• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan hasil belajar siswa kelas VIII-C SMP Kanisius Panembahan Senopati Tirtomoyo tahun ajaran 2012/2013 pada pokok bahasan faktorisasi suku aljabar dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournaments).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan hasil belajar siswa kelas VIII-C SMP Kanisius Panembahan Senopati Tirtomoyo tahun ajaran 2012/2013 pada pokok bahasan faktorisasi suku aljabar dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournaments)."

Copied!
275
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII-C SMP

KANISIUS PANEMBAHAN SENOPATI TIRTOMOYOTAHUN

AJARAN 2012/2013 PADA POKOK BAHASAN FAKTORISASI SUKU ALJABAR DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (TEAMS GAMES

TOURNAMENTS)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

Caecillia Berta Ayuwanditya 081414013

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

(2)

i

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII-C SMP

KANISIUS PANEMBAHAN SENOPATI TIRTOMOYOTAHUN

AJARAN 2012/2013 PADA POKOK BAHASAN FAKTORISASI SUKU ALJABAR DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (TEAMS GAMES

TOURNAMENTS)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

Caecillia Berta Ayuwanditya 081414013

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

(3)
(4)
(5)

iv

“Every Ending is New Beginning”

Skripsi ini kupersembahkan untuk :

Yesus Kristus Juru Selamatku

Bunda Maria terkasih

(6)
(7)
(8)

vii

ABSTRAK

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII-C SMP KANISIUS PANEMBAHAN SENOPATI TIRTOMOYO TAHUN AJARAN 2012/2013 PADA POKOK BAHASAN FAKTORISASI SUKU ALJABAR DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (TEAMS GAMES

TOURNAMENTS)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) dapat meningkatkan hasil belajar pada pokok bahasan faktorisasi suku aljabar, dan apakah proses belajar mengajar juga meningkat.

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII-C SMP Kanisius Panembahan Senopati Tirtomoyo dengan jumlah siswa 32 siswa. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan menggunakan jenis penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Penelitian ini dilakukan sebanyak empat belas kali pertemuan. Instrumen yang digunakan berupa 1) Lembar Kerja Siswa (LKS) 2) Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran 3) Lembar Soal untuk Turnamen 4) Lembar Pembagian Siswa dalam Kelompok 5) Lembar Pembagian Meja Turnamen 6) Lembar Skor Game 7) Lembar Rangkuman Tim 8) Soal untuk Game dan Turnamen 9) Tes hasil belajar siswa. Data yang digunakan peneliti adalah data hasil belajar siswa yang dilihat dari hasil ulangan siswa.

(9)

viii

hingga siklus 2, hal ini dapat dilihat dengan banyaknya siswa yang semakin aktif, dan banyaknya juga tim yang semakin kompak.

(10)

ix ABSTRACT

IMPROVING STUDENTS’ LEARNING ACHIEVEMENT BY USING TGT (TEAMS GAMES TOURNAMENTS) AS ONE OF THE

TYPE OF LEARNING ON “FAKTORISASI SUKU ALJABAR” TOPIC TO VIII-C KANISIUS PANEMBAHAN SENOPATI JUNIOR

HIGH SCHOOL IN ACADEMIC YEAR 2012/2013

Caecillia Berta Ayuwanditya cooperative approach can improve the learning achievement on factorizing algebra unit.

There were 32 research participants. The participants of this research were SMP Kanisius Panembahan Senopati students, specifically in the VIII-C class. This research was classroom action research (CAR) and used both quantitative and qualitative research. This research was conducted in 14 times meetings. The instruments used in this research were 1) Students’ worksheet 2) Lesson Plan 3) questions sheets for the tournaments 4) tournament table assignmentsheet 5) Tournament table assigment sheet 6) game-score sheets 7) Team-summary sheets 8) Questions for the games and tournaments 9) Tests. The data used for this research was the data gathered from the tests.

The result of the research showed that after implementing TGT

cooperative approach the students’ learning achievement exceeded the researcher

target. In the first cycle 53% of the students passed the minimal passing grade (KKM) and in the second cycle there were 78.13% of the students passed the minimal passing grade (KKM) instead of 75% pioneer target. As it is showed in the result of the research, The TGT cooperative approach did improve the learning achievement onfactorizing algebra unitin the VIII-C class of Kanisius Panembahan Senopati Junior High School. In the learning process, they also made some progress. The progress can can be seen in cycle 1 and 2. In cycle 2 there were more active students and more solid teams than cycle 1.

(11)
(12)
(13)

xii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

ASBTRAK... vii

4. Peningkatan Hasil Belajar ... 11

(14)

xiii

C. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

1. Arti ... 15

2. Unsur – unsur dalam Pembelajaran Kooperatif ... 16

3. Tujuan Pembelajaran Kooperatif ... 18

4. Macam – macam Pembelajaran Kooperatif ... 20

D. Teams Games Tournament (TGT)... 27

E. Faktorisasi Bentuk Aljabar ... 35

F. Kerangka Berfikir... 47

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 49

B. Tempat Penelitian ... 50

C. Subjek dan Objek Penelitian... 50

D. Bentuk Data ... 50

E. Teknik Pengumpulan Data ... 50

F. Treatment ... 51

BAB IV PELAKSANAAN DAN DATA HASIL PENELITIAN A. Observasi Awal Penelitian ... 71

B. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan Penelitian ... 73

2. Pelaksanaan Penelitian... 76

C. Analisis Data 1. Soal Test Kemampuan Siswa (Ulangan 1 danUlangan 2) ... 98

2. Wawancara ... 103

(15)

xiv

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... 106

B. Saran... 107

C. Kelemahan Peneliti ... 108

(16)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Tabel Lembar Rangkuman Tim ... 52

Tabel 3.2 Tabel Membagi Siswa Ke Dalam Tim ... 54

Tabel 3.3 Tabel Lembar Pembagian Meja Turnamen ... 55

Tabel 3.4 Tabel Lembar Skor Game... 56

Tabel 3.5 Tabel Menghitung Poin-Poin Turnamen untuk Permainan dengan Empat Orang Pemain ... 57

Tabel 3.6 Tabel Menghitung Poin-Poin Turnamen untuk Permainan dengan Tiga Orang Pemain... 57

Tabel 3.7 Tabel Menghitung Poin-Poin Turnamen untuk Permainan dengan Dua Orang Pemain ... 57

Tabel 3.8 Tabel Pemberian Skor Pada Lembar Jawab Ulangan 1 ... 65

Tabel 3.9 Tabel Pemberian Skor Pada Lembar Jawab Ulangan 2 ... 68

Tabel 4.1 Tabel Hasil Test Ulangan 1 Siswa Kelas IX-B ... 74

Tabel 4.2 Tabel Hasil Test Ulangan 2 Siswa Kelas IX-B... 75

Tabel 4.3 Tabel Siklus 1 dan Siklus 2 ... 92

Tabel 4.4 Tabel Hasil Skor Siswa pada Ulangan Pertama ... 99

Tabel 4.5 Tabel Hasil Skor Siswa pada Ulangan Kedua ... 100

Tabel 4.6 Tabel Hasil Ulagan 1 kelas VIII-C ... 101

(17)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Meja Turnamen ... 31

Gambar 2.2 Meja Turnamen yang digunakan Peneliti ... 32

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1.1 Surat Ijin... 110

Lampiran 1.2 Surat Keterangan ... 111

Lampiran 2.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)... 112

Lampiran 2.2 Lembar Kerja Siswa 1, 2, 3 (LKS)... 131

Lampiran 2.3 Soal Game dan Turnamen ... 145

Lampiran 2.4 Alat-alat untuk Game dan Turnamen ... 163

Lampiran 3.1 Daftar Nama Siswa Kelas VIII-C ... 166

Lampiran 3.2 Daftar Nama sesuai Pembagian Kelompok ... 167

Lampiran 3.3 Lembar Pembagian Meja Turnamen ... 171

Lampiran 3.4 Lembar Skor Game ... 172

Lampiran 3.5 Lembar Rangkuman Tim ... 173

Lampiran 4.1 Contoh Hasil Lembar Kerja Siswa ... 174

Lampiran 4.2 Contoh Ulangan Ulangan Kelas IX-B ... 192

Lampiran 4.3 Contoh Hasil Ulangan 1 dan 2 siswa Kelas VIII-C ... 200

Lampiran 5.1 Hitung Validitas Ulangan 1... 219

Lampiran 5.2 Hitung Validitas Ulangan 2 ... 233

Lampiran 5.3 Hasil Wawancara ... 245

Lampiran 6 Hasil Game danTurnamen... 253

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Di dalam KTSP disebutkan bahwa tujuan utama kegiatan pembelajaran di sekolah yaitu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, dapat menarik minat dan antusias siswa serta dapat memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dengan baik dan semangat, sebab dengan suasana belajar yang menyenangkan akan berdampak positif dalam pencapaian prestasi belajar yang optimal. Untuk itu guru dituntut untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, yang dapat memotivasi siswa sehingga pencapaian prestasi dan hasil belajar dapat optimal.

(20)

Demikian juga dalam pembelajaran matematika, guru diharapkan lebih kreatif dalam menggunakan dan memilih metode pembelajaran sehingga pembelajaran tidak berjalan monoton, tetapi menyenangkan, apalagi matematika adalah salah satu mata pelajaran yang dianggap sukar oleh siswa karena karakteristiknya yang abstrak. Apabila siswa senang dalam proses belajar mengajar maka hal ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

(21)

Akan tetapi kenyataannya, guru masih sering mengunakan metode ceramah, sehingga pembelajaran berjalan monoton. Sangat jarang guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk membentuk kelompok dan berdiskusi mengenai materi yang diajarkan. Memang metode ceramah yang digunakan tidak sepenuhnya ceramah, tetapi disisipi dengan berdiskusi. Namun jika metode tersebut dipakai terus menerus siswa akan merasa bosan dan tidak senang mengikuti proses belajar mengajar.

SMP Kanisius Panembahan Senopati Tirtomoyo mengajarkan berbagai macam mata pelajaran, salah satunya matematika. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap sukar dan ditakuti siswa. Guru merasa kesukaran dalam mengahadapi siswa yang pasif dan juga dalam meningkatkan hasil belajar, khususnya dalam materi aljabar. Dari penjelasan guru matematika yang bersangkutan, tampak bahwa beliau sangat kesulitan dalam meningkatkan hasil belajar khususnya pada materi aljabar. Dari pengalaman beliau kurang lebih hanya 29,41% siswa yang memenuhi KKM. Beliau juga memaparkan bahwa hasil belajar siswa untuk matematika rendah. Ini dikarenakan siswa yang malas dan kurang siap mengikuti pelajaran, banyak siswa yang kesulitan dalam proses pembelajaran, dan lama untuk memahami materi. Beberapa siswa juga tampak kurang senang dalam proses pembelajaran. Untuk aljabar sendiri sangat sedikit siswa yang dapat mencapai KKM sekolah, yaitu 63.

(22)

belajar menjadi menyenangkan sehingga siswa akan senang mengikuti pembelajaran dan akhirnya berdampak baik dalam hasil belajar. Game dalam turnamen TGT adalah persaingan yang sehat, karena game ini adalah permainan yang bukan beradu fisik, tetapi beradu ketelitian, pemahaman materi, dan guru dapat mengaplikasi game ini sesuai dengan keinginannya.

Dari uraian di atas, peneliti ingin mengadakan penelitian untuk mengetahui apakah dengan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournaments) dapat meningkatkan hasil belajar Faktorisasi Suku Aljabar, dan proses belajar mengajar siswa kelas VIII-C SMP Kanisius Panembahan Senopati Tirtomoyo pada tahun ajaran 2012/2013.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah, dapat diidentifikasi sebab–sebab timbulnya masalah sebagai berikut :

a. Guru masih monoton, dan belum menemukan strategi pembelajaran yang tepat, sehingga guru masih kesulitan dalam mengatasi hasil belajar siswa. b. Guru belum menggunakan metode yang tepat untuk membantu siswa dalam memahami konsep–konsep matematika, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.

c. Nilai siswa rata-rata di bawah ketuntasan, dengan kata lain hasil belajar siswa rendah.

(23)

e. Siswa tidak benar-benar mempunyai niat untuk bersekolah.

f. Kualitas siswa yang mendaftar di SMP Kanisius Panembahan Senopati kurang.

g. SMP Kanisius Panembahan Senopati masih merasa kesulitan dalam memperoleh siswa.

C. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini penulis hanya meneliti peningkatan hasil belajar siswa, dan proses belajar siswa kelas VIII-C SMP Kanisius Panembahan Senopati Tirtomoyo tahun ajaran 2012/2013 dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dalam materi faktorisasi suku aljabar.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah penggunaan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe Teams

Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar faktorisasi

suku aljabar siswa kelas VIII-C SMP Kanisius Panembahan Senopati tahun ajaran 2012/2013?

2. Apakah dengan penggunaan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe

Teams Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan proses belajar

(24)

E. Batasan Istilah 1. Belajar

Belajar adalah proses perubahan perilaku tetap dari belum tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang terampil menjadi lebih terampil, dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru, serta bermanfaat bagi lingkungan maupun individu itu sendiri.

2. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa setelah proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, yang mencangkup perubahan dalam kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.

3. Peningkatan Hasil Belajar.

Peningkatan hasil belajar adalah proses, perbuatan, atau cara meningkatkan atau mempertinggi nilai pembelajaran, dari kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Perubahan yang terjadi dalam pembelajaran, yaitu perubahan yang baik, dalam arti membuat lebih baik dari sebelumnya dalam hal pembelajaran yang mencangkup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.

4. Pendekatan Pembelajaran

Pendekatan pembelajaran adalah proses atau cara yang akan ditempuh guru dan siswa untuk mengelola kegiatan belajar yang menyenangkan, sehingga memperoleh hasil belajar secara optimal.

5. Pembelajaran Kooperatif

(25)

untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.

6. Teams Games Tournament (TGT)

TGT adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang menggunakan pertandingan permainan tim. Siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka. Turnamen diadakan setiap mingguan, dimana siswa memainkan

game akademik dengan anggota lain pada “meja turnamen” dengan peserta

sebanyak tiga yang memiliki rekor nilai terakhir yang sama. Peraih rekor tertinggi dalam tiap meja turnamen akan mendapatkan poin untuk timnya, tanpa menghiraukan dari meja mana ia mendapatkannya. Tim dengan kinerja tinggi akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan tim lainnya.

F. Tujuan penelitian

Tujuan yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penggunaan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar faktorisasi suku aljabar siswa kelas VIII-C SMP Kanisius Panembahan Senopati Tirtomoyo pada tahun ajaran 2012/2013.

G. Manfaat Penelitian

1) Bagi siswa kelas VIII-C SMP Kanisius Panembahan Senopati

(26)

suasana yang menyenangkan dan tidak membosankan, dan akhirnya diharapkan hasil belajar siswa akan meningkat, begitupula dengan KKM. 2) Bagi Guru yang Bersangkutan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi guru dalam proses belajar mengajar, sehingga guru nantinya dapat menggunakan beberapa metode pembelajaran dengan harapan hasil belajar siswa dapat meningkat, dan pembelajaran berjalan dengan menyenangkan.

3) Bagi Universitas

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah koleksi referensi perpustakaan dan dapat digunakan oleh pihak–pihak lain yang membutuhkan sebagai bacaan dan pengembangan ide selanjutnya.

4) Bagi Penulis

(27)

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Peningkatan Hasil Belajar 1. Belajar

Anthony Robbins mendefinisikan belajar sebagai proses

menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru (Trianto, 2009 : 15).

Definisi belajar secara lengkap dikemukakan oleh Slavin (2000: 141 dalam Trianto), yang mendefinisikan belajar sebagai berikut :

Learning is usually defined as a change in an individual caused by

experience. Changes caused by development (such as growing taller)

are not instances of learning. Neither are characteristics of

individuals that are present at birth (such as reflexes and respons to

hunger or pain). However, humans do so much learning from the

day of their birth and some say earlier) that learning and

development are inseparably linked.

Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Manusia banyak belajar sejak lahir dan bahkan ada yang berpendapat sebelum lahir bahwa antara belajar dan perkembangan sangat erat kaitannya (Trianto, 2009 : 16).

Selanjutnya, Slavin juga menyatakan :

Learning takes place in many ways. Sometimes it is intentional, as

(28)

they look something up in the encyclopedia. Sometimes it is

unintentional, as in the case of the child’s reaction to the needle. All

sorts of learning are going on all the time.

Proses belajar terjadi melalui banyak cara baik disengaja maupun tidak disengaja dan berlangsung sepanjang waktu dan menuju pada suatu perubahan pada diri pembelajar. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan perilaku tetap berupa pengetahuan, dan kebiasaan yang baru diperoleh individu (Trianto, 2009 : 16).

Belajar diartikan sebagai proses perubahan perilaku tetap dari belum tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang terampil menjadi lebih terampil, dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru, serta bermanfaat bagi lingkungan maupun individu itu sendiri. (Trianto: 2009:17).

1. Hasil Belajar

Hasil belajar menurut Anni (2004: 4) adalah perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Sedangkan hasil belajar menurut Sudjana (1990: 22) adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

(29)

Menurut Bloom, hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar adalah perubahan tingkah perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorisasi oleh pakar pendidikan sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensif (Agus Suprijono, 2009 : 6-7).

Menurut definisi di atas, maka dapat dituliskan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa setelah proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, yang mencangkup perubahan dalam kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sehingga, hasil belajar tidak hanya mengacu pada kognitif saja melainkan keseluruhan, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.

2. Peningkatan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia peningkatan berarti proses, perbuatan, cara meningkatkan (usaha, kegiatan, dsb), sedangkan meningkatkan berarti menaikkan (derajat, taraf, dsb); mempertinggi; memperhebat (produksi dsb).

3. Peningkatan Hasil Belajar

Peningkatan hasil belajar adalah proses, perbuatan, atau cara meningkatkan atau mempertinggi nilai pembelajaran, dari kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.

(30)

pembelajaran yang mencangkup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.

B. Pendekatan Pembelajaran

Mendefinisikan pendekatan pembelajaran perlu dipahami arti dan masing-masing kalimat tersebut. Menurut Depdikbud (1990: 180) pendekatan dapat diartikan, “sebagai proses, perbuatan, atau cara untuk mendekati

sesuatu”. Menurut Suharno, Sukardi, Chodijah dan Suwalni (1998: 25) bahwa

“pendekatan pembelajaran diartikan model pembelajaran”. Sedangkan

pembelajaran menurut H.J. Gino dkk. (1998:32) bahwa, “pembelajaran atau

instruction merupakan usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk membuat

siswa belajar dengan tujuan mengaktifkan faktor intern dan faktor ekstern dalam kegiatan belajar mengajar”. Sukintaka (2004: 55) menyatakan bahwa, “pembelajaran mengandung pengertian, bagaimana para guru mengajarkan

sesuatu kepada peserta didik, tetapi di samping itu juga terjadi peristiwa bagaimana peserta didik mempelajarinya”.

Berdasarkan pengertian pendekatan dan pembelajaran tersebut dapat disimpulkan bahwa, pendekatan pembelajaran merupakan cara kerja mempunyai sistem untuk memudahkan pelaksanaan proses pembelajaran dan membelajarkan siswa guna membantu dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini sesuai pendapat Wahjoedi (1999: 121) bahwa, “pendekatan pembelajaran adalah cara mengelola kegiatan belajar dan

(31)

Menurut Syaifuddin Sagala (2005: 68) bahwa, “Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan instruksional tertentu” (dalam

http://mari-berkawand.blogspot.com/2011/03/pengertian-pendekatan-pembelajaran.html ).

Dari beberapa pendapat, peneliti menyimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran adalah proses atau cara yang akan ditempuh guru dan siswa untuk mengelola kegiatan belajar yang menyenangkan, sehingga memperoleh hasil belajar secara optimal.

Macam–macam pendekatan pembelajaran, antara lain : 1. Pendekatan Konstekstual

Pembelajaran konstektual (Constextual Teaching and Learning / CTL) menurut Nurhadi (2003, dalam Sugiyanto 2007) adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa. Sedangkan menurut Johnson (2002, dalam Sugiyanto 2007) CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik dengan konteks dalam kehidupan sehari-hari mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka.

2. Pendekatan Kontruktivisme

(32)

pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru. Pembelajaran terdahulu dikaitkan dengan pembelajaran terbaru. Perkaitan ini dibina sendiri oleh pelajar.

Pendekatan konstruktivisme dalam belajar merupakan salah satu pendekatan yang lebih berfokus kepada peserta didik sebagai pusat dalam proses pembelajaran. Pendekatan ini disajikan supaya lebih merangsang dan memberi peluang kepada peserta didik untuk belajar berpikir inovatif dan mengembangkan potensinya secara optimal (Nanang dkk : 2009 :62). 3. Pendekatan Kooperatif

Pendekatan kooperatif adalah pendekatan yang berfokus pada kelompok-kelompok dimana setiap siswa dalam kelompok memiliki tanggung jawab sendiri terhadap kelompoknya.

Artzt & Newman (1990:448) menyatakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama (Trianto; 1990:56).

4. Pendekatan Deduktif–Induktif a. Pendekatan Deduktif

(33)

deduktif merupakan pendekatan yang mengutamakan penalaran dari umum ke khusus.

b. Pendekatan Induktif

Pendekatan induktif menekanan pada pengamatan dahulu, lalu menarik kesimpulan berdasarkan pengamatan tersebut. Metode ini sering disebut sebagai sebuah pendekatan pengambilan kesimpulan dari khusus menjadi umum. Pendekatan induktif merupakan proses penalaran yang bermula dari keadaan khusus menuju keadaan umum.

Pendekatan induktif dikembangkan oleh filosof Perancis Bacon yang menghendaki penarikan kesimpulan didasarkan atas fakta-fakta yang kongkrit sebanyak mungkin.

C. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) 1. Arti

Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) adalah

pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Sugiyanto; 2007 : 21).

(34)

448) menyatakan bahwa dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama dalam suatu tim dalam menyelesaikan tugas–tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama (Trianto; 2009: 56).

Johnson & Johnson (1994) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Dengan pembelajaran kooperatif siswa dapat belajar untuk saling bekerja sama, mendengarkan ide dan pendapat dari teman sekelompok, dan belajar untuk mengambil keputusan kelompok, sehingga tidak mementingkan ego masing–masing.

Model pembelajaran Cooperative Learning tidak sama dengan sekadar belajar dalam kelompok. Seperti yang dikatakan Roger dan David Johnson, bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative

Learning.

Dari beberapa pengertian tersebut maka peneliti berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil antara 4-6 siswa, yang sederajat tetapi heterogen untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.

2. Unsur-unsur penting dalam pembelajaran kooperatif

(35)

tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok.

Sedangkan Johnson & Johnson (1994) dan Sutton (1992) dalam Trianto 2009, mengemukakan lima unsur penting dalam belajar kooperatif, sebagai berikut:

(1) Pertama, saling ketergantungan yang bersifat positif antar siswa. Dalam belajar kooperatif siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain. Seorang siswa tidak akan sukses kecuali semua anggota kelompoknya juga sukses. Siswa akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok yang juga mempunyai andil terhadap suksesnya kelompok. (2) Kedua, Interaksi antara siswa yang semakin meningkat. Belajar

kooperatif akan meningkatkan interaksi antar siswa. Hal ini, terjadi dalam hal seorang siswa akan membantu siswa lain untuk sukses sebagai anggota kelompok. Saling memberikan bantuan ini akan terjadi secara ilmiah karena kegagalan seseorang dalam kelompok mempengaruhi suksesnya kelompok. Untuk mengatasi masalah ini, siswa yang membutuhkan bantuan akan mendapatkan dari teman sekelompoknya. Interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif adalah dalam hal tukar–menukar ide mengenai masalah yang sedang dipelajari bersama.

(36)

tidak dapat hanya sekedar “membonceng” pada hasil kerja teman

jawab siswa dan teman sekelompoknya.

(4) Keempat, Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil. Dalam belajar kooperatif, selain dituntut untuk mempelajari materi yang diberikan, seorang siswa dituntut untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan siswa lain dalam kelompoknya. Bagaimana siswa bersikap sebagai anggota kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok akan menuntut keterampilan khusus.

(5) Kelima, proses kelompok. Belajar kooperatif tidak akan berlangsung tanpa proses kelompok. Proses kelompok terjadi jika anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik.

3. Tujuan pembelajaran kooperatif

Jonshon & Johnson (1994) dalam Trianto 2009, menyatakan bahwa tujuan pokok belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Struktur tujuan kooperatif terjadi jika siswa dapat mencapai tujuan tersebut. Tujuan-tujuan pembelajaran ini mencangkup tiga jenis tujuan penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial (Ibrahim, dkk, 2000: 7 dalam Trianto 2009).

(37)

kooperatif berkembang secara signifikan dalam pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif sangat tepat digunakan untuk melatih keterampilan-keterampilan kerja sama dan kolaborasi, dan juga keterampilan-keterampilan tanya jawab (Ibrahim, dkk, 2000: 9).

Menurut Suhadi tujuan pembelajaran yang dapat diharapkan dari pembelajaran kooperatif adalah :

1) Tujuan Akademik

Telah banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif sangat efektif untuk pencapaian tujuan-tujuan pembelajaran kooperatif siswa dapat difasilitasi untuk memahami konsep-konsep sulit dan berlatih berpikir kritis.

2) Penerimaan Terhadap Keberagaman

Model pembelajaran kooperatif mengharuskan siswa untuk selalu berada dalam kondisi saling bergantung satu sama lain antar sesama anggota kelompok yang terdiri dari berbagai macam karakter siswa seperti tingkat kecerdasan, jenis kelamin, ras (suku), budaya, strata ekonomi, dsb. Hal ini memungkinkan setiap siswa untuk belajar menerima keberagaman yang ada pada setiap anggota kelompoknya. 3) Pengembangan Keterampilan Sosial

(38)

teman untuk bertanya atau menjawab pertanyaan, membantu teman, dsb.

4. Macam – macam pembelajaran kooperatif

(1) Student Team-Achievemeny Division (STAD)

STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. Menurut Slavin dalam STAD, para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri dari empat orang yang berbeda–beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya semua siswa mengerjakan kuis mengenai materi secara mandiri, dimana saat itu mereka tidak diperbolehkan saling membantu.

(39)

Gagasan utama dari STAD adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru. Jika siswa ingin agar timnya mendapatkan penghargaan tim, mereka harus membantu teman satu timnya untuk mempelajari materi, karena mereka tidak boleh saling bantu dalam mengerjakan kuis. Para siswa bekerja sama setelah guru menyampaikan materi pelajaran. Mereka boleh bekerja

berpasangan dan membandingkan jawaban masing–masing,

mendiskusikan setiap ketidaksesuaian, dan saling membantu satu sama lain jika ada yang salah dalam memahami. Mereka boleh mendiskusikan dari pendekatan penyelesaian masalah, bahkan dapat saling memberikan kuis mengenai obyek yang sedang mereka pelajari. Mereka bekerja dengan satu timnya, menilai kekuatan dan kelemahan mereka untuk membantu mereka berhasil dalam kuis.

Karena skor tim didasarkan pada kemajuan yang dibuat anggotanya dibandingkan hasil yang dicapai sebelumnya, siswa mempunyai kesempatan untuk menjadi “bintang” tim dalam minggu

(40)

(2) JIGSAW

Metode ini dikembangkan oleh Elliot Aronson dan kawan-kawan dari Universitas Texas; kemudian diadaptasi oleh Slavin dan kawan-kawan. Dalam belajar kooperatif tipe jigsaw, secara umum siswa dikelompokkan secara heterogen dalam kemampuan. Siswa diberi materi yang baru atau pendalaman dari materi sebelumnya untuk dipelajari. Masing-masing anggota kelomok secara acak ditugaskan utnuk menjadi ahli (expert) pada suatu aspek tertentu dari materi tersebut. Setelah membaca dan mempelajari materi, “ahli” dari

kelompok berbeda berkumpul untuk mendiskusikan topik yang sama dati kelompok lain sampai mereka menjadi “ahli” di konsep yang ia

pelajari. Kemudian kembali ke kelompk semula untuk mengajarkan topik yang mereka kuasai kepada teman sekelompoknya. Terakhir diberikan tes atau assessment yang lain pada semua topik yang diberikan.

(3) Team Accelerated Instruction (TAI)

Team Accelerated Instruction (Slavin, Leavey, & Madden,

1986) sama dengan STAD menggunakan penggunaan “bauran”

(41)

yang berbeda. Teman satu tim saling memeriksa hasil kerja masing– masing menggunakan lembar jawaban dan saling membantu dalam menyelesaikan berbagai masalah. Unit tes yang terakhir akan dilakukan tanpa bantuan teman satu tim dan skornya dihitung dengan monitor siswa. Tiap minggu guru menjumlah angka dari tiap unit yang telah diselesaikan semua anggota tim dan memberikan sertifikat atau penghargaan tim lainnya untuk tim yang berhasil melampaui kriteria skor yang didasarkan pada angka tes terakhir yang telah dilakukan, dengan poin ekstra untuk lembar jawaban yang sempurna dan pekerjaan rumah yang telah diselesaikan.

Karena para siswa bertanggung jawab untuk saling mengecek satu sama lain dan mengelola materi yang disampaikan, guru dapat menghabiskan waktu di dalam kelas penyampaian pelajaran kepada kelompok kecil siswa yang terdiri dari beberapa tim yang belajar pada tingkat yang sama. Tanggung jawab individu bisa dipastikan hadir karena satu-satunya skor yang diperhitungkan adalah skor akhir, dan siswa melakukan tes akhir tanpa bantuan teman satu tim. Para siswa juga mendapatkan kesempatan sukses yang sama karena semuanya telah ditempatkan berdasarkan tingkat kemampuan atau pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.

(42)

mencapai kemajuan lebih cepat, mereka tidak perlu menunggu anggota kelas lainnya.

(4) Cooperatif Integrated reading and Composition (CIRC)

CIRC merupakan program komprehensif untuk mengajarkan membaca dan menulis pada kelas sekolah dasar pada tingkat yang lebih tinggi dan juga pada sekolah menengah (Madden, Slavin, & Steven 1986). Dalam CIRC, guru menggunakan novel atau bahan bacaan yang berisi laihan soal dan cerita. Para siswa ditugaskan untuk berpasangan dalam tim mereka untuk belajar dalam serangkaian kegiatan yang bersifat kognitif, termasuk membacakan cerita satu sama lain, membuat prediksi mengenai bagaimana akhir dari sebuah cerita naratif, saling merangkum cerita satu sama lain, menulis tanggapan terhadap cerita, dan melatih pengucapan, penerimaan dan kosa kata. Para siswa juga belajar dalam timnya untuk menguasai gagasan utama dan kemampuan komprehensif lainnya.

(43)

membuat karangan tertulis secara independen, yang memastikan adanya tanggung jawab individu.

(5) Grup Investigation (Kelompok Investigasi)

Grup Investigation, yang dikembangkan oleh Shlomo dan Yael

Sharan di Universitas Tel Aviv, merupakan perencanaan pengaturan kelas yang umum dimana para siswa bekerja dalam kelompok kecil menggunakan pertanyaan kooperatif, diskusi kelompok, serta perencanaan dan proyek kooperatif (Sharan dan Sharan, 1992). Dalam metode ini, para siswa dibebaskan membentuk kelompoknya sendiri dari 2-6 anggota. Kelompok ini kemudian memilih topik-topik dari unit yang telah dipelajari oleh seluruh kelas, membagi topik-topik ini menjadi tugas-tugas pribadi, dan melakukan kegiatan yang diperlukan untuk mempersiapkan laporan kelompok. Tiap kelompok lalu mempresentasikan atau menampilkan penemuan mereka dihadapan seluruh kelas. Grup Investigation dan metode yang serupa, yang disebut Co-op Co-op.

(6) Learning Together (Belajar Bersama)

(44)

(7) Complex Intruction (Pengajaran Kompleks)

Elizabeth Cohen (1986) dan rekan-rekannya di Universitas Stanford telah mengembangkan dan melakukan penelitian terhadap pembelajaran kooperatif yang menekanka pada penggunaan proyek berorientasi-peemuan, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan ilmiah, matematika, dan ilmu sosial. Fokus utama dari Complex

Intruction adalah pada pembangunan respek terhadap semua

kemampuan yang dimiliki para siswa, dan guru menunjukkan bagaimana tiap siswa punya kelebihan dalam sesuatu yang akan membantu keberhasilan kelompok. Complex Intruction secara khusus telah digunakan dalam pendidikan dengan menggunakan dua bahasa dan dalam kelas heterogen yang menggunakan bahasa siswa-siswa minoritas, dimana materi pelajaran sering kali disampaikan dalam bahasa Inggris dan Spanyol.

(8) Structure Dyadic Methods (metode struktur berpasangan)

(45)

Berpasangan Seluruh Kelas) (Greenwood, Delquadri, & Hall, 1988), cara kerjanya adalah dengan memilih teman sekelas sebagai pengajar seperti pada prosedur pelajaran sederhana. Pengajar akan mengemukakan masalah kepada yang diajar, jika dia bisa menjawab dengan benar, maka akan mendapat poin. Jika tidak, si pengajar akan memberikan jawaban dan yang diajar harus menuliskan jawaban tersebut sebanyak tiga kali, membaca ulang kalimatnya dengan benar; atau bisa juga membenarkan kesalahan mereka. Tiap sepuluh menit pengajar dan yang diajar berganti peran. Pasangan yang mendapat poin paling bayak akan direkognisi di salam kelas tiap hari. Metode yang serupa yaitu Reciprocal Peer Tutoring (Saling Mengajar Antar Teman) (Fantuzzo, King, &Heller, 1992), juga menggunakan peran pengajar dan yang diajar berpasangan, tetapi memberikan si pengajar alternatif masalah dan saran untuk digunakan jika yang diajar membuat kesalahan.

D. Teams Games Tournaments (TGT)

Model pembelajaran Kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT), atau Pertandingan Permainan Tim dikembangkan secara asli oleh David De Vries dan Keath Edward (1995). Pada model ini siswa memainkan permainan dengan anggota–anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka (Trianto, 2009: 83).

(46)

memainkan game akademik dengan anggota lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya. Turnamen ini dimainkan oleh 2 – 4 siswa yang memiliki rekor nilai terakhir yang sama. Sebuah prosedur “menggeser kedudukan”

membuat permainan cukup adil. Peraih rekor tertinggi dalam tiap meja turnamen akan mendapatkan poin untuk timnya, tanpa menghiraukan dari meja mana ia mendapatkannya. Tim dengan kinerja tinggi akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan tim lainnya. Oleh karena itu, didalam TGT teman satu tim akan saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk mengikuti game dan turnamen dengan cara mempelajari lembar kegiatan bersama–sama, tetapi pada saat siswa bermain game, teman satu timnya tidak boleh membantu untuk memastikan tanggung jawab individual masing-masing siswa.

Secara runtut implementasinya, menurut Trianto (2009; 84), TGT terdiri dari 4 komponen utama, yaitu antara lain: (1)Presentasi Guru ; (2) Kelompok Belajar (Tim) ; (3) Turnamen ; (4) Pengenalan Kelompok.

Deskripsi dari komponen-komponen TGT adalah sebaga berikut: a. Presentasi Kelas

(47)

membantu mereka mengerjakan game dan turnamen, dan skor game serta turnamen mereka menentukan skor tim mereka.

b. Tim

Tim terdiri dari 4–5 siswa yang mewakili seluruh bagian kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi, adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik.

Tim dalam TGT merupakan komponen yang penting. Dimana tim ditekan untuk belajar bersama-sama untuk mendapatkan poin yang maksimal, sehingga tim harus benar-benar mempersiapkan anggotanya untuk mendapatkan yang terbaik. Tim akan saling mendukung, saling mengkritik untuk membangun satu sama lain, dan saling menumbuhkan kepercayaan diri maupun saling percaya antar anggota untuk mendapatkan poin yang maksimal untuk tim mereka. Sehingga dari hal tersebut akan tercipta hubungan yang positif dalam tim.

c. Game

(48)

yang sama. Seorang siswa mengambil sebuah kartu bernomor dan harus menjawab pertanyaan sesuai nomor yang tertera pada kartu tersebut. Sebuah aturan tentang penantang memperbolehkan para pemain saling menantang jawaban masing-masing.

Dalam game ini peneliti menggunakan permainan yang sedikit berbeda. Di meja turnamen peneliti menyediakan 2 kotak yang yang digunakan untuk menempatkan kartu yang gagal dijawab semua siswa, dan kotak satunya untuk meletakkan kartu yang dimiliki akan tetapi siswa saat mendapat giliran menjawab soal, dia tidak bisa menjawab. Siswa mengambil kartu sehingga akan tahu soal berapakah yang akan dijawab. Setelah siswa mencari soal, kemudian siswa membacakan soal tersebut dan semua peserta game diberi waktu untuk mengerjakan dan mencari jawaban, setelah selesai siswa melihat jawaban dilembar jawab yang diberi nomor untuk melihat apakah jawaban yang dikerjakan benar atau salah.

d. Turnamen

(49)

mendapatkan skor maksimal untuk timnya jika mereka melakukan yang terbaik saat turnamen.

Gambar 2.1 Meja Turnamen

Tim akan mendapat sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu.

Pada penelitian ini, peneliti membagi kelompok menjadi 8 kelompok, dengan jumlah total siswa adalah 32 siswa, sehingga :

(50)

Gambar 2.2 Meja Turnamen yang digunakan peneliti

e. Rekognisi Tim

Gagasan utama rekognisi tim adalah menentukan skor tim dan mempersiapkan sertifikat atau bentuk-bentuk penghargaan lainnya.

Jadwal kegiatan TGT terdiri dari siklus reguler dari aktivitas pengajaran, yaitu : pengajaran (menyampaikan pelajaran); Belajar Tim (para siswa mengerjakan lembar-kegiatan dalam tim mereka untuk menguasai materi); Turnamen (para siswa memainkan game akademik dalam kemampuan yang homogen, dengan satu meja turnamen untuk 4 peserta); Rekognisi Tim (skor tim dihitung berdasarkan skor turnamen anggota tim, dan tim tersebut akan direkognisi apabila mereka berhasil melampaui kriteria yan telah ditetapkan sebelumnya.

TEAM TEAM TEAM TEAM

TEAM TEAM TEAM TEAM

T

S

S

R

(51)

Untuk awal periode permainan, guru mengumumkan penempatan meja turnamen. Guru mengacak nomor supaya siswa tidak tahu mana meja “atas” dan mana meja “bawah”.

Untuk memulai permainan, para siswa menarik kartu untuk menentukan pembaca yang pertama, yaitu siswa yang menarik nomor tertinggi. Permainan berlangsung sesuai waktu dimulai dari pembaca pertama.

Pembaca pertama mengocok kartu dan mengambil kartu yang teratas, kemudian membacakan dengan keras soal yang berhubungan dengan nomor yang ada dikartu. Permainan ini dijelaskan seperti pada Gambar 2.3 berikut ini :

Gambar 2.3 Aturan Permainan TGT

Setiap metode pasti memiliki kelemahan dan keunggulan sendiri-sendiri. Begitupula dalam metode TGT ini. Peneliti memilih metode TGT ini karena bagi peneliti TGT lebih cocok dan menarik dibandingkan dengan metode yang lain, karena TGT mengandung unsur game dan turnamen, dimana game ini berguna untuk menjadikan proses belajar mengajar menjadi Pembaca

1. Ambil kartu bernomor dan carilah soal yang berhubungan dengan nomor tersebut pada lembar permainan.

2. Bacalah pertanyaan dengan keras. 3. Cobalah untuk menjawab.

Penantang II :

Boleh menantang dan penantang II berhak memeriksa lembar jawaban. Siapa pun yang jawabannya benar berhak menyimpan kartunya. Jika si pembaca salah, tidak ada sanksi, tetapi jika kedua penantangnya salah, maka dia harus mengembalikan kartu yang telah dimenangkan ke dalam kotak.

Penantang I :

(52)

menyenangkan. Selain itu, peneliti berharap dengan adanya game dan turnamen siswa akan senang dan pembelajaran tidak membosankan. Keunggulan dan kelemahan TGT akan dijabarkan sebagai berikut:

1. Keunggulan

a. Menambah dimensi kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan permainan.

b. TGT dapat dilakukan untuk membantu siswa-siswa yang mengalami gangguan emosional. Seperti apa yang dilakukan Janke (1978) (Slavin;2005 : 121)

c. Menghilangkan rasa egois dari dalam diri siswa, dan menumbuhkan saling percaya antar tim, sehingga akan menimbulkan rasa gotong royong, karena tim harus membuat anggotanya siap untuk game dan turnamen, dan mendapatkan poin sebanyak-banyaknya untuk tim mereka.

d. Menumbuhkan rasa bertanggung jawab secara individual. Siswa akan mempunyai rasa tanggung jawab secara individual, karena siswa juga menentukan predikat tim dengan mengumpulkan poin dari siswa itu sendiri melalui game dan turnamen.

e. Menumbuhkan sikap kejujuran pada siswa.

f. Pembelajaran matematika yang dianggap susah akan terasa

menyenangkan. 2. Kelemahan

(53)

b. Guru harus mempersiapkan perlengkapan dan harus membuat banyak soal.

c. Diawal melakukan TGT akan terasa cukup rumit. Rumit peraturannya, maupun cara bermainnya.

E. Faktorisasi Suku Aljabar

Materi yang digunakan menggunakan kurikulum yang mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

1.1 Pengertian Suku pada Bentuk Aljabar 1.1.1 Suku Tunggal dan Suku Banyak

Bentuk – bentuk seperti 4a, 5a2b, 2p + 5, 7p2 – pq, 8x 4y + 9, dan 6x2 + 3xy 8y disebut bentuk aljabar. Bentuk aljabar seperti 4a dan 5a2b disebut bentuk aljabar suku satu atau suku tunggal.

Bentuk aljabar seperti 2p + 5 dan 7p2 – pq disebut bentuk aljabar suku dua atau binom. Bentuk 2p + 5 terdiri dari dua suku, yaitu 2p dan 5, dalam bentuk 7p2 – pq terdiri dari dua suku juga, yaitu 7p2 dan pq. Bentuk aljabar seperti 8x 4y + 9 dan 6x2 + 3xy 8y

disebut bentuk aljaar suku tiga atau trinom. Pada bentuk 8x 4y + 9, terdiri atas 8x, 4y, dan 9, sedangkan pada bentuk 6x2 + 3xy 8y terdiri atas 6x2, 3xy, dan 8y.

(54)

i) 2a 5ab + 4c suku tiga

ii) p3 + 2p2– 7p – 8 suku empat suku banyak

iii) 9x3– 4x2y 5x + 8y 7y2 suku lima 1.1.2 Suku – Suku Sejenis

Perhatikan bentuk aljabar 5a dan -7xy !

Pada 5a, 5 disebut koefisien, dan a disebut variabel (peubah), dan pada bentuk –7xy, 7 adalah koefisien dari variabel xy. Selanjutnya, perhatikan bentuk aljabar berikut :

12x2– 9x + 7xy 8y 4x2 + 5y

Bentuk aljabar diatas terdiri dari 6 suku, 12x2, – 9x, 7xy, 8y, 4x2, dan 5y, dan memiliki suku – suku yang sejenis, yaitu :

i) 12 x2 dan – 4x2 ii) – 8y dan 5y

Suku – suku dikatakan sejenis bila memiliki variabel yang sama, dan variabel yang sama itu harus memiliki pangkat yang sama juga. Dengan kata lain, suku – suku yang sejenis hanya berbeda pada koefisiennya.

1.2 Operasi Hitung pada Bentuk Aljabar

1.2.1 Penjumlahan dan Pengurangan pada Bentuk Aljabar

Untuk menentukan hasil penjumlahan maupun hasil pengurangan pada bentuk aljabar, perlu diperhatikan hal – hal berikut ini : a. Suku – suku yang sejenis

(55)

i) ab + ac = a(b + c) atau a(b + c ) = ab + ac

ii) ab ac = a(b c) atau a(b c) = ab ac c. Hasil perkalian dua bilangan bulat, yaitu :

i) Hasil perkalian dua bilangan bulat positif adalah bilangan bulat positif.

ii) Hasil perkalian dua bilangan bulat negatif adalah bilangan bulat positif.

iii) Hasil perkalian bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif adalah bilangan bulat ngatif.

Dengan menggunakan ketentuan – ketentuan di atas, maka :

Hasil penjumlahan maupun pengurangan pada bentuk aljabar dapat disederhanakan dengan cara mengelompokkan dan menyederhanakan suku – suku yang sejenis.

1.2.2 Perkalian Bentuk Aljabar

Perkalian dua suku dan suku banyak yang perlu diingat kembali meliputi :

1. x (x + k) = x(x) + x(k)

= x2 + xk

2 x (x + y + k) = x(x) + x(y) + x(k)

= x2 + xy + xk

3 (x + p) (x + q) = x(x) + x(q) + p(x) + p(q)

= x2 + (p + q)x + pq

4 (x + p) (x + q + r) = x(x) + x(q) + x(r) + p(x) + p(q) + p(r)

(56)

1.2.3 Pembagian Bentuk Aljabar

Jika dua bentuk aljabar memiliki faktor–faktor yang sama, maka hasil pembagian kedua bentuk aljabar tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk yang sederhana dengan memperhatikan faktor–faktor yang sama.

Bentuk aljabar 3a dan a memiliki faktor yang sama, yaitu a, sehingga hasil pembagian 3a dan a dapat disederhanakan, yaitu 3a : a = 3. Demikian halnya dengan 6xy dan 2y yang memiliki faktor yang sama yaitu 2y, sehingga 6xy : 2y = 3x.

Untuk bilangan bulat a dengan pangkat m dan n selalu berlaku :

am x an = am + n dan am : an = am n 1.2.4 Pemangkatan Bentuk Aljabar

a. Arti pemangkatan bentuk aljabar

Pemangkatan suatu bilangan diperoleh dari perkalian berulang untuk bilangan yang sama. Jadi, untuk sebarang bilangan a, maka a2 = a x a.

Hal ini juga berlaku pada bentuk aljabar, misalnya : 3a2 = 3 x a x a

(3a)2 = 3a x 3a (3a)2 = –(3a x 3a)

(–3a)2 = (–3a) x (3a) 2x3 = 2 x x x x x x

(57)

(2x)3 = – (2x x 2x x 2x)

(–2x)3 = (–2x) x (2x) x (2x)

Dalam pemangkatan bentuk aljabar perlu dibedakan

pengertian–pengertian berikut ini : i) 3a2 dengan (3a)2

Pada bentuk 3a2, yang dikuadratkan hanya a, sedangkan pada bentuk (3a)2, yang dikuadratkan adalah 3a. Jadi, 3a2 tidak sama dengan (3a)2.

3a2 = 3 x a x a dan (3a)2 = 3a x 3a ii) –(3a)2 dengan (–3a)2

Pada bentuk –(3a)2, yang dikuadratkan hanya 3a, sedangkan pada bentuk (–3a)2, yang dikuadratkan adalah –3a. Jadi, –(3a)2 tidak sama dengan (–3a)2.

(3a)2 = – (3a x 3a) dan (3a)2 = (–3a) x (3a).

b. Pemangkatan suku dua

Dalam menentukan hasil pemangkatan suku dua, koefisien dari suku – suku hasil pemangkatan dapat ditentukan berdasarkan segitiga Pascal.

(58)

1

1 1 (a + b)1 dan (a b)1 1 2 1 (a + b)2 dan (a b)2

1 3 3 1 (a + b)3 dan (a b)3

1 4 6 4 1 (a + b)4 dan (a b)4

dan seterusnya

Bilangan – bilangan pada segitiga Pascal di atas merupakan koefisien pada hasil pemangkatan bentuk aljabar suku dua.

Koefisien dari suku – suku pada hasil pemangkatan suku dua diperolehdari bilangan pada segitiga Pascal.

1. (a + b)2 = 1a2 + 2ab + 1b2

2. (a + b)3 = 1a3 + 3a2b + 3ab2 + 1b3

3. (a + b)4 = 1a4 + 4a3b + 6a2b2 + 4ab3 + 1b4

4. (a + b)4 = 1a5 + 5a4b + 10a3b2 + 10a2b3 + 5ab4 + 1b5

Perhatikan, pangkat dari a turun, dan pangkat dari b naik!

1.3 Faktorisasi Bentuk Aljabar

1.3.1 Faktorisasi dengan Hukum Distributif

Telah dipelajari bahwa hukum distributif dapat dinyatakan sebagai berikut :

ab + ac = a(b + c), dengan a, b, dan c sebarang bilangan asli.

Bentuk perkalian

(59)

Bentuk diatas menunjukkan, bahwa suatu bentuk penjumlahan dapat dinyatakan sebagai bentuk perkalian jika suku–suku dalam bentuk penjumlahan memiliki faktor yang sama (faktorisasi perseketuan).

Menyatakan bentuk penjumlahan suku–suku menjadi bentuk perkalian faktor–faktor tersebut disebut faktorisasi atau memfaktorkan.

Dengan demikian, bentuk ab + ac dengan faktor persekutuan a dapat difaktorkan menjadi a(b + c) sehingga sehingga terdapat dua faktor, yaitu a dan b + c.

Memfaktorkan adalah menyatakan bentuk penjumlahan menjadi bentuk perkalian.

Bentuk penjumlahan sukusuku yang memiliki faktor yang sama dapat difaktorkan dengan menggunakan hukum distributif.

1.3.2 Faktorisasi Bentuk x2 + 2xy + y2 dan x2– 2xy + y2

Sebelumnya telah dipelajari bahwa pengkuadratan suku dua

dirumuskan sebagai (a + b)2 = 1a2+ 2ab+ 1b2 dan (a – b)2 = 1a2– 2ab+ 1b2.

Periksalah, apakah hasil kegiatan siswa di atas sama dengan yang berikut ini !

(60)

Dari persamaan 1 dan 2 di atas, diperoleh bahwa hasil pengkuadratan suku dua menghaslkan suku tiga dengan ciri – cirri sebagai berikut :

(i) Suku pertama dan suku ketiga merupakan bentuk kuadrat. (ii) Suku tengah merupakan hasil kali 2 terhadap akar kuadrat suku

pertama dan akar kuadrat suku ketiga.

x2 + 6x + 9 9x2– 24x + 16

(x)2 (3)2 (3x)2 (4)2

2(x)(3) 2(3x)(4)

Dengan demikian, kedua bentuk penjumlahan dan pengurangan di atas dapat difaktorkan dengan cara sebagai berikut :

1. x2 + 6x + 9 = (x)2 + 2 (x)(3) + (3)2

= (x + 3)2

2. 9x2– 24x + 16 = (3x)2– 2(3x)(4) + (4)2

= (3x – 4)2

Bentuk x2 + 2xy + y2 dapat difaktorkan sebagai berikut :

x2 + 2xy + y2= x2 + xy + xy + y2 2xy diuraikan menjadi xy + xy

= x(x + y) + y(x + y)

= (x + y) (x + y)

(61)

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan dua hal berikut:

1.3.3 Faktorisasi Selisih Dua Kuadrat

Untuk setiap bilangan cacah x dan y ,telah dijelaskan bahwa (x + y) (x y) dapat dijabarkan sebagai berikut:

(x + y) (x y) = x2 + xy xy – y2 = x2– y2

Bentuk di atas dapat juga ditulis sebagai bentuk faktorisasi, yaitu :

x2– y2 = (x + y) (x y)

Bentuk x2 – y2 pada ruas kiri disebut selisih dua kuadrat, karena terdiri dari dua suku yang masing–masing merupakan bentuk kuadrat, dan merupakan bentuk pengurangan (selisih). Ruas kanan, yaitu (x + y) (x y), merupakan bentuk perkalian faktor–faktor. Berdasarkan hal tersebut, maka disimpulkan bentuk x2 – y2 = (x + y)(x y) merupakan rumus untuk pemfaktoran selisih dua kuadrat.

Faktorisasi selisih dua kuadrat adalah :

x2– y2 = (x + y) (x y)

x2 + 2xy + y2= (x +y)2

(62)

1.3.4 Faktorisasi Bentuk ax2 + bx + c dengan a = 1

Pada bahasan ini, akan dipelajari pemfaktoran bentuk ax2 + bx + c dengan a = 1. Misalnya, bentuk seperti berikut ini :

x2 + 10x 21, berarti a = 1, b = 10 , dan c = –21

x2– 12x + 20, berarti a = 1, b = -12, dan c = 20

Pada bentuk ax2 + bx +c , a disebut koefisien x2, b koefisien x, dan

c bilangan konstan (tetap).

Untuk x2 + 10x 21 , maka koefisien x2 adalah 1, koefisien x adalah 10, dan –21 adalah bilangan konstan.

Untuk x2– 12x + 20, maka koefisien x2 adalah 1, koefisien x adalah –12, dan 20 adalah bilangan konstan.

Untuk memahami pemfaktoran bentuk ax2 + bx + c dengan a = 1 yang selanjutnya dapat kita tulis dengan x2 + bx + c, perhatikanlah uraian berikut ini.

(x + 3)(x +4) = x2+ 4x+ 3x+ 12 = x2+ 7x + 12 (x + 2)(x 7) = x2– 7x+ 2 x – 14 = x2– 5x – 14

Dari contoh–contoh di atas dapat diperoleh hubungan sebagai berikut :

x2+ 7x + 12 = (x + 3)(x +4)

x2– 5x 14 = (x + 2)(x – 7)

3 x 4 3 + 4

(63)

Ternyata memfaktorkan bentuk x2 + bx + c dapat dilakukan dengan cara menentukan pasangan bilangan yang memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Bilangan konstan c merupakan hasil perkalian.

2. Koefisien x yaitu b merupakan hasil penjumlahan.

Faktorisasi bentuk x2 + bx + c adalah:

x2 + bx + c = (x + p)(x + q) dengan syarat c = p x q dan b = p + q

Pada bentuk x2 + bx + c, jika koefisien x2 bertanda negatif, maka pemfaktoran dapat dilakukan dengan cara berikut ini :

1) 12 + 4x x2 = –1(x2– 4x – 12) dikalikan dengan –1 = –1(x 6)(x + 2)

= (–x + 6)(x + 2) x + 6 = 6 x dan

= (6 – x)(2 + x) x + 2 = 2 + x

2) 72 – 14x x2 = –1(x2 + 14x – 72) = –1(x 4)(x + 18)

= (–x + 4)(x + 18) –x + 4 = 4 – x dan

= (4 – x)(18 + x) x + 18 = 18 + x

1.3.5 Faktorisasi Bentuk ax2 + bx + c dengan a ≠ 1

(64)

ax2 + bx + c = ax2 + px + qx + c

p x q = a x c dan p + q = b

Contoh :

Faktorkan bentuk-bentuk berikut ini : 1. 6x2– 11x + 3

2. 8x2 + 22x + 15

Jawab :

6 x 3 = 18

1. 6x2– 11x + 3 = 6x2– 2x 9x + 3 = 2x(3x – 1) – 3(3x – 1) = (3x 1)(2x – 3)

8 x 15 = 120

2. 8x2 + 22x + 15 = 8x2 + 10x + 12x + 15 = 2x(4x + 5) + 3(4x + 5) = (4x + 5)(2x + 3)

ac

p q

–2 9

(65)

F. Kerangka Berpikir

Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan dan keberhasilan siswa dalam memahami materi yang dapat dilihat melalui hasil belajar. Salah satunya adalah metode apa yang digunakan guru di kelas. Guru dituntut untuk kreatif dalam melaksanakan proses belajar mengajar di kelas, sehingga suasana pembelajaran akan menyenangkan dan diharapkan dapat berdampak positif pada hasil belajar siswa.

Metode guru yang monoton, seperti ceramah di dalam kelas yang sering kali membuat siswa bosan sering digunakan oleh guru untuk mengajar. Hal ini akan membuat siswa tidak tertarik untuk belajar dan akan berdampak pada hasil belajar siswa. Seperti yang terjadi pada siswa kelas VIII-C SMP Kanisius Panembahan Senopati Tirtomoyo, guru masih menggunakan metode yang monoton, yaitu ceramah, sehingga siswa sering merasa bosan dalam belajar matematika.

(66)
(67)

49

BAB III

Metode Penelitian

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK), dan dengan penelitian ini peneliti berharap dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Penelitian Tindakan Kelas ini adalah salah satu upaya guru untuk memperbaiki keadaan yang tidak atau kurang memuaskan dan atau untuk meningkatkan mutu maupun hasil belajar siswa.

Kemmis dan Mc Taggart mengemukakan bahwa Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) dilaksanakan dengan mengikuti tahap-tahap dengan komponen tindakannya, yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, dilakukan untuk meningkatkan kematangan rasional dan tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi tempat praktik pembelajaran tersebut dilakukan.

(68)

B. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada siswa kelas VIII-C SMP Kanisius Panembahan Senopati Tirtomoyo Wonogiri, pada bulan Agustus-September 2012.

C. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

a. Siswa kelas VIII-C

b. Guru matematika kelas VIII-C 2. Objek Penelitian

a. Hasil belajar siswa setelah menggunakan TGT.

D. Bentuk Data

Bentuk data dalam penelitian ini adalah kualitatif dan kuantitatif, dimana kuantitatif berasal dari nilai ulangan siswa, dan kualitatif adalah akibat dari kuantitatif, yaitu berbentuk catatan pribadi guru dan hasil wawancara.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara

(69)

2. Observasi

Merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara melakukan pengamatan secara langsung terhadap subjek penelitian. Observasi dilakukan sebelum peneliti melakukan, dan juga pada saat game dan turnamen berlangsung.

3. Tes / Ulangan

Tes atau ulangan ini akan dilaksanakan setelah melakukan game dan turnamen. Sebelumnya peneliti akan melakukan validitas soal dan reliabilitas dengan mengujikannya pada siswa kelas IX.

4. Dokumentasi

Merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara melihat dokumen hasil belajar siswa, perkembangan nilai siswa, catatan yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Selain itu, teknik ini dilakukan juga dengan cara memfoto dan merekam proses belajar mengajar.

F. Treatment

Dalam penelitian ini, treatment yang digunakan adalah kegiatan pembelajaran dengan metode kooperatif tipe TGT. Kegiatannya antara lain : 1. Persiapan

(70)

b. Menempatkan siswa ke dalam tim

Dalam menempatkan siswa ke dalam tim perlu dilihat dari segi akademik, ras dan etnisitas, supaya tiap tim terdiri dari level yang kinerjanya berkisar rendah, sedang, tinggi. Jangan membiarkan siswa memilih sendiri anggota kelompoknya, karena mereka akan cenderung memilih siswa lain yang setara dengan mereka, dan mungkin se “gang”. Guru dapat menentukan tim dengan cara berikut :

1) Memfotokopi lembar rangkuman tim : Buatlah satu buah kopian dari lembar rangkuman tim untuk setiap empat siswa dalam kelas.

Tabel 3.1 Lembar Rangkuman Tim

Nama Tim : ______________________

Anggota Tim 1 2 3 4 5 Total Siswa 1

Siswa 2 Siswa 3 Siswa 4

TOTAL SKOR RATA-RATA TIM PENGHARGAAN TIM

(71)

melakukan hal ini, seperti nilai ujian, atau bisa dengan penilaian guru itu sendiri.

3) Tentukan berdasarkan jumlah tim : Tiap tim harus terdiri dari empat anggota jika memungkinkan. Untuk menentukan berapa tim yang akan dibentuk, jumlah siswa yang ada di kelas dibagi empat, hasil bagi tersebut tentunya merupakan jumlah tim beranggotakan empat orang yang akan guru punya.

Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan kelas dengan jumlah siswa sebanyak 32 siswa. Maka guru dan peneliti akan membentuk delapan tim yang masing-masing beranggotakan empat orang.

(72)
(73)

5) Isilah lembar rangkuman tim: Isilah nama-nama siswa dari tiap tim dalam lembar rangkuman tim (Tabel 3.1) tetapi pada nama tim dikosongkan saja.

Pada penelitian ini, peneliti membagi 8 kelompok, dengan jumlah total siswa 32 siswa dan setiap kelompok terdiri dari 4 siswa. Kelompok akan dibagi dari penilaian guru sendiri dan segi akademik yang diambil dari nilai ujian kenaikan kelas.

c. Menempatkan siswa ke dalam meja turnamen

Berdasarkan daftar peringkat siswa seperti pada Tabel 3.2, guru menempatkan siswa ke dalam meja turnamen seperti pada Gambar 2 kemudian memasukkan nama-nama siswa ke dalam lembar penempatan meja turnamen pada Tabel 3.3

Nama Siswa Tim TGT

1 2 3 4 5

Tabel 3.3 Lembar Pembagian Meja Turnamen

2. Jadwal Kegiatan

TGT terdiri dari siklus reguler dan aktivitas pengajaran sebagai berikut: a. Pengajaran

Waktu : satu kali pertemuan (2 jam) Gagasan utama : menyampaikan pelajaran

(74)

b. Belajar Tim

Waktu : satu kali pertemuan (2 jam), setelah pengajaran presentasi guru selesai.

Gagasan utama : para siswa mempelajari lembar kegiatan dalam tim mereka.

Materi yang dibutuhkan : Lembar Kegiatan Siswa (LKS) c. Turnamen

Waktu : satu kali pertemuan (2 jam)

Gagasan utama : para siswa bermain game di atas meja turnamen dengan kemampuan homogen. Dengan satu meja turnamen terdiri dari 3-4 siswa dari berbagai tim.

Materi yang dibutuhkan :

1) Lembar pembagian meja turnamen yang sudah diisi (Tabel 3.3) 2) Satu kopian lembar permainan dan lembar jawaban untuk tiap

meja turnamen

3) Satu lembar skor permainan untuk tiap meja turnamen (Tabel 3.4) Lembar Skor Game (TGT)

Meja #____

Tabel 3.4 Lembar Skor Game

Pemain Tim Game 1 Game 2 Game 3 Total Hari

(75)

d. Menghitung Skor Tim

Tabel 3.5 Menghitung Poin-Poin Turnamen untuk Permainan

dengan Empat Orang Pemain

Tabel 3.6 Menghitung Poin-Poin Turnamen untuk Permainan

dengan Tiga Orang Pemain

Tabel 3.7 Menghitung Poin-Poin Turnamen untuk Permainan

Gambar

Gambar 2.3 Aturan Permainan TGT ........................................................................
Gambar 2.1 Meja Turnamen
Gambar 2.2 Meja Turnamen yang digunakan peneliti
Gambar 2.3 Aturan Permainan TGT
+7

Referensi

Dokumen terkait

This year seminar officially picked up a theme: Research in Teacher Education: What, How, and Why?as a response to the professionalism demand of English teachers..

Karya Tulis Ilmiah Berjudul “HUBUNGAN TINGKAT PENDAPATAN KELUARGA DENGAN JENIS DAN MUTU GARAM YANG DIKONSUMSI DI TINGKAT RUMAH TANGGA DI KELURAHAN BANARAN KECAMATAN BOYOLALI “ ini

(5) Guru kurang menguasai kelas sehingga anak yang kurang aktif tidak dapat diperhatikan. Rendahnya hasil belajar bahasa Jawa juga tercermin dari hasil belajar bahasa

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar dengan penerapan metode presentasi pada mata praktikum Histologi mahasiswa Program

US,II]A AYAM LAS PEDAGING DI

[r]

Sedangkan dalam sebuah website yang lain dijelaskan bahwa tujuan promosi adalah : menyebarkan informasi produk kepada target pasar potensial, untuk mendapatkan

Langkah-langkah perencanaan menu diet diabetes mellitus : (1) menentukan jumlah kebutuhan energi/kalori pasien untuk mengetahui jenis diet yang sesuai (2) menghitung