• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek infusa herba Bidens pilosa L. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek infusa herba Bidens pilosa L. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida."

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif dan dosis efektif pemberian jangka pendek infusa herba Bidens pilosa L. terhadap tikus

putih betina galur Wistar terinduksi karbon tetrklorida.

Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus betina galur Wistar, umur 2-3 bulan, dengan berat ±120-200 gram dibagi secara acak menjadi 6 kelompok. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB secara intraperitoneal dan setelah jam ke-24 diambil darahnya.

Kelompok II (kontrol negatif) diberi olive oil 2 mL/kgBB secara intraperitoneal

dan setelah jam ke-24 diambil darahnya. Kelompok III (kontrol perlakuan) diberi infusa herba Bidens pilosa L. dosis 2 g/kgBB secara per oral, kemudian setelah 6

jam diambil darahnya. Kelompok IV, V, dan VI (kelompok perlakuan) masing- masing diberi infusa herba Bidens pilosa L. dengan dosis 0,5; 1 ;dan 2 g/kgBB,

kemudian 6 jam setelah pemberian infusa secara per oral dilakukan pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB secara intraperitoneal. Pada jam ke-24

setelah pemberian karbon tetraklorida, kelompok perlakuan diambil darahnya melalui sinus orbitalis mata tikus. Data serum ALT dan AST yang didapat, dianalisis dengan uji Shapiro-Wilk untuk melihat distribusi datanya kemudian

dilanjutkan analisis dengan uji One Way Anova untuk mengetahui perbedaan

aktivitas ALT dan AST serum antar kelompok.

Hasil penelitian menunjukkan adanya efek hepatoprotektif dari infusa herba Bidens pilosa L. dengan %hepatoprotektif dari peringkat dosis 1 hingga 3

berdasarkan serum ALT secara berurutan sebesar 73,38; 89,93; dan 62,63% dan berdasarkan serum AST sebesar 40,9; 57,3; dan 34,17%. Dari data pengukuran diperoleh dosis efektif pemberian jangka pendek infusa herba Bidens pilosa L.

sebesar 1 g/KgBB.

(2)

ABSTRACT

The aim of study research were to prove the hepatoprotective of Bidens pilosa L. herb infusion and the effective dose in short term period in female

Wistar rats induced carbon tetrachloride.

This research was purely experimental research with randomized complete direct sampling design. This research used 30 female Wistar rats, aged 2-3 month and 120-200 gram weight. Group I was carbon tetrachloride hepatotoxin control dose 2 mL/kgBW intraperitoneally and group II was olive oil control given 2 mL/kgBW intraperitoneally then after 24 hour their blood was drawn. Group III was control treatment given 2 g/kgBW infusion of Bidens pilosa

L. herb orally, then after 6 hour, their blood was drawn. Group IV-VI were the treatment group for infusion of Bidens pilosa L. herb with dose 0.5, 1, and 2

g/kgBW orally and then 6 hours after treatment given hepatotoxic dose of carbon tetrachloride at a dose of 2 mL/kgBW intraperitioneally. At the 24 hour after administration CCl4, all groups had blood drawn at the orbital sinus region for measured of ALT and AST serum activity. Data of ALT and AST serum which obtained were analyzed using Shapiro-Wilk test to look at data distribution and One Way ANOVA test was used to determine the differences in ALT and AST

serum of each group.

The result of this study shown, that the infusion Bidens pilosa L. herbs

had hepatoprotective effect with %hepatoprotective ALT serum were 73.38, 89.93, and 62.63%. The %hepatoprotective AST serum were 40.9, 57.3, and 34.17%. Based on those data, the most effective dose from infusion of Bidens pilosa L. in short term period was 1 g/kgBW.

Keywords : Hepatoprotective, Bidens pilosa L., infuse, carbon tetrachloride, short

(3)

EFEK HEPATOPROTEKTIF PEMBERIAN JANGKA PENDEK INFUSA HERBA Bidens pilosa L. TERHADAP AKTIVITAS ALT-AST SERUM

PADA TIKUS BETINA TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Prasetyo Handy Kurniawan NIM : 118114108

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

i

EFEK HEPATOPROTEKTIF PEMBERIAN JANGKA PENDEK INFUSA HERBA Bidens pilosa L. TERHADAP AKTIVITAS ALT-AST SERUM

PADA TIKUS BETINA TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Prasetyo Handy Kurniawan NIM : 118114108

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Education is a weapon whose effects depend on who holds it in

his hands and at whom it is aimed

-Stalin Joseph-

Kupersembahkan karya kecil ini untuk :

Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan pertolongan-Nya di dalam hidupku

Papa, Mama, Kakak dan Adik tercinta yang senantiasa memberi

doa, dukungan semangat dan kasih sayang

Lenny Lawren atas doa, cinta, kesabaran, dan dukungan

Sahabat-sahabatku terkasih

(8)
(9)
(10)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul “Efek Hepatoprotektif pemberian Jangka Pendek Infusa Herba Bidens pilosa

L. terhadap Aktivitas ALT-AST Serum pada Tikus Betina Terinduksi Karbon

Tetraklorida” ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pelaksanaan dan

penyusunan skripsi, tidak terlepas dari bantuan dan campur tangan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Prof. Dr. CJ Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Pembimbing, atas segala

arahan, bantuan, dukungan, motivasi, pengertian, kesabaran, dan

ketulusannya selama membimbing penulis dalam penelitian dan

penyusunan skripsi.

3. Ibu Phebe Hendra, Ph.D., Apt., selaku Dosen Penguji skripsi atas

bantuan dan masukkan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.

4. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji skripsi atas

(11)

viii

5. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M. Si., yang telah membantu peneliti dalam

determinasi tanaman Bidens pilosa L.

6. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., sebagai Kepala Laboratorium

Fakultas Farmasi terdahulu dan Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt.,

selaku Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi saat ini yang telah

memberi izin dalam penggunaan fasilitas laboratorium Imono,

Farmakologi-Toksikologi, Biofarmasetika-Farmakokinetika, Biokimia,

Farmakognosi-Fitokimia, dan Kimia Analisis demi terselesaikannya

skripsi ini.

7. Seluruh Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,

atas didikan, bimbingan, dan pendampingannya dalam proses

perkuliahan.

8. Pak Supardjiman selaku laboran Laboratorium Farmakologi-Toksikologi,

Pak Heruselaku laboran Laboratorium Biofarmasetika-Farmakokinetika,

Pak Wagiran selaku laboran Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia,

serta Pak Kayatno selaku laboran Laboratorium Biokimia atas kerja sama

dan segala bantuan selama dilaboratorium.

9. Komite Etik Universitas Gadjah Mada, atas ijin penggunaan hewan uji

dalam penelitian.

10. Alexander Budi Kuncoro, Apriyanto Gomes, Leonardo Susanto, dan

Vina Alvionita Soesilo sebagai rekan tim Bidens pilosa L dalam

menjalankan penelitian yang dengan rela membantu kegiatan penelitian

(12)

ix

11. Seluruh warga FKK B angkatan 2011 dan kelas C serta semua teman

Farmasi USD khususnya angkatan 2011.

12. Semua pihak yang telah membantu, memudahkan, dan memperlancar

proses skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik, saran dan masukan demi

kemajuan di masa yang akan datang. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kefarmasian, serta semua

pihak, baik mahasiswa, lingkungan akademis, maupun masyarakat.

Yogyakarta, 7 Januari 2015

(13)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

INTISARI ... xix

ABSTRACT ... xx

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan masalah ... 4

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian ... 5

B. Tujuan Penelitian ... 6

(14)

xi

2. Tujuan khusus ... 6

BAB II. PENELAHAAN PUSTAKA ... 7

A. Herba Bidens pilosa L. ... 7

1. Deskripsi tanaman ... 7

2. Klasifikasi tanaman ... 7

3. Nama daerah ... 8

4. Penyebaran ... 8

5. Kandungan fitokimia ... 8

6. Khasiat dan kegunaan ... 10

B. Hati ... 11

1. Anatomi dan fisiologi hati ... 11

2. Kerusakan hati ... 12

3. Perlemakan hati ... 13

C. Hepatotoksin ... 14

D. Karbon Tetraklorida (CCl4) ... 15

1. Sinonim karbon tetraklorida ... 15

2. Sifat karbon tetraklorida ... 15

3. Penggunaan karbon tetraklorida ... 15

4. Metabolisme karbon tetraklorida ... 16

E. Metode Penyarian ... 18

F. Pengukuran serum Alanine Transaminase (ALT) dan Aspartate Transaminase (AST) ... 19

(15)

xii

H. Hipotesis ... 21

BAB III. METODE PENELITIAN... 22

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 22

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 22

1. Variabel utama ... 22

2. Variabel pengacau ... 22

3. Definisi operasional ... 23

C. Bahan Penelitian ... 24

1. Bahan utama ... 24

2. Bahan kimia ... 24

D. Alat Penelitian ... 26

E. Tata Cara Penelitian ... 26

1. Determinasi herba Bidens pilosa L. ... 26

2. Pengumpulan bahan uji ... 26

3. Pembuatan serbuk herba Bidens pilosa L. ... 27

4. Penetapan kadar air pada serbuk herba Bidens pilosa L. ... 27

5. Pembuatan infusa herba Bidens pilosa L. ... 27

6. Penetapan dosis infusa herba Bidens pilosa L. ... 28

7. Pembuatan larutan karbon tetraklorida dalam olive oil ... 28

8. Uji pendahuluan ... 28

9. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji ... 29

10.Pembuatan serum ... 30

(16)

xiii

F. Tata Cara Analisis Hasil ... 30

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

A. Penyiapan Bahan ... 32

1. Determinasi tanaman ... 32

2. Penetapan konsentrasi infusa ... 32

3. Hasil penetapan kadar air ... 34

B. Uji Pendahuluan... 34

1. Penetapan dosis hepatotoksin kabon tetraklorida... 34

2. Penetapan waktu pencuplikan darah hewan uji... 35

3. Penentuan dosis infusa herba Bidens pilosa L. ... 40

C. Hasil Uji Efek Hepatoprotektif Jangka Pendek Infusa Herba Bidens Pilosa L. pada Tikus Betina Terinduksi Karbon Tetraklorida ... 40

1. Kontrol negatif olive oil 2 mL/kgBB ... 44

2. Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mL/kgBB ... 45

3. Kontrol perlakuan infusa herba Bidens pilosa L. 2 g/kgBB .... 46

4. Kelompok perlakuan infusa herba Bidens pilosa L. dosis 0,5; 1; 2 g/kgBB pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB ... 47

D. Rangkuman Pembahasan ... 55

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 58

(17)

xiv

LAMPIRAN ... 64

(18)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Tingkat relatif peningkatan enzim serum pada beberapa kasus

kerusakan hati oleh racun ... 17

Tabel II. Komposisi dan konsentrasi reagen ALT ... 25

Tabel III. Komposisi dan konsentrasi reagen AST ... 25

Tabel IV. Aktivitas serum ALT-AST setelah pemberian karbon

tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0, 24 , 48

jam ... 36

Tabel V. Perbedaan kenaikan aktivitas serum ALT setelah pemberian

karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada waktu

pencuplikan darah jam ke 0, 24, 48 jam ... 37

Tabel VI. Perbedaan kenaikan aktivitas serum AST setelah pemberian

karbon tetraklorida dosis 2mL/kgBB pada waktu pencuplikan

darah jam ke 0, 24, 48 ... 39

Tabel VII. Purata ± SE aktivitas serum ALT dan AST, serta % efek

hepatoprotektif tikus perlakuan infusa herba Bidens pilosa L.

terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ... 41

Tabel VIII. Perbandingan hasil antara seluruh kelompok kontrol terhadap

perlakuan infusa herba Bidens pilosa L. berdasarkan serum

(19)

xvi

Tabel IX. Perbandingan hasil antara seluruh kelompok kontrol terhadap

perlakuan infusa herba Bidens pilosa L. berdasarkan serum

AST pada variasi dosis tertentu ... 43

Tabel X. Aktivitas serum ALT-AST tanpa perlakuan (jam-0) dengan

perlakuan kontrol negatif (jam 24) ... 44

Tabel XI. Perbandingan aktivitas serum ALT tanpa perlakuan (jam-0)

dengan perlakuan kontrol negatif (jam-24) ... 45

Tabel XII. Perbandingan aktivitas serum AST tanpa perlakuan (jam-0)

(20)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Herba Bidens pilosa L. ... 7

Gambar 2. Struktur Metabolit Herba Bidens pilosa L. ... 9

Gambar 3. Struktur Mikroskopik Hati ... 11

Gambar 4. Struktur Karbon tetraklorida ... 15

Gambar 5. Mekanisme toksisitas karbon tetraklorida ... 17

Gambar 6. Diagram batang rata-rata aktivitas serum ALT setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada waktu 0, 24, 48 jam ... 37

Gambar 7. Diagram batang rata-rata aktivitas serum AST setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada waktu 0, 24 ,48 jam ... 39

Gambar 8. Diagram batang rata-rata aktivitas serum ALT tikus perlakuan infusa herba Bidens pilosa L. terinduksi karbon tetraklorida ... 42

(21)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto Serbuk Herba Bidens pilosa L. ... 65

Lampiran 2. Foto Pembuatan Infusa Herba Bidens pilosa L. ... 65

Lampiran 3. Foto Infusa Herba Bidens pilosa L. ... 65

Lampiran 4. Surat Determinasi Herba Bidens pilosa L. ... 66

Lampiran 5. Surat Medical and Health Research Ethics Committee (MHREC) ... 67

Lampiran 6. Hasil analisis statistik aktivitas serum ALT dan AST pada uji pendahuluan waktu pencuplikan darah hewan uji setelah induki karbon tetraklorida 2 mL/kgBB ... 68

Lampiran 7. Hasil analisis statistik data ALT dan AST pada kelompok kontrol olive oil dosis 2 mL/kgBB ... 73

Lampiran 8. Hasil analisis statistik data kontrol CCl4, kontrol olive oil, kontrol infusa, dan perlakuan infusa herba Bidens pilosa L. dosis 0,5 g/kgBB; 1 g/kgBB; dan 2 g/kgBB ... 77

Lampiran 9. Perhitungan %hepatoprotektif ... 87

Lampiran 10. Penetapan kadar air serbuk herba Bidens pilosa L. ... 88

(22)

xix

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif dan dosis efektif pemberian jangka pendek infusa herba Bidens pilosa L. terhadap tikus

putih betina galur Wistar terinduksi karbon tetrklorida.

Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus betina galur Wistar, umur 2-3 bulan, dengan berat ±120-200 gram dibagi secara acak menjadi 6 kelompok. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB secara intraperitoneal dan setelah jam ke-24 diambil darahnya.

Kelompok II (kontrol negatif) diberi olive oil 2 mL/kgBB secara intraperitoneal

dan setelah jam ke-24 diambil darahnya. Kelompok III (kontrol perlakuan) diberi infusa herba Bidens pilosa L. dosis 2 g/kgBB secara per oral, kemudian setelah 6

jam diambil darahnya. Kelompok IV, V, dan VI (kelompok perlakuan) masing- masing diberi infusa herba Bidens pilosa L. dengan dosis 0,5; 1 ;dan 2 g/kgBB,

kemudian 6 jam setelah pemberian infusa secara per oral dilakukan pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB secara intraperitoneal. Pada jam ke-24

setelah pemberian karbon tetraklorida, kelompok perlakuan diambil darahnya melalui sinus orbitalis mata tikus. Data serum ALT dan AST yang didapat, dianalisis dengan uji Shapiro-Wilk untuk melihat distribusi datanya kemudian

dilanjutkan analisis dengan uji One Way Anova untuk mengetahui perbedaan

aktivitas ALT dan AST serum antar kelompok.

Hasil penelitian menunjukkan adanya efek hepatoprotektif dari infusa herba Bidens pilosa L. dengan %hepatoprotektif dari peringkat dosis 1 hingga 3

berdasarkan serum ALT secara berurutan sebesar 73,38; 89,93; dan 62,63% dan berdasarkan serum AST sebesar 40,9; 57,3; dan 34,17%. Dari data pengukuran diperoleh dosis efektif pemberian jangka pendek infusa herba Bidens pilosa L.

sebesar 1 g/KgBB.

(23)

xx

ABSTRACT

The aim of study research were to prove the hepatoprotective of Bidens pilosa L. herb infusion and the effective dose in short term period in female

Wistar rats induced carbon tetrachloride.

This research was purely experimental research with randomized complete direct sampling design. This research used 30 female Wistar rats, aged 2-3 month and 120-200 gram weight. Group I was carbon tetrachloride hepatotoxin control dose 2 mL/kgBW intraperitoneally and group II was olive oil control given 2 mL/kgBW intraperitoneally then after 24 hour their blood was drawn. Group III was control treatment given 2 g/kgBW infusion of Bidens pilosa

L. herb orally, then after 6 hour, their blood was drawn. Group IV-VI were the treatment group for infusion of Bidens pilosa L. herb with dose 0.5, 1, and 2

g/kgBW orally and then 6 hours after treatment given hepatotoxic dose of carbon tetrachloride at a dose of 2 mL/kgBW intraperitioneally. At the 24 hour after administration CCl4, all groups had blood drawn at the orbital sinus region for measured of ALT and AST serum activity. Data of ALT and AST serum which obtained were analyzed using Shapiro-Wilk test to look at data distribution and One Way ANOVA test was used to determine the differences in ALT and AST

serum of each group.

The result of this study shown, that the infusion Bidens pilosa L. herbs

had hepatoprotective effect with %hepatoprotective ALT serum were 73.38, 89.93, and 62.63%. The %hepatoprotective AST serum were 40.9, 57.3, and 34.17%. Based on those data, the most effective dose from infusion of Bidens pilosa L. in short term period was 1 g/kgBW.

Keywords : Hepatoprotective, Bidens pilosa L., infuse, carbon tetrachloride, short

(24)

1

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Hati merupakan organ metabolisme terbesar dan kompleks yang terletak

di bawah kerangka iga. Salah satu fungsi hati adalah menjaga homeostatis

metabolik dengan mendetoksifikasi senyawa-senyawa yang masuk ke dalam

tubuh. Jika hati mengalami kerusakan atau kelainan maka fungsinya dalam tubuh

akan terganggu. Salah satu kelainan atau kerusakan organ hati yang sering

dijumpai adalah perlemakan hati (steatosis).

Penyakit perlemakan hati berdasarkan etiologinya dibedakan menjadi

dua, yaitu perlemakan hati diperantarai alkohol dan perlemakan hati yang tidak

diperantarai alkohol. Penyakit perlemakan hati yang tidak diperantarai alkohol

disebut nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD). Pada sebagian pasien yang

menderita NAFLD dikaitkan dengan faktor resiko sindrom metabolit seperti

obesitas, diabetes mellitus, dan dislipidemia. Secara histologi NAFLD dibagi

menjadi nonalcoholic fatty liver (NAFL) dan nonalcoholic steatohepatitis

(NASH). NAFL didefinisikan steatosis hati tanpa adanya kerusakan hepatosit

(ballooning). NASH didefinisikan sebagai steatosis hati dan peradangan dengan

kerusakan hepatosit (ballooning) dengan atau tanpa fibrosis (Chalasani, et al.,

2012).

NAFLD menjadi penyakit hati yang paling umum di seluruh dunia.

Prevalensi dari NAFLD pada populasi di negara-negara bagian Barat diperkirakan

(25)

sendiri prevalensi NAFLD mencapai 30% (Hasan, Gani, and Machmud., 2002).

Sekitar 2-3% dari populasi umum diperkirakan memiliki nonalcoholic

steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan hepatocarcinoma (Bellentani, Scaglioni, Marino, and Bedogni, 2010).

Indonesia adalah negara dengan biodiversitas tinggi yang memiliki

30.000 jenis tumbuhan dan 7.000 di antaranya merupakan tanaman obat

(Sampurno, 2003). Herba Bidens pilosa L. adalah salah satu tanaman di antaranya

yang berasal dari Amerika Selatan dan sekarang ditemukan di hampir semua

negara wilayah tropis dan subtropis di seluruh dunia termasuk Indonesia. Seluruh

bagian herba Bidens pilosa L., termasuk akar, batang, daun dan bunga baik dalam

bentuk segar ataupun kering sering digunakan sebagai bahan obat tradisional dan

hampir semua bagian pada herba Bidens pilosa L. memiliki kandungan flavonoid

(Bartolome, Villaseñor, Yang, 2013).

Beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa produk alami,

mengandung antioksidan akan mengurangi peroksidasi lipid yang disebabkan oleh

karbon tetraklorida (Khan and Ahmed, 2009). Di Taiwan herba Bidens pilosa L.

yang memiliki kandungan antioksidan telah terbukti efektif untuk menyembuhkan

hepatitis (Lee, Peng, Chang, Huang, and Chyau, 2013). Berdasarkan penelitian

Yuan, et al. (2008) ekstrak Bidens pilosa L. memiliki kadar flavonoid tinggi dan

berpotensi sebagai hepatoprotektor. Penelitian di Brazil menunjukan bahwa

aktivitas antioksidan dari herba Bidens pilosa L. sebagian besar diwakili oleh

senyawa golongan flavonoid (Cortés-Rojas, Chagas-Paula, Da Costa, Souza,

(26)

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa sebanyak

5,6 miliar orang didunia ini, 80% populasi telah memanfaatkan jamu untuk

menjaga kesehatan primer (Bartolome, et al., 2013). Di Indonesia, sebagian besar

pemanfaatan tanaman obat sebagai jamu dilakukan dengan cara merebus tanaman

obat yang kemudian air rebusan tersebut dikonsumsi. Proses pembuatan sediaan

farmasi yang mendekati dengan rebusan adalah infundasi karena dalam prosesnya

sama-sama mendapat pemanasan dengan penyari air.

Penelitian yang dilakukan oleh Ariyanti (2007) menguji aktivitas

antioksidan dari fraksi air ekstrak metanolik herba Bidens pilosa L. dan diketahui

pada fraksi air terdapat kandungan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan.

Ekstrak air dari herba Bidens pilosa L. memiliki efek hepatoprotektif terhadap

penyakit kolestasis pada tikus muda yang berumur 21 hari (Suzigan, Battochio,

Coelho, and Coelho, 2009). Berdasarkan kedua penelitian tersebut herba Bidens

pilosa L. dalam pelarut air memiliki aktivitas antioksidan dan hepatoprotektif.

Oleh karena itu, penggunaan infusa herba Bidens pilosa L. yang juga

menggunakan air sebagai pelarut diharapkan memiliki efek serupa.

Penelitian terbaru menunjukkan fraksi etil asestat herba Bidens pilosa L.

mengandung derivat flavonoid yang teridentifikasi quercetin memiliki aktivitas

hepatoprotektif terhadap kerusakan hati pada mencit terinduksi karbon

tetraklorida (Kviecinski, et al., 2011). Proses pemanasan pada infundasi akan

meningkatan kelarutan senyawa-senyawa fenolik serta flavonoid yang kurang

larut air. Salah satunya adalah metabolit sekunder quercetin dalam herba Bidens

(27)

2008). Kandungan flavonoid yang tersari dalam infusa diharapkan memiliki efek

hepatoprotektif terhadap kerusakan hati yang disebabkan oleh senyawa model

karbon tetraklorida.

Senyawa karbon tetraklorida (CCl4) merupakan pelarut industri yang

sering digunakan sebagai senyawa model untuk menginduksi perlemakan hati.

CCl4 dimetabolisme oleh mikrosomal hati sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) dan

akan membentuk radikal bebas triklorometil (•CCl3) (Jeon, et al., 2003). Ketika

radikal bebas triklorometil bereaksi dengan oksigen akan membentuk radikal

triklorometilperoksi yang lebih reaktif. Radikal bebas triklorometil dan radikal

triklorometilperoksi akan merusak membran lipid endoplasma diawali dengan

peroksidasi lipid. Peningkatan radikal bebas karbon tetraklorida akan berpengaruh

pada berbagai perubahan patologis hati (Cemek, et al., 2010).

Kerusakan sel-sel hati (hepatosit) atau kenaikan permeabilitas membran

akan melepaskan enzim-enzim transaminase seperti ALT menuju ke aliran darah.

Serum ALT merupakan indikator yang sensitif untuk kerusakan hati akut,

walaupun ALT lebih spesifik untuk penyakit hati dibandingkan AST, tetapi kedua

enzim ini sering diukur secara bersamaan untuk mengevaluasi kelainan hati.

(Bairwa, Kumar, Sharma, and Roy, 2010).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh

pemberian jangka pendek infusa herba Bidens pilosa L. sebagai efek

hepatoprotektif pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dengan melihat aktivitas

serum ALT dan AST dan untuk mengetahui dosis efektif pemberian jangka

(28)

1. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut :

a. Apakah pemberian perlakuan jangka pendek infusa herba Bidens pilosa L.

memiliki pengaruh hepatoprotektif terhadap penurunan aktivitas serum ALT

dan AST pada tikus putih betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida?

b. Berapakah dosis paling efektif pemberian jangka pendek infusa herba

Bidens pilosa L. pada tikus putih betina galur Wistar terinduksi karbon

tetraklorida?

2. Keaslian penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh Kviecinski, et al. (2011) melihat aktivitas

antioksidan dan efek hepatoprotektif dari fraksi etil asestat herba Bidenspilosa L.

yang mengandung quercetin–derivat flavonoid. Pada penelitian tersebut diketahui

bahwa herba Bidens pilosa L. memiliki efek hepatoprotektif pada mencit.

Penelitian Cortés-Rojas et al. (2013) yang meneliti senyawa bioaktif herba Bidens

pilosa L. didapatkan hasil yang menunjukan kandungan flavonoid pada herba Bidens pilosa L. bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidan. Penelitian

Suzigan, et al. (2009) melakukan uji hepatoprotektif terhadap penyakit kolestasis

dengan pemberian ekstrak air pada tikus berumur 21 hari.

Sejauh studi pustaka yang dilakukan oleh peneliti, penelitian tentang

efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek infusa herba Bidens pilosa L.

terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus putih betina galur Wistar terinduksi

(29)

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan

khususnya ilmu kefarmasian mengenai infusa herba Bidens pilosa L. yang

memiliki efek hepatoprotektif jangka pendek.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat terkait dosis efektif

pemberian jangka pendek infusa herba Bidens pilosa L. dalam menghasilkan efek

hepatoprotektif.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk membuktikan pemberian jangka pendek infusa herba Bidens

pilosa L. memiliki efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas serum ALT

dan AST pada tikus putih betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek infusa herba

Bidens pilosa L. terhadap penurunan aktivitas serum ALT dan AST pada

tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

b. Mengetahui dosis efektif pemberian jangka pendek infusa herba Bidens

pilosa L. dalam memberikan efek hepatoprotektif pada tikus betina galur

(30)

7

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Herba Bidens pilosa L. 1. Deskripsi tanaman

Gambar 1. Herba Bidens pilosa L. (Bairwa, et al., 2010)

Herba Bidens pilosa L. (gambar 1) merupakan tanaman terna (berbatang

lunak) yang berasal dari Amerika namun dinaturalisasi di Indonesia. Tanaman ini

tumbuh pada ketinggian 250-2.500 meter dpl. Tinggi tanaman ini dapat mencapai

150 cm dengan batang berbentuk segi empat berwarna hijau. Daun terbagi tiga,

berbentuk bulat telur dengan tepi bergerigi. Bunga bertangkai panjang, mahkota

bunga berwarna putih dengan putik berwarna kuning (Redaksi AgroMedia, 2008).

2. Klasifikasi tanaman

Kingdom : Plantae

(31)

Superdivision : Spermatophyta

Division : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Subclass : Asteridae

Order : Asterales

Family : Asteraceae

Genus : Bidens

Species : Bidens pilosa L.

(Agriculture USDA, 2014).

3. Nama daerah

Nama lokal herba Bidens pilosa L. di daerah Sunda adalah ajeran, dan

hareuga, sedangkan di Jawa, herba Bidens pilosa L. dikenal dengan nama

jarongan, ketul, dan petul (Redaksi AgroMedia, 2008).

4. Penyebaran

Herba Bidens pilosa L. tersebar di hampir semua daerah tropis dan

subtropis, antara lain Amerika, Afrika, Asia, dan Oceania (Arthur, Naidoo, and

Coopoosamy, 2012).

5. Kandungan fitokimia

Kandungan herba Bidens pilosa L. adalah poliasetilen, flavonoid, sterol,

terpenoid, dan hidrokarbon. Flavonoid merupakan metabolit yang paling dominan

pada herba Bidens pilosa L. yang dibagi kembali menjadi auron, kalkon, flavanon,

(32)

ditemukan dalam herba Bidens pilosa L. adalah auron, okaninglycoside,

centaurein, luteolin, quercetin, dan isoquercetin (gambar 2) (Bairwa, et al., 2010).

Gambar 2. Struktur Flavonoid Herba Bidens pilosa L. (Bairwa, et al., 2010)

Berdasarkan penelitian Bartolome, et al. (2013), dari 116 publikasi

mengenai eksplorasi dan penggunaan herba Bidens pilosa L. ditemukan 201

(33)

menjadi 12 golongan, yaitu 70 aliphatic, 60 flavonoid, 25 terpenoid, 19

phenylpropanoid, 13 aromatic, 8 porphiryns dan 6 golongan lainnya.

Herba Bidens pilosa L. memiliki kandungan flavonoid yang dominan,

tetapi dari 60 flavonoid yang telah teridentifikasi hanya tujuh yang telah dipelajari

memiliki aktivitas biologis. Beberapa nama flavonoid yang telah dipelajari

memiliki aktivitas biologis, yaitu centaureidin, centaurien, luteolin, butein,

quercetin 3-O-ß-D-galactopyranoside, quercetin 3,3’-dimethyl eter, dan jacein

(Bartolome, et al., 2013).

6. Khasiat dan kegunaan

Di Martinique, dekokta herba Bidens pilosa L. digunakan untuk

mengobat inflamasi dan hipoglikemik. Orang-orang Zulu memanfatkan rebusan

herba Bidens pilosa L. untuk pengobatan disentri, diare dan kolik. Di negara Cina,

Bidens pilosa L. telah populer digunakan sebagai bahan teh herbal atau obat

tradisional untuk mengobati berbagai gangguan, seperti diabetes, peradangan,

enteritis, disentri basiler dan faringitis (Chiang, Chang, Chang, Yang, Shyur,

2007). Di Brasil, herba Bidens pilosa L. secara luas telah digunakan sebagai oleh

masyarakat setempat untuk mengobati berbagai penyakit seperti demam, angina,

diabetes, edema, infeksi dan peradangan (Silva, et al., 2011). Suku Amazon

Indian telah menggunakan herba Bidens pilosa L. sebagai obat tradisional

antimalaria dan antitumor (Kviecinski, et al., 2008). Selain itu, di Amazon dan

Brasil selatan, rebusan hydroalcoholic akar Bidens pilosa L. berguna dalam

(34)

B. Hati 1. Anatomi dan fisiologi hati

Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh manusia dengan berat

rata-rata sekitar 1500 g atau sekitar 2,5% dari berat badan orang dewasa normal.

Bentuk hati menyesuaikan struktur di sekitarnya (Price dan Wilson, 2005). Hati

terletak di regio hypochondrium kanan dan epigastrium, dan secara keseluruhan

hati tertutup oleh dinding thorax. (Wibowo dan Paryana, 2009). Bagian atas hati

berbentuk cembung dan terletak di bagian kanan bawah diafragma dan sebagian di

sebelah kiri bawah. Bagian bawah hati berbentuk cekung dan melindungi

pankreas, ginjal kanan, lambung, dan usus (Price dan Wilson, 2005).

Hati terdiri dari dua lobus utama, yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan

dibagi menjadi segmen anterior dan posterior. Lobus kiri dibagi menjadi segmen

medial dan lateral. Di antara lempengan sel hati terdapat kapiler yang dinamakan sinusoid. Sel Kupffer (gambar 3) yang terdapat pada dinding sinusoid hati,

berfungsi sebagai sel endotel untuk memfagositosis mikroorganisme dalam vena

porta sebelum darah menyebar melewati seluruh sinusoid (Husadha, 1996).

(35)

Hati mempunyai peranan yang vital dalam kelangsungan hidup, hampir

setiap metabolisme dalam tubuh dilakukan oleh hati dengan 500 aktivitas yang

berbeda. Fungsi utama dari hati adalah untuk membentuk dan mensekresi

empedu. Selain itu, hati berperan dalam metabolisme protein, lemak dan

karbohidrat. Fungsi metabolisme lainnya adalah untuk penyimpanan vitamin, besi,

dan tembaga, konjugasi dan eksresi steroid adrenal, dan detoksifikasi beberapa

senyawa eksogen dan endogen. Detoksifikasi dilakukan secara enzimatis melalui

reaksi oksidasi, hidrolisis, reduksi, atau konjugasi senyawa-senyawa berbahaya

bagi tubuh kemudian mengubahnya menjadi bentuk yang tidak aktif (Price dan

Wilson, 2005).

2. Kerusakan hati

Kerusakan hati disebabkan karena adanya kerusakan yang parah pada

sel-sel hepatosit atau kerusakan berulang sel parenkim. Hati memiliki kapasitas

cadangan sehingga manifestasi klinis dari kerusakan hati baru akan muncul ketika

telah terjadi kerusakan hati yang mencapai 80%-90%. Kerusakan hati dibagi

menjadi tiga kategori, yaitu kerusakan hati akut, kerusakan hati kronis dan

disfungsi hati tanpa nekrosis yang tampak (Crawford dan Liu, 2010).

Berdasarkan manifestasi klinis yang terjadi dan pola spesifik pada

histopatologi, kerusakan sel hati dapat dibagi lebih lanjut sebagai berikut:

a. Nekrosis sentrolobuler

Sering terjadi pada induksi obat hepatotoksik yang bergantung

(36)

metabolit beracun dari suatu senyawa. Kerusakan yang terjadi menyebar

ke luar mulai dari tengah lobus.

b. Perlemakan hati (Steatosis)

Merupakan suatu kerusakan sel hati akut yang ditandai dengan

penumpukan lemak pada sel-sel hati. Obat-obat dapat menyebabkan

terjadinya steatonecrosis dengan cara mempengaruhi proses oksidasi

asam lemak di dalam mitokondria.

c. Phospholipidosis

Merupakan akumulasi dari fosfolipid sebagai pengganti asam

lemak. Fosfolipid biasanya menelan badan lisosom dari sel hati.

d. Kematian sel (nekrosis) hepatoselular tergeneralisasi

Nekrosis hepatoselular tergeneralisasi hampir mirip perubahan

karena adanya infeksi hati oleh virus yang umum. Waktu terjadinya gejala

biasanya terjadi setelah satu minggu atau lebih setelah pemejanan zat

beracun (Kirchain and Allen, 2008).

3. Perlemakan hati

Perlemakan hati dapat ditandai dengan adanya timbunan lemak melebihi

5% dari berat hati atau mengenai lebih dari separuh jaringan di sel hati.

Perlemakan ini terjadi akibat akumulasi lipid terutama dalam bentuk trigliserida

pada hepatosit yang merupakan akibat kelebihan suplai asam lemak dari jaringan

adiposa. Gangguan ini dapat terjadi karena beberapa hal antara lain, gangguan

(37)

sintesis fosfolipid, gangguan pada trasfer VLDL melalui membran sel, dan

gangguan beta oksidasi lipid pada mitokondria (Hodgson, 2010).

Penumpukan lemak pada hati dapat menimbulkan beberapa hal yang

tidak diinginkan antara lain (1) peningkatan apoptosis, (2) peningkatan regulasi

TNF-α yang merupakan faktor pro-inflammatory dan pro-steatotic, (3) disfungsi

mitokondria yang dapat meningkatkan reactive oxygen species (ROS) dan

menginduksi peroksidasi lipid pada membran sel, (4) menginduksi CYP2E1 yang

menghasilkan ROS, dan (5) menginduksi faktor pro-inflammatory seperti COX-2

dan TNF-α (Tolman and Dalpiaz, 2007).

C. Hepatotoksin

Obat-obat atau senyawa yang dapat menyebabkan kerusakan hati

diklasifikasi menjadi dua, yaitu hepatotoksin teramalkan (intrinsik) dan tak

teramalkan (idiosinkratik) (Hodgson, 2011). Hepatotoksin teramalkan merupakan

senyawa yang dapat merusak hati jika diberikan dalam jumlah yang cukup untuk

menimbulkan efek toksik. Jadi jenis hepatotoksin ini bergantung dari jumlah dosis

pemberian senyawa. Parasetamol dan karbon tetraklorida merupakan contoh

hepatotoksin teramalkan (Forrest, 2006).

Hepatotoksin tak teramalkan merupakan senyawa toksik pada hati yang

hanya memberikan efek toksik orang-orang tertentu. Kejadian toksisitasnya tiap

individu akan berbeda-beda dan hepatotoksin jenis ini tidak bergantung pada dosis

pemberian. Contoh senyawa yang termasuk jenis ini adalah isoniazid dan

(38)

D. Karbon tetraklorida 1. Sinonim karbon tetraklorida

Nama lain dari karbon tetraklorida adalah karbona, freon 10, metana

tetraklorida, perklorometana, tetraklorometana, tetraklorokarbon, dan tetrafinol.

2. Sifat karbon tetraklorida (CCl4)

Gambar 4. Struktur karbon tetraklorida

(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995)

Karbon tetraklorida (CCl4) adalah senyawa golongan halogen alifatik

berupa cairan tak berwarna, tidak terbakar, berbau khas. Berat molekul karbon

tetraklorida adalah 153,84; titik didih 77oC dan titik beku -23oC (Budavari,

O'Neil, Smith, Heckelman (1989); Lide and Frederikse, 1993). Struktur karbon

tetraklorida terdiri dari atom C yang mengikat arom Cl (gambar 4) (Direktorat

Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995).Kelarutan karbon tetraklorida 1

mL dalam 2000 mL air, sangat mudah larut dalam alkohol, benzena, kloroform,

eter, karbon disulfida, dan minyak (Budavari, et al.,1989)

3. Penggunaan karbon tetraklorida (CCl4)

Karbon tetraklorida digunakan sebagai pelarut untuk laboratorium dan

industri sebagai perantara dalam sintesis triklorofluorometana dan

(39)

fumigasi atau pengasapan di pertanian, sebagai agen pembersih dan anti cacing

(Royal Society of Chemistry, 1989).

4. Metabolisme karbon tetraklorida (CCl4)

Karbon tetraklorida akan mengalami reduksi dehalogenasi di hati melalui

aktivasi enzim pemetabolisme sitokrom P450, terutama CYP2EI yang dapat

membentuk radikal bebas triklorometil (•CCl3). Enzim sikotrom CYP2EI akan

mereduksi dan mengkatalis adisi elektron yang mengakibatkan hilangnya satu ion

klorin sehingga terbentuk radikal bebas triklorometil (•CCl3). Radikal bebas

triklorometil merupakan metabolit reaktif dan akan bertambah reaktif jika

bereaksi dengan oksigen akan membentuk radikal triklorometilperoksi (•OOCCl3)

(Gregus and Klaaseen, 2001).

Ikatan kovalen dari radikal bebas triklorometil •CCl3 akan memulai

penghambatan sekresi lipoprotein dan proses perlemakan hati (steatosis),

sedangkan reaksi dengan oksigen yang membentuk radikal triklorometilperoksi

(gambar 5) akan memulai peroksidasi lipid (Weber, Boll , and Stampfl, 2003).

Radikal triklorometilperoksi yang bereaksi dengan enzim gluthation (GSH)

membentuk phosgene. Metabolit ini merupakan intermediet yang bersifat sangat

reaktif dan dapat bereaksi dengan makromolekul seluler untuk menginduksi

terjadinya kerusakan sel (Hodgson, 2010). Metabolit radikal dari karbon

tetraklorida akan membentuk ikatan kovalen dengan jaringan sekitar seperti pada

jaringan lemak sampai pada protein subseluler. Senyawa radikal ini kemudian

dapat melakukan peroksidasi pada lipid sehingga mengawali terjadinya steatosis

(40)

Gambar 5. Mekanisme toksisitas karbon tetraklorida (Timbrell, 2008).

Peroksidasi pada lipid akan menyebabkan gangguan integritas membran

sel hati. Kerusakan membran sel pada hati akan menyebabkan terlepasnya

enzim-enzim transaminase antara lain enzim-enzim Alanine transaminase (ALT) yang akan

menuju ke peredaran darah (Zimmerman, 1999).

Tabel I.Tingkat relatif peningkatan enzim serum pada beberapa kasus kerusakan hati oleh racun(Zimmerman, 1999)

Toxicant

Lesion Degree of increasse in serum enzyme levels

Zona

Necrosis Steatosis AST ALT

OCT, SDH

CCl4 + + 4+ 3+ 4+

Thioacetamide + - 4+ 3+ 4+

Tetracycline - + 2 + 1+

Ethionine - + + - +

(41)

Karbon tetraklorida dapat meningkatkan kerusakan hati dengan jenis

perlemakan hati. Kerusakan hati yang dikarenakan karbon tetraklorida dapat

dilihat dari kenaikan aktivitas serum ALT dan AST yang terukur (tabel I). Karbon

tetraklorida dapat meningkatkan aktivitas serum ALT sebesar 3 kali normal dan

aktivitas serum AST sebesar 4 kali normal (Zimmerman, 1999).

E. Metode Penyarian

Ekstrasi merupakan sediaan pekat yang didapat dengan cara

mengekstrasi zat aktif yang berasal dari simplisia nabati atau hewani dengan

menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut

diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa

sehingga memenuhi baku yang telah di tetapkan (Direktorat Jendral Pengawasan

Obat dan Makanan, 1995).

Metode ekstrasi dapat dibedakan menjadi infundasi, maserasi, perlokasi,

dan penyarian berkesinambungan. Cairan penyari yang dapat digunakan adalah

air, eter atau campuran etanol dan air. Infundasi adalah metode ekstraksi untuk

mendapatkan sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air

pada suhu 90ºC selama 15 menit. Infusa dibuat dengan mencampur simplisia

dengan derajat halus yang sesuai dalam panci yang berisi air secukupnya,

panaskan diatas tangas air selama 15 menit yang mulai dihitung ketika mencapai

suhu 90ºC sambil sesekali diaduk. Setelah 15 menit, infusa diserkai selagi panas

melalui kain flanel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga

diperoleh volume infusa yang dikehendaki (Direktorat Jendral Pengawasan Obat

(42)

F. Pengukuran Serum ALT-AST

Untuk mengidentifikasi kerusakan hati, dapat digunakan enzim serum

didasarkan spesifikasi dan sensitivitas berbagai tipe kerusakan hati. Beberapa

enzim lain yang dapat digunakan sebagai penanda untuk mengetahui adanya

kerusakan hati adalah enzim-enzim golongan hidrogenase seperti laktat

dehidrogenase, glutamat dehidrogenase, isositrat dehidrogenase, dan malat

dehidrogenase. Enzim-enzim tersebut jarang digunakan untuk mendeteksi

kerusakan hati dan kurang sensitif dibandingkan kombinasi AST dan ALT

(Hodgson, 2010).

Alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat aminotransferase (AST)

serum merupakan dua enzim yang paling sering berikatan dengan kerusakan

hepatoselular. ALT memiliki fungsi memindahkan antara alanin dan asam

alfa-ketoglutamat. AST berfungsi memerantarai reaksi antara asam aspartat dan asam

alfa-ketoglutamat. Sejumlah AST terdapat di hati, miokardium, otot rangka serta

eritrosit dalam kadar sedang. Pada konsentrasi tinggi ALT terdapat di hati

sedangkan pada konsentrasi sedang terdapat pada ginjal, jantung serta otot rangka

(Sacher dan McPherson, 2002).

Pendeteksian kerusakan hepatoselular yang sedang berlangsung dapat

dilakukan dengan mengukur indek fungsional dan mengamati produk hepatosit

yang rusak (Sacher dan McPherson, 2002). Kondisi stres oksidatif akibat radikal

bebas akan meningkatkan permeabilitas membran dan nekrosis hepatosit (Pujar,

Kashinakunti, Kalaganad, Dambala, Doddamani, 2010). Hal tersebut akan

(43)

membran plasma menuju pembuluh darah dan masuk ke aliran darah. Hal ini akan

menyebabkan kenaikan jumlah enzim tersebut di dalam aliran darah sehingga

dapat menandakan adanya kerusakan pada sel-sel hati (Dongare, Dhande, and

Kadam 2013).

G. Landasan Teori

Hati merupakan salah satu organ penting dalam tubuh manusia karena

memiliki peran metabolisme dan detoksifikasi rancun dalam tubuh. Ketika fungsi

hati mengalami kerusakan, akan terjadi nekrosis dari sel-sel hepatosit. Kerusakan

sel-sel hepatosit akan menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding sel dan

melepaskan enzim enzim transaminase menuju aliran darah (Dongare, et al.,

2013).

Karbon tetraklorida adalah senyawa model yang biasa digunakan untuk

menginduksi kerusakan hati dengan mekanisme perlemakan hati. Karbon

tetraklorida akan dimetabolisme oleh sitokrom P450 2E1 menjadi senyawa radikal

bebas triklorometil (CCl3) yang akan memulai reaksi berantai hingga

menyebabkan kerusakan sel hepatosit(Gregus and Klaaseen, 2001).

Kandungan fitokimia herba Bidens pilosa L. golongan polifenolik

memiliki peran penting dalam mempertahankan fungsi normal hati (Bairwa, et al.,

2010). Ketika hati mengalami kerusakan akibat peroksidasi lipid,

senyawa-senyawa polifenolik sepertik flavonoid dan fenolik dapat membantu menetralkan

senyawa-senyawa radikal penyebab peroksidasi lipid. Penelitian Cortés-Rojas, et

(44)

penelitian Kviecinski, et al., (2011) didapatkan efek hepatoprotektif pemberian

fraksi etil asetat herba Bidens pilosa L. yang berasal dari kandungan quercetin.

Berdasarkan penelitian Ueno, Nakano, dan Hirono (1983) yang meneliti tentang

distribusi dosis tunggal quercetin dan metabolitnya yang diberikan secara per oral

didalam tubuh tikus. Diketahui bahwa pemberian dosis tunggal senyawa quercetin

yang telah diberi label radioaktif memiliki konsentrasi tertinggi pada hati dan

ginjal pada jam ke-6 setelah pemberian. Hal tersebut mendasari pemilihan waktu

enam jam (jangka pendek) sebagai waktu praperlakuan sebelum diinduksi dengan

karbon tetraklorida.

Penelitian ini menggunakan sediaan infusa herba Bidens pilosa L.

didasarkan pada kebiasaan masyarakat Indonesia memanfaatkan tanaman obat

dengan cara direbus dan air rebusan tersebut dikonsumsi. Proses pembuatan

tanaman obat hasil perebusan memiliki kemiripan dalam membuat sediaan infusa.

Selain itu, proses pemanasan pada teknik infundasi juga akan membantu

penyarian senyawa-senyawa polifenolik seperti flavonoid dalam herba Bidens

pilosa L. yang bersifat polar hingga semipolar. Harapannya senyawa quercetin

dalam herba Bidens pilosa L. yang bersifat semipolar juga dapat tersari karena

berdasarkan penelitian Kviecinski, et al. (2011) senyawa quercetin bertanggung

jawab terhadap efek hepatoprotektif pada mencit.

H. Hipotesis

Pemberian jangka pendek infusa herba Bidens pilosa L. mempunyai efek

hepatoprotektif ditandai penurunan aktivitas serum ALT-AST pada tikus betina

(45)

22

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek

infusa herba Bidens pilosa L. terhadap aktivitas serum ALT-AST pada tikus

betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida merupakan jenis penelitian

eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel utama

a. Variabel bebas

Variabel bebas penelitian ini adalah variasi dosis infusa herba Bidens

pilosa L. jangka pendek pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon

tetraklorida.

b. Variabel tergantung

Variabel tergantung penelitian ini adalah efek hepatoprotektif infusa

herba Bidens pilosa L. ditandai dengan penurunan aktivitas serum ALT

dan AST (U/I) tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida

setelah pemberian infusa herba Bidens pilosa L. jangka pendek.

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali Kondisi hewan uji yang digunakan, yaitu

tikus dengan galur Wistar dengan jenis kelamin betina, berat badan ±120-200

(46)

dengan selang waktu pemberian infusa herba Bidens pilosa L. selama

enam jam secara per oral. Kondisi herba Bidens pilosa L. saat panen

yang masih segar, tidak kering, berwarna hijau dan memiliki bagian

lengkap diatas tanah (batang, daun, bunga, dan buah). Lokasi dan waktu

panen herba Bidens pilosa L. disekitar tanah lapang sekitar Dusun

Jenengan, Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman,

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Sleman yang dipanen pada bulan

Juli 2014. Cara penyimpanan serbuk herba Bidens pilosa L. didalam

kotak kedap udara dan diberi silika gel.

b. Variabel pengacau tak terkendali

Dalam penelitian tersebut, variabel pengacau tak terkendali adalah

kondisi patologis tikus betina galur Wistar yang digunakan sebagai

hewan uji.

3. Definisi operasional

a. Herba Bidens pilosa L. Didefinisikan semua bagian tumbuhan di atas

tanah (batang, daun, bunga, dan buah) Bidens pilosa L.

b. Infusa herba Bidens pilosa L. Didefinisikan sebagai infusa serbuk kering

herba Bidens pilosa L. dengan konsentrasi 16% yang didapatkan dari proses

infudasi 8,0 g serbuk kering herba Bidens pilosa L. dibasahi dengan 16 mL

kemudian ditambah 50,0 mL aquadest pada suhu 90°C selama 15 menit.

c. Efek hepatoprotektif. Didefinisikan kemampuan infusa herba Bidens

(47)

aktivitas serum ALT dan AST pada tikus betina galur Wistar terinduksi

karbon tetraklorida.

d. Jangka pendek. Didefinisikan sebagai selang waktu 6 jam pemberian

praperlakuan infusa herba Bidens pilosa L. kepada hewan uji

e. Dosis efektif. Didefinisikan sebagai sejumlah gram per kilogram berat

badan (g/kgBB) infusa herba Bidens pilosa L. terkecil yang memiliki

%hepatoprotektif dari aktivitas ALT paling mendekati 100% proteksi hati.

C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama

a. Bahan uji yang digunakan berupa herba Bidens pilosa L. yang diperoleh

dari tanah lapang sekitar Dusun Jenengan, Desa Maguwoharjo, Depok,

Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Sleman.

b. Hewan uji yang digunakan adalah tikus betina galur Wistar berumur 2-3

bulan dengan berat badan ±120-200 yang diperoleh dari Laboratorium

Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bahan kimia

a. Hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tertraklorida (Merck®)

berupa cairan tidak berwarna dan berbau khas.

b. Kontrol negatif dan pelarut hepatotoksin yang digunakan adalah olive oil

yang dibeli dari PT. Brataco Chemika, Yogyakarta.

c. Pelarut untuk infusa adalah aquadest yang diperoleh dari Laboratorium

(48)

d. Blanko pengukuran aktivitas serum ALT dan AST menggunakan aqua

bidestilata yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

e. Reagen ALT yang digunakan adalah reagen ALT Diasys. Komposisi dan

konsentrasi dari reagen ALT tercantum pada tabel II.

Tabel II. Komposisi dan konsentrasi reagen ALT

R1:

TRIS pH 7.15 140 mmol/L L-Alanine 700 mmol/L

LDH

(lactate dehydrogenase) ≥ 2300 U/L

R2: 2-Oxoglutarate 85 mmol/L

NADH 1 mmol/L

Pyridoxal-5-phosphate

FS: Good’s buffer pH 9.6 100 mmol/L

f. Reagen AST yang digunakan adalah reagen ALT DiaSys. Komposisi dan

konsentrasi dari reagen AST tercantum pada tabel III.

Tabel III. Komposisi dan konsentrasi reagen AST

R1:

R2: 2-Oxoglutarate 65 mmol/L

(49)

D. Alat atau Instrumen Penelitian

Alat-alat yang digunakan untuk membuat serbuk antara lain oven, mesin

penyerbuk, ayakan, dan timbangan analitik. Alat- alat yang digunakan untuk

infundasi berupa seperangkat alat gelas berupa thermometer, Beaker glass, gelas

ukur, batang pengaduk, cawan porselen, panci enamel, penangas air, timbangan

analitik, stopwatch, dan kain flanel. Sedangkan alat untuk menguji efek

hepatoprotektif adalah seperangkat alat gelas berupa Beaker glass, gelas ukur,

tabung reaksi, labu ukur, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrex Iwaki Glass®),

timbangan analitik Mettler Toledo®, sentrifuge Centurion Scientific®, vortex

Genie Wilten®, spuit injeksi per oral, pipa kapiler, tabung Eppendorf, Vitalab

mikro (Microlab-200, Merck®), stopwatch,micropipette, dan blue tip.

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi herba Bidens pilosa L.

Determinasi tanaman dilakukan dengan mencocokkan herbarium herba

Bidens pilosa L. yang diperoleh dari Dusun Jenengan dengan buku acuan “Flora

of Java” (Backer, 1963). Determinasi dilakukan oleh Bapak Yohanes Dwiatmaka,

M.Si., Dosen Program Studi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata

Dharma, Yogyakarta hingga tingkat spesies.

2. Pengumpulan bahan uji

Bahan uji yang akan dibuat menjadi serbuk adalah herba Bidens pilosa L.

yang masih segar, berwarna hijau, terhindar dari penyakit dan memiliki bagian

tumbuhan lengkap diatas tanah (batang, daun, bunga dan buah). Herba Bidens

(50)

Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Sleman pada bulan Juli 2014.

3. Pembuatan serbuk herba Bidens pilosa L.

Herba Bidens pilosa L. dicuci dengan air mengalir hingga bersih dan

diangin-anginkan hingga .Pengeringan dilakukan dengan oven pada suhu 50oC

selama 48 jam. Setelah benar-benar kering, herba Bidens pilosa L. diserbuk

dengan alat penyerbuk dan diayak dengan ayakan mesh nomor 40 untuk

mendapatkan serbuk herba Bidens pilosa L. yang lebih halus dan homogen.

4. Penetapan kadar air pada serbuk herba Bidens pilosa L.

Serbuk kering herba Bidens pilosa L.yang sudah diayak, dimasukkan ke

dalam alat moisture balance sebanyak 5 g kemudian diratakan. Bobot serbuk

kering herba tersebut ditetapkan sebagai bobot sebelum pemanasan (bobot A),

setelah itu dipanaskan pada suhu 1050C selama 15 menit. Serbuk kering herba

Bidens pilosa L. ditimbang kembali dan dihitung sebagai bobot setelah pemanasan

(bobot B). Kemudian dilakukan perhitungan terhadap selisih bobot A terhadap

bobot B yang merupakan kadar air serbuk herba Bidens pilosa L.

5. Pembuatan infusa herba Bidens pilosa L.

Serbuk kering herba Bidens pilosa L. diambil sejumlah 8 g kemudian

dibasahkan dengan 16 mL aquadest dan kemudian ditambahkan dengan 50 mL

aquadest didalam panci infundasi yang dilapis enamel. Penggunaan panci

(51)

terjadinya reaksi kelasi antara metabolit sekunder terutama flavonoid dengan

logam aluminium (Buchweishaija, 2009; Nnanna, Obasi, Nwadiuko, Mejeh,

Ekekwe, Udensi, 2012; Keservani and Sharma, 2014). Campuran ini kemudian

dipanaskan di atas heater pada suhu 90°C selama 15 menit, waktu dihitung ketika

suhu pada campuran mencapai 90°C. Setelah 15 menit air hasil infundasi disaring

dengan kain flanel. Apabila volume infusa belum mencapai 50 mL, ditambahkan

aquadest panas kedalam ampas sisa dalam panci dan disaring ulang hingga

volume mencapai 50 mL.

6. Penetapan dosis infusa herba Bidens pilosa L.

Dasar penetapan peringkat dosis adalah berat badan tertinggi tikus pada

penelitian ini (200 gram), separuh dari volume pemberian maksimal secara peroral

pada tikus (2,5 mL), dan konsentrasi maksimal yang merupakan hasil orientasi

pembuatan infusa herba Bidens pilosa L. (16%). Penetapan dosis tertinggi infusa

adalah sebagai berikut :

D x BB = C x ½V

D x 0,2 kgBB = 16 g/ 100 mL x 2,5 mL

D = 2 g/kgBB (Dosis maksimum)

Peringkat dosis yang lainnya diperoleh dengan faktor kelipatan 2. Dosis

II didapat dengan membagi dosis maksimum (2 g/kgBB) sebanyak 2 nilai dan

dosis I didapat dengan membagi dosis maksimum sebanyak 4 nilai. Dengan

demikian, dosis infusa herba Bidens pilosa L. yang akan digunakan dalam

(52)

7. Pembuatan larutan karbon tetraklorida dalam olive oil

Larutan karbon tetraklorida dalam olive oil dibuat dengan cara

mengambil volume karbon tetraklorida secara seksama, kemudian dilarutkan

dengan olive oil dengan perbandingan 1 : 1 (Murugesan, et al., 2009).

8. Uji pendahuluan

a. Penetapan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida

Penetapan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida mengacu pada

penelitian Murugesan, et al. (2009) dosis hepatotoksik 2,0 mL/kgBB

dalam olive oil dengan perbandingan 1 : 1 secara intraperitoneal.

Penelitian dari Wijayanti (2013) juga membuktikan bahwa karbon

tetraklorida 2 mL/kgBB mampu meningkatkan aktivitas serum ALT dan

AST pemberian secara intraperitoneal. Dosis ini mampu merusak sel-sel

hati pada tikus yang ditunjukkan melalui peningkatan aktivitas ALT-AST

dan tidak menimbulkan kematian pada hewan uji.

b. Penetapan waktu pencuplikan darah

Penetapan waktu pencuplikan darah ditentukan melalui pencuplikan

darah setelah diinduksi hepatotoksin dengan tiga kelompok (n=5)

perlakuan waktu, yaitu pada jam ke - 0, 24, dan 48.

9. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji

Hewan uji sebanyak 30 ekor tikus betina galur Wistar dibagi secara acak

dalam enam kelompok masing-masing lima ekor tikus. Kelompok I (kontrol

hepatotoksin) diberi karbon tetraklorida dalam olive oil (1:1) dengan dosis 2

(53)

mL/kgBB secara per oral. Kelompok I dan II diambil darahnya pada jam ke-24

setelah pemberian. Kelompok III (kontrol infusa) diberi infusa herba Bidens

pilosa L. pada dosis tertinggi, kemudian setelah 6 jam diambil darahnya.

Kelompok IV, V, dan VI (kelompok perlakuan) masing- masing diberi infusa

herba Bidens pilosa L. pada dosis 0,5; 1, dan 2 g/kgBB kemudian enam jam

setelah pemberian infusa dilakukan pemberian dosis hepatotoksin karbon

tetraklorida dosis 2 mL/kgBB secara intraperitoneal. Pada jam ke-24 (hasil

penentuan waktu pencuplikan hepatotoksin), semua kelompok diambil darahnya

pada daerah sinus orbitalis mata untuk pengukuran aktivitas serum ALT-AST.

10. Pembuatan serum

Darah tikus diambil melalui bagian sinus orbitalis mata tikus, kemudian

ditampung dalam tabung Eppendorf. Darah didiamkan selama 15 menit dan

disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 8.000 rpm. Bagian supernatan

diambil menggunakan mikro pipet dan disentrifugasi kembali selama 10 menit

dengan kecepatan 8.000 rpm.

11. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST

Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST (U/L) dilakukan dengan

Vitalab mikro (Mikrolab-200) di Laboratorium Anatomi Fisiologi Manusia

Fakultas Farmasi Santa Dharma Yogyakarta. Aktivitas serum diukur pada panjang

gelombang 340 nm . Analisis serum ALT dilakukan dengan cara mencampur 100

μL serum dengan1000 μL reagen I, kemudian dicampurkan 250 μL reagen II dan

(54)

dengan cara mencampur 100 μL serum dengan 1000 μL reagen I, kemudian

dicampurkan 250 μL reagen II dan dibaca serapan setelah satu menit.

F. Tata Cara Analisis Hasil

Data aktivitas serum ALT dan AST diuji dengan Saphiro-Wilk untuk

mengetahui distribusi data dan analisis varian untuk melihat homogenitas varian

antar kelompoknya sebagai syarat analisis parametrik. Apabila didapat distribusi

data yang normal maka analisis dilanjutkan dengan analisis pola searah (One Way

ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan

masing-masing kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk melihat

perbedaan masing-masing antar kelompok bermakna (signifikan) (p<0,05) atau

tidak bermakna (tidak signifikan) (p>0,05). Namun bila distribusi data yang

didapatkan tidak normal, maka dilakukan analisis dengan uji Kruskal Wallis untuk

mengetahui perbedaan aktivitas serum ALT dan AST antar kelompok. Setelah itu

dilanjutkkan dengan uji Mann Whitney untuk mengetahui perbedaan tiap

kelompok bermakna (signifikan) (p<0,05) atau tidak bermakna (tidak signifikan)

(p>0,05).

Perhitungan persen efek hepatoprotektif terhadap hepatotoksin karbon

tetraklorida diperoleh dengan rumus :

(55)

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek hepatoprotektif dan

dosis efektif dari infusa herba Bidens pilosa L terhadap tikus betina galur Wistar

terinduksi karbon tetraklorida (CCl4). Untuk mengetahui seberapa besar efek

hepatoprotektif yang dihasilkan maka dilakukan pengujian dengan aktivitas ALT

dan AST sebagai tolak ukur kuantitatif dalam penelitian ini.

A. Penyiapan Bahan 1. Determinasi tanaman

Determinasi herba Bidens pilosa L. yang didapat dari tanah lapang

sekitar dusun Jenengan untuk menjamin kebenaran tanaman yang diteliti.

Determinasi dilakukan oleh Yohanes Dwiatmaka, M.Si dosen Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Determinasi tanaman

Bidens pilosa L. menggunakan buku acuan karangan Backer (1963) hingga ke

tingkat spesies. Bagian tanaman yang dideterminasi antara lain batang, daun, biji,

dan bunga. Hasil determinasi (lampiran 4) membuktikan bahwa batang, daun,

buah, dan bunga yang digunakan pada penelitian ini adalah benar dari tanaman

Bidens pilosa L.

2. Penetapan konsentrasi infusa

Pada pembuatan infusa dilakukan penetapan konsentrasi maksimal yang

dapat dibuat untuk menentukan dosis maksimal infusa herba Bidens pilosa L.

(56)

Bidens pilosa L. terbasahi dan terendam oleh perlarut air. Hasil dari pembuatan

infusa didapatkan konsentrasi maksimal sebesar 16% yang akan digunakan untuk

menentukan dosis maksimal infusa herba Bidens pilosa L.

3. Hasil penetapan kadar air

Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui kadar air dalam serbuk

herba Bidens pilosa L. dan untuk memenuhi persyaratan serbuk yang baik, yaitu

memiliki kadar air kurang dari 10% (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan

Makanan, 1995). Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Gravimetri

dengan menggunakan alat moisture balance. Serbuk dipanaskan pada suhu 105 oC

selama 15 menit di dalam alat, kemudian dilakukan perhitungan kadar air.

Pengaturan suhu 105 oC selama 15 menit dilakukan untuk menguapkan

kandungan air sehingga serbuk herba Bidens pilosa L. memenuhi persyaratan

strandarisasi non spesifik. Berdasarkan hasil yang diperoleh serbuk herba Bidens

pilosa L. memiliki kadar air sebesar 8,614%. Hal ini menunjukan bahwa serbuk

herba Bidens pilosa L. memenuhi syarat serbuk yang baik dengan kadar air

kurang dari 10%.

B. Uji Pendahuluan 1. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida

Pada penelitian ini digunakan karbon tetraklorida sebagai senyawa model

hepatotoksin. Penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida bertujuan untuk

mengetahui dosis karbon tetraklorida yang dapat menimbulkan kerusakan hati

ringan yaitu steatosis. Terjadinya steatosis ditandai dengan adanya peningkatan

Gambar

Tabel I.  Tingkat relatif peningkatan enzim serum pada beberapa kasus
Tabel XI. Perbandingan aktivitas serum ALT tanpa perlakuan (jam-0)
Gambar 1.  Herba Bidens pilosa L.  ...........................................................
Gambar 1. Herba  Bidens pilosa L. (Bairwa, et al., 2010)
+7

Referensi

Dokumen terkait

4r dqditifituirn

Kebijakan moneter yang dapat dilakukan untuk mecapai tujuan ini adalah mengurangi tingkat cadangan minimum, menurunkan tingkat bunga dan membeli surat-surat berharga dari

Dend dJsujav SEttr. ENGLISS

Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga yang telah. mendidik dan membekali ilmu pengetahuan dan para Staf Tata Usaha

6 dan histamine yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-antibodi

sebagai pedoman kerja yang telah dimiliki yang meliputi: suasana kerja kondusif, perangkat kerja sesuai dengan tugas masing-masing sumber daya manusia telah tersedia,

Sejalan dengan hal tersebut, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya dalam mendukung peningkatan produksi perikanan telah menetapkan langkah-langkah nyata agar pembudidaya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pembuatan indikator asam basa dari kulit buah kesumba ( Bixa orellana L.), mengetahui perubahan warna yang ditimbulkan oleh