vi
PENGARUH MUSIK KLASIK MOZART
PADA KEMAMPUAN SPASIAL
Claudia Kartika Panutan
vii
THE EFFECT OF MOZART’S CLASSICAL MUSIC
TOWARDS SPATIAL ABILITY
Claudia Kartika Panutan
The purpose of this research is to determine the effect of Mozart’s classical music on spatial ability. This research hyphotesis is there was significance effect of Mozart’s classical music on spatial ability. This experimental research employed experimental group and control group with 44 subjects (18-21 year old). The result shows that Mozart’s classical music significantly influence spatial ability (p = 0,034 ; p<0.05).
PENGARUH MUSIK KLASIK MOZART
PADA KEMAMPUAN SPASIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
Claudia Kartika Panutan
129114114
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN MOTTO
“Dalam mengerjakan sesuatu, bukan hanya tentang kerja
keras,
Satu hal yang tak kalah penting adalah kesabaran menjalani
proses.
”
-Ajahn Brahm-
“Semakin Sulit Perjuangannya,
Semakin Besar Kemenangannya.”
-Thomas Paine-
“The Secret of Change is to Focus All of Your Energy,
Not on Fighting the Old,
But on Building the New.”
vi
PENGARUH MUSIK KLASIK MOZART
PADA KEMAMPUAN SPASIAL
Claudia Kartika Panutan
vii
THE EFFECT OF MOZART’S CLASSICAL MUSIC
TOWARDS SPATIAL ABILITY
Claudia Kartika Panutan
The purpose of this research is to determine the effect of Mozart’s classical music on spatial ability. This research hyphotesis is there was significance effect of Mozart’s classical music on spatial ability. This experimental research employed experimental group and control group with 44 subjects (18-21 year old). The result shows that Mozart’s classical music significantly influence spatial ability (p = 0,034 ; p<0.05).
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu ada
menyertai pelaksanaan dan penulisan skripsi ini, serta selalu membimbing saya
menyelesaikan skripsi ini. Peneliti juga sangat berterimakasih terhadap orang – orang yang memberi andil sangat besar karena bantuan dan dukungan yang tak
terhingga. Oleh karena itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si., Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta.
2. Drs. Hadrianus Wahyudi M. Si., Dosen Pembimbing Akademik.
3. Dr. A. Priyono Marwan, S. J. Dosen pembimbing yang luar biasa baik dan
murah senyum. Terima kasih romo telah sabar membimbing peneliti
selama kurang lebih 4 bulan.
4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah
mendidik peneliti dan memberikan banyak pelajaran serta pengalaman
yang sangat berharga selama studi.
5. Mas Muji dan para staff Laboratorium yang sangat baik membantu
mengurus tempat untuk penelitian serta menjadi teman bercanda bila
sedang jenuh.
6. Kedua orang tua peneliti, Papa Tanto Handoko dan Mama Dyah Fajaryanti
yang selalu setia membimbing serta memberikan semangat yang tiada tara.
7. Adik peneliti Rafael Jodhi Kapitan, terimakasih tawa candanya dan
x
1. Helicopter Squad; Erlin, Zelda, Aprek, dan Fani menjadi sahabat yang
selalu ada, ingat quote kita “Always remember that if you fall, we will always pick you up”.
2. Ella dan Flo, sahabat yang selalu ada bila peneliti sedang kesusahan dan
sebagai teman curhat yang setia.
3. Eris, Erin, Revi, dan Ayak sebagai sahabat yang selalu ada disaat suka
maupun duka.
4. Keluarga Besar Sutrisman yang telah memberikan semangatnya untuk
cepat menyelesaikan skripsi.
5. Teman-teman psikologi kelas D dan angkatan 2012, terimakasih atas
kebersamaan dan dinamikanya.
Pihak-pihak lain yang terkait selama proses penulisan skripsi yang tidak
dapat peniliti sebutkan satu persatu, terima kasih banyak. Semoga
penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak, mohon maaf apabila masih
banyak kekurangan.
Yogyakarta, 18 Agustus 2016
Peneliti
xi
HALAMAN JUDUL………... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING…………... ii
HALAMAN PENGESAHAN………... iii
HALAMAN MOTTO………...…….. iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……… v
ABSTRAK………...………. vi
ABSTRACK………... vii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH……. .. viii
KATA PENGANTAR………..…... ix
DAFTAR ISI……….. xi
DAFTAR TABEL……….. xv
DAFTAR LAMPIRAN……….. xvi
BAB I PENDAHULUAN……….…………. 1
A. Latar Belakang Masalah……… 1
B. Rumusan Masalah……….. 10
C. Tujuan Penelitian……… 10
D. Manfaat Penelitian……….. 11
1. Manfaat Teoritis……… 11
xii
A. Kemampuan Spasial…...……… 12
1. Pengertian Kemampuan Spasial……….12
2. Aspek –Aspek Kemampuan Spasial……….12
3. Alat Ukur Kemampuan Spasial………..21
4. Faktor – Faktor Kemampuan Spasial………...24
B. Musik Klasik………27
1. Pengertian Umum Musik………...27
2. Pengertian Musik Klasik………28
a. Definisi Musik Klasik………..28
b. Pengaruh Musik Klasik………29
c. Ciri –Ciri Musik Klasik………..31
3. Musik Klasik Mozart……….32
a. Sejarah Musik Mozart………..…32
b. Musik Mozart……….. 33
C. Dinamika Variabel……….………..….. 34
D. Hipotesis………. 35
BAB III METODE PENELITIAN……….. 36
A. Subjek Penelitian………...………..… 36
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian………...………….… 37
1. Variabel Tergantung……… 37
xiii
B. Alat Penelitian………...………. 39
C. Prosedur Penelitian………...………40
1. Pelaksanaan Diskriminasi Tes………40
2. Pelaksanaan Penelitian Kelompok Kontrol………41
3. Pelaksanaan Penelitian Kelompok Eksperimen……….42
D. Metode Analisis Data………...44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 45
A. Analisis Data………45
1. Uji Asumsi……….45
2. Uji Hipotesis………..47
B. Pembahasan……….48
C. Kelebihan dan Kekurangan Penelitian………56
BAB V PENUTUP………..58
A. Kesimpulan……….58
B. Saran………...58
1. Bagi Peneliti Selanjutnya………..58
xv
DAFTAR TABEL
TABEL 1. Uji Normalitas………45
TABEL 2. Uji Homogenitas………46
TABEL 3. Nilai Rata-Rata……….... 47
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A. INFORM CONSENT………. 65
LAMPIRAN B. ANGKET……… 66
LAMPIRAN C. SKOR TES EKSPERIMEN DAN KONTROL………. 67
LAMPIRAN D. UJI ASUMSI………...69
LAMPIRAN E. UJI HIPOTESIS……….…. 73
LAMPIRAN F. TES KEMAMPUAN SPASIAL UNTUK
DISKRIMINASI ITEM………...……….….75
LAMPIRAN G. TES DISKRIMINASI ITEM………...76
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemampuan spasial sangat penting bagi hidup kita. Kemampuan spasial ini sangat dibutuhkan saat seseorang ingin menunjukkan letak suatu tempat, mengarahkan kendaraan, dan bahkan menerbangkan pesawat terbang. Banyak orang seringkali berhadapan dengan permintaan dari orang lain untuk menjelaskan mengenai arah jalan dan menjelaskan mengenai denah suatu tempat. Bahkan para pilot maupun nakhoda kapal laut harus mengerti arah navigasi pada peta yang harus dilalui. Kegiatan tersebut melibatkan kemampuan yang berhubungan dengan kemampuan spasial atau keruangan (Nora dan Janellen 2004).
Gardner (1983) dalam bukunya yang berjudul Frames of Mind
2
Kemampuan spasial sering ditemukan pada kegiatan seseorang dan banyak permasalahan yang harus dipecahkan oleh manusia dalam kesehariannya yang membutuhkan kemampuan spasial. Kemampuan spasial dibutuhkan saat seseorang yang berada di luar kota menggunakan peta untuk mencari jalan atau suatu tempat dan menjelaskan bentuk suatu bangunan atau arah jalan yang ingin dituju, mengelilingi suatu bangunan yang belum pernah dijumpai, mencari tempat menginap yang lebih strategis. Kemampuan spasial juga dibutuhkan ketika melakukan orientasi diri terhadap lingkungan yang baru (Hegarty, 2005).
3
Ives (2003) mengatakan bahwa kemampuan spasial harus mengerti konsep area, perimeter, dan volume pada dua-tiga bentuk dimensi yang terdapat pada unsur geometri di matematika. King (2002) mengatakan bahwa kemampuan spasial dua-tiga dimensi sangat lazim digunakan dalam studi matematika seperti geometri, trigonometri, kalkulus, aljabar, dan intuitif pemahaman ruang, sehingga kemampuan spasial memang memiliki hubungan dengan pelajaran matematika. Turgut dan Yilmaz (2012) yang meneliti mengenai keterkaitan gender guru matematika pra sekolah, kesuksesan akademis dan kemampuan spasial mengatakan bahwa penelitian tersebut bertujuan untuk para pendidik matematika, karena diharapkan para pendidik dapat meningkatkan kinerja pengajaran mereka dari sudut pandang kemampuan spasial yang baik.
4
Seorang pilot sangat membutuhkan kemampuan spasial yang tinggi untuk mengetahui dengan baik di mana tanah/lapangan selama dia bermanuver serta titik koordinat peta suatu tempat. Demikian pula seorang nakhoda kapal laut membutuhkan kemampuan spasial yang tinggi dalam menjalankan tugasnya dalam bidang merencanakan pelayaran, penentuan posisi dan arah haluan. Merencanakan arah pelayaran dimulai dari perhitungan pelayaran yang digambarkan pada peta laut, kemudian diprogramkan pada alat navigasi seperti GPS sebagai pedoman arah haluan kapal menuju tujuan pelayaran. Di bidang arsitek, seorang insinyur harus mampu bervisualisasi tentang interaksi bagian-bagian yang ada dalam mesin. Dalam ilmu meteorologi, seorang astronom harus dapat memvisualisasi struktur tata surya dan gerakan benda yang ada di dalamnya (Nora dan Janellen, 2004)
5
Di bidang psikologi, kemampuan spasial sebagai wadah untuk memfasilitasi serta mengembangkan kemampuan mereka agar dapat mengetahui dasar pengetahuan mengenai kemampuan spasial itu sendiri, serta dapat mempraktekannya di dunia kerja saat menghadapi klien/ saat menjadi konselor (Gohn, Humpreys & Yao 1998). Di bidang pendidikan, kemampuan spasial memang tidak terlalu ditekankan dalam pembelajarannya, namun bagi pelajar yang memiliki bakat dibidang kemampuan spasial tetap harus ditingkatkan (Gohn , Humphreys & Yao 1998)
Mansfield (2014) mengatakan bahwa sejak dini harus diketahui bahwa orang yang berbakat di bidang kemampuan spasial dapat dipengaruhi oleh
lingkungan dan standar belajarnya, Oleh karena itu diperlukan pembelajaran
yang baik untuk meningkatkan kemamuan spasialnya. Mengenai
pembelajaran, orang yang memiliki bakat pada kemampuan spasial lebih kuat
untuk mendengarkan suara dan visualisasi pada kata yang mereka baca.
Mereka dengan mudah membaca lebih cepat dan mendengar lebih tajam serta
dengan cepat mengerti makna dari bacaan dan apa yang didengar.
6
spasial. Oleh karena itu, banyak orang yang berbakat pada kemampuan spasial belum dapat meningkatkan potensi untuk meningkatkan kemampuan spasialnya.
Lohnman, Korb & Lakin (2008) mengatakan bahwa memberikan kesempatan pendidikan yang disesuaikan dengan pelajar yang berbakat pada kemampuan spasial sangat penting. Hal tersebut dikarenakan sulit bagi pelajar yang didominasi pola kemampuan spasial mencapai potensi penuh pada kurikulum sekolah, maupun universitas. Serta lebih ditekankan penalaran simbol numerik dan linguistik daripada penalaran bentuk/spasial.
7
kemampuan matematika menjadi salah satu pelajaran pokok di sekolah. Berbeda dengan seseorang yang berbakat dibidang kemampuan spasial, mereka akan mempelajari kemampuan spasial hanya saat memasuki sekolah industri, arsitek, teknik, dll. Sedangkan banyak orang berbakat di kemampuan spasial masuk ke jurusan yang tidak ada hubungannya di bidang industrial, dan tetap harus meningkatkan kemampuan spasialnya.
Gardner (1983) mengemukakan kemampuan spasial sangat dibutuhkan pada konteks hubungan lintas ilmu/ bidang studi. Kemampuan spasial yang tidak terolah dengan baik berdampak pada kesulitan belajar yang dialami individu. Baurnel dan Harvell (2004) pada penelitiannya memberikan beberapa ciri anak yang memiliki kelemahan kemampuan spasial, yaitu anak nampak bermasalah mempelajari abjad dan sering terbalik dengan huruf tertentu seperti b/d, m/w, p/q, dan angka. Konsep membaca dan mengeja lebih lambat dibandingkan yang lain, serta gerakan yang dilakukan menjadi canggung, sukar memahami konsep kiri-kanan, atas-bawah. Kemampuan spasial sangat membantu dalam proses belajar mengajar serta mengenali lingkungan sekitarnya. Nora dan Janellen (2004) mengatakan bahwa dengan memiliki kemampuan yang baik, seseorang dapat tumbuh kreatif dan inovatif.
8
bidang studi pendidikan daripada kemampuan lain. Namun, penelitian banyak mengemukakan bahwa kemampuan spasial dapat ditingkatkan secara spasial dengan musik Mozart. Hal tersebut biasa dinamakan efek Mozart. Penelitian dilakukan pada 36 mahasiswa perguruan tinggi yang yang kecerdasan spasialnya meningkat setelah mendengarkan Sonata Mozart selama 10 menit. Dikatakan bahwa mendengarkan musik dapat membangkitkan neuron yang digunakan untuk kinerja spasial, kinerja spasial merupakan kemampuan seseorang untuk merotasi mental benda 3 dimensi (Rauscher, Shaw & Ky 1993).
Penelitian yang dilakukan oleh Leng dan Shaw (1991) membuktikan bahwa lagu Mozart mampu mengaktifkan jalur syaraf yang digunakan untuk kemampuan spasial. Artinya, mendengarkan musik Mozart meningkatkan kinerja spasial dengan mengaktifkan neuron yang berada dalam cerebal cortex. Aktifnya neuron yang berada dalam cerebral cortex terjadi selama adanya penugasan spasial dan memperdengarkan musik Mozart.
Penelitian Rauscher, Shaw dan Ky (1993) dengan 36 mahasiswa menunjukkan bahwa kecerdasan spasial meningkat setelah mendengarkan musik Mozart “Sonata for Two Pianos in D Major” selama 10 menit. Dalam
9
Steele, Bass dan Crook (1999) mengungkapkan musik Mozart berpengaruh dengan mood (suasana hati), gairah, dan performansi spasial. Suasana hati mempengaruhi performansi pada tes kecerdasan spasial. Peneliti membandingkan dua genre musik yang berbeda, yaitu musik Mozart dan Phillip Glass, lalu membuktikan bahwa tidak terdapat perbedaan pengaruh kedua jenis musik pada kinerja spasial. Penelitian tersebut mengatakan bahwa dengan mendengarkan musik dapat mempengaruhi suasana hati, gairah, dan kemampuan spasial.
Penelitian-penelitian tersebut berperan penting dalam melahirkan istilah efek Mozart, yang membuat efek tersebut terkenal dimana-mana. Efek Mozart adalah kondisi/ efek sebagai hasil pemaparan terhadap musik Mozart dalam waktu singkat dan berefek positif terhadap kognisi dan perilaku (Rauscher, Shaw dan Ky, 1993).
10
Musik klasik Mozart merupakan media yang cukup efektif untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan spasial. Telah banyak penelitian di luar negeri yang berpendapat bahwa musik Mozart meningkatkan kemampuan spasial, namun kenyataannya penelitian pada psikologi musik belum banyak dilakukan di Indonesia. Selain itu, meskipun banyak penelitian di Indonesia yang berpusat pada peningkatan kemampuan spasial, namun belum ada penelitian mengenai peningkatan kemampuan spasial dengan musik Mozart dan peneliti membuat sendiri alat ukur untuk meningkatkan musik Mozart berdasarkan aspek-aspek kemampuan spasial. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui apakah musik klasik Mozart mampu menjadi media yang efektif untuk meningkatkan kemampuan spasial berdasarkan alat ukur yang peneliti buat.
B. Rumusan Masalah
Apakah musik klasik Mozart berpengaruh pada kemampuan spasial?
C. Tujuan Penelitian
11 D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi terutama di ranah kognitif dan psikologi mengenai pengaruh musik klasik Mozart terhadap kemampuan spasial.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada masyarakat luas mengenai pengaruh musik klasik Mozart terhadap kemampuan spasial.
b. Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan kemampuan spasial khususnya para pendidik yang belum memiliki bakat kemampuan spasial dan sudah berbakat dalam kemampuan spasial.
c. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada pendidik maupun calon pendidik (bahasa inggris) mengenai pengaruh musik klasik Mozart terhadap kemampuan spasial untuk membantu para pendidik mengatasi kesulitan belajar yang berhubungan dengan kemampuan spasial.
12 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kemampuan Spasial
1. Pengertian Kemampuan Spasial
Piaget & Inhelder (1971) mendefinisikan bahwa kemampuan spasial merupakan aspek kognisi berkembang sejalan dengan perkembangan kognitif yaitu konsep spasial pada tahapan sensorimotor, konsep spasial pada tahapan pra-operasional, konsep spasial pada tahapan konsep operasional dan konsep spasial pada tahapan formal-operasional. Kemampuan spasial ini diperoleh seseorang melalui alur perkembangan berdasarkan hubungan spasial topologi, proyektif dan eiclidis. Pada hubungan spasial topologis seseorang mengerti spasial dalam hubungannya dengan realsi topologi yaitu “ di samping” atau “ di depan”.
13
euclidis berkembang paralel pada seseorang memasuki tahapan konkrit-operasional. Seseorang mulai dapat melihat objek dengan mempertimbangkan hubungan terhadap sudut pandang. Kemudian, seseorang telah mencapai apa yang disebut dengan kerangka acuan. Kerangka acuan adalah kemampuan yang berhubungan dengan orientasi, lokasi dan perpindahan objek dalam ruang.
Kecerdasan manusia tersusun atas beberapa kemampuan spesifik yang independen dan tidak hanya terdiri dari satu faktor kemampuan secara umum. Kecerdasan dipandang sebagai kemampuan seseorang untuk menguasai suatu keterampilan. Kecerdasan merupakan kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional dalam hal memecahkan suatu masalah dan menciptakan masalah baru untuk dipecahkan. Kecerdasan terdiri dari banyak kemampuan, yaitu kemampuan liguistik, kemampuan logis matematis, kemampuan musikal, kemampuan interpersonal, kemampuan intrapersonal, kemampuan kinestetik, kemampuan naturalis dan kemampuan spasial (Gardner, 1983).
Kemampuan spasial berkaitan dengan kemampuan menangkap warna, arah, dan ruang secara akurat. Armstrong (2002) mengemukakan bahwa anak yang cerdas dalam spasial memiliki kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, ruang, dan bangunan.
14
Kemampuan spasial sebagai kemampuan yang berhubungan memahami, memproses, dan berpikir dalam bentuk visual (Agustin, 2006).
Kemampuan spasial perlu ditingkatkan berdasarkan konteks kehidupan sehari-hari. Hal ini mengacu pada pendapat Barke dan Engida (2001) yang mengemukakan bahwa kemampuan spasial merupakan faktor kecerdasan utama yang tidak hanya penting untuk matematika dan
science, tetapi juga perlu untuk keberhasilan dalam banyak profesi. Kemampuan spasial dibutuhkan dalam konteks sehari-hari, contohnya merancang perkebunan, menikmati karya seni, menggambar, melukis, dll. Pekerjaan yang mengutamakan kemampuan spasial antara lain arsitek, pemahat/ pematung, designer, dll.
Salim (2010) mendefinisikan bahwa kemampuan spasial adalah kapasitas kemampuan yang berkaitan dengan penalaran atau manipulasi mental terhadap hubungan keruangan. Kemampuan spasial banyak digunakan untuk hal-hal yang berhubungan dengan tipe-tipe proses mental seraya melibatkan perbedaan atau pengelompokkan tugas.
15
Kemampuan spasial mencakup kemampuan untuk menyerap, mengubah, dan menciptakan kembali dalam bentuk dua atau tiga dimensi. Kemampuan spasial adalah kemampuan untuk memproduksi gambar bentuk-bentuk di dalam pikiran, dan melakukan manipulasi secara mental bentuk-bentuk yang sudah disediakan.
Berdasarkan definisi kemampuan spasial yang tertera di atas, maka penelitian menyimpulkan bahwa kemampuan spasial adalah kemampuan seseorang untuk memahami secara mendalam mengenai objek dan ruang, menggunakan kemampuan tersebut untuk membayangkannya dan kemudian mempresentasikannya.
2. Aspek – Aspek Kemampuan Spasial
Whiteborn dan Slater (dalam Salim, 2010) kemampuan spasial ke dalam dua aspek, yaitu:
a. Relasi Spasial, yang terdiri dari:
- Kemampuan untuk menentukan hubungan antar stimulus dan respon yang ditata secara spasial.
16
b. Aspek visualisasi, yang terdiri dari:
- Kemampuan untuk membayangkan atau mengimajinasikan perputaran objek lukisan.
- Kemampuan untuk melipat dan membuka lipatan,
membungkus dan membuka pola-pola datar.
- Kemampuan untuk mengenali perubahan relative posisi suatu
objek di dalam ruang.
Piaget dan Inhelder (1971) menyebutkan bahwa kemampuan spasial merupakan konsep abstrak yang di dalamnya meliputi Hubungan Spasial (Kemampuan untuk mengamati hubungan posisi objek dalam ruang), Kerangka Acuan (Tanda yang dipakai sebagai patokan untuk menentukan posisi objek dalam ruang), Hubungan Proyektif (Kemampuan melihat objek dari berbagai sudut pandang), Rotasi Mental (Kemampuan membayangkan perputaran objek dalam ruang).
Lohman (1988) mengutarakan lima aspek dasar dari kemampuan spasial, yakni:
a. Visualization
17
b. Spatial Relation
Kemampuan mengatur posisi berbagai objek dalam ruang. Dimensi fungsi visual ini mengimplikasikan persepsi tentang suatu objek atau simbol hubungan keruangan yang menyatu dengan sekitarnya.
c. Spatial Orientation
kemampuan membayangkan bagaimana stimulus hadir di perspektif lain.
d. Gestalt Perception
Kemampuan menyatukan stimulus visual yang tidak jelas menjadi suatu keutuhan yang memiliki makna
e. Perceptual Speed
Kemampuan menemukan suatu konfigurasi dalam material yang dikacaukan, dimana konfigurasi tersebut sebelumnya sudah diperkenalkan pada subjek.
18
kemampuan spasial secara visual. Keempat faktor tersebut adalah PI (Perceptual Integration), SS (Spatial Scanning), I (Imagery), dan LE (Length Estimation). PI Perceptual Integration merupakan kemampuan untuk memahami dan mengidentifikasi pola visual. SS (Spatial Scanning) merupakan kemampuan mengikuti alur yang ditunjukkan lewat pola spasial secara akurat. I (Imagery) merupakan kemampuan untuk membentuk gambaran mental internal dari pola visual untuk memecahkan masalah spasial. LE (Length Estimation) merupakan kemampuan untuk membuat perkiraan yang tepat atau perbandingan atas suatu jarak visual.
19
Yilmaz (2009) menyatakan bahwa terdapat 8 macam kemampuan spasial yaitu:
a. Spatial Visualization (Vz)
Spatial visualization merupakan kemampuan untuk membayangkan manipulasi, rotasi, putaran, balikan dari suatu obyek tanpa referensi. b. Spatial Relations / Speeded Rotation (SR)
Spatial Relations merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi obyek yang identik jika obyek tersebut diputar atau dicerminkan. c. Flexibility of Closure / Field Independence / Disembedding (CF)
Flexibility of Closure merupakan kemampuan untuk menemukan bentuk tersembunyi dalam bentuk yang lebih besar dan kompleks. d. Environmental Ability (EA)
Environmental Ability merupakan kemampuan untuk
mengintegrasikan informasi yang berhubungan dengan obyek alami atau buatan dalam persekitarannya.
e. Spatial Orientation (SO)
Kemampuan untuk membayangkan penampakan sebuah obyek dari perspektif-perspektif yang berbeda.
f. Closure Speed (CS)
20
yang tidak lengkap atau tidak jelas untuk representasi tersebut ditampilkan.
g. Perceptual Speed (P)
Perceptual Speed (P) merupakan kemampuan untuk menemukan konfigurasi dalam suatu ruang dari materi yang membingungkan / kacau.
h. Spatiomeporal Ability (SA)/ Dynamic Spatial Ability (DSA)
Spatiomeporal Ability merupakan kemampuan untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan obyek yang bergerak.
21 3. Alat Ukur Kemampuan Spasial
Dalam mengukur kemampuan spasial, terdapat berbagai macam alat ukur yang yang disesuaikan dengan aspek kemampuan spasial yang ingin diukur. Alat-alat ukur tersebut adalah:
a. Tes Stanford – Binet
Tes ini bertujuan mengukur penalaran verbal, penalaran kuantitatif, memori jangka pendek, dan penalaran abstrak/visual spasial. Subtes yang mengukur penalaran spasial adalah subtes paper folding. Partisipan diinstruksikan untuk mencoba memecahkan masalah 17 kertas lipat. Tugas yang diberikan melibatkan partisipan untuk membayangkan sebuah kertas yang dilipat beberapa kali dan dipotong menjadi bentuk lipatan tersebut. Partisipan kemudian menggunakan kemampuan spasial dengan merotasi mental dan membuka kertas imajiner. Partisipan harus memilih kertas apa dan bagaimana seharusnya kertas itu terlihat ketika dibuka. Tes ini ditunjukkan untuk rentang usia 3-13 tahun.
b. GATB (General Aptitude Test Battery)
22
penglihatan khususnya mengenal benda secara 3 dimensi. Testi harus dapat memanipulasi secara mental, mempunyai kreasi terhadap struktur benda tertentu dengan perencanaan yang baik.
c. DAT (Differential Aptitude Test)
Tes ini mengukur kemampuan mental seseorang. Tes ini termasuk dalam Tes Multiple Bakat. Tes Multiple Bakat adalah sejumlah tes yang dipakai untuk mengukur berbagai macam kemampuan. Tes DAT terdiri dari 5 subtes, yaitu Numerical Ability (mengukur kemampuan berfikir dengan angka dan penguasaan hubungan numerik), Abstract Reasoning (mengukur kemampuan penalaran individu yang bersifat non-verbal, yaitu meliputi kemampuan individu untuk dapat memahami adanya hubungan yang logis dari figure abstrak atau prinsip non verbal design), Space Relation (mengukur kemampuan berpikir secara visual pada bentuk-bentuk geometris dan kemampuan menangkap objek tiga dimensi),
Mechanical Reasoning (mengukur daya penalaran di bidang kerja mekanis dan prinsip fisika), Clerical Speed and Accuracy (mengukur respon subjek terhadap tugas atau pekerjaan yang menyangkut kecepatan persepsi, kecepatan respon terhadap kombinasi huruf dan angka, serta ingatan yang sifatnya tidak lama).
23
untuk mengukur kemampuan berpikir secara visual pada bentuk-bentuk geometris dan kemampuan menangkap objek tiga dimensi.
Peneliti tertarik memfokuskan penelitian pada aspek visualisasi, relasi spasial dan orientasi spasial. Lohman (1988) berpendapat bahwa aspek visualisasi, relasi dan orientasi merupakan aspek yang paling dekat dengan kegiatan sehari – hari individu. Contohnya seseorang yang memiliki rumah baru, ia harus mampu menyesuaikan isi perabot rumah dengan bentuk rumahnya, seorang insinyur harus mampu bervisualisasi dengan bagian – bagian mesin dalam pekerjaannya, serta seorang arsitek harus mampu bervisualisasi untuk membentuk suatu rancang bangunan.
Mansfield (2014) mengatakan bahwa sejak dini harus diketahui bahwa orang yang berbakat di bidang kemampuan spasial dapat dipengaruhi oleh
lingkungan dan standar belajarnya, Oleh karena itu diperlukan pembelajaran
yang baik untuk meningkatkan kemampuan spasialnya. Mengenai
pembelajaran, orang yang memiliki bakat pada kemampuan spasial lebih kuat
untuk mendengarkan suara dan visualisasi pada kata yang mereka baca.
24
Peneliti membuat alat ukur yang didasarkan pada ketiga aspek tersebut, yang menekankan pengukuran kemampuan untuk berpikir secara visual pada bentuk – bentuk geometris, kemampuan mengingat hubungan yang dihasilkan dari gerakan objek dalam satu ruang dan kemampuan memahami pola spasial dalam bentuk yang berbeda atau berbagai sudut pandang.
4. Faktor-Faktor Kemampuan Spasial
Kemampuan Spasial terdiri dari 2 Faktor yang mempengaruhi, yaitu:
a. Nurture Factor
Lingkungan sosial budaya yang mencakup isu-isu seperti bermain, peran gender, sosial, harapan orang tua, dan pengalaman pendidikan berpengaruh pada perkembangan kemampuan spasial (Saucier, McGeary, dan Saxberd, 2002). Pada usia 1 tahun, anak laki-laki bermain dengan kendaraan dan blok yang melibatkan manipulasi spasial, sedangkan anak perempuan bermain dengan boneka yang mengembangkan ketrampilan sosial. (Etaugh dan Liss, 2002).
25
positif antara visualisasi spasial dengan orientasi spasial. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak ada perbedaan gender laki-laki dan perempuan pada kemampuan spasial.
Tingkat kinerja seseorang cenderung berubah dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut didapatkan melalui praktik, pelatihan, dan pembelajaran. Aktivitas seperti melukis meningkatkan kemampuan spasial. Jika seseorang memperoleh lebih banyak pengalaman yang mendukung kinerja mereka, maka seseorang memiliki kemajuan yang lebih dalam perkembangan intelektualnya. Oleh karena itu, untuk mempertahankan sekaligus meningkatkan kemampuan spasialnya, seseorang harus mengasahnya melalui praktik, pelatihan dan pembelajaran. Komputer banyak menawarkan fasilitas untuk melatih kemampuan spasial, seperti Block Out atau Tetris. (Martin, Stephen & David 2009).
26
b. Nature Factor
Kelainan hormonal menujukkan bahwa kadar hormon berkaitan dengan perkembangan kemampuan spasial. Wanita yang memiliki androgen tinggi selama perkembangan janin mempunyai kemampuan spasial lebih tinggi (Hampson, Rovelt dan Altman, 1998). Otak manusia dibagi menjadi dua belahan, yang mendasari otak kiri adalah bahasa dan kemampuan verbal, sedangkan otak kanan mendasari ketrampilan visual-spasial. Hal tersebut ditemukan bahwa belahan otak kanan pada laki-laki lebih besar dan berkembang lebih cepat daripada perempuan (De Lacoste, Hovarth dan Woodward, 1991). Selain itu, Pakkenberg dan Gudersen (1997) menginformasikan bahwa laki-laki memiliki neuron neokorteks lebih banyak daripada perempuan (sebesar 16%) dan hal tersebut mengakibatkan lebih banyak koneksi sinaptik yang mempengaruhi kemampuan spasial.
27
berfungsi sebagai perkembangan kemampuan imajinasi. Pada otak kanan terdapat kemampuan intuitif, empati, musik, serta kemampuan spasial (bentuk dan rupa). (De Lacoste, Hovarth dan Woodward, 1991).
B. Musik Klasik
1. Pengertian Umum Musik
Musik berasal dari kata Yunani, yang berarti Muse. Dalam mitologi Yunani dikenal bahwa Sembilan Muse, dewi-dewi bersaudara yang menguasai nyanyian, puisi, kesenian dan ilmu pengetahuan merupakan anak Zeus (Raja Para Dewa) dengan Mnemosyne (Dewi Ingatan). Dengan demikian, musik merupakan anak cinta ilahiah yang keanggunan, keindahan dan kekuatan penyembuhannya yang misterius sangat erat hubungannya dengan tatanan maupun ingatan surgawi tentang asal-usul takdir kita (Salim, 2010).
Campbell (2001) mendefinisikan musik sebagai bahasa yang mengandung unsur universal, bahasa yang melintasi batas usia, jenis kelamin, ras, agama, dan kebangsaan. Musik muncul di semua tingkat kelas sosial dan pendidikan. Musik berbicara kepada setiap orang dan setiap spesies.
28
mengungkapkan pikiran dan perasaan penciptanya melalui unsur-unsur musik yaitu irama, melodi, harmoni, bentuk dan struktur lagu, serta ekspresi sebagai suatu kesatuan.
2. Pengertian Musik Klasik a. Definisi Musik Klasik
Musik klasik dapat didefinisikan sebagai musik yang berasal dari masa lalu, namun tetap disukai hingga kini. Musik klasik berasal dari masa sekitar abad 18 yang ada pada masa hidup Mozart dan Hayden. Musik pada periode klasik adalah musik yang perbuatan dan penyajiannya memakai bentuk, sifat, dan gaya dari musik periode lalu. (Campbell, 2001).
Musik klasik adalah jenis musik yang menggunakan tangga nada diatonis, yaitu sebuah tangga nada yang menggunakan aturan dasar teori perbandingan serta musik klasik telah mengenal harmoni, yaitu hubungan nada-nada dibunyikan serempak dalam akord-akord serta menciptakan struktur musik yang tidak hanya berdasar pada pola-pola ritme dan melodi (Campbell, 2001).
29
gelombang beta dalam gendang telinga yang memberikan ketenangan pada otak untuk menerima masukan baru (Campbell, 2001).
Campbell (2001) menyatakan bahwa musik klasik merupakan musik yang memiliki nilai seni dan nilai ilmiah yang tinggi. Musik klasik yang paling sering didengarkan adalah musik klasik barat karya musisi seperti Mozart, Bach, Bethoven, Handel, Hydn dan lain sebagainya. Para musisi klasik pada zaman tersebut memiliki variasi yang berbeda, baik dari segi irama, melodi, dan frekuensi.
b. Pengaruh Musik Klasik
Musik sangat berpengaruh dalam kehidupan. Selain dapat didengarkan, dimainkan, dan dipentaskan, musik juga dapat dipelajari secara ilmiah. Bahkan tebukti bahwa denyut jantung akan menyesuaikan diri dengan irama yang didengarnya. Irama musik dengan kecepatan ¾ per detik hamper sama cepatnya dengan pelbagai irama alarm. Irama tersebut sama cepatnya dengan denyut jantung (rata-rata 0,8 detik). Waktu 0,8 detik ini sama dengan waktu yang dibutuhkan untuk berbagai proses sederhana dalam otak. Musik apa saja, baik yang berirama cepat maupun lambat, keduanya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manusia. (Salim, 2010)
30
komponen spasial (melodi). Di dalam otak terdapat sel-sel khusus yang memproses bentuk-bentuk melodi dan pola arsistesis. Sel-sel neuron tersebut terletak dalam korteks auditori yang bertugas mengoperasikan hubungan harmoni yang spesifik. Bila seseorang mendengarkan sebuah melodi, ia mengaktifkan temporal hemisfer kanan (auditori) yang akan berhubungn dengan hemisfer kiri (bahasa). Bila seseorang mendengarkan nada, terjadi aktivitas khusus dari system kortikal auditori hemisfer kanan. Mendengarkan musik memiliki elemen-elemen musik yang diorganisasi, baik secara spasial (menyusun jarak antara pitch, pola dan irama). Dengan demikian, mendengarkan musik memiliki hubungan dengan proses spasial.
Namun, media maupun masyarakat terkadang terlalu berlebihan dengan temuan ilmiah yang baru pada populasi yang belum teruji. Dengan kata lain, mereka menyimpulkan bahwa bayi juga memiliki pengaruh, padahal pada penelitian awal dijelaksakan bahwa mahasiswa yang memiliki pengaruh dan yang awalnya kemampuan spasial yang meningkat, disimpulkan bahwa semua kemampuan kecerdasan juga ikut meningkat. Selain itu, Efek Mozart hanya bertahan meningkatkan kemampuan spasial selama 10 menit saja dan tidak dalam waktu yang lama. (Helding, 2014).
31
kemampuan spasial. Olkun (2003) melakukan sebuah penelitian untuk dapat memperbaiki kemampuan spasial siswanya dengan cara melakukan pembelajaran melalui aktivitas menggambar teknik. Olkun memberikan balok-balok kayu kecil untuk dibuat menjadi bentuk tertentu, kemudian siswa diminta untuk menggambar dari berbagai sisi secara tegak lurus, yaitu dari sisi atas, depan, dan samping. Kalbitzer & Loong (2013) memberikan cara untuk meningkatkan kemampuan spasial siswa dengan menggunakan berbagai macam representasi, misalnya, lego, gambar-gambar bangunan, dan aktivitas menggambar menggunakan alat bantu komputer seperti drag, resize, move, copy, paste, colour, dan delete.
c. Ciri-Ciri Musik Klasik
Menurut Salim (2010), menyatakan ciri-ciri musik pada zaman klasik antara lain adalah sebagai berikut :
- Musik klasik menggunakan peralihan dinamika dalam lagu dari lembut sampai keras (crescendo) dan dari keras menjadi lembut (decressendo)
- Perubahan-perubahan tempo dalam lagu dari yang bersifat semakin cepat (accelerundo) dan semakin lembut (ritardando) - Pemakaian Ornamentik dibatasi. Ornamentik adalah nada
32
untuk memperindah suatu melodi, baik yang dilaksanakan secara imprivisasi oleh seorang pemain (opera zaman Handel), dan ditulis dengan lambing khusus. Contoh: Glissando; cara main dengan menggelincirkan jajaran nada beruntun, baik kromatik maupun diatonik.
- Pemakaian akord tiga nada, seperti akord C dimainkan dengan memencet tuts C, E, dan G.
3. Musik Klasik Mozart a. Sejarah Musik Mozart
Musik klasik Mozart diciptakan oleh Wolfgang Amadeus Mozart yang bernama asli Johannes Chrysostomus Wolfgangus Gottlieb Mozart lahir di Salzburg, 27 Januari 1756. Mozart meninggal di Wina, Austria pada tanggal 5 Desember 1791. Ia dianggap sebagai salah satu dari komponis musik klasik Eropa yang terpenting dan paling terkenal dalam sejarah. Karya-karyanya (sekitar 700 lagu) termasuk gubahan-gubahan yang secara luas diakui sebagai puncak karya musik simfoni, musik kamar, musik piano, musik opera, dan musik paduan suara. Pada usia 3 tahun ia telah dapat menghasilkan melodi dan menerapkan accor pada hrpsikord. Mozart telah mulai
menciptakan lagu di usia 5 tahun dan muncul di depan umum pada
33
tour keliling Eropa. Pada tahun 1781 ia pindah ke kota Wina dan
mengarang ciptaan-ciptaannya yang terkenal. Permainannya sangat
menakjubkan sehingga dijuluki anak ajaib. (Campbell, 2001)
b. Musik Mozart
Istilah Mozart Effect (Efek Mozart) diciptakan pada tahun 1955 oleh para ilmuan di Universitas California yang menemukan bahwa ternyata siswa mendapat nilai yang lebih baik pada tes IQ spasial setelah mendengarkan musik Mozart. Para ilmuan juga mencoba musik trance, musik minimalis, audia-books, dan instruksi relaksasi, namun tidak ada yang berpengaruh seperti musik Mozart (Salim, 2010).
Penelitian Rauscher, Shaw dan Ky (1993) mengemukakan bahwa, “Saat 36 mahasiswa mendengarkan Sonata for two pianos in D
Major K. 448 karya Mozart selama 10 menit, mereka berhasil mencetak 8 – 9 poin lebih tinggi pada subtes IQ spasial Skala Kecerdasan Stanford-Binet dibandingkan setelah mereka mendengarkan instruksi relaksasi atau tidak mendengarkan apa-apa.” (Salim. 2010)
34
tercipta dari berbagai instrument musik yang memiliki nada secara teratur dan bersifat abadi. Musik klasik Mozart ini selain dapat didengarkan, juga memiliki pengaruh penting dalam proses belajar seseorang. Elemen-elemen jarak antara pitch, pola dan irama musik yang mempengaruhi kemampuan spasial seseorang.
C. Dinamika Pengaruh Musik Klasik Mozart pada Kemampuan Spasial
Salim (2010) mengatakan bahwa bangunan otak memang telah terspesialisasi untuk membangun blok-blok musik, termasuk komponen spasial (melodi). Di dalam otak terdapat sel-sel khusus yang memproses bentuk-bentuk melodi dan pola arsistesis. Sel-sel neuron tersebut terletak dalam korteks auditori yang bertugas mengoprasikan hubungan harmoni yang spesifik. Seseorang yang mendengarkan sebuah melodi, ia mengaktikan temporal hamisfer kanan (auditori) yang akan berhubungn dengan hamisfer kiri (bahasa).
35
sebagai belahan otak kiri dan secara otomatis juga akan menunjang perkembangan yang optimal dari kemampuan spasial sebagai fungsi belahan otak kanan.
D. Hipotesis
36 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah 44 mahasiswa Fakultas Psikologi dan Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Sanata Dharma berusia 18-21 tahun. Subjek terdiri dari 22 laki-laki dan 22 perempuan. Pemilihan subjek berdasarkan umur tersebut dengan pertimbangan bahwa anak berusia lebih dari 10 tahun berkolerasi dengan kemampuan verbal dan kemampuan spasial (keruangan)nya dan meningkat seiring dengan perkembangan usia anak. Pada usia remaja, korelasi antara kemampuan musik dan keruangan mencapai puncak. (Salim, 2010).
Subjek dipilih dengan cara purposive sampling. Purposive Sampling
adalah teknik untuk menentukan sampel penelitian dengan menetapkan ciri yang sesuai dengan tujuan (Sugiyono, 2009). Ciri tersebut adalah kriteria umur subjek berusia 18-21 tahun dan belum pernah mendengar lagu Mozart “Sonata for Two Pianos in D Major, K. 448”. Peneliti mendapatkan subjek
37 B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel Tergantung
Variabel tergantung adalah variabel dengan variasi nilai yang dipengaruhi variabel lain (Azwar, 2007). Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kemampuan spasial. Kemampuan spasial diukur dengan tes bangun ruang yang telah dibuat oleh peneliti. Tes bangun ruang tersebut terdiri dari 48 soal bangun ruang.
2. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi perubahan nilai variabel lain (Azwar, 2007). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah musik klasik Mozart. Musik klasik Mozart merupakan jenis musik beraliran klasik dengan struktur komposisi “Sonata for Two Pianos in D Major, K. 448” yang memiliki irama, melodi dan harmoni yang tercipta
dari berbagai instrument musik.
C. Desain Eksperimen
Desain eksperimen pada penelitian ini adalah eksperimental semu/
38
perlakuan (outcome measure), dan unit eksperimen (eksperimental units) namun tidak menggunakan penempatan secara acak (nonrandom assignment) dalam menciptakan perbandingan untuk menyimpulkan adanya perubahan perlakuan.
Penelitian eksperimen mempunyai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen menerima perlakuan berupa mendengarkan musik Mozart saat mengerjakan tes kemampuan spasial. Kelompok kontrol tidak menerima perlakuan langsung dan langsung mengerjakan tes kemampuan spasial.
Skema desain penelitian sebagai berikut:
Keterangan:
KK : Kelompok Kontrol KE : Kelompok Eksperimen nR : NonRandomisasi Subjek X : Pemberian Perlakuan ( - ) : Tanpa Perlakuan
Y1 : Skor Kelompok Kontrol Y2 : Skor Kelompok Eksperimen
KK : nR ( - ) Y1
39 D. Alat Penelitian
Tes kemampuan spasial berisi soal-soal bangun ruang yang disusun peneliti berdasarkan teori kemampuan spasial. Tes kemampuan spasial mengalami uji coba dengan tes diskriminasi untuk menentukan validitas dan reliabilitas tes tersebut.
40 E. Prosedur Penelitian
Prosedur dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pelaksanaan Diskriminasi Tes
Pelaksanaan Penelitian Diskriminasi Tes berlangsung pada: Hari/Tanggal : Sabtu, 21 Mei 2016
Pukul : 16.00-16.35 WIB
Tempat : Ruang Kelas, Gedung Pusat Kateketik
a. Subjek sejumlah 40 orang, yang terdiri dari 20 laki-laki dan 20 perempuan.
b. Peneliti mempersilahkan subjek untuk masuk ke dalam ruangan dan duduk di tempat yang sudah dipersiapkan.
c. Peneliti memberikan Inform Consent kepada subjek sebagai lembar persetujuan mengikuti penelitian.
d. Peneliti memberikan peraturan yang harus ditaati selama kegiatan berlangsung.
e. Peneliti memberikan tes kemampuan spasial yang terdiri dari 80 item dan lembar jawab kepada subjek
f. Peneliti menjelaskan cara pengerjaan tes kepada subjek.
41
h. Setelah waktu selesai, peneliti meminta subjek untuk berhenti mengerjakan tes kemampuan spasial dan mempersilahkan subjek untuk keluar ruangan.
2. Pelaksanaan Penelitian Kelompok Kontrol
Pelaksanaan penelitian Kelompok Kontrol berlangsung pada: Hari/Tanggal : Kamis, 2 Juni 2016
Pukul : 13.00-13.35 WIB
Tempat : Ruang K.15, Universitas Sanata Dharma
a. Subjek sejumlah 22 mahasiswa fakultas psikologi dan pendidikan bahasa inggris, yang terdiri dari 5 laki-laki dan 6 perempuan mahasiswa psikologi serta 6 laki-laki dan 5 perempuan mahasiswa pendidikan bahasa inggris.
b. Peneliti mempersilahkan subjek untuk masuk ke dalam ruangan dan duduk di tempat yang sudah dipersiapkan.
c. Peneliti memberikan Inform Consent kepada subjek sebagai lembar persetujuan mengikuti penelitian.
d. Peneliti memberikan peraturan yang harus ditaati selama kegiatan berlangsung.
e. Peneliti memberikan tes kemampuan spasial yang terdiri dari 48 item dan lembar jawab kepada subjek
42
g. Peneliti mempersilahkan subjek mengerjakan tes kemampuan spasial selama 30 menit
h. Setelah waktu selesai, peneliti meminta subjek untuk berhenti mengerjakan tes kemampuan spasial dan mempersilahkan subjek untuk keluar ruangan.
3. Pelaksanaan Penelitian Kelompok Eksperimen
Pelaksanaan penelitian Kelompok Eksperimen berlangsung pada: Hari/Tanggal : Jumat, 3 Juni 2016
Pukul : 13.00-13.40 WIB
Tempat : Ruang Observasi, Universitas Sanata Dharma
a. Subjek sejumlah 22 mahasiswa fakultas psikologi dan pendidikan bahasa inggris, yang terdiri dari 5 laki-laki dan 6 perempuan mahasiswa psikologi serta 6 laki-laki dan 5 perempuan mahasiswa pendidikan bahasa inggris.
b. Peneliti mempersilahkan subjek untuk masuk ke dalam ruangan dan duduk di tempat yang sudah dipersiapkan.
c. Peneliti memberikan Inform Consent kepada subjek sebagai lembar persetujuan mengikuti penelitian.
43
e. Peneliti memberikan angket kepada kelompok eksperimen yang berisi sudah pernah/belum mendengarkan musik Mozart “Sonata for Two Pianos in D Major, K. 448”.
f. Peneliti memutar cuplikan musik Mozart “Sonata for Two Pianos in D
Major, K. 448” dan subjek diminta mengisi angket.
g. Peneliti meminta angket tersebut untuk diperiksa dan semua subjek belum pernah mendengarkan musik Mozart “Sonata for Two Pianos in
D Major, K. 448”.
h. Peneliti memberikan tes kemampuan spasial yang terdiri dari 48 item
dan lembar jawab kepada subjek.
i. Peneliti menjelaskan cara pengerjaan tes kepada subjek.
j. Peneliti mempersilahkan subjek mengerjakan tes kemampuan spasial dengan diiringi musik Mozart “Sonata for Two Pianos in D Major, K.
448” selama 30 menit.
44 F. Metode Analisis Data
Untuk melihat perbedaan antara dua kelompok menggunakan uji “t”
45 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Data 1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah one sample Kolmogorov-Smirnov. Kaidah yang digunakan adalah jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (p>0,05) maka sebaran data normal, sedangkan jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) maka sebaran data tidak normal.
[image:63.612.94.528.178.673.2]Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.
Data Kelompok
Kontrol
Kelompok
Eksperimen
Mean 27,50 32,94
SD 9,257 7,128
46
Uji one sample Kolmogorov Smirnov pada kelompok eksperimen menghasilkan nilai z sebesar 0,139 dengan p=0,200 (p>0,05). Uji one sample Kolmogorov Smirnov pada kelompok kontrol menghasilkan nilai z sebesar 0,109 dengan p=0,200 (p>0,05). Berdasarkan hasil dari uji normalitas tersebut, dapat dikatakan distribusi kelompok eksperimen dan kontrol adalah normal.
b. Uji Homogenitas
Uji Homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi dari sampel penelitian adalah homogen. Kaidah yang digunakan adalah jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (p>0,05) maka populasi bersifat homogen, sedangkan jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) maka populasi bersifat tidak homogen. Pada penelitian ini, uji homogenitas dianalisis menggunakan Levene Test.
[image:64.612.95.531.173.663.2]Hasil uji Homogenitas dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.
Levene’s Test for Equality of Variance
F Sig
47
Uji Homogenitas Levene Test menghasilkan nilai F sebesar 2,879 dan menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,097 (p>0,05). Nilai ini menunjukkan bahwa varians data penelitian untuk variabel post test
memenuhi asumsi homogenitas.
2. Uji Hipotesis
[image:65.612.96.532.197.586.2]Nilai rata kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata pada kelompok kontrol. Deskripsi nilai rata-rata-rata-rata kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3.
Nilai Rata-Rata
Data Mean N Std. Deviation
Kontrol 27,50 22 9,257 Eksperimen 32,95 22 7,218
48
Selain itu, terdapat persyaratan yang harus dipenuhi pada penelitian eksperimen. Hal tersebut adalah nilai signifikansi uji t lebih kecil dari 0,05 (p<0,05). Hasil pengujian signifikansi hasil tes kemampuan spasial pada kedua kelompok, yakni kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dapat dilihat pada tabel 4.
Uji Hipotesis Kontrol Eksperimen
N 22 22
Mean 27,50 32,95 Mean Difference 5,455
t 2,190
Df 42
Sig (2-tailed) ,034
Uji Hipotesis berikut menghasilkan nilai t sebesar 2,190 dengan p=0,034 (p<0,05). Dengan demikian, Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini dapat disimpulkan bahwa musik klasik Mozart berpengaruh secara signifikan pada kemampuan spasial.
B. Pembahasan
49
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh mendengarkan musik Mozart pada kemampuan spasial.
Hasil penelitian tersebut mendukung pendapat yang diajukan oleh Gardner (1983) bahwa musik dapat membantu sebagian orang untuk mengorganisir cara berpikir dan bekerja sehingga membantu mereka berkembang dalam hal pemikiran spasial. Salim (2010) mengatakan bahwa berdasarkan beberapa penelitian diketahui bahwa aktivitas musik memiliki hubungan dengan proses spasial. Dalam aspek ini, aktivitas musik termasuk rekontruksi dari pola – pola spasial berupa perorganisasian elemen – elemen nada ke dalam kode spasial yang khusus. Sehingga melodi yang terdengar merupakan rekognisi dari penyusunan jarak antara pitch dan pola irama.
50
antara pitch, pola dan irama). Dengan demikian, mendengarkan musik memiliki hubungan dengan proses spasial.
Haussman, Hodgetts & Eerola (2016) mengatakan bahwa terdapat hubungan kausal antara kognisi dan kemampuan spasial karena adanya struktur model neural dari korteks yang disebut model trion. Teori model trion ini mengatakan bahwa aktivitas musik dapat memperkuat pola-pola cetusan neural yang terorganisir dari kode-kode spasial temporal dalam wilayah korteks. Dalam model ini, pola pengaktivasian syaraf yang serupa terjadi selama adanya tugas spasial dan kognisi musik. Mendengarkan musik dapat mengaktifkan neuron untuk meningkatkan kemampuan spasial yang ada dalam cerebal cortex.
Pada penelitian sebelumnya membuktikan bahwa lagu Mozart mempengaruhi kemampuan spasial. (Leng and Shaw, 1991; Rauscher, Shaw and Ky ,1993; Martin, Stephen and David, 2006). Penelitian yang dilakukan peneliti dan penelitian sebelumnya memiliki persamaan yaitu menggunakan lagu Mozart “Sonata for Two Pianos in D Major, K. 448, namun penelitian
tersebut menggunakan alat tes Stanford Binet Paper Folding and Cutting Task untuk mengukur kemampuan spasial. Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti membuat sendiri alat untuk ukur kemampuan spasial berupa 48 soal bangun ruang.
Penelitian Rauscher, Shaw dan Ky (1993) memberikan 3 macam
51
Philip Glass dan musik dansa), melakukan percobaan selama 5 hari berturut-turut. Sedangkan peneliti hanya memberikan 2 macam treatment, yaitu musik Mozart dan tanpa musik. Kelompok kontrol dan eksperimen masing-masing dilakukan selama 1 hari. Hasil dari penelitian Rauscher, Shaw dan Ky (1993) adalah kelompok Mozart memiliki skor tertinggi diantara kelompok silent dan kelompok campuran, namun kelompok Mozart dan silent tidak memiliki skor beda yang signifikan. Hasilnya berbeda dengan penelitian ini, yaitu kelompok kontrol dan eksperimen memiliki skor beda yang signifikan, sehingga musik klasik Mozart memiliki pengaruh secara signifikan pada kemampuan spasial.
Pada penelitian sebelumnya, kelompok kontrol diberi pretest
diam/tidak berbicara selama 10 menit dan kelompok eksperimen diberi pretest
mendengarkan musik Mozart “Sonata for Two Pianos in D Major, K. 448” selama 10 menit (Rauscher, Shaw and Ky, 1993; Leng and Shaw 1991). Kelompok kontrol pada penelitian ini langsung mengerjakan soal tes kemampuan spasial dan kelompok eksperimen mengerjakan soal tes kemampuan spasial dengan didengarkan musik Mozart “Sonata for Two
Pianos in D Major, K. 448”. Kedua kelompok tanpa menggunakan pretest.
Rideout and Laubach (1996) mengatakan bahwa efek Mozart memberikan pengaruh, meskipun tidak menunjukkan bahwa efek Mozart dapat diandalkan dari waktu ke waktu. Mereka menyarankan bahwa
52
yang mendasari kerja efek di otak partisipan. Pada penelitian ini tidak dilakukan EEG untuk mendasari kerja efek di otak partisipan.
Pada penenelitian Rauscher, Shaw and Ky (1993), subjek memiliki nilai lebih tinggi secara signifikan pada kelompok Mozart daripada kelompok
silent dan campuran, yaitu sebesar 8-9 poin. Namun efek ini sangat singkat, hanya berlangsung 10-15 menit. Para peneliti menyimpulkan bahwa musik dapat menyebabkan otak berfungsi lebih baik dalam kemampuan spasial, setidaknya beberapa menit. Namun temuan ini terlalu dibesar-besarkan dengan mengatakan bahwa musik Mozart dapat meningkatkan 8-9 poin IQ. Sebenarnya telah jelas disampaikan bahwa efek tersebut hanya berlangsung beberapa menit dan mencakup kemampuan spasial, sehingga tidak dapat diklaim meningkatkan IQ pada umumnya.
Stough et.al (1994) melakukan penelitian serupa yang dilakukan oleh Rauscher, Shaw and Ky (1993) yaitu meneliti efek Mozart dan kemampuan spasial dengan cara mendengarkan musik Mozart sambil memecahkan kasus balok-balok kayu. Namun efek yang diharapkan tidak muncul, karena Rauscher beranggapan bahwa pada penelitian tersebut tidak menggunakan alat tes yang sama yaitu Stanford Binet paper folding and cutting. Tes tersebut lebih menguji ingatan jangka pendek (short-term memory) daripada kemampuan spasial.
53
mempertahankan dan mengembalikan kesehatan mental, fisik, emosional dan spiritual. Klien dalam suatu sesi terapi musik biasa diajak bernyanyi, belajar main musik, bahkan membuat lagu singkat, atau dengan kata lain terjadi interaksi yang aktif dengan musik, dan bukan hanya mendengarkan secara pasif seperti yang terjadi pada efek Mozart. Keaktifan dan kepasifan pelaku terhadap musik inilah yang membedakan terapi musik pada umumnya dengan efek Mozart. Selain itu, pada terapi musik di Indonesia, musik yang digunakan sangat beragam dan tidak terbatas hanya pada musik Mozart saja, seperti musik instrumental, musik relaksasi, bahkan musik pop dan jazz. Sementara efek Mozart baru muncul pada 1991, sedangkan ide dan penggunaan terapi musik sudah ada sejak zaman Yunani kuno oleh Plato dan Phytagoras. (Salim, 2006)
54
keseluruhan kemampuan (multiple), dan banyak laporan kemajuan kesehatan akibat intervensi terapi musik. (Salim, 2006).
Pada penelitian Rauscher, Shaw dan Ky (1993) mengatakan bahwa Efek Mozart dapat meningkatkan kemampuan spasial hanya 10 menit saja dan tidak dalam jangka waktu yang lama. Saking terkenalnya penelitian Rauscher, Shaw and Ky (1993), banyak yang menyimpulkan bahwa Efek Mozart dapat meningkatkan kecerdasan secara umum, seperti IQ, padahal Efek Mozart hanya meningkatkan kemampuan spasial saja. Namun, Helding (2014) berpendapat bahwa efek Mozart hanya bertahan beberapa menit, berpengaruh terbatas pada kemampuan spasial-temporal, dan belum dilaporkan dampak efek ini bagi kesehatan secara umum. Selain itu, Media terlalu berlebihan dengan temuan ilmiah yang baru pada populasi yang belum teruji. Dengan kata lain, mereka menyimpulkan bahwa bayi juga memiliki pengaruh, padahal pada penelitian awal dijelaksakan bahwa mahasiswa yang memiliki pengaruh dan yang awalnya kemampuan spasial yang meningkat, sehingga mereka menyimpulkan bahwa semua kemampuan kecerdasan juga ikut meningkat.
55
untuk dibuat menjadi bentuk tertentu, kemudian siswa diminta untuk menggambar dari berbagai sisi secara tegak lurus, yaitu dari sisi atas, depan, dan samping. Kalbitzer & Loong (2013) memberikan cara untuk meningkatkan kemampuan spasial siswa dengan menggunakan berbagai macam representasi, misalnya, lego, gambar-gambar bangunan, dan aktivitas menggambar menggunakan alat bantu komputer seperti drag, resize, move, copy, paste, colour, dan delete.
56
Berdasarkan penjelasan di atas, dibuktikan bahwa musik menjadi salah satu media yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan spasial seseorang. Hal ini terlihat dari hasil penelitian eksperimen terhadap 44 subjek yang menunjukkan bahwa musik klasik Mozart berpengaruh secara signifikan pada kemampuan spasial.
C. Kelebihan dan Kekurangan Penelitian
Kelebihan dari penelitian ini adalah peneliti membuat sendiri alat ukur kemampuan spasial berupa soal bangun ruang. Instrumen untuk mengukur kemampuan spasial pada penelitian – penelitian sebelumnya menggunakan alat tes berupa Stanford Binet Paper Folding and Cutting Task. Tes kemampuan spasial ini telah mengalami uji coba. Peneliti awalnya membuat 80 soal tes kemampuan spasial. Setelah melakukan tes diskriminasi, peneliti mendapatkan 48 soal tes kemampuan spasial yang valid dan reliabel.
Kekurangan dari penelitian ini adalah penelitian pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen tidak dilakukan pada tempat yang sama. Penelitian kelompok eksperimen dilakukan di ruang observasi yang kedap suara, sedangkan penelitian kelompok kontrol dilakukan di ruang kelas. Design eksperimen pada penelitian ini yaitu penelitian semu memiliki kelemahan, yaitu pengendaliannya kurang ketat. Hal ini disebabkan pemilihan subjek tidak secara random (nonrandom assignment) namun dengan
57
dan belum pernah mendengar lagu Mozart “Sonata for Two Pianos in D Major, K. 448”. Peneliti mendapatkan subjek dengan cara meminta bantuan
58 BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mendengarkan musik Mozart berpengaruh secara signifikan p = 0,034 (p<0,05) pada kemampuan spasial. Kesimpulan ini juga diperkuat dengan hasil perbandingan mean pada kelompok eksperimen lebih besar daripada kelompok kontrol (Eksperimen = 32,95 > Kontrol = 27,50).
B. Saran
1. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Penelitian di tempat yang sama. Peneliti berpendapat bahwa melakukan penelitian di tempat yang berbeda akan menimbulkan variabel ekstra.
b. Peneliti memilih subjek dengan random agar hubungan kausal (sebab-akibat) antara kedua variabel dapat digeneralisasikan serta subjek mewakili populasi.
59
disarankan pelaksanaan penelitian menggunakan jangka waktu lebih lama.
d. Peneliti memilih subjek yang sesuai dengan kriteria yang diteliti, yaitu subjek yang berhubungan dengan matematika, bukan bahasa inggris.
2. Bagi Masyarakat
60
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, M. 2006. Program Bimbingan Untuk Mengembangkan Kecerdasan Jamak.
Tesis. PPS UPI: Tidak Diterbitkan.
Arikunto, M. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Armstrong, S. 2006. Setiap Anak Cerdas. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Azwar, S. 2007. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Bangerter, A., & Heath C. 2004. The Mozart Effect: Tracking Evolution of Scientific Legend. British Journal of Social Psychology. 43, 605-623.
Barke, H. D., & Engida, T. 2001. Structural Chemistry and Spatial Ability in Different Cultures. Chemistry Education: Research and practice in Europe,
Vol. 2, No. 3, pp 227-239.
Baurner, A., & Harvell, B. 2004. Learning Disability. New York: Cambridge University Press.
Campbell, D. 2001. Efek Mozart, Memanfaatkan Kekuatan Musik Untuk Mempertajam Pikiran, Meningkatkan Kreatifitas dan Menyehatkan Tubuh.
Penerjemah T. Hermaya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Carrol, J. B. 1993. Human Cognitive Ability: A Survey of Factor-Analytic Studies.
New York: Press Syndicate of The University of Cambridge.
Chamidah, A. 2008. Analisis Kesalahan Siswa Kelas X-7 SMAN 14 Surabaya dengan Menyelesaikan soal Materi Jarak pada Tiga Dimensi. Tesis yang tidak dipublikasikan. Surabaya: Universitas Surabaya.
Chusid, JG. 1993. Neuroanatomi Korelatif Dan Neurologi Fungsional. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
61
De Lacoste, M. C, Horvarth, D. S., & Woodward, D. J. 1991. Possible Sex Differences in Developing Human Fetal Brain. Journal of Clinical and Experimental Neuropsychology. Vol. 13, No. 6, pp. 831-846.
Etaugh, C. and Liss, M. 2002. Handbook of the Psychology of Women and Gender. San Diego: Academic Press.
Febriana, E. 2013. Profil Kemampuan Spasial Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) dalam Menyelesaikan Masalah Geometri Dimensi Tiga Ditinjau dari Kemampuan Matematika. Tesis yang tidak dipublikasikan. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
French, J. W. 1951. The Description of Aptitude and Achievement Test In Terms Of Rotated Factors. Psychometric Monograph: No 5.
Gardner, H. 1983. Multiple Intelligence: The Theory of Multiple Intelligence. New York: Basic Books.
Gohn, C., Humphreys, L., & Yao, G. 1998. Underachievement Among Spatially Gifted Students. American Educational Research Journal. Vol. 35, No. 3, pp 515-531.
Hampson, E., Rovet, J. F., & Airman, D. 1998. Spatial Reasoning In Children With Congenital Adrenal Hyperplasia Due to 21-hydroxylase Deficiency. Developmental Neuropsychology. 14, 299-320.
Haussman, M., Hodgetts, S., & Eerola, T. 2016. Musik Induce Changes in Functional Cerebral Asymmetris. Journal of Brain and Cognition. Vol. 104, pp. 58-71. Hegarty, M. & Waller, D. 2005. Individual Differences In Spatial Abilities. New
York: Cambridge University Press.
Helding, L. 2014. The Mozart Effect Turns Twenty. National Association of Teachers of Singing, Vol 70, no. 4, pp. 473-478.
Ives, D.L. 2003. The Development of Seventh Graders’ Conceptual Understanding of Geometry and Spatial Visualization Abilities Using Mathematical
Representations With Dynamic Models. Dissertation, The Graduate School of Montclair State University.
62
Kalbitzer, S. & Loong, E. 2013. Teaching 3-D Geometry- the Multi-Representational Way. Australian Primary Mathematics Classroom, 3, 23 – 29.
Kell, H. & Lubinski, D. Spatial Ability: A Neglected Talent in Educational and Occupational Settings. Developmental Psychology, Vol 35, pp. 219-230. King, J.M. 1992. A Study of The Use of Spatial Skills in a Three-Dimensional Logo
Envoirement. Dissertation, Florida State University College of Education. Latipun. 2002. Psikologi Eksperimen. Malang: UMM Press.
Leng, X., & Shaw, G. L. 1991. Toward a Neural Theory of Higher Brain Function Using Musik As a Window. Concepts in Neuroscience, Vol 2, pp. 229-258. Levi & Heller. 1992. Sex Differences: Developmental and Evolutionary Strategies.
San Diego: Academic Press.
Lewine, S. C., Huttenlocher, J., Taylor, A., & Langrock, A. 1999. Early Sex Differences in Spatial Skill. Developmental Psychology, Vol 35(4), pp. 940-949
Lohman, D. F.& Kyllonen, P. C. 1983. Individual Differences in Solution Strategy on Spatial Tasks. In Advances in the Psychology of Human Intelligence, pp 105-135.
Lohman, D.F., Korb, K.A., & Lakin, J.M. 2008. Identifying Academically Gifted English Learners Using Nonverbal Tests. National Association for Gifted Children,Vol. 52, No. 4, pp. 275-296.
Mann, R. 2014. Patterns of Response: A case Study of Elementary Students with Spatial Strengths. Special Issue on Visual Spatial Talent. Vol. 36, pp. 60-69. Mansfield, S. 2014. A Case Study of Gifted Visual-Spatial Learners. Thesis. Massey
University: New Zealand.
Martin H., Stephen D. W., and David B., 2006. The Mozart Effect: Arousal, Preference, and Spatial Performance. Psychology of Aesthetics, Creativity, and the Art Copyrights 2006 by the American Psychological Association
2006, Vol. S, No. 1, 26 -3.
Musfiroh, T. (2004). Bermain Sambil Belajar dan Mengasah Kecerdasan. Yogyakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan Perguruan Tinggi Subdit PGTK dan PLB.
63
Nora S, & Janellen H. 2004. The Development Of Spatial Representation and