BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Memasuki era globalisasi, persaingan dalam perdagangan internasional
sangat ketat dan semakin bebas. Perubahan lingkungan strategis domestik yang
sangat cepat, akan membawa pengaruh dan implikasi yang besar terhadap upaya
peningkatan daya saing produk pertanian nasional. Kondisi kemampuan bersaing
yang diawali dari proses produksi yang baik sehingga menghasilkan kualitas dan
harga yang sesuai dengan target pasar, merupakan pijakan utama bagi kelangsungan
hidup usaha produk pertanian (Nugrayasa, 2012).
Menyadari mudahnya komoditas asing untuk ikut bersaing di pasar dalam
negeri, maka proses agribisnis dituntut untuk selalu up to date agar memiliki daya
saing tinggi. Irmawati (2012) berpendapat bahwa transfer teknologi di era globalisasi
memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien
dan cara-cara manajemen yang lebih modern. Oleh karena itu diperlukan upaya
pengembangan di berbagai sisi, dimulai melalui pemilihan sumber informasi yang
efektif bagi petani.
Proses transfer knowledge dari informan ke petani yang bertindak sebagai
eksekutor awal, membutuhkan sumber informasi yang efektif. Adanya sumber
informasi yang efektif, akan berdampak langsung pada peningkatan daya saing
petani dalam menghadapi pasar global (Anonim, 2004). Hal ini yang seharusnya
didapat oleh petani padi di kota Salatiga. Karena, data BPS Kota Salatiga (2013)
menunjukan bahwa sektor pertanian komoditas tanaman padi di kota Salatiga
memiliki luas lahan terbesar untuk komoditas tanaman pangan, juga memegang
peranan penting dalam penyerapan tenaga kerja.
Peran penting sektor pertanian bagi Kota Salatiga menuntut kepekaan petani
untuk selalu memperoleh informasi yang up to date. Baik dari aspek teknologi
informasi, teknologi di bidang pertanian itu sendiri, dan juga dari aspek sosial
ekonomi. Sebagai contoh, perkembangan dari segi teknologi informasi, seperti
adanya inovasi e-agriculture dan ponsel yang menyediakan fitur – fitur pertanian,
pertanian, adanya pertanian organik, kultur jaringan, munculnya varietas – varietas
tahan organisme pengganggu tanaman, akan membuat petani memiliki komoditas
yang berdaya saing. Dari segi sosial ekonomi, adanya penentuan harga dasar (floor
price) dan harga langit - langit (ceiling price) oleh pemerintah, informasi kebijakan
ekspor impor, dan munculnya tren pasar, juga akan membuat petani memiliki daya
saing. Menjembatani informasi yang terus berkembang, banyak sumber yang dapat
menjadi alternatif. Antara lain kelompok tani, pedagang saprodi, penyuluh pertanian
serta media cetak maupun elektronik.
Kelompok tani adalah contoh sumber informasi dimana didalamnya terjadi
proses tukar menukar info seputar budidaya, ketersediaan saprodi, informasi harga,
hingga kebijakan pemerintah. Data menujukan bahwa Jawa Tengah memiliki jumlah
kelompok tani tertinggi di Indonesia (Anonim, 2009). Dari data tersebut, seharusnya
dampak kelompok tani sudah dirasakan oleh petani dalam hal perolehan informasi.
Pedagang saprodi yang memiliki kontak langsung dengan petani juga
memiliki peran penting. Dialog yang terjadi saat proses jual beli suatu produk
saprodi dapat menjadi sarana tukar informasi mengenai informasi dari pihak
pemerintah, hingga perusahaan yang pada dasarnya diketahui oleh sorang pedagang
saprodi.
Keberadaan pemerintah daerah yang diwakili oleh penyuluh juga tidak dapat
dikesampingkan. Proses bertatap muka secara langsung dengan waktu yang cukup
lama di suatu pertemuan kelompok tani, membuat peran penyuluh sangat penting
dalam membagikan informasi. Data Badan Pengembangan SDM Pertanian tahun
2011 menunjukan Jawa tengah memiliki jumlah penyuluh terbanyak yaitu 2.874
orang penyuluh. Namun, data dalam lampiran peraturan Menteri Pertanian tahun
2011 menunjukan bahwa kebutuhan penyuluh di wilayah Jawa Tengah mencapai
angka 8.436 orang. Hal ini menunjukan bahwa ketersediaan penyuluh masih kurang.
Kemudahan akses juga telah ditawarkan oleh provider yang ada. Pembuatan
sistem mobile – learning (m-learning) merupakan salah satu pilihan rasional bagi
peningkatan kualitas petani karena m-learning memiliki karakter yang fleksibel
internet yang mencapai seluruh dunia adalah kelebihan yang sayang bila tak
dimanfaatkan (Susilo, 2009). Namun, kendala ketersediaan koneksi dan keterampilan
dalam penggunaan software juga menjadi maslah bagi petani. Dilain sisi pemerintah
daerah juga belum maksimal dalam menyediakan dan member penyuluhan mengenai
akses internet.
Ditengah ancaman perdagangan bebas, pengalihan lahan serta keterbatasan
baik dalam hal pendidikan, maupun ekonomi, petani dituntut untuk tetap up to date.
Oleh karena itu dibutuhkan gambaran yang jelas mengenai sumber informasi yang
benar-benar dipilih oleh petani. Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut : bagaimanakah sumber informasi yang dianggap
efektif oleh petani padi di Salatiga? Untuk itu perlu diadakan penelitian untuk
memperoleh jawaban dari permasalahan tersebut.
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas, dapat dirumuskan
tujuan diadakanya penelitian sebagai berikut :
1. Mengetahui gambaran tentang ketersediaan sumber informasi bagi petani
padi.
2. Mendiskripsikan sumber informasi yang dianggap efektif oleh petani padi.
3. Menganalisis kriteria yang digunakan petani padi dalam memilih sumber
informasi
1.3 Signifikansi Penelitian
1. Ditinjau dari segi ilmiah penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah
ilmu dalam bidang sumber informasi pertanian, khususnya bagi petani padi
yang tergabung dalam kelompok tani dan gabungan kelompok tani.
2. Ditinjau dari segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi
informasi serta saran kepada petani maupun pemerintah akan pentingnya alur
sumber informasi yang tepat, guna menciptakan proses transfer of knowledge
1.4 Batasan Masalah
Mengingat tujuan dalam penelitian ini, maka perlu pembatasan masalah.
Antara lain, permasalahan yang diteliti adalah efektifitas sumber informasi bagi
petani padi di Kota Salatiga. Subyek penelitian ini adalah Pemerintah Kota Salatiga,
pedagang saprodi, dan petani di 3 Kecamatan yang ada di Kota Salatiga (Sidorejo,
Sidomukti dan Tingkir). Aspek dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut:
Informasi yang dimaksud dalam penelitian ini melingkupi budidaya (pembibitan, pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan), penanggulangan hama
dan penyakit, panen, ketersediaan saprodi, harga jual, dan kebijakan pemerintah.
Petani dalam penelitian ini adalah petani padi yang memiliki lahan di Kota Salatiga, yang juga aktif dalam kelompok tani di daerahnya. Pemerintah daerah dalam hal ini merupakan dinas khusus yang menangani bidang pertanian yaitu Dinas Pertanian
dan Perikanan Kota Salatiga.
Sumber informasi adalah perantara informasi dari informan ke petani padi. Sumber informasi tersebut antara lain penyuluh, kelompok tani, pedagang saprodi,
tengkulak, serta media cetak dan media elektronik. Penyuluh dalam penelitian ini adalah penyuluh Pegawai Negeri Sipil (PNS), penyuluh swasta, dan penyuluh
swadaya. Penyuluh PNS merupakan penyuluh yang diberi tanggung jawab dan hak secara penuh oleh Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga untuk melakukan
kegiatan penyuluhan pertanian. Dalam hal ini dikoordinasi oleh Badan Penyuluh
Pertanian (BPP) di tiga kecamatan, atara lain BPP Sidorejo, BPP Sidomukti dan BPP
Tingkir. Penyuluh Swasta merupakan penyuluh yang berasal dari dunia usaha dan/atau lembaga. Penyuluh Swadaya merupakan pelaku utama pertanian yang berhasil dalam usahanya, dan/atau warga masyarakat lainya yang dengan
kesadaranya sendiri mau dan mampu menjadi penyuluh. Kelompok tani dibatasi oleh kelompok tani di setiap kecamatan yang dibawah koordinasi oleh Dinas
Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga. Pedagang saprodi merupakan pihak yang menyediakan sarana produksi bagi petani padi, dalam hal ini adalah toko pertanian
dibatasi seperti radio, dan televisi. Sedangkan akses Internet dalam penelitian ini
dibatasi dari akses dari sumber seperti telepon genggam, dan komputer/laptop.
Aspek efektifitas dalam penelitian ini didasarkan dari sikap petani dalam merespon suatu sumber informasi. Terdapat dua tahap tahap dalam menilai
efektifitas sumber informasi, yaitu tahap pengenalan (tahu atau tidaknya petani
terhadap suatu sumber informasi), dan tahap memilih (sumber informasi digunakan
secara kontinyu atau tidak). Tingkat efektifitas sumber informasi dilihat dari
banyaknya petani yang memilih sumber informasi tertentu, dengan ketentuan :
sumber informasi dikatakan efektif jika sumber informasi dipilih oleh 50% dari total
petani sampel. Kriteria yang digunakan petani dalam memilih sumber informasi dibatasi dalam hal ketersediaan (availability), mudah dipahami (comprehensibility),
relevansi, bermanfaat, tepat waktu, keandalan (reliability), akurat, dan konsisten.
Aspek – aspek ini digali dari persepsi petani. Tingkat kriteria yang diperhatikan
petani dalam sumber informasi dilihat dari banyaknya petani yang memperhatikan