1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman padi memiliki peranan yang penting karena menjadi sumber bahan pangan pokok bagi lebih dari 95% penduduk Indonesia. Selain itu tanaman padi juga sebagai penyedia lapangan pekerjaan dan sumber pendapatan bagi sekitar 21 juta rumah tangga pertanian (Darmadji, 2011). Mengingat pentingnya komoditas padi, berbagai upaya untuk meningkatkan produktivitas telah banyak dilakukan oleh pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan juga perguruan tinggi. Namun yang menjadi salah satu kendala utama dalam upaya peningkatan produktivitas tanaman padi adalah adanya serangan hama tikus (Rattus-rattus spp). Berdasarkan peringkat yang dibuat oleh Gedes dalam Solikhin dan Purnomo (2008) hama tikus menempati urutan pertama, diikuti oleh penggerek batang, wereng coklat, dan walang sangit. Tikus merupakan hama yang relatif sulit dikendalikan karena memiliki kemampuan adaptasi, mobilitas, dan kemampuan berkembangbiak yang pesat serta daya rusak yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan hama tikus selalu menjadi ancaman pada pertanaman padi (Priyambodo, 1995).
Rupanya hal yang sama juga telah dialami oleh petani padi di Desa Tlogoweru, Kecamatan Guntur, Kabupaten Demak. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa permasalahan petani padi yang disebabkan oleh tikus ini sudah dialami sejak tahun 1963. Pada tahun 2010 didapatkan persentase kerusakan yang disebabkan oleh serangan tikus sawah pada tanaman padi siap panen lebih dari 50%. Banyak cara telah coba dilakukan oleh para petani di Desa Tlogoweru, akan tetapi belum memberikan hasil yang memuaskan. Pengendalian tikus dengan mengandalkan rodentisida pada awalnya memang dapat menurunkan populasi hama tikus, akan tetapi dalam jangka panjang kurang menguntungkan karena dapat berdampak negatif pada lingkungan. Oleh karena itu agar penanganan dapat dilakukan secara berkelanjutan dan tidak berdampak negatif, maka pengendalian secara hayati menjadi pilihan utama (Mangoendihardjo, 2003).
2
penting bagi lingkungan sebagai pemangsa puncak (Top Predator). Lewis (1998) menambahkan jika burung hantu (Tyto alba) adalah pemangsa pada malam hari yang menyukai binatang kecil seperti tikus, kelinci, kelelawar, burung, katak, kadal dan serangga. Di Indonesia pemanfaatan Tyto alba untuk mengendalikan hama tikus telah dirintis di beberapa tempat antara lain Bali, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Astuti, 2006). Setelah menggunakan Tyto alba, berbagai macam manfaat dalam bidang sosial dan ekonomi dirasakan oleh para warga desa Tlogoweru, hingga akhirnya menjadikan Desa Tlogoweru yang dulunya mendapat julukan Desa Tertinggal dan Termiskin sekarang menjadi Desa Percontohan baik dalam Swasembada Beras maupun Pengembangan Burung Hantu (Tyto alba). Selain itu banyak petani, pengusaha dan peneliti dari berbagai daerah datang untuk menimba ilmu di Tlogoweru.
Pujoalwanto (2012) mengemukakan bahwa salah satu indikator kemampuan dan keberhasilan desa dalam melaksanakan pembangunan yang baik adalah partisipasi masyarakatnya dalam setiap tahapan pembangunan. Masyarakat bisa berpartisipasi dalam bentuk sumbangsih tenaga, barang, uang, pemikiran ataupun ide.
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut 1. Bagaimanakah bentuk dan tingkatan partisipasi petani padi di Desa Tlogoweru dalam pemanfaatan burung hantu (Tyto alba)? 2. Apa saja faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi partisipasi petani padi di Desa Tlogoweru dalam pemanfaatan burung hantu (Tyto alba)? 3. Bagaimanakah pengaruh faktor internal dan eksternal petani terhadap partisipasi petani di Desa Tlogoweru dalam pemanfaatan burung hantu (Tyto alba)?
1.2 Tujuan
1. Mendeskripsikan bentuk serta tingkatan partisipasi petani padi di Desa Tlogoweru dalam pemanfaatan burung hantu (Tyto alba).
2. Mengetahui faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi partisipasi petani padi dalam pemanfaatan burung hantu (Tyto alba) di Desa Tlogoweru.
3
(Tyto alba) di Desa Tlogoweru.
[image:3.595.103.513.124.645.2]1.3 Model Hipotesis
Gambar 1. Model Hipotesis Keterangan :
X1i = faktor internal petani (umur, tingkat pendidikan, pekerjaan sampingan, lama tinggal dan jumlah rubuha)
X2i = faktor eksternal (kepemimpinan, komunikasi, dan proses belajar) Y = partisipasi petani
1.4 Signifikansi
1. Bagi peneliti, diharapkan melalui penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengalaman untuk terjun serta berinteraksi dengan masyarakat untuk lebih menggali berbagai pengetahuan baru.
2. Bagi masyarakat petani Tlogoweru, semoga melalui penelitian ini dapat menambah wawasan dan menjadi suatu evaluasi demi peningkatan kinerja serta kerjasama dalam membangun Desa Tlogoweru ke arah yang lebih baik. 3. Bagi pemerintah, semoga melalui penelitian ini dapat memberikan informasi yang bisa dimanfaatkan oleh aparatur pemerintah dalam melakukan pembinaan terkait partisipasi dan pengembangan suatu potensi daerah. 4. Dengan mengetahui tingkatan partisipasi masyarkat beserta faktor yang
berperan di dalamnya, diharapkan dapat memberikan informasi kepada instansi/lembaga yang sedang atau nantinya ingin merencanakan pembangunan pertanian khususnya pemanfaatan burung hantu (Tyto alba).
1.5 Batasan Masalah
Mengingat terdapat keterbatasan di dalam pelaksanaan penelitian ini, baik dari segi waktu, dana, tenaga serta kemampuan peneliti, maka batasan masalah pada
X1i
X2i
4
penelitian ini adalah:
1. Petani padi di dalam penelitian ini adalah masyarakat desa Tlogoweru yang memiliki lahan / menyewa lahan dan lahan tersebut ditanam dengan padi (Oryza sativa), serta pada sawah tersebut terdapat rubuha (rumah burung hantu).
2. Partisipasi masyarakat merupakan keterlibatan dan peran serta petani, baik mental maupun fisik di dalam setiap tahapan proses pembangunan, dimulai dari dari pengambilan keputusan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil, pengawasan dan evaluasi kegiatan pemanfaatan burung hantu.
3. Pusat Penangkaran Tyto alba atau Tim Tyto merupakan pihak yang pertama kali menggagas adanya pengembangbiakan burung hantu (Tyto alba) dan mengintroduksikannya kepada petani dan warga di Desa Tlogoweru.
4. Program Pemanfaatan Tyto Alba adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat di Desa Tlogoweru di mana pihak penangkaran Tyto alba mengajak para petani (khususnya petani padi) untuk ikut berperan serta dalam pemanfaatan Tyto Alba untuk mencegah adanya serangan hama tikus.
5. Rubuha adalah rumah tempat burung hantu tinggal, berukuran ± 60 cm x 60 cm x 40 cm dan memiliki ketinggian ± 4 meter.
6. Faktor internal petani yang dimaksud adalah meliputi umur petani, tingkat pendidikan petani, pekerjaan sampingan petani, lama tinggal petani di Desa Tlogoweru dan jumlah rubuha yang ada petani tersebut.