan yang diatur secara khusus dalam ketentuan jual-beli (Pasal 1474), penjual memiliki 3 (tiga) kewajiban pokok mulai dari sejak jual-beli terjadi menurut ketentuan Pasal 1458 KUHPerdata. Menurut ketentuan tersebut, secara prinsip penjual memiliki kewajiban untuk:25

25 Gunawan Widjaja dkk, Jual Beli, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), 127.

(27)

17

1) Memelihara dan merawat kebendaan yang akan diserahkan kepada pembeli hingga saat penyerahannya

2) Menyerahkan kebendaan yang dijual pada saat yang telah ditentukan, atau jika tidak telah ditentukan saatnya, atas permintaan pembeli.

3) Menanggung kebendaan yang dijual tersebut.

Dalam Pasal 1474 KUHPerdata menjelaskan bahwa, sebagai pihak penjual memiliki dua kewajiban penting dalam pelaksanaan perjanjian. Kewajiban tersebut adalah menyerahkan suatu barang dan menanggungnya.

Untuk sahnya suatu kontrak, kita harus melihat syarat-syarat yang diatur di dalam pasal 1320 KUH perdata yang menentukan bahwa syarat sah suatu perjanjian sebagai berikut;

1) Kesepakatan para pihak

2) Kecakapan untuk membuat perjanjian 3) Suatu hal tertentu; dan

4) Sesuatu sebab yang halal.26

Jika dijelaskan secara istilah, maka pengertian jual beli ialah berikut:

1) Pertukaran barang dengan barang atau barang dengan uang dengan cara melepaskan hak milik dari satu ke yang lain atau persetujuan keduanya.

26 Tira Nur Fitria, “Bisnis Jual Beli Online (Online Shop) dalam Hukum Islam dan Hukum Negara”, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam Vol. 03 No. 01 Maret 2017, 58.

(28)

2) Kepemilikan harta dengan cara tukar menukar yang sesuai dengan aturan syara’

3) Saling tukar menukar barang yang dapat diterima bersama dengan ijab dan qabul dengan cara yang sesuai dengan syara’

4) Bertukar barang dengan barang lain dengan cara tertentu (diperbolehkan)

5) Bertukar barang dengan benda lainnya, dengan cara saling merelakan atau memindahkan hak milik.

Kata jual dan beli terdiri dua kata yakni jual dan beli. Kata jual menunjukkan tindakan menjual sedangkan beli menjukkan tindakan membeli. Oleh karena itu, kata jual beli menunjukkan adanya dua perbuatan dalam suatu peristiwa yang sama, yang satu adalah penjual dan yang lainnya adalah pembeli. Jadi dalam hal ini terjadilah peristiwa hukum jual beli.

b. Rukun

Mengenai jual beli dalam kalangan ulama memiliki perbedaan pendapat, Menurut ulama Hanafiyah, rukun jual beli adalah ijab kabul baik dalam perkataan maupun perbuatan. Rukun-rukun jual beli adalah:

1) Ada penjual dan pembeli 2) Adanya uang dan benda; dan 3) Adanya pengucapan.

(29)

19

Dalam tindakan jual beli, tiga rukun tersebut harus terpenuhi, karena bila salah satu rukunnya tidak terpenuhi maka perbuatan tersebut tidak dapat disebut dengan akad jual beli.

Menurut Imam Taqiyuddin, adapun rukun jual beli ada tiga:

1) Harus ada aqid (orang yang berakad terdiri dari penjual dan pembeli),

2) Shiqat yaitu ijab (penawaran) dan qobul (penerimaan), 3) Ma’qud Alaihi yaitu barang yang diakadkan.27

c. Syarat Jual Beli

Dalam jual beli terdapat (empat) syarat, yaitu syarat munculnya akad (in'iqad), syarat sahnya akad, syarat pelaksanaan akad (nafadz), dan syarat sahnya akad. kondisi lujum.

Jika penjualan tidak memenuhi syarat-syarat jual beli, maka jual beli itu batal, menurut ulama Hanafi, akad itu membingungkan.

Jika tidak memenuhi syarat nafadz, maka akad mauquf cenderung permisif, bahkan menurut ulama Maleakhi cenderung memungkinkan.

Jika tidak memenuhi syarat lujum, maka akadnya mukhayirr (selektif), khiyar untuk mendirikan atau membatalkan.28

Jual beli dan pembelian tidak dianggap sah sebelum adanya ijab dan qobul, karena ijab dan qobul menunjukkan kerlaan (kegembiraan). Pada umunya ijab dan kabul dilakukan secara lisan, namun jika hal tersebut tidak memungkinkan, seperti membungkam

27 Ahmad Fauzi, Jual Beli Pakaian Bekas dalam Perspektif Fikih Muamalah Iqtishodiyah, Iqtishodia : Jurnal Ekonomi Syariah, 242.

28 Rahmat Syafei, Fiqih muamalah, (Jakarta : Pustaka Setia), 70.

(30)

atau sebaliknya, ijab kabul dapat diberikan melalui surat menyurat yang artinya ijab qobul. Keberadaan wasiat tidak dapat dilihat karena wasiat berkaitan dengan hati, wasiat dapat diketahui melalui tanda- tanda bawaan, tanda yang jelas bahwa wasiat adalah ijab dan qabul.

d. Macam-macam Jual Beli

Jual beli dapat ditinjau dari beberapa cara, jual beli menurut hukum, ialah sebagai berikut:

1) Jual beli sesuai dengan objek barang 2) Jual beli sesuai dengan batasan nilai tukar

3) Jual beli berdasarkan penyerahan nilai tukar pengganti barang 4) Jual beli sesuai dengan hukum

Jual beli barang dapat dilihat pada saat mengadakan akad jual beli, benda dan barang di pertukarkan di depan penjual dan pembeli.

Sifat-sifat barang yang diketahui pembeli tentang barang yang dijual selain pembelian ada juga jual beli yang diperbolehkan dan ada yang dilarang serta ada jual beli yang dilarang tetapi sah.

Jual beli terjadi karena adanya kebutuhan yang berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Misalnya, satu pihak memiliki barang tetapi membutuhkan uang, pihak lain memiliki uang tetapi membutuhkan barang. Dengan demikian, kedua pihak telah bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan mereka.

(31)

21

Jual beli berdasarkan pertukaran secara umum dibagi empat macam:29

1) Jual beli saham (pesanan)

Jual beli saham merupakan jual beli melalui pesanan, yakni jual beli dengan cara menyerahkan terlebih dahulu uang muka kemudian barangnya diantar setelahnya.

2) Jual beli muqoyadhah ( barter)

Jual beli muqoyadhah adalah dengan cara tukar menukar barang dengan barang, seperti menukar baju dengan sepatu.

3) Jual beli mutlak

Jual beli mutlak adalah jual beli barang dengan sesuatu yang telah disepakati sebagai alat pertukaran, seperti uang.

4) Jual beli alat penukar dengan penukar.

Jual beli penukar dengan alat penukar adalah jual beli barang yang biasa dipakai sebagai alat penukar dengan penukar lainnya, seperti uang perak dengan uang emas. Berdasarkan segi harga, jual beli dibagi pula menjadi empat bagian:

a) Jual beli yang menggunakan (al-murababah)

b) Jual beli yang tidak menguntungkan, yaitu menjual dengan harga aslinya ( at-tauliyah)

c) Jual beli rugi (al-khasarah)

29 Ahmad Fauzi, Jual Beli Pakaian Bekas dalam Perspektif, 249-250.

(32)

d) Jual beli al-musawah, yaitu penjual menyembunyikan harga aslinya, tetapi kedua orang yang akad saling meridhoi, jual beli seperti inilah yang berkembang sekarang

e. Khiyar dalam jual beli

Jual beli dalam Islam terdapat keleluasan untuk membatalkan akad jual beli atau meneruskan akad jual beli pada aturan islam disebut dengan khiyar. Khiyar merupakan mencari kebaikan menurut kedua masalah yaitu melangsungkan akad atau membatalkannya.

Macam-macam khiyar secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu:

1) Khiyar Ta’yin

Khiyar meupakan hasil kesepakatan antara penjual dan pembeli, yang menyelesaikan pemilihan target perdagangan dalam jangka waktu tertentu dan hak hanya ada pada satu pihak.

Misalnya, seseorang membeli pakaian dengan tiga pilihan, tetapi pembeli hanya memutuskan pakaian mana yang akan dipilih setelah tiga hari.

2) Khiyar Syarat

Khiyar syarat yaitu penjual dan pembeli membeli sesuatu yang penjual atau pembeli misalnya pakaian yang akan dibeli cocok maka dapat dibeli. Dan apabila tidak cocok mungin bisa dikembalikan. Dalam jual beli yang meminta sesuatu, baik penjual maupun pembeli.

(33)

23

3) Khiyar aib

Dalam transaksi jual beli membutuhkan kesempurnaan barang yang ditukarkan, misalnya ketika kita membeli baju satu kodi dan ternyata pada waktu pesanan udah sampai ada baju yang cacat boleh dikembalikan kepada penjual. Khiyar aib (cacat), yaitu jika barang yang dibeli rusak atau cacat maka pembeli berhak untuk mengembalikan.

Adapun syarat-syarat khiyar ini agar dapat berlaku:30

1) Pembeli tidak mengetahui bahwa barang tersebut ada cacat ketika berlangsungnya akad. Ketika dari awal pembeli sudah mengetahui adanya cacat pada barang yang dibeli, maka di situ tidak ada khiyar aib.

2) Ketika akad berlangsung, penjual tidak mensyaratkan apabila ada cacat tidak bisa dikembalikan, yakni sudah ada kesepakatan dari pembeli tentang cacat yang ada pada barang yang akan dibeli. Jika penjual membuat kesepakatan antar pembeli, dimana barang yang dibeli tidak bias dikembalikan dalam kondisi apapun dan pembeli menyepakitinya, maka tidak ada khiyar aib.

3) Cacat tidak hilang sampai dilakukannya akad. Cacat yang ada pada benda yang di beli bukan akibat dari tindakan pembeli. Adapun juga pembeli tidak boleh berusaha untuk merubah atau

30 Ahmad Fauzi, Jual Beli Pakaian Bekas dalam Perspektif, 251-252.

(34)

menghilangkan cacat yang ada pada benda yang dibeli jika ditemukan cacat. Jika hal tersebut dilakukan, khiyar aib batal.

Pembeli dapat menentukan sikapnya pada saat meihat barang tersebut, apakah ingin melangsungkan akad itu atau tidak. Khiyar atau haak milik itu dapat dibicarakan anatar penjual dan pembeli, seperti khiyar sifat. Apabila sifat-sifat yang telah disepakati bersama dalam suatu akad tidak sesuai saat menerima barang, maka hak khiyar ada pada pembeli, apakah akad itu diteruskan atau tidak dapat juag diganti kembali sesuai dengan sifat-sifat yang telah disepakati terdahulu. Hal ini dilakukan sebagai upaya mengantisipasi kerugian.

2. Tinjauan Perlindungan Konsumen

Adanya Undang-undang Nomor. 8 Tahun 1999 tentang, Perlindungan Konsumen bisa mengangkat derajat konsumen. Adanya UUPK memberikan dampak positif terhadap konsumen. Karena sebelum adanya UUPK, posisi konsumen dikategorikan inverior dan posisi produsen dikategorikan superior. Perlindungan konsumen adalah istilah yang digunakan sebagai penjelasan adanya sebuah aturan yang dapat memberikan perlindungan terhadap para konsumen yang mengalami kerugian, akibat ulah dari produsen.31 Perlindungan konsumen ialah upaya untuk menjamin keselamatan konsumen dan dapat menciptakan adanya kepastian hukum yang berlaku.

31Burhanuddin S, Pemikran Hukum Perlindungan Konsumen dan Sertifikasi Halal, (Malang: UIN Maliki Press, 2011), 1.

(35)

25

Dalam teori perlindungan konsumen terdapat beberapa point, antar lain ialah berikut ini:

a. Unsur-Unsur Perlindungan Konsumen 1) Konsumen

Konsumen adalah pengguna barang dan jasa untuk kepentingan dirinya sendiri, keluarganya, atau orang lain, bukan untuk dijual kembali.32 Konsumen, dapat dibedakan menjadi, pertama, konsumen antara, konsumen yang membeli produk

untuk dijual kembali dari bisnis ekonomi, kedua, konsumen akhir merupakan konsumen yang menggunakan produk untuk di konsumsi.

2) Produsen

Produsen adalah setiap orang baik, perorangan maupun badan hukum yang bertempat tinggal atau melakukan usaha di wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.33

3) Barang dan/atau Jasa

Barang dan/atau jasa adalah objek yang diperjual belikan oleh produsen dan konsumen. Produk barang dan/atau jasa yang dijadikan objek perlindungan terhadap konsumen sangatlah banyak. Keragaman ini dikarnakan kebutuhan konsumen yang

32 Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia (Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, 2013), 20.

33Pasal 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

(36)

berbeda, mulai dari kebutuhan pokok hingga kebutuhan tambahan.

Permintaan pertanggungjawaban terhadap produk dibenarkan jika terbukti adanya sebuah pelanggaran yang telah dilakukan oleh pelaku usaha, unsur kerugian yang dialami oleh konsumen pengguna dan ahli warisnya, dan unsur adanya hubungan kausal, antara perbuatan melawan hukum dengan adanya sebuah kerugian.

Perlindungan konsumen dilakukan sebagai bentuk usaha bersama antara masyarakat (konsumen), pelaku usaha dan Pemerintah sebagai pembuat Peraturan Perundang-Undangan yang berkaitan dengan Perlindungan Konsumen. Dalam hukum perlidungan konsumen terdapat lima asas, adapun asas-asas tersebut ialah, asas keadilan, asas manfaat, asas keseimbangan, asas keamanan dan keselamatan konsumen serta asas kepastian hukum. Kelima asas tersebut menjadi landasan tujuan adanya perlindungan konsumen, sebagaimana yang telah disebutkan dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1999.34

Adapun secara rinci mengenai lima asas dalam perlindungan konsumen ialah berikut ini:

1) Asas Manfaat, asas ini dibuat sebagai upaya untuk melindungi kepentingan konsumen, sehingga dapat bermanfaat yang sebesar- besarnya bagi konsumen dan produsen dalam segala hal.

34 Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004), 25

(37)

27

2) Asas Keadilan dapat menciptakan keadilan baik terhadap konsumen maupun produsen, keadilan dapat dicapai dengan memberikan hak dasar kepada konsumen dan produsen supaya keduanya mendapatkan haknya serta melaksanakan kewajibannya secara adil dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3) Asas keseimbangan, asas keseimbangan ditetapkan untuk menjamin keseimbangan atau persamaan kedudukan produsen, konsumen, dan pemerintah, dalam arti material maupun spiritual.

4) Asas Keamanan dan keselamatan konsumen, asas ini dapat melindungi konsumen, agar dapat menciptakan rasa aman bagi konsumen dalam pemanfaatan atau mengkonsumsi barang dan produk.

5) Asas kepastian hukum, asas ni ditetapkan agar produsen maupun konsumen dapat mematuhi hukum yang telah diatur dalam undang-undang perlindungan konsumen.35

Dari lima prinsip asas tersebut secara kualitatif dapat dibagi menjadi tiga asas yaitu: 36

1) Asas kemanfaatan, asas ini meliputi asas keamanan dan keselamatan konsumen.

2) Asas keadilan, asas ini meliputi asas keseimbangan.

3) Asas kepastian hukum.

35Burhanuddin S, Pemikiran Hukum Perlindungan Konsumen, 4.

36 Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, 26.

(38)

Kewajiban merupakan bagian dari hukum, sehingga kewajiban pelaku usaha dikatagorikan sebagai hak konsumen. Maka ketentuan Bab IV UUPK pasal 8 sampai dengan 17 menjelaskan tentang perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha. Pada dasarnya pelaku usaha harus mengupayakan agar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan merupakan produk yang layak dipasarkan. Serta membeikan informasi yang jelas dan terkait, kualitas barang sesuai dengan keadan barang baik melalui pelabelan, iklan, dan lain sebagainya37 Dalam hukum perlindungan konsumen, tercatum hak-hak konsumen, hak-hak pelaku usaha, kewajiban konsumen, dan kewajiban wirausaha.

1) Hak – Hak Konsumen

a) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Hal ini untuk keselamatan dan keamanandengan tujuan untuk menjamin keselamatan konsumen pada saat menggunakan barang atau jasa yang di belinya serta menghindari kerugian pada saat konsumenmengkonsumsi produk tersebut.

b) Hak, untuk memilih barang dan/atau jasa, serta memperoleh barang dan/atau jasa, yang sesuai ketentuan nilai tukarnya dan kondisinya dan jaminan yang telah disepakati. Hal ini bertujuan untuk memberikan kebebasan terhadap konsumen

37M Yusri, Kajian Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Ulumuddin, Vol. V No. III (Juli- Desember 2009), 11

(39)

29

untuk memilih produk-produk tertentu sesuai dengan kebutuhannya, tanpa ada tekanan dari pihak lainya.

c) Hak mendapatkan informasi secara benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi barang dan jaminan barang dan/atau jasa.

Hak merupakan hal penting untuk konsumen, karena kurangnya informasi yang disampaikan kepada konsumen.

d) Hak untuk didengar pedapat atau keluhan konsumen mengenai barang dan/atau jasa yang ditelah dibeli.. Hal ini dimaksudkan untuk pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan barang atau jasa. Apabila informasi yang diperoleh kurang jelas atau berupa pengaduan atas kerugian yang dialami akibat pemanfaatan produk yang berkaitan dengan kepentingan konsumen.38

e) Hak mendapat advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Hak ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan konsumen yang telah mengalami kerugian akibat penggunaan produk melalui jalur hukum.

f) Hak mendapat pendidikan konsumen dan pembinaan.

g) Hak mendapatkan perlakuan atau pelayanan secara jujur dan benar. Hal ini dimaksudkan, agar konsumen dilayani secara adil dan tidak dibeda-bedakan antara satu dengan yang lain.

38Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, 41-43

(40)

h) Hak mendapatkan ganti rugi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan yang diperjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i) Hak yang diatur oleh hukum dan peraturan lainnya.39 2) Kewajiban konsumen

Kewajiban-kewajiban konsumen, antara lain berikut40: a) Membaca dan mengikuti petunjuk informasi prosedur

pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi terciptanya keamanan dan keselamatan;

b) Beritikad baik dalam melakukan pembelian barang dan/atau jasa;

c) Membayar barang yang dibeli sesuai dengan nilai tukar yang telah disepakati;

d) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

3) Hak pelaku usaha

Hak-hak pelaku usaha didapatkan antara lain sebagai berikut41:

a) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

b) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang berprilaku tidak baik;

39Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, 26.

40Pasal 5 Undang-undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

41Pasal 6.

(41)

31

c) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

d) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

e) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan Undang- Undang.

4) Kewajiban Pelaku Usaha

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha ialah sebagai berikut:42

a) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahan;

b) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

c) Memperla kukan dan melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

d) Menjamin kualitas barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

e) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang yang diperdagangkan;

42Pasal 7 UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

(42)

f) Memberi kompensasi berupa ganti rugi atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa.

g) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dalam kesepakatan.43

5) Larangan-Larangan Pelaku Usaha

Dalam perlindungan konsumen terdapat larangan terhadap pelaku usaha agar pelaku usha tidak semena-mena terhadap konsumen. Adapun perbuatan-perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha ialah sebagai berikut:

a) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:

(1) Tidak memenuhi standar yang telah disyarakan dalam peraturan perundang-undangan;

(2) Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang telah dimuat dalam label atau etiket barang tersebut;

(3) Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan sesuai ukuran yang sebenarnya.

(4) Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran sebagaimana yang dimuat dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut.

43Burhanuddin, Pemikiran Hukum Perlindungan Konsumen, 13

(43)

33

(5) Tidak sesuai dengan mutu, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana yang dijelaskan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut.

(6) Tidak sesuai dengan janji yang dimuat dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan /atau jasa tersebut.

(7) Tidak mencantukan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan yang paling baik atas barang tertentu.

(8) Tidak mengikuti ketentuan berproduksi yang halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label.

(9) Tidak memasang label penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat atau isi bersih atau netto, komposisi aturan pakai, tanggal pembuatan, efek sampingan, nama dan alamat pelaku usaha, serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat.

(10) Tidak mencantukan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa indonesia secara jelas yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(44)

b) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara jelas dan benar sebenlum adanya transaksi barang.

c) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang telah rusak, cacat dan tercemar, tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar terlebih dahulu.

d) Pelaku usaha yang melanggar aturan pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya kembali dari peredaran penjualan.”44

Pada umumnya hubungan antara pelaku usaha dan konsumen menimbulkan hubungan hukum. Kegiatan transaksi antara pelaku usaha dan konsumen dilindungi undang-undang, guna mencegah adanya tindakan tidak terpuji pelaku usaha. Dengan demikian hukum perlindungan konsumen terdapat sanksi untuk menjaga konsumen dari perbuatan yang merugikan konsumen. Sanksi-sanksi pelaku usaha yang telah melanggar ketentuan undang-undang perlindungan konsumen ialah sebagai berikut:

1) Sanksi administratif, sanksi administratif sebagaimana yang telah disebutkan pada pasal 60 Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Sanksi administratif dijatuhkan kepada pelaku usaha yang telah melanggar pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), pasal 20, pasal 25, dan pasal 26. Dalam hal ini yang

44Pasal 8 Undang-Undang Nomor.8 Tahun 1999 tentang, Perlindungan Konsumen.

(45)

35

berwenang menjatuhkan sanksi administratif, ialah “Badan Penyelesaisan Sengketa Konsumen”. Sanksi administratif yang dikenakan kepada pelaku berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp 200.000.000.

2) Sanksi Pidana hukum perlindungan konsumen terdapat 2 macam ialah sebagai berikut45:

a) Sanksi pidana pokok merupakan sanksi yang dapat dijatuhkan oleh pengadilan atas tuntutan jaksa terhadap pelaku usaha yang melanggar. Dalam pasal 62 Undang-undang Nomor. 8 Tahun 1999 tentang, perlindungan konsumen, bahwa sanksi pidana bagi pelaku usaha yang melanggar, ialah sebagai berikut:

“(1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan-ketentuan sebagaimana pasal 8, pasal 9, pasal 10, pasal 13 ayat (2), pasal 15, pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, dan ayat (2) serta pasal 18 dapat dikenai sanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda sebanyak Rp 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah)”.

“(2)pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 11, pasal 12, pasal 13 ayat (1), pasal 14, pasal 16, dan pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)”.

“(3)pelaku usaha yang melakukan pelanggaran serta mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian, maka akan diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku secara umum”.

b) Sanksi pidana tambahan. Sanksi pidana tambahan dapat dijatuhkan di luar sanksi pidana pokok, sesuai dengan pasal 63

45M. Sadar, dkk, Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia, 213

(46)

Udang-Udang Nomor. 8 Tahun 1999 tentang, Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa

“sanksi-sanksi pidana tambahan yang dapat dijatuhkan dapat berupa: perampasan barang tertentu, pengumuman keputusan hakim, pembayaran ganti rugi, perintah penghentian kerugian tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen, kewajiban penarikan barang dari peredaran, dan pencabutan izin usaha”.

(47)

37 BAB III

METODELOGI PENELITIAN

Metode penelitian adalah metode untuk menemukan, merumuskan, menggali data, membahas, menganalisis dan menyimpulkan hasil penelitian.

Secara umum, metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mengumpulkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.46

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif.

Berdasarkan pendapat yang disampaikan oleh John W. Creswell47. Untuk mendapatkan data-data yang akurat dari kasus tertentu, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan bagaimana kebiasaan pernikahan siri tersebut terjadi dan menemukan kepastian hukum yang nantinya bisa memberikan manfaat kepada masyarakat itu sendiri.

Pendekatan penelitian ini menggunakan deskripif kualitatif, dimana peneliti mengumpulkan data dengan cara bertatap muka langsung dan terjadi interaksi antara peneliti dengan sumber data.

Jenis Penelitian yang akan digunakan adalah penelitian empiris.

Penelitian empiris merupakan jenis penelitian hukum sosiologis yang disebut juga penelitian lapangan, yang mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta yang telah terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Atau dengan kata lain

46Sugiono, Metode Penelitan (Bandung: Alfabeta, 2010), 2.

47 John W.Creswell. Reseach Design Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif dan Metode Campuran. (Yogyakarta: Penerbit Pustaka Belajar, 2016), 5

(48)

yaitu suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan sebenarnya dengan menggali fakta-fakta yang terjadi di lapangan.48

Sedangakan jenis penelitian ialah lapangan yaitu merupakan pengujian secara rinci terhadapa suatu latar satu subjek dan peristiwa tertentu.

penelitian ini berada di desa Tegalsari kecamtan Tamansara Kabupaten Banyuwangi yang dititik beratkan pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian di Kecamatan Tamansari Kabupaten Banyuwangi.

Diambilnya lokasi ini sebagai tempat penelitian karena ada produksi usaha barang impor berjenis pakaian bekas yang melanggar hukum.

C. Subjek Penelitian

Penelitian ini menggunakan kunci untuk mengumpulkam data, agar peneliti dapat menghasilkan data dari mereka yang dianggap memiliki informasi tentang permasalahan yang akan diteliti. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah, sumber data primer dan sumber data skunder.49

a. Data Primer

Data primer didapatkan dari hasil wawancara dan observasi dari produsen, konsumen, dan lain-lain.

48 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek (2002: Sinar Grafika; Jakarta), 15.

49 Asep Hermawan. Metodologi Penelitian Kuaitatf, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), 77.

Referensi

Dokumen terkait

Artinya, perilaku yang memiliki motivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama (Pintrich, 2003, Santrock, 2007, Brophy 2004). mahasiswa yang memiliki

Berdasarkan Peraturan Mentri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Adiwiyata terbagi menjadi 4 komponen yaitu aspek

Dalam penelitian skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian yang termasuk dalam jenis penelitian normatif, dikarenakan di dalam penelitian ini penulis

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti di Sekolah Dasar Negeri se Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau ditemukan beberapa permasalahan

Penerapan Accountability yang dilakukan Subjek Penelitian bertujuan untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar, sehingga hal itu

Di SMPN 7 Kotabumi merupakan salah satu sekolah yang diunggulkan, namun nilai luhur (karakter) belum tertanam dengan baik pada diri dan prilaku peserta didik

Disebut dengan penyakit akar merah karena jika tanah di daerah perakaran tanaman yang sakit dibongkar akan terlihat miselia jamur berwarna merah muda sampai merah tua

“Proses perencanaan, implementasi dan pengendalian aliran barang masuk (inbound flow) secara efektif dan efisien serta penyimpanan barang bekas (secondary goods) dan