INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif dan dosis efektif pemberian jangka pendek infusa herba Bidens pilosa L. terhadap tikus
putih betina galur Wistar terinduksi karbon tetrklorida.
Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus betina galur Wistar, umur 2-3 bulan, dengan berat ±120-200 gram dibagi secara acak menjadi 6 kelompok. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB secara intraperitoneal dan setelah jam ke-24 diambil darahnya.
Kelompok II (kontrol negatif) diberi olive oil 2 mL/kgBB secara intraperitoneal
dan setelah jam ke-24 diambil darahnya. Kelompok III (kontrol perlakuan) diberi infusa herba Bidens pilosa L. dosis 2 g/kgBB secara per oral, kemudian setelah 6
jam diambil darahnya. Kelompok IV, V, dan VI (kelompok perlakuan) masing- masing diberi infusa herba Bidens pilosa L. dengan dosis 0,5; 1 ;dan 2 g/kgBB,
kemudian 6 jam setelah pemberian infusa secara per oral dilakukan pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB secara intraperitoneal. Pada jam ke-24
setelah pemberian karbon tetraklorida, kelompok perlakuan diambil darahnya melalui sinus orbitalis mata tikus. Data serum ALT dan AST yang didapat, dianalisis dengan uji Shapiro-Wilk untuk melihat distribusi datanya kemudian
dilanjutkan analisis dengan uji One Way Anova untuk mengetahui perbedaan
aktivitas ALT dan AST serum antar kelompok.
Hasil penelitian menunjukkan adanya efek hepatoprotektif dari infusa herba Bidens pilosa L. dengan %hepatoprotektif dari peringkat dosis 1 hingga 3
berdasarkan serum ALT secara berurutan sebesar 73,38; 89,93; dan 62,63% dan berdasarkan serum AST sebesar 40,9; 57,3; dan 34,17%. Dari data pengukuran diperoleh dosis efektif pemberian jangka pendek infusa herba Bidens pilosa L.
sebesar 1 g/KgBB.
ABSTRACT
The aim of study research were to prove the hepatoprotective of Bidens pilosa L. herb infusion and the effective dose in short term period in female
Wistar rats induced carbon tetrachloride.
This research was purely experimental research with randomized complete direct sampling design. This research used 30 female Wistar rats, aged 2-3 month and 120-200 gram weight. Group I was carbon tetrachloride hepatotoxin control dose 2 mL/kgBW intraperitoneally and group II was olive oil control given 2 mL/kgBW intraperitoneally then after 24 hour their blood was drawn. Group III was control treatment given 2 g/kgBW infusion of Bidens pilosa
L. herb orally, then after 6 hour, their blood was drawn. Group IV-VI were the treatment group for infusion of Bidens pilosa L. herb with dose 0.5, 1, and 2
g/kgBW orally and then 6 hours after treatment given hepatotoxic dose of carbon tetrachloride at a dose of 2 mL/kgBW intraperitioneally. At the 24 hour after administration CCl4, all groups had blood drawn at the orbital sinus region for measured of ALT and AST serum activity. Data of ALT and AST serum which obtained were analyzed using Shapiro-Wilk test to look at data distribution and One Way ANOVA test was used to determine the differences in ALT and AST
serum of each group.
The result of this study shown, that the infusion Bidens pilosa L. herbs
had hepatoprotective effect with %hepatoprotective ALT serum were 73.38, 89.93, and 62.63%. The %hepatoprotective AST serum were 40.9, 57.3, and 34.17%. Based on those data, the most effective dose from infusion of Bidens pilosa L. in short term period was 1 g/kgBW.
Keywords : Hepatoprotective, Bidens pilosa L., infuse, carbon tetrachloride, short
EFEK HEPATOPROTEKTIF PEMBERIAN JANGKA PENDEK INFUSA HERBA Bidens pilosa L. TERHADAP AKTIVITAS ALT-AST SERUM
PADA TIKUS BETINA TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Prasetyo Handy Kurniawan NIM : 118114108
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
EFEK HEPATOPROTEKTIF PEMBERIAN JANGKA PENDEK INFUSA HERBA Bidens pilosa L. TERHADAP AKTIVITAS ALT-AST SERUM
PADA TIKUS BETINA TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Prasetyo Handy Kurniawan NIM : 118114108
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Education is a weapon whose effects depend on who holds it in
his hands and at whom it is aimed
”
-Stalin Joseph-
Kupersembahkan karya kecil ini untuk :
Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan pertolongan-Nya di dalam hidupku
Papa, Mama, Kakak dan Adik tercinta yang senantiasa memberi
doa, dukungan semangat dan kasih sayang
Lenny Lawren atas doa, cinta, kesabaran, dan dukungan
Sahabat-sahabatku terkasih
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Efek Hepatoprotektif pemberian Jangka Pendek Infusa Herba Bidens pilosa
L. terhadap Aktivitas ALT-AST Serum pada Tikus Betina Terinduksi Karbon
Tetraklorida” ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pelaksanaan dan
penyusunan skripsi, tidak terlepas dari bantuan dan campur tangan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Prof. Dr. CJ Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Pembimbing, atas segala
arahan, bantuan, dukungan, motivasi, pengertian, kesabaran, dan
ketulusannya selama membimbing penulis dalam penelitian dan
penyusunan skripsi.
3. Ibu Phebe Hendra, Ph.D., Apt., selaku Dosen Penguji skripsi atas
bantuan dan masukkan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.
4. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji skripsi atas
viii
5. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M. Si., yang telah membantu peneliti dalam
determinasi tanaman Bidens pilosa L.
6. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., sebagai Kepala Laboratorium
Fakultas Farmasi terdahulu dan Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt.,
selaku Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi saat ini yang telah
memberi izin dalam penggunaan fasilitas laboratorium Imono,
Farmakologi-Toksikologi, Biofarmasetika-Farmakokinetika, Biokimia,
Farmakognosi-Fitokimia, dan Kimia Analisis demi terselesaikannya
skripsi ini.
7. Seluruh Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,
atas didikan, bimbingan, dan pendampingannya dalam proses
perkuliahan.
8. Pak Supardjiman selaku laboran Laboratorium Farmakologi-Toksikologi,
Pak Heruselaku laboran Laboratorium Biofarmasetika-Farmakokinetika,
Pak Wagiran selaku laboran Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia,
serta Pak Kayatno selaku laboran Laboratorium Biokimia atas kerja sama
dan segala bantuan selama dilaboratorium.
9. Komite Etik Universitas Gadjah Mada, atas ijin penggunaan hewan uji
dalam penelitian.
10. Alexander Budi Kuncoro, Apriyanto Gomes, Leonardo Susanto, dan
Vina Alvionita Soesilo sebagai rekan tim Bidens pilosa L dalam
menjalankan penelitian yang dengan rela membantu kegiatan penelitian
ix
11. Seluruh warga FKK B angkatan 2011 dan kelas C serta semua teman
Farmasi USD khususnya angkatan 2011.
12. Semua pihak yang telah membantu, memudahkan, dan memperlancar
proses skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik, saran dan masukan demi
kemajuan di masa yang akan datang. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kefarmasian, serta semua
pihak, baik mahasiswa, lingkungan akademis, maupun masyarakat.
Yogyakarta, 7 Januari 2015
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
INTISARI ... xix
ABSTRACT ... xx
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Perumusan masalah ... 4
2. Keaslian penelitian ... 4
3. Manfaat penelitian ... 5
B. Tujuan Penelitian ... 6
xi
2. Tujuan khusus ... 6
BAB II. PENELAHAAN PUSTAKA ... 7
A. Herba Bidens pilosa L. ... 7
1. Deskripsi tanaman ... 7
2. Klasifikasi tanaman ... 7
3. Nama daerah ... 8
4. Penyebaran ... 8
5. Kandungan fitokimia ... 8
6. Khasiat dan kegunaan ... 10
B. Hati ... 11
1. Anatomi dan fisiologi hati ... 11
2. Kerusakan hati ... 12
3. Perlemakan hati ... 13
C. Hepatotoksin ... 14
D. Karbon Tetraklorida (CCl4) ... 15
1. Sinonim karbon tetraklorida ... 15
2. Sifat karbon tetraklorida ... 15
3. Penggunaan karbon tetraklorida ... 15
4. Metabolisme karbon tetraklorida ... 16
E. Metode Penyarian ... 18
F. Pengukuran serum Alanine Transaminase (ALT) dan Aspartate Transaminase (AST) ... 19
xii
H. Hipotesis ... 21
BAB III. METODE PENELITIAN... 22
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 22
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 22
1. Variabel utama ... 22
2. Variabel pengacau ... 22
3. Definisi operasional ... 23
C. Bahan Penelitian ... 24
1. Bahan utama ... 24
2. Bahan kimia ... 24
D. Alat Penelitian ... 26
E. Tata Cara Penelitian ... 26
1. Determinasi herba Bidens pilosa L. ... 26
2. Pengumpulan bahan uji ... 26
3. Pembuatan serbuk herba Bidens pilosa L. ... 27
4. Penetapan kadar air pada serbuk herba Bidens pilosa L. ... 27
5. Pembuatan infusa herba Bidens pilosa L. ... 27
6. Penetapan dosis infusa herba Bidens pilosa L. ... 28
7. Pembuatan larutan karbon tetraklorida dalam olive oil ... 28
8. Uji pendahuluan ... 28
9. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji ... 29
10.Pembuatan serum ... 30
xiii
F. Tata Cara Analisis Hasil ... 30
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
A. Penyiapan Bahan ... 32
1. Determinasi tanaman ... 32
2. Penetapan konsentrasi infusa ... 32
3. Hasil penetapan kadar air ... 34
B. Uji Pendahuluan... 34
1. Penetapan dosis hepatotoksin kabon tetraklorida... 34
2. Penetapan waktu pencuplikan darah hewan uji... 35
3. Penentuan dosis infusa herba Bidens pilosa L. ... 40
C. Hasil Uji Efek Hepatoprotektif Jangka Pendek Infusa Herba Bidens Pilosa L. pada Tikus Betina Terinduksi Karbon Tetraklorida ... 40
1. Kontrol negatif olive oil 2 mL/kgBB ... 44
2. Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mL/kgBB ... 45
3. Kontrol perlakuan infusa herba Bidens pilosa L. 2 g/kgBB .... 46
4. Kelompok perlakuan infusa herba Bidens pilosa L. dosis 0,5; 1; 2 g/kgBB pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB ... 47
D. Rangkuman Pembahasan ... 55
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 58
A. Kesimpulan ... 58
B. Saran ... 58
xiv
LAMPIRAN ... 64
xv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Tingkat relatif peningkatan enzim serum pada beberapa kasus
kerusakan hati oleh racun ... 17
Tabel II. Komposisi dan konsentrasi reagen ALT ... 25
Tabel III. Komposisi dan konsentrasi reagen AST ... 25
Tabel IV. Aktivitas serum ALT-AST setelah pemberian karbon
tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0, 24 , 48
jam ... 36
Tabel V. Perbedaan kenaikan aktivitas serum ALT setelah pemberian
karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada waktu
pencuplikan darah jam ke 0, 24, 48 jam ... 37
Tabel VI. Perbedaan kenaikan aktivitas serum AST setelah pemberian
karbon tetraklorida dosis 2mL/kgBB pada waktu pencuplikan
darah jam ke 0, 24, 48 ... 39
Tabel VII. Purata ± SE aktivitas serum ALT dan AST, serta % efek
hepatoprotektif tikus perlakuan infusa herba Bidens pilosa L.
terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ... 41
Tabel VIII. Perbandingan hasil antara seluruh kelompok kontrol terhadap
perlakuan infusa herba Bidens pilosa L. berdasarkan serum
xvi
Tabel IX. Perbandingan hasil antara seluruh kelompok kontrol terhadap
perlakuan infusa herba Bidens pilosa L. berdasarkan serum
AST pada variasi dosis tertentu ... 43
Tabel X. Aktivitas serum ALT-AST tanpa perlakuan (jam-0) dengan
perlakuan kontrol negatif (jam 24) ... 44
Tabel XI. Perbandingan aktivitas serum ALT tanpa perlakuan (jam-0)
dengan perlakuan kontrol negatif (jam-24) ... 45
Tabel XII. Perbandingan aktivitas serum AST tanpa perlakuan (jam-0)
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Herba Bidens pilosa L. ... 7
Gambar 2. Struktur Metabolit Herba Bidens pilosa L. ... 9
Gambar 3. Struktur Mikroskopik Hati ... 11
Gambar 4. Struktur Karbon tetraklorida ... 15
Gambar 5. Mekanisme toksisitas karbon tetraklorida ... 17
Gambar 6. Diagram batang rata-rata aktivitas serum ALT setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada waktu 0, 24, 48 jam ... 37
Gambar 7. Diagram batang rata-rata aktivitas serum AST setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada waktu 0, 24 ,48 jam ... 39
Gambar 8. Diagram batang rata-rata aktivitas serum ALT tikus perlakuan infusa herba Bidens pilosa L. terinduksi karbon tetraklorida ... 42
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto Serbuk Herba Bidens pilosa L. ... 65
Lampiran 2. Foto Pembuatan Infusa Herba Bidens pilosa L. ... 65
Lampiran 3. Foto Infusa Herba Bidens pilosa L. ... 65
Lampiran 4. Surat Determinasi Herba Bidens pilosa L. ... 66
Lampiran 5. Surat Medical and Health Research Ethics Committee (MHREC) ... 67
Lampiran 6. Hasil analisis statistik aktivitas serum ALT dan AST pada uji pendahuluan waktu pencuplikan darah hewan uji setelah induki karbon tetraklorida 2 mL/kgBB ... 68
Lampiran 7. Hasil analisis statistik data ALT dan AST pada kelompok kontrol olive oil dosis 2 mL/kgBB ... 73
Lampiran 8. Hasil analisis statistik data kontrol CCl4, kontrol olive oil, kontrol infusa, dan perlakuan infusa herba Bidens pilosa L. dosis 0,5 g/kgBB; 1 g/kgBB; dan 2 g/kgBB ... 77
Lampiran 9. Perhitungan %hepatoprotektif ... 87
Lampiran 10. Penetapan kadar air serbuk herba Bidens pilosa L. ... 88
xix
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif dan dosis efektif pemberian jangka pendek infusa herba Bidens pilosa L. terhadap tikus
putih betina galur Wistar terinduksi karbon tetrklorida.
Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus betina galur Wistar, umur 2-3 bulan, dengan berat ±120-200 gram dibagi secara acak menjadi 6 kelompok. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB secara intraperitoneal dan setelah jam ke-24 diambil darahnya.
Kelompok II (kontrol negatif) diberi olive oil 2 mL/kgBB secara intraperitoneal
dan setelah jam ke-24 diambil darahnya. Kelompok III (kontrol perlakuan) diberi infusa herba Bidens pilosa L. dosis 2 g/kgBB secara per oral, kemudian setelah 6
jam diambil darahnya. Kelompok IV, V, dan VI (kelompok perlakuan) masing- masing diberi infusa herba Bidens pilosa L. dengan dosis 0,5; 1 ;dan 2 g/kgBB,
kemudian 6 jam setelah pemberian infusa secara per oral dilakukan pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB secara intraperitoneal. Pada jam ke-24
setelah pemberian karbon tetraklorida, kelompok perlakuan diambil darahnya melalui sinus orbitalis mata tikus. Data serum ALT dan AST yang didapat, dianalisis dengan uji Shapiro-Wilk untuk melihat distribusi datanya kemudian
dilanjutkan analisis dengan uji One Way Anova untuk mengetahui perbedaan
aktivitas ALT dan AST serum antar kelompok.
Hasil penelitian menunjukkan adanya efek hepatoprotektif dari infusa herba Bidens pilosa L. dengan %hepatoprotektif dari peringkat dosis 1 hingga 3
berdasarkan serum ALT secara berurutan sebesar 73,38; 89,93; dan 62,63% dan berdasarkan serum AST sebesar 40,9; 57,3; dan 34,17%. Dari data pengukuran diperoleh dosis efektif pemberian jangka pendek infusa herba Bidens pilosa L.
sebesar 1 g/KgBB.
xx
ABSTRACT
The aim of study research were to prove the hepatoprotective of Bidens pilosa L. herb infusion and the effective dose in short term period in female
Wistar rats induced carbon tetrachloride.
This research was purely experimental research with randomized complete direct sampling design. This research used 30 female Wistar rats, aged 2-3 month and 120-200 gram weight. Group I was carbon tetrachloride hepatotoxin control dose 2 mL/kgBW intraperitoneally and group II was olive oil control given 2 mL/kgBW intraperitoneally then after 24 hour their blood was drawn. Group III was control treatment given 2 g/kgBW infusion of Bidens pilosa
L. herb orally, then after 6 hour, their blood was drawn. Group IV-VI were the treatment group for infusion of Bidens pilosa L. herb with dose 0.5, 1, and 2
g/kgBW orally and then 6 hours after treatment given hepatotoxic dose of carbon tetrachloride at a dose of 2 mL/kgBW intraperitioneally. At the 24 hour after administration CCl4, all groups had blood drawn at the orbital sinus region for measured of ALT and AST serum activity. Data of ALT and AST serum which obtained were analyzed using Shapiro-Wilk test to look at data distribution and One Way ANOVA test was used to determine the differences in ALT and AST
serum of each group.
The result of this study shown, that the infusion Bidens pilosa L. herbs
had hepatoprotective effect with %hepatoprotective ALT serum were 73.38, 89.93, and 62.63%. The %hepatoprotective AST serum were 40.9, 57.3, and 34.17%. Based on those data, the most effective dose from infusion of Bidens pilosa L. in short term period was 1 g/kgBW.
Keywords : Hepatoprotective, Bidens pilosa L., infuse, carbon tetrachloride, short
1
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang
Hati merupakan organ metabolisme terbesar dan kompleks yang terletak
di bawah kerangka iga. Salah satu fungsi hati adalah menjaga homeostatis
metabolik dengan mendetoksifikasi senyawa-senyawa yang masuk ke dalam
tubuh. Jika hati mengalami kerusakan atau kelainan maka fungsinya dalam tubuh
akan terganggu. Salah satu kelainan atau kerusakan organ hati yang sering
dijumpai adalah perlemakan hati (steatosis).
Penyakit perlemakan hati berdasarkan etiologinya dibedakan menjadi
dua, yaitu perlemakan hati diperantarai alkohol dan perlemakan hati yang tidak
diperantarai alkohol. Penyakit perlemakan hati yang tidak diperantarai alkohol
disebut nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD). Pada sebagian pasien yang
menderita NAFLD dikaitkan dengan faktor resiko sindrom metabolit seperti
obesitas, diabetes mellitus, dan dislipidemia. Secara histologi NAFLD dibagi
menjadi nonalcoholic fatty liver (NAFL) dan nonalcoholic steatohepatitis
(NASH). NAFL didefinisikan steatosis hati tanpa adanya kerusakan hepatosit
(ballooning). NASH didefinisikan sebagai steatosis hati dan peradangan dengan
kerusakan hepatosit (ballooning) dengan atau tanpa fibrosis (Chalasani, et al.,
2012).
NAFLD menjadi penyakit hati yang paling umum di seluruh dunia.
Prevalensi dari NAFLD pada populasi di negara-negara bagian Barat diperkirakan
sendiri prevalensi NAFLD mencapai 30% (Hasan, Gani, and Machmud., 2002).
Sekitar 2-3% dari populasi umum diperkirakan memiliki nonalcoholic
steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan hepatocarcinoma (Bellentani, Scaglioni, Marino, and Bedogni, 2010).
Indonesia adalah negara dengan biodiversitas tinggi yang memiliki
30.000 jenis tumbuhan dan 7.000 di antaranya merupakan tanaman obat
(Sampurno, 2003). Herba Bidens pilosa L. adalah salah satu tanaman di antaranya
yang berasal dari Amerika Selatan dan sekarang ditemukan di hampir semua
negara wilayah tropis dan subtropis di seluruh dunia termasuk Indonesia. Seluruh
bagian herba Bidens pilosa L., termasuk akar, batang, daun dan bunga baik dalam
bentuk segar ataupun kering sering digunakan sebagai bahan obat tradisional dan
hampir semua bagian pada herba Bidens pilosa L. memiliki kandungan flavonoid
(Bartolome, Villaseñor, Yang, 2013).
Beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa produk alami,
mengandung antioksidan akan mengurangi peroksidasi lipid yang disebabkan oleh
karbon tetraklorida (Khan and Ahmed, 2009). Di Taiwan herba Bidens pilosa L.
yang memiliki kandungan antioksidan telah terbukti efektif untuk menyembuhkan
hepatitis (Lee, Peng, Chang, Huang, and Chyau, 2013). Berdasarkan penelitian
Yuan, et al. (2008) ekstrak Bidens pilosa L. memiliki kadar flavonoid tinggi dan
berpotensi sebagai hepatoprotektor. Penelitian di Brazil menunjukan bahwa
aktivitas antioksidan dari herba Bidens pilosa L. sebagian besar diwakili oleh
senyawa golongan flavonoid (Cortés-Rojas, Chagas-Paula, Da Costa, Souza,
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa sebanyak
5,6 miliar orang didunia ini, 80% populasi telah memanfaatkan jamu untuk
menjaga kesehatan primer (Bartolome, et al., 2013). Di Indonesia, sebagian besar
pemanfaatan tanaman obat sebagai jamu dilakukan dengan cara merebus tanaman
obat yang kemudian air rebusan tersebut dikonsumsi. Proses pembuatan sediaan
farmasi yang mendekati dengan rebusan adalah infundasi karena dalam prosesnya
sama-sama mendapat pemanasan dengan penyari air.
Penelitian yang dilakukan oleh Ariyanti (2007) menguji aktivitas
antioksidan dari fraksi air ekstrak metanolik herba Bidens pilosa L. dan diketahui
pada fraksi air terdapat kandungan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan.
Ekstrak air dari herba Bidens pilosa L. memiliki efek hepatoprotektif terhadap
penyakit kolestasis pada tikus muda yang berumur 21 hari (Suzigan, Battochio,
Coelho, and Coelho, 2009). Berdasarkan kedua penelitian tersebut herba Bidens
pilosa L. dalam pelarut air memiliki aktivitas antioksidan dan hepatoprotektif.
Oleh karena itu, penggunaan infusa herba Bidens pilosa L. yang juga
menggunakan air sebagai pelarut diharapkan memiliki efek serupa.
Penelitian terbaru menunjukkan fraksi etil asestat herba Bidens pilosa L.
mengandung derivat flavonoid yang teridentifikasi quercetin memiliki aktivitas
hepatoprotektif terhadap kerusakan hati pada mencit terinduksi karbon
tetraklorida (Kviecinski, et al., 2011). Proses pemanasan pada infundasi akan
meningkatan kelarutan senyawa-senyawa fenolik serta flavonoid yang kurang
larut air. Salah satunya adalah metabolit sekunder quercetin dalam herba Bidens
2008). Kandungan flavonoid yang tersari dalam infusa diharapkan memiliki efek
hepatoprotektif terhadap kerusakan hati yang disebabkan oleh senyawa model
karbon tetraklorida.
Senyawa karbon tetraklorida (CCl4) merupakan pelarut industri yang
sering digunakan sebagai senyawa model untuk menginduksi perlemakan hati.
CCl4 dimetabolisme oleh mikrosomal hati sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) dan
akan membentuk radikal bebas triklorometil (•CCl3) (Jeon, et al., 2003). Ketika
radikal bebas triklorometil bereaksi dengan oksigen akan membentuk radikal
triklorometilperoksi yang lebih reaktif. Radikal bebas triklorometil dan radikal
triklorometilperoksi akan merusak membran lipid endoplasma diawali dengan
peroksidasi lipid. Peningkatan radikal bebas karbon tetraklorida akan berpengaruh
pada berbagai perubahan patologis hati (Cemek, et al., 2010).
Kerusakan sel-sel hati (hepatosit) atau kenaikan permeabilitas membran
akan melepaskan enzim-enzim transaminase seperti ALT menuju ke aliran darah.
Serum ALT merupakan indikator yang sensitif untuk kerusakan hati akut,
walaupun ALT lebih spesifik untuk penyakit hati dibandingkan AST, tetapi kedua
enzim ini sering diukur secara bersamaan untuk mengevaluasi kelainan hati.
(Bairwa, Kumar, Sharma, and Roy, 2010).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh
pemberian jangka pendek infusa herba Bidens pilosa L. sebagai efek
hepatoprotektif pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dengan melihat aktivitas
serum ALT dan AST dan untuk mengetahui dosis efektif pemberian jangka
1. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
a. Apakah pemberian perlakuan jangka pendek infusa herba Bidens pilosa L.
memiliki pengaruh hepatoprotektif terhadap penurunan aktivitas serum ALT
dan AST pada tikus putih betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida?
b. Berapakah dosis paling efektif pemberian jangka pendek infusa herba
Bidens pilosa L. pada tikus putih betina galur Wistar terinduksi karbon
tetraklorida?
2. Keaslian penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh Kviecinski, et al. (2011) melihat aktivitas
antioksidan dan efek hepatoprotektif dari fraksi etil asestat herba Bidenspilosa L.
yang mengandung quercetin–derivat flavonoid. Pada penelitian tersebut diketahui
bahwa herba Bidens pilosa L. memiliki efek hepatoprotektif pada mencit.
Penelitian Cortés-Rojas et al. (2013) yang meneliti senyawa bioaktif herba Bidens
pilosa L. didapatkan hasil yang menunjukan kandungan flavonoid pada herba Bidens pilosa L. bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidan. Penelitian
Suzigan, et al. (2009) melakukan uji hepatoprotektif terhadap penyakit kolestasis
dengan pemberian ekstrak air pada tikus berumur 21 hari.
Sejauh studi pustaka yang dilakukan oleh peneliti, penelitian tentang
efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek infusa herba Bidens pilosa L.
terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus putih betina galur Wistar terinduksi
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya ilmu kefarmasian mengenai infusa herba Bidens pilosa L. yang
memiliki efek hepatoprotektif jangka pendek.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat terkait dosis efektif
pemberian jangka pendek infusa herba Bidens pilosa L. dalam menghasilkan efek
hepatoprotektif.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk membuktikan pemberian jangka pendek infusa herba Bidens
pilosa L. memiliki efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas serum ALT
dan AST pada tikus putih betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek infusa herba
Bidens pilosa L. terhadap penurunan aktivitas serum ALT dan AST pada
tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
b. Mengetahui dosis efektif pemberian jangka pendek infusa herba Bidens
pilosa L. dalam memberikan efek hepatoprotektif pada tikus betina galur
7
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA A. Herba Bidens pilosa L. 1. Deskripsi tanaman
Gambar 1. Herba Bidens pilosa L. (Bairwa, et al., 2010)
Herba Bidens pilosa L. (gambar 1) merupakan tanaman terna (berbatang
lunak) yang berasal dari Amerika namun dinaturalisasi di Indonesia. Tanaman ini
tumbuh pada ketinggian 250-2.500 meter dpl. Tinggi tanaman ini dapat mencapai
150 cm dengan batang berbentuk segi empat berwarna hijau. Daun terbagi tiga,
berbentuk bulat telur dengan tepi bergerigi. Bunga bertangkai panjang, mahkota
bunga berwarna putih dengan putik berwarna kuning (Redaksi AgroMedia, 2008).
2. Klasifikasi tanaman
Kingdom : Plantae
Superdivision : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Subclass : Asteridae
Order : Asterales
Family : Asteraceae
Genus : Bidens
Species : Bidens pilosa L.
(Agriculture USDA, 2014).
3. Nama daerah
Nama lokal herba Bidens pilosa L. di daerah Sunda adalah ajeran, dan
hareuga, sedangkan di Jawa, herba Bidens pilosa L. dikenal dengan nama
jarongan, ketul, dan petul (Redaksi AgroMedia, 2008).
4. Penyebaran
Herba Bidens pilosa L. tersebar di hampir semua daerah tropis dan
subtropis, antara lain Amerika, Afrika, Asia, dan Oceania (Arthur, Naidoo, and
Coopoosamy, 2012).
5. Kandungan fitokimia
Kandungan herba Bidens pilosa L. adalah poliasetilen, flavonoid, sterol,
terpenoid, dan hidrokarbon. Flavonoid merupakan metabolit yang paling dominan
pada herba Bidens pilosa L. yang dibagi kembali menjadi auron, kalkon, flavanon,
ditemukan dalam herba Bidens pilosa L. adalah auron, okaninglycoside,
centaurein, luteolin, quercetin, dan isoquercetin (gambar 2) (Bairwa, et al., 2010).
Gambar 2. Struktur Flavonoid Herba Bidens pilosa L. (Bairwa, et al., 2010)
Berdasarkan penelitian Bartolome, et al. (2013), dari 116 publikasi
mengenai eksplorasi dan penggunaan herba Bidens pilosa L. ditemukan 201
menjadi 12 golongan, yaitu 70 aliphatic, 60 flavonoid, 25 terpenoid, 19
phenylpropanoid, 13 aromatic, 8 porphiryns dan 6 golongan lainnya.
Herba Bidens pilosa L. memiliki kandungan flavonoid yang dominan,
tetapi dari 60 flavonoid yang telah teridentifikasi hanya tujuh yang telah dipelajari
memiliki aktivitas biologis. Beberapa nama flavonoid yang telah dipelajari
memiliki aktivitas biologis, yaitu centaureidin, centaurien, luteolin, butein,
quercetin 3-O-ß-D-galactopyranoside, quercetin 3,3’-dimethyl eter, dan jacein
(Bartolome, et al., 2013).
6. Khasiat dan kegunaan
Di Martinique, dekokta herba Bidens pilosa L. digunakan untuk
mengobat inflamasi dan hipoglikemik. Orang-orang Zulu memanfatkan rebusan
herba Bidens pilosa L. untuk pengobatan disentri, diare dan kolik. Di negara Cina,
Bidens pilosa L. telah populer digunakan sebagai bahan teh herbal atau obat
tradisional untuk mengobati berbagai gangguan, seperti diabetes, peradangan,
enteritis, disentri basiler dan faringitis (Chiang, Chang, Chang, Yang, Shyur,
2007). Di Brasil, herba Bidens pilosa L. secara luas telah digunakan sebagai oleh
masyarakat setempat untuk mengobati berbagai penyakit seperti demam, angina,
diabetes, edema, infeksi dan peradangan (Silva, et al., 2011). Suku Amazon
Indian telah menggunakan herba Bidens pilosa L. sebagai obat tradisional
antimalaria dan antitumor (Kviecinski, et al., 2008). Selain itu, di Amazon dan
Brasil selatan, rebusan hydroalcoholic akar Bidens pilosa L. berguna dalam
B. Hati 1. Anatomi dan fisiologi hati
Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh manusia dengan berat
rata-rata sekitar 1500 g atau sekitar 2,5% dari berat badan orang dewasa normal.
Bentuk hati menyesuaikan struktur di sekitarnya (Price dan Wilson, 2005). Hati
terletak di regio hypochondrium kanan dan epigastrium, dan secara keseluruhan
hati tertutup oleh dinding thorax. (Wibowo dan Paryana, 2009). Bagian atas hati
berbentuk cembung dan terletak di bagian kanan bawah diafragma dan sebagian di
sebelah kiri bawah. Bagian bawah hati berbentuk cekung dan melindungi
pankreas, ginjal kanan, lambung, dan usus (Price dan Wilson, 2005).
Hati terdiri dari dua lobus utama, yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan
dibagi menjadi segmen anterior dan posterior. Lobus kiri dibagi menjadi segmen
medial dan lateral. Di antara lempengan sel hati terdapat kapiler yang dinamakan sinusoid. Sel Kupffer (gambar 3) yang terdapat pada dinding sinusoid hati,
berfungsi sebagai sel endotel untuk memfagositosis mikroorganisme dalam vena
porta sebelum darah menyebar melewati seluruh sinusoid (Husadha, 1996).
Hati mempunyai peranan yang vital dalam kelangsungan hidup, hampir
setiap metabolisme dalam tubuh dilakukan oleh hati dengan 500 aktivitas yang
berbeda. Fungsi utama dari hati adalah untuk membentuk dan mensekresi
empedu. Selain itu, hati berperan dalam metabolisme protein, lemak dan
karbohidrat. Fungsi metabolisme lainnya adalah untuk penyimpanan vitamin, besi,
dan tembaga, konjugasi dan eksresi steroid adrenal, dan detoksifikasi beberapa
senyawa eksogen dan endogen. Detoksifikasi dilakukan secara enzimatis melalui
reaksi oksidasi, hidrolisis, reduksi, atau konjugasi senyawa-senyawa berbahaya
bagi tubuh kemudian mengubahnya menjadi bentuk yang tidak aktif (Price dan
Wilson, 2005).
2. Kerusakan hati
Kerusakan hati disebabkan karena adanya kerusakan yang parah pada
sel-sel hepatosit atau kerusakan berulang sel parenkim. Hati memiliki kapasitas
cadangan sehingga manifestasi klinis dari kerusakan hati baru akan muncul ketika
telah terjadi kerusakan hati yang mencapai 80%-90%. Kerusakan hati dibagi
menjadi tiga kategori, yaitu kerusakan hati akut, kerusakan hati kronis dan
disfungsi hati tanpa nekrosis yang tampak (Crawford dan Liu, 2010).
Berdasarkan manifestasi klinis yang terjadi dan pola spesifik pada
histopatologi, kerusakan sel hati dapat dibagi lebih lanjut sebagai berikut:
a. Nekrosis sentrolobuler
Sering terjadi pada induksi obat hepatotoksik yang bergantung
metabolit beracun dari suatu senyawa. Kerusakan yang terjadi menyebar
ke luar mulai dari tengah lobus.
b. Perlemakan hati (Steatosis)
Merupakan suatu kerusakan sel hati akut yang ditandai dengan
penumpukan lemak pada sel-sel hati. Obat-obat dapat menyebabkan
terjadinya steatonecrosis dengan cara mempengaruhi proses oksidasi
asam lemak di dalam mitokondria.
c. Phospholipidosis
Merupakan akumulasi dari fosfolipid sebagai pengganti asam
lemak. Fosfolipid biasanya menelan badan lisosom dari sel hati.
d. Kematian sel (nekrosis) hepatoselular tergeneralisasi
Nekrosis hepatoselular tergeneralisasi hampir mirip perubahan
karena adanya infeksi hati oleh virus yang umum. Waktu terjadinya gejala
biasanya terjadi setelah satu minggu atau lebih setelah pemejanan zat
beracun (Kirchain and Allen, 2008).
3. Perlemakan hati
Perlemakan hati dapat ditandai dengan adanya timbunan lemak melebihi
5% dari berat hati atau mengenai lebih dari separuh jaringan di sel hati.
Perlemakan ini terjadi akibat akumulasi lipid terutama dalam bentuk trigliserida
pada hepatosit yang merupakan akibat kelebihan suplai asam lemak dari jaringan
adiposa. Gangguan ini dapat terjadi karena beberapa hal antara lain, gangguan
sintesis fosfolipid, gangguan pada trasfer VLDL melalui membran sel, dan
gangguan beta oksidasi lipid pada mitokondria (Hodgson, 2010).
Penumpukan lemak pada hati dapat menimbulkan beberapa hal yang
tidak diinginkan antara lain (1) peningkatan apoptosis, (2) peningkatan regulasi
TNF-α yang merupakan faktor pro-inflammatory dan pro-steatotic, (3) disfungsi
mitokondria yang dapat meningkatkan reactive oxygen species (ROS) dan
menginduksi peroksidasi lipid pada membran sel, (4) menginduksi CYP2E1 yang
menghasilkan ROS, dan (5) menginduksi faktor pro-inflammatory seperti COX-2
dan TNF-α (Tolman and Dalpiaz, 2007).
C. Hepatotoksin
Obat-obat atau senyawa yang dapat menyebabkan kerusakan hati
diklasifikasi menjadi dua, yaitu hepatotoksin teramalkan (intrinsik) dan tak
teramalkan (idiosinkratik) (Hodgson, 2011). Hepatotoksin teramalkan merupakan
senyawa yang dapat merusak hati jika diberikan dalam jumlah yang cukup untuk
menimbulkan efek toksik. Jadi jenis hepatotoksin ini bergantung dari jumlah dosis
pemberian senyawa. Parasetamol dan karbon tetraklorida merupakan contoh
hepatotoksin teramalkan (Forrest, 2006).
Hepatotoksin tak teramalkan merupakan senyawa toksik pada hati yang
hanya memberikan efek toksik orang-orang tertentu. Kejadian toksisitasnya tiap
individu akan berbeda-beda dan hepatotoksin jenis ini tidak bergantung pada dosis
pemberian. Contoh senyawa yang termasuk jenis ini adalah isoniazid dan
D. Karbon tetraklorida 1. Sinonim karbon tetraklorida
Nama lain dari karbon tetraklorida adalah karbona, freon 10, metana
tetraklorida, perklorometana, tetraklorometana, tetraklorokarbon, dan tetrafinol.
2. Sifat karbon tetraklorida (CCl4)
Gambar 4. Struktur karbon tetraklorida
(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995)
Karbon tetraklorida (CCl4) adalah senyawa golongan halogen alifatik
berupa cairan tak berwarna, tidak terbakar, berbau khas. Berat molekul karbon
tetraklorida adalah 153,84; titik didih 77oC dan titik beku -23oC (Budavari,
O'Neil, Smith, Heckelman (1989); Lide and Frederikse, 1993). Struktur karbon
tetraklorida terdiri dari atom C yang mengikat arom Cl (gambar 4) (Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995).Kelarutan karbon tetraklorida 1
mL dalam 2000 mL air, sangat mudah larut dalam alkohol, benzena, kloroform,
eter, karbon disulfida, dan minyak (Budavari, et al.,1989)
3. Penggunaan karbon tetraklorida (CCl4)
Karbon tetraklorida digunakan sebagai pelarut untuk laboratorium dan
industri sebagai perantara dalam sintesis triklorofluorometana dan
fumigasi atau pengasapan di pertanian, sebagai agen pembersih dan anti cacing
(Royal Society of Chemistry, 1989).
4. Metabolisme karbon tetraklorida (CCl4)
Karbon tetraklorida akan mengalami reduksi dehalogenasi di hati melalui
aktivasi enzim pemetabolisme sitokrom P450, terutama CYP2EI yang dapat
membentuk radikal bebas triklorometil (•CCl3). Enzim sikotrom CYP2EI akan
mereduksi dan mengkatalis adisi elektron yang mengakibatkan hilangnya satu ion
klorin sehingga terbentuk radikal bebas triklorometil (•CCl3). Radikal bebas
triklorometil merupakan metabolit reaktif dan akan bertambah reaktif jika
bereaksi dengan oksigen akan membentuk radikal triklorometilperoksi (•OOCCl3)
(Gregus and Klaaseen, 2001).
Ikatan kovalen dari radikal bebas triklorometil •CCl3 akan memulai
penghambatan sekresi lipoprotein dan proses perlemakan hati (steatosis),
sedangkan reaksi dengan oksigen yang membentuk radikal triklorometilperoksi
(gambar 5) akan memulai peroksidasi lipid (Weber, Boll , and Stampfl, 2003).
Radikal triklorometilperoksi yang bereaksi dengan enzim gluthation (GSH)
membentuk phosgene. Metabolit ini merupakan intermediet yang bersifat sangat
reaktif dan dapat bereaksi dengan makromolekul seluler untuk menginduksi
terjadinya kerusakan sel (Hodgson, 2010). Metabolit radikal dari karbon
tetraklorida akan membentuk ikatan kovalen dengan jaringan sekitar seperti pada
jaringan lemak sampai pada protein subseluler. Senyawa radikal ini kemudian
dapat melakukan peroksidasi pada lipid sehingga mengawali terjadinya steatosis
Gambar 5. Mekanisme toksisitas karbon tetraklorida (Timbrell, 2008).
Peroksidasi pada lipid akan menyebabkan gangguan integritas membran
sel hati. Kerusakan membran sel pada hati akan menyebabkan terlepasnya
enzim-enzim transaminase antara lain enzim-enzim Alanine transaminase (ALT) yang akan
menuju ke peredaran darah (Zimmerman, 1999).
Tabel I.Tingkat relatif peningkatan enzim serum pada beberapa kasus kerusakan hati oleh racun(Zimmerman, 1999)
Toxicant
Lesion Degree of increasse in serum enzyme levels
Zona
Necrosis Steatosis AST ALT
OCT, SDH
CCl4 + + 4+ 3+ 4+
Thioacetamide + - 4+ 3+ 4+
Tetracycline - + 2 + 1+
Ethionine - + + - +
Karbon tetraklorida dapat meningkatkan kerusakan hati dengan jenis
perlemakan hati. Kerusakan hati yang dikarenakan karbon tetraklorida dapat
dilihat dari kenaikan aktivitas serum ALT dan AST yang terukur (tabel I). Karbon
tetraklorida dapat meningkatkan aktivitas serum ALT sebesar 3 kali normal dan
aktivitas serum AST sebesar 4 kali normal (Zimmerman, 1999).
E. Metode Penyarian
Ekstrasi merupakan sediaan pekat yang didapat dengan cara
mengekstrasi zat aktif yang berasal dari simplisia nabati atau hewani dengan
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa
sehingga memenuhi baku yang telah di tetapkan (Direktorat Jendral Pengawasan
Obat dan Makanan, 1995).
Metode ekstrasi dapat dibedakan menjadi infundasi, maserasi, perlokasi,
dan penyarian berkesinambungan. Cairan penyari yang dapat digunakan adalah
air, eter atau campuran etanol dan air. Infundasi adalah metode ekstraksi untuk
mendapatkan sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air
pada suhu 90ºC selama 15 menit. Infusa dibuat dengan mencampur simplisia
dengan derajat halus yang sesuai dalam panci yang berisi air secukupnya,
panaskan diatas tangas air selama 15 menit yang mulai dihitung ketika mencapai
suhu 90ºC sambil sesekali diaduk. Setelah 15 menit, infusa diserkai selagi panas
melalui kain flanel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga
diperoleh volume infusa yang dikehendaki (Direktorat Jendral Pengawasan Obat
F. Pengukuran Serum ALT-AST
Untuk mengidentifikasi kerusakan hati, dapat digunakan enzim serum
didasarkan spesifikasi dan sensitivitas berbagai tipe kerusakan hati. Beberapa
enzim lain yang dapat digunakan sebagai penanda untuk mengetahui adanya
kerusakan hati adalah enzim-enzim golongan hidrogenase seperti laktat
dehidrogenase, glutamat dehidrogenase, isositrat dehidrogenase, dan malat
dehidrogenase. Enzim-enzim tersebut jarang digunakan untuk mendeteksi
kerusakan hati dan kurang sensitif dibandingkan kombinasi AST dan ALT
(Hodgson, 2010).
Alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat aminotransferase (AST)
serum merupakan dua enzim yang paling sering berikatan dengan kerusakan
hepatoselular. ALT memiliki fungsi memindahkan antara alanin dan asam
alfa-ketoglutamat. AST berfungsi memerantarai reaksi antara asam aspartat dan asam
alfa-ketoglutamat. Sejumlah AST terdapat di hati, miokardium, otot rangka serta
eritrosit dalam kadar sedang. Pada konsentrasi tinggi ALT terdapat di hati
sedangkan pada konsentrasi sedang terdapat pada ginjal, jantung serta otot rangka
(Sacher dan McPherson, 2002).
Pendeteksian kerusakan hepatoselular yang sedang berlangsung dapat
dilakukan dengan mengukur indek fungsional dan mengamati produk hepatosit
yang rusak (Sacher dan McPherson, 2002). Kondisi stres oksidatif akibat radikal
bebas akan meningkatkan permeabilitas membran dan nekrosis hepatosit (Pujar,
Kashinakunti, Kalaganad, Dambala, Doddamani, 2010). Hal tersebut akan
membran plasma menuju pembuluh darah dan masuk ke aliran darah. Hal ini akan
menyebabkan kenaikan jumlah enzim tersebut di dalam aliran darah sehingga
dapat menandakan adanya kerusakan pada sel-sel hati (Dongare, Dhande, and
Kadam 2013).
G. Landasan Teori
Hati merupakan salah satu organ penting dalam tubuh manusia karena
memiliki peran metabolisme dan detoksifikasi rancun dalam tubuh. Ketika fungsi
hati mengalami kerusakan, akan terjadi nekrosis dari sel-sel hepatosit. Kerusakan
sel-sel hepatosit akan menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding sel dan
melepaskan enzim enzim transaminase menuju aliran darah (Dongare, et al.,
2013).
Karbon tetraklorida adalah senyawa model yang biasa digunakan untuk
menginduksi kerusakan hati dengan mekanisme perlemakan hati. Karbon
tetraklorida akan dimetabolisme oleh sitokrom P450 2E1 menjadi senyawa radikal
bebas triklorometil (∙CCl3) yang akan memulai reaksi berantai hingga
menyebabkan kerusakan sel hepatosit(Gregus and Klaaseen, 2001).
Kandungan fitokimia herba Bidens pilosa L. golongan polifenolik
memiliki peran penting dalam mempertahankan fungsi normal hati (Bairwa, et al.,
2010). Ketika hati mengalami kerusakan akibat peroksidasi lipid,
senyawa-senyawa polifenolik sepertik flavonoid dan fenolik dapat membantu menetralkan
senyawa-senyawa radikal penyebab peroksidasi lipid. Penelitian Cortés-Rojas, et
penelitian Kviecinski, et al., (2011) didapatkan efek hepatoprotektif pemberian
fraksi etil asetat herba Bidens pilosa L. yang berasal dari kandungan quercetin.
Berdasarkan penelitian Ueno, Nakano, dan Hirono (1983) yang meneliti tentang
distribusi dosis tunggal quercetin dan metabolitnya yang diberikan secara per oral
didalam tubuh tikus. Diketahui bahwa pemberian dosis tunggal senyawa quercetin
yang telah diberi label radioaktif memiliki konsentrasi tertinggi pada hati dan
ginjal pada jam ke-6 setelah pemberian. Hal tersebut mendasari pemilihan waktu
enam jam (jangka pendek) sebagai waktu praperlakuan sebelum diinduksi dengan
karbon tetraklorida.
Penelitian ini menggunakan sediaan infusa herba Bidens pilosa L.
didasarkan pada kebiasaan masyarakat Indonesia memanfaatkan tanaman obat
dengan cara direbus dan air rebusan tersebut dikonsumsi. Proses pembuatan
tanaman obat hasil perebusan memiliki kemiripan dalam membuat sediaan infusa.
Selain itu, proses pemanasan pada teknik infundasi juga akan membantu
penyarian senyawa-senyawa polifenolik seperti flavonoid dalam herba Bidens
pilosa L. yang bersifat polar hingga semipolar. Harapannya senyawa quercetin
dalam herba Bidens pilosa L. yang bersifat semipolar juga dapat tersari karena
berdasarkan penelitian Kviecinski, et al. (2011) senyawa quercetin bertanggung
jawab terhadap efek hepatoprotektif pada mencit.
H. Hipotesis
Pemberian jangka pendek infusa herba Bidens pilosa L. mempunyai efek
hepatoprotektif ditandai penurunan aktivitas serum ALT-AST pada tikus betina
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek
infusa herba Bidens pilosa L. terhadap aktivitas serum ALT-AST pada tikus
betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida merupakan jenis penelitian
eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel utama
a. Variabel bebas
Variabel bebas penelitian ini adalah variasi dosis infusa herba Bidens
pilosa L. jangka pendek pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon
tetraklorida.
b. Variabel tergantung
Variabel tergantung penelitian ini adalah efek hepatoprotektif infusa
herba Bidens pilosa L. ditandai dengan penurunan aktivitas serum ALT
dan AST (U/I) tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida
setelah pemberian infusa herba Bidens pilosa L. jangka pendek.
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali Kondisi hewan uji yang digunakan, yaitu
tikus dengan galur Wistar dengan jenis kelamin betina, berat badan ±120-200
dengan selang waktu pemberian infusa herba Bidens pilosa L. selama
enam jam secara per oral. Kondisi herba Bidens pilosa L. saat panen
yang masih segar, tidak kering, berwarna hijau dan memiliki bagian
lengkap diatas tanah (batang, daun, bunga, dan buah). Lokasi dan waktu
panen herba Bidens pilosa L. disekitar tanah lapang sekitar Dusun
Jenengan, Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman,
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Sleman yang dipanen pada bulan
Juli 2014. Cara penyimpanan serbuk herba Bidens pilosa L. didalam
kotak kedap udara dan diberi silika gel.
b. Variabel pengacau tak terkendali
Dalam penelitian tersebut, variabel pengacau tak terkendali adalah
kondisi patologis tikus betina galur Wistar yang digunakan sebagai
hewan uji.
3. Definisi operasional
a. Herba Bidens pilosa L. Didefinisikan semua bagian tumbuhan di atas
tanah (batang, daun, bunga, dan buah) Bidens pilosa L.
b. Infusa herba Bidens pilosa L. Didefinisikan sebagai infusa serbuk kering
herba Bidens pilosa L. dengan konsentrasi 16% yang didapatkan dari proses
infudasi 8,0 g serbuk kering herba Bidens pilosa L. dibasahi dengan 16 mL
kemudian ditambah 50,0 mL aquadest pada suhu 90°C selama 15 menit.
c. Efek hepatoprotektif. Didefinisikan kemampuan infusa herba Bidens
aktivitas serum ALT dan AST pada tikus betina galur Wistar terinduksi
karbon tetraklorida.
d. Jangka pendek. Didefinisikan sebagai selang waktu 6 jam pemberian
praperlakuan infusa herba Bidens pilosa L. kepada hewan uji
e. Dosis efektif. Didefinisikan sebagai sejumlah gram per kilogram berat
badan (g/kgBB) infusa herba Bidens pilosa L. terkecil yang memiliki
%hepatoprotektif dari aktivitas ALT paling mendekati 100% proteksi hati.
C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama
a. Bahan uji yang digunakan berupa herba Bidens pilosa L. yang diperoleh
dari tanah lapang sekitar Dusun Jenengan, Desa Maguwoharjo, Depok,
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Sleman.
b. Hewan uji yang digunakan adalah tikus betina galur Wistar berumur 2-3
bulan dengan berat badan ±120-200 yang diperoleh dari Laboratorium
Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bahan kimia
a. Hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tertraklorida (Merck®)
berupa cairan tidak berwarna dan berbau khas.
b. Kontrol negatif dan pelarut hepatotoksin yang digunakan adalah olive oil
yang dibeli dari PT. Brataco Chemika, Yogyakarta.
c. Pelarut untuk infusa adalah aquadest yang diperoleh dari Laboratorium
d. Blanko pengukuran aktivitas serum ALT dan AST menggunakan aqua
bidestilata yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
e. Reagen ALT yang digunakan adalah reagen ALT Diasys. Komposisi dan
konsentrasi dari reagen ALT tercantum pada tabel II.
Tabel II. Komposisi dan konsentrasi reagen ALT
R1:
TRIS pH 7.15 140 mmol/L L-Alanine 700 mmol/L
LDH
(lactate dehydrogenase) ≥ 2300 U/L
R2: 2-Oxoglutarate 85 mmol/L
NADH 1 mmol/L
Pyridoxal-5-phosphate
FS: Good’s buffer pH 9.6 100 mmol/L
f. Reagen AST yang digunakan adalah reagen ALT DiaSys. Komposisi dan
konsentrasi dari reagen AST tercantum pada tabel III.
Tabel III. Komposisi dan konsentrasi reagen AST
R1:
R2: 2-Oxoglutarate 65 mmol/L
D. Alat atau Instrumen Penelitian
Alat-alat yang digunakan untuk membuat serbuk antara lain oven, mesin
penyerbuk, ayakan, dan timbangan analitik. Alat- alat yang digunakan untuk
infundasi berupa seperangkat alat gelas berupa thermometer, Beaker glass, gelas
ukur, batang pengaduk, cawan porselen, panci enamel, penangas air, timbangan
analitik, stopwatch, dan kain flanel. Sedangkan alat untuk menguji efek
hepatoprotektif adalah seperangkat alat gelas berupa Beaker glass, gelas ukur,
tabung reaksi, labu ukur, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrex Iwaki Glass®),
timbangan analitik Mettler Toledo®, sentrifuge Centurion Scientific®, vortex
Genie Wilten®, spuit injeksi per oral, pipa kapiler, tabung Eppendorf, Vitalab
mikro (Microlab-200, Merck®), stopwatch,micropipette, dan blue tip.
E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi herba Bidens pilosa L.
Determinasi tanaman dilakukan dengan mencocokkan herbarium herba
Bidens pilosa L. yang diperoleh dari Dusun Jenengan dengan buku acuan “Flora
of Java” (Backer, 1963). Determinasi dilakukan oleh Bapak Yohanes Dwiatmaka,
M.Si., Dosen Program Studi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta hingga tingkat spesies.
2. Pengumpulan bahan uji
Bahan uji yang akan dibuat menjadi serbuk adalah herba Bidens pilosa L.
yang masih segar, berwarna hijau, terhindar dari penyakit dan memiliki bagian
tumbuhan lengkap diatas tanah (batang, daun, bunga dan buah). Herba Bidens
Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Sleman pada bulan Juli 2014.
3. Pembuatan serbuk herba Bidens pilosa L.
Herba Bidens pilosa L. dicuci dengan air mengalir hingga bersih dan
diangin-anginkan hingga .Pengeringan dilakukan dengan oven pada suhu 50oC
selama 48 jam. Setelah benar-benar kering, herba Bidens pilosa L. diserbuk
dengan alat penyerbuk dan diayak dengan ayakan mesh nomor 40 untuk
mendapatkan serbuk herba Bidens pilosa L. yang lebih halus dan homogen.
4. Penetapan kadar air pada serbuk herba Bidens pilosa L.
Serbuk kering herba Bidens pilosa L.yang sudah diayak, dimasukkan ke
dalam alat moisture balance sebanyak 5 g kemudian diratakan. Bobot serbuk
kering herba tersebut ditetapkan sebagai bobot sebelum pemanasan (bobot A),
setelah itu dipanaskan pada suhu 1050C selama 15 menit. Serbuk kering herba
Bidens pilosa L. ditimbang kembali dan dihitung sebagai bobot setelah pemanasan
(bobot B). Kemudian dilakukan perhitungan terhadap selisih bobot A terhadap
bobot B yang merupakan kadar air serbuk herba Bidens pilosa L.
5. Pembuatan infusa herba Bidens pilosa L.
Serbuk kering herba Bidens pilosa L. diambil sejumlah 8 g kemudian
dibasahkan dengan 16 mL aquadest dan kemudian ditambahkan dengan 50 mL
aquadest didalam panci infundasi yang dilapis enamel. Penggunaan panci
terjadinya reaksi kelasi antara metabolit sekunder terutama flavonoid dengan
logam aluminium (Buchweishaija, 2009; Nnanna, Obasi, Nwadiuko, Mejeh,
Ekekwe, Udensi, 2012; Keservani and Sharma, 2014). Campuran ini kemudian
dipanaskan di atas heater pada suhu 90°C selama 15 menit, waktu dihitung ketika
suhu pada campuran mencapai 90°C. Setelah 15 menit air hasil infundasi disaring
dengan kain flanel. Apabila volume infusa belum mencapai 50 mL, ditambahkan
aquadest panas kedalam ampas sisa dalam panci dan disaring ulang hingga
volume mencapai 50 mL.
6. Penetapan dosis infusa herba Bidens pilosa L.
Dasar penetapan peringkat dosis adalah berat badan tertinggi tikus pada
penelitian ini (200 gram), separuh dari volume pemberian maksimal secara peroral
pada tikus (2,5 mL), dan konsentrasi maksimal yang merupakan hasil orientasi
pembuatan infusa herba Bidens pilosa L. (16%). Penetapan dosis tertinggi infusa
adalah sebagai berikut :
D x BB = C x ½V
D x 0,2 kgBB = 16 g/ 100 mL x 2,5 mL
D = 2 g/kgBB (Dosis maksimum)
Peringkat dosis yang lainnya diperoleh dengan faktor kelipatan 2. Dosis
II didapat dengan membagi dosis maksimum (2 g/kgBB) sebanyak 2 nilai dan
dosis I didapat dengan membagi dosis maksimum sebanyak 4 nilai. Dengan
demikian, dosis infusa herba Bidens pilosa L. yang akan digunakan dalam
7. Pembuatan larutan karbon tetraklorida dalam olive oil
Larutan karbon tetraklorida dalam olive oil dibuat dengan cara
mengambil volume karbon tetraklorida secara seksama, kemudian dilarutkan
dengan olive oil dengan perbandingan 1 : 1 (Murugesan, et al., 2009).
8. Uji pendahuluan
a. Penetapan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida
Penetapan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida mengacu pada
penelitian Murugesan, et al. (2009) dosis hepatotoksik 2,0 mL/kgBB
dalam olive oil dengan perbandingan 1 : 1 secara intraperitoneal.
Penelitian dari Wijayanti (2013) juga membuktikan bahwa karbon
tetraklorida 2 mL/kgBB mampu meningkatkan aktivitas serum ALT dan
AST pemberian secara intraperitoneal. Dosis ini mampu merusak sel-sel
hati pada tikus yang ditunjukkan melalui peningkatan aktivitas ALT-AST
dan tidak menimbulkan kematian pada hewan uji.
b. Penetapan waktu pencuplikan darah
Penetapan waktu pencuplikan darah ditentukan melalui pencuplikan
darah setelah diinduksi hepatotoksin dengan tiga kelompok (n=5)
perlakuan waktu, yaitu pada jam ke - 0, 24, dan 48.
9. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji
Hewan uji sebanyak 30 ekor tikus betina galur Wistar dibagi secara acak
dalam enam kelompok masing-masing lima ekor tikus. Kelompok I (kontrol
hepatotoksin) diberi karbon tetraklorida dalam olive oil (1:1) dengan dosis 2
mL/kgBB secara per oral. Kelompok I dan II diambil darahnya pada jam ke-24
setelah pemberian. Kelompok III (kontrol infusa) diberi infusa herba Bidens
pilosa L. pada dosis tertinggi, kemudian setelah 6 jam diambil darahnya.
Kelompok IV, V, dan VI (kelompok perlakuan) masing- masing diberi infusa
herba Bidens pilosa L. pada dosis 0,5; 1, dan 2 g/kgBB kemudian enam jam
setelah pemberian infusa dilakukan pemberian dosis hepatotoksin karbon
tetraklorida dosis 2 mL/kgBB secara intraperitoneal. Pada jam ke-24 (hasil
penentuan waktu pencuplikan hepatotoksin), semua kelompok diambil darahnya
pada daerah sinus orbitalis mata untuk pengukuran aktivitas serum ALT-AST.
10. Pembuatan serum
Darah tikus diambil melalui bagian sinus orbitalis mata tikus, kemudian
ditampung dalam tabung Eppendorf. Darah didiamkan selama 15 menit dan
disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 8.000 rpm. Bagian supernatan
diambil menggunakan mikro pipet dan disentrifugasi kembali selama 10 menit
dengan kecepatan 8.000 rpm.
11. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST
Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST (U/L) dilakukan dengan
Vitalab mikro (Mikrolab-200) di Laboratorium Anatomi Fisiologi Manusia
Fakultas Farmasi Santa Dharma Yogyakarta. Aktivitas serum diukur pada panjang
gelombang 340 nm . Analisis serum ALT dilakukan dengan cara mencampur 100
μL serum dengan1000 μL reagen I, kemudian dicampurkan 250 μL reagen II dan
dengan cara mencampur 100 μL serum dengan 1000 μL reagen I, kemudian
dicampurkan 250 μL reagen II dan dibaca serapan setelah satu menit.
F. Tata Cara Analisis Hasil
Data aktivitas serum ALT dan AST diuji dengan Saphiro-Wilk untuk
mengetahui distribusi data dan analisis varian untuk melihat homogenitas varian
antar kelompoknya sebagai syarat analisis parametrik. Apabila didapat distribusi
data yang normal maka analisis dilanjutkan dengan analisis pola searah (One Way
ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan
masing-masing kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk melihat
perbedaan masing-masing antar kelompok bermakna (signifikan) (p<0,05) atau
tidak bermakna (tidak signifikan) (p>0,05). Namun bila distribusi data yang
didapatkan tidak normal, maka dilakukan analisis dengan uji Kruskal Wallis untuk
mengetahui perbedaan aktivitas serum ALT dan AST antar kelompok. Setelah itu
dilanjutkkan dengan uji Mann Whitney untuk mengetahui perbedaan tiap
kelompok bermakna (signifikan) (p<0,05) atau tidak bermakna (tidak signifikan)
(p>0,05).
Perhitungan persen efek hepatoprotektif terhadap hepatotoksin karbon
tetraklorida diperoleh dengan rumus :
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek hepatoprotektif dan
dosis efektif dari infusa herba Bidens pilosa L terhadap tikus betina galur Wistar
terinduksi karbon tetraklorida (CCl4). Untuk mengetahui seberapa besar efek
hepatoprotektif yang dihasilkan maka dilakukan pengujian dengan aktivitas ALT
dan AST sebagai tolak ukur kuantitatif dalam penelitian ini.
A. Penyiapan Bahan 1. Determinasi tanaman
Determinasi herba Bidens pilosa L. yang didapat dari tanah lapang
sekitar dusun Jenengan untuk menjamin kebenaran tanaman yang diteliti.
Determinasi dilakukan oleh Yohanes Dwiatmaka, M.Si dosen Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Determinasi tanaman
Bidens pilosa L. menggunakan buku acuan karangan Backer (1963) hingga ke
tingkat spesies. Bagian tanaman yang dideterminasi antara lain batang, daun, biji,
dan bunga. Hasil determinasi (lampiran 4) membuktikan bahwa batang, daun,
buah, dan bunga yang digunakan pada penelitian ini adalah benar dari tanaman
Bidens pilosa L.
2. Penetapan konsentrasi infusa
Pada pembuatan infusa dilakukan penetapan konsentrasi maksimal yang
dapat dibuat untuk menentukan dosis maksimal infusa herba Bidens pilosa L.
Bidens pilosa L. terbasahi dan terendam oleh perlarut air. Hasil dari pembuatan
infusa didapatkan konsentrasi maksimal sebesar 16% yang akan digunakan untuk
menentukan dosis maksimal infusa herba Bidens pilosa L.
3. Hasil penetapan kadar air
Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui kadar air dalam serbuk
herba Bidens pilosa L. dan untuk memenuhi persyaratan serbuk yang baik, yaitu
memiliki kadar air kurang dari 10% (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan, 1995). Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Gravimetri
dengan menggunakan alat moisture balance. Serbuk dipanaskan pada suhu 105 oC
selama 15 menit di dalam alat, kemudian dilakukan perhitungan kadar air.
Pengaturan suhu 105 oC selama 15 menit dilakukan untuk menguapkan
kandungan air sehingga serbuk herba Bidens pilosa L. memenuhi persyaratan
strandarisasi non spesifik. Berdasarkan hasil yang diperoleh serbuk herba Bidens
pilosa L. memiliki kadar air sebesar 8,614%. Hal ini menunjukan bahwa serbuk
herba Bidens pilosa L. memenuhi syarat serbuk yang baik dengan kadar air
kurang dari 10%.
B. Uji Pendahuluan 1. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida
Pada penelitian ini digunakan karbon tetraklorida sebagai senyawa model
hepatotoksin. Penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida bertujuan untuk
mengetahui dosis karbon tetraklorida yang dapat menimbulkan kerusakan hati
ringan yaitu steatosis. Terjadinya steatosis ditandai dengan adanya peningkatan