BAB II KONSEP DASAR
A. Pengertian
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulasi yang mendekat yang diprakarsai secara internal atau eksternal disertai dengan suatu pengurangan berlebihan-lebihan, distorsi atau kelainan berespon terhadap setiap stimulus (Townsend, 1998). Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi sensori yang tidak terjadi dalam realitas (Videbeck, 2008).
Halusinasi merupakan pencerapan tanpa adanya rangsangan apapun pada panca-indera seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, fungsinal, psikotik ataupun histerik (Maramis, 1998). Halusinasi merupakan suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai dengan adanya rangsangan dari luar (Yosep, 2007).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan halusinasi merupakan persepsi klien melalui panca indera tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
B. Rentang Respons Neurobiologis
Respon perilaku klien dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon yang berhubungan dengan fungsi neurobiologis. Perilaku yang dapat diamati dan mungkin menunjukkan adanya halusinasi disajikan dalam table berikut :
Rentang Respon Neurobiologis
Geurobiolo
Gambar 1. Rentang Respon Neurobiologis (Stuart, 2007). Respon Maladaptif Respon Adaptif 1. Gangguan pikiran atau waham 2. Halusinasi 3. Ketidakmampuan untuk kontrol emosi 4. Ketidakteraturan perilaku 5. Isolasi sosial 1. Pikiran logis 2. Persepsi akurat 3. Emosi konsisten dengan pengalaman 4. Perilaku sesuai 5. Hubungan sosial 1. pikiran kadang menyimpang 2. Ilusi 3. Reaksi emosional berlebihan atau kurang
4. Perilaku aneh atau tak lazim
Dari bagan diatas bisa dilihat rentang respon neurobiologis bahwa respon adaptif sampai maladaptif yaitu:
a. Respon adaptif 1. Pikiran logis
Pendapat atau pertimbangan yang dapat diterima akal. 2. Persepsi akurat
Pandangan dari seseorang tentang suatu peristiwa secara cermat. 3. Emosi konsisten dengan pengalaman
Kemantapan perasaan jiwa sesuai dengan peristiwa yang pernah dialami. 4. Perilaku sesuai
Kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan dengan individu tersebut diwujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan yang tidak bertentangan dengan moral.
5. Hubungan sosial
Hubungan seseorang dengan orang lain dalam pergaulan di tengah-tengah masyarakat.
b. Respon transisi
1. Pikiran kadang menyimpang
Kegagalan dalam mengabstrakkan dan mengambil kesimpulan. 2. Ilusi
3. Reaksi emosi berlebihan atau berkurang
Emosi yang diekspresikan dengan sikap yang tidak sesuai. 4. Perilaku aneh atau tak lazim
Perilaku aneh yang tidak enak dipandang, membingungkan, kesukaran mengolah dan tidak kenal orang lain.
5. Menarik diri
Perilaku menghindar dari orang lain. c. Respon maladaptif
1. Gangguan pikiran atau waham
Keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walau tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita sosial.
2. Halusinasi
Persepsi yang salah terhadap rangsang. 3. Ketidakmampuan untuk kontrol emosi
Ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan, keakraban dan kedekatan.
4. Ketidakteraturan perilaku
Ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan yang ditimbulkan. 5. Isolasi sosial
Suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Stuart, 2007).
C. Pengkajian
Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik belum diketahui, namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis, psikologis, sosial budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan, biologis, pemicu masalah dan mekanisme koping.
1. Faktor predisposisi :
Beberapa faktor predisposisi yang berkonstribusi pada respon munculnya neorobiologi seperti halusinasi antara lain :
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologi yang maladptif baru mulai dipahami, ini ditunjukkan oleh penelitian - penelitian yang berikut :
1. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan Skizoprenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan atrofi otak.
2. Beberapa zat kimia otak dikaitkan dengan skizofrenia. Hasil penelitian menunjukkan hal-hal berikut :
a. Dopamin neurotransmiter yang berlebihan.
b. Ketidakseimbangan antara dopamin dan neurotransmiter lain, terutama serotonin.
3. Penelitian pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang diadopsi menunjukkan peran genetik pada skizofrenia. Kembar identik yang dibesarkan secara terpisah mempunyai angka kejadian skizofrenia yang lebih tinggi dari pada pasangan saudara sekandung yang tidak identik. Penelitian terbaru memfokuskan pada pemetaan gen dalam keluarga dengan insiden skizofrenia yang lebih tinggi pada keturunan pertama dibandingkan dengan populasi secara umum.
b. Psikologis
Teori psikodinamika untuk terjadinya respon neurobiologis yang maladaptif belum didukung oleh penelitian. Teori psikologis terdahulu menyalahkan keluarga sebagai penyabab gangguan ini. Sehingga kepercayaan keluarga terhadap tenaga kesehatan jiwa profesional menurun. c. Sosial budaya
Stres yang menumpuk dapat menunjang awitan skizofrenia dan gangguan psikotik lain, tetapi tidak diyakini sebagai penyabab utama gangguan jiwa (Stuart, 2007).
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah: a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak
yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang ditentukan secara biologis berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis maladaptif yang berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap, dan perilaku individu (Stuart, 2007).
3. Menurut Videbeck (2008) berdasarkan jenis dan karakteristik halusinasi antara lain :
a. Halusinasi pendengaran meliputi mendengar suara-suara, paling sering adalah suara orang berbicara kepada klien atau membicarakan klien. Mungkin ada satu atau banyak suara ; dapat berupa suara orang yang dikenal atau tidak dikenal. Halusinasi pendengaran merupakan jenis halusinasi yang sering terjadi. Halusinasi perintah adalah suara-suara yang menyuruh klien untuk mengambil tindakan, sering kali membahayakan diri sendiri atau orang lain dan dianggap berbahaya. b. Halusinasi penglihatan dapat mencakup melihat bayangan yang
meninggal, atau mungkin sesuatu yang bentuknya rusak, misalnya melihat monster padahal yang dilihat adalah perawat.
c. Halusinasi Penciuman meliputi mencium aroma atau bau padahal tidak ada. Bau tersebut dapat berupa bau tertentu seperti urina atau feses, atau bau yang sifatnya lebih umum, misalnya bau busuk atau bau tidak sedap. d. Halusinasi pengecap mencakup rasa yang tetap ada dalam mulut, atau
perasaan bahwa makanan terasa seperti sesuatu yang lain. Rasa tersebut dapat berupa rasa logam atau pahit.
e. Halusinasi peraba (taktil) mengacu pada sensasi seperti aliran listrik yang menjalar keseluruh tubuh atau binatang kecil yang merayap dikulit. f. Halusinasi kinestetik terjadi ketika klien tidak bergerak tetapi melaporkan
sensasi gerakan tubuh. Gerakan tubuh kadang kala yang tidak lazim, misalnya melayang keatas tanah.
g. Halusinasi kenestetik meliputi laporan klien bahwa ia merasakan fungsi tubuh yang biasanya tidak dapat dideteksi. Contohnya yaitu sensasi pembentukan urine atau impuls yang ditransmisikan ke otak.
4. Tingkat intensitas halusinasi ( Stuart & Sundeen, 1998 ) : a. Tahap I : Menyenangkan – Ansietas tingkat sedang.
1. Tingkat :
2. Karakteristik
Orang yang berhalusinasi mengalami keadaan emosi seperti ansietas, kesepian, merasa bersalah, dan takut serta mencoba untuk memusatkan pada penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas, individu mengetahui bahwa pikiran dan sensori yang dialami tersebut dapat dikendalikan jika ansietasnya bisa diatasi ( Non Psikotik ).
3. Perilaku klien
a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai. b. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara. c. Gerakan mata yang cepat.
d. Respon verbal yang lamban.
e. Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.
b. Tahap II : Menyalahkan – Ansietas tingkat berat. 1. Tingkat
Secara umum halusinasi menjijikkan. 2. Karakteristik
Pengalaman sensori bersifat menjijikkan dan menakutkan, orang yang berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali dan mungkin berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan, individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya, dan menarik diri dari orang lain ( Non Psikotik ).
3. Perilaku klien
a. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas, misal peningkatan tanda – tanda vital.
b. Penyempitan kemampuan konsentrasi.
c. Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realita.
c. Tahap III : Mengendalikan – Ansietas tingkat berat 1. Tingkat
Pengalaman sensori menjadi penguasa 2. Karakteristik
Orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman halusinasi dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya, isi halusinasi dapat berupa permohonan, individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman sensori tersebut berakhir ( Psikotik ).
3. Perilaku klien
a. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya dari pada menolaknya.
b. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain. c. Rentang perhatian hanya beberapa menit.
d. Tahap IV : Menaklukkan – Ansietas tingkat panik 1. Tingkat
Secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan saling terkait dengan delusi.
2. Karakteristik
Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah, halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik ( Psikotik ).
3. Perilaku klien
a. Perilaku menyerang seperti panik. b. Potensial melakukan bunuh diri.
c. Amuk, agitasi, menarik diri, dan katatonik.
d. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.
D. Tanda Dan Gejala
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai. 2. Menggerakkan bibir tanpa menimbulkan suara. 3. Gerakan mata yang cepat.
4. Respon verbal yang lambat. 5. Menarik diri dari orang lain.
6. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata. 7. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
8. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998).
E. Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respons neurobiologis maladaptif meliputi :
1. Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energi untuk aktivitas hidup sehari-hari.
2. Projeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi. 3. Menarik diri (Stuart, 2007)
F. Masalah Keperawatan
Adapun masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan sensori persepsi halusinasi pendengaran antara lain :
a. Gangguan sensori/persepsi : Halusinasi pendengaran (Keliat, 2006). b. Resiko perilaku kekerasan (Keliat, 2006).
G. Pohon Masalah
Core problem
(Keliat, 2006)
H. Diagnosa Keperawatan 1. Resiko perilaku kekerasan.
2. Gangguan sensori/persepsi : Halusinasi pendengaran. 3. Isolasi sosial : menarik diri
Isolasi sosial : menarik diri Gangguan persepsi sensori :
halusiasi pendengaran Resiko perilaku kekerasan
I. Intervensi
PERENCANAAN No Tgl.
DX
DX.
KEPERAWATAN TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI
1 27/1 2/20 10 Perubahan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran TUM :
Pasien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya. TUK : 1. Pasien dapat membina hubungan saling percaya
1.1. Ekspresi wajah bersahabat, menujukan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat
1.1.1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik:
a. Sapa pasien dengan ramah baik verbal maupun non verbal b. Tanyakan nama lengkap dan
nama panggilan yang disukai pasien
c. Buat kontrak yang jelas
menepati janji setiap kali berinteraksi
e. Tunjukan sikap empati dan menerima apa adanya klien f. Beri perhatian kepada pada
pasien dan perhatikan kebutuhan dasar pasien
g. Tanyakan perasaan pasien dan masalah yang dihadapi pasien
2. Pasien dapat mengenal
halusinasinya
2.1. Pasien dapat menyebutkan: Jenis halusinasi, isi, waktu, frekuensi timbulnya halusinasi
2.1.1. Adakan kontrak sering dan singkat secara bertahap
a. Observasi tinglah laku pasien terkait dengan halusinasinya b. Tanyakan apakah pasien
mengalami sesuatu/halusinasi c. Jika pasien menjawab iya, tanyakan pa yang sedang dialaminya
2.2. Pasien dapat mengungkapkan bagaimana perasaannya terhadap halusinasi tersebut.
percaya pasien mengalami hal tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalami apa yang dirasakan klien
e. Katakan bahwa ada pasien yang lain yang mengalami hal yang sama
f. Katakan bahwa perawat akan membantu pasien
2.2.1. Diskusikan dengan pasien tentang apa yang dirasakannya jika terjadi halusinasi: marah, takut, sedih, senang.
3. Pasien dapat mengontrol
halusinasinya
3.1. Pasien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya
a. Pasien dapat menyebutkan cara baru mengontrol halusinasinya.
3.1.1 Identifikasi bersama klien cara yang dilakukan jika terjadi halusinasi
3.1.2 Diskusikan cara cara yang digunakan pasien,
a. Jika cara yang digunakan adaptif beri pujian
b. Pasien dapat memilih cara untuk mengendalikan halusinasinya
c. Pasien melaksankan cara yang dipilih untuk mengendalikan
halusinasinaya
d. pasien mengikutsertakan terapi aktivitas kelompok
b. Jika cara yang digunakan maladaptive diskusikan kerugian cara tersebut 3.1.3 Diskusikan cara baru untuk
memutuskan/mengontrol timbulnya halusinasi
a. Katakan pada diri sendiri bahwa itu tidak nyata (“Saya tidak mau dengar pada saat halusinasi terjadi)
b. Menemui orang lain atau perawat/teman/anggota keluarga untuk menceritakan tentang halusinasinaya c. Membuat dan melaksanakan
jadwal yang telah disusun d. Meminta
keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika terjadi halusinasi
3.1.4 Bantu pasien memilih cara yang sudah dinjurkan dan latih untuk mencobanya
3.1.5 Beri kesempatan klien untuk melakukan cara yang sudah dipilih dan dilatih jika berhasil diberi pujian.
i. Anjurkan pasien mengikuti terapi aktivitas kelompok
4. Pasien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinasinya
4.1. Keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan dengan perawat, keluarga mempu menyebutkan pengertian, tanda dan gejala,proses terjadinya halusinasi
4.1.1. Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan (waktu, tempat dan topik)
4.1.2. Diskusikan dengan keluarga (pada saat pertemuan keluarga/kunjungan rumah) a. Pengertian halusinasi b. Tanda dan gejala halusinasi c. Obat-obatan untuk
halusinasi
pasien dan keluarga untuk memutuskan halusinasi e. Cara merawat anggota
keluaraga yang halusinasi dirumah (Beri kegiatan berpergian bersama serta pantau obat-obatan dan cara pemberianya untuk mengatasi halusinasi) 5. Pasien dapat
memanfaatkan obat dengan baik
5.1.Pasien dapat menyebutkan: Pasien dapat mendemonstrasikan pengguanaan obat dengan benar, pasien dapat menyebutkan akibat berhenti minum obat
5.1.1. Diskusikan dengan pasien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat ( Nama, warna, dosis, cara, efek terapi, dan efek samping),
5.1.2. Pantau pasien pada saat minum obat
5.1.3. Beri pujian jika pasien menggunakan obat dengan benar
(Keliat, 2006) minum obat tanpa konsultasi dengan dokter
5.1.5. Anjurkan pasien untuk konsultasi kepada dokter atau pearawat jika terjadi hal-hal yang tidak di inginkan
J. Strategi pelaksanaan
Dx 1 :Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi Dengar
Pasien
SP 1 p
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien
2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
6. Mengidentifikasi respons pasien terhadap halusinasi
7. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan menghardik
8. Membimbing pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian
SP 2 p
1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan berbincang dengan
orang lain
3. Membimbing pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian
SP 3 p
1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan kegiatan ( yang biasa
dilakukan pasien)
3. Membimbing pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian
1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
2. Melatih cara mengontrol halusinasi dengan cara minum obat (prinsip
5 benar minum obat)
3. Membimbing pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
Keluarga
SP 1 k
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
2. Menjelaskan pengertian halusinasi, tanda dan gejala, serta proses
terjadinya halusinasi
3. Menjelaskan cara merawat pasien dengan halusinasi
SP 2 k
1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan
halusinasi
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pada pasien
halusinasi
SP 3 k
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk
minum obat
2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
Dx 2 : Isolasi Sosial : Menarik Diri
SP 1 p
1. Mengidentifikai penyebab isolasi sosial pasien
2. Mengidentifikasi keuntungan berinteraksi dengan orang lain
3. Mengidentifikasi kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
4. Melatih pasien berkenalan dengan satu orang
5. Membimbing pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian
SP 2 p
1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
2. Melatih pasien berkenalan dengan dua orang atau lebih
3. Membimbing pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian
SP 3 p
1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
2. Melatih pasien berinteraksi dalam kelompok
3. Membimbing pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian
Keluarga
SP 1 k
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami
pasien beserta proses terjadinya isolasi sosial
SP 2 k
1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan isolasi
sosial
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pada pasien
isolasi sosial
SP 3 k
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk
minum obat
2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
Dx 3 : Resiko Perilaku Kekerasan
Pasien :
SP 1 p
1. Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
3. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan
4. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
5. Mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan
6. Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan 1 (nafas dalam)
7. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP 2 p
1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
2. Melatih cara mengontrol perilaku kekerasan fisik II (memukul bantal)
SP 3 p
1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
2. Melatih cara mengontrol perilaku kekerasan cara verbal (meminta,
menolak dan mengungkapkan merah secara baik)
3. Membimbing pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
SP 4 p
1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
2. Melatih cara mengontrol perilaku kekerasan cara spiritual (berdoa,
sholat)
3. Membimbing pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
SP 5 p
1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
2. Melatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara minum obat
(prinsip 5 benar minum obat)
3. Membimbing pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
Keluarga
SP 1 k
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
2. Menjelaskan pengartian perilaku kekerasan, tanda dan gejala, serta
proses terjadinya perilaku kekerasan
SP 2 k
1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan
perilaku kekerasan
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pada pasien
perilaku kekerasan
SP 3 k
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk
minum obat