• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Penyesuaian Sosial di Sekolah pada Siswa Secondary School di Sekolah Internasional "X" Kota Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Penyesuaian Sosial di Sekolah pada Siswa Secondary School di Sekolah Internasional "X" Kota Bandung."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosional dengan penyesuaian sosial di sekolah pada siswa secondary school di Sekolah Internasional X Bandung. Responden merupakan seluruh populasi siswa secondary school di Sekolah Internasional X Bandung sebanyak 60 siswa. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian korelasional.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian adalah kuesioner kecerdasan emosional yang disusun berdasarkan teori Salovey & Mayer (1997) oleh Ellen Theresia, M.Psi, psikolog dan Ira Adelina, M.Psi, psikolog (2015) dan kuesioner penyesuaian sosial di sekolah yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori dari Schneiders (1964). Kuesioner kecerdasan emosional terdiri dari 58 item dengan rentang validitas antara -0.190 – 0.606 dan reliabilitas 0.651. Alat ukur penyesuaian sosial di sekolah terdiri dari 40 item dengan rentang validitas antara 0.115 – 0.658 dan reliabilitas 0.873. Data tersebut diperoleh dengan menggunakan uji korelasi Pearson Product Moment dan Uji Reliabilitas Alpha Cronbach.

Berdasarkan pada pengolahan data statistik terhadap data yang diperoleh, didapatkan koefisien korelasi untuk kecerdasan emosional dan penyesuaian sosial adalah rs =

0.533. Kesimpulan yang dapat diperoleh adalah terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan penyesuaian sosial di sekolah. Peneliti menyarankan agar dilakukan penelitian kontribusi kecerdasan emosional per-branch terhadap penyesuaian sosial di sekolah.

(2)

Abstract

This research was conducted to find the correlation between emotional intelligence and social adjustment at school on secondary student at International School X Bandung. There are 60 students based on whole population.

To collect the data, researcher use emotional intelligence questionnaire, that made based on Salovey & Mayer (1997) by Ellen Theresia, M.Psi, psikolog and Ira Adelina, M.Psi, psikolog and social adjustment at school questionnaire that made based on Schneiders (1964) theory. Emotional intelligence questionnaire consist of 58 items with validity range within -0.190 – 0.606 and the reliability are 0.651. Social adjustment questionnaire consist of 40 items with validity range within 0.115 – 0.658 and the reliability are 0.873. Data obtained by using correlation of Pearson Product Moment and Alpha Cronbach reliability test.

The result of this research shows that emotional intelligence and social adjustment at school on secondary student at International School X Bandung had significance correlation with coefficient correlation rs = 0.533.

For the future research, researcher suggests to conduct a research about the contribution of each branch in emotional intelligence to social adjustment at school.

(3)

DAFTAR ISI

Halaman Judul……….. i

Lembar Pengesahan ... ... ii

Surat Pernyataan Orisinalitas………. iii

Surat Pernyataan Publikasi Laporan Penelitian……… iv

Kata Pengantar ... ... v

Abstrak……….. viii

Abstract………. ix

Daftar Isi ... ... x

Daftar Bagan ... . xiii

Daftar Tabel ... ... xiv

Daftar Lampiran……….. xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... ... 1

1.2Identifikasi Masalah ... ... 7

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian ……… 7

1.3.2 Tujuan Penelitian ………. 8

1.4Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis ... ... 8

1.4.2 Kegunaan Praktis ... ... 8

1.5Kerangka Pemikiran ... ... 8

(4)

1.7 Hipotesis Penelitian ... …. 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Kecerdasan Emosional 2.1.1 Definisi Kecerdasan Emosional ... ... 17

2.1.2 Branch Kecerdasan Emosional ... ... 17

2.1.3 Aplikasi dari Kecerdasan Emosional di Sekolah ... 22

2.2Penyesuaian Sosial di Sekolah 2.2.1 Definisi Penyesuaian Sosial ... ... 26

2.2.2 Definisi Penyesuaian Sosial di Sekolah ... ... 26

2.2.3 Aspek Penyesuaian Sosial di Sekolah ... …... 27

2.2.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyesuaian Sosial ... …... 28 2.2.5 Penysuaian Diri yang Normal ……… 29

2.3 Remaja 2.3.1 Pengertian Remaja ……….. 31

2.3.2 Karakteristik Remaja ……….. 32

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN 3.1Rancangan dan Prosedur Penelitian………... 34

3.2Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.2.1Variabel Penelitian ... 35

3.2.2Definisi Operasional... 35

3.3Alat Ukur 3.3.1Alat Ukur Kecerdasan Emosioal ... 37

3.3.1.1 Sistem Penilaian ………... 38

3.3.2Alat Ukur Penyesuaian Sosial di Sekolah ... 39

(5)

3.3.3Data Pribadi dan Data Penunjang………... 41

3.3.4Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur………... 41

3.4 Populasi Sasaran 3.4 Populasi Sasaran... 43

3.5 Teknik Analasis Data ... 43

3.6 Hipotesis Statistik………... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden……….. 45

4.1.1 Data Responden……….. 45

4.1.1.1 Tingkat Pendidikan……….. 45

4.1.1.2 Golongan Siswa……… 46

4.2 Hasil Penelitian………. 46

4.3 Pembahasan……… 47

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan………. 50

5.2 Saran 5.2.1 Saran Teoretis……….. 50

5.2.2 Saran Praktis……… 51

DAFTAR PUSTAKA……… 52

DAFTAR RUJUKAN………... 54

(6)

DAFTAR BAGAN

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Bobot Penilaiaan Alat Ukur Kecerdasan Emosional………. 38

Tabel 3.2 Alat Ukur Kecerdsasan Emosional ……….………... 38

Tabel 3.3 Bobot Penilaian Penyesuaian Sosial di Sekolah……… 40

Tabel 3.4 Alat Ukur Penyesuaian Sosial di Sekolah ……… 40

Tabel 3.5 Tabel Koefisien Korelasi Alpha-Cronbach ………... 42

Tabel 4.1 Tabel Tingkat Pendidikan Siswa Secondary School Sekolah Internasional X ….. 45

Tabel 4.2 Tabel Golongan Siswa Secondary School Sekolah Internasional X……….. 46

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A – Data Mentah Lampiran B – Data Demografis

Lampiran C – Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penyesuaian Sosial Lampiran D – Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Kecerdasan Emosional

Lampiran E – Hasil Kecerdasan Emosional

Lampiran F – Hasil Penyesuaian Sosial di Sekolah

Lampiran G - Korelasi Kecerdasan Emosional & Penyesuaian Sosial di Sekolah Lampiran H – Cross tabulation

Lampiran I – Pernyataan Kesediaan

Lampiran J – Kuesioner Kecerdasan Emosional

Lampiran K – Kuesioner Penyesuaian Sosial di Sekolah

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu negera ke negera lainnya. Staf di sekolah terdiri dari orang-orang berbagai bangsa. Sekolah-sekolah sejenis ini biasanya menawarkan satu atau lebih program internasional (namun bukanlah program dari negara sekolah ini berada) atau merupakan kombinasi dari keduanya. Sekolah-sekolah ini adalah sekolah swasta yang tersebar di sejumlah negara (franchise). Sekolah internasional juga melayani orang tua (kebanyakan orang asing dan juga lokal) yang menginginkan putera-puterinya menerima pendidikan yang berbeda dari program lokal. Pada umumnya, orang tua siswa lokal tertarik oleh percampuran budaya yang terjadi di sekolah yang bersangkutan. (Ian Hill, 2008)

(10)

2 menerimanya. Berusaha untuk mengerti asal mula budaya dari perbedaan sudut pandang adalah hal yang mendasar dalam pemahaman keanekaragaman budaya. Mencari tahu dari mana asal sudut pandang tersebut dan mengetahui mengapa sebuah kebudayaan memiliki sebuah kepercayaan juga sangatlah penting (Ian Hill, 2008). Pemahaman mengenai perbedaan budaya juga menjadi penting karena pengekspresian emosi dalam setiap kebudayaan bisa berbeda(Ekman, 1992).

Saat ini terdapat tujuh sekolah internasional yang ada di Kota Bandung, dan salah satunya adalah Sekolah Internasional X. Sekolah Internasional “X” di Bandung didirikan pada

tahun 2006 dan menggunakan sistem pendidikan Cambridge (IGCSE) yang memiliki jenjang pendidikan dari pre-school, primary school, dan secondary school, dimana secondary school memiliki jenjang 4 tahun pendidikan yaitu dari kelas 7 hingga kelas 10. Saat ini sekolah internasional X memiliki 60 siswa secondary school yang tersebar di kelas 7 sebanyak 21 siswa, kelas 8 sebanyak 15 siswa, kelas 9 sebanyak 13 siswa dan kelas 10 sebanyak 11 siswa. Sekolah internasional “X” tidak hanya menerima siswa asing dari berbagai negara seperti Korea Selatan dan Singapura, namun juga siswa yang berasal dari sekolah nasional, persentase antara siswa asing dan siswa lokal adalah 20% siswa asing dan 80% siswa lokal. Sedangkan presentase guru lokal dan guru asing adalah 80% guru lokal dan 20% guru asing. Dari 60 siswa secondary school yang tersebar di empat tingkatan kelas, 19 siswa adalah siswa pindahan, sehingga proses pembiasaan dan pembelajaran di lingkungan baru akan berbeda dengan siswa yang sudah lama mengikuti pendidikan di sekolah X.

(11)

3 ini belum dapat dipenuhi oleh sebagian siswa yang ada di sekolah internasional “X”.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap staf pengajar oleh peneliti di sekolah internasional “X”, terdapat fakta bahwa masalah terbanyak yang dihadapi oleh staf pengajar

di sekolah “X” banyak berasal dari jenjang secondary school. Masalah utama yang sering

muncul adalah masalah disiplin. Siswa sering melanggar peraturan, tidak mengerjakan kewajiban sebagai siswa seperti tidak mengumpulkan tugas atau terlambat mengumpulkan, seringkali bersikap tidak sopan dan tidak menghargai guru dan staff di sekolah (mengucapkan kata yang kasar, melawan atau pun menghina guru), permasalahan penyesuaian dengan teman sebaya atau senior, dan tidak mengikuti program pembelajaran yang ada di sekolah dengan serius.

Berdasarkan observasi pada saat pelajaran Geografi di kelas yang dilakukan oleh peneliti terhadap 20 siswa di sekolah internasional X, tampak lima siswa didalam kelas cenderung tidak memerhatikan pelajaran yang sedang dijelaskan, sering bercanda, dan bertindak sesuai dengan keinginannya tanpa melihat keadaan di sekitar kelas. Siswa yang lain dapat mengikuti pemebelajaran dengan baik dan cukup serius, bahkan aktif bertanya jawab dengan guru mereka. Berdasarkan keterangan dari guru mata pelajaran lain, tindakan serupa juga terjadi di kelas mata pelajaran lain.

(12)

4 Oleh karena beragamnya siswa di sekolah, maka itu dibutuhkan penyesuaian sosial di sekolah agar siswa mampu berperilaku sesuai dengan norma, nilai, dan aturan yang berlaku di lingkungan sekitar, yaitu di sekolah agar tercipta kondisi yang kondusif pada kegiatan belajar-mengajar, juga pergaulan yang sehat antar siswa di sekolah.

Scheneiders (1964) menyatakan bahwa penyesuaian sosial adalah kemampuan individu untuk bereaksi secara efektif dan bermanfaat terhadap realitas sosial, situasi, dan hubungan sehingga tuntutan atau kebutuhan dalam kehidupan sosial terpenuhi dengan cara yang dapat diterima dan memuaskan. Secara lebih spesifik, penyesuaian sosial di sekolah merujuk pada kemampuan siswa untuk secara konsisten menyelaraskan diri dengan tuntutan lingkungan sekolah dengan memanfaatkan kemampuan yang dimilikinya agar dapat diterima oleh lingkungan. Dalam hal ini, siswa sekolah internasional “X” berada di lingkungan yang mayoritas adalah orang Indonesia, sehingga mereka dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan dan aturan orang Indonesia pada umumnya, terutama di sekolah. Meski pun budaya bebas berekspresi terjadi di sekolah, siswa seharusnya mampu untuk mengekspresikan perasaan atau pun emosinya kepada guru, karyawan, atau pun siswa lain dengan cara yang dapat diterima. Demikian pula dengan pergaulan dan komunikasi sehari – hari, terutama dengan guru, yang mayoritas berkewarganegaraan Indonesia.

(13)

5 Sebagian besar masalah remaja berpusat pada penampilan fisik, kesehatan dan perkembangan fisik, nilai, hubungan dengan anggota keluarga, guru, dan penyesuaian rumah. Ketidakmampuan menyesuaikan diri ini dapat menyebabkan ketidakhadiran, prestasi rendah, dan kebiasaan yang tidak layak lainnya dari remaja (Subramanyam, 1986).

Transisi ke sekolah menengah menandai akhir dari masa kanak-kanak ke masa remaja. Transisi ini sebagaimana yang dikatakan oleh Goleman (1995) adalah tantangan yang sulit di ranah emosi. Remaja yang memasuki sekolah menengah dihadapkan dengan suasana interaksi sosial yang tepat adalah elemen yang penting untuk sukses. Sebagaimana remaja muda tumbuh dan berkembang dalam tahap ini, menjadi cerdas secara emosi tidak hanya penting, tetapi kondisi yang diperlukan untuk berhasil di sekolah. Memiliki kecerdasan emosional akan memungkinkan siswa untuk berhubungan dengan teman sebaya dan menghadapi tantangan akademik (Adeyemo, 2005).

Kecerdasan emosional melibatkan kemampuan untuk memahami secara akurat, menilai, dan mengekspresikan emosi; menggunakan emosi untuk memandu proses berpikir; kemampuan untuk memahami dan menganalisis berbagai macam emosi serta kemampuan untuk mengatur emosi untuk mengatasi permasalahan (problem-solving). (Salovey, Mayer, 1997)

(14)

6 Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap tiga guru dan sepuluh siswa, permasalahan siswa secondary school di sekolah internasional “X”, yang kerap mengganggu aktivitas pembelajaran adalah bagaimana siswa kurang mampu mengekspresikan emosi yang mereka rasakan, sehingga seringkali pengekspresian dan pengaturan emosi terjadi di tempat yang tidak seharusnya, contohnya menangis keras-keras ketika pelajaran tengah berlangsung, marah terhadap guru dan teman tanpa alasan yang jelas, berbicara kasar terhadap guru karena tidak suka akan suatu hal, kurangnya motivasi siswa untuk belajar sehingga memengaruhi nilai, dan sebagainya.

Kurangnya rasa empati terhadap sesama, kurangnya pengenalan terhadap emosi yang dirasakan oleh diri sendiri, menjaga hubugan baik dengan orang lain baik dengan junior, senior, guru maupun karyawan juga merupakan berbagai permasalahan yang terjadi di sekolah internasional X. Terdapat tiga siswa yang dapat dikatakan cukup dewasa dan menunjukkan kecerdasan emosional yang baik di usianya. Mereka lebih bertanggung jawab secara akademis, mampu bersikap lebih tenang dalam menghadapi berbagai tugas yang diberikan secara mendadak, dan lebih peduli dengan lingkungan di sekitarnya.

Lima siswa yang berprestasi memiliki pengendalian diri dan manajemen diri yang baik didalam bidang akademik, namun terkadang bersikap kurang sopan dan kurang menghargai guru mereka, serta dua siswa menunjukkan perilaku tidak memerhatikan guru, dan bersikap tidak sopan di kelas. Siswa yang menampakkan beberapa aspek kecerdasan emosional yang tinggi juga tidak selalu menunjukkan penyesuaian sosial yang tinggi. Sebaliknya pula, siswa yang menampakkan beberapa aspek kecerdasan emosional yang rendah juga tidak selalu menunjukkan penyesuaian sosial yang rendah.

(15)

7 Hal ini menunjukkan siswa seringkali mengekspresikan emosi di tempat yang tidak seharusnya (misplaced) yang mengindikasikan adanya masalah di bidang kecerdasan emosional.

Berbagai masalah dalam emosi ini baik secara langsung atau pun tidak langsung dapat memengaruhi siswa dalam menjalani kesehariannya di sekolah, baik secara akademis maupun kehidupan sosial di sekolah. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan kecerdasan emosional dengan penyesuaian sosial di sekolah pada siswa secondary school di sekolah internasional “X” Kota Bandung

1.2 Identifikasi Masalah

Dari studi ini, peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan penyesuaian sosial di sekolah pada siswa secondary school Sekolah Internasional “X”, Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

(16)

8 1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memeroleh hubungan signifikansi antara kecerdasan emosional dan penyesuaian sosial di sekolah pada siswa secondary school Sekolah Internasional “X”, Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

 Memberikan informasi mengenai hubungan kecerdasan emosional dengan

penyesuaian sosial di sekolah pada siswa jenjang sekolah menengah pertama dalam bidang ilmu Psikologi Pendidikan.

 Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan

mengenai kecerdasan emosional dan penyesuaian sosial di sekolah.

1.4.2 Kegunaan Praktis

 Memberikan informasi kepada pihak sekolah mengenai hubungan antara penyesuaian

sosial dan kecerdasan emosional siswa secondary school di sekolah internasional X, agar dapat menjadi acuan untuk mengembangkan program pengajaran bagi siswa agar siswa mampu melakukan penyesuaian sosial di sekolah secara sehat.

1.5 Kerangka Pikir

(17)

9 baik secara fisik seperti perubahan hormonal maupun perubahan psikologis seperti perubahan cara berpikir, maka dalam setiap masa perkembangan seseorang perlu menyesuaikan diri. Oleh karena tugas perkembangan pada masa remaja menuntut perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku, maka masa ini bukanlah masa yang mudah bagi remaja. Terdapat transisi fisik, kognitif, dan sosial pada remaja. Pada transisi sosial, remaja mengalami perubahan dalam hubungan individu dengan manusia lain yaitu dalam emosi, dalam kepribadian, dan dalam peran dari konteks sosial dalam perkembangan. Membantah orang tua, serangan agresif terhadap teman sebaya, perkembangan sikap asertif, kebahagiaan remaja dalam peristiwa tertentu serta peran gender dalam masyarakat merefleksikan peran proses sosial-emosional dalam perkembangan remaja (Santrock, 2012).

Siswa di jenjang pendidikan secondary school juga menemui berbagai macam tuntutan dari lingkungan, seperti tuntutan akademis, emosi, dan tuntutan sosial. Dalam usaha untuk memenuhi berbagai tuntutan lingkungan, siswa harus mampu untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan – tuntutan tersebut. Kemampuan siswa untuk mengubah tuntutan menjadi tantangan adalah dengan cara beradaptasi terhadap tuntutan yang berasal dari lingkungan eksternal, yaitu lingkungan sekolah.

(18)

10 Penyesuaian sosial di sekolah diartikan sebagai kemampuan siswa untuk bereaksi secara tepat didalam realitas, situasi, dan relasi sosial, sehingga mampu berinteraksi secara wajar dan sehat, serta dapat memberikan kepuasan bagi dirinya dan lingkungan (Schneiders, 1964). Siswa yang dapat menyesuaikan diri di lingkungan sekolah ditandai oleh respon siswa yang sesuai dengan keadaan dirinya, sesuai dengan hubungan dengan teman, guru, maupun staf atau karyawan. Penyesuaian sosial di sekolah juga dapat membantu siswa untuk mengembangkan potensi atau kemampuan yang mereka miliki secara fleksibel tanpa diwarnai konflik didalam dirinya.

Schneiders (1964) telah menyusun tuntutan lingkungan atau perilaku yang diharapkan dan berkaitan dengan realitas, situasi, dan realasi sosial yang dihadapi oleh siswa di lingkungan sekolah menjadi lima aspek, yaitu (1) hormat dan mau menerima otoritas yang ada di sekolah, (2) menunjukkan minat dan partisipasi dalam kegiatan sekolah, (3) menjalin hubungan yang harmonis dengan teman dan guru, (4) mau menerima larangan dan tanggung jawab, serta (5) membantu sekolah untuk melaksanakan tujuan sekolah.

Aspek yang pertama, siswa di jenjang secondary school di sekolah internasional X dituntut untuk menerima dan menghargai otoritas yang ada di sekolah seperti kepala sekolah, guru, staf sekolah dan menaati berbagai peraturan yang berlaku serta menyadari pentingnya peraturan sekolah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan cara bersikap sopan dan santun terhadap kepala sekolah, guru, dan staf. Selain itu, siswa juga harus mengetahui dan menaati setiap aturan yang ada di sekolah dan menyadari konsekuensi jika berbuat kesalahan.

(19)

11 seefektif mungkin. Siswa juga diharapkan menyadari pentingnya kegiatan yang dirancang oleh pihak sekolah.

Pada aspek yang ketiga siswa di jenjang secondary school, juga dituntut untuk membina relasi yang sehat dengan teman sebayanya, dengan guru, staf, senior, maupun junior. Siswa mampu untuk berinisiatif untuk membina relasi yang baik dengan teman, guru dan staf, dapat memertahankan persahabatan dengan teman, bertutur kata yang sopan ketika sedang berbicara dengan guru atau orang yang lebih tua, menggunakan volume suara yang lebih rendah dari orang yang lebih tua ketika sedang berkomunikasi. Relasi yang sehat ini tidak hanya diharapkan didalam kehidupan nyata sehari-hari, namun juga melalui media sosial yang saat ini digunakan oleh hampir seluruh siswa secondary school di sekolah internasional X.

Aspek yang keempat adalah siswa secondary school adalah mampu menerima batasan dan tanggung jawab. Siswa harus berperilaku sesuai dengan norma yang berlaku dan diajarkan di sekolah, menjaga sikap ketika bertemu dengan kepala sekolah, guru, dan staf juga dengan siswa lain. Siswa juga dituntut untuk bertanggung jawab sebagai siswa untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas dengan sikap yang baik, serta mengerjakan segala tugas yang diberikan oleh guru dengan sungguh-sungguh.

Aspek yang kelima adalah membantu merealisasikan tujuan dari sekolah, dimana siswa diharapkan dapat membantu untuk mengharumkan nama sekolah dengan cara berpartisipasi dalam program yang disusun sekolah diluar dari kegiatan akademik yang terprogram, seperti mengikuti kompetisi atau perlombaan di berbagai bidang.

(20)

12 Faktor eksternal yang memengaruhi penyesuaian sosial adalah kondisi lingkungan, khususnya lingkungan rumah, keluarga, sekolah, dan masyarakat dan juga faktor kebudayaan termasuk agama.

Dalam penelitian ini, dari seluruh faktor yang memengaruhi penyesuaian sosial di sekolah, peneliti lebih menyoroti faktor emosi dan pembiasaan diri siswa di sekolah. Faktor belajar dan pembiasaan diri siswa di sekolah adalah salah satu faktor yang memengaruhi penyesuaian siswa di sekolah. Siswa di sekolah X tidak seluruhnya mengikuti pendidikan di jenjang secondary sejak awal (F1). Dari 60 siswa secondary school yang tersebar di empat tingkatan kelas, 19 siswa adalah siswa pindahan, sehingga proses pembiasaan dan pembelajaran di lingkungan baru akan berbeda dengan siswa yang sudah lama mengikuti pendidikan di sekolah X.

Dari faktor internal yang memengaruhi penyesuaian sosial di sekolah, peneliti akan menyoroti lebih dalam pada masalah emosi, karena beberapa anak tidak mampu untuk menemukan landasan emosional dan sosial yang solid sesuai dengan tahapan perkembangan mereka. Ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri dapat menyebabkan kesulitan untuk siswa itu sendiri dan lingkungan di sekitar mereka (Sumi, Marder, Wagner, 2005). Dari masalah emosional yang muncul seperti ketidakmampuan untuk mengidentifikasi emosi diri dan emosi orang di sekitar siswa, pengekspresian emosi yang tidak tepat, dan ketidakmampuan meregulasi emosi menunjukkan bahwa siswa memiliki permasalahan kecerdasan emosional.

(21)

13 Kecerdasan emosional menurut Salovey dan Mayer (1997) dibagi menjadi empat cabang, (1) Kemampuan untuk memersepsi, menilai, dan mengekspresikan emosi secara akurat, (2) menggunakan emosi untuk memandu proses berpikir, (3) memahami dan menganalisis berbagai macam emosi, dan (4) regulasi emosi untuk mengatasi permasalahan (problem-solving).

Secara keseluruhan, jika siswa memiliki derajat kecerdasan emosional yang tinggi, siswa akan mampu untuk akan menunjukkan perilaku penyesuaian sosial yang sesuai dengan tuntutan sekolah. Siswa akan menaati peraturan, berbicara dengan sopan terhadap kepala sekolah, guru, dan staf. Siswa juga akan dengan lapang dada menerima konsekuensi atau hukuman apabila mereka melakukan kesalahan, siswa juga akan menunjukkan sikap yang antusias dan memiliki keingintahuan yang kuat. Siswa akan memiliki pandangan yang positif mengenai program yang dirancang sekolah dan akan mengikutinya dengan sungguh-sungguh. Siswa akan menunjukkan sikap yang ramah, supel, mudah bergaul, dan mampu menjadi pendengar yang baik. Siswa akan mampu membina relasi yang sehat dengan teman sebayanya, junior maupun senior juga guru dan staf. Siswa akan mengikuti proses pendidikan dengan sungguh-sungguh. Siswa juga akan menyadari tanggung jawabnya sebagai seorang siswa, dalam hal ini mengerjakan tugas yang diberikan dengan tepat waktu, atau pun menerima tugas yang diberikan secara mendadak oleh guru. Siswa akan berusaha untuk membantu sekolah dalam merealisasikan tujuan sekolah dan mengharumkan nama sekolah dengan berprestasi di luar sekolah dalam berbagai bidang dan tingkatan.

(22)

14 bersikap menggurui (bossy), egois, agresif, dan banyak menuntut (demanding) terhadap teman-temannya atau pun kepada guru, acuh dan cenderung akan mengabaikan tugas-tugas yang diberikan kepada siswa, serta bersikap pasif dan tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya.

(23)

15

Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pikir Siswa

secondary

school

sekolah internasional

Penyesuaian Sosial di Sekolah

1. Menerima dan menghargai otoritas 2. Berpartisipasi dalam aktivitas sekolah 3. Membina relasi yang sehat dengan teman

sebaya, guru, dan staf di sekolah 4. Menerima batasan dan tanggung jawab 5. Membantu merealisasikan tujuan sekolah Kecerdasan Emosional

1. Persepsi, penilaian, dan ekspresi emosi. 2. Menggunakan emosi dalam memandu proses

berpikir.

3. Memahami dan menganalisis emosi, menggunakan pengetahuan emosional. 4. Regulasi emosi untuk mendukung

perkembangan emosional dan intelektual.

Faktor internal:

(24)

1.6 Asumsi Penelitian

 Siswa secondary school di Sekolah Internasional “X” melakukan penyesuaian sosial

di sekolah dengan cara yang beragam sesuai dengan derajat kecerdasan emosionalnya.  Kecerdasan emosional akan tercermin melalui kemampuan siswa untuk mengelola

penyesuaiannya dan memanifestasikannya ke lingkungan.

1.7 Hipotesis Penelitian

(25)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan yang signifikan antara Kecerdasan Emosional dengan Penyesuaian Sosial di Sekolah pada Siswa Secondary School di Sekolah Internasional X Bandung. 2. Faktor pembiasaan di sekolah dan jenis kelamin menunjukkan kecenderungan

keterkaitan dengan penyesuaian sosial di sekolah.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

Pada penelitian selanjutnya, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan jika ingin melakukan penelitian lebih mendalam mengenai kecerdasan emosional dan penyesuaian sosial di sekolah, yaitu:

1. Untuk lebih mendapatkan hasil penelitian yang komprenhensif, dapat melakukan penelitian secara khusus terhadap kontribusi branch kecerdasan emosional terhadap penyesuaian sosial di sekolah.

(26)

51

5.2.2 Saran Praktis

1. Pihak sekolah dapat memberikan pelatihan mengenai kecerdasan emosional bagi siswa secondary agar siswa lebih mampu menyesuaikan diri di lingkungan sekolah.

2. Fokus pelatihan kecerdasan emosional dapat dilihat dari branch yang memiliki skor terendah, yaitu branch 2, yaitu kemampuan untuk menggunakan emosi untuk memandu proses berpikir.

(27)

DAFTAR PUSTAKA

Adeyemo, David Akinlolu. 2005. The Buffering Effect of Emotional Intelligence on the Adjustment of Secondary School Students in Transition. Electronic Journal of Research in Educational Psychology, vol. 3, num. 6, September, 2005, pp. 79-90.

Azwar, Saifuddin. 2010. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Basu, Sarah. 2012. Adjustment of Secondary School Students. An International Peer Reviewed – Scholarly Research Journal for Interdisciplinary Studies, ISSN: 2278 – 8808.

Ekman, P. 1992. Facial Expression of Emotion. Journal of American Psychologist Vol. 48, No.4, hal. 384 ‐ 392.

Goleman, David. 1995. Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ, New

York: Bantam Books.

Hill, Ian. 2006. Do International Baccalaureate Programs Internationalize or Globalize? International Education Journal, 7(1), 98-108. ISSN 1443-1475 © 2006 Shannon

Research Press.

Nazir, Muhammad. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Salovey, Peter; Mayer, John D; Brackkett, Marc (Ed). 2004. Emotional Intelligence: Key Readings on the Mayer and Salovey Model. New York: National Professional Resources Inc./Dude Publishing.

(28)

Schneiders, Alexander A. 1964. Personal Adjustment and Mental Health. New York: Rinehart and Winston.

Siregar, Syofian. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif: Dilengkapi Perbandingan Perhitungan Manual & SPSS. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

Subramanyam, S., 1986, Academic adjustment and scholastic attainment of secondary school

children. J. Edu. Res. Extn. , 22 (3) : 159-169.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sumi, Carl; Marder, Camille; Wagner, Mary. 2005. The Social Adjustment of Elementary and Middle School Students with Disabilities. U.S. Department of Education: Special

(29)

DAFTAR RUJUKAN

Gosling, Mike. 2002-2010. MSCEIT Description. MSCEIT™ Copyright © 1999, 2002, Multi-Health Systems Inc. All Rights Reserved.

http://www.theguardian.com/science/2014/mar/31/happily-disgusted-scientists-map-facial-expressions diakses pada tanggal 10 Maret 2015.

Sharma, Manoj Kumar. 2011. A Study of Relationship of Emotional Intelligence with Adjustment, Stress and Achievement among Senior Secondary Students. A Thesis

Submitted to Maharshi Dayanand University. Rohtak : Department of Education

Maharshi Dayanand University.

Rahmania, Dhea. 2014. Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Penyesuaian Sosial di Sekolah pada Siswa Kelas VII di SMP Negeri “X” Bandung. Skripsi (tidak

Gambar

Tabel 3.2 Alat Ukur Kecerdsasan Emosional ……….………………….............................    38

Referensi

Dokumen terkait

Apakah terdapat korelasi antara skor faham dan skor guna terhadap mata pelajaran yang dipelajari sama ada 'faham dan akan digunakan' atau 'faham tetapi tidak digunakan' dalam kerjaya

Data yang disajikan selain data primer yang berasal dari instansi-instansi yang berada dalam wilayah Kecamatan Manyak Payed, juga yang dikumpulkan dari tiap-tiap

English Language Teaching and Research: Macquarie University.. Second language classroom: Research on teaching

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat motivasi petani mengusahakan tanaman hortikultura di lahan kering termasuk dalam kategori tinggi dengan nilai skor 56 dari skor

[r]

Menurut Robbins (2006), budaya organisasi merupakan sistem makna bersama terhadap nilai-nilai primer yang dianut bersama dan dihargai organisasi, yang berfungsi

Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Yayasan Penyu Laut Indonesia dan WWF Indonesia berupa pengamatan 310 ekor penyu hijau (Chelonia mydas) di ruaya pakan perairan

Barras dkk (2006) mengganti mekanisme model Murray (2003) dalam menganalisis model ini dengan domain pertumbuhan menggunakan kinetika Schnakenberg , yang timbul dari