• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN KENAKALAN SISWA DI SMA NEGERI 1 NGADIROJO, PACITAN Pengelolaan Kenakalan Siswa di SMA Negeri 1 Ngadirojo.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGELOLAAN KENAKALAN SISWA DI SMA NEGERI 1 NGADIROJO, PACITAN Pengelolaan Kenakalan Siswa di SMA Negeri 1 Ngadirojo."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN KENAKALAN SISWA

DI SMA NEGERI 1 NGADIROJO, PACITAN

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Kepada

Program Studi Manajemen Pendidikan

Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh

Gelar Magister dalam Ilmu Manajemen Pendidikan

Oleh:

Eko Budy Susetya

NIM : Q.100.090.315

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)
(3)
(4)

PENGELOLAAN KENAKALAN SISWA

DI SMA NEGERI 1 NGADIROJO, PACITAN

Oleh:

Eko Budy Susetya1, Sutama2

1

Guru , 2Staff Pengajar UMS Surakarta

Abstract

The purpose of this research is to describe and explain the management of stude t s Senior High School State 1 Ngadirojo, Pacitan. This is a qualitative research. Data collection techniques in this study were used observation, interview and documentation. Data analysis techniques in this research used interactive analysis model that is data collection, data reduction, data presentation, and conclusion. The results of this research are (1) Sources of student delinquency that occurs in Senior High School State 1 Ngadirojo is come from family environment, school, and community environments factors. From the family, it comes from the student include selfishness owned by students. From outside the student is the lack of discipline imposed by parents and parental anger. From school environment is influence of his friends, the attitude of the teacher while teaching in the classroom. Studentss delinquency can also be affected by communities where children live better with their peers and with older adults or older. (2) Studentss delinquency that occurred in Senior High School State 1 Ngadirojo divided into two groups that is light and heavy delinquency. For mild delinquency such as ditching, chat or crowded when school hours lasted, smoking, do not made school homework, do not wear belts and socks, often late for school. For heavy delinquency such as fighting, stealing, taking drugs, etc. (3) Efforts to overcome students delinquency is by doing prevention from BK teachers through peer youth education, conducting coaching through extracurricular activities, improve the effectiveness of parent and community relations (PR). Efforts that is done by school to handle stude ts delinquency is by repressive or hinder it by giving advice and warnings orally and writing and doing engaging with parents. Attempts to overcome studentss delinquency that is curative or healing that is done by approaching the student

Keywords: management, student delinquency

PENDAHULUAN

(5)

susila yang cakap, demokratis, bertanggung jawab, beriman, bertakwa, sehat jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan dan keterampilan, berkepribadian yang mantap dan mandiri dan lain sebagainya (Soedijarto, 2008: 117). Dengan demikian, sekolah mulai dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas dan sederajat mempunyai fungsi yang sama, yaitu mempersiapkan peserta didik yang berkompetensi.

Sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia {human resources), pada dasarnya pendidikan di sekolah maupun madrasah bertujuan untuk mengembangkan aspek-aspek kemanusiaan peserta didik secara utuh, yang meliputi kedalaman spiritual, aspek perilaku, aspek ilmu pengetahuan dan intelektual, dan aspek keterampilan. Dengan demikian kualitas yang memadai dan output merupakan sesuatu yang harus dihasilkan oleh sekolah maupun madrasah sebagai satuan pendidikan yang tujuan dasarnya adalah menyiapkan manusia-manusia berkualitas, baik secara intelektual, integritas, maupun perannya dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu, baik sekolah maupun madrasah harus membekali dirinya dengan kurikulum yang memadai (Mulyono, 2009: 185-186).

Di level sekolah, maka pelajar atau siswa diberikan ruang untuk menciptakan struktur pengetahuan dan konstruks tentang identitas budaya mereka sendiri. Perspektif ini mengimplikasikan keharusan menerima keragaman konstruks siswa karena memang siswa sekolah datang dari berbagai latar belakang nilai, keyakinan dan kultur, etnisitas, ideologi maupun agama. Dalam konteks inilah maka pendidikan tidak bisa dikemas dengan cara monokultural, melainkan tetap menyediakan ruang bagi siswa untuk bisa memasuki arus transformasi yang menuntut legaletarian, demokratisasi dan keadilan di tengah pluralitas budaya (Maliki, 2008: 266).

(6)

akan sangat merugikan perkembangan peserta didik dalam mengadakan transformasi sosial budaya. Akibatnya, mereka mengalami kesulitan dalam mewujudkan suasana yang semakin bersahabat, semakin bermartabat, dan semakin tinggi menjunjung nilai-nilai keadilan.

Peserta didik adalah salah satu bagian masyarakat yang mengikuti kegiatan pembelajaran secara formal dalam lembaga pendidikan formal, seperti sekolah. Pendidikan tersebut diikuti secara berkesinambungan hingga mencapai tingkatan tertentu. Selama mengikuti kegiatan pembelajaran tersebut, peserta didik juga menerima pendidikan dari dalam keluarga dan masyarakat. Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam masyarakat karena dalam keluarga manusia dilahirkan, berkembang menjadi dewasa. Bentuk dan isi serta cara-cara pendidikan di dalam keluarga akan selalu mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya watak, budi pekerti dan kepribadian tiap-tiap manusia. Pendidikan yang diterima oleh keluarga inilah yang akan digunakan oleh anak sebagai dasar untuk mengikuti pendidikan selanjutnya di sekolah (Ihsan, 2010: 57).

Di negara/masyarakat maju, hampir semua orang tua mengirimkan anak-anak mereka ke pendidikan formal/sekolah, bahkan tidak sedikit bagi mereka yang hidup di kota-kota besar saling berebut mendaftarkan anak-anak mereka memasuki sekolah yang tergolong sekolah favorit. Namun demikian, setiap anak sebagai peserta didik mempunyai pengalaman dan latar belakang yang berbeda satu dengan yang lain. Inilah yang kemudian menjadi faktor pembeda setiap peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah.

(7)

penanggulangan masalah jika diperlukan. Secara umum, sifat dan perilaku siswa dapat digolongkan menjadi siswa pendiam/pemalu, siswa perenung, siswa super aktif (hyper active), siswa malas (Yamin, 2008: 24-29).

Perbedaan tersebut dapat semakin berkembang ketika anak memasuki lingkungan sekolah karena pergaulan yang semakin luas. Menurut Aqib (2009: 62-63), sekolah merupakan lingkungan yang memberikan pengaruh besar bagi perkembangan dirinya karena pergaulan tidak hanya dalam lingkungan keluarga tetapi juga dalam lingkungan sekolahnya. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah banyak mempengaruhi dan membantu proses penyelesaian tugas-tugas perkembangan.

Menurut Asmani (2009: 58), salah satu faktor penting pendidikan adalah guru karena guru adalah orang yang langsung berinteraksi dengan anak didik, memberikan keteladanan, motivasi, dan inspirasi untuk terus bersemangat dalam belajar, berkarya dan berprestasi.

Guru juga sebagai ibu/bapak tempat anak mengadu, berdiskusi, bertukar pikiran, memecahkan masalah. Disamping itu, guru juga memiliki hak untuk menghukum, melarang, menasehati anak tatkala dia salah. Kesuksesan guru sebagai pendidik di sekolah berkat kerja sama dengan orang tua di rumah tangga. Sebaliknya guru akan sukar mendidik, membimbing, dan melatih anak di sekolah tanpa kerja sama dengan orang tua di rumah tangga.

(8)

ada yang berkelakuan dan bersifat semaunya sendiri sehingga tidak ada kekacauan di sekolah.

Bila tujuan pendidikan pada akhirnya adalah pembentukan manusia yang utuh, maka proses pendidikan harus dapat membantu siswa mencapai kematangan emosional dan sosial, sebagai individu dan anggota masyarakat, selain mengembangkan kemampuan intelektualnya. Bimbingan dan Konseling menangani masalah-masalah atau hal-hal di luar bidang garapan pengajaran tetapi secara tidak langsung menunjang tercapainya tujuan pendidikan dan pengajaran di sekolah itu. Kegiatan ini dilakukan melalui layanan secara khusus terhadap semua siswa agar dapat mengembangkan dan memanfaatkan kemampuannya secara penuh (Aqib dan Rohmanto, 2008: 117)

Bimbingan dan Konseling (BK) merupakan pelayanan psikologis yang diberikan kepada siswa dalam lembaga pendidikan. Marsudi (2008: 28) menjelaskan bahwa bimbingan merupakan proses yang menunjang pelaksanaan pendidikan di sekolah. BK merupakan bagian yang integral dari pendidikan di sekolah. Dalam keadaan tertentu, BK merupakan salah satu metode atau alat untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah.

SMA Negeri 1 Ngadirojo, Kabupaten Pacitan yang merupakan salah satu sekolah favorit juga memandang penting peranan BK dalam mendukung kelancaran kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Dengan jumlah siswa yang tergolong banyak dan permasalahan yang terjadi pada remaja, peranan BK menjadi signifikan dalam menyelesaikan secara tuntas. Pihak sekolah telah menunjuk dan menugaskan wali kelas dan guru BK dalam memonitor dan menanggulangi permasalahan yang terjadi pada siswa, terutama yang berkaitan dengan kenakalan remaja.

(9)

berjalan dengan lancar dan citra sebagai sekolah dapat dijaga. Kenakalan yang terjadi, baik membolos, perkelahian maupun pelanggaran tata tertib lainnya mendapat perhatian dari pihak sekolah selaku penanggung jawab kegiatan pendidikan.

Terdapat beberapa penelitian yang berkaitan dengan kenakalan remaja diantaranya Penelitian yang dilakukan oleh John P. Hoffmann dan Mikaela J. Dufur (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Family And School Capital

Effe ts O Deli ue : “u stitutes O Co ple e ts? . Hasil penelitian

menunjukanb bahwa keluarga dapat menjadi sumber kenakalan bagi remaja. Alasannya adalah kurangnya perhatian yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya sehinga membuat sang anak menjadi kurang perhatian dan kasih sayang sehingga melampiaskannya melalui kenakalan.

Andrew M. Guest dan Nick McRee (2009) dalam penelitiannya yang e judul A School-Level Analysis of Adolescent Extracurricular Activity,

Delinquency, and Depression: The Importance of Situational Context . Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti oleh siswa di sekolah dapat menjadi wadah bagi siswa untuk menyalurkan bakat, minat bahkan hobi yang dimiliki siswa. Dengan ada kegiatan yang positif yang dimiliki oleh siswa dapat meminimalkan siswa untuk melakukan kenakalan karena waktu luang mereka sedikit.

Noo a Ello e 200 dala pe elitia a a g e judul Adolescent

Delinquency and Social Control in Finnish Schools: A Multilevel Analysis . Hasil penelitian menyatakan bahwa kenakalan remaja juga dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat tempat siswa yang bersangkutan tinggal. Oleh karena itu diperlukan adanya kontrol dari masyarakat terhadap sikap siswa di masyarakat. Tujuannya adalah apabila ada siswa yang melakukan kenakalan akan mendapatkan sangsi sosial berupa teguran dari tokoh masyarakat.

(10)

Networks of High School Students and Their Associationwith Delinquency . Hasil

penelitian ini menyatakan bahwa kenakalan siswa dapat bersumber dari hubungan pertemanan yang dimiliki siswa. Pada umumnya siswa yang berteman dengan siswa yang melakukan kenakalan akan tertepengaruh untuk ikut serta melakukan kenakalan.

Preston Elrod dan Irina R. Soderstrom (2008) dalam penelitiannya yang e judul Theoretical Predictors Of Delinquency In And Out Of School Among A

Sample Of Rural Public School Youth . Hasil pe elitia menyatakan bahwa kenakalan yang dilakukan oleh siswa dapat dilakukan di dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Oleh karena itu kenakalan siswa dapat bersumber dari lingkungan sekolah dan lingkungan keluarga atau masyarakat.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu adanya pengelolaan yang matang agar kenakalan siswa dapat ditangani dengan efektif dan efisien. Pengelolaan kenakalan siswa mutlak memerlukan partisipasi dari sekolah selaku penyelenggara kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Dari uraian tersebut peneliti tertarik untuk mengungkap lebih jauh tentang Pengelolaan Kenakalan Siswa di SMA Negeri 1 Ngadirojo, Kabupaten Pacitan.

Fokus penelitian ini adalah karakteristik pengelolaan kenakalan siswa di SMA Negeri 1 Ngadirojo, Kabupaten Pacitan. Fokus penelitian ini diuraikan menjadi 2 (dua) subfokus yaitu (1) Bagaimana pengelolaan sumber kenakalan siswa di SMA Negeri 1 Ngadirojo, Kabupaten Pacitan?, (2) Bagaimana pengelolaan Jenis-Jenis kenakalan siswa di SMA Negeri 1 Ngadirojo, Kabupaten Pacitan?.

(11)

pengelolaan Jenis-Jenis kenakalan siswa di SMA Negeri 1 Ngadirojo, Kabupaten Pacitan.

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat diantaranya adalah dapat mengembangkan pengelolaan siswa nakal secara efektif di SMA Negeri 1 Ngadirojo, Kabupaten Pacitan. Dapat mengetahui hambatan dan kemudahan dalam pengelolaan siswa nakal di SMA Negeri 1 Ngadirojo, Kabupaten Pacitan.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena peneliti berusaha untuk mengungkapkan dan memahami fakta-fakta atau gambaran sesuai dengan kenyataan di lapangan tanpa melakukan intervensi terhadap kondisi yang terjadi. Menurut Moleong (2007: 3) metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Desain penelitian menggunakan Penelitian Etnografi, yaitu sebuah pendekatan yang bersifat teoritis.

Dalam penelitian kualitatif, posisi sumber data manusia (narasumber) sangat penting perannya sebagai individu yang memiliki informasinya. Dalam penelitian tesis ini, narasumber terdiri dari: Kepala Sekolah, Guru Bimbingan Konseling, Wali Kelas serta Siswa yang terlibat dengan kenakalan. Data dalam penelitian ini adalah data tentang kenakalan siswa di SMA Negeri 1 Ngadirojo. Metode pengumpulan data yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian kualitatif pada umumnya menggunakan teknik observasi, wawancara dan studi documenter.

(12)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Pengelolaan sumber kenakalan siswa di SMA Negeri 1 Ngadirojo,

Kabupaten Pacitan.

Suatu kenakalan pasti ada sebabnya dan berbicara mengenai kenakalan siswa maka hal-hal yang menjadi penyebab terjadinya kenakalan siswa sangatlah komplek. kenakalan anak dan remaja ialah tingkah laku individu yang bertentangan dengan syarat-syarat dan pendapat umum yang dianggap sebagai acceptable yang baik oleh suatu lingkungan atau hukum yang berlaku di suatu masyarakat yang berkebudayaan. Maksud dari definisi tersebut adalah tindakan anak remaja yang bertentangan dengan hukum yang berlaku di dalam masyarakat (Willis, 2008: 89). Di SMA N 1 Ngadirojo dapat diketahui bahwa kenakalan siswa yang terjadi bersumber dari faktor lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Preston Elrod dan Irina R. sode st o 200 a g e judul Theoretical Predictors Of Delinquency In

And Out Of School Among A Sample Of Rural Public School Youth . Hasil penelitian menyatakan bahwa kenakalan yang dilakukan oleh siswa dapat dilakukan di dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Oleh karena itu kenakalan siswa dapat bersumber dari lingkungan sekolah dan lingkungan keluarga atau masyarakat.

Dari penelitian di atas terdapat persamaan dan perbedaan dengan hasil penelitian. Persamaannya adalah kedua penelitian membahas tentang sumber-sumber terjadinya kenakalan remaja. Perbedaanya adalah dalam penelitian membahas tentang kenakalan remaja yang bersumber dari lingkungan sekolah, lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Sedangakan pada penelitian terdahulu hanya menyatakan bahwa kenakalan remaja dapat dilakukan di lingkungan sekolah dan luar lingkungan sekolah.

(13)

faktor kenakalan siswa yang bersumber dari dalam diri siswa antara lain adalah sikap egois yang dimiliki oleh siswa. Dimana orang tua harus mengikuti semua keinginan siswa. dan apabila keinginan tersebut tidak terpenuhi maka siswa akan menunjukkan ekspresi tidak suka dengan melakukan kenakalan-kenakalan dengan harapan orang tua akan menuruti kemauan mereka. Di SMA N 1 Ngadirojo terdapat beberapa siswa yang melakukan kenakalan dengan alasan sebagai wujud protes kepada orang tuanya yang tidak mau menuruti kemauan mereka seperti meminta HP baru, uang, sepatu baru dll.

Sumber kenakalan siswa yang berasal dari luar diri siswa adalah kurangnya disiplin yang diterapkan oleh orang tua terutama bagi siswa yang orang tuanya bekerja baik diluar kota atau di luar negeri. Karena kurangnya perhatian orang tua maka mereka mencari perhatian dengan melakukan kenakalan-kenakalan dengan bolos sekolah, merokok di lingkungan sekolah sampai terlambat masuk sekolah.

Selain kurangnya perhatian orang tua yang bekerja, kenakalan yang dilakukan oleh siswa juga bersumber dari kemarahan orang tua. Kemarahan orang tua dapat dikarenakan hubungan yang kurang harmonis di antara ayah dan ibu. Dan terkadang kemarahan orang tua yang berlebihan terhadap anak juga dapat menimbulkan bermacam reaksi dari anak yang pada akhirnya menyeret anak untuk melakukan kenakalan. Sumber kenakalan siswa yang berasal dari lingkungan keluarga adalah kemarahan orang tua. Kemarahan yang dilakukan oleh orang tua pada umumnya dikarenakan kurangnya keharmonisan hubungan orang tua di rumah.

(14)

merupakan penyebab yang utama. Karena apabila siswa bergaul dengan anak yang nakal maka dia bisa ikut menjadi nakal.

Untuk menghindari masalah yang akan timbul akibat pergaulan, selain remaja diarahkan untuk mempunyai teman bergaul yang sesuai, orangtua hendaknya juga memberikan kesibukan dan mempercayakan sebagian tanggung jawab rumah tangga kepada si remaja. Pemberian tanggung jawab ini hendaknya tidak dengan pemaksaan maupun mengada-ada. Berilah pengertian yang jelas dahulu, sekaligus berilah teladan pula. Sebab dengan memberikan tanggung jawab dalam rumah akan dapat e gu a gi aktu a ak klu u a tidak ka ua da sekaligus dapat elatih

anak mengetahui tugas dan kewajiban serta tanggung jawab dalam rumah tangga. Mereka dilatih untuk disiplin serta mampu memecahkan masalah sehari-hari. Mereka dididik untuk mandiri. Selain itu, berilah pengarahan kepada mereka tentang batasan teman yang baik.

Fakta bahwa hubungan pertemanan dapat menajdi sumber kenakalan remaja di perkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Chris Baerveldt and BeateVolker (2008) dalam penelitiannya yang berjudul

Re isiti g Selection and Influence: An Inquiry into the Friendship Networks

of High “ hool “tude ts a d Thei Asso iatio ith Deli ue . Hasil

penelitian ini menyatakan bahwa kenakalan siswa dapat bersumber dari hubungan pertemanan yang dimiliki siswa. Pada umumnya siswa yang berteman dengan siswa yang melakukan kenakalan akan tertepengaruh untuk ikut serta melakukan kenakalan.

(15)

menjelaskan bentuk kenakalan remaja yang bersumber adri hubungan pertemanan.

Sikap guru ketika mengajar di dalam kelas terkadang juga dapat menjadi faktor pemicu kenakalan siswa. Guru yang cara mengajarnya keras terkadang membuat siswa malas untuk mengikuti jam pelajaran guru yang bersangkutan. Observasi dilapangan menunjukkan bahwa ada beberapa gu u a g dia ggap sis a se agai gu u kille aitu gu u a g galak da

cara mengajarnya keras. Sehingga membuat siswa enggan untuk mengikuti pelajaran yang menyebabkan mereka jadi bolos sekolah atau meninggalkan kelas pada jam pelajaran tersebut.

Kenakalan siswa juga dapat dipengaruhi lingkungan masyarakat dimana anak tinggal baik dengan teman sebaya maupun dengan orang yang lebih dewasa atau lebih tua. Dilingkungan masyarakat itulah siswa menghabiskan dari waktu luangnya. Jadi tidak heran kalau kenakalan yang terjadi pada siswa di sebabkan karena lingkungan masyarakat.

Noo a Ello e 200 dala pe elitia a a g e judul Adolescent

Delinquency and Social Control in Finnish Schools: A Multilevel Analysis . Hasil penelitian menyatakan bahwa kenakalan remaja juga dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat tempat siswa yang bersangkutan tinggal. Oleh karena itu diperlukan adanya kontrol dari masyarakat terhadap sikap siswa di masyarakat.

Terdapat persamaan dan perbedaan antara penelitian di atas dengan hasil penelitian. Persamaannya adalah kedua penelitian membahas tentang kenakalan remaja yang bersumber dari lingkungan masyarakat. Dan perbedaanya adalah dalam penelitian ini membahas kenakalan remaja seperti seperti tawuran namun belum dijelaskan bentuk sangsi yang diberikan oleh masyarakat kepada siswa yang melakukan kenakalan.

(16)

dengan orang yang berkelakukan kurang baik maka dapat mempengaruhi sifat siswa. Sebagai contohnya adalah siswa yang ikut tawuran atau mengkonsumsi obat-obatan.

2. Pengelolaan Jenis-jenis kenakalan siswa di SMA Negeri 1 Ngadirojo, Kabupaten Pacitan.

Kenakalan siswa yang terjadi di lingkungan SMA N 1 Ngadirojo terbagi menjadi dua kelompok yaitu kenakalan yang sifatnya ringan seperti membolos, ngobrol atau ramai ketika jam pelajaran berlangsung, merokok, tidak mengerjakan PR sekolah, tidak memakai ikat pinggang dan kaos kaki, sering terlambat datang ke sekolah, menyontek, dan berpacaran. Dan kenakalan siswa yang sifatnya berat adalah kenakalan siswa yang sampai pada pelanggaran hukum seperti tawuran, mencuri, mengkonsumsi narkoba, dll.

Kenakalan siswa dalam bentuk membolos sekolah adalah pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan dari pihak sekolah. Membolos disini pada hakikatnya mereka berangkat kesekolah dengan berpakain seragam dari rumah akan tetapi mereka tidak datang ke sekolah mereka pergi entah kemana. Keadaan seperti ini sering terjadi karena siswa merasa bosan dengan suasana sekolah, dan adapula yang beralasan terlambat akhirnya mereka memutuskan untuk membolos saja.

(17)

Penelitian yang dilakukan oleh Kyriacau pada tahun 2007 yang berjudul The De elop e t of “tude t Tea he ’s Vie of Pupil Mis eha io during an Initial Teacher Training Program in England an Norway

menyebutkan secara keseluruhan, faktor utama akuntansi untuk kenakalan u id di lapo ka se agai o a gtua a g tidak p o sekolah e a a ka nilai-nilai di anak-a ak e eka a g pali g se i g elapo ka ke akala

murid adalah berbicara keluar dari gilirannya (misalnya berteriak, menyela, pernyataan-pernyataan yang tidak tepat atau mengganggu obrolan selama mata pelajaran) dan strategi itu dinilai paling positif jelas dan konsisten mendirikan sekolah dan peraturan kelas tentang perilaku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima.

Kenakalan siswa juga dilakukan dalam bentuk lari dari sekolah pada jam pelajaran sedang berlangsung. Lari dari sekolah pada jam pelajaran yang sedang berlangsung adalah siswa yang masuk ke kelas dan mengikuti pelajaran tetapi pada saat proses belajar mengajar berlangsung siswa berpura-pura mau kebelakang namun pada akhirnya siswa tidak kembali lagi ke kelas.

Kenakalan siswa yang di lingkungan sekolah yang bersifat ringan lainnya adalah merokok. Merokok dilingkungan sekolah bagi para siswa merupakan tindakan yang melanggar dan tidak diperbolehkan oleh pihak sekolah. Merokok bagi para siswa merupakan kepuasan tersendiri bagi mereka yang sudahterbiasa merokok dirumah maupun di sekolah. Dan ada pula siswa yang hanya ikut-ikutan dan mencari perhatian supaya dipandang oleh temannya.

(18)

memakai kaos kaki biasanya beralasan tidak kelihatan karena tertutup oleh baju mereka.

Peraturan sekolah lainnya yang juga sering dilanggar oale siswa adalah terlambat datang ke sekolah. Keterlambatan siswa ke sekolah mungkin bagi siswa yang rumahnya jauh atau yang naik angkutan itu memang sering terjadi. Namun bagi siswa yang rumahnya dekat dengna sekolah juga terlambat datang ke sekolah. Para siswa yang terlambat biasanya beralasan bangun kesiangan.

Selain kenakalan siswa yang jenisnya ringan, para siswa juga pernah melakukan kenakalan yang jenisnya berat. Kenakalan yang mereka lakukan adalah tawuran. Tawuran adalah suatu tindakan anarkis yang dilakukan oleh dua kelompok dalam bentuk perkelahian masal di tempat umum sehingga menimbulkan keributan dan rasa ketakutan (teror) pada warga yang ada di sekitar tempat kejadian perkara tawuran. Tawuran dikategorikan kenakalan siswa yang jenisnya berat karena tawuran melanggar hukum. Para siswa di SMA N 1 Ngadirojo pernah melakukan tawuran dengan sekolah lain. Menurut penjelasan guru BK, alasannya adalah saling ejek yang dilakukan siswa.

Upaya dalam menanggulangi kenakalan siswa dilaksanakan secara preventif (pencegahan), represif (mengahambat), maupun yang bersifat

kuratif (penyembuhan) dan rehabilitasi (perbaikan). Penanganan kenakalan siswa tersebut dilakukan agar kenakalan siswa tersebut tidak terulang kembali.

(19)

penglaman serta berfungsi sebagai pengajaran. Dengan pemberian pendidikan tersebut supaya siswa dapat mengembangkan secara optimal pergaulan dan perilaku terhadap guru maupun teman.

Selain kegiatan pendidikan remaja sebaya, upaya preventif yang dilakukan SMAN 1 Ngadirojo adalah mengadakan pembinaan melalui kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler dapat menumbuhkan jiwa bertanggungjawab pada diri anak, sebab kegiatan tersebut siswa dituntut untuk mandiri dan percaya diri dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab dalam kegiatan tersebut. Kesibukan yang dapat dimiliki oleh siswa adalah dengan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang ada di sekolah. Kegiatan ekstrakurikuler dapat membantu siswa untuk mengembangkan bakat dan juga hobi yang dimilikinya. Hal itu itu diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Andrew M. Guest dan Nick McRee (2009) dalam penelitiannya yang berjudul A “chool-Level Analysis of Adolescent Extracurricular Activity, Delinquency, and Depression: The Importance of

“ituatio al Co te t . Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kegiatan

ekstrakurikuler yang diikuti oleh siswa di sekolah dapat menjadi wadah bagi siswa untuk menyalurkan bakat, minat bahkan hobi yang dimiliki siswa. Dengan ada kegiatan yang positif yang dimiliki oleh siswa dapat meminimalkan siswa untuk melakukan kenakalan karena waktu luang mereka sedikit.

(20)

Upaya preventif lain yang dilakukan pihak sekolah dalam menangani kenakalan siswa adalah dengan meningkatkan efektifitas hubungan orang tua dan masyarakat (humas). Hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan salah satu garapan administrasi pendidikan. Hubungan masyarakat adalah proses komunikasi antara sekolah dengan msyarakat. Meningkatkan hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan upaya preventif yang efektif dalam mencegah terjadinya kenakalan siswa di luar sekolah.

Keluarga adalah tempat perkembangan awal seorang anak, sejak saat kelahirannya sampai proses perkembangan jasmani dan rohani berikutnya. Bagi seorang anak, keluarga memiliki arti dan fungsi yang vital bagi kelangsungan hidup maupun dalam menemukan makna dan tujuan hidupnya. Untuk mencapai perkembangannya seorang anak membutuhkan kasih sayang, perhatian dan rasa aman untuk berlindung dari orang tuanya.

Peran penting orang tua atau keluraga untuk meminimalkan kenakalan siswa di perkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh John P. Hoffmann dan Mikaela J. Dufur (2008) yang berjudul Family And School

Capital Effe ts O Deli ue : “u stitutes O Co ple e ts? . Hasil

penelitian menunjukanb bahwa keluarga dapat menjadi sumber kenakalan bagi remaja. Alasannya adalah kurangnya perhatian yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya sehinga membuat sang anak menjadi kurang perhatian dan kasih sayang sehingga melampiaskannya melalui kenakalan.

(21)

Selain upaya preventif, dalam menaggulangi kenakalan siswa pihak sekolah juga melakukan upaya represif atau menghambat. Upaya represif tujuannya adalah untuk menahan dan menghambat kenakalan siswa sesering mungkin dan jangan sampai timbul peristiwa yang lebih lanjut. Upaya represif dapat dilakukan dengan memberikan nasehat dan peringatan secara lisan dan tulisan.

Pemberian nasihan bisa diwujudkan dengan memberi peringatan atau hukuman secara langsung terhadap siswa yang bersangkutan. Dengan memberikan nasihan bertujuan agar siswa yang bersangkutan menyadari akan perbuatannya dan tidak akan mengalinganya lagi. Selain dengan memberikan peringan secara tertulis dan lisan, pihak sekolah juga melakukan pendekatan dengan orang tua siswa. Pendekatan tersebut dilakukan apabila siswa yang bersangkutan masih melakukan kenakalan-kenakalan walaupun sudah diberi nasihat dan peringatan. Tujuannya adalah untuk mencari jalan keluar bagi anak tersebut dan menerapkan hidup disiplin terhadap peraturan yang berlaku.

Dalam menanggulangi kenakalan siswa di sekolah, cara kuraitf (penyembuhan) dan rehabilitasi (perbaikan) juga dapat dilakukan. Usaha untuk menanggulangi kenakalan siswa yang bersifat kuratif atau penyembuhan dilakukan dengan jalan mengdakan pendekatan kepada siswa yang bersangkutan. Dengan mengadakan pendekatan ini diharapkan dapat diperoleh akar permasalahan yang menyebabkan siswa nakal sehingga dapat ditemukan jalan keluar dalam mengatasi kenakaln siswa.

(22)

PENUTUP

Kesimpulan yang dapat diambila adalah sebagai berikut :

1. Sumber kenakalan siswa yang terjadi di SMA Negeri 1 Ngadirojo, Kabupaten Pacitan dari faktor lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Kenakalan siswa yang bersumber dari lingkungan keluarga ada 2 yaitu dari dalam diri siswa dan dari luar diri siswa. Faktor kenakalan siswa yang bersumber dari dalam diri siswa antara lain adalah sikap egois yang dimiliki oleh siswa. Sumber kenakalan siswa yang berasal dari luar diri siswa adalah kurangnya disiplin yang diterapkan oleh orang tua dan kemarahan orang tua. Dilingkungan sekolah bersumber dari pengaruh teman-temannya, sikap guru ketika mengajar di dalam kelas. Kenakalan siswa juga dapat dipengaruhi lingkungan masyarakat dimana anak tinggal baik dengan teman sebaya maupun dengan orang yang lebih dewasa atau lebih tua.

(23)

Saran yang dapat peneliti berikan antara lain :

1. Bagi orang tua untuk mengatasi timbulnya kenakalan anaknya sangat besar hendaknya ada penanaman pendidikan moral, pengetahuan nilai-nilai agama, teladan dari orang tua sejak kecil, pengawasan dan perhatian pada anaknya sangat diharapkan yang dapat mencegah timbulnya prilaku menyimpang anaknya dikemudian hari.

2. Bagi guru hendaknya mampu berpartisipasi aktif dan dapat bekerja sama dengan pihak bimbingan konseling dalam kegiatan penanganan masalah siswa serta memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan kegiatan bimbingan dan konseling.

3. Bagi Bimbingan Konseling membantu siswa sangat dibutuhkan karena bisa jadi semakin lama akan semakin banyak dan beragam masalah siswa di masa yang akan datang. Maka, perlu adanya suatu kegiatan dan tambahan materi dan layanan yang terkait dalam upaya membantu mengatasi kendala-kendala bagi muridnya di usia remaja, di mana bila kelak anak didiknya sudah keluar dari sekolah bisa mampu menyelesaikan masalahnya tanpa bergantung pada bimbingan konseling sekolah lagi.

4. Bagi Sekolah hendaknya dapat menyediakan sarana prasarana, tenaga dan berbagai kemudahan demi terlaksananya pelayanan bimbingan dan konseling yang efektif dan efisien. Sedangkan terkait dengan kenakalan remaja ini seharusnya sekolah bisa menindak tegas setiap hal yang memang diperlukan ketegasan.

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad dan Asrori, Mohammad. 2010. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.

Aqib, Zainal dan Rohmanto, Elham. 2008. Membangun Profesionalisme Guru dan Pengawas Sekolah. Bandung: Yrama Widya.

Aqib, Zainal. 2009. Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Bandung: Yrama Widya.

A d e M. Guest da Ni k M ‘ee . 200 . A “ hool-Level Analysis of Adolescent Extracurricular Activity, Delinquency, and Depression: The Importance of “ituatio al Co te t . J Youth Adolescence. 38:51–62, DOI 10.1007/s10964-008-9279-6

Arikunto, Suharsimi 2008. Manajemen Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Asma i, Ja al Ma u . 200 . Manajemen Pengelolaan dan Kepemimpinan Pendidikan Profesional. Yogyakarta: DIVA Press.

Ch is Bae eldt a d BeateVolke . 200 . ‘e isiti g “ele tio a d I flue e: A Inquiry into the Friendship Networks of High School Students and Their Asso iatio ith Deli ue . Canadian Journal of Criminology and Criminal Justice

Hasbullah. 2006. Otonomi Pendidikan: Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya terhadap Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Ihsan, Fuad. 2010. Dasar-Dasar Kependidikan: Komponen MKDK. Jakarta: Rineka Cipta.

Joh P. Hoff a da Mikaela J. Dufu . 200 . Fa il A d “ hool Capital Effe ts O Deli ue : “u stitutes O Co ple e ts? . Sociological Perspectives, Vol. 51, Issue 1, pp. 29–62, ISSN 0731-1214, electronic ISSN 1533-8673.

Maliki, Zainuddin 2008. Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

(25)

Marsudi, Saring 2008. Perkembangan Peserta Didik. Surakarta: BP FKIP UMS.

Moleong, Lexy 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Noo a Ello e . 200 . Adoles e t Deli ue a d “o ial Co t ol i Fi ish Schools: A Multilevel Analysis . Journal of Scandinavian Studies in Criminology and Crime Prevention. ISSN 1404–3858 Vol 9, pp 47–64, 2008.

P esto El od da I i a ‘. “ode st o . 200 . Theo eti al P edi to s Of Delinquency In And Out Of School Among A Sample Of Rural Public School Youth . Southern Rural Sociology, 23(2), 2008, pp. 131-156.

Soedijarto. 2008. Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita. Jakarta: Kompas.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hal ini dapat diartikan bahwa nilai komponen standar pendidik dan tenaga kependidikan (Y 4 ) dan nilai komponen standar sarana dan prasarana (Y 5 ) merupakan

Perbandingan pengaruh pemukul dan bola modifikasi dengan pemukul dan bola standar terhadap hasil belajar dalam permainan softball,tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

Pada kondisi ragam setiap peubah untuk setiap gerombol berbeda, jika ukuran korelasi rendah maka kedua metode ini menghasilkan tingkat kesalahan klasifikasi yang sama,

Pangesti, L.N.2002.Hubungan Konsep Diri Dengan Kecemasan Dalam Memilih Pasangan Hidup Pada Wanita Usia Dewasa Awal.. Pengantar

ìò Ю¿µ¬·µ §¿²¹ Í»¸¿¬ ¼¿´¿³ Ó»´¿µ-¿²¿µ¿² Ì«¹¿- ¼¿² Ú«²¹-· Í»¬·¿°.

Pembentukan Kata Kerja Bahasa Ansus : Suatu Sumbangan dalam Strategi Pengajaran Kata Kerja Bahasa Indonesia.. Skripsi FPBS Universitas Cenderawasih Jayapura :

pay on the location of the invoked service and what platform / technology is being used by the service. Loose coupling is very important for SOA because a service call by