• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORI A. KONSEP DASAR TENTANG HARGA DIRI RENDAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORI A. KONSEP DASAR TENTANG HARGA DIRI RENDAH"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

A. KONSEP DASAR TENTANG HARGA DIRI RENDAH 1. Pengertian

Pengertian tentang harga diri rendah disampaikan oleh beberapa sumber. Harga diri rendah menurut Keliat (2006) digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri dan harga diri merasa gagal mencapai keinginan. Selain itu juga Harga diri rendah adalah evaluasi dari atau kemampuan diri yang negatif dan dipertahankan dalam waktu yang lam (Nanda 2005 dalam Direja, 2011).

Menurut Keliat (2010), Harga diri rendah adalah kondisi seseorang yang menilai keberadaan dirinya lebih rendah dibandingkan orang lain yang berpikir adalah hal negatif diri sendiri sebagai individu yang gagal, tidak mampu, dan tidak berprestasi.

Harga diri rendah adalah perasaan seseorang bahwa dirinya tidak diterima dilingkungan dan gambaran-gambaran negatif tentang dirinya (Barry, dalam Fitria 2009).

Berdasarkan tiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa gangguan harga diri rendah adalah gangguan konsep diri dimana harga diri merasa gagal mencapai keinginan, perasaan tentang diri yang negatif dan merasa dirinya lebih rendah dibandingan orang lain.

(2)

Harga diri rendah adalah penilaian subjektif individu terhadap dirinya; perasaan sadar atau tidak sadar dan persepsi terhadap fungsi, peran, dan tubuh (Kusumawati, 2010).

Menurut Fitria (2009) harga diri rendah dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Harga diri rendah situsional adalah keadaan dimana individu yang

sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif mengenai diri dalam berespon terhadap suatu kejadian (Kehilangan, perubahan)

b. Harga diri rendah kronik adalah keadaan dimana individu

mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan dalam waaktu lama.

2. Etiologi

Menurut Stuart Gail (2007) : a. Faktor predisposisi

1) Faktor yang mempengaruhi harga diri

Meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan idealdiri yang tidak realistis.

2) Faktor yang mempengaruhi peran

Dimasyarakat umumnya peran seseorang disesuai dengan jenis kelaminnya. Misalnya seseorang wanita dianggap kurang mampu, kurang mandiri, kurang obyektif dan rasional

(3)

sedangkan pria dianggap kurang sensitif, kurang hangat, kurang ekspresif dibandimg wanita. Sesuai dengan standar tersebut, jika wanita atau pria berperan tidak sesuai lazimnya maka dapat menimbulkan konflik diri maupun hubungan sosial. Misal: seorang istri yang berperan sebagai kepala rumah tangga atau seorang suami yang mengerjakan pekerjaan rumah, akan menimbulkan masalah. Konflik peran dan peran tidak sesuai muncul dari faktor biologis dan harapan masyarakat terhadap wanita atau pria. Peran yang berlebihan muncul pada wanita yang mempunyai sejumlah peran.

3) Faktor yang mempengaruhi identitas diri

Meliputi ketidakpercayaan, tekanan dari teman sebaya dan perubahan struktur sosial. Orang tua yang selalu curiga pada anak akan menyebabkan anak menjadi kurang percaya diri, ragu dalam mengambil keputusan dan dihantui rasa bersalah ketika akan melakukan sesuatu. Kontrol orang tua yang berat pada anak remaja akan menimbilkan perasaan benci pada orang tua. Teman sebaya merupakan faktor lain yang berpengaruh pada identitas. Remaja ingin diterima, dibutuhkan, dan diakui oleh kelompoknya.

4) Faktor biologis

Adanya kondisi sakit fisik secara yang dapat mempengaruhi kerja hormon secara umum, yang dapat pula

(4)

berdampak pada keseimbangan neurotransmitter di otak, contoh kadar serotonin yang menurun dapat mengakibatkan

klien mengalami depresi dan pada pasien depresi

kecenderungan harga diri rendah kronis semakin besar karena klien lebih dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya.

b. Faktor presipitasi

Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh setiap situasi yang dihadapi individu dan ia tidak mampu menyesuaikan. Situasi atas stresor dapat mempengaruhi komponen.

Stresor yang dapat mempengaruhi gambaran diri adalah hilangnya bagian tubuh, tindakan operasi, proses patologi penyakit, perubahan struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh kembang, prosedur tindakan dan pengobatan. Sedangkan stresor yang dapat mempengaruhi harga diri dan ideal diri adalah penolakan dan kurang penghargaan diri dari orang tua dan orang yang berarti, pola asuh yang tidak tepat misalnya selalu dituntut, dituruti, persaingan dengan sodara, kesalahan dan kegagalan berulang, cita-cita tidak terpenuhi dan kegagalan bertanggung jawab sendiri. Stresor pencetus dapat berasal dari sumber internal atau eksternal: 1) Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau

(5)

2) Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dan individu mengalaminya sebagai frustasi.

Ada tiga jenis transisi peran:

1) Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang

berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai, serta tekanan untuk menyesuaikan diri.

2) Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau

berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.

3) Transisi peran sehat-sakit terjadi akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan, atau fungsi tubuh, perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh kembang normal. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua komponen konsep diri yaitu gambaran diri, identitas diri, peran dan harga diri.

3. Tanda dan Gejala

a. Mengejek dan mengkritik diri.

b. Merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau menolak diri sendiri.

(6)

c. Mengalami gejala fisik, misal : tekanan darah tinggi, gangguan pengunaan zat.

d. Menunda keputusan.

e. Sulit bergaul.

f. Menghindari kesenangan yang dapat memberi rasa puas.

g. Menarik diri dari realitas, cemas, panik, cemburu, curiga, halusinasi.

h. Merusak diri : harga diri rendah menyokong klien untuk

mengakhiri hidup.

i. Merusak atau melukai orang lain.

j. Perasaan tidak mampu.

k. Pandangan hidup yang pesimitis.

l. Tidak menerima pujian. m. Penurunan produktivitas.

n. Penolakan terhadap kemampuan diri.

o. Kurang memperhatikan perawatan diri.

p. Berpakaian tidak rapi.

q. Berkurang selera makan.

r. Tidak berani menatap lawan bicara.

s. Lebih banyak menunduk.

(7)

4. Proses Terjadinya Masalah

Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari harga diri rendah situasional yang tidak diselesaikan. Atau dapat juga terjadi karena individu tidak pernah mendapat feed back dari lingkungan tentang perilaku klien sebelumnya bahkan mungkin kecendrungan lingkungan yang selalu memberi respon negatif untuk mendorong individu menjadi harga diri rendah.

Harga diri rendah kronis disebabkan banyak faktor. Awalnya individu berada pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis), individu berusaha menyelesaikan krisis tetapi tidak tuntas sehingga timbul pikiran bahwa diri tidak mampu atau merasa gagal menjalankan fungsi dan peran. Penilaian individu terhadap diri sendiri karena kegagalan menjalankan fungsi dan peran adalah kondisi harga diri rendah situasional, jika lingkungan tidak memberi dukungan positif atau justru menyalahkan individu dan terjadi secara terus menerus akan mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis.

Tabel II.1 Rentang Respon Konsep Diri

Rentang Respon Konsep Diri

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi diri Konsep diri positif Harga diri rendah Kerancuan identitas Depersonalisasi

(8)

5. Psikopatologi

Gambar II.1 Psikopatologi Harga Diri Rendah

Faktor Predisposisi

Faktor yang mempengaruhi Faktor yang mempengaruhi Faktor yang mempunyai

harga diri penampilan peran idetitas personal

Ketidak percayaan

Penolakan orang tua, orang tua tekanan

Harapan orang tua yang Faktor presipitsi dari kelompok, sebaya

tidak realsitis, perubahan struktur

Kegagalan yang Trauma ketegangan peran sosial.

berulang,

Kurang mempunyai Penilaian stressor

tanggung jawab personal,

Ketergantungan pada Sumber koping

orang lain,

Ideal diri yang tidak Integritas ego

realistis.

Mekanisme koping

Jangka Pendek Jangka Panjang Orientasi

Rentang Respons

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi diri Konsep diri Harga diri rendah Kerancauan Depersonalisasi

Rendah

(9)

Keterangan :

a. Respon adaptif :

Aktualisasi diri dan konsep diri yang positif serta bersifat membangun (konstruktif) dalam usaha mengatasi stressor yang menyebabkan ketidakseimbangan dalam diri sendiri.

b. Respon maladaptif :

Aktualisasi diri dan konsep diri yang negatif serta bersifat merusak (destruktif) dalam usaha mengatasi stressor yang menyebabkan ketidakseimbangan dalam diri sendiri.

c. Aktualisasi diri :

Respon adaptif yang tertinggi karena individu dapat

mengekspresikan kemampuan yang dimilikinya. d. Konsep diri positif :

Individu dapat mengidentifikasi kemampuan dan kelemahannya secara jujur dan dalam menilai suatu masalah individu berpikir secara positif dan realistis.

e. Harga diri rendah :

Transisi antara respon konsep diri adaptif dan maladaptif. f. Kekacauan identitas :

Suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak-kanak kedalam kepribadian psikososial dewasa yang harmonis.

(10)

g. Depersonalisasi :

Suatu perasaan yang tidak realistis dan keasingan dirinya dari lingkungan. Hal ini berhubungan dengan tingkat ansietas panik dan kegagalan dalam uji realitas. Individu mengalami kesulitan dalam membedakan diri sendiri dan orang lain, dan tubuhnya sendiri terasa tidak nyata dan asing baginya.

6. Terapi Somatik

Menurut Riyadi, & Purwanto, (2009) Terapi somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku yang adaptif dengan melakukan tindakan dalam bentuk perlakuan fisik. Terapi somatik telah banyak dilakukan pada klien dengan gangguan jiwa seperti terapi somatik restrain, seklusi, elekrokonvulsi, dan foto terapi.

a. ECT (Electro Convulsif Therapie)

Suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik. Indikasi ECT yaitu :

1) Klien depresi pada psikosa manik depresi, klien skizofrenia stupor kotatonik dan gaduh gelisah katatonik.

2) Klien dengan penyakit depresi mayor yang tidak berespon terhadap antidependen atau yang tidak dapat minum obat. 3) Klien dengan gangguan bipolar yang tidak berespon terhadap

(11)

4) Klien bunuh diri akut yang cukup lama tidak menerima pengobatan untuk mencapai efek terapeutik.

Sedangkan kontra indikasi ECT yaitu :

1) Peningkatan tekanan intra cranial (karena tumor otak, infeksi SPP).

2) Keguguran pada kehamilan gangguan sistem muskuloskeletal, osteoartritis berat, osteoporosis, fraktur karena kejang grandma.

3) Gangguan kardiovaskuler, infrak miokardium, anggia,

hipertensi, aritmia, dan aneurisma.

4) Gangguan sistem pernafasan, asma bronkial.

5) Keadaan lemah.

b. Foto Terapi atau Sinar

Terapi somatik pilihan. Terapi ini diberiakan dengan memaparkan klien pada sinar terang (5-20 kali lebih terang dari sinar ruangan). Klien disuruh duduk dengan mata terbuka 1,5 meter, didepan klien diletakan lampu flouresen spectrum luas setinggi mata. Waktu dan dosis terapi ini bervariasi pada tiap individu. Beberapa klien berespons jika terapi diberikan pagi hari, sementara klien ini lebih bereaksi kalau dilakukan terapi pada waktu sore hari. Semakin sinar terang, semakin efektif terapi perunit waktu.

Terapi sinar berlangsung dalam waktu yang tidak lama namun cepat menimbulkan efek terapi. Kebanyakan klien merasa

(12)

sembuh 3-5 hari tetapi klien dapat kembali kambuh jika terapi dihentikan. Terapi ini dapat menurunkan 75% gejala depresi yang dialami klien depresi minum dingin atau gangguan afektif musiman.

Efek samping yang terjadi setelah dilakukan terapi dapat berupa nyeri kepala, insomnia, kelelahan, mual, mata kering, keluar sekresi dari hidung dan rasa lelah pada mata.

7. Mekanisme Koping

Mekanisme koping termasuk pertahan koping jangka pendek atau jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanan ego untuk melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan ( Stuart & Gail, 2007 ).

a. Pertahanan jangka pendek mencakup berikut ini :

1) Aktifitas yang memberikan pelarian sementara dari krisis indentitas diri (misalnya, konser musik, bekerja keras, menonton televisi secara obsesif )

2) Aktifitas yang memberikan identitas pengganti sementara ( misalnya, ikut serta dalam klub sosial, agama, politik, kelompok, gerakan atau genk )

3) Aktifitas sementara menguatkan atau meningkatkan perasaan diri yang tidak menentu ( misalnya, olahraga yang kompetitif, prestasi akademik, kontes untuk mendapatkan popularitas )

(13)

4) Aktifitas yang merupakan upaya jangka pendek untuk membuat identitas diluar dari hidup yang tidak bermakna saat ini ( misalnya, penyalahgunaan obat )

b. Pertahanan jangka panjang mencakup berikut ini :

1) Penutupan identitas-adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang terdekat tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi, atau potensi diri individu.

2) Identitas negatif, asumsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai dan harapan yang diterima masyarakat.

8. Sumber Koping

Semua orang tanpa memperhatikan gangguan prilakunya, mempunyai beberapa bidang kelebihan personal yang meliputi : Aktifitas olah raga dan aktifitas diluar rumah, hobi dan kerajinan tangan, seni yang ekspresif, kesehatan dan perwatan diri, pendidikan atau pelatihan, pekerjaan, vokasi atau posisi, bakat tertentu, kecerdasan, imajinasi dan kreatifitas, hubungan interpersonal. ( Stuart & Gail,2007 ).

9. Penatalaksanan Medis

Struktur otak yang mungkin mengalami gangguan pada kasus harga diri rendah kronis adalah :

a. System Limbic yaitu pusat emosi, dilihat dari emosi pada klien dengan harga diri rendah yang kadang berubah seperti sedih, dan terus merasa tidak berguna atau gagal terus menerus.

(14)

1) Hipothalmus yang juga mengatur mood dan motivasi, karena melihat kondisi klien dengan harga diri rendah yang membutuhkan lebih banyak motivasi dan dukungan dari perawat dalam melaksanakan tindakan yang sudah dijadwalkan bersama-sama dengan perawat padahal klien mengatakan bahwa membutuhkan latihan yang telah dijadwalkan tersebut. 2) Thalamus, sistem pintu gerbang atau menyaring fungsi untuk

mengatur arus informasi sensori yang berhubungan dengan perasaan untuk mencegah berlebihan di korteks. Kemungkinan pada klien dengan harga diri rendah apabila ada kerusakan pada thalamus ini maka arus informasi sensori yang masuk tidak dapat dicegah atau dipilih sehingga menjadi berlebihan yang mengakibatkan perasaan negatif yang ada selalu mendominasi pikiran dari klien.

3) Amigdala yang berfungsi untuk emosi.

Adapun jenis alat untuk mengetahui gangguan struktur otak yang dapat digunakan adalah:

1) Electroencephalogram (EEG), suatu pemeriksaan yang

bertujuan memberikan informasi penting tentang kerja dan fungsi otak.

2) CT Scan, untk mendapatkan gambaran otak tiga dimensi.

3) Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT),

(15)

dan menggambarkan perubahan-perubahan aliran darah yang terjadi.

b. Magnetic Resonance Imaging (MRI), suatu tehnik radiologi

dengan menggunakan magnet, gelombang radio dan komputer untuk mendapatkan gambaran struktur tubuh atau otak dan dapat mendeteksi perubahan yang kecil sekalipun dalam struktur tubuh atau otak. Beberapa prosedur menggunakan kontras gadolinium untuk meningkatkan akurasi gambar.

Selain gangguan pada struktur otak, apabila dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan alat-alat tertentu kemungkinan akan ditemukan ketidakseimbangan neurotransmitter di otak seperti:

a. Acetylcholine (ACh), untuk pengaturan atensi dan mood,

mengalami penurunan.

b. Norepinephrine, mengatur fungsi kesiagaan, pusat perhatian dan orientasi; mengatur fight-flight dan proses pembelajaran dan memori, mengalami penurunan yang mengakibatkan kelemahan dan depresi.

c. Serotonin, mengatur status mood, mengalami penurunan yang mengakibatkan klien lebih dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya.

d. Glutamat, mengalami penurunan, terlihat dari kondisi klien yang kurang energi, selalu terlihat mengantu. Selain itu berdasarkan

(16)

diagnosa medis klien yaitu skizofrenia yang sering mengindikasikan adanya penurunan glutamat.

Adapun jenis alat untuk pengukuran neurotransmitter yang dapat digunakan:

a. Positron Emission Tomography (PET), mengukur emisi atau

pancaran dari bahan kimia radioaktif yang diberi label dan telah disuntik kedalam aliran darah untuk menghasilkan gambaran dua atau tiga dimensi melalui distribusi dari bahan kimia tersebut didalam tubuh dan otak. PET dapat memperlihatkan gambaran aliran darah, oksigen, metabolisme glukosa dan konsentrasi obat dalam jaringan otak. Yang merefleksikan aktivitas otak sehingga dapat dipelajari lebih lanjut tentang fisiologi dan neuro-kimiawi otak.

b. Transcranial Magnetic Stimulations (TMS), dikombinasikan

dengan MRI, para ahli dapat melihat dan mengetahui fungsi spesifik dari otak. TMS dapat menggambarkan proses motorik dan visual dan dapat menghubungkan antara kimiawi dan struktur otak dengan perilaku manusia dan hubungannya dengan gangguan jiwa.

(17)

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan (Direja, 2011). Data-data tersebut dikelompokan menjadi faktor predisposisi, presipitasi, penilaian, terhadap stresor, sumber koping, dan kemampuan koping yang dimlilki klien. Data-data yang diperoleh selama pengkajian juga dapat dikelompokan menjadi data subjektif dan data objektif. Data subjektif merupakan data yang disampaikan secara lisan oleh klien maupun keluarga klien melalui proses wawancara. Sedangkan data objektif adalah data yang ditemukan secara nyata pada klien melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat (Keliat, Panjaitan & Helena, 2006).

Adapun isi dari pengkajian tersebut adalah :

a. Keluhan utama atau alasan masuk

Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang, atau dirawat di rumah sakit, apakah sudah tahu penyakit sebelumnya, apa yang sudah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah ini.

b. Faktor presdisposisi

Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronik adalah penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak realistis (Fitria, 2009).

(18)

Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah kronis adalah hilangnya sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau

bentuk tubuh, mengalami kegagalan, serta menurunnya

produktivitas (Fitria, 2009). d. Konsep diri

1) Gambaran diri : Persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang disukai, reaksi klien terhadap bagian tubuh yang tidak disukai dan bagian yang disukai.

2) Ideal diri : Persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal tertentu.

3) Harga diri : Penilai individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis sebagai seberapa perilaku dirinya dengan ideal diri.

4) Identitas : Prinsip pengorganisasian kepribadian yang

bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsentrasi, dan keunikan individu.

5) Peran : Serangkaian pola perilaku yang diharapkan

oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial.

(19)

2. Pohon Masalah

Gambar II.2 Pohon Masalah

Risiko Tinggi Perilaku Kekerasan---Akibat

Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi---Akibat

Isolasi Sosial---Akibat

---Care Problem

Koping Individu Tidak Efektif Traumatik Tumbuh Kembang

Penyebab Penyebab

(Yosep, 2009).

3. Diagnosa Keperawatan

a. Harga diri rendah kronis. b. Koping individu tidak efektif. c. Isolasi sosial.

d. Perubahan persepsi sensori : halusinasi. e. Resiko perilaku kekerasan

(Yosep, 2009).

4. Intervensi

Perencanaan terdiri dari tiga aspek, yaitu tujuan umum, tujuan khusus, dan rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum berfokus pada penyelesaian permasalahan dari diagnosis tertentu. Tujuan umum

Harga Diri Rendah Kronis

(20)

dapat dicapai jika serangkaian tujuan khusus telah tercapai. Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian etiologi dari diagnosis tertentu. Tujuan khusus merupakan rumusan kemampuan yang perlu dicapai atau dimilki klien (Direja, 2011).

a. Harga diri rendah kronis.

1) Tum : Klien dapat meningkatkan harga dirinya.

2) Tuk :

a) Klien mampu membina hubungan saling percaya.

b) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki.

c) Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.

d) Klien dapat merancang kegiatan sesuai dengan kemampuan

yang dimilki.

e) Klien dapat melakukan kegiatan. 3) Intervensi :

a) Bina hubungan terapeutik.

b) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang masih

dimilki klien.

c) Beri kesempatan klien untuk mencoba.

d) Setiap bertemu klien hindarkan penilaian agresif. e) Utamakan memberikan pujian realistik.

f) Diskusikan dengan klien kegiatan yang masih bisa

digunakan.

(21)

h) Beri reinforcement positif atas usaha klien. b. Koping individu tidak efektif

1) Tuk : Klien dapat meningkatkan koping individu tidak

efektif.

2) Tik :

a) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan

perawat

b) Klien dapat mengenali dan mengekspresikan emosinya

c) Klien dapat memodifikasi pola kognitif yang negatif

d) Klien dapat meyakini tentang manfaat mekanisme koping

e) Klien dapat melakukan kegiatan yang menarik, dan

aktivitas yang terjadwal 3) Intervensi :

a) Lakukan pendekatan yang hangat, menerima klien apa

adanya dan bersifat empati

b) Mawas diri dan cepat mengendalikan perasaan dan reaksi diri perawat sendiri (Misalnya : Rasa marah, frustasi, simpati)

c) Sediakan waktu untuk berdiskusi dan bina hubungan yang suportif

d) Beri waktu untuk klien berespon pujian

e) Tunjukkan respon emosional dan menerina klien apa

(22)

f) Gunakan tehnik komunikasi terapeutik

g) Bantu klien mengekspresikan perasaanya

h) Bantu mengidentifikasi area situasi kehidupannya yang tidak berada dalam kemampuannya untuk mengontrol i) Diskusikan masalah yang dihadapi klien

j) Identifikasi pemikiran negatif, bantu menurunkan

interupsi/ subsitusi

k) Bantu meningkatkan pemikiran yang positif

l) Terima klien apa adanya, jangan menentang keyakinannya

m) Kenalkan realitas

n) Beri umpan balik tentang perilaku, stressor dan sumber koping

o) Kuatkan ide bahwa kesehatan fisik berhubungan dengan kesehatan emosional

p) Beri batasan perilaku maladaptif q) Beri klien aktivitas yang produktif r) Beri latihan fisik sesuai bakatnya

s) Bersama klien buat jadwal aktivitas yang dapat dilakukan sehari – hari

t) Libatkan keluarga dan sistem pendukung lainnya

c. Isolasi sosial.

(23)

2) Tuk :

a) Klien dapat membina hubungan saling percaya.

b) Klien dapat mengetahui keuntungan dan kerugian

berhubungan dengan orang lain.

c) Klien dapat mengidentifikasi penyebab isolasi sosial. d) Klien dapat berkenalan.

e) Klien dapat menentukan topik pembicaraan.

f) Klien dapat berinteraksi dengan orang lain secara bertahap berkenalan dengan orang lain (perawat).

g) Klien dapat berinteraksi dengan secara bertahap berkenalan dengan orang kedua (pasien lain).

3) Intervensi :

a) Beri salam dan panggil nama klien.

b) Sebutkan nama perawat dan sambil berjabat tangan. c) Jelaskan tujuan interaksi.

d) Jelaskan kontrak yang akan dibuat.

e) Beri rasa aman dan tunjukan sikap empati.

f) Beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya.

g) Bantu klien mengungkapkan alasan klien dibawa ke rumah

sakit.

h) Beri kesempatan klien mengatakan keuntungan

(24)

i) Beri kesempatan klien untuk mengatakan kerugian berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain.

j) Beri kesempatan klien mencontohkan teknik berkenalan.

k) Beri kesempatan klien menerapkan teknik berkenalan. l) Beri kesempatan klien dan bantu klien menentukan topik

pembicaraan.

m) Latih berhubungan sosial secara bertahap dengan perawat. n) Masukan dalam jadwal kegiatan klien.

o) Latih cara berkenalan dengan dua orang atau lebih dengan teman satu ruangan atau sesama pasien.

p) Masukan dalam jadwal kegiatan klien. d. Perubahan sensori persepsi : halusinasi

1) Tum : Klien dapat mengontrol halusinasi

2) Tuk :

a) Klien dapat membina hubungan saling percaya.

b) Klien dapat mengenal halusinasi. c) Klien dapat mengontrol halusinasi.

d) Klien memilih cara mengatasi seperti yang telah

didiskusikan.

e) Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinansi.

(25)

3) Kriteria Hasil :

a) Ekspresi wajah bersahabat

b) Menunjukan rasa senang

c) Ada kontak mata

d) Mau berjabat tangan

e) Mau menyebutkan nama

f) Mau menjawab salam

g) Klien mau duduk berdampingan dengan perawat

h) Mau mengutarakan masalah yang dihadapinya

i) Klien dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata

j) Klien dapat menyebutkan waktu, isi, dan frekuensi

timbulnya halusinasi

k) Klien dapat menyebutkan tindakan yang dilakukan untuk mengontrol halusinasinya.

l) Klien dapat menjalin hubungan saling percaya dengan perawat.

m) Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda, dan

tindakan untuk mengendalikan halusinasi.

n) Klien dan keluarga mampu menyebutkan manfaat, dosis, dan efek samping.

o) Klien dapat menginformasikan manfaat dan efek samping obat.

(26)

p) Klien dapat memahami akibat pemakaian obat tanpa konsultasi.

q) Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat.

4) Intervensi :

a) Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan

prinsip komunikasi terapeutik.

b) Sapa klien dengan ramah

c) Perkenalkan diri dengan sopan.

d) Tanya nama lengkap klien.

e) Jelaskan tujuan pertemuan. f) Jujur dan tepati janji. g) Tujukan sikap empati. h) Beri perhatian kepada klien.

i) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasi. j) Bantu klien mengenal halusinasi.

k) Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan

halusinansi.

l) Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi.

m) Diskusikan manfaat yang dilakukan klien dan beri pujian pada klien.

n) Bantu klien melatih cara memutus halusinansi. o) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dilatih

(27)

p) Anjurkan klien untuk memberi tahu keluarga jika mengalami halusinansi.

q) Diskusikan dengan keluarga pada saat berkunjung tentang gejala halusinasi yang dialami.

r) Cara yang dapat dilakukan klien untuk memutuskan

halusinansi.

s) Cara merawat halusinansi dirumah, beri kegiatan, jangan biarkan sendiri.

t) Cara merawat halusinasi di rumah, beri kegiatan, jangan biarkan sendiri.

u) Beri reinforcement karena sudah berinteraksi.

v) Diskusikan dengan klien keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat.

w) Anjurkan klien minta obat sendiri pada perawat dan merasakan manfaat.

x) Anjurkan klien bicara minta pada dokter tentang manfaat, efek samping obat

y) Bantu klien minum obat.

(Sumber Yosep, 2011) e. Resiko perilaku kekerasan

1) Tum : Klien dapat mengontrol atau mencegah

perilaku kekerasaan baik secara fisik, sosial, verbal, dan spiritual.

(28)

2) Tuk :

a) Bina hubungan saling percaya.

b) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan.

c) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku

kekerasan.

d) Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan.

3) Intervensi :

a) Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan

komunikasi terapeutik.

b) Bantu klien mengungkapkan perasaan.

c) Bantu klien untuk mengungkapkan tanda perilaku

kekerasan.

d) Diskusikan dengan klien keuntungan dan kerugian perilaku

kekerasan.

e) Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku

kekerasan.

f) Anjurkan klien mempraktekan latihan.

5. Implementasi

Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada situasi nyata implementasi seringkali jauh berbeda dengan rencana (Direja, 2011).

(29)

6. Evaliasi

Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan yang telah dilakukan. Evaluasi dapat dilakukan menggunakan pendekatan S.O.A.P yaitu subjektif, objektif, analisis, perencanaan pada klien dan perencanaan pada perawat.

Gambar

Tabel II.1 Rentang Respon Konsep Diri  Rentang Respon Konsep Diri
Gambar II.1 Psikopatologi Harga Diri Rendah  Faktor Predisposisi
Gambar II.2 Pohon Masalah   Risiko Tinggi Perilaku Kekerasan-----Akibat

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Yosep (2011) karateristik perilaku yang dapat di tunjukan klien dan kondisi halusinasi berupa seseorang yang merasakan meliputi mendengar suara-suara,

Mekanisme koping gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran menurut stuart (2007), perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang

Dapat disimpulkan bahwa harga diri rendah adalah perasaan negatif yang di rasakan tentang dirinya sendiri yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung

Gangguan berhubungan karena keakutan penolakan dan harga diri rendah, klien menjadi kejam, merendahkan diri atau mengeksploitasi orang lain, perilaku ini adalah menarik diri

pada saat melakukan sesi terapi terhadap klien yang memang belum pernah merasakan direct hipnosis atau hipnosis langsung. Tes sugestibilitas merupakan proses untuk menguji

kedaerah yang baru. Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor pencetus. Jelaskan dan bantu klien terkait dengan tindakan pereda nyeri non. farmakologi dan non invasive. Ajarkan

Berdasarkan dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa gangguan harga diri rendah adalah gangguan konsep diri dimana harga diri merasa gagal mencapai keinginan,

b. Motivasi klien menceritakan jenis-jenis tindak kekersan yang selama ini pernah di lakukannya. Motivasi klien menceritakan perasaan klien setelah tindak kekerasan tersebut