HUBUNGAN ANTARA SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL DENGAN
INTENSI MEROKOK PADA SISWA SMP DI KOTA BANDUNG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat dalam Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Departemen Psikologi
Oleh:
Sagitania NIM. 1000883
DEPARTEMEN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2014
Hubungan antara Sikap, Norma Subjektif, dan Perceived Behavioral Control dengan Intensi Merokok pada Siswa SMP
di Kota Bandung
Oleh Sagitania
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi pada Departemen Psikologi
© Sagitania 2014
Universitas Pendidikan Indonesia Oktober 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
SKRIPSI INI TELAH DIUJIKAN PADA:
Hari/Tanggal : Rabu, 15 Oktober 2014 Pukul : 10.30 – 11.30 WIB
Tempat : Kantor Jurusan Psikologi UPI
Para penguji terdiri dari: Penguji I
MIF. Baihaqi, M.Si. NIP. 19621208 198803 1 001
Penguji II
Ita Juwitaningrum, S.Psi., M.Pd. NIP. 19780312 200501 2 002
Penguji III
Sitti Chotidjah, M.A, Psi. NIP. 19771205 200604 2 001
Sagitania , 2014
HUBUNGAN ANTARA SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL DENGAN
INTENSI MEROKOK PADA SISWA SMP DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
No. Skripsi: 449/SKRIPSI/PSI-FIP/UPI.10.2014
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ………..…………...…... i
ABSTRAK ……….………...…….…..…... ii
ABSTRACT ……….………...…….…..……... iii
KATA PENGANTAR ……….….………... iv
UCAPAN TERIMAKASIH ………..….………..…… v
DAFTAR ISI ………...……….…………...… vii
DAFTAR TABEL ……….………..…………... x
DAFTAR GRAFIK ………..…… xi
DAFTAR GAMBAR ………...……….…………... xii
DAFTAR LAMPIRAN ………..……….…. xiii
BAB I PENDAHULUAN……….……… 1
A.Latar Belakang Masalah .………..……... 1
B.Rumusan Masalah ….……….………..…..…...… 6
C.Tujuan Penelitian ……….…….….….. 6
D.Manfaat Penelitian ………..……..……...….. 6
E.Sistematika Penelitian ……….………..…………... 7
BAB II TINJAUAN TEORITIS ………...………... 9
A. Intensi ……….…………...…... 9
1. Definisi Intensi ………...……… 9
2. Aspek-aspek Intensi ………..………...…….. 9
3. Pengaruh Faktor Demografis terhadap Intensi ……...…. 10
B. Theory of Planned Behavior ……….…… 10
1. Sikap terhadap Perilaku (Attitude toward Behavior)….…. 10 2. Norma Subjektif ………...…….. 11
3. Perceived Behavioral Control ………..……. 11
Sagitania , 2014
HUBUNGAN ANTARA SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL DENGAN
INTENSI MEROKOK PADA SISWA SMP DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
No. Skripsi: 449/SKRIPSI/PSI-FIP/UPI.10.2014
D. Perilaku Merokok pada Remaja ………..….….…. 15
E. Kerangka Pemikiran ………..….………...…. 19
F. Hipotesis Penelitian ………..….………....…. 22
BAB III METODE PENELITIAN ……….…………...…….… 23
A. Populasi dan Sampel .………... 23
1. Populasi .……….………..……... 23
2. Sampel .……….………..………….……...23
B. Varibel Penelitian .……….………..…..…... 24
C. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional ……..……... 24
1. Varibel Terikat .……….………..…..…... 24
2. Variabel Bebas .………..…...…... 25
a. Sikap .……….………..……... 25
b. Norma Subjektif .……….……….…... 25
c. Perceived Behavioral Control .………... 26
D. Teknik Pengambilan Data .………..……... 27
E. Instrumen pengumpulan Data .………...…... 27
1. Alat Ukur Intensi Merokok .………... 27
2. Alat Ukur Sikap .………... 28
3. Alat Ukur Norma Subjektif .………... 28
4. Alat Ukur Perceived Behavioral Control.………... 28
5. Penyekoran dan Penafsiran .………...…... 28
6. Uji Validitas .………...…….... 29
7. Pemilihan Item yang Layak …………...….….... 30
a. Instrumen Sikap terhadap Perilaku Merokok ..…….…. 30
b. Instrumen Norma Subjektif Perilaku Merokok …....…. 31
c. Instrumen Perceived Behavioral Control ..………...…. 31
d. Instrumen Intensi Merokok ..………....…. 31
Sagitania , 2014
HUBUNGAN ANTARA SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL DENGAN
INTENSI MEROKOK PADA SISWA SMP DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
No. Skripsi: 449/SKRIPSI/PSI-FIP/UPI.10.2014
a. Reliabilitas Sikap terhadap Perilaku Merokok …...…. 33
b. Reliabilitas Norma Subjektif Perilaku Merokok …..…. 33
c. Reliabilitas Perceived Behavioral Control Perilaku Merokok…..……….….. 34
d. Reliabilitas Intensi Merokok ………...……….. 34
9. Kategorisasi Skala ………...….…….. 34
F. Teknik Analisis Data.……….…...35
G.Prosedur Pelaksanaan Penelitian .………...……..36
1. Tahap Persiapan .………...………..…... 36
2. Tahap Pengambilan Data .……….……..…...…... 37
3. Tahap Pengolahan Data .……….….…...….. 37
4. Tahap Pembahasan .…….……….…………...…. 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……….……….……….…. 38
A. Hasil.……….………….………..…… 38
1. Deskripsi Demografis ……….……….………….…. 38
2. Deskripsi Sikap terhadap Perilaku Merokok………….…. 41
3. Deskripsi Norma Subjektif Perilaku Merokok ……….…. 42
4. Deskripsi Perceived Behavioral Control Perilaku Merokok ….………..….…. 43
5. Deskripsi Intensi Merokok ……….……..….…. 44
a. Dimensi Keinginan untuk Merokok ……….…. 46
b. Dimensi Usaha untuk Merokok……….. 47
6. Hasil Uji Hipotesis ……….……..….…. 49
a. Hubungan Sikap dengan Intensi Merokok………....…. 49
b. Hubungan Norma Subjektif dengan Intensi Merokok .. 50
c. Hubungan Perceived Behavioral Control dengan intensi Merokok ……….………...…....…. 50
Sagitania , 2014
HUBUNGAN ANTARA SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL DENGAN
INTENSI MEROKOK PADA SISWA SMP DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
No. Skripsi: 449/SKRIPSI/PSI-FIP/UPI.10.2014
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.……….………..… 63
A. Kesimpulan .……….………….………..… 63
B. Saran .……….……….……….…...… 64
DAFTAR PUSTAKA ……….…..…… 66
LAMPIRAN………..……….………... 70
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen.……….…..…31
Tabel 3.2 Daftar Pasangan Antar Item Berdasarkan Dimensi pada Setiap Alat Ukur .……….……….….. 32
Tabel 3.3 Interpretasi Koefisien Korelasi ………...…...……….. 35
Tabel 4.1 Deskripsi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ..………….….. 38
Tabel 4.2 Deskripsi Subjek berdasarkan Status Merokok pada Orangtua ………...……...………..….. 39
Tabel 4.3 Deskripsi Subjek berdasarkan Status Merokok pada Orangtua ………...……...………..….. 40
Tabel 4.4 Deskripsi Sikap terhadap Perilaku Merokok ………...…..….. 41
Tabel 4.5 Deskripsi Norma Subjektif Perilaku Merokok ….…...…..….. 42
Tabel 4.6 Deskripsi Perceived Behavioral Control Perilaku Merokok ... 43
Tabel 4.7 Deskripsi Intensi Merokok ………...……...……….… 44
Tabel 4.8 Rata-rata Intensi Merokok Berdasarkan Sekolah...…. 45
Tabel 4.9 Analisis Varian Intensi Merokok Berdasarkan Sekolah...…. 46
Tabel 4.10 Intensi Merokok pada Dimensi Keinginan untuk Merokok ………...……...………....…. 47
Sagitania , 2014
HUBUNGAN ANTARA SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL DENGAN
INTENSI MEROKOK PADA SISWA SMP DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
No. Skripsi: 449/SKRIPSI/PSI-FIP/UPI.10.2014 Mewujudkan Perilaku Merokok ………...……...………..….. 48
Tabel 4.12 Korelasi Variabel Bebas dengan Intensi Merokok ……...…. 49
Tabel 4.13 T-Test Intensi Merokok Berdasarkan Jenis Kelamin dan
Status Merokok pada Orangtua ………...…………...……….. 51
Tabel 4.14 Analisis Varian Intensi Merokok Berdasarkan Uang Jajan …. 52
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Persentase Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin………….… 39
Grafik 4.2 Persentase Subjek Berdasarkan Status Merokok
Orangtua .…..……….… 40
Grafik 4.3 Frekuensi dan Persentase Subjek Berdasarkan
Uang Jajan .…..……….……….… 41
Grafik 4.4 Persentase Kategori Sikap terhadap
Perilaku Merokok .…..……….…….……….… 42
Grafik 4.5 Persentase Kategori Norma Subjektif Perilaku
Merokok .…..………...…….……….… 43
Grafik 4.6 Persentase Kategori Perceived Behavioral Control
Perilaku Merokok .…..……….…….……….… 44
Grafik 4.7 Persentase Kategori Intensi Merokok …...………...…….… 45
Grafik 4.8 Persentase Kategori Intensi Merokok pada
Dimensi Keinginan untuk Merokok…….………..…47
Sagitania , 2014
HUBUNGAN ANTARA SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL DENGAN
INTENSI MEROKOK PADA SISWA SMP DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
No. Skripsi: 449/SKRIPSI/PSI-FIP/UPI.10.2014 Usaha untuk Mewujudkan Perilaku Merokok …………..… 48
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Theory of Planned Behavior .…..………..…12
Sagitania , 2014
HUBUNGAN ANTARA SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL DENGAN
INTENSI MEROKOK PADA SISWA SMP DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
No. Skripsi: 449/SKRIPSI/PSI-FIP/UPI.10.2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Expert Judgement ……….……….…..… 71
Lampiran 2 Kisi-Kisi Instrumen Sebelum Uji Coba …………...…...… 74
Lampiran 3 Kisi-Kisi Instrumen Setelah Uji Coba …………..…...… 78
Lampiran 4 Kuesioner Penelitian ………...… 81
Lampiran 5 Data Skor dan Kategorisasi pada Setiap Variabel ..……..… 85
Lampiran 6 Reliabilitas, Validitas ………..….…….… 122
Lampiran 7 Analisis Item ………..….…………..… 124
Lampiran 8 Hasil Uji Hipotesis………..….………..… 126
Sagitania , 2014
HUBUNGAN ANTARA SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL DENGAN
INTENSI MEROKOK PADA SISWA SMP DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sagitania , 2014
HUBUNGAN ANTARA SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL DENGAN
INTENSI MEROKOK PADA SISWA SMP DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
No. Skripsi: 449/SKRIPSI/PSI-FIP/UPI.10.2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perilaku merokok merupakan salah satu penyebab yang menimbulkan
munculnya berbagai penyakit dan besarnya angka kematian. Hal ini wajar,
mengingat setiap tahunnya di seluruh dunia terdapat 6 juta perokok aktif serta
lebih dari 600.000 perokok pasif yang tewas akibat rokok (The Tobacco Atlas,
2012). Indonesia ialah negara ke-3 yang memiliki jumlah perokok terbesar di
dunia setelah Cina dan India, dengan konsumsi 220 milyar batang per tahun
(voaindonesia.com, 2012).
Perilaku merokok bisa dikatakan sebagai perilaku yang fenomenal.
Meskipun telah banyak orang yang mengetahui tentang dampak negatif rokok,
namun jumlah perokok tetap saja banyak, bahkan dari tahun ke tahun
prevalensinya justru semakin meningkat. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
tahun 2013, perilaku merokok usia 15 tahun keatas dari tahun 2007 sampai tahun
2013 terus meningkat, mulai dari 34,2% pada tahun 2007 menjadi 36,3% pada
tahun 2013 (Risekesdas, 2013).
Dewasa ini, individu yang menjadi perokok di Indonesia sangat beragam,
mulai dari jenis kelamin sampai dengan kelompok usia. Jika dahulu mayoritas
perokok adalah laki-laki, lain halnya dengan sekarang, perempuan pun sudah
banyak yang merokok. Begitupula dari segi usia, jika dahulu mayoritas usia
perokok adalah usia dewasa, lain halnya dengan sekarang, remaja bahkan
anak-anak pun sudah banyak yang mulai mencoba-coba untuk merokok dan menjadi
perokok. Data dari hasil survey yang dilakukan oleh Global Youth Tobacco
Survey menunjukkan bahwa prevalensi perokok pemula (yang pertama kali
mencoba-coba merokok) paling tinggi terdapat pada kalangan remaja, yaitu pada
usia 13-15 tahun dengan angka 26,8%. Dari data tersebut diperoleh perbandingan
2
Sagitania , 2014
HUBUNGAN ANTARA SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL DENGAN
INTENSI MEROKOK PADA SISWA SMP DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
No. Skripsi: 449/SKRIPSI/PSI-FIP/UPI.10.2014 prevalensi merokok pada remaja laki-laki dan remaja perempuan usia 13-15
tahun, yaitu 24,5% pada remaja laki-laki dan 2,3% pada remaja perempuan
(riskesdas.litbang.depkes.go.id, 2010).
Remaja merupakan salah satu periode perkembangan manusia dimana
pada masa ini terjadi perubahan yang pesat dalam berbagai aspek, baik itu aspek
fisik, kognitif, sosial, maupun emosional (Papalia, 2009). Perubahan-perubahan
tersebut seringkali membuat remaja bingung mengenai siapa dirinya dan apa yang
membedakan dirinya dengan orang lain. Kebingungan yang dialami tersebut
berkaitan dengan pencarian identitas pada masa remaja. Dalam upaya mencari
identitas tersebut, remaja seringkali melakukan metode coba-coba, meskipun
melalui banyak kesalahan. Bahkan, tak sedikit dari mereka melakukan
perilaku-perilaku beresiko yang dapat membahayakan, seperti melakukan seks bebas,
minum-minuman beralkohol, merokok, dan menyalahgunakan obat-obatan
terlarang. Oleh karena itu, masa remaja merupakan masa kritis untuk
mengembangkan pola perilaku hidup sehat. Menurut Santrock (2012, hlm. 415),
banyak perilaku yang berkaitan dengan buruknya kesehatan dan kematian dini di
masa dewasa dimulai ketika remaja.
Kebanyakan remaja telah mempelajari perbedaan antara perilaku sehat dan
perilaku tidak sehat (Santrock, 2003). Remaja yang merokok mungkin gagal
membedakan perilaku yang sehat dan yang tidak sehat. Pada masa remaja awal,
mereka masih belum menyadari adanya bermacam-macam penyebab kesehatan,
dan relatif memiliki pemikiran konkrit mengenai penyakit (Santrock, 2003).
Remaja awal melihat kesehatan dan penyakit dengan cara yang lebih sederhana
dan bergantung pada orang lain untuk menentukan apakah mereka sakit atau
tidak. Sedangkan pada remaja akhir, mereka sudah memiliki pemikiran formal
operasional dan melihat kesehatan dengan cara yang lebih hipotesis dan abstrak
dimana mereka sudah mampu mengembangkan konsep kesehatan dan mulai
3
Sagitania , 2014
HUBUNGAN ANTARA SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL DENGAN
INTENSI MEROKOK PADA SISWA SMP DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
No. Skripsi: 449/SKRIPSI/PSI-FIP/UPI.10.2014 mereka sendiri (Santrock, 2003). Pada remaja awal, disamping pemikirannya yang
masih konkrit, mereka juga kurang memiliki kontrol diri dalam hal tingkah laku
(Monk, 1999). Remaja awal mungkin sebenarnya sudah mengetahui perbedaan
antara tingkah laku yang sehat atau tidak, namun mereka gagal mengembangkan
kontrol yang memadai dalam menggunakan perbedaan itu untuk membimbing
tingkah laku mereka.
Berkaitan dengan masalah perilaku, Ajzen dan Fishbein (1975, hlm. 124)
mengatakan bahwa hampir setiap perilaku manusia didahului oleh adanya niat
atau kehendak untuk menampilkan perilaku. Niat, biasanya muncul secara sadar,
disengaja, dan perilaku yang diniatkan tersebut biasanya akan segera
dilaksanakan. Dengan kata lain, intensi untuk berperilaku merupakan niat individu
(yang secara sadar dan disengaja) untuk melakukan atau tidak melakukan suatu
perilaku. Perilaku merokok juga didahului oleh adanya intensi atau niat untuk
merokok atau tidak merokok. Menurut Ajzen (2005), semakin kuat intensi
perilaku yang dimiliki individu, maka semakin besar pula kemungkinan perilaku
tersebut akan dilakukan di masa yang akan datang. Apabila individu memiliki
intensi merokok yang kuat, maka dapat diperkirakan bahwa kemungkinan besar ia
akan merokok di masa yang akan datang. Sebaliknya, semakin rendah intensi
merokok yang dimiliki individu, maka semakin kecil pula kemungkinan individu
untuk merokok di masa yang akan datang. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat
diambil kesimpulan bahwa remaja akan merokok atau tidak merokok salah
satunya bisa dilihat dari seberapa besar intensi yang dimilikinya saat ini.
Ajzen (2005, hlm. 117) dalam teorinya yang disebut dengan theory of
planned behavior, menjelaskan bahwa terdapat tiga faktor penentu dalam intensi,
yaitu sikap (attitude toward behavior), norma subjektif (subjective norm), dan
perceived behavioral control. Sikap menunjukkan penilaian umum individu
berupa penilaian positif maupun penilaian negatif terhadap suatu objek, norma
4
Sagitania , 2014
HUBUNGAN ANTARA SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL DENGAN
INTENSI MEROKOK PADA SISWA SMP DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
No. Skripsi: 449/SKRIPSI/PSI-FIP/UPI.10.2014
others (orang-orang yang penting baginya) sehingga mempengaruhi ia untuk
melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku, sedangkan perceived behavioral
control menunjukkan persepsi individu mengenai mudah atau sulitnya
menampilkan suatu perilaku tertentu. Sehingga apabila semakin positif sikap
individu terhadap rokok, semakin banyak tekanan sosial yang mempengaruhi ia
untuk merokok, serta semakin tinggi persepsi ia mengenai kemudahan untuk
merokok, maka intensi untuk merokok pun semakin kuat.
Penelitian mengenai intensi merokok pada remaja pernah dilakukan oleh
Ganley dan Rasario (2013) dengan judul “The smoking attitudes, knowledge, intent, and behaviors of adolescents and young adults: Implications for nursing practice”. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui apakah sikap, norma subjektif, dan pengetahuan tentang rokok bisa memprediksi perilaku
merokok. Subjek dari penelitian ini melibatkan 450 responden dengan usia lebih
muda dan/atau sama dengan 30 tahun, dimana 74.9% merupakan perempuan,
24.8% merupakan laki-laki, dan 0.3% (satu orang) merupakan transgender
perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap dan norma subjektif dapat
memprediksi perilaku merokok, sedangkan pengetahuan tentang rokok tidak
memberikan kontribusi yang signifikan dalam memprediksi perilaku merokok.
Sedangkan penelitian yang menguji aplikasi teori planned behavior dalam
memprediksi perilaku merokok pernah dilakukan oleh Topa dan Mariano (2010),
dengan judul “Theory of planned behavior and smoking: meta-analysis and SEM model”. Meta-analisis ini melibatkan 27 studi dengan total 267.977 peserta laki-laki yang berusia 10 sampai 21 tahun. Hasil penelitian melalui pendekatan
MASEM (meta-analytic structural equation modeling) menunjukkan bahwa teori
planned behavior memiliki validitas prediktif dalam memunculkan perilaku
merokok. Hasil sintesis dari meta-analisis tersebut menunjukkan bahwa perilaku
merokok memiliki hubungan yang signifikan dengan intensi merokok, dan intensi
5
Sagitania , 2014
HUBUNGAN ANTARA SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL DENGAN
INTENSI MEROKOK PADA SISWA SMP DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
No. Skripsi: 449/SKRIPSI/PSI-FIP/UPI.10.2014
perceived behavioral control. Penelitian Karimy dkk. (2013), tentang penggunaan
rokok pada remaja juga menunjukkan bahwa sikap, norma subjektif, dan
perceived behavioral control memberikan kontribusi dalam intensi merokok.
Subjek dari penelitian ini melibatkan 365 siswa laki-laki dengan usia rata-rata
16,4 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa teori planned behavior
merupakan model yang efektif dalam memprediksi penggunaan rokok pada
kalangan remaja.
Penelitian lain yang menggunakan aplikasi teori planned behavior juga
pernah dilakukan oleh Bashirian (2012) yang berjudul “Application of the Theory of Planned Behavior to Predict Drug Abuse Related Behaviors among Adolescents”. Penelitian tersebut ditujukan untuk memprediksi perilaku penyalahgunaan narkoba pada 650 remaja laki-laki usia 14-17 tahun di kota
Hamadan, Iran. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sikap dan norma
subjektif adalah prediktor paling berpengaruh dalam intensi menggunakan
narkoba (Bashirian dkk., 2012). Disamping itu, penelitian ini menemukan bahwa
11,1% dari remaja yang memiliki intensi tinggi dalam menggunakan narkoba
telah memiliki pengalaman merokok. Hal ini menunjukkan bahwa merokok bisa
menjadi salah satu gerbang bagi remaja dalam menyalahgunakan obat-obatan
terlarang.
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada remaja ialah
status merokok pada orangtua. Hal ini juga didukung oleh data Global Youth
Tobacco Survey (2009) yang menunjukkan bahwa 72,4% remaja usia 13-15 tahun
yang pernah mencoba merokok mempunyai orangtua yang merokok pula
(www.fajar.co.id, 2013). Apabila orangtua adalah perokok berat, maka
kemungkinan remaja untuk jadi perokok juga besar. Sehingga, merokok atau tidak
merokoknya seorang remaja bisa dipengaruhi oleh status merokok orangtua.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti menggunakan
6
Sagitania , 2014
HUBUNGAN ANTARA SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL DENGAN
INTENSI MEROKOK PADA SISWA SMP DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
No. Skripsi: 449/SKRIPSI/PSI-FIP/UPI.10.2014 perilaku merokok pada remaja yang ditandai dengan adanya niat atau intensi
individu untuk memunculkan perilaku tersebut. Peneliti memilih subjek dalam
penelitian ini khusus remaja awal (yaitu siswa SMP usia 12-15 tahun), karena
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa remaja awal masih memiliki
pemikiran yang konkret mengenai kesehatan dan penyakit serta kurang memiliki
kontrol diri dalam hal tingkah laku. Peneliti juga menambahkan faktor demografis
dari responden yang meliputi status merokok pada orangtua, jenis kelamin dan
uang jajan untuk melihat hubungannya dengan intensi merokok. Berdasarkan
uraian di atas, maka peneliti bermaksud meneliti mengenai “Hubungan antara
Sikap, Norma Subjektif, dan Perceived Behavioral Control dengan Intensi
Merokok pada Siswa SMP di Kota Bandung” dengan menggunakan konstruk
theory of planned behavior.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana hubungan antara variabel sikap dengan intensi merokok pada
siswa SMP di kota Bandung?
2. Bagaimana hubungan antara variabel norma subjektif dengan intensi
merokok pada siswa SMP di kota Bandung?
3. Bagaimana hubungan antara variabel perceived behavioral control dengan
intensi merokok pada siswa SMP di kota Bandung?
4. Seberapa besar kontribusi masing-masing variabel bebas (yaitu sikap,
norma subjektif, dan perceived behavioral control) terhadap intensi
7
Sagitania , 2014
HUBUNGAN ANTARA SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL DENGAN
INTENSI MEROKOK PADA SISWA SMP DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
No. Skripsi: 449/SKRIPSI/PSI-FIP/UPI.10.2014
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui hubungan antara variabel sikap dengan intensi merokok
pada remaja awal.
2. Untuk mengetahui hubungan antara variabel norma subjektif dengan intensi
merokok pada remaja awal.
3. Untuk mengetahui hubungan antara variabel perceived behavioral control
dengan intensi merokok pada remaja awal.
4. Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi masing-masing variabel bebas,
yaitu sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control terhadap
intensi merokok pada remaja awal.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi literatur bagi kajian psikologi perkembangan yang berhubungan
dengan perkembangan perilaku merokok pada remaja, khususnya kalangan
remaja awal tingkat pendidikan SMP. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan
dapat memperluas wawasan mengenai intensi dan theory of planned behavior.
Lebih jauh, penelitian ini diharapkan dapat menumbuhkan minat peneliti lain
untuk melakukan penelitian lanjutan (berupa penelitian eksperimen) mengenai
intensi merokok.
2. Manfaat Praktis
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
remaja mengenai aspek-aspek tertentu yang berkaitan dengan intensi merokok,
sehingga mereka dapat mengantisipasi bagaimana seharusnya bersikap
terhadap rokok dan tekanan sosial untuk merokok, serta dapat mengontrol
8
Sagitania , 2014
HUBUNGAN ANTARA SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL DENGAN
INTENSI MEROKOK PADA SISWA SMP DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
No. Skripsi: 449/SKRIPSI/PSI-FIP/UPI.10.2014 memberikan informasi kepada orangtua dan keluarga agar memberi perhatian
lebih untuk mengawasi perilaku merokok pada remaja. Selain itu, penelitian
ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran intensi
merokok pada siswa Sekolah Menengah Pertama, yang dapat digunakan bagi
pihak sekolah untuk mengawasi para siswa dalam upaya mengurangi/
menghambat angka pertumbuhan prevalensi merokok pada remaja.
E. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun berdasarkan sistematika penulisan yang akan diuraikan
berikut ini.
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini membahas mengenai masalah dan fenomena merokok pada remaja
awal, data-data penelitian sebelumnya mengenai intensi merokok, rumusan
masalah, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian, serta manfaat yang diperoleh
dari penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini, peneliti menguraikan teori tentang intensi, sikap, norma
subjektif, perceived behavioral control, perilaku merokok, dan remaja, yang
dijadikan sebagai landasan dalam menganalisis masalah penelitian, kerangka pikir
penelitian, serta hipotesis penelitian.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini meliputi populasi dan sampel penelitian, lokasi dan waktu
penelitian, definisi operasional variabel, teknik pengambilan data, instrumen
pengumpulan data, dan teknik analisis data.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini, peneliti menjelaskan mengenai penemuan utama dari
9
Sagitania , 2014
HUBUNGAN ANTARA SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL DENGAN
INTENSI MEROKOK PADA SISWA SMP DI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
No. Skripsi: 449/SKRIPSI/PSI-FIP/UPI.10.2014 dengan intensi merokok, perceived behavioral control dengan intensi merokok,
serta kontribusi masing-masing variabel tersebut terhadap intensi merokok.
Peneliti juga menjelaskan mengenai penemuan tersebut (apakah mendukung atau
menolak teori yang sudah ada), interpretasi data, serta keterbatasan penelitian baik
dari segi desain maupun metode penelitian.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini ini berisi mengenai kesimpulan inti yang diperoleh dari hasil
penelitian serta saran-saran konkret yang perlu diambil sebagai tindak lanjut dari
23
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek atau subjek pada suatu wilayah
yang memenuhi kriteria tertentu sesuai dengan ruang lingkup masalah yang
akan diteliti (Martono, 2011, hlm. 74). Dalam penelitian ini, populasi yang
diambil adalah siswa remaja awal (usia 12-15 tahun) yang berada dalam
jenjang pendidikan SMP di kota Bandung. Alasan peneliti memilih subjek
remaja awal karena remaja awal merupakan suatu periode dimana terjadinya
kritis perkembangan tingkah laku sehat remaja (Santrock, 2013). Hal ini
didukung dengan pendapat Rousseau (dalam Sarwono, 2007) yang
mengatakan bahwa remaja awal merupakan masa dimana munculnya
keingintahuan serta keinginan coba-coba sehingga seringkali terjebak dalam
hal-hal yang beresiko, termasuk resiko yang membahayakan kesehatan
mereka, seperti merokok.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil berdasarkan teknik
tertentu sehingga dapat mewakili populasi tersebut sesuai dengan ruang
lingkup masalah yang akan diteliti (Martono, 2011, hlm. 74). Pengambilan
sampel biasanya menggunakan suatu teknik tertentu. Adapun teknik
pengambilan sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini ialah teknik
quota sampling. Menurut Idrus (2009, hlm. 97) teknik quota sampling ini
digunakan apabila peneliti menentukan terlebih dahulu berapa banyak jumlah
subjek yang diinginkan untuk diambil dalam penelitiannya. Penetuan subjek
ini lebih dikarenakan peneliti mengalami beberapa keterbatasan sehingga
peneliti menentukan jumlah subjek sendiri untuk dijadikan responden dalam
penelitiannya yang sekiranya representatif/mewakili populasi yang ada.
Sampel sekolah yang akan dijadikan sampel dalam penelitian ini
adalah siswa SMP yang bersekolah di SMP Negeri 29 Bandung, SMP Negeri
24
15 Bandung, SMP Kartika XIX-2, SMP Daarut Tauhid Bandung Boarding
School, dan SMP Pasundan 4. Alasan peneliti memilih sekolah di atas karena
sekolah tersebut bervariasi mulai dari lingkungan dan tipe sekolahnya (sekolah
negeri, swasta, dan boarding school). Dari setiap sekolah diambil sekitar 40
siswa yang akan dijadikan subjek penelitian, sehingga total subjek penelitian
secara keseluruhan ialah sekitar 200. Adapun karakteristik sampel dalam
penelitian ini ialah subjek merupakan siswa SMP kelas VIII dan IX dan
berada pada rentang usia 12-15 tahun.
B. Variabel Penelitian
1. Intensi merokok sebagai variabel terikat.
2. Sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control sebagai variabel
bebas.
C. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional
Menurut Cresswell (2008, hlm. 160), definisi operasional merupakan suatu
spesifikasi mengenai bagaimana seorang peneliti akan mendefinisikan dan
mengukur variabel penelitiannya.
1. Intensi (Variabel Terikat)
Definisi konseptual intensi merupakan derajat seberapa kuat keinginan
serta usaha seorang individu dalam menampilkan suatu perilaku tertentu
(Ajzen, 2005). Intensi merokok adalah tingkatan seberapa kuat keinginan serta
usaha individu untuk menampilkan perilaku merokok.
Intensi merokok yang dimaksud dalam penelitian ini ialah niat atau
kehendak remaja (siswa SMP) yang secara sadar dan disengaja untuk
memunculkan atau tidak memunculkan perilaku merokok. Secara operasional,
variabel intensi merokok didefinisikan sebagai jumlah skor yang diperoleh
dari hasil pengukuran pada skala intensi merokok. Semakin tinggi skor subjek,
maka semakin tinggi pula intensi subjek untuk merokok. Sebaliknya, semakin
25
2. Variabel Bebas a. Sikap
Definisi konseptual sikap adalah penilaian positif atau negatif
seseorang terhadap suatu objek perilaku (Ajzen, 2005, hlm. 118). Sikap
yang dimaksud dalam penelitian ini ialah penilaian positif atau penilaian
negatif remaja (siswa SMP) terhadap perilaku merokok. Penilaian positif
terhadap perilaku merokok ialah keuntungan dari perilaku merokok,
sedangkan penilaian negatif berupa kerugian dari perilaku merokok.
Penilaian ini didasarkan pada dua dimensi sikap menurut Fishbein dan
Ajzen (1975), yaitu:
1) Behavioral belief, yaitu dimensi untuk melihat belief subjek
mengenai efek (berupa keuntungan dan kerugian) yang didapatkan
dari merokok.
2) Outcome evaluation, yaitu dimensi untuk melihat penilaian subjek
terhadap setiap efek (baik keuntungan maupun kerugian) yang
ditimbulkan dari merokok.
Secara operasional, variabel sikap adalah jumlah skor yang diperoleh
dari penjumlahan hasil perkalian antar pasangan item pada dimensi
behavioral belief dengan dimensi evaluation outcome. Semakin tinggi skor
subjek pada skala sikap, maka semakin positif belief subjek terhadap
perilaku merokok. Sebaliknya, semakin rendah skor subjek maka semakin
negatif pula belief subjek terhadap perilaku merokok.
b. Norma Subjektif
Definisi konseptual norma subjektif ialah persepsi individu mengenai
tekanan sosial untuk menampilkan atau tidak menampilkan perilaku
tertentu dibawah pertimbangannya (Ajzen, 2005, hlm. 118). Norma
subjektif yang dimaksud dalam penelitian ini ialah keyakinan remaja (siswa
SMP) mengenai pendapat atau saran dari significant others mengenai
perilaku merokok yang bisa mempengaruhi ia untuk memunculkan atau
26
Keyakinan/belief didasarkan pada dua dimensi norma subjektif
menurut Fishbein dan Ajzen (1975), yaitu:
1) Normative belief, yaitu dimensi untuk melihat saran/pendapat dari
significant others yang dapat mempengaruhi subjek untuk
menampilkan atau tidak menampilkan perilaku merokok.
2) Motivation to comply, yaitu dimensi untuk melihat seberapa besar
motivasi subjek untuk mengikuti saran atau pendapat dari
orang-orang tersebut.
Secara operasional, variabel norma subjektif jumlah skor yang
diperoleh dari penjumlahan hasil perkalian antar pasangan item pada
dimensi normative belief dengan dimensi motivation to comply. Semakin
tinggi skor subjek pada skala norma subjektif, maka semakin tinggi pula
belief subjek mengenai saran/pendapat significant other yang bisa
mempengaruhi ia untuk memunculkan perilaku merokok. Sebaliknya,
semakin rendah skor subjek pada skala norma subjektif, maka semakin
rendah pula belief subjek mengenai pendapat significant other yang bisa
mempengaruhi ia untuk memunculkan perilaku merokok.
c. Perceived Behavioral Control
Definisi konseptul perceived behavioral control ialah persepsi
individu mengenai seberapa sulit atau seberapa mudah dalam menampilkan
suatu perilaku (Ajzen, 2005, hlm. 110). Perceived behavioral control yang
dimaksud dalam penelitian ini ialah keyakinan remaja (siswa SMP)
mengenai mudah atau sulitnya dalam memunculkan perilaku merokok
(control belief) serta seberapa besar keyakinan tersebut dapat
mempengaruhi remaja dalam memunculkan atau tidak memunculkan
perilaku merokok (power of control belief). Belief tersebut didasarkan pada
dua dimensi perceived behavioral control Fishbein dan Ajzen (1975), yaitu:
1) Control belief, yaitu dimensi untuk melihat faktor yang
mempermudah atau menghambat individu untuk merokok.
2) Power of control belief, yaitu dimensi untuk melihat seberapa besar
27
Secara operasional, perceived behavioral control merupakan jumlah
skor yang diperoleh dari penjumlahan hasil perkalian antar pasangan item
pada dimensi control belief dengan dimensi power of control belief.
Semakin tinggi skor subjek pada skala perceived behavioral control, maka
semakin tinggi pula belief subjek mengenai faktor pendorong yang dapat
mempermudah ia dalam menampilkan perilaku merokok, begitupun
sebaliknya.
D. Teknik Pengambilan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner.
Kuesioner ialah salah satu bentuk alat pengumpulan data yang hasilnya berupa
data faktual yang dikategorikan oleh peneliti (Azwar, 2012, hlm. 101). Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner secara langsung
kepada subjek penelitian (siswa SMP kelas VIII dan IX) di dalam kelas.
Kuesioner tersebut terdiri dari pernyataan-pernyataan yang harus dijawab oleh
subjek. Subjek hanya perlu memilih salah satu jawaban yang paling
sesuai/menggambarkan keadaan dirinya. Sebelum subjek mengerjakan kuesioner,
peneiti terlebih dahulu menjelaskan instruksi atau petunjuk cara pengisian
kuesioner tersebut.
E. Instrumen Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan 4 jenis alat ukur dalam penelitian ini, yaitu satu alat
ukur intensi merokok, satu alat ukur sikap, satu alat ukur norma subjektif, dan satu
alat ukur perceived behavioral control.
1. Alat Ukur Intensi Merokok
Untuk mengukur intensi merokok, peneliti menyusun skala intensi
merokok dalam bentuk kuesioner yang disusun sendiri dengan bantuan ahli.
Kuesioner intensi merokok ini disusun untuk mengetahui sejauh mana
keinginan atau niat subjek (remaja siswa SMP) untuk merokok. Skala intensi
28
2. Alat Ukur Sikap
Dalam mengukur sikap subjek terhadap perilaku merokok, peneliti
menyusun skala yang terbagi atas dimensi behavioral belief dan evaluation
outcome. Skala ini disusun oleh peneliti sendiri dengan bantuan ahli. Skala
sikap terhadap perilaku merokok ini terdiri dari 9 item dimensi behavioral
belief serta 9 item yang merupakan pasangannya dari dimensi evaluation
outcome, sehingga totalnya 18 item.
3. Alat Ukur Norma Subjektif
Skala norma subjektif terhadap rokok disusun oleh peneliti yang terdiri dari dimensi normative belief dan motivation to comply. Skala norma subjektif
ini terdiri dari 4 item dimensi normative belief serta 4 item yang merupakan
pasangannya dari dimensi motivation to comply, sehingga totalnya 8 item.
4. Alat Ukur Perceived Behavioral Control
Untuk mengukur perceived behavioral control terhadap perilaku
merokok, peneliti juga membuat skala perceived behavioral control yang
terdiri dari dimensi control belief dan power of control belief. Skala perceived
behavioral control ini terdiri dari 6 item dari dimensi control belief serta 6
item yang merupakan pasangannya dari dimensi power of control belief,
sehingga totalnya 12 item.
Selain keempat alat ukur di atas, kuesioner dalam penelitian ini juga
akan mencantumkan identitas subjek dan beberapa pertanyaan yang berkaitan
dengan faktor demografis dalam penelitian ini. Identitas subjek meliputi nama
(inisial), usia, dan kelas. Sedangkan faktor demografis penelitian meliputi
jenis kelamin, uang jajan, serta status merokok orangtua.
5. Penyekoran dan Penafsiran
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dengan model
skala semantic differential. Skala semantic differential merupakan skala
berbentuk suatu garis kontinum yang terdiri dari serangkain karakteristik,
dimana karakteristik pada dua kutubnya bersifat berlawanan, seperti sangat
baik-sangat buruk, sangat sering-sangat jarang, dan sebagainya (Sunarto,
29
Contoh :
Format jawaban dari skala semantic differential ini berbentuk dari suatu garis horizontal dimana pada setiap kutubnya terdapat dua jawaban yang
sangat berlawanan. Jawaban paling kanan merupakan jawaban yang paling
positif sedangkan jawaban paling kiri merupakan jawaban yang negatif. Pada
pernyataan yang favorable, semakin ke kanan jawaban subjek maka semakin
tinggi skor subjek, dan semakin ke kiri jawaban subjek maka semakin kecil
skornya. Sedangkan pada pernyataan unfavorable, semakin ke kanan jawaban
subjek maka semakin kecil skor subjek, dan semakin ke kiri jawaban subjek
maka semakin besar skornya. Berikut merupakan contoh teknik skoringnya:
Pernyataan favorable:
Pernyataan unfavorable:
6. Uji Validitas
Validitas merupakan ketepatan suatu alat ukur dalam menjalankan
fungsi pengukuran sesuai dengan tujuan pengukuran (Azwar, 2011, hlm. 5).
Untuk melihat ketepatan fungsi alat ukur tersebut maka dilakukan uji validitas
isi dan validitas construct.
Uji validitas instrumen yang terlebih dahulu dilakukan ialah uji
validitas isi. Validitas isi dilakukan dengan cara merevisi butir-butir item
berdasarkan saran/pendapat para penelaah yang professional (Suryabrata,
2010). Uji validitas isi dalam penelitian ini dilakukan oleh tiga professional
judgement, yaitu Helli Ihsan, S.Ag, M.Si (dosen Psikometri), M. Ariez
Sangat buruk :___: :___: :___: :___: Sangat baik
Sangat tidak yakin :___: :___: :___: :___: Sangat yakin
1 2 3 4
Sangat tidak yakin :___: :___: :___: :___: Sangat yakin
30
Musthofa, M.Si (dosen Psikologi Sosial), dan Siti Chotidjah, M.A., Psi (dosen
Psikologi Klinis).
Berdasarkan hasil penilaian para ahli, secara keseluruhan item-item
pada setiap instrumen sudah representatif dan relevan dengan fungsi
pengukurannya. Pada alat ukur sikap, perceived behavioral control dan intensi
merokok terdapat beberapa item yang diperbaiki struktur kalimatnya. Setelah
direvisi, keempat instrumen yang dinilai validitas isinya rata-rata memiliki
nilai validitas 4, yang berarti memadai. Peneliti kemudian melakukan uji coba
instrumen pada pada 100 responden di SMPN 12 Bandung, pada tanggal 21
Agustus 2014.
7. Pemilihan Item yang Layak
Setelah penilaian item dilakukan oleh para professional, peneliti
kemudian melakukan try out instrumen. Setelah dilakuan try out, peneliti
melakukan pemilihan item kembali melalui korelasi item-total, yaitu dengan
cara mengkorelasikan skor setiap item dengan skor total instrumen. Item yang
akan dipilih untuk penelitian di lapangan ialah item yang memiliki koefisien
korelasi sama dengan atau lebih besar dari 0.30 (Ihsan, 2013).
Apabila jumlah item yang lolos ternyata masih belum mencapai
jumlah yang diinginkan, maka batas kriteria koefisien korelasi dapat
diturunkan dari 0.30 menjadi 0.20, sehingga jumlah item yang diinginkan
dapat tercapai (Ihsan, 2013). Berikut ini akan diuraikan hasil analisis item dari
masing-masing instrumen.
a. Instrumen Sikap terhadap Perilaku Merokok
Berdasarkan perhitungan analisis item yang telah dilakukan terhadap
instrumen Sikap terhadap Perilaku Merokok, maka diperoleh hasil yang
menunjukkan bahwa 22 item dari 28 item yang diuji dinyatakan layak, dan
6 item dinyatakan tidak layak. Namun, karena item-item dalam skala
Sikap terhadap Perilaku Merokok ini berpasang-pasangan, maka pasangan
dari item-item yang tidak layak pun ikut dihapus, sehingga jumlah item
31
3, 4, 5, 6, 7, 11, 12, 14, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 25, 27, 28, dan item yang
tidak layak ialah item pada nomor 1, 8, 9, 10, 13, 15, 22, 23, 24, 26.
b.Instrumen Norma Subjektif Perilaku Merokok
Hasil analisis item menunjukan bahwa semua 8 item yang ada pada
instrumen Norma Subjektif Periaku Merokok dinyatakan layak.
c. Instrumen Perceived Behavioral Control Perilaku Merokok
Hasil analisis item pada instrumen Perceived Behavioral Control
menunjukkan bahwa dari 20 item yang diuji, item yang dinyatakan layak
berjumlah 16 item. Namun, karena item-item pada instrumen ini
berpasang-pasangan, maka pasangan dari item-item yang tidak layak juga
ikut dihapus, sehingga jumlah item yang layak ialah 12 item. Adapun
item-item yang layak ialah item pada nomor 4, 5, 6, 8, 9,10, 14, 15, 16, 18,
19, 20, sedangkan item-item yang tidak layak ialah item pada nomor 1, 2,
3, 7, 11, 12, 13, 17.
d.Instrumen Intensi Merokok
Berdasarkan hasil analisis item yang telah dilakukan terhadap 14
item pada instrumen intensi merokok, diperoleh 13 item yang dinyatakan
layak. Adapun item 1 item yang tidak layak ialah item nomor 12.
Setelah uji coba dan melakukan pemilihan item yang layak, maka
[image:30.595.162.520.575.745.2]kisi-kisi masing-masing instrumen akan digambarkan melalui tabel berikut ini.
Tabel 3.1
Kisi-Kisi Instrumen
Variabel Dimensi Indikator Nomor Item
Fav Unfav Sikap Behavioral
belief
Belief terhadap
keuntungan dari perilaku merokok
1, 2, 3, 4, 5, 6
−
Belief kerugian dari
perilaku merokok
− 7,8, 9
Evaluation outcome
Evaluasi terhadap belief dari keuntungan merokok
10, 11, 12, 13, 14, 15
32
Evaluasi terhadap belief dari kerugian merokok
16, 17, 18 − Norma subjektif Normatif belief
Belief terhadap significant others yang mendorong/
menyetujui subjek untuk menampilkan perilaku merokok
3, 4 1, 2
Motivation to comply
Motivasi subjek untuk menuruti saran dari
significant others
mengenai perilaku merokok
7, 8 5, 6
PBC Control
belief
Belief mengenai faktor
pendorong/ yang mempermudah subjek untuk merokok
1, 2 −
Belief mengenai faktor
penghambat/ yang
mempersulit subjek untuk merokok
− 3, 4, 5, 6
Power of
Control belief
Besar/kecilnya belief subjek tentang faktor pendorong untuk merokok
7, 8 −
Besar/kecilnya belief subjek tentang faktor penghambat untuk merokok 9, 10, 11, 12 − Intensi Merokok
Sejauhmana keinginan subjek untuk merokok
1,2, 4, 5, 6, 7
3
Sejauhmana/seberapa besar usaha subjek untuk merokok
8, 9, 10, 12,
13, 14
[image:31.595.161.521.109.567.2]11
Tabel 3.2
Daftar Pasangan Antar Item Berdasarkan Dimensi
pada Setiap Alat Ukur (Setelah Uji Coba)
Sikap Norma Subjektif PBC
Behavioral belief Evaluation outcome Normative belief Motivation to Comply Control Belief PCB
1 10 1 5 1 7
2 11 2 6 2 8
3 12 3 7 3 9
33
5 14 5 11
6 15 6 12
7 16
8 17
9 18
8. Reliabilitas
Reliabilitas merupakan seberapa konsisten atau seberapa dapat
dipercaya hasil dari suatu pengukuran (Azwar, 2011, hlm. 4). Jadi, apabila
suatu hasil pengukuran konsisten, meskipun digunakan oleh kelompok yang
sama dalam waktu yang berbeda atau kelompok yang berbeda dalam waktu
yang sama, maka instrumen yang digunakan dalam pengukuran tersebut
dikatakan reliabel.
Uji reliabilitas instrumen dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan bantuan dari program SPSS melalui teknik alpha cronbach,
untuk mengetahui seberapa konsisten tiap-tiap item dalam suatu instrumen.
Menurut Azwar (2011), secara teoritis koefisien reliabilitas berkisar antara 0.0
sampai dengan 1.0. Apabila koefisien reliabilitas semakin mendekati angka
1.0 maka semakin reliable, begitupun sebaliknya. Berikut merupakan hasil uji
reliabilitas masing-masing instrumen pada penelitian ini.
a. Reliabilitas Instrumen Sikap terhadap Perilaku Merokok
Hasil uji reliabilitas instrumen Sikap terhadap Perilaku Merokok
dengan bantuan program SPSS versi 17.00, menunjukkan koefisien
reliabilitas sebesar 0.891, sedangkan koefisien reliabilitas ketika uji coba
ialah 0.848. Hal ini menunjukkan bahwa koefisien reliabilitas ketika ambil
data lebih baik daripada reliabilitas ketika uji coba. Koefisien tersebut
menunjukkan bahwa instrumen ini bersifat sangat reliabel.
b. Reliabilitas Instrumen Norma Subjektif Perilaku Merokok
Berdasarkan perhitungan uji reliabilitas pada instrumen Norma
Subjektif, diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,871. Sedangkan
koefisien reliabilitas ketika uji coba ialah 0.879. Koefisien tersebut
34
c. Reliabilitas Instrumen Perceived Behavioral Control Perilaku Merokok
Hasil perhitungan uji reliabilitas instrumen Perceived Behavioral
Control Perilaku Merokok menunjukkan koefisien reliabilitas sebesar
0.837. Sedangkan koefisien reliabilitas ketika uji coba ialah 0.896.
Koefisien tersebut menunjukkan bahwa instrumen ini memiliki reliabilitas
yang tinggi.
d. Reliabilitas Intensi Merokok
Uji reliabilitas pada instrumen intensi merokok dalam penelitian ini
menunjukkan koefisien reliabilitas sebesar 0.903, sedangkan koefisien
reliabilitas ketika uji coba ialah 0.815. Hal ini menunjukkan bahwa
koefisien reliabilitas ketika mengambil data jauh lebih baik dibandingkan
dengan koefisien reliabilitas ketika uji coba. Meskipun demikian, koefisien
tersebut menunjukkan bahwa instrumen intensi merokok memiliki
reliabilitas yang sangat tinggi dan dapat diandalkan.
9. Kategorisasi Skala
Kategorisasi skala digunakan untuk menginterpretasikan skor subjek
dengan cara membandingkan skor subjek dengan kelompoknya (Ihsan, 2013).
Adapun nilai yang menjadi pembanding dalam kategorisasi skala ini ialah
berdasarkan nilai persentil (P25, P50, dan P75). Sehingga, semua kategori skala
dibagi menjadi 4 kategori, yaitu sangat tinggi, tinggi, rendah, dan sangat
rendah. Kecuali pada skala norma subjektif, data hanya dikategorikan menjadi
2 kategori berdasarkan median, yaitu tinggi dan rendah. Hal ini dikarenakan
data pada skala norma subjektif kurang bervariasi. Jika skor subjek berada di
bawah atau sama dengan P25 maka dianggap termasuk kelompok sangat
rendah, jika skor subjek berada diantara P25 dan P50 maka termasuk kelompok
rendah, jika skor subjek berada diantara P50 dan P75 maka termasuk dalam
kategori tinggi, sedangkan jika skor subjek berada diatas atau sama dengan P75
35
F. Teknik Analisis Data
Sebelum melakukan uji korelasi, peneliti melakukan uji normalitas terlebih dahulu. Pengujian normalitas perlu dilakukan untuk mengetahi apakah
sampel dalam penelitian berasal dari suatu populasi yang berdistribusi normal atau
tidak (Susetyo, 2010). Pengujian normalitas ini menggunakan analisis statistik
kolmogorov smirnov. Pengujian ini dilakukan pada setiap variabel, melalui
bantuan program SPSS. Data dikatakan berdistribusi normal apabila nilai
signifikan atau sig. (2-tailed) > 0.05, beruhubung alpha yang ditetapkan dalam
penelitian ini ialah 0.05 dengan taraf kesalahan 5%. Berdasarkan hasil uji
normalitas, diketahui bahwa nilai signifikan variabel intensi, sikap, dan norma
subjektif ialah 0.000 dan nilai signifikan perceived behavioral control ialah 0.004.
Hal ini berarti bahwa semua variabel tidak berdistribusi normal, dikarenakan nilai
signifikan atau nilai p semua variabel < 0.05.
Tiga diantara tujuan dari penelitian ini ialah ingin mengetahui hubungan
antara masing-masing variabel terikat dengan variabel bebas. Dalam rangka
menjawab tujuan dari penelitian tersebut, maka peneliti melakukan uji korelasi
sederhana dengan menggunakan teknik Spearman Rho. Hasil dari uji korelasi
ialah koefisien korelasi, yaitu angka yang menunjukkan tinggi atau rendahnya
kekuatan hubungan antara variabel terikat dengan varibel bebas (Susetyo, 2010).
Sebelum mencari nilai koefisien korelasi, peneliti terlebih dahulu membuat
hipotesis statistik sebagai berikut:
Ha : r ≠ 0
H0 : r = 0,
Dengan dasar pengambilan keputusan ialah apabila nilai signifikan hasil
penelitian < 0.05, maka hubungan antar variabel signifikan. Begitupun sebaliknya,
apabila nilai signifikan > 0.05 maka hubungan antar variabel tidak signifikan.
Menurut Sunarto (2012), besarnya koefisien korelasi berkisar antara -1 ≤ r ≤ +1.
Koefisien korelasi yang semakin mendekati angka 1 (terlepas dari – atau +)
menunjukkan hubungan yang tinggi diantara variabel yang dihubungkan. Untuk
lebih jelasnya, berikut merupakan interpretasi koefsien korelasi menurut Riduwan
36
Tabel 3.3
Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval Koefsien Tingkat Hubungan
0,80 – 1,000 Sangat tinggi 0,60 – 0,7999 Tinggi 0,40 – 0,599 Cukup 0,20 – 0,399 Rendah 0,00 – 0,199 Sangat rendah
Sementara itu, untuk mengetahui kontribusi masing-masing variabel bebas
terhadap intensi merokok, maka peneliti melakukan uji koefisien determinasi. Uji
koefisien determinasi dilakukan untuk mengukur seberapa besar kontribusi
variabel terikat terhadap vaiabel bebas. Hasil dari uji ini biasanya dinyatakan
dalam bentuk persentase (%). Untuk mengetahui koefisien determinasi maka
digunakan rumus sebagai berikut.
KD = r2 x 100%
Keterangan :
KD = Koefisien determinasi
R = Koefsien korelasi
G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian 1. Tahap Persiapan
a. Merumuskan masalah yang akan diteliti dalam penelitian.
b. Menentukan konstruk psikologis yang akan diukur dalam penelitian.
c. Melakukan studi literatur mengenai kajian teoritis serta penelitian
terdahulu yang berkaitan dengan variabel-variabel penelitian.
d. Menyusun alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian.
e. Menetapkan populasi dan sampel penelitian.
f. Mempersiapkan surat izin penelitian.
g. Melakukan perizinan pada pihak sekolah untuk melakukan penelitian
serta memberikan penjelasan mengenai tujuan dari penelitian yang akan
37
2. Tahap Pengambilan Data
a. Melakukan try out terlebih dahulu untuk menguji validitas dan
reliabilitas alat ukur yang telah disusun. Jika terdapat item-item yang
tidak layak maka item tersebut dihapus kemudian instrumen penelitian
tersebut direvisi seperlunya.
b. Memohon kesediaan siswa di masing-masing sekolah (yang menjadi
sampel penelitian) untuk menjadi subjek dalam penelitian.
c. Menyebarkan kuesioner penelitian, kemudian memberikan petunjuk
terlebih dahulu mengenai pengisian kuesioner kepada para siswa yang
menjadi subjek penelitian.
d. Melaksanakan pengambilan data.
e. Memberikan reward kepada para siswa yang telah bersedia menjadi
subjek penelitian.
3. Tahap Pengolahan Data
Pada tahap pengolahan data, pertama peneliti melakukan skoring dan
menginputnya terlebih dahulu terhadap data yang telah diperoleh. Setelah data
diinput, kemudian peneliti mengkategorikan data berdasarkan jenjang persentil.
Langkah selanjutnya ialah melakukan uji reliabilitas dan validitas untuk
mengetahui seberapa reliabel dan valid alat ukur yang digunakan dalam
penelitian ini. Terakhir, melakukan uji asumsi (normalitas) dan menguji
hipotesis penelitian dengan melakukan uji korelasi antar variabel.
4. Tahap Pembahasan
a. Mendeskripsikan hasil penelitian yang telah diolah.
b. Menjelaskan penemuan utama dari penelitian.
c. Menjelaskan apakah penemuan dari penelitian yang diperoleh
mendukung atau menolak teori yang telah dijelaskan pada BAB II.
d. Menginterpretasi data yang telah diolah.
e. Menjelaskan keterbatasan penelitian.
63
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini peneliti akan menguraikan mengenai kesimpulan dan saran
dari hasil penelitian.
A. Kesimpulan
Secara keseluruhan, intensi merokok siswa SMP di kota Bandung berada
pada kategori tinggi. Jadi, mayoritas dari mereka memiliki kecenderungan yang
tinggi untuk merokok. Hal ini dikarenakan mereka memiliki keyakinan yang
positif mengenai keuntungan yang diperoleh dari merokok, serta memiliki
evaluasi/penilaian yang positif pula terhadap setiap konsekuensi yang ditimbulkan
dari perilaku merokok. Selain itu, mereka cenderung memiliki kontrol yang
rendah ketika dihadapkan pada faktor-faktor atau situasi yang dapat mendorong
mereka untuk merokok. Akibatnya, mereka menjadi sangat mudah
terpengaruh/terdorong untuk merokok. Mereka juga memiliki keyakinan yang
tinggi mengenai saran dari significant other (seperti orangtua, guru atau teman)
untuk memunculkan perilaku merokok, serta memiliki motivasi yang tinggi pula
untuk menuruti saran dari significant other tersebut.
Berdasarkan hasil uji hipotesis dan pembahasan yang telah diuraiakan
sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini ialah
terdapat hubungan yang positif serta signifikan antara variabel sikap, norma
subjektif, dan perceived behavioral control dengan intensi merokok pada siswa
SMP di kota Bandung.
Apabila masing-masing ketiga variabel bebas dianalisis secara terpisah,
maka secara berurutan diperoleh bahwa variabel yang paling memiliki hubungan
positif serta signifikan dengan intensi merokok ialah variabel sikap terhadap
perilaku merokok, dengan kontribusi sebesar 57.6%. Variabel kedua yang
memiiki hubungan positif serta signifikan ialah perceived behavioral control
dengan kontribusi sebesar 45.2%, dan terakhir diikuti oleh variabel norma
subjektif dengan kontribusi sebesar 40.3%.
64
Selanjutnya, apabila dilihat dari ketiga faktor demografis yang diteliti
dalam penelitian ini (yaitu jenis kelamin, status merokok pada orangtua, serta
uang jajan), ditemukan bahwa hanya jenis kelamin saja yang memiliki perbedaan
signifikan dengan intensi merokok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja
laki-laki memiliki intensi merokok yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja
perempuan. Sedangkan untuk status merokok pada orangtua, tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara intensi merokok siswa yang orangtuanya
perokok dengan siswa yang orangtuanya bukan perokok. Begitu pula dengan uang
jajan, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara intensi merokok siswa
dengan banyaknya nominal uang jajan (per hari).
B. Saran
Berikut merupakan saran yang dirumuskan oleh peneliti setelah
melaku-kan pembahasan dari hasil penelitian.
1. Penelitian ini menunjukkan bahwa sikap terhadap perilaku merokok merupakan
variabel bebas yang memiliki kontribusi paling tinggi terhadap intensi
merokok. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas siswa SMP memiliki sikap
positif terhadap keuntungan serta konsekuensi yang diperoleh dari perilaku
merokok. Untuk mengurangi/menurunkan intensi merokok siswa, maka sikap
positif terhadap perilaku merokok ini harus dirubah menjadi sikap negatif
terhadap perilaku merokok. Salah satu upaya yang bisa dilakukan pihak
sekolah untuk mengubah sikap positif tersebut ialah dengan memberikan
informasi mengenai dampak negatif/bahaya dari perilaku merokok, seperti
melalui penyuluhan-penyuluhan yang rutin dilakukan setiap tahunnya/setiap
penerimaan siswa baru.
2. Salah satu peran significant other dikalangan remaja ialah teman sebaya. Bagi
para remaja (khususnya siswa SMP), sebaiknya mereka mampu bersikap tegas
untuk menolak ajakan dari teman-teman yang mengajaknya untuk merokok,
sehingga mereka tidak terpengaruh untuk ikut-ikutan merokok.
3. Para remaja juga seharusnya menyadari bahwa faktor pendorong perilaku
65
terhadap perilaku secara langsung. Jadi, mereka sebaiknya menghindari
faktor-faktor atau situasi yang sekiranya dapat mendorongnya untuk merokok, supaya
tidak terpengaruh untuk ingin merokok. Seperti tidak berkumpul dengan
teman-teman yang merokok, menghindar apabila melihat iklan rokok di TV,
atau tidak menghiraukan iklan rokok di brosur atau spanduk, dan
menghindar/memperingati apabila melihat orangtua merokok untuk tidak
merokok.
4. Bagi orangtua, khususnya yang tidak merokok diharapkan mampu
menunjukkan sikap ketidaksetujuannya terhadap perilaku merokok pada
remaja, misalnya dengan melarang mereka secara langsung.
5. Bagi peneliti selanjutnya, dikarenakan adanya penemuan yang tidak konsisten
mengenai hubungan faktor demografis dengan intensi merokok (seperti jenis
kelamin, status merokok orangtua, serta uang jajan), maka peneliti
menyarankan untuk menggunakan metode analisis eksploratori dalam
menjelaskan hubungan antara ketiga faktor tersebut dengan intensi merokok.
6. Bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk meneliti ulang variabel yang
sama, peneliti menyarankan agar metode penelitian yang digunakan ialah
penelitian eksperimen. Selain itu, penelitian ini menemukan bahwa terdapat
perbedaan intensi merokok antara siswa yang bersekolah di sekolah negeri,
swasta (umum), dan swasta boarding school, sehingga peneliti menyarankan
agar peneliti selanjutnya memfokuskan penelitian pada perbedaan intensi
merokok antara tipe dan lingkungan sekolah yang berbeda-beda (penelitian
66
Sagitania , 2014
HUBUNGAN ANTARA SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL DENGAN INTENSI MEROKOK PADA SISWA SMP DI KOTA BANDUNG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Ajzen, I. (2005). Attitudes, Personality, and Behavior. 2nd Edition. New York:
Open University Press.
Azwar, S. (2011). Reliabilatas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2012). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan. (2010). Riset Kesehatan Dasar 2010. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. [online].
Tersedia: http://www.riskesdas.litbang.dpkes.go.id/laporan2010/reg.php [Diakses 20 November 2013].
Bashirian, S., Hidarnia, A., Allahverdipour, H,. & Hajizadeh, E. (2012). Application of the Theory of Planned Behavior to Predict Drug Abuse Related Behaviors among Adolescents. Journal of Research in Health Sciences. 2012; 12 (1): 54-60.
Bricker, J.B., Peterson A.V, Leroux B.G., Andersen M.R., Rajan K.B., & Sarason I.G. (2005). Prospective prediction of children’s smoking transitions: role of
parents’ and older siblings’ smoking. Society for the Study of Addiction. 2005;
101: 128-136.
Cresswell, J.W. (2008). Educational Research: Planning, Conducting, and
Evaluating Qualitative and Quantitative Research. New Jersey: Pearson Prentic
Hall.
Detik News. (2014). Menyambung Nyawa dengan Rokok Murah. [Online]. Tersedia: m.detik.com/news/read2014/05/28/104022/2593697/menyambung-nyawa-dengan-rokok-murah?nd771104bcj [Diakses 25 September 2014].
Engles R., Vries, D.H., Candel M., & Mercken L. (2006). Challenges to the Peer Influence Paradigm: results for 12-13 years old from six European Countries from the Eouropean Smoking Prevention Framework Approach study. Tobacco
Control. 2006; 15 (2): 83-9.
Fishbein, M. & Ajzen, I. (1975). Beliefe, Intention and Behavior: An Introduction
to Theory and Research. Canada: Addison-Wesley Publishing Company.
67
Sagitania , 2014
HUBUNGAN ANTARA SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL DENGAN INTENSI MEROKOK PADA SISWA SMP DI KOTA BANDUNG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Fajar Makasar. (2013). Soal Jutaan Perokok Anak Remaja di Indonesia. [online]. Tersesia: www.fajar.co.id/nasional/3016400_5712.html [Diakses 2 Desember 2013].
Ganley, B.J. & Rosario, D.I. (2013). The smoking attitudes, knowledge, intent, and behaviors of adolescents and young adults: Implications for nursing practice.
Journal of Nursing Education and Practice. 2013; 3 (1): 40-50.
Global Youth Tobacco Survey. (2009). [online]. Tersedia: www.who.com. [Diakses 20 Oktober 2013].
Hergenhahn, B.R. & Olson, M.H. (2010). Theories of Learning. Jakarta: Kencana.
Idrus, M. (2009). Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta: Erlangga.
Ihsan, H. (2013). Metode Skala Psikologi. Bandung: Alfabeta
Karimy, M., Niknami, S., Heidarnia, A.R., & Hajizadeh, I. (2013). Measuring constructs of Theory of Planned Behavior (TPB) regarding cigarette use among adolescents. Journal of Kermanshah University of Medical Science. 2013; 16 (8): 617-62.
Komalasari, D. & Helmi, A.F. (2000). Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok pada Remaja. Jurnal Psikologi. 2000: 28: 37-47.
Koval J., Padarson L., & Chan, S. (2004). Psychosocial Variables in a Cohort of Students in Grades 8 and 11: a comparison of current and never smokers.