• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORI A. KONSEP DASAR HALUSINASI 1. Pengertian - ANGGI FITRIYANI BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORI A. KONSEP DASAR HALUSINASI 1. Pengertian - ANGGI FITRIYANI BAB II"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

A. KONSEP DASAR HALUSINASI

1. Pengertian

a. Skizofrenia

Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area, fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realita, merasakan dan menunjukkan emosi dan berperilaku dengan sikap yang tidak dapat diterima secara sosial (Farida, 2010).

Menurut Videback (2008), Skizofrenia merupakan penyakit mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan perilaku yang aneh dan terganggu. Gejala skisofrenia dibagi dalam dua kategori utama yaitu gejala positif atau gejala nyata, yang mencangkup waham, halusinasi, dan diagnosis, bicara, dan perilaku yang tidak teratur, serta gejala negatif atau gejala samar, seperti efek daftar, tidak memiliki kemauan, dan menarik diri dari masyarakat atau rasa yang tidak nyaman.

b. Halusinasi

(2)

masuk atau dengan perkataan lain dapat disebutkan sebagai pengalaman tentang benda-benda dan kejadian-kejadian yang ada pada saat itu (Yosep, 2007).

Menurut Varcarolis, Halusinasi adalah terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang sering adalah halusinasi pendengaran (Auditory-hearing voices or sound), penglihatan (Visual-seeing persons or things), penciuman (Olfactory-smelling odors), pengecapan (Gustatory-experiencing tastes) (Yosep, 2011).

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan dan penghidu. Klien merasakan stimulus yang betulnya tidak ada (Damaiyanti, 2008).

Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah / pola stimulus yang datang disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau distorsi terhadap stimulus tersebut (Nanda-1, 2012).

2. Etiologi

1) Faktor Predisposisi

Menurut Yosep (2011) adalah : a. Faktor perkembangan

(3)

tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi hilang percaya diri.

b. Faktor sosiokultural

Seseorang merasa tidak diterima di lingkungannya sejak bayi akan membekas di ingatannya sampai dewasa dan ia akan merasa di singkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya. c. Faktor biokimia

Adanya stress yang berlebih yang di alami oleh seseorang maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang bersifat

halusinogenik neurokimia buffofenon dan metytranferase

sehingga terjadi ketidakseimbangan asetil kolin dan dopamine. d. Faktor psikologis

Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab akan mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat aditif. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam nyata.

e. Faktor genetik dan pola asuh

(4)

2) Faktor presipitasi

Menurut Rawlins (1993), penyebab halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi (Yosep, 2011), adalah :

a. Dimensi fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.

b. Dimensi emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatau terhadap ketakutan tersebut.

c. Dimensi intelektual

(5)

d. Dimensi sosial

Klien mengalami gangguan interaksi dalam fase awal dan comforting, klien menggangap bahawa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan. Klien asik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial,control diri dan harga diri yang tidak di dapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi di jadikan system control oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungan dan halusinasi tidak berlangsung.

e. Dimensi spiritual

(6)

dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.

3. Jenis halusinasi

Menurut Yosep (2007: 79), jenis halusinasi di bagi menjadi 8 yaitu : 1) Halusinasi pendengaran (auditif, akustik)

Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut di tujukan pada penderita sehingga tidak jarang penderita bertengkar dan berdebat dengan suara-suara tersebut.

Suara tersebut dapat dirasakan berasal dari jauh atau dekat, bahkan mungkin datang dari tiap bagian tubuhnya sendiri. Suara bisa menyenangkan, menyuruh berbuat baik, tetapi dapat pula berupa ancaman, mengejek, memaki atau bahkan yang menakutkan dan kadang-kadang mendesak/ memerintah untuk berbuat sesuatu seperti membunuh dan merusak.

2) Halusinasi penglihatan (visual, optik)

Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik). Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan. 3) Halusinasi penciuman (olfaktorik)

(7)

Bau dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai suatu kombinasi moral.

4) Halusinasi pengecapan (gustatorik)

Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi penciuman, penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi gastorik lebih jarang dari halusinasi gustatorik.

5) Halusinasi raba (taktil)

Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat, yang bergerak di bawah kulit. Terutama pada keadaan delirium toksis dan skizofrenia. 6) Halusinasi seksual/ halusinasi raba

Penderita merasa diraba dan diperkosa, sering pada skizofrenia dengan waham kebesaran terutama mengenai organ-organ.

7) Halusinasi kinestetik

Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau anggota badannya yang bergerak-gerak, misalnya “phantom phenomenon” atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak (phantom limb). Sering pada skizofrenia dalam keadaan toksik tertentu akibat pemakaian obat tertentu.

8) Halusinasi visceral;

(8)

4. Tahapan Halusinasi

Menurut Kusumawati dan Hartono (2010: 106), tahapan halusinasi terdiri dari 4 fase yaitu :

1) Fase I (Comforting)

Comforting disebut juga fase menyenangkan, pada tahapan ini masuk dalam golongan nonpisikotik. Karakteristik dari fase ini klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat di selesaikan. Pada fase ini klien berperilaku tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respons verbal yang lambat jika sedang asik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.

2) Fase II (Conndeming)

(9)

3) Fase III (Controlling)

Controling disebut juga ansietas berat, yaitu pengalaman sensori menjadi berkuasa. Karakteristik klien meliputi bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya dengan halusinasinya, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa berkeringat, tremor, dan tidak mampu memenuhi perintah.

4) Fase IV (Conquering)

Conquering disebut juga fase panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik yang muncul pada klien meliputi halusinasi berubah menjadi mengancam, memerintah dan memerahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain dan lingkungan. Perilaku klien menunjukan perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

5. Tanda dan Gejala Halusinasi

Menurut Videback (2004: 310), halusinasi dibagi menjadi 6 tipe (dalam Yosep, 2011) yaitu :

1) Halusinasi pendengaran (Auditory-hearning voices or sounds) Data Subjektif :

(10)

♣ Mendengar suara atau bunyi

♣ Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap ♣ Mendengar seseorang yang sudah meninggal

♣ Mendengar suara yang mengancam diri klien atau orang lain atau

suara lain yang membahayakan. Data Objektif :

♣ Mengarahkan telinga pada sumber suara ♣ Bicara atau tertawa sendiri

♣ Marah-marah tanpa sebab ♣ Menutup telinga

♣ Mulut komat kamit ♣ Ada gerakan tangan

2) Halusinasi penglihatan (Visual-seeing persons or things) Data Subjektif :

♣ Melihat orang yang sudah meninggal, melihat makhluk tertentu,

melihat bayangan, hantu atau sesuatu yang menakutkan, cahaya ♣ Monster yang memasuki perawat.

Data Objektif :

♣ Tatapan mata pada tempat tertentu ♣ Menujuk kearah tertentu

(11)

3) Halusinasi penghidu (Olfactory-smelling odors) Data Subjektif :

♣ Mencium sesuatu seperti bau mayat, darah, bayi, feses, atau bau

masakan, parfum yang menyengat

♣ Klien sering mengatakan mencium bau sesuatu

♣ Tipe halusinasi ini sering menyertai klien demensia, kejang atau

penyakit serebrovaskuler. Data Objektif :

♣ Ekspresi wajah sepewrti mencium bau sesuatu dengan gerakan

cuping hidung, mengarahkan hidung pada tempat tertentu. 4) Halusinasi peraba (Tactile-feeling bodily sensations)

Data Subjektif :

♣ Klien mengatakan ada sesuatu yang menggerayangi tubuh seperti

tangan, binatang kecil, makhluk halus.

♣ Merasakan sesuatu dipermukaan kulit, merasakan sangat panas atau

dingin, merasakan tersengat aliran listrik Data Objektif :

♣ Mengusap, menggaruk-garuk, meraba-raba permukaan kulit

♣ Terlihat mengerak-gerakan badan seperti merasakan sesuatu rabaan

5) Halusinasi pengecap (Gustatory-experiencing tastes) Data Subjektif :

♣ Klien seperti sedang merasakan makanan tertentu, rasa tertentu

(12)

Data Objektif :

♣ Seperti mengecap sesuatu ♣ Gerakan mengunyah ♣ Meludah atau muntah

6) Cenesthetic & Kinestetic hallucinations Data Subjektif :

♣ Klien melaporkan bahwa fungsi tubuhnya tidak dapat terdeteksi

misalnya tidak adanya denyutan di otak, atau sensasi pembentukan urine dalam tubuhnya, perasaan tubuhnya melayang di atas bumi. Data Objektif :

♣ Klien menatap tubuhnya sendiri dan terlihat merasakan sesuatu

yang aneh tentang tubuhnya.

6. Psikopatologi

Proses terjadinya halusinasi diawali dari atau dengan orang yang menderita halusinasi akan menganggap sumber dari halusinasinya berasal dari lingkungannya atau stimulus eksternal (Yosep, 2011). Pada fase awal masalah itu menimbulkan peningkatkan kecemasan yang terus dan sistem pendukung yang kurang akan menghambat atau membuat persepsi untuk membedakan antara apa yang dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun.

(13)

merasa nyaman dengan halusinasinya. Pada fase condermning klien mulai menarik diri. Pada fase controlling klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berhenti. Pada fase conquering klien lama kelamaan sensorinya terganggu, klien merasa terancam dengan halusinasinya terutama bila tidak menuruti perintahnya.

Model Adaptasi Stress menurut Stuart (2013) :

Gambar II. 1 Psikopatologis, Model adaptasi Stress menurut Stuart

Faktor Predisposisi

Biologi Psikologi Sosial Budaya Stressor Psesipitasi

Sifat Asal Waktu Jumlah Penilaian terhadap stressor

Kognitif Afektif Fisiologis Perilaku Sosial Sumber-sumber koping

Kemampuan personal Dukungan sosial Aset materi Keyakinan positif Mekanisme koping

Construtive Destructive

Menarik diri Proyeksi Regresi Rentang respons

(14)

7. Rentang Respon

Gambar II. 2 Rentang respon

Adaptif Maladaptif

(Yosep, 2011).

8. Mekanisme koping

Mekanisme koping klien Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran menurut Stuart (2007), perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurologis maladaptive yaitu :

1) Regresi

(15)

2) Proyeksi

Sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi 3) Menarik diri

9. PenatalaksanaMedis

Terapi farmakologi untuk pasien jiwa menurut Kusumawati & Hartono (2010) adalah sebagai berikut :

1) Anti Psikotik

Jenis : Clorpromazin (CPZ), Haloperidol (HLP) Mekanisme kerja : Menahan kerja reseptor dopamin dalam otak

Sebagai penenang, penurun aktifitas motorik, mengurangi insomnia, sangat efektif untuk

mengatasi : delusi, halusinasi, ilusi, dan gangguan proses berfikir.

Efek samping :

a. Gejala ekstrapiramidal seperti berjalan menyeret kaki, postur condong kedepan, banyak keluar air liur, wajah seperti topeng, sakit kepala, dan kejang

b. Gastrointestinal seperti mulut kering, anoreksia, mual, muntah, berat badan bertambah.

(16)

2) Anti Ansietas

Jenis : Atarax, Diazepam (chlordiazepoxide) Mekanisme kerja : Meredakan ansietas atau ketegangan yang

berhubungan dengan situasi tertentu. Efek samping :

a. Pelambatan mental, mengantuk, vertigo, bingung, tremor, letih, depresi, sakit kepala, ansietas, insomnia, bicara tidak jelas

b. Anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, kemerahan, dan gatal-gatal.

3) Anti Depresan

Jenis : Elavil, asendin, anafranil, norpamin, sinequan, tofranil, ludiomil, pamelor, vivactil, surmontil.

Mekanisme kerja : Mengurangi gejala depresi, penenang Efek samping :

a. Tremor, gerakan tersentak-sentak, ataksia, kejang, pusing, ansietas, lemas, dan insomnia

b. Pandangan kabur, mulut kering, nyeri epigastrik, kram abdomen, diare, hepatitis, ikterus

c. Retensi urine, perubahan libido, disfungsi erelsi. 4) Anti Manik

Jenis : Lithoid, klonopin, lamictal

(17)

Efek samping : Sakit kepala, tremor, gelisah, kehilangan memori, suara tidak jelas, otot lemas, hilang koordinasi. 5) Anti Parkinson

Jenis : Levodova, trihexipenidyl (THP)

Mekanisme kerja : Meningkatkan reseptor dopamine untuk mengatasi gejala parkinsonisme akibat penggunaan obat antipsikotik, menurunkan ansietas, iritabilitas.

Efek samping : Sakit kepala, mual, muntah, dan hipotensi.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utama dalam proses keperawatan, tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan masalah atas permasalahan klien. Pengkajian yang dilakukan pada pasien halusinasi meliputi data :

a. Faktor Predisposisi (Stuart, 2007)

Faktor predisposisi yang mempengaruhi pada pasien halusinasi dapat mencakup :

- Dimensi Biologis

(18)

dan penelitian pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang diadopsi yang menunjukan peran genetik pada skizofrenia.

- Psikologis

Teori psikodinamika untuk terjadinya respons neurobiologis yang maladaptif belum didukung oleh penelitian.

- Sosial budaya

Stress yang menumpuk dapat menunjang awitan skizofrenia dan gangguan psikotik lain, tetapi tidak di yakini sebagai penyebab utama gangguan.

b. Faktor Presipitasi

Stressor yang mencetuskan halusinasi bagi setiap individu bersifat unik. Stresor tersebut dapat disebabkan dari luar maupun dalam. Contoh stressor yang berasal dari luar antara lain serangan fisik, kematian, dan lain-lain. Sedangkan stressor yang berasal dari dalam antara lain putus hubungan dengan orang yang berate, kehilangan rasa cinta, ketakutan terhadap penyakit fisik, dan lain-lain. Selain itu lingkungan yang terlalu rebut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan, dapat memicu perilaku kekerasan. c. Persepsi (Keliat, 2012)

- Mengkaji jenis dan isi halusinasi

(19)

2. Diagnosa Keperawatan

a. Akibat : Resiko perilaku mencederai diri

b. Masalah Utama : Gangguan sensori persepsi : Halusinasi pendengaran

c. Penyebab : Isolasi sosial : menarik diri

d. Penyebab : Gangguan konsep diri : Harga diri rendah (Keliat, 2006).

3. Pohon Masalah

Gambar II. 3 Pohon Masalah

Resiko perilaku mencederai diri

Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi pendengaran Core problem

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

(Keliat, 2006).

4. Intervensi

Menurut Yosep (2011), yaitu :

1) Gangguan sensori persepsi : Halusinasi

a. Tujuan umum

Klien dapat mengontrol halusinasi. b. Tujuan khusus

(20)

 Klien dapat mengontrol halusinasi

 Klien memilih cara mengatasi seperti yang telah didiskusikan  Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol

halusinasi

 Klien dapat memanfaatkan obat secara teratur

c. Intervensi

 Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan

prinsip komunikasi teraputik  Sapa klien dengan sopan  Perkenalkan diri dengan sopan

 Tanyakan nama klien dengan lengkap  Jelaskan tujuan pertemuan

 Tunjukan sikap empati  Beri perhatian kepada klien

 Observasi tingkah laku klien tertarik dengan halusinasi  Bantu klien mengenal halusinasi

 Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan

halusinasi

 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika

halusinasi.

 Diskusikan manfaat yang dilakukan klien dan beri pujian

pada klien

(21)

 Bantu klien melatih cara memutus halusinasi  Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dilatih

 Ajarkan klien untuk member tahu keluarga jika mengalami

halusinasi

 Diskusikan dengan keluarga pada saat berkunjung tentang

gejala halusinasi yang dialami

 Cara yang dapat dilakukan klien untuk memutuskan

halusinasi

 Cara merawat halusinasi dirumah, beri kegiatan, jangan

biarkan sendiri

 Beri reinforcement karena sudah berinteraksi

 Diskusikan dengan klien keluarga tentang dosis, frekuensi,

dan manfaat obat

 Ajarkan klien minta obat sendiri pada perawat dan merasakan

manfaat

 Anjurkan klien bicara minta pada dokter tentang manfaat,

efek sampng obat  Bantu klien minum obat

2) Isolasi sosial

a. Tujuan Umum

Klien dapat berinteraksi dengan orang lain b. Tujuan khusus

(22)

 Klien dapat mengetahui keuntungan dan kerugian

berhubungan dengan orang lain

 Klien dapat mengidentifikasikan penyebab isolasi sosial  Klien dapat berkenalan

 Klien dapat menentukan topic pembicaraan

 Klien dapat berinteraksi dengan orang lain secara bertahap

berkenalan dengan orang pertama (perawat)

 Klien dapat berinteraksi dengan secara bertahap berkenalan

dengan orang kedua (teman perawat) c. Intervensi

 Beri salam dan panggil nama klien

 Sebutkan nama perawat dan sambil berjabat tangan  Jelaskan tujuan interaksi

 Jelaskan kontrak yang akan di buat  Beri rasa aman dan tunjukan sikap empati

 Beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya

 Bantu klien mengungkapkan alasan klien dibawa ke rumah

sakit

 Beri kesempatan klien mengatakan keuntungan berhubungan

atau berinteraksi dengan orang lain

(23)

 Beri kesempatan klien dan bantu klien menentukan topik

pembicaraan

 Latih berhubungan sosial secara bertahap dengan perawat  Masukan dalam jadwal kegiatan klien

 Latih cara berkenalan dengan dua orang atau lebih dengan

teman satu ruangan atau sesama pasien  Masukan dalam jadwal kegiatan klien

3) Resiko Perilaku kekerasan

a. Tujuan Umum

Klien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan baik secara fisik, sosial, verbal, spiritual.

b. Tujuan Khusus

 Bina hubungan saling percaya

 Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan

 Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan  Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan

c. Intervensi

 Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan

komunikasi terapuitik

 Bantu klien mengungkapkan perasaan

 Bantu klien untuk mengungkapkan tanda perilaku kekerasan  Diskusikan dengan klien keuntungan dan kerugian perilaku

(24)

 Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku

kekerasan

 Ajarkan klien mempraktekan latihan

4) Harga Diri Redah

a. Tujuan Umum

Klien dapat meningkatkan harga diri b. Tujuan Khusu

 Klien mampu membina hubungan saling percaya  Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki  Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan

 Klien dapat merancang kegiatan sesuai dengan kemampuan

yang dimiliki

 Klien dapat melakukan kegiatan

c. Intervensi

 Bina hubungan terapuitik

 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang masih

dimiliki klien

 Beri kesempatan klien untuk mencoba

 Setiap bertemu klien hindarkan penilaian agresif  Utamakan memberikan pujian realistik

 Diskusikan dengan klien kegiatan yang masih bisa digunakan  Rencanakan bersama

(25)

5. Implementasi

Tindakan keperawatan (Implementasi) dilakukan berdasarkan rencana yang telah di buat. Tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi klien saat ini. Perawat bekerja sama dengan klien, keluarga, dan tim kesehatan lain dalam melakukan tindakan (Keliat, 2007).

6. Evaluasi

Gambar

Gambar II. 1 Psikopatologis, Model adaptasi Stress menurut Stuart
Gambar II. 2 Rentang respon

Referensi

Dokumen terkait

1) Klien mampu melakukan batuk efektif;.. 2) Pernapasan klien normal (16-20 kali per menit) tanpa ada penggunaan otot bantu napas, bunyi napas normal, dan pergerakan

Berdasarkan pengamatan dan kajian status klien maka karakteristik klien yang dilibatkan dalam terapi aktivitas kelompok ini adalah klien dengan masalah keperawatan seperti

Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan.. Dengan

5. b) Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. c) Klien dapat menerima realita perubahan struktur, bentuk atau fungsi tubuh. e) Klien

Mekanisme koping gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran menurut stuart (2007), perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang

kekerasan. 5) Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan. 6) Anjurkan klien mempraktekan latian. Tum :Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal..

Agar penentuan pohon masalah dapat di pahami dengan jelas, penting untuk diperhatikan yang terdapat pada pohon masalah : Penyebab (kausa), masalah utama (core

mengatur arus informasi sensori yang berhubungan dengan perasaan untuk mencegah berlebihan di korteks. Kemungkinan pada klien dengan harga diri rendah apabila ada