• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTIMACY PADA PASANGAN YANG MENIKAH MELALUI PROSES TA’ARUF : Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "INTIMACY PADA PASANGAN YANG MENIKAH MELALUI PROSES TA’ARUF : Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu INTIMACY PADA PASANGAN YANG MENIKAH

MELALUI PROSES TA’ARUF

(Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Disusun oleh: Dilla Tria Febrina

0908985

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013

(2)

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu INTIMACY PADA PASANGAN YANG MENIKAH

MELALUI PROSES TA’ARUF

(Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Oleh:

Dilla Tria Febrina

0908985

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Dilla Tria Febrina 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2013

(3)

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

(4)

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

(5)

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

(6)

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Every person is in his or her own way a scientist testing

hypotheses about the world

George Kelly

Learning is assumed to take place. It has been built into the

assumptive structure of the system... Learning is not a special

class of psychological processes; It is synonymous with any and

all psychological processes. It is not something that happens to

a person on occasion; it is what makes him a person in the first

place... One may say that learning has been given a

preeminent position in the psychology of personal constructs,

even though it has been taken out of circulation as special

topic. In the language of administrators, it has been “kicked

upstrairs”.

George Kelly

(7)

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan hanya bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung). Penyusunan skripsi ini

merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini, tidak dapat dipungkiri bahwa penulis mengalami berbagai hambatan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang dimiliki penulis. Namun, berkat bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, sudah sepantasnya jika penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sehingga penulisan skripsi ini dapat lebih baik lagi. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan informasi yang cukup khususnya bagi seluruh pihak yang terkait dalam penelitian ini juga bagi pembaca pada umumnya. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan yang positif bagi Ilmu Psikologi khususnya dalam ranah Psikologi Perkembangan.

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan, saran, bimbingan, dan informasi dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Kedua orangtua tercinta, Papa Dadang Gunadi dan Ibu Yati Rumiyati, atas do’a dan dukungannya baik secara materiil maupun non materiil, juga kepada kakak dan adik tercinta Nicko Wahyu Zat Niko, M.Rizal Fikri, M.Iqbal Adi W, dan Adri M.Fauzan yang selalu memberikan perhatian dan semangat bagi penulis.

2. Ibu Dra.Herlina, M.Pd., psikolog selaku Ketua Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Indonesia.

3. Bapak Helli Ihsan, M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Indonesia.

4. Bapak Drs.MIF Baihaqi, M.Si., selaku pembimbing I yang dengan tulus meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk membimbing, memberi arahan dan saran, serta memotivasi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Dr. Tina Hayati Dahlan, M.Pd., selaku pembimbing II yang dengan tulus me meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk membimbing, memberi arahan dan saran, serta memotivasi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak Ariez Musthofa, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi pada penulis selama perkuliahan. 7. Seluruh dosen Jurusan Psikologi, yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan

pengalamannya kepada penulis selama perkuliahan.

8. Ibu Mia dan Pak Dedi, selaku staff tata usaha Jurusan Psikologi yang selalu membantu penulis mengenai informasi dan kebutuhan administrasi selama perkuliahan.

(9)

10.Dua pasangan subjek penelitian (Ikhsanun Kamil Pratama, Foezi Citra Cuaca Elmart, Surya Kresnanda, dan Nurlinawati) juga sahabatnya (Makki dan Yahdi) yang dengan tulus bersedia meluangkan waktu di tengah kegiatannya yang sangat padat untuk ikut serta dalam penelitian ini.

11.Sahabatku Andaruni, Jelia, Nadia, Rizkika, Aulia, Molly, Astri, Geris, Maki, Handi, Chandra, Kang Recky yang selalu memberikan bantuan, dukungan, dan berbagi kisah juga keceriaan yang tidak akan pernah saya lupakan.

12.Rekan seperjuangan Natasha, Vera, Yuda, Tsurayya, Prinska, yang saling memberikan dukungan dan semangat untuk pantang menyerah dalam penyelesaian skripsi ini.

13.Rekan-rekan staff Pusat Psikologi Terapan Sofi, Aryan, Samba, Alwin, Cilla, juga akang dan teteh yang telah memberikan dukungan, saran, dan semangat, serta pengalaman juga keceriaan yang tidak akan saya lupakan.

14.Seluruh sahabat Psikologi angkatan 2009 yang telah memberikan keceriaan, keharuan, dan pengalaman yang indah selama perkuliahan.

15.Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga Allah SWT senantiasa membalas kebaikan yang telah diberikan melalui

(10)
(11)

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

ABSTRACT

Dilla Tria Febrina (0908985). The Intimacy on Married-Couple through Ta’aruf Process (A Case Study on Two Couples Got Married on The Phase of Early Adulthood in Bandung). A Paper. Psychology Department, Faculty of Science Education Indonesia University of Education, Bandung (2013).

The aim of this research is to know the description of intimacy on the married-couple in the phase of early adulthood seen from the reason why they got married, the description and problem of intimacy, the seven intimacy dimension fulfilling process, and the factors which influence the intimacy. Intimacy is an affiliation relationship which combines two individuals identities realised by doing self-disclosure, sharing feelings, thoughts, and by willing to sacrifice in both accepting and appreciating each other in order to maintain the agreed-commitment. This research uses the qualitative approach with a case study design. The subject taken purposively, that is two couples who got married in the age of 21-22 through the ta’aruf process in Bandung. The data gathered with a deep interview technique, and then it is validated with triangulation and member check technique. The result which is acquired shows that on the two couples, both Ca and Fu or Su and Li have similarities and differences of the reason why they got married, the description and problem of intimacy, the seven intimacy dimension fulfilling process, and the factors which influence the intimacy. The suggestion of this research is that these two couples are expected to be able to communicate and improve their self-disclosure regarding the need of intimacy possessed by them in adapting each other so the intertwined intimacy remains stable and harmonious.

(12)

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

Dilla Tria Febrina (0908985). Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal

di Kota Bandung). Skripsi. Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung (2013).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran intimacy pada pasangan yang menikah di fase dewasa awal dilihat dari alasan menikah, gambaran intimacy dan permasalahan, proses pemenuhan ketujuh dimensi intimacy, dan faktor-faktor yang memengaruhi intimacy. Intimacy adalah suatu hubungan afiliasi dengan menyatukan identitas dua individu yang terwujud dengan adanya keterbukaan diri, saling berbagi baik mengenai perasaan, pemikiran, dan rela berkorban untuk saling menerima serta menghargai satu sama lain sehingga dapat mempertahankan komitmen yang telah disepakati. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain studi kasus. Subjek dalam penelitian ini diambil secara purposive, yaitu dua pasangan suami-istri yang menikah di usia 21-22 tahun melalui proses ta’aruf di kota Bandung. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara mendalam, serta divalidasi dengan teknik triangulasi dan member check. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa pada dua pasangan, baik Ca dan Fu maupun Su dan Li memiliki persamaan dan perbedaan dalam alasan menikah, gambaran intimacy dan permasalahan, proses pemenuhan ketujuh dimensi intimacy, dan faktor-faktor yang memengaruhi intimacy. Saran dari hasil penelitian ini, bahwa dua pasangan diharapkan dapat saling mengkomunikasikan atau saling meningkatkan keterbukaan diri mengenai kebutuhan intimacy yang dimiliki agar pasangan dapat saling menyesuaikan diri sehingga intimacy yang terjalin tetap stabil dan harmonis.

(13)

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Tujuan Penelitian ... 10

1. Tujuan Umum ... 10

2. Tujuan Khusus ... 10

E. Manfaat Penelitian ... 10

1. Manfaat Teoritis ... 10

2. Manfaat Praktis ... 11

F. Struktur Organisasi Skripsi ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intimacy ... 15

1. Definisi Intimacy ... 15

2. Identitas sebagai Tugas Perkembangan Sebelum Intimacy ... 16

3. Dimensi Intimacy ... 20

4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kemampuan dalam Intimacy ... 22

5. Pengaruh perbedaan Gender terhadap Intimacy dan Pekerjaan Rumah Tangga dalam Pernikahan ... 24

B. Ta’aruf ... 26

1. Definisi Ta’aruf ... 26

2. Konsep Ta’aruf ... 26

3. Tata Cra Ta’aruf ... 27

4. Aspek yang Dicapai Setelah Proses Ta’aruf ... 28

(14)

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

1. Definisi Pernikahan ... 29

2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Terjadinya Pernikahan ... 30

3. Tugas Pembentukan Keluarga dalam Pasangan yang Menikah ... 33

D. Fase Dewasa Awal ... 34

1. Karakteristik Fase Dewasa Awal ... 34

2. Tugas-tugas Perkembangan Dewasa Awal ... 37

E. Penelitian yang Relevan ... 39

F. Kerangka Pemikiran ... 40

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 46

B. Desain Penelitian ... 47

C. Definisi Operasional... 48

D. Instrumen Penelitian... 49

E. Teknik Pengumpulan Data ... 54

F. Teknik Analisis Data ... 55

G. Pengujian Keabsahan Data ... 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Profil Subjek Penelitian ... 58

1. Data Profil Subjek Pertama ... 58

a. Identitas Pasangan Pertama ... 58

b. Status Praesens Pasangan Pertama ... 59

c. Riwayat Pernikahan Pasangan Pertama ... 60

2. Data Profil Subjek Kedua... 62

a. Identitas Pasangan Kedua ... 62

b. Status Praesens Pasangan Kedua ... 63

c. Riwayat Pernikahan Pasangan Kedua ... 63

B. Hasil Penelitian ... 64

1. Hasil Penelitian Pasangan Pertama ... 64

a. Alasan Individu pada Pasangan Pertama untuk Memenuhi Intimacy dengan Menikah di Usia Dewasa Awal melalui Proses Ta’aruf ... 64

b. Gambaran Intimacy dan Permasalahan yang Muncul pada Pasangan Pertama ... 67

c. Gambaran Proses Pemenuhan Ketujuh Dimensi Intimacy pada Pasangan Pertama ... 80

d. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kemampuan dalam Membina Intimacy pada Pasangan Pertama ... 96

(15)

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

a. Alasan Individu pada Pasangan Kedua untuk Memenuhi Intimacy

dengan Menikah di Usia Dewasa Awal melalui Proses Ta’aruf ... 108

b. Gambaran Intimacy dan Permasalahan yang Muncul pada Pasangan Kedua ... 110

c. Gambaran Proses Pemenuhan Ketujuh Dimensi Intimacy pada Pasangan Kedua ... 122

d. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kemampuan dalam Membina Intimacy pada Pasangan Kedua ... 137

C. Pembahasan ... 143

1. Pembahasan Pasangan Pertama ... 143

a. Alasan Individu pada Pasangan Pertama untuk Memenuhi Intimacy dengan Menikah di Usia Dewasa Awal melalui Proses Ta’aruf ... 143

b. Gambaran Intimacy dan Permasalahan yang Muncul pada Pasangan Pertama ... 145

c. Gambaran Proses Pemenuhan Ketujuh Dimensi Intimacy pada Pasangan Pertama... 152

d. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kemampuan dalam Membina Intimacy pada Pasangan Pertama ... 157

2. Pembahasan Pasangan Kedua ... 163

a. Alasan Individu pada Pasangan Kedua untuk Memenuhi Intimacy dengan Menikah di Usia Dewasa Awal melalui Proses Ta’aruf ... 163

b. Gambaran Intimacy dan Permasalahan yang Muncul pada Pasangan Kedua ... 165

c. Gambaran Proses Pemenuhan Ketujuh Dimensi Intimacy pada Pasangan Kedua ... 171

d. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kemampuan dalam Membina Intimacy pada Pasangan Kedua ... 179

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 188

B. Saran ... 191

DAFTAR PUSTAKA ... 193

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 196

(16)

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu DAFTAR TABEL

(17)

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu DAFTAR BAGAN

(18)

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Display Data Subjek ... 197

Lampiran 2 Verbatim (Reduksi dan Coding) Wawancara ... 264

Lampiran 3 Studi Dokumentasi (Pasangan 1) ... 347

Lampiran 4 Pedoman Wawancara ... 355 Lampiran 5 Lembar Persetujuan Member Check

Lampiran 6 Surat Pernyataan Persetujuan untuk Ikut dalam Penelitian Lampiran 7 SK Pembimbing

(19)

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan

yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fase dewasa awal (young adulthood) atau disebut masa muda (youth) merupakan periode transisi antara masa remaja dan masa dewasa yang merupakan masa perpanjangan kondisi ekonomi dan pribadi yang sementara (Kenniston, 1970, dalam Santrock, 2002:73). Fase dewasa awal (young adulthood) ini berkisar antara usia 20-40 tahun (Papalia, 2008). Pada fase dewasa awal, biasanya individu sedang memasuki dunia perkuliahan atau bekerja. Individu ini mengambil tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri dan mereka harus menyelesaikan negosiasi akan otonomi yang dimulai pada masa remaja dan menjelaskannya pada orangtua mereka. Jika individu dewasa awal ini berhasil menyelesaikan konflik dengan orangtua mereka dengan cara yang sehat, maka mereka akan menemukan diri mereka dan membuat kembali konflik yang sama dalam hubungan baru yang mereka kembangkan kepada teman, kolega, dan pasangan (Lambeth & Hallett, 2002, dalam Papalia, 2008).

Hubungan yang baru terjalin antara individu dewasa awal dengan teman, kolega, dan pasangannya ini menyebabkan individu dihadapkan dengan dua krisis perkembangan psikososial yang disebut dengan krisis intimacy vs isolation. Erikson (1968, dalam Steinberg, 1993:323) memandang perkembangan intimacy merupakan tugas krusial dimulai dari remaja akhir dan hal ini menonjol selama masa dewasa awal. Salah satu alasan bahwa intimacy sangat penting pada fase ini dikarenakan pada fase remaja individu pada umumnya tidak memiliki hubungan kedekatan (intimate relationships) yang sebenarnya ditandai oleh keterbukaan (openness), jujur, keterbukaan diri (self-disclosure), dan kepercayaan ketika

(20)

2

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

menetapkan identitas dirinya sebelum mereka mampu menjalin intimacy yang sesungguhnya. Individu yang memiliki identitas diri yang stabil adalah individu yang telah melewati krisis dan memiliki komitmen (Marcia, 1994, dalam Santrock, 2003). Tanpa pencapaian terhadap identitas, individu takut dan tidak mau membuat komitmen serius dengan orang lain. Mereka takut bahwa mereka akan kehilangan identitasnya ketika menjalin hubungan kedekatan dengan individu lain (Erikson, 1968, dalam Steinberg, 1993:323). Karakteristik individu yang telah memiliki identitas diri yaitu telah memiliki konsep diri, mampu mengevaluasi diri, memiliki harga diri, memiliki keyakinan diri (self-efficacy), memiliki kepercayaan diri, memiliki tanggung jawab, komitmen, ketekunan dan kemandirian (Dariyo, 2004:80).

Dengan demikian, hanya individu dewasa awal yang identitas dirinya sudah stabil yang dapat menjalin intimacy yang sesungguhnya dengan pasangannya. Hal ini dikarenakan, dalam hubungan yang benar-benar dekat (intimate), membuat identitas dua individu menjadi menyatu sedemikian rupa namun tidak menghilangkan identitas yang dimiliki oleh masing-masing individu sebelumnya. Bersama-sama, dua individu yang sedang jatuh cinta menjadi pasangan yang memiliki kehidupan sendiri, masa depannya sendiri, dan identitas sendiri. Pasangan tersebut tidak takut kehilangan makna mengenai diri mereka sendiri sebagai individu (Erikson, 1968, dalam Steinberg, 1993:323). Mereka siap untuk mengembangkan kekuatan mereka untuk memenuhi komitmen kepada orang lain, meskipun dalam melakukan komitmen tersebut diperlukan pengorbanan dan kompromi (Erikson, 1959, dalam Lindzey & Hall, 1985:87).

(21)

3

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

menyakitkan dan mungkin menyebabkan timbulnya ketidakpercayaan terhadap orang lain dan menghambat keinginan untuk bertindak atas inisiatifnya sendiri bahkan mengasingkan diri dari lingkungan sosialnya atau disebut dengan isolation (Erikson, 1968, dalam Santrock, 2002:125).

Dalam perkembangan psikososial mengenai intimacy vs isolation ini, intimacy dapat terjalin karena dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu

gaya kelekatan dengan orangtua (attachment style with parents), keterbukaan diri (self-disclosure), kecocokan pribadi, dan penyesuaian diri antara individu dengan

pasangannya (Duffy & Atwater, 2005). Pemenuhan intimacy dapat digambarkan melalui dimensi-dimensi intimacy. Dimensi intimacy ini mengalami beberapa pengembangan. Salah satu pengembangan dimensi intimacy dikemukakan oleh Stahmann, Young, Grover (2004:13) melalui delapan dimensi intimacy yaitu: 1) sosial (social intimacy), 2) emosional (emotional intimacy), 3) kogntif/perencanaan (cognitive and planning intimacy), 4) keuangan (financial intimacy), 5) spiritual (spiritual intimacy), 6) antargenerasi (intergenerational

intimacy), 7) kasih sayang (affectional intimacy), dan 8) seksual (sexual intimacy).

Pola interaksi yang diharapkan muncul dalam pemenuhan intimacy melalui dimensi-dimensi intimacy ini yaitu adanya afiliasi antara individu dengan pasangannya melalui suatu sikap untuk mempertahankan intimacy yang telah dibangun dalam mempersiapkan pernikahan hingga menjalani kehidupan berkeluarga (Erikson, 1977, dalam, Lindzey & Hall, 1985:92). Stahmann, Young,

Grover (2004:13) juga mengemukakan bahwa proses pemenuhan intimacy dalam pernikahan benar-benar sebuah proses yang dimulai sebelum pernikahan dan terus berlanjut setelah itu, bahkan waktunya bersifat abadi.

(22)

4

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

menggambarkan keinginan yang berhubungan dengan seksual (sexual intimacy) (Stahmann, Young & Grover, 2004). Selain itu, dalam pekerjaan rumah tangga juga istri biasanya melakukan pekerjaan rumah lebih banyak daripada suaminya (Warner, 1986, dalam Santrock, 2002).

Hal ini sejalan dengan definisi pernikahan yang dikemukakan oleh Santrock (2002:114), bahwa pernikahan merupakan penyatuan pribadi yang unik, dengan membawa pribadi masing-masing berdasarkan latar belakang budaya serta pengalamannya. Hal tersebut menjadikan pernikahan bukanlah sekedar bersatunya dua individu, tetapi lebih pada penyatuan dua sistem keluarga secara keseluruhan dan pembangunan sebuah sistem yang baru. Perbedaan-perbedaan yang ada perlu disesuaikan satu sama lain untuk membentuk sistem baru bagi keluarga mereka.

Di Indonesia, batas usia yang diizinkan dalam suatu perkawinan menurut UU RI Nomor 1 tahun 1974 dalam pasal 7 ayat (1) yaitu, jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita 16 (enam belas) tahun. Saat ini bagaimanapun, rata-rata usia dimana seorang menikah menjadi lebih jauh yaitu 24 tahun untuk wanita dan 26 tahun untuk pria (Barringer, 1990 dalam Steinberg, 1993). Hal ini juga dapat dilihat berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai Persentase Rumah Tangga menurut Daerah Tempat Tinggal, Kelompok Umur, Jenis Kelamin, Kepala Rumah Tangga, dan Status Perkawinan, dimana pada tahun 2009 terdapat 47,39% pria dan 4.11% wanita yang tinggal di daerah perkotaan menikah pada usia 10-24 tahun, pada tahun 2010 sebanyak 40,10% pria dan 3,42% wanita dan pada tahun 2011 45,63% pria dan 4,77% wanita. Presentase paling tinggi mengenai pernikahan di perkotaan yaitu usia 25-40 tahun dengan 95, 89 % untuk pria dan 20,57% untuk wanita pada tahun 2009, presentase menurun di tahun 2011 yaitu 94,68% untuk pria dan 23.03% untuk wanita, pada tahun 2011 presentase meningkat yaitu 95,48% untuk pria dan 26,08% untuk wanita.

(23)

5

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

2012, sebanyak 285.184 pasangan memilih untuk bercerai. Maraknya jumlah perceraian ini juga dapat berdampak pada pergeseran usia menikah, karena individu dewasa awal menjadi lebih berhati-hati dan memerlukan persiapan yang matang. Pergeseran usia menikah ini juga dapat disebabkan beberapa alasan yang sering diungkapkan oleh individu dewasa awal seperti masih kuliah/menuntut ilmu, takut tak bebas, belum siap dalam hal materi/rezeki, tidak ada/belum ada jodoh, karena kakak (terutama kakak wanita) belum menikah, atau karena orangtua terlalu selektif dalam memilih calon menantu.

Di tengah pergeseran usia menikah tersebut, peneliti menemukan pasangan dewasa awal yang menikah melalui proses yang disebut dengan ta’aruf.Ta’aruf merupakan istilah dalam agama Islam yang berarti saling mengenal. Hal ini dijelaskan di dalam Al-Qur‟an (2010:518), surah al-Hujurat [49] ayat 13, dimana dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa setiap individu memiliki dorongan untuk saling mengenal, berinteraksi, berkomunikasi, dan membentuk pergaulan antar sesama baik untuk menjalin ikatan persaudaraan antara individu, membentuk tali silaturahmi, maupun membentuk sebuah ikatan keluarga.

Donna (2009) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa pernikahan tanpa proses pacaran (ta’aruf) adalah hubungan timbal-balik untuk saling mengenal yang berkaitan dengan masalah pernikahan. Cara-cara yang digunakan untuk saling mengenal dalam ta’aruf, salah satunya dapat dilakukan dengan saling bertemu untuk berkenalan dengan didampingi orang yang dipercaya oleh kedua belah pihak. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan berkenalan melalui media telekomunikasi, seperti telepon ataupun sms. Setelah pasangan merasakan ada kecocokan, perkenalan ini mungkin dilanjutkan dengan saling bertemu muka, tentunya didampingi oleh orang lain.

(24)

6

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

memahami sifat, karakter dan tabi‟at/akhlaq dari pasangan sehingga diharapkan terjadi proses saling menyayangi (tarohum) kemudian tumbuh saling menghargai/menghormati (takarum) satu sama lain (wawancara pra penelitian, Januari 2013).

Iqbal menambahkan bahwa dengan memahami kelemahan dan kekurangan masing-masing pasangan maka akan melahirkan keinginan untuk saling menjaga, saling melindungi, saling melengkapi, saling tolong dan saling membantu yang disebut dengan ta’awun. Dengan demikian hubungan antara individu dengan pasangannya itu akan muncul saling mengingatkan, atau saling menasihati (tawashau bilhaq bilshobr, bilmarhamah) dan saling toleransi (tasammuh) terhadap perbedaan yang ada. Salah satu kegiatan dalam proses ta'aruf adalah komunikasi, komunikasi bisa dilakukan dengan beragam cara yang dibenarkan, dengan kemajuan teknologi komunikasi saat ini dapat dilakukan secara online tanpa melanggar syariat Islam.

Berdasarkan pemaparan hasil wawancara di atas, peneliti melihat bahwa ada kesesuaian antara teori psikososial dari Erikson yang dikembangkan oleh Stahmann, Young, Groven (2004) dengan konsep ta’aruf yang dipaparkan oleh Iqbal. Dalam hal ini, peneliti melihat bahwa proses ta’aruf sejalan dengan proses pemenuhan intimacy yang menurut teori perkembangan psikososial memang terjalin sepanjang hayat atau abadi. Selain itu, aspek-aspek yang diharapkan dapat tercapai dalam proses ta’aruf yang telah disebutkan oleh Iqbal juga dapat menggambarkan proses pemenuhan intimacy diantaranya dalam dimensi emosional (emotional intimacy), sosial (social intimacy), kognitif dan perencanaan (cognitive and planning intimacy), spiritual (spiritual intimacy), dan kasih sayang (affectional intimacy) yang telah dikemukakan oleh Stahmann, Young, Groven (2004:13). Hal ini juga tentunya dipengaruhi oleh faktor terjadinya intimacy menurut Duffy & Atwater (2005) seperti gaya kelekatan dengan orangtua (attachment style with parents), keterbukaan diri (self-disclosure), kecocokan pribadi, dan penyesuaian diri antara individu dengan

(25)

7

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Pemenuhan aspek intimacy juga dikemukakan oleh Musrifah (2011) dalam hasil penelitiannya yang menunjukkan bahwa keterbukaan diri (self disclosure) dalam komunikasi suami-istri merupakan aspek penting untuk memperoleh intimacy hubungan suami-istri. Dalam penelitian ini, pasangan yang memulai ta’aruf melakukan upaya sef-disclosure pada semua topik seperti harapan pernikahan, komunikasi, keluarga dan teman, konflik, dan penyelesaiannya, pembagian peran, serta keyakinan spiritual. Hasil dari penelitiannya menunjukkan bahwa intimacy berhasil dipenuhi pasangan melalui ta’aruf meski self disclosure dilakukan setelah pernikahan. Peneliti kurang sependapat dengan hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut. Hal ini dikarenakan berdasarkan informasi yang peneliti dapatkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Donna (2009) dan hasil wawancara dengan Iqbal yang telah dipaparkan sebelumnya peneliti melihat bahwa pasangan yang menikah melalui proses ta’aruf telah melakukan sebagian upaya self-disclosure sebelum melakukan pernikahan salah satunya yaitu komunikasi mengenai perkenalan biodata individu melalui tatap muka langsung, telepon, atau media online. Dengan demikian, peneliti merasa diperlukan adanya penelitian lebih lanjut dalam membahas pemenuhan dimensi intimacy pada pasangan yang menikah melalui proses ta’aruf.

(26)

8

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

intimacy sebelum menikah, sehingga ia berjanji untuk menjalin intimacy dengan suaminya saja. Keduanya menikah melalui proses ta’aruf guna memenuhi intimacynya. Latar belakang yang berbeda diasumsikan dapat menimbulkan

dampak permasalahan dalam pernikahan mereka. Dalam karyanya (Pratama & Elmart, 2013) mereka menyebutkan bahwa:

“banyak pernikahan yang sebelumnya dilakukan proses ta’aruf, sudah benar caranya namun belum benar dalam „kebutuhan perkenalannya‟ ternyata pernikahannya hanya bertahan beberapa tahun”

Dari kasus pasangan ini, menarik perhatian peneliti dimana Ca yang memiliki pengalaman masa lalu dengan gaya kelekatan (attachment style) yang kurang dari orangtuanya menikah dengan Fu yang gaya kelekatannya berbeda. Hal ini tentunya akan menjadi salah satu faktor yang memengaruhi proses pemenuhan intimacy pada mereka.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti merasa perlu diadakannya penelitian mengenai bagaimana proses pemenuhan dimensi-dimensi intimacy pada pasangan dewasa awal tersebut sehingga peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian “Intimacy pada Pasangan yang Menikah Melalui Proses Ta’aruf.”

B. Fokus Penelitian

(27)

9

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

(2004:13) yaitu: 1) sosial (social intimacy), 2) emosional (emotional intimacy), 3) kognitif/perencanaan (cognitive and planning intimacy), 4) keuangan (financial intimacy), 5) spiritual (spiritual intimacy), 6) antargenerasi (intergenerational

intimacy), 7) afeksi/kasih sayang (affectional intimacy). Namun, dalam penelitian

ini tidak membahas mengenai dimensi seksual (sexual intimacy) hal ini dikarenakan kurang sesuai dengan budaya ketimuran Indonesia.

Subjek penelitian ini difokuskan pada dua pasangan suami-istri di Kota Bandung yang menikah pada fase dewasa awal yaitu ketika berusia 21-25 tahun melalui proses ta’aruf.

C. Rumusan Masalah

Pernikahan merupakan salah satu cara individu untuk menjalani proses pemenuhan intimacy. Hal ini sesuai dengan tugas perkembangan pada fase dewasa awal dimana intimacy merupakan aspek perkembangan psikososial yang sangat menonjol dan harus dipenuhi oleh individu. Dalam intimacy ini membuat identitas diri individu menjadi menyatu sedemikian rupa. Ketika individu dewasa awal dapat menjalin intimacy dengan pasangannya maka hidupnya akan lebih sehat, baik secara fisik maupun mental. Wujud dari pemenuhan intimacy ini dilakukan oleh pasangan suami-istri yang menikah pada fase dewasa awal dengan cara yang berbeda-beda, salah satunya pernikahan melalui proses ta’aruf. Proses ta’aruf berlangsung sepanjang hayat dan berbeda-beda pada setiap pasangan. Sejalan dengan pemenuhan proses intimacy antara individu dengan pasangannya. Fenomena pernikahan yang terjadi pada pasangan suami-istri yang menikah melalui proses ta’aruf dengan kasus yang berbeda dan disebabkan oleh faktor yang berbeda diduga akan menyebabkan gambaran proses pemenuhan intimacy yang berbeda pula. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, berikut rincian yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Apakah alasan yang mendasari masing-masing individu untuk memenuhi intimacy dengan menikah di usia dewasa awal melalui proses ta’aruf?

(28)

10

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

3. Bagaimana proses pemenuhan ketujuh dimensi intimacy (sosial, kognitif/perencanaan, keuangan, spiritual, antargenerasi, dan afeksi/kasih sayang) pada pasangan yang menikah melalui proses ta’aruf?

4. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi proses pemenuhan intimacy pada pasangan yang menikah melalui proses ta’aruf?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana intimacy pada pasangan suami-istri yang menikah melalui proses ta’aruf.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

a. mengetahui alasan yang mendasari masing-masing individu untuk memenuhi intimacy dengan menikah di usia dewasa awal melalui proses ta’aruf,

b. mengetahui gambaran intimacy dan permasalahan yang muncul pada pasangan yang menikah melalui proses ta’aruf,

c. mengetahui proses pemenuhan ketujuh dimensi intimacy (sosial, kognitif/perencanaan, keuangan, spiritual, antargenerasi, dan afeksi/kasih sayang) pada pasangan yang menikah melalui proses ta’aruf, dan

d. mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi proses pemenuhan intimacy pada pasangan yang menikah melalui proses ta’aruf.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

(29)

11

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat pada beberapa pihak, yaitu:

a. Bagi Praktisi di bidang Psikologi

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu acuan bagi psikolog dalam memberikan masukan pada individu dewasa awal yang belum menikah dalam proses pemenuhan intimacy dan bagaimana penanganan masalah yang terjadi pada proses pemenuhan intimacy tersebut.

b. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran terhadap peneliti selanjutnya yang tertarik untuk membahas penelitian yang terkait dengan judul yang dibahas oleh peneliti.

c. Bagi Individu Dewasa Awal yang Belum Menikah

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pandangan bagaimana cara melalui proses pemenuhan intimacy sebagai tahapan perkembangan dewasa awal yang harus dilalui dan bagaimana mempertahankan intimacy yang sudah terpenuhi agar tetap berlangsung harmonis.

F. Struktur Organisasi Skripsi

Berikut merupakan struktur organisasi dalam penulisan skripsi ini: BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah B. Fokus Penelitian

C. Rumusan Masalah D. Tujuan Penelitian

(30)

12

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu F. Struktur Organisasi Skripsi

BAB II: KAJIAN TEORITIS A. Intimacy

1. Definisi Intimacy

2. Identitas sebagai Tugas Perkembangan Sebelum Intimacy 3. Dimensi Intimacy

4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kemampuan dalam Membina Intimacy 5. Pengaruh perbedaan Gender terhadap Intimacy dan Pekerjaan Rumah

Tangga dalam Pernikahan B. Ta’aruf

1. Definisi Ta’aruf 2. Konsep Ta’aruf 3. Tata Cara Ta’aruf

4. Aspek yang Dicapai Setelah Proses Setelah Ta’aruf C. Pernikahan

1. Definisi Pernikahan

2. Faktor-Faktor yang Mempenaruhi Terjadinya Pernikahan 3. Tugas Pembentukan Keluarga dalam Pasangan yang Menikah D. Fase Dewasa Awal

1. Karakteristik Fase Dewasa Awal

2. Tugas-tugas Perkembangan Dewasa Awal E. Penelitian yang Relevan

F. Kerangka Pemikiran

BAB III: METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian B. Desain Penelitian

(31)

13

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data Profil Subjek Penelitian B. Hasil Penelitian

1. Hasil Penelitian Pasangan Pertama

a. Alasan Individu pada Pasangan Pertama untuk Memenuhi Intimacy dengan Menikah di Usia Dewasa Awal melalui Proses Ta’aruf

b. Gambaran Intimacy dan Permasalahan yang Muncul pada Pasangan Pertama

c. Gambaran Proses Pemenuhan Ketujuh Dimensi Intimacy pada Pasangan Pertama

d. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kemampuan dalam Membina Intimacy pada Pasangan Pertama

2. Hasil Penelitian Pasangan Kedua

a. Alasan Individu pada Pasangan Kedua untuk Memenuhi Intimacy dengan Menikah di Usia Dewasa Awal melalui Proses Ta’aruf

b. Gambaran Intimacy dan Permasalahan yang Muncul pada Pasangan Kedua

c. Gambaran Proses Pemenuhan Ketujuh Dimensi Intimacy pada Pasangan Kedua

d. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kemampuan dalam Membina Intimacy pada Pasangan Kedua

C. Pembahasan

1. Pembahasan Pasangan Pertama

a. Alasan Individu pada Pasangan Pertama untuk Memenuhi Intimacy dengan Menikah di Usia Dewasa Awal melalui Proses Ta’aruf

b. Gambaran Intimacy dan Permasalahan yang Muncul pada Pasangan Pertama

c. Gambaran Proses Pemenuhan Ketujuh Dimensi Intimacy pada Pasangan Pertama

(32)

14

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 2. Pembahasan Pasangan Kedua

a. Alasan Individu pada Pasangan Kedua untuk Memenuhi Intimacy dengan Menikah di Usia Dewasa Awal melalui Proses Ta’aruf

b. Gambaran Intimacy dan Permasalahan yang Muncul pada Pasangan Kedua

c. Gambaran Proses Pemenuhan Ketujuh Dimensi Intimacy pada Pasangan Kedua

d. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kemampuan dalam Membina Intimacy pada Pasangan Kedua

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

B. Saran

(33)

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang

Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, Spradley (dalam Sugiyono, 2013:215) mengemukakan istilah “social situation” atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu: tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial tersebut dapat di rumah berikut keluarga dan aktivitasnya, atau orang-orang di sudut-sudut jalan yang sedang mengobrol, atau di tempat kerja, di kota, desa, atau wilayah suatu negara. Situasi sosial tersebut, dapat dinyatakan sebagai obyek penelitian yang ingin diketahui “apa yang terjadi” di dalamnya. Pada situasi sosial atau obyek penelitian ini peneliti mengamati secara mendalam aktivitas (activity), orang-orang (actors), dan tempat (place) tertentu (Sugiyono, 2013:215).

Dalam penelitian kualitatif ini berangkat dari kasus tertentu, sehingga hasil kajiannya akan ditransferkan ke tempat lain pada situasi sosial yang memiliki kesamaan dengan situasi sosial pada kasus yang diteliti. Sampel dalam penelitian kualitatif merupakan narasumber, partisipan, atau sebagai informan dalam penelitian. Dalam menentukan sampel terdapat berbagai teknik pengambilan sampel (teknik sampling) namun yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling

yang termasuk ke dalam teknik nonprobability sampling. Purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan ini berdasarkan subjek yang dianggap dapat memberikan data tentang apa yang peneliti harapkan atau yang dapat memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial yang diteliti (Sugiyono, 2013:219).

(34)

47

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

1. Tempat (place): penelitian ini dilakukan di tempat yang disepakati bersama antara pasangan suami-istri dan peneliti yaitu di Cafe dan di kantor salah satu pasangan suami-istri.

2. Pelaku (actors): dua pasangan suami-istri yang menikah pada fase dewasa awal yaitu ketika berusia 21-22 tahun melalui proses ta’aruf di kota Bandung.

3. Aktivitas (activity): pasangan suami-istri yang menikah pada fase dewasa awal melalui proses ta’aruf dalam rangka proses pemenuhan intimacy sebagai tugas perkembangan psikososial yang digambarkan melalui dimensi-dimensi intimacy dalam pernikahan.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Banister et al (1994 dalam Herdiansyah, 2011:8) mengemukakan bahwa inti dari penelitian kualitatif adalah suatu metode untuk menangkap dan memberikan gambaran terhadap suatu fenomena dan sebagai metode untuk memberikan penjelasan dari suatu fenomena yang diteliti. Kekhasan penelitian kualitatif ini yaitu mampu menangkap sesuatu yang dimaknai oleh individu sehingga makna tersebut dapat lebih dipahami dengan mudah dan sederhana. Moleong (2005, dalam Herdiansyah, 2011:9) juga mengemukakan bahwa penelitian kualtitatif bermaksud untuk memahami tentang apa yang dialami subjek penelitian, misalnya berupa perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain sebagainya. Dengan demikian, dalam penelitian kualitatif ini dilakukan dalam kondisi alamiah (natural setting) dan hasilnya lebih menekankan pada makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2013:9).

Penelitian kualitatif ini memiliki beberapa desain penelitian. Namun, dalam penelitian ini desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian studi kasus (case study) karena penelitian ini lebih memfokuskan pada suatu kasus tertentu. Alsa

(35)

48

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

yang menekankan pada eksplorasi dari suatu “sistem yang terbatas” (bounded system)

pada suatu kasus atau beberapa kasus secara mendetail, disertai dengan penggalian data secara mendalam yang melibatkan beragam sumber informasi yang kaya akan konteks (Cresswell, 1998 dalam Herdiansyah, 2011:76).

Dalam hal ini yang dimaksud dengan “sistem yang terbatas” (bounded system)

adalah adanya batasan dalam hal waktu atau tempat serta batasan dalam hal kasus yang diangkat (dapat berupa program, kejadian, aktivitias, atau subjek penelitian). Dengan demikian secara lebih dalam Hediansyah (2011:76) mengemukakan bahwa desain penelitian studi kasus (case study) ini merupakan suatu model yang bersifat komprehensif, intens, terperinci, dan mendalam serta lebih diarahkan sebagai upaya untuk menelaah masalah-masalah atau fenomena yang bersifat kontemporer (berbatas waktu).

C. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan intimacy merupakan suatu hubungan afiliasi dengan menyatukan identitas dua individu yang terwujud dengan adanya keterbukaan diri, saling berbagi pemikiran, perasaan, dan rela berkorban untuk saling menerima serta menghargai satu sama lain sehingga dapat mempertahankan komitmen yang telah disepakati. Sedangkan, ta’aruf dalam penelitian ini adalah proses saling mengenal antara individu dan pasangannya melalui tata cara tertentu yang berkaitan dengan pernikahan. Berikut ini merupakan dimensi-dimensi dari intimacy dalam pernikahan (Stahmann & Young, 2004:13), yaitu:

1. Sosial (social intimacy)

(36)

49

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 2. Emosional (emotional intimacy)

Dimensi emosional dalam pernikahan adalah bagaimana cara pasangan memenuhi kebutuhan untuk berbagi perasaan pribadi baik secara positif maupun negatif sehingga saling mempercayai dan merasa sejahtera satu sama lain.

3. Kognitif/perencanaan (cognitive and planning intimacy)

Pernikahan juga memiliki dimensi kognitif dan perencanaan yang terlihat dari bagaimana cara pasangan memenuhi kebutuhan untuk berbagi pengalaman, diskusi, dan membuat rencana untuk mencapai tujuan bersama.

4. Keuangan (financial intimacy)

Dimensi keuangan dalam pernikahan yaitu bagaimana cara pasangan memenuhi kebutuhan dalam mengambil keputusan dan tindakan yang berhubungan dengan nafkah, membelanjakan uang, dan mengelola sumber daya temporal.

5. Spiritual (spiritual intimacy)

Pernikahan memiliki dimensi spiritual yaitu bagaimana cara pasangan memenuhi kebutuhan untuk berbagi sikap spiritual yang berkaitan dengan keyakinan keagamaan sehingga dapat aktif mempelajari dan mengabdikan diri pada Tuhan secara bersama-sama.

6. Antargenerasi (intergenerational intimacy)

Dalam pernikahan, dimensi antargenerasi adalah bagaimana cara pasangan memenuhi kebutuhannya untuk menjalin hubungan dan menyesuaikan diri dengan dua keluarga besar mereka.

7. Afeksi/Kasih sayang (affectional intimacy)

Pernikahan juga memiliki dimensi afeksi/kasih sayang yaitu bagaimana cara pasangan memenuhi kebutuhannya dalam memelihara dan mendukung satu sama lain secara emosional dan fisik, tetapi tidak harus dengan cara-cara seksual.

D. Instrumen Penelitian

(37)

50

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki obyek penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya (Sugiyono, 2013: 222).

Dalam penelitian kualitatif, peneliti sebagai instrumen itu sendiri didasari karena pada awalnya permasalahan belum jelas dan pasti, sumber datanya, hasil yang diharapkan semuanya belum jelas. Namun setelah masalah yang akan dipelajari jelas, maka dikembangkan suatu instrumen penelitian sederhana yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan data telah ditemukan melalui wawancara (Sugiyono, 2013:223). Instrumen penelitian sederhana yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pedoman wawancara. Pedoman wawancara ini diharapkan dapat membantu peneliti dalam melengkapi data dan membandingkan data yang diperoleh. Pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini diuraikan dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Pedoman Wawancara

Alasan individu untuk memenuhi intimacy dengan menikah di usia dewasa awal

Aspek Kisi-kisi Pertanyaan

Alasan masing-masing individu untuk memenuhi intimacy dengan menikah melalui proses ta’aruf

1. Gambaran pemikiran waktu terbaik untuk menikah

2. Gambaran alasan menikah di usia dewasa awal

3. Gambaran alasan menikah melalui proses ta’aruf

Gambaran intimacy dan permasalahan yang muncul pada pasangan yang menikah melalui proses ta’aruf

Aspek Item Pertanyaan

1. Gambaran identitas diri

(38)

51

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu ristik (konsep diri, evaluasi diri,

harga diri, keyakinan diri, keper-cayaan diri, tanggung jawab, komit-men, ketekunan, dan kemandirian) dan proses peleburan identitas diri

5. Gambaran cara evaluasi diri mengenai kelebihan dan kelemahan yang dimiliki

6. Gambaran harga diri melalui cara penilaian diri

7. Gambaran keyakinan diri akan potensi yang dimiliki

8. Gambaran mengenai cara mengem-bangkan kepercayaan diri yang dimiliki dalam melakukan sesuatu 9. Gambaran cara mengemban tanggung

jawab dan berkomitmen terhadap kewajiban yang dimiliki

10.Gambaran cara mengatasi masalah yang dihadapi

11.Gambaran cara saudara mengenali idenitas diri pasangan

12.Gambaran cara menyesuaikan diri terhadap identitas diri masing-masing dalam kehidupan pernikahan

2. Cara mengatasi perbedaan gender yang dapat memengaruhi intimacy dan pekerjaan rumah tangga

13.Gambaran pandangan mengenai perbedaan peran sebagai suami/istri dalam keluarga

14.Gambaran kesesuaian antara peran sebagai suami/istri yang disepakati dan yang dijalani dalam keluarga 15.Gambaran pengaruh peran sebagai

suami/istri terhadap intimacy dan pekerjaan rumah tangga

16.Gambaran permasalahan dan cara penyelesaian ketika terjadi ketidaksesuaian peran yang dijalani dengan yang disepakati sebelumnya

Gambaran proses pemenuhan ketujuh dimensi intimacy pada pasangan yang menikah melalui proses ta’aruf

Aspek Item Pertanyaan

1. Sosial (social intimacy) yaitu kebu-tuhan untuk merasa nyaman dan menikmati ketika melakukan sesuatu

17. Gambaran hal-hal yang dilakukan dalam aktivitas bersama

(39)

52

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu bersama dan berharap untuk dapat

menghabiskan waktu bersama

ketika melakukan aktivitas bersama 19. Gambaran harapan tentang adanya

pemanfaatan waktu bersama

20. Gambaran kesesuaian antara pemanfaatan waktu bersama yang dijalani dengan kebutuhan intimacy yang dimiliki

2. Emosional (emotional intimacy) yaitu berbagi perasaan pribadi baik secara positif (kebahagiaan, suka cita, bangga) maupun negatif (sedih, tidak bahagia, marah, bosan, lelah), saling mempercayai satu sama lain, dan berupaya untuk merasa aman dan sejahtera satu sama lain

21. Gambaran cara pengungkapan perasaan baik positif maupun negatif pada pasangan

22. Gambaran tanggapan terhadap pengungkapan perasaan

23. Gambaran cara menjaga keper-cayaan yang diberikan

24. Gambaran kesesuaian antara pengungkapan perasaan yang dijalani dengan kebutuhan intimacy yang dimiliki

3. Kognitif dan perencanaan (cog-nitive and planning intimacy) yaitu berbagi pengalaman mengenai ke-hidupan, membuat rencana ber-sama-sama, dan mendiskusikan tu-juan yang akan dicapai

25. Gambaran cara berbagi pengalaman pribadi

26. Gambaran cara merancang dan cara mengatasi hambatan mengenai rencana dan tujuan bersama

27. Gambaran kesesuaian antara diskusi perencanaan dan tujuan yang di-jalani dengan kebutuhan intimacy yang dimiliki

4. Keuangan (financial intimacy) yaitu keputusan dan tindakan yang ber-hubungan dengan nafkah, membe-lanjakan uang, dan mengelola sum-ber daya temporal

28. Gambaran mengenai kesepakatan dan pengambilan keputusan dalam hal keuangan

29. Gambaran cara mengatasi hambatan dalam hal keuangan

30. Gambaran kesesuaian antara kese-pakatan dalam hal keuangan sesuai dengan kebutuhan intimacy yang dimiliki

5. Spiritual (spiritual intimacy) yaitu berbagi sikap spiritual dan ke-agamaan, termasuk dalam

(40)

53

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu rilaku, keyakinan-keyakinan, dan

pengalaman hidup sehingga dapat menyatukan sikap dan tujuannya untuk aktif mempelajari, mengem-bangkan, mengabdikan diri pada Tuhan dengan bersama-sama

32. Gambaran cara mengatasi mengenai perbedaan pemahaman dalam keyakinan keagamaan

33. Gambaran kesesuaian antara kegi-atan keagamaan yang dilakukan dengan kebutuhan intimacy yang dimiliki

6. Antargenerasi (intergenerational in-timacy) yaitu menyesuaikan diri dengan budaya keluarga asal pa-sangan dan menjalin hubungan an-tara dua keluarga besar dirinya dan pasangannya

34. Gambaran penyesuaian diri dan cara mengatasi hambatan dengan latar belakang dua keluarga besar

35. Gambaran kesesuaian antara proses penyesuaian diri dengan keluarga besar yang dilakukan dengan kebutuhan intimacy yang dimiliki

7. Afeksi/Kasih sayang (affectional intimacy) yaitu memelihara dan mendukung satu sama lain secara emosional dan fisik, tetapi tidak harus dengan cara-cara seksual

36. Gambaran cara mengekspresikan dan memelihara perasaan sayang

37. Gambaran mengenai tanggapan ke-tika kegiatan tidak didukung

38. Gambaran kesesuaian antara peng-ungkapan dukungan yang dilakukan dengan kebutuhan intimacy dimiliki

Faktor-faktor yang memengaruhi proses pemenuhan intimacy pada pasangan yang menikah melalui proses ta’aruf

Aspek Item Pertanyaan

1. Gaya kelekatan (attachment style) yaitu ikatan kasih sayang yang kuat dan bertahan sebagai cara yang biasa dilakukan seseorang saat terlibat dengan individu lain (seperti: orangtua pada anak)

39. Gambaran hubungan dengan orangtua

40. Gambaran pengaruh hubungan orangtua terhadap kehidupan pribadi dan kehidupan pernikahan

41. Gambaran pengaruh antara hubungan dengan orangtua terhadap pemenuhan kebutuhan intimacy

2. Keterbukaan diri (self-disclosure) yaitu saling berbagi pikiran dan perasaan yang dalam, serta rasa saling percaya diperlukan untuk membina dan mempertahankan

42. Gambaran keterbukaan diri yang dilakukan dalam pernikahan

(41)

54

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu intimacy

3. Kecocokan pribadi yaitu adanya kesamaan atau kemiripan latar belakang, kebudayaan, pendidikan dan persamaan lain yang membuat pa-sangan memiliki kecocokan

44. Gambaran kesamaan dan perbedaan pada pasangan

45. Gambaran pengaruh kesamaan dan perbedaan yang ada terhadap pemenuhan kebutuhan intimacy

4. Penyesuaian diri dengan pasangan yaitu berusaha mengerti pandangan pasangan, memahami sikap dan perasaan pasangan

46. Gambaran proses penyesuaian diri dengan pasangan dan cara mengatasinya

47. Gambaran pengaruh proses penye-suaian diri yang dilakukan terhadap pemenuhan kebutuhan intimacy.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam mengumpulkan data sehingga peneliti dapat memperoleh data yang memenuhi standar data yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2013:224). Pada penelitian kualitatif, bentuk data berupa kalimat atau narasi dari subjek penelitian yang diperoleh melalui suatu teknik pengumpulan data seperti wawancara dan studi dokumentasi (Herdiansyah, 2011:116).

(42)

55

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini termasuk dalam wawancara semi-terstruktur dimana pertanyaannya bersifat terbuka namun ada batasan tema dan alur pembicaraan, kecepatan wawancara dapat diprediksi, fleksibel tetapi tetap terkontrol dalam hal pertanyaan atau jawaban, serta terdapat pedoman wawancara yang dijadikan patokan dalam alur, urutan, dan penggunaan kata (Herdiansyah, 2011:123). Peneliti menggunakan teknik pengambilan data dengan wawancara mendalam (in-depth interview) dan semi-terstruktur ini dikarenakan penelitian ini bertujuan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara dimintai pendapat dan ide-idenya guna memahami fenomena yang diteliti (Sugiyono, 2013:233). Perlengkapan yang diperlukan dalam melakukan wawancara ini yaitu buku catatan dan tape recorder (Sugiyono, 2013:239).

Selain mengumpulkan data utama melalui wawancara mendalam (in-depth interview) dan semi-terstruktur, dalam penelitian ini juga menggunakan dokumen sebagai teknik pengumpulan data tambahan untuk melengkapi data. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu dapat berbentuk tulisan dalam karya-karya monumental dari subjek (Sugiyono, 2013:240). Studi dokumentasi dalam penelitian ini diperoleh dari buku karya subjek dan dari tulisan dari akun media sosial dan blog subjek

F. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, data akan dianalisis menggunakan teknik analisis data model interaktif menurut Miles & Huberman (1984, dalam Herdiansyah, 2011:164). Pada teknik tersebut terdapat 4 tahapan yang akan dilakukan, yaitu:

1. Tahap pengumpulan data

(43)

56

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

pembuktian awal bahwa fenomena itu benar-benar ada. Pada studi pre-eliminary, peneliti sudah melakukan wawancara dan melakukan studi dokumentasi kemudian hasil dari aktivitas tersebut adalah data.

2. Tahap reduksi data

Tahap ini merupakan proses penggabungan dan penyeragaman segala bentuk data yang diperoleh menjadi satu bentuk tulisan (script) yang akan dianalisis. Hasil dari wawancara nanti akan diubah formatnya menjadi bentuk verbatim wawancara dan hasil studi dokumentasi diformat menjadi skrip analisis dokumen.

3. Tahap display data

Tahap display data berisi tentang pengolahan data setengah jadi yang sudah seragam dalam bentuk tulisan dan sudah memiliki alur tema yang jelas ke dalam suatu matriks kategorisasi sesuai tema-tema yang sudah dikelompokkan dan dikategorikan, serta akan memecah tema-tema tersebut ke dalam bentuk yang lebih konkret dan sederhana yang disebut dengan subtema yang diakhiri dengan pemberian kode (coding) dari subtema tersebut sesuai dengan verbatim wawancara yang sebelumnya telah dilakukan. Jadi, terdapat tiga tahapan dalam display data yaitu kategori tema, subkategori tema, dan proses pengodean. Ketiga tahapan itu saling terkait satu sama lain.

4. Tahap penarikan kesimpulan atau verifikasi

Kesimpulan atau verifikasi merupakan tahap terakhir dalam rangkaian analisis data kualitatif menurut model interaktif ini. Pada tahap ini kesimpulannya menjurus

pada jawaban dari pertanyaan penelitian yang diajukan dan mengungkap “what” dan

how” dari temuan penelitian ini. Sugiyono (2013:252) juga menambahkan bahwa

(44)

57

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

tercantum pada pengodean yang sudah terselesaikan disertai dengan quote verbatim wawancaranya yang spesifik dan mengerucut.

G. Pengujian Keabsahan Data

Sugiyono (2013:270) mengemukakan bahwa pengujian keabsahan data pada penelitian kualitatif meliputi uji credibility (validitas internal). Dalam penelitian ini, peneliti melakukan uji credibility (validitas internal) melalui teknik triangulasi dan member check. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai

pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan triangulasi pengumpulan data dan triangulasi teknik sumber data. Hal pertama yang peneliti lakukan adalah melakukan pengecekan pada data wawancara dan studi dokumentasi yang di dapat. Lalu bila terdapat hal-hal yang belum jelas dan kurang sesuai atau berbeda-beda, peneliti melakukan diskusi lebih lanjut melalui pengecekan pada sumber data yaitu suami, istri, sahabat dekat yang mengenali dan mengetahui banyak informasi mengenai keduanya atau menjadi perantara dalam proses ta’aruf menjelang pernikahan. Data yang diperoleh dari berbagai sumber data tersebut dideskripsikan, dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, yang berbeda, dan mana yang spesifik dari tiga sumber tersebut (Sugiyono, 2013:274).

(45)

Dilla Tria Febrina, 2013

Intimacy pada Pasangan yang Menikah melalui Proses Ta’aruf (Studi Kasus pada Dua Pasangan yang

Menikah pada Fase Dewasa Awal di Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai intimacy pada pasangan yang menikah melalui proses ta’aruf dapat ditarik kesimpulan bahwa kedua pasangan dalam penelitian ini telah dapat memenuhi intimacy mereka, walaupun pada beberapa subjek terdapat dimensi intimacy yang belum sesuai dengan kebutuhan yang diharapkan. Berikut ini kesimpulan untuk masing-masing pasangan, yaitu:

1. Pasangan pertama (Canun dan Fu)

a. Alasan Individu untuk Memenuhi Intimacy dengan Menikah di Usia Dewasa Awal melalui Proses Ta’aruf

Canun dan Fu memiliki persamaan yaitu mereka menikah karena keduanya ingin menjalin persahabatan dan berbagi (championship and sharing). Keduanya sepakat menikah melalui proses ta’aruf dengan alasan untuk meminimalisir pergaulan bebas. Namun, mereka juga memiliki perbedaan mengeai alasan menikah di usia dewasa awal melalui proses ta’aruf. Canun menikah di usia dewasa awal adalah agar adanya pengesahan dalam hubungan seksual (legitimization of sex and children) adanya faktor ambisi sedangkan Fu karena ingin menjalin hubungan pribadi dengan seseorang yang lain (one-to-one relationship).

b. Gambaran Intimacy dan Permasalahan yang Muncul

Gambar

Tabel 2.1 Kemungkinan untuk saling melengkapi dan terjadinya konflik dalam  tugas perkembangan antara suami dan istri pada fase dewasa awal .....................
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran ..............................................................
Tabel 3.1 Pedoman Wawancara
Gambaran proses pemenuhan ketujuh dimensi intimacy pada pasangan yang menikah melalui proses ta’aruf

Referensi

Dokumen terkait

pada ujung beberapa buah yang tidak terselubungi.Namun dalam penelitian ini efektivitas penggunaan kantung plastik berukuran besar tampak tidak lebih baik daripada

Penggunaan Homepage itu sendiri sangatlah fleksibel karena jika terdapat penambahan atau pengurangan halaman web, maka Homepage dapat ditulis kembali, ditambah, dikurangi atau

Kartu Seminar PKL, PraSeminar (Biru) yang telah ditandatangani oleh Ketua Program Studi6. Tanda Terima Pengumpulan Laporan PKL dan

Mengulas bagaimana pemanfaatan driver dan mode grafis pada bahasa C di sebuah game, dan penerapannya ke dalam logika pemrograman. Game My Igo ini memiliki beberapa kelebihan

mengatur arus informasi sensori yang berhubungan dengan perasaan untuk mencegah berlebihan di korteks. Kemungkinan pada klien dengan harga diri rendah apabila ada

Untuk tetap mendapatkan model VAR maka pada uji kointegrasi, variabel yang digunakan harus terbukti tidak memiliki kointegrasi antar variabelnya sehingga dapat

public class tampilmateri3 extends AppCompatActivity { String mtrJson = "";.

Ključni pojmovi u pretraživanju su: oftalmički farmaceutski oblici, pomoćne tvari u oftalmičkim lijekovima, oftalmički konzervansi, benzalkonijev klorid, antimikrobna