LATAR BELAKANG
Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak dan terpenting untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Salah satu usaha untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas adalah melalui pendidikan, yang bisa diwujudkan melalui pendidikan formal di sekolah (Ali, 2007).
Salah satu proses pendidikan dapat dilakukan melalui kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara optimal dan efisien sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan dan memiliki lulusan yang berkualitas dan berkompeten yang dapat menunjang kemajuan bangsa dan Negara (Ali, 2007). Untuk itu, siswa yang sedang berada di bangku Sekolah, diharapkan mampu mengembangkan semua pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya, sehingga di sekolah seharusnya siswa
sudah harus dituntun untuk dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran.
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat dilihat dari keikutsertaannya dalam melaksanakan tugas belajarnya. Keaktifan siswa dalam belajar dapat berwujud perilaku-perilaku yang muncul dalam proses pembelajaran tersebut, seperti perhatian terhadap ulasan materi pelajaran, respon terhadap suatu masalah dalam pembelajaran, dan kedisiplinan dalam mengikuti pembelajaran (Silberman, 2012).
yang sudah mereka miliki. Hal ini dimaksudkan agar para siswa nanti mampu untuk bersaing di dunia pendidikan yang lebih tinggi. Sebaliknya, Zaini, Munthe, & Aryani, (2004) menyatakan bahwa siswa yang kurang
aktif dalam proses pembelajaran, kemungkinan ada kecenderungan untuk melupakan materi, dan lemah dalam memahami materi yang telah diberikan oleh guru. Selain itu, jika siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran, tidak mungkin bisa menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk itu, para siswa harus benar-benar aktif dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas, tetapi kenyataannya para siswa masih kurang aktif dalam proses pembelajaran (Alfauzi, 2010).
Hal ini dapat dilihat dari fenomena yang terjadi pada siswa SMA Negeri 6 Ambon yang dalam proses pembelajaran memiliki peran aktif yang kurang dalam menyimak materi, tidak bisa menjawab setiap pertanyaan yang diberikan oleh guru, tidak aktif saat diskusi ataupun praktikum yang sedang berlangsung sehingga berdampak hasil praktikum yang gagal dan tidak sesuai dengan formatnya, ada yang tidur di kelas, bahkan para siswa sering bolos saat proses pembelajaran sedang berlangsung di kelas.
Sriyono (Sanjaya, 2007) mengatakan bahwa aktifnya siswa selama
Sukmadinata (2003) berpendapat bahwa, seseorang yang mempunyai waktu istirahat yang cukup, mampu mengelola kegiatannya, dan keadaan panca indera dan gizi yang baik akan membantunya untuk lebih bisa
berkonsentrasi dalam mendengar materi yang disampaikan oleh guru, mencatat materi, membaca materi, melakukan diskusi dan memecahkan masalah, serta melakukan setiap praktikum mata pelajaran dengan baik dari pada siswa yang mengalami kondisi tubuh yang kelelahan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi keaktifan siswa dalam proses pembelajaran ialah self-regulation, yang merupakan wujud kemandirian dari seorang siswa dalam mengatur dirinya sendiri untuk mencapai keberhasilan dalam sekolah (Suci, 2008).
Dengan adanya self-regulation ini diharapkan supaya siswa dapat menyadari sejak dini bahwa penyelesaian tugas-tugas sekolah dapat membantu siswa untuk memahami dan mampu mendapatkan hasil yang baik dari proses pembelajaran yang mereka tekuni. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya sekedar menerima dan menyerap informasi yang disampaikan oleh guru, tetapi siswa dapat melibatkan diri secara aktif dalam kegiatan pembelajaran, agar hasil belajarnya lebih baik dan sempurna. Dalam proses pembelajaran siswa, self-regulation pada
siswa juga ada peranannya terhadap keaktifan siswa, karena dengan adanya self-regulation dapat membuat siswa bisa mengatur dirinya untuk bisa ikut aktif dalam proses pembelajaran, sehingga suasana kelas bisa lebih kondusif (Sardiman, 2012).
proses elaborasi suatu pengetahuan, menemukan materi-materi belajar. Namun penelitian lainnya yang dilakukan oleh Massa, dkk. (2005) yang juga meneliti tentang kegiatan belajar secara online melalui internet
menemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara self-regulation dengan interaksi pelajar dan peran aktifnya dan juga dengan hasil belajarnya. Hal ini disebabkan karena dalam memberikan instruksi
online (web) membutuhkan tindakan yang bersifat reflektif dan peran aktif agar dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis pelajar dalam merancang, melihat dan mengevaluasi usaha belajar sehingga dapat meningkatkan self-regulation dan hasil belajar mereka.
Melihat fenomena dan hasil penelitian yang ada, maka penulis ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara
self-regulation dengan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.
MANFAAT PENELITIAN
Secara Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan psikologi pendidikan dan psikologi perkembangan mengenai besarnya hubungan self-regulation, terutama dengan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran pada siswa SMA Negeri 6 Ambon.
TINJAUAN PUSTAKA
Keaktifan Siswa Dalam Proses Pembelajaran
Dierich (dalam Rintayati dan Putro, 2011) mengatakan bahwa
keaktifan siswa dalam proses pembelajaran merupakan kegiatan belajar yang harus dilaksanakan dengan giat, rajin, dan selalu berusaha dengan sungguh-sungguh melibatkan fisik maupun mental secara optimal yang meliputi Visual activities, Oral activities, Listening activities, Writing activities, Dra wing activities, Motor activities, Mental activities, dan
Emotional activities supaya mendapatkan hasil belajar yang maksimal. pengertian keaktifan siswa dalam proses pembelajaran menurut Dierich (dalam Rintayati dan Putro, 2011), yang dipakai dalam penelitian ini.
Aspek-Aspek Keaktifan Siswa Dalam Proses pembelajaran
Dierich (dalam Sardiman, 2012) menjelaskan aspek-aspek yang terdapat dalam keaktifan siswa, yaitu:
a. Visual Activities (kegiatan visual). Kegiatan ini meliputi: membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, dan demonstrasi. b. Oral Activities (kegiatan lisan). Kegiatan ini meliputi:
mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu
tujuan, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi.
c. Listening Activities (kegiatan mendengarkan). Kegiatan ini meliputi: mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok.
e. Dra wing Activities (kegiatan menggambar). Kegiatan ini meliputi: menggambar, membuat grafik, chart, diagram, peta, dan pola.
f. Metric Activities (kegiatan motor). Kegiatan ini meliputi:
menyiapkan alat-alat percobaan, melakukan percobaan.
g. Mental Activities (kegiatan mental). Kegiatan ini meliputi: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan. h. Emotional Activities (kegiatan emotional). Kegiatan ini meliputi:
minat, membedakan, berani, dan tenang.
Siswa yang terlibat aktif dalam proses pembelajaran, adalah mereka yang dapat mengikuti aktivitas-aktivitas belajar di sekolah dengan baik seperti yang telah diuraikan di atas.
Ciri-Ciri Siswa Aktif Dalam Proses Pembelajaran
Suryosubroto (2002) mengatakan bahwa Siswa dikatakan aktif dalam proses pembelajaran bila terdapat ciri-ciri, yaitu:
a. Siswa berbuat sesuatu untuk memahami materi pelajaran. b. Pengetahuan dipelajari, dialami, dan ditemukan oleh siswa. c. Mencobakan sendiri konsep-konsep.
d. Siswa mengkomunikasikan hasil pikirannya.
Selain itu, Afiatin (2004) juga menyebutkan beberapa ciri siswa aktif dalam proses pembelajaran, yaitu:
a. Siswa memutuskan sendiri apa yang akan dipelajari dan bagaimana cara mempelajarinya.
b. Mempelajari sesuatu yang relevan dan bermakna bagi diri mereka. c. Mengaitkan apa yang sudah diketahuinya dengan pengalaman yang
Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Keaktifan Siswa Dalam Proses Pembelajaran
Kitsantas, dkk. (2009), mengatakan bahwa beberapa syarat bagi
siswa untuk mencapai kesuksesan akademik melalui peran aktifnya di sekolah, salah satunya adalah pengaturan diri yakni pengaturan sebaik-baiknya terhadap pikiran, tenaga, waktu dan sumber daya lainnya dalam belajar. Keberhasilan studi atau pencapaian tujuan dan cita-cita pada masing-masing siswa berbeda, tergantung pada kemampuannya mengatur dirinya sendiri untuk berhasil (Chen, 2002).
Self-Regulation
Bandura (dalam Gunarsa, 2004) mendefinisikan self-regulation
sebagai kemampuan individu untuk mempertahankan komitmennya terhadap suatu tujuan selama periode waktu tertentu, khususnya pada saat tidak ada penguatan dari luar diri individu (external reward).
Self-regulation ini membutuhkan aspek psikologis yang berguna untuk menetapkan standar pribadi, mengawasi tindakan yang dilakukan dan mengarahkan individu untuk berperilaku yang tepat dan mendukung pencapaian yang maksimal dalam proses pembelajaran.
Zimmerman (dalam Arsal, 2010), mengatakan bahwa self-regulation
Aspek-Aspek Self-Regulation
Zimmerman (dalam Jonker, Gemser, & Visscher, 2011) menyatakan bahwa ada 3 aspek dari self-regulation, yaitu: metakognitif, motivasi, dan
perilaku.
a. Metakognitif yaitu suatu komponen mengenai kemampuan individu dalam merencanakan, mengorganisasikan, melakukan pengawasan dan mengevaluasi diri pada proses pembelajaran.
b. Motivasi. Aspek ini berhubungan dengan kemampuan siswa dalam mendorong diri sendiri berkeyakinan diri, dan berkonsentrasi pada tujuan prestasi serta mampu mengelola emosi dan afeksi sehingga siswa dapat beradaptasi terhadap tuntutan tugas.
c. Perilaku (behavioral). Aspek ini berhubungan dengan kemampuan siswa dalam mengatur waktu, mengatur lingkungan fisik, memanfaatkan orang lain atau teman sebaya dan orang-orang sekolah dalam upaya meningkatkan aktivitas pembelajarannya. Penulis mengacu pada aspek tersebut adalah aspek-aspek tersebut lebih sesuai dengan keadaan subjek yang akan diteliti sebagai pelajar SMA dalam kegiatan menempuh studi di sekolah.
Manfaat Self-Regulation
dilakukan, dan perencanaan kegiatan belajar untuk mencapai prestasi yang maksimal. Dengan kata lain, self-regulation dapat membantu siswa untuk secara aktif mampu mengatur tindakan, cara berpikir, dan motivasi
dalam proses belajar untuk mencapai keberhasilan di dalam belajar (Zimmerman, 2000).
Remaja
Istilah remaja atau adolescence berasal dari kata latin adolescer (kata bendanya adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Monks, dkk. (2002) membagi masa remaja menjadi beberapa fase, yaitu usia 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, dan usia 18-21 tahun adalah masa remaja akhir.
Jadi, remaja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah remaja pertengahan yang berusia 15-18 tahun.
Ciri-Ciri Remaja
Santrock (2002) mengatakan bahwa masa remaja bermula dengan perubahan fisik yang cepat, pertambahan tinggi dan berat badan yang
drastis, perubahan bentuk tubuh, dan perubahan karakter seperti pembesaran buah dada, perkembangan pinggang dan kumis, dan perubahan suara. Pada masa perkembangan ini pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol, pemikiran semakin logis, abstrak dan ideal.
pria dan wanita dewasa, lawan jenis, masyarakat dan kemampuan mengerjakan sesuatu yang terkadang sukar untuk diselesaikan karena menganggap orangtua dan guru terlalu tua untuk mengerti pikiran dan
perasaannya.
Hubungan Antara Self-Regulation Dengan Keaktifan Siswa Dalam Proses Pembelajaran
Pada dasarnya siswa yang berada di bangku Sekolah Menengah Atas, merupakan bagian dari kategori usia remaja. Selama masa remaja, minat dan cita-cita terus berkembang. Remaja idealnya mengembangkan pendidikan dan pengetahuan agar mencapai sukses sebagai orang dewasa nantinya (White dalam Santrock, 2002).
Untuk mewujudkan hasil belajar yang maksimal di sekolah, maka keaktifan siswa dianggap penting dalam proses pembelajaran (Suryani, 2009). Tanpa adanya keaktifan siswa hasil yang dicapai tidak akan maksimal (Nugraheni, 2007).
Ada beberapa faktor yang memengaruhi keaktifan siswa dalam proses pembelajaran di kelas, salah satunya ialah self-regulation, karena
self-regulation membantu siswa untuk secara aktif mampu mengatur tindakan, cara berpikir, dan motivasi dalam proses belajar. Siswa yang memiliki keinginan untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran, maka mereka akan memperhatikan cara belajar mereka (Zimmerman dalam Duckwort, dkk., 2009).
siswa mampu mengatur diri mereka untuk bisa berhasil, maka hal tersebut akan terwujud (Susanto, 2006).
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Evensen,
Salisburry-Glennon, & Glenn (2001) yang menemukan bahwa siswa yang mampu mengatur dirinya dengan baik untuk belajar, cenderung memiliki motivasi belajar di kelas melalui keterlibatannya dalam proses pembelajaran lebih baik dari pada siswa yang tidak mampu mengatur dirinya dalam belajar.
Hipotesa
Berdasarkan tinjauan yang telah dijelaskan di atas, maka dirumuskan hipotesa penelitiannya adalah terdapat hubungan positif yang signifikan antara self-regulation dengan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran pada siswa SMA Negeri 6 Ambon.
METODOLOGI PENELITIAN Variabel Penelitian
Self-Regulation (Variabel Bebas)
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel bebasadalah
aspek-aspek dari self-regulation yaitu metakognitif, motivasi, dan perilaku (Zimmerman dalam Jonker, Gemser, & Visscher, 2011).
Keaktifan Siswa Dalam Proses Pembelajaran (Variabel Terikat)
Emotional activities supaya mendapatkan hasil belajar yang maksimal (Dierich, dalam Sardiman, 2012).
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswa SMA Negeri 6 Ambon yang berjumlah 388 siswa.
Menurut Sugiyono (2012) sampel merupakan sebagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah insidental sampling. Untuk penentuan kelas mana saja yang menjadi sampel, penulis memberikan hak kepada pihak sekolah untuk menentukannya.
Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah menggunakan sakala pengukuran psikologi, yang terdiri dari 2 skala, yaitu skala
self-regulation dan skala keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Item dalam skala-skala tersebut dikelompokkan dalam pernyataan favorable
dan unfavorable dengan menggunakan 4 alternatif jawaban dari skala Likert yang telah dimodifikasi yaitu, Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S),
Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Keseluruhan data diperoleh dari skala psikologi yang telah dibagikan kepada subjek.
Hasil Seleksi Item dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Self-Regulation
gugur sebanyak 8 item dengan koefisien korelasi item totalnya bergerak antara 0,314-0,749.
Sedangkan teknik pengukuran untuk menguji reliabilitas
adalah menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach, sehingga dihasilkan koefisien Alpha pada skala self-regulation sebesar 0,921. Hal ini berarti skala self-regulation reliabel
2. Keaktifan Siswa Dalam Proses Pmebelajaran
Perhitungan uji seleksi item dan reliabilitas skala keaktifan siswa dalam proses pembelajaran yang terdiri dari 32 item, diperoleh 31 item yang valid dengan koefisien korelasi item total bergerak antara 0,309-0,707, dan koefisien Alpha pada skala keaktifan siswa dalam proses pembelajaran sebesar 0,922 yang artinya skala tersebut reliabel.
Analisis Data
Teknik yang digunakan untuk menguji hubungan antara kedua variabel penelitian adalah korelasi Product Moment dari Pearson. Dalam penelitian ini, analisis data akan dilakukan dengan bantuan program khusus komputer statistik yaitu SPSS version 17.0 for windows.
HASIL PENELITIAN Uji Asumsi
Tabel Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Self-Regulation
Keaktifan Siswa Dalam Proses Pembelajaran
N 87 87
Normal Parametersa,,b Mean 107.86 94.25
Std. Deviation 14.241 12.475
Most Extreme Differences
Absolute .087 .114
Positive .068 .062
Negative -.087 -.114
Kolmogorov-Smirnov Z .815 1.061
Asymp. Sig. (2-tailed) .519 .211
Pada skala self-regulation diperoleh hasil skor sebesar 0,815 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,519 (p>0,05). Sedangkan pada skor keaktifan siswa dalam proses pembelajaran memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,1061 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,211. Dengan demikian kedua variabel memiliki distribusi yang normal.
Sementara dari hasil uji linearitas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel Uji Linearitas ANOVA Table
Sum of Squares df
Mean
Square F Sig.
KSDPP * SR
Between Groups (Combined) 11325.220 38 298.032 6.947 .000
Linearity 8551.080 1 8551.080 199.324 .000
Deviation from Linearity
2774.140 37 74.977 1.748 .035
Within Groups 2059.217 48 42.900
Total 13384.437 86
Hasil uji linearitas diperoleh nilai Fbeda sebesar 0,1748 dengan
self-regulation dengan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran adalah tidak linear.
Uji Korelasi
[image:15.516.63.456.162.589.2]Dari perhitungan uji korelasi antara variable bebas dan terikat, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel Hasil Uji Korelasi antara Self-Regulation dengan Keaktifan Siswa Dalam Proses Pembelajaran
Correlations
Self-regulation
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran
Self-regulation Pearson Correlation 1 .799
**
Sig. (1-tailed) .000
N 87 87
Keaktifan siswa
dalam proses
pembelajaran
Pearson Correlation .799** 1
Sig. (1-tailed) .000
N 87 87
Hasil koefisien korelasi antara self-regulation dengan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, sebesar 0,799 dengan signifikansi = 0,000 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara self-regulation dengan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran pada siswa SMA Negeri 6 Ambon.
Pembahasan
Berdasarkan penelitian mengenai hubungan antara self-regulation
antara self-regulation dengan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran pada siswa SMA Negeri 6 Ambon. Berdasarkan hasil uji perhitungan korelasi, keduanya memiliki r sebesar 0,799 dengan signifikansi sebesar
0,000 (p < 0,05) yang berarti kedua variabel yaitu self-regulation dengan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran memiliki hubungan yang positif.
Zimmerman (dalam Duckwort, dkk., 2009) menegaskan bahwa siswa yang secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran adalah mereka yang secara aktif mampu mengatur tindakan, cara berpikir, dan memiliki dorongan untuk belajar. Hal tersebut terlaksanakan dengan baik, karena mereka mampu memperhatikan cara belajar mereka. Keaktifan siswa merupakan keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, dan keaktifan dalam pembelajaran guna menunjang keberhasilan dalam belajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut (Kusuma & Aisyah, 2012). Untuk menampilkan hal tersebut, siswa harus mampu mengatur dirinya sebaik mungkin dalam belajar, sehingga mereka dapat memperoleh hasil yang maksimal. Maka dengan self-regulation akan dapat menyadari dan mengaplikasikan kemampuan diri dengan baik, sehingga dapat mencapai tujuan prestasi yang diinginkan.
Dari uraian di atas, penulis dapat mengatakan bahwa semakin tinggi
Hasil penelitian ini mendukung yang diutarakan oleh Barnard, dkk. (2008) bahwa dengan self-regulation dapat meningkatkan keaktifan pelajar dalam mencatat, meringkas, melakukan proses elaborasi suatu
pengetahuan, dan menemukan materi-materi belajar untuk menunjang keberhasilannya dalam belajar.
Jika dilihat sumbangan efektif yang diberikan self-regulation
terhadap keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, self-regulation
memberikan kontribusi sebesar63% dan sebanyak 37% dipengaruhi oleh faktor lain di luar self-regulation yang dapat berpengaruh terhadap keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, seperti faktor dari lingkungan misalnya pendampingan dari pihak guru kepada siswa dan pengaruh dari siswa yang lain (Winkel, 2009).
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara
self-regulation dengan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran pada siswa SMA Negeri 6 Ambon, diperoleh kesimpulan bahwa ada hubungan positif yang signifikansi antara kedua variabel. Besarnya sumbangan efektif self-regulation sebesar 63%. Hal ini menunjukkan bahwa
Self-regulation merupakan salah satu faktor yang sangat besar memengaruhi keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Sebagian besar subjek (60,92%) memiliki tingkat self-regulation berada pada kategori tinggi dan sebagian besar subjek (63,22%) memiliki tingkat keaktifan siswa dalam proses pembelajaran berada pada kategori tinggi.
meningkatkan self-regulation pada diri masing-masing siswa, seperti siswa disarankan mengikuti training atau pelatihan yang kemudian didesain dengan modul-modul berdasarkan aspek-aspek self-regulation
yaitu metakognisi, motivasi, dan perilaku (behavioral). Bagi sekolah dan guru hendaknya lebih mengembangkan berbagai cara dalam mendidik dan mengajar siswa, sehingga siswa mampu meningkatkan self-regulation mereka untuk ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Bagi peneliti selanjutnya, dapat meneliti lebih lanjut penelitian ini dengan mengembangkan variabel-variabel lain yang dapat digunakan, sehingga terungkap fakto-faktor yang memengaruhi keaktifan siswa-siswi dalam proses pembelajaran terutama di SMA Negeri 6 Ambon seperti pendampingan dari pihak guru kepada siswa, relasi siswa dengan siswa, inteligensi, bakat, kematangan, latar belakang kebudayaan, kurikulum, keadaan sekolah, dan teman bergaul. Selain itu, penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini terdapat kelemahan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis seperti penentuan sampel yang tidak maksimal karena dalam wawancara awal yang dilakukan oleh penulis dengan pihak sekolah, yang dimana didapati bahwa peran aktif siswa itu kurang secara keseluruhan dari kelas X sampai dengan kelas XII, sehingga penentuan sampelnya
DAFTARA PUSTAKA
Afiatin, T. (2004). Pembelajaran berbasis student-centered learning. Disampaikan dalam seminar implementasi nilai kearifan dalam proses pembelajaran berorientasi student-centered learning dibalai senat UGM, 30 November 2004. Diunduh pada tanggal 02 November 2013 dari http://inparametric.com/bhinablog/
Alfauzi, M. (2009). Upaya meningkatkan prestasi belajar biologi dan keaktifan siswa dengan menggunakan metode diskusi tipe “Buzz” pada materi pokok organisasi kehidupan siswa kelas VII SMP AL-Islam 1 Surakarta Tahun Ajaran 2008/2009. Skripsi (tidak diterbitkan). Solo: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.
Ali, M. (2007). Ilmu dan aplikasi pendidikan. Cetakan kedua. Bandung: PT IMTIMA.
Arsal, Z. (2010). The effects of diaries on self-regulation strategies of preservice science teachers. International Journal Of Environment & Science Education, 5 (1), 85-103.
Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi. Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Barnard L., Lan W. Y., To Y. M., Paton V. O, & Lai S. L. (2008). Measuring self-regulation in online and blended learning environments. Journal Psychology. Oktober No. 12 Hal 1-6.
Chen, C. S. (2002). Self-regulated learning strategies and achievement in anintroduction to information systems course. Information Technology, Learning And Performance Journal. Vol 20, No 1, 11-25.
Duckworth, K., Akerman, R., McGregor, A., Salter, E., & Vorhaus, J. (2009). Self-regulated learning: a literature review. Diakses pada
tanggal 28 Agustus 2013 dari
Evensen, D. H., Salisbury-Glennon., J. D., & Glenn, J. (2001). A qualitative study of six medical students in a problem-based curriculum: Toward a situated model of self-regulation. Journal of Educational Psychology, 93 (4), 659-676.
Gunarsa, S. D. (2004). Dari anak sampai usia lanjut bunga rampai psikologi pekembangan. Cetakan ke-1. Jakarta: Gunung Mulia.
Jonker, L., Elferink-Gemser, M. T., & Visscher, C. (2011). The role of self-regulatory skills in sport and academic performances of elite youth athletes. International Research Association For Talent Development and Excellence, 3 (2), 263-275.
Kitsantas, A., Steen, S., & Huie, F. (2009). The role of self-regulated strategies and goal orientation in predicting achievement of elementary school children. International Electronic Journal of Elementary Education.October Vol. 2, Issue 1.
Massa, Nicholas, Bell, Alexander, Kehrhahn, & Vallieres. (2005).
Learner Interaction and Self Regulation in web-based professiona l development. American Society for Enginering Education. Diunduh pada tanggal 28 Agustus 2013 dari
http://www.nebhe.org/info/pdf/programs/PHOTON2/Conference_Pa pers/ASEE_2005_Final_Learner.pdf
Monks F. J., Knoers A. M. P., & Haditono S. R. (2002). Psikologi perkembangan: pengantar berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Nugraheni, E. (2007). Student centered learning dan implikasinya terhadap proses pembelajaran. Jurnal Pendidika n. Maret No. 01. Vol. 8. Hal 1-10.
Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2004). Human development 9th edition. New York: McGraw Hill Inc.
teknologi (STM). Jurnal Didaktika Dwija Indria. No. 02. Vol. 1. 2011
Santrock, J. W. (2002). Life–span development: perkembangan ma sa hidup. Penerjemah: Juda Damanik. Edisi 5. Jakarta: Erlangga
Sardiman, A. M. (2012). Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Cetakan ke 21. Jakarta: Rajawali Pers
Silberman. M. L. (2012). Active learning : 101 cara belajar siswa aktif.
Edisi Revisi. Bandung: NUANSA.
Suci, R. R. (2008). Perbedaan self-regulation pada mahasiswa yang bekerja dan mahasiswa yang tidak bekerja. Jakarta: INQUIRY Jurnal Ilmiah Psikologi, 1 (1), 34-48.
Sugiyono. (2012). Metodologi penelitian pendidikan: pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sukmadinata, N. S. (2003). Landasan psikologi proses pendidikan.
Bandung: PT Remaja Rasdakarya.
Suryosubroto. (2002). Proses belajar mengaja r di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Susanto, H. (2006). Mengembangkan kemampuan self-regulation untuk meningkatkan keberhasilan akademik siswa. Jurnal Pendidika n Penabur. No.07/th V/Desember 2008, 64-71.
Zaini, H., Munthe, B., & Aryani, S. A. (2004). Strategi pembelaja ra n aktif. Edisi revisi. Yogyakarta: CTSD.