• Tidak ada hasil yang ditemukan

Miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman."

Copied!
213
0
0

Teks penuh

(1)

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN NGAGLIK KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

LIDWINA KASIH RADITA NIM: 121134043

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN NGAGLIK KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

LIDWINA KASIH RADITA NIM: 121134043

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini Ku persembahkan untuk :

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang telah mengutus Roh Kudus

untuk mendampingiku.

Kedua Orang tuaku, F.X. Suradiya dan Anastasia Priharyatmi yang

telah memberikan dukungan baik material, moral, maupun spiritual.

Adikku Marcellinus Luber Anggoro yang selalu memberi dukungan dan

menemani berjaga sampai malam.

Sahabat Natalia Peni dan teman-teman OMK yang selalu memberi

motivasi, semangat, dan selalu menghibur.

(6)

v

MOTTO

“Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena

hari

besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari

cukuplah untuk sehari

(Matius 6:34)

“Gantungkanlah cita

-citamu setinggi langit!

Bermimpilah setinggi langit… Jika engkau jatuh,

engkau akan jatuh di antara bintang-

bintang”

(7)
(8)
(9)

viii

ABSTRAK

MISKONSEPSI IPA FISIKA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN NGAGLIK KABUPATEN SLEMAN

Lidwina Kasih Radita Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2016

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya pemahaman konsep IPA Fisika pada siswa kelas V yang mengakibatkan terjadinya miskonsepsi. Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman.

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif survei yang dilaksanakan di 29 SD Negeri se-Kecamatan Ngaglik. Pengumpulan data dilakukan dengan cara tes tertulis, wawancara, dan dokumentasi. Instrumen tes berupa soal pilihan ganda dan uraian, kisi-kisi wawancara, dan data siswa . Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman tahun ajaran 2014/2015 yang berjumlah 784 siswa. Sampel penelitian ini dihitung menggunakan tabel Krejcie dan Morgan dan diperoleh sampel 260 siswa. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling. Analisis data penelitian ini menggunakan analisis deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi miskonsepsi IPA Fisika pada siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Ngaglik. Siswa mengalami miskonsepsi pada konsep tentang gaya, pesawat sederhana, cahaya, cermin, batuan, dan struktur bumi. Untuk pilihan ganda miskonsepsi tertinggi terjadi pada konsep tentang sifat cahaya yaitu 53,3 % dan miskonsepsi terendah terjadi pada konsep pesawat sederhana yaitu 3,1 %. Untuk soal uraian miskonsepsi tertinggi terjadi pada konsep bidang miring yaitu 89,1 % dan miskonsepsi terendah terjadi pada konsep cahaya yaitu 25,3 %.

(10)

ix ABSTRACT

MISCONCEPTION ABOUT SCIENCE PHYSICS IN THE SECOND SEMESTER FIFTH GRADES OF STATES ELEMENTARY SCHOOLS IN

NGAGLIK DISTRICT OF SLEMAN REGENCY

Lidwina Kasih Radita

Sanata Dharma University Yogyakarta

2016

The background of this research is based on the lack of understanding of the concept of science physics in fifth graders which led to misconception. This research aims to describe the misconception of science physics of fifth graders in the second semester of stste elementary school in Ngaglik District of Sleman.

This research is a quantitative survey. This research was conducted in 29 state elementary schools in Ngaglik District. The researcher used written test, interview, questionnaire, and documentation as the data gathering technique. The test instrumen consisted of multiple choice and essay, lattice interview, and data students. The population of this research was all of the fifth graders of state elementary schools academic year 2014/2015 in Ngaglik District which amounts to 784 students. The researcher used Krejcie table and Morgan to calculate the research Sampel and obtained a sampel of 260 students. The researcher used simple random sampling as a sampling technique. The data analysis technique of this research was descriptive analysis.

The finding showed that there was a misconception of science physics towards the fifth graders of state elementary schools in Ngaglik District. The students had misconception on the concept of force, a simple plane, light, mirror, rock, and earth structure. For the multiple choices, the highest misconception was on the concept of nature of light that was 53.3%, while for the lowest misconception was on the concept of simple plane that was 3.1%. For the essay, the highest misconception was on the concept of incline that was 89.1%, while for the lowest misconception was the concept of light that was 25.3%.

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

judul “Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V Semester 2 SD Negeri

Se-Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman” dengan baik. Penelitian ini disusun

untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Peneliti menemui banyak kendala dan kesulitan selama menyusun skripsi ini, namun berkat dukungan dan bantuan dari beberapa pihak kendala tersebut dapat teratasi. Karena itu, perkenankanlah peneliti mengucapkan ucapan terima

kasih dengan setulus hati kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd., selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

4. Maria Melani Ika Susanti, S.Pd., M.Pd., selaku Dosen Pembimbing I yang

telah memberikan ide, saran, kritik, dan bimbingan yang sangat berguna selama penelitian.

(12)

xi

6. Kepala UPT Pelayanan Pendidikan Kecamatan Ngaglik yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di SD Negeri se-Kecamatan Ngaglik.

7. Kepala Sekolah Dasar Negeri se-Kecamatan Ngaglik yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di SD yang bersangkutan.

8. Bapak dan Ibu wali kelas V SD Negeri se-Kecamatan Ngaglik yang telah bersedia menyempatkan waktu untuk menunggui siswa mengisi instrumen penelitian.

9. Siswa-siswi kelas V SD Negeri se-Kecamatan Ngaglik yang telah bersedia menyempatkan waktu untuk mengerjakan instrumen penelitian.

10.Prof. Dr. Paulus Suparno, SJ., M.ST., dan Ir. Sri Agustini, M.Si., selaku Dosen Pendidikan Fisika, Universitas Sanata Dharma sebagai validator instrumen penelitian yang memberikan saran dan kritik dalam penyusunan

instrumen penelitian.

11.Ari Trisnawati, S.Pd., selaku Guru SD Negeri Denggung sebagai validator instrumen penelitian yang memberikan saran dan kritik dalam penyusunan

instrumen penilitian.

12.Agustinus Tarmadi, S.Pd., selaku Guru SD di Kabupaten Magelang, Jawa

Tengah, sebagai validator instrumen penelitian yang memberikan saran dan kritik dalam penyusunan instrumen penilitian.

13.Orangtuaku tercinta, F.X. Suradiya dan Anastasia Priharyatmi yang

(13)
(14)

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL… ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ... ii

HALAMAN PENGESAHAN… ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO…. ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…. ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS. ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR…. ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR… ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN…. ... xix

BAB I PENDAHULUAN….. ... 1

A.Latar Belakang….. ... 1

B.Identifikasi Masalah…. ... 4

C.Batasan Masalah….. ... 4

D.Rumusan Masalah…. ... 5

E.Tujuan Penelitian….. ... 5

F.Manfaat Penelitian… ... 5

G.Definisi Operasional…… ... 6

BAB II LANDASAN TEORI…. ... 8

A.Kajian Teori…... 8

1.Konsep…. ... 8

2.Konsepsi…. ... 10

3.Miskonsepsi…. ... 11

4.Hakikat Pembelajaran IPA….. ... 20

(15)

xiv

6.Miskonsepsi IPA…. ... 33

B.Hasil Penelitian Relevan…... 34

C.Kerangka Berpikir…. ... 39

D.Hipotesis Penelitian…. ... 40

BAB III METODE PENELITIAN…. ... 41

A.Jenis Penelitian… ... 41

B.Waktu dan Tempat Penelitian… ... 41

1.Waktu Penelitian….. ... 41

2.Tempat Penelitian…… ... 42

C.Populasi dan Sampel…. ... 42

1.Populasi…. ... 42

2.Sampel… ... 44

D.Variabel Penelitian…. ... 47

E.Teknik Pengumpulan Data… ... 48

1.Tes Tertulis ... 48

2.Wawancara ... 49

3.Studi Dokumenter… ... 50

F.Instrumen Penelitian… ... 50

1.Instrumen Tes… ... 50

2.Kisi-kisi Wawancara… ... 54

3.Data Siswa… ... 54

G.Teknik Pengujian Instrumen… ... 55

1.Validitas… ... 55

2.Reliabilitas… ... 64

H.Teknik Analisis Data… ... 66

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.. ... 69

A.Hasil Penelitian… ... 69

1.Deskripsi Pelaksanaan Penelitian… ... 69

2.Deskripsi Responden Penelitian…. ... 70

3.Deskripsi Data Miskonsepsi…. ... 71

B.Pembahasan… ... 107

(16)

xv

A.Kesimpulan… ... 110

B.Keterbatasan Penelitian… ... 110

C.Saran…. ... 111

DAFTAR REFERENSI… ... 112

(17)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Populasi Penelitian ... 43

Tabel 3.2. Penentuan Sampel dan Populasi Tabel Krejcie dan Morgan... 44

Tabel 3.3. Penghitungan Sampel ... 45

Tabel 3.4. Kisi-kisi Soal Pilihan Ganda ... 51

Tabel 3.5. Kisi-kisi Soal Uraian ... 52

Tabel 3.6. Kisi-kisi Wawancara dengan Guru ... 54

Tabel 3.7. Ketentuan Pelaksanaan Revisi Instrumen ... 56

Tabel 3.8. Hasil Rekap Nilai Expert Judgment Soal Pilihan Ganda ... 57

Tabel 3.9. Hasil Rekap Nilai Expert Judgment Soal Uraian ... 59

Tabel 3.10. Pedoman Wawancara Validitas Muka... 60

Tabel 3.11. Hasil Wawancara Siswa ... 60

Tabel 3.12. Hasil Validasi Soal Pilihan Ganda ... 62

Tabel 3.13. Hasil Validasi Soal Uraian ... 63

Tabel 3.14. Koefisien Reliabilitas ... 64

Tabel 3.15. Reliabilitas Soal Pilihan Ganda ... 65

Tabel 3.16. Reliabilitas Soal Uraian ... 65

Tabel 4.1. Pembagian Kompetensi Dasar dan Nomor Soal Pilihan Ganda ... 72

Tabel 4.2. Pembagian Kompetensi Dasar dan Nomor Soal Uraian... 96

Tabel 4.3. Data Miskonsepsi Siswa Mengenai Konsep Pesawat Sederhana (Pengungkit) ... 98

Tabel 4.4. Data Miskonsepsi Siswa Mengenai Konsep Pesawat Sederhana (Bidang Miring) ... 100

Tabel 4.5. Data Miskonsepsi Siswa Mengenai Konsep Cermin ... 102

Tabel 4.6. Data Miskonsepsi Siswa Mengenai Konsep Cahaya ... 103

(18)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Garis gaya magnet ... 22

Gambar 2.2. Seorang anak sedang melempar bola keatas. ... 23

Gambar 2.3. Pada saat mendorong kardus terjadi gaya gesek ... 23

Gambar 2.4. Jungkat-jungkit merupakan pengungkit golongan pertama ... 24

Gambar 2.5. Alat pemecah kemiri ... 25

Gambar 2.6. Sekop adalah contoh tuas golongan ketiga ... 25

Gambar 2.7. Bidang miring digunakan untuk memindahkan peti ... 26

Gambar 2.8. Katrol pada sumur timba (katrol tetap) ... 26

Gambar 2.9. Roda berporos pada sepeda ... 26

Gambar 2.10. (a) Sedotan dalam gelas berisi air terlihat seperti bengkok ... 28

Gambar 2.10. (b) Skema pembiasan cahaya pada sedotan ... 28

Gambar 2.11. Periskop sederhana dari kardus dan cermin ... 30

Gambar 2.12. Kaca pembesar sederhana dari bola lampu yang diberi air ... 30

Gambar 2.13. Spektrum warna yang terbuat dari karton dan kertas warna ... 31

Gambar 2.14. Struktur bumi ... 33

Gambar 2.15. Literature map penelitian yang relevan ... 38

Gambar 3.1. Rumus menghitung sampel penelitian ... 45

(19)

xviii

Gambar 4.11. Persentase miskonsepsi IPA Fisika pada aitem 10 soal Pilihan Ganda ... 84 Gambar 4.12. Persentase miskonsepsi IPA Fisika pada aitem 11 soal Pilihan

Ganda ... 85 Gambar 4.13. Persentase miskonsepsi IPA Fisika pada aitem 12 soal Pilihan

Ganda ... 86 Gambar 4.14. Persentase miskonsepsi IPA Fisika pada aitem 13 soal Pilihan

Ganda ... 87 Gambar 4.15. Persentase miskonsepsi IPA Fisika pada aitem 14 soal Pilihan

Ganda ... 88 Gambar 4.16. Persentase miskonsepsi IPA Fisika pada aitem 15 soal Pilihan

Ganda ... 89 Gambar 4.17. Persentase miskonsepsi IPA Fisika pada aitem 16 soal Pilihan

Ganda ... 90 Gambar 4.18. Persentase miskonsepsi IPA Fisika pada aitem 17 soal Pilihan

Ganda ... 91 Gambar 4.19. Persentase miskonsepsi IPA Fisika pada aitem 18 soal Pilihan

Ganda ... 92 Gambar 4.20. Persentase miskonsepsi IPA Fisika pada aitem 19 soal Pilihan

Ganda ... 93 Gambar 4.21. Persentase miskonsepsi IPA Fisika pada aitem 20 soal Pilihan

(20)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1a. Surat Ijin Penelitian dari Universitas Sanata Dharma ... 116

Lampiran 1b. Surat Ijin Penelitian Kesatuan Bangsa... 117

Lampiran 1c. Surat Ijin BAPPEDA ... 118

Lampiran 1d. Surat Ijin Telah Melakukan Penelitian dari UPT ... 119

Lampiran 2a. Kisi-Kisi Instrumen Soal Pilihan Ganda Sebelum Expert Judgment ... 120

Lampiran 2b. Kisi-Kisi Instrumen Soal Uraian Sebelum Expert Judgment ... 137

Lampiran 3a. Hasil Rekap Nilai Expert Judgment Instrumen Pilihan Ganda ... 140

Lampiran 3b. Hasil Rekap Nilai Expert Judgment Instrumen Uraian ... 145

Lampiran 3c. Sampel Pekerjaan Siswa ... 147

Lampiran 4a. Instrumen Soal Pilihan Ganda Sebelum Uji Empiris ... 154

Lampiran 4b. Instrumen Soal Uraian Sebelum Uji Empiris ... 160

Lampiran 5a. Hasil Uji Validitas Instrumen Soal Pilihan Ganda ... 161

Lampiran 5b. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Soal Pilihan Ganda ... 163

Lampiran 5c. Hasil Uji Validitas Instrumen Soal Uraian ... 164

Lampiran 5d. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Soal Uraian ... 165

Lampiran 6a. Instrumen Soal Pilihan Ganda Setelah Uji Empiris ... 166

Lampiran 6b. Instrumen Soal Uraian Setelah Uji Empiris ... 170

Lampiran 6c. Sampel Pekerjaan Siswa ... 171

Lampiran 7a. Kunci Jawaban Soal Pilihan Ganda ... 177

Lampiran 7b. Pedoman Penskoran Soal Uraian ... 178

Lampiran 8. Hasil Rekapitulasi Miskonsepsi IPA Fisika Instrumen Soal Pilihan Ganda ... 180

Lampiran 9. Hasil Rekap Data Responden tentang Jenis Kelamin, Pekerjaan Orangtua, Pendidikan Orangtua ... 188

Lampiran 10. Dokumentasi ... 190

(21)

1

BAB I PENDAHULUAN

Bab I ini peneliti akan membahas tentang latar belakang, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

definisi operasional.

A. Latar Belakang

Pendidikan mempunyai peran penting dalam proses perkembangan

manusia. Tujuan utama pendidikan adalah transmisi pengetahuan atau proses membangun manusia menjadi berpendidikan yang dijelaskan oleh Danim

(dalam Ahmadi, 2014: 45). Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah (Triwiyanto, 2014: 122). Senada dengan Mulyasa (2006:9) yang menjelaskan sekolah dan komite

sekolah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabus baik untuk SD/MI, SMP/M.Ts., SMA/SMK/MA dalam upaya untuk menyempurnakan kurikulum agar lebih familiar dengan guru, karena mereka

banyak dilibatkan dan diharapkan memiliki tanggung jawab yang memadai. Sehubungan dengan itu, kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib

memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, IPA, IPS, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal.

Salah satu mata pelajaran yang terdapat pada Sekolah Dasar adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Samatowa (2011: 170) mengemukakan bahwa

(22)

serta proses untuk menanamkan sikap ilmiah mengenai konsep dasar Ilmu Pengetahuan Alam. Sesuai dengan ilmu yang diterapkan dalam IPA yaitu

berbasis peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini. Samatowa (2011: 5) kembali menjelaskan IPA sebagai disiplin ilmu dan penerapannya membuat

pendidikan IPA menjadi penting, karena memberi kesempatan anak untuk berlatih keterampilan-keterampilan proses IPA dan memodifikasi sesuai dengan tahap perkembangan kognitif anak. Aplikasi teori perkembangan

kognitif pada pendidikan IPA berupa konsep IPA dan daur belajar yang mendorong perkembangan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.

Namun jika melihat dalam laporan studi Programme for International

Student Assessment (PISA) tahun 2006 untuk literasi sains peserta didik usia

15 tahun, Indonesia berada pada ranking 50 dari 57 negara peserta dengan

skor 393 di bawah rata-rata internasional 500 (OECD, 2007). Selain itu pula dari data hasil studi Trends in International and Science Study (TIMSS) tahun 2007 hasilnya belum menunjukan prestasi yang memuaskan. Untuk literasi

sains berada di urutan ke 35 dari 49 negara dengan pencapaian skor 433, dan masih di bawah skor rata-rata internasional yaitu 500 (Tjalla, 2010: 2). Peneliti

juga menemukan rendahnya nilai KKM pada mata pelajaran IPA yang peneliti peroleh dari wawancara yang dilakukan dengan beberapa guru SD kelas V di Kecamatan Ngaglik.

Laporan studi dari PISA, TIMSS, dan wawancara yang dilakukan peneliti, membuktikan bahwa prestasi IPA siswa SD di Indonesia masih rendah.

(23)

(Suparno, 2005: 2). Suparno (2005: 7) menjelaskan bahwa menurut banyak penelitian, miskonsepsi ternyata terdapat dalam semua bidang sains, seperti

fisika, biologi, kimia, dan astronomi. Secara garis besar penyebab miskonsepsi dapat berasal dari siswa, guru, buku teks, konteks dan metode mengajar. Oleh

karena itu pentingnya pemahaman konsep yang benar sejak awal sehingga tidak terjadi miskonsepsi, dan miskonsepsi merupakan kondisi yang perlu segera ditangani agar tidak berdampak pada jenjang pendidikan seterusnya.

Peneliti membaca penelitian terdahulu, seperti milik Taufiq (2012) yang melakukan penelitian untuk mengidentifikasi miskonsepsi mahasiswa berkaitan dengan konsep gaya menggunakan Certainty of Respons Index (CRI)

dan wawancara, senada meneliti miskonsepsi yaitu Fitrianingrum (2013)

melakukan penelitian tentang ”Analisis Miskonsepsi Gerak Melingkar Pada Buku Sekolah Dasar (BSE) Fisika SMA Kelas X Semester 1” dengan metode

penelitian deskriptif kualitatif. Jayadianta (2010) meneliti tentang pembelajaran IPA yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan

keterampilan proses siswa sekolah dasar tentang peristiwa benda padat dengan penerapan model pembelajaran inkuiri melalui kegiatan praktikum pada

pembelajaran sains. Rizqi (2015) yang juga meneliti tentang miskonsepsi yang bertujuan untuk mendiskripsikan jenis miskonsepsi yang terjadi pada pelajaran matematika materi bilangan bulat kelas VI SDN Adisucipto 2 Yogyakarta dan

mengetahui faktor penyebab miskonsepsi.

Berdasarkan permasalahan yang ada di Sekolah Dasar dan didukung oleh

(24)

kelas V SD, maka peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai

“Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V Semester 2 SD Negeri se-Kecamatan

Ngaglik Kabupaten Sleman”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka peneliti mengidentifikasi beberapa masalah yang mendasari penelitian ini yaitu

sebagai berikut:

1. Prestasi belajar IPA yang masih tergolong rendah untuk Sekolah Dasar daerah Kabupaten Sleman khususnya SD Negeri se-Kecamatan Ngaglik.

2. Penguasaan konsep IPA yang masih belum sesuai dengan materi yang diajarkan pada Sekolah Dasar Negeri se-Kecamatan Ngaglik Kabupaten

Sleman.

3. Nilai mata pelajaran IPA yang rendah di bawah KKM.

4. Pemahaman konsep IPA yang rendah di jenjang Sekolah Dasar.

C. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini peneliti akan meneliti tentang miskonsepsi IPA siswa kelas V SD Negeri semester 2 se-Kecamatan Ngaglik khususnya pada KD 5.1 tentang gaya, gerak dan energi, KD 5.2 tentang pesawat sederhana KD 6.1

tentang sifat-sifat cahaya, KD 6.2 tentang penerapan sifat-sifat cahaya, KD 7.1 tentang pembentukan tanah karena pelapukan, dan KD 7.3 tentang

(25)

untuk materi pada semester 2 yang diberikan memerlukan konsep yang mendalam karena berhubungan dengan kehidupan sehari-hari murid.

Peneliti juga membatasi lingkup permasalahan hanya untuk SD yang menggunakan Kurikulum 2006 (KTSP).

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan

Ngaglik Kabupaten Sleman?”.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan miskonsepsi IPA

Fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yang bermakna

bagi: 1. Guru

Manfaat dari penelitian ini untuk guru yaitu membantu guru

mengetahui materi IPA semester 2 yang banyak terjadi miskonsepsi dikalangan siswa sehingga guru dapat lebih memperhatikan materi yang

(26)

2. Sekolah

Manfaat penelitian ini bagi sekolah adalah membantu sekolah untuk

mengetahui adanya miskonsepsi dalam materi IPA sehingga perlu adanya tindak lanjut dari sekolah dalam menanggulangi terjadinya miskonsepsi.

Misalnya dengan pengadaan alat peraga sebagai penunjang dalam pembelajaran dan penyampaian materi.

3. Peneliti

Dari penelitian ini manfaat yang diperoleh oleh peneliti menjadi sadar bahwa perlu adanya pemahaman konsep yang benar dalam memberikan materi sehingga tidak terjadi miskonsepsi dikalangan siswa. Peneliti juga

dapat mengetahui kompetensi dasar mana saja yang rentan terhadap miskonsepsi.

G. Definisi Operasinal

Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Miskonsepsi adalah pemahaman yang salah terhadap suatu konsep ilmiah yang sudah ada. Miskonsepsi dapat ditinjau dari jawaban siswa pada suatu

soal. Miskonsepsi terjadi ketika siswa menjawab salah tetapi yakin benar dengan jawabannya.

2. IPA adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar yang

berkaitan tentang alam dan lingkungan sehari-hari.

3. Miskonsepsi IPA adalah pemahaman yang salah tentang materi IPA

(27)

4. Miskonsepsi IPA Fisika adalah pemahaman yang salah tentang pembelajaran IPA terkhusus fisika di sekolah dasar yang berkaitan dengan

kehidupan sehari-hari.

5. Siswa kelas V SD adalah siswa yang sedang duduk di tingkatan kelas V

dengan rentang usia 11-12 tahun.

6. Kecamatan Nganglik adalah satu dari 17 Kecamatan di Kabupaten Sleman yang sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Sleman, sebelah timur

(28)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab II pada penelitian ini membahas tentang empat sub bab yaitu kajian pustaka, hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

A. Kajian Pustaka 1. Konsep

a. Pengertian Konsep

Konsep adalah abtraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antara manusia dan yang memungkinkan manusia berfikir

(Berg, 1991: 8). Basleman dan Mappa (2011: 67) menyatakan bahwa konsep diperoleh dari kejadian yang dijumpainya, baik positif maupun negatif. Sekali memperoleh konsep, peserta belajar akan mampu

mengenal hal atau kejadian dan mampu memberikan definisi verbal dari konsep tersebut.

Ausubel (dalam Dahar, 2011: 64) menjelaskan bahwa konsep

diperoleh dengan dua cara, yaitu pembentukan konsep dan asimilasi konsep. Pembentukan konsep terutama merupakan bentuk perolehan

konsep sebelum anak-anak masuk sekolah. Asimilasi konsep merupakan cara utama untuk memperoleh konsep selama dan sesudah sekolah. Berg (1991: 11) menjelaskan seorang siswa dapat dikatakan

memahami suatu konsep apabila (1) siswa tersebut mampu menjelaskan konsep yang bersangkutan, (2) mampu menjelaskan

(29)

menjelaskan hubungan konsep-konsep, (4) mampu menjelaskan arti konsep dalm kehidupan sehari-hari dan menerapkannya dalam

memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan pendapat yang sudah disampaikan para ahli dapat

dikatakan bahwa konsep adalah sebuah pemahaman awal tentang tentang suatu pengetahuan yang dapat membantu komunikasi dengan orang lain.

b. Ciri-ciri Konsep

Hamalik (1990: 199) menyebutkan ciri-ciri konsep antara lain: 1) Atribut konsep adalah suatu sifat yang membedakan antara konsep

satu dengan konsep lainnya. Adanya keragaman antara konsep-konsep sebenarnya ditandai oleh adanya atribut yang berbeda.

2) Atribut nilai-nilai, adanya variasi-variasi yang terdapat pada suatu atribut. Suatu konsep mungkin punya rentang nilai yang luas, misalnya atribut warna bermacam-macam mulai dari merah oranye

sampai dengan oranye kuning. Semakin atibut konsep sangat luas, maka konsep tersebut dapat saja diidentifikasi berdasar

atribut-atribut lainnya.

3) Jumlah atribut juga bermacam-macam antara satu konsep dengan konsep lainnya. Semakin kompleks suatu konsep semakin banyak

jumlah atributnya dan semakin sulit untuk mempelajarinya.

4) Kedominan atribut, menunjukkan pada kenyataan bahwa beberapa

(30)

menguasai konsep dan jika atributnya tidak nyata maka sulit untuk menguasai suatu konsep.

Jadi dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep memiliki beberapa ciri-ciri, di antaranya adalah atribut konsep,

atribut nilai-nilai, jumlah atribut dan juga kedominanan atribut. c. Jenis-jenis Konsep

Hamalik (1990: 200-201) menyebutkan terdapat tiga jenis konsep di

antaranya:

1) Konsep konjungtif, yaitu nilai-nilai tertentu (yang penting) dari berbagai atribut disajikan bersama-sama. Nilai-nilai dan atribut

ditambahkan bersama untuk menghasilkan suatu konsep konjungtif.

2) Konsep disjungtif, yaitu sesuatu yang dapat dirumuskan dalam sejumlah cara yang berbeda-beda.

3) Konsep hubungan, yakni suatu konsep yang mempunyai

hubungan-hubungan khusus antara atribut-atribut.

Jadi dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis konsep

terdiri dari konsep konjungtif, konsep disjungtif dan konsep hubungan.

2. Konsepsi

Pemahaman setiap murid terhadap suatu konsep disebut dengan konsepsi (Berg dalam Suryanto, 2002: 13). Berg (1991: 10) menjelaskan

(31)

hasil bagi massa dan volume selalu tetap dan bahwa tetapan itu berbeda untuk setiap unsur/senyawa/campuran, maka unsur/senyawa dapat dikenal

dari massa jenisnya.

Berdasarkan pendapat yang sudah disampaikan oleh ahli dapat

disimpulkan bahwa konsepsi adalah suatu pemahaman seseorang terhadap konsep.

3. Miskonsepsi

a. Pengertian Miskonsepsi

Miskonsepsi adalah suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima oleh para pakar dalam

bidangnya Suparno (2005: 4). Pengertian miskonsepsi juga dikemukakan oleh Feldine (dalam Suparno, 2005: 4) yaitu suatu

kesalahan dan hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep. Bentuk miskonsepsi dapat berupa konsep awal, kesalahan hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep, gagasan intuitif

atau pandangan yang naif (Suparno, 2005: 4). Konsep awal biasanya didapatkan sewaktu siswa berada di jenjang pendidikan sekolah dasar,

sekolah menengah, dan dari pengalaman serta melalui pengamatan di masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Seorang siswa mampu menggunakan konsep ganda dalam hal ini. Mereka akan

menggunakan konsep ilmiah ketika berada di sekolah dan akan menggunakan konsep sehari-hari ketika berada di masyarakat.

(32)

karena matahari terbit dari Timur dan tenggelam di Barat. Hal itu menunjukkan bahwa mataharilah yang bergerak terhadap bumi.

Menggunakan konsep tersebut seorang anak dapat membuat jam waktu berdasarkan gerak matahari terbit, bergerak, dan tenggelam.

Oleh karena itu, miskonsepsi sulit untuk dihilangkan.

Berdasarkan beberapa pendapat yang sudah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi adalah pemahaman konsep seseorang

yang berbeda dengan konsep-konsep ilmiah yang sudah ditetapkan sebelumnya oleh ahli.

b. Penyebab Terjadinya Miskonsepsi

Penyebab miskonsepsi dipengaruhi oleh 5 faktor, yaitu: siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode mengajar (Suparno, 2005: 29).

Untuk lebih jelasnya, akan dijelaskan sebagai berikut: 1) Siswa

Miskonsepsi yang berasal dari siswa dapat dikelompokkan

dalam beberapa hal, antara lain:

a) Prakonsepsi atau Konsep Awal Siswa

Prakonsepsi atau konsep awal sudah dimiliki siswa sebelum mereka mengikuti pelajaran formal di bawah bimbingan guru. Konsep awal yang dimiliki siswa sering mengandung

miskonsepsi. Hal ini dikarenakan prakonsepsi ini diperoleh dari orang tua, teman, sekolah awal, dan pengalaman di

(33)

Jelas sekali bahwa orang tua mempengaruhi prakonsepi siswa. Suparno (2005: 35) juga menegaskan bahwa

miskonsepsi akan lebih banyak lagi, jika yang mempengaruhi pembentukan konsep pada anak tersebut mempunyai banyak

miskonsepsi, seperti orang tua, tetangga, dan lain-lain. b) Pemikiran Asosiatif Siswa

Marshall dan Gilmour (dalam Suparno, 2005: 36)

mengungkapkan bahwa pengertian yang berbeda dari kata-kata antara siswa dan guru juga dapat menyebabkan miskonsepsi. Kata dan istilah yang digunakan guru ketika pembelajaran di

kelas, akan diasosiasikan lain oleh siswa. Hal ini dikarenakan kata dan istilah itu mempunyai arti yang lain.

c) Pemikiran Humanistik

Gilbert (dalam Suparno, 2005: 36) mengungkapkan bahwa siswa kerap kali memandang semua benda dari pandangan

manusiawi. Benda-benda dan situasi dipikirkan dalam term pengalaman orang dan secara manusiawi. Tingkah laku benda

dipahami seperti tingkah laku manusia yang hidup, sehingga tidak cocok. Contoh miskonsepsi tentang kekekalan energi dimana manusia jika bekerja terus atau bermain terus energi

pasti akan berkurang dan lenyap. d) Reasoning yang tidak lengkap/salah

(34)

Suparno, 2005: 38). Alasan yang tidak lengkap dapat disebabkan karena logika yang salah dalam mengambil

kesimpulan atau dalam menggeneralisasi, sehingga terjadi miskonsepsi.

e) Instuisi yang salah

Suparno (2005: 38) mengungkapkan bahwa intuisi yang salah dan perasaan siswa juga dapat menyebabkan

miskonsepsi. Intuisi adalah suatu perasaan dalam diri seseorang, yang secara spontan mengungkapkan sikap atau gagasannya tentang sesuatu sebelum secara obyektif dan

rasional diteliti. Contohnya adalah siswa telah mempunyai pengertian spontan bahwa benda padat bila dimasukkan ke air

akan tenggelam, kemudian jika mereka dihadapkan pada persoalan apakah gabus jika dimasukkan ke air akan

tenggelam, mereka pasti akan menjawab „ya‟.

f) Tahap perkembangan kognitif siswa

Perkembangan kognitif siswa yang tidak sesuai dengan

bahan yang digeluti dapat menjadi penyebab adanya miskonsepsi siswa. Siswa yang masih dalam tahap operational

concrete bila mempelajari sesuatu bahan yang abstrak sulit

menangkap dan sering salah mengerti tentang konsep tersebut. Mereka masih memiliki keterbatasan untuk menggeneralisasi,

(35)

jarang konsep yang mereka pelajari tidak lengkap atau bahkan salah konsep.

g) Kemampuan siswa

Kemampuan siswa juga mempunyai pengaruh pada

miskonsepsi siswa. Siswa yang kurang berbakat fisika atau kurang mampu dalam mempelajari fisika, sering mengalami kesulitan menangkap konsep yang benar dalam proses belajar.

Suparno (2005: 40) menjelaskan bahwa siswa yang tingkat intelegensi matematis-logisnya kurang tinggi, akan mempengaruhi tingkat pemahaman tentang konsep Fisika

terlebih hal yang abstrak. Sedangkan siswa yang IQ-nya rendah juga mudah melakukan miskonsepsi.

h) Minat belajar siswa

Berbagai studi menunjukkan bahwa minat siswa terhadap fisika juga berpengaruh pada miskonsepsi. Suparno (2005: 42)

menjelaskan bahwa siswa yang tidak berminat dalam fisika lebih cenderung kurang memperhatikan penjelasan guru

mengenai pengertian fisika yang baru. Secara umum dapat dikatakan, siswa yang berminat pada fisika cenderung mempunyai miskonsepsi lebih rendah daripada siswa yang tidak

berminat pada fisika. 2) Guru

(36)

atau mengerti bahan fisika secara tidak benar, akan menyebabkan siswa mendapatkan miskonsepsi (Suparno, 2005: 42). Arons &

Lona (dalam Suparno, 2005: 42) menyebutkan bahwa beberapa guru Fisika tidak memahami konsep Fisika dengan baik, sehingga

mereka mengajar dengan beberapa miskonsepsi. 3) Buku

Miskonsepsi pada siswa juga dapat disebabkan oleh

miskonsepsi yang terdapat pada buku teks atau buku yang berisi penjelasan materi mengenai mata pelajaran Fisika. Iona & Renner (dalam Suparno, 2005: 45) menjelaskan bahwa miskonsepsi pada

buku teks disebabkan karena bahasa yang digunakan sulit untuk dipahami oleh siswa atau uraian penjelasan yang terkandung di

dalamnya tidak benar. Selain itu pemilihan buku teks yang terlalu sulit bagi level siswa SD juga dapat menyebabkan miskonsepsi, karena siswa tidak bisa menangkap seluruh konsep secara utuh

melainkan hanya mampu menangkap sebagian dari isi konsep tersebut.

4) Konteks

Konteks bisa menimbulkan terjadinya miskonsepsi. Konteks meliputi pengalaman siswa, bahasa sehari-hari, teman

lain, dan keyakinan dan ajaran agama. Pengalaman siswa dapat menyebabkan miskonsepsi. Stavy (dalam Suparno, 2005: 47)

(37)

pengalaman sifatnya hanya terbatas dan tidak dalam pengertian luas.

Gilbert (dalam Suparno, 2005: 48) menyatakan bahwa beberapa miskonsepsi datang dari penggunaan bahasa sehari-hari

yang mempunyai arti lain dengan bahasa fisika. Misalnya dalam bahasa sehari-hari siswa mengerti dan menggunakan istilah berat dengan unit kg, tetapi dalam fisika, berat adalah suatu gaya, dan

unitnya adalah Newton. Teman juga mempengaruhi terjadinya miskonsepsi dimana teman yang dominan pandai, kebetulan mereka menjelaskan pelajaran pada teman tetapi terjadi

miskonsepsi disitu, maka jelas sekali mereka dapat mempengaruhi siswa lain dalam hal miskonsepsi. Keyakinan dan ajaran agama

ternyata juga mempengaruhi miskonsepsi. Commins (dalam Suparno, 2005: 49) menjelaskan bahwa keyakinan atau ajaran agama yang diyakini secara kurang tepat sering membuat siswa

tidak dapat menerima penjelasan ilmu pengetahuan. 5) Metode Mengajar

Beberapa metode mengajar yang digunakan guru, terlebih yang menekankan satu segi saja dari konsep bahan yang digeluti, meskipun membantu siswa menangkap bahan, tetapi sering

mempunyai dampak jelek yaitu memunculkan miskonsepsi siswa. Beberapa metode pembelajaran seperti metode ceramah,

(38)

c. Cara Mendeteksi Adanya Miskonsepsi

Suparno (2005: 121) mengungkapkan cara mendeteksi

miskonsepsi pada siswa, yaitu melalui : 1) Peta Konsep

Peta konsep dapat digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi siswa dalam bidang fisika. Peta konsep yang mengungkapkan hubungan berarti antara konsep-konsep dan

menekankan gagasan-gagasan pokok, yang disusun hirarkis, dengan jelas dapat mengungkap miskonsepsi siswa digambakan dalam peta konsep tersebut. Biasanya miskonsepsi

dapat dilihat dalam proposisi yang salah dan tidak adanya hubungan lengkap antar konsep (Nova dalam Suparno 2005:

121).

2) Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka

Beberapa peneliti menggunakan pertanyaan pilihan

ganda digabungkan dengan alasan yang sudah tertentu. Jadi alasan-alasannya sudah dipilihkan. Model ini dipilih, biasanya

dengan alasan untuk lebih memudahkan menganalisis. Kelemahan model ini adalah alasan siswa yang tidak tercantum dalam pilihan itu, tidak terungkap.

3) Tes Esai Tertulis

Dari tes tersebut dapat diketahui miskonsepsi yang

(39)

lebih mendalami, mengapa mereka mempunyai gagasan seperti itu.

4) Wawancara Diagnosis

Wawancara dapat berbentuk bebas dan terstruktur.

Dalam wawancara bebas, guru atau peneliti memang bebas bertanya kepada siswa dan siswa dapat dengan bebas menjawab. Sedangkan dalam wawancara terstruktur,

pertanyaan sudah disiapkan dan urutannya pun secara garis besar sudah disusun, sehingga memudahkan dalam praktiknya. 5) Diskusi dalam Kelas

Dalam kelas siswa diminta untuk mengungkapkan gagasan mereka tentang konsep yang sudah diajarkan atau yang

hendak diajarkan. Dari diskusi di kelas itu dapat dideteksi juga apakah gagasan mereka itu tepat atau tidak.

6) Praktikum dengan Tanya Jawab

Praktikum yang disertai dengan tanya jawab antara guru dengan siswa yang melakukan praktikum juga dapat digunakan

untuk mendeteksi apakah siswa mempunyai miskonsepsi tentang konsep pada praktikum itu atau tidak. Selama praktikum, guru selalu bertanya bagaimana konsep siswa dan

(40)

d. Hakikat Pembelajaran IPA

Pada hakikatnya IPA dibangun melalui proses, produk, dan

sikap ilmiah. IPA sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk memperbaiki pengetahuan atau menemukan pengetahuan baru.

Sebagai produk yaitu hasil dari proses ilmiah, sedangkan sebagai sikap yaitu mengembangkan dan menumbuhkan sikap ilmiah (Samatowa, 2011: 2). Hal ini juga diungkapkan oleh Wisudawati (2014: 24)

menjelaskan bahwa IPA memiliki hakikat sebagai berikut:

1) IPA sebagai proses. Dalam IPA perlu memahami bagaimana menghubungkan fakta-fakta yang meliputi cara kerja, cara berpikir,

dan cara memecahkan masalah. Kegiatan yang dilakukan dalam proses IPA adalah mengamati, mencoba, memahami, dan

menganalisis.

2) IPA sebagai produk. Produk IPA diperoleh melalui kumpulan hasil kegiatan empirik dan analitik yang dilakukan ilmuwan. Bentuk IPA

sebagai produk adalah fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan teori. Fakta-fakta merupakan hasil kegiatan empirik dalam IPA

sedangkan konsep dan prinsip merupakan kegiatan analitik IPA. 3) IPA sebagai sikap. IPA dapat memunculkan rasa ingin tahu siswa

tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup serat hubungan

sebab akibat. Selain itu, IPA dianggap sebagai sarana untuk mengembangkan sikap religius, keteraturan, dan keterbukaan.

(41)

suatu sekolah yaitu (1) bahwa IPA berfaedah bagi suatu bangsa, sebab IPA merupakan dasar teknologi, (2) IPA merupakan suatu mata

pelajaran yang memberikan kesempatan latihan berpikir kritis, (3) banyak contoh memecahkan masalah lain yang memerlukan daya

berfikir yang kritis, meskipun sederhana, dan (4) hasil-hasil IPA semakin lama semakin banyak mempengaruhi kehidupan kita.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa IPA memiliki tiga

unsur penting yaitu sebagai proses, produk, dan sikap. Dari ketiga unsur tersebut diharapkan dapat membantu siswa dalam mempelajari IPA secara lebih baik dan memahami fakta-fakta baru yang belum

diketahui.

e. Pembelajaran IPA di SD kelas V semester 2

Pembelajaran IPA yang cocok untuk sekolah dasar adalah melalui pengalaman langsung yang dapat memperkuat ingatan siswa. Penggunaan media dalam pembelajaran akan memberikan pengalaman

menarik kepada siswa dan membuat siswa tidak bosan. Pembelajaran IPA sendiri merupakan aktivitas pembelajaran dengan seperangkat

aturan serta proses untuk menanamkan sikap ilmiah mengenai konsep dasar Ilmu Pengetahuan Alam (Samatowa , 2011: 170).

Pembelajaran IPA yang baik harus mengaitkan IPA dengan

kehidupan sehari-hari dimana siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, mengungkapkan ide-ide, membangun rasa

(42)

dan menimbulkan kesadaran siswa belajar IPA sangat diperlukan, hal ini diungkapkan oleh De Vito (dalam Samatowa, 2011: 104).

Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti menggunakan materi IPA pada semester 2 yang dirasa materi tersebut memerlukan

pemahaman konsep karena berhubungan juga dengan kehidupan sehari-hari. Ada beberapa materi yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1) Gaya

Gerakan mendorong atau menarik yang menyebabkan benda bergerak disebut gaya. Gaya yang dikerjakan pada suatu

benda akan mempengaruhi benda tersebut. Gaya terhadap suatu benda dapat mengakibatkan benda bergerak, berubah bentuk, dan

berubah arah (Sulistyanto, 2008: 89). Macam-macam gaya yaitu; a) Gaya Magnet

Magnet berasal dari batuan yang mengandung logam besi.

Batuan logam tersebut diolah sampai akhir menjadi magnet. Tarikan atau dorongan yang disebabkan oleh magnet disebut

gaya magnet.

Sumber: https://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://fisikazone.com/wp-content/uploads/2014/09/Garis-Gaya-

(43)

b) Gaya Gravitasi

Buah mangga yang ada di atas pohon dapat jatuh kebawah

karena adanya gaya tarik dari bumi, atau saat melempar bola ke atas, bola akan jatuh ke bawah. Gaya tarik inilah yang

disebut gaya gravitasi. Gaya gravitasi adalah gaya tarik menarik yang terjadi antara partikel yang mempunyai massa di alam semesta. Gaya gravitasi di pengaruhi oleh ukuran dan

bentuk benda tersebut (Sulistyanto, 2008: 98)

Sumber: (Sulistyanto,2008:98) BSE Gambar 2.2 Seorang anak sedang melempar

bola ke atas

c) Gaya Gesek

Gaya gesek merupakan gaya yang ditimbulkan oleh dua permukaan yang saling bersentuhan. Lantai yang licin

membuat kita sulit berjalan di atasnya karena gaya gesekan yang terjadi antara kaki kita dengan lantai sangat kecil

(Sulistyanto, 2008: 99).

Sumber: (Sulistyanto,2008:99) BSE Gambar 2.3 Pada saat mendorong kardus

(44)

2) Pesawat Sederhana

Semua jenis alat yang digunakan untuk memudahkan pekerjaan manusia disebut pesawat. Kesederhanaan dalam

penggunaannya menyebabkan alat-alat tersebut dikenal dengan sebutan pesawat sederhana (Sulistyanto, 2008: 109). Pesawat sederhana dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu tuas, bidang

miring, katrol, dan roda berporos (Sulistyanto, 2008: 110-112). a) Tuas

Tuas lebih dikenal dengan nama pengungkit. Berdasarkan posisi atau kedudukan beban, titik tumpu, dan kuasa, tuas

digolongkan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut : (1)Tuas golongan pertama

Pada tuas golongan pertama, kedudukan titik tumpu

terletak di antara beban dan kuasa. Contoh tuas golongan pertama ini diantaranya adalah gunting, linggis,

jungkat-jungkit, dan alat pencabut paku.

Sumber: (Sulistyanto,2008:109) BSE Gambar 2.4 Jungkat-jungkit merupakan pengungkit

(45)

(2)Tuas golongan kedua

Pada tuas golongan kedua, kedudukan beban terletak di

antara titik tumpu dan kuasa. Contohnya adalah gerobak beroda satu, alat pemecah kemiri,dan pembuka tutup botol.

Sumber: (Sulistyanto,2008:110) BSE Gambar 2.5 Alat pemecah kemiri

(3)Tuas golongan ketiga

Pada tuas golongan ketiga, kedudukan kuasa terletak di antara titik tumpu dan beban. Contohnya adalah sekop

yang biasa untuk memindahkan pasir.

Sumber: (Sulistyanto,2008:98) BSE Gambar 2.6 Sekop adalah contoh tuas golongan ketiga b) Bidang Miring

Bidang miring adalah permukaan rata yang menghubungkan dua tempat yang berbeda ketinggiannya

(46)

sumber: buku BSE (Asmiyawati, 2008:108)

Gambar 2. 7 Bidang miring digunakan untuk memindahkan peti

c) Katrol

Katrol merupakan roda yang berputar pada porosnya.

Biasanya pada katrol juga terdapat tali atau rantai sebagai penghubungnya. Katrol digolongkan menjadi tiga, yaitu katrol

tetap, katrol bebas, dan katrol majemuk (Sulistyanto, 2008: 117).

`

Sumber: (Sulistyanto,2008:117) BSE Gambar 2.8 Katrol pada sumur timba (katrol tetap)

d) Roda Berporos

Roda berporos merupakan roda yang di dihubungkan dengan sebuah poros yang dapat berputar bersama-sama.

(47)

3) Sifat-Sifat Cahaya

Benda-benda yang ada di sekitar kita dapat kita lihat apabila ada cahaya yang mengenai benda tersebut. Cahaya yang mengenai benda akan dipantulkan oleh benda ke mata sehingga

benda tersebut dapat terlihat. Cahaya memiliki sifat merambat lurus, menembus benda bening, dapat dipantulkan dan dapat dibiaskan. Cahaya juga mempunyai sifat-sifat yang terbentuk jika

mengenai cermin datar, cermin cekung dan cermin cembung (Sulistyanto, 2008: 125).

a) Cahaya merambat lurus

Sifat cahaya yang merambat lurus ini dimanfaatkan manusia pada lampu senter dan lampu kendaraan bermotor dan dapat

dilihat pada pagi hari ketika melewati celah-celah kecil genting rumah (Rositawaty, 2008: 100).

b) Cahaya dapat menembus benda bening

Bayangan dapat terbentuk ketika kita berjalan di bawah sinar matahari. Bayangan terbentuk karena cahaya tidak dapat

menembus suatu benda. Berbeda jika ada sebuah gelas bening dan disoroti dengan senter, cahaya senter dapat menembus gelas itu (Rositawaty, 2008: 101).

c) Cahaya dapat dipantulkan

Ketika cahaya mengenai permukaan yang licin seperti

(48)

licin tetapi juga dapat permukaan kasar (Rositawaty, 2008: 103).

d) Cahaya dapat dibiaskan

Gambar 2.10 (a) sedotan dalam gelas berisi air terlihat seperti bengkok, (b) skema pembiasan cahaya pada sedotan

Dari gambar 2.10 (b) cahaya dibiaskan mendekati garis normal. Hak itu terjadi apabila cahaya datang dari zat yang kurang rapat (udara) menuju zat yang lebih rapat (air). Sebaliknya, jika

cahaya datang dari zat yang lebih rapat ke zat yang kurang rapat, akan dibiaskan menjauhi garis normal (Rositawaty, 2008:

105).

e) Sifat-sifat cahaya apabila mengenai cermin datar, cermin cekung, dan cermin cembung

(1) Cermin datar adalah cermin yang permukaan pantunya datar. Sifat-sifat cahaya yang mengenai cermin datar yaitu,

bayangan benda tegak dan semu; besar dan tinggi bayangan sama besar dan tinggi benda sebenarnya; jarak benda dengan cermin sama dengan jarak bayangannya; bagian kiri pada

(49)

(2) Cermin cekung adalah cermin yang permukaan pantulnya berupa cekungan. Sifat bayangan yang terbentuk oleh

cermin cekung bergantung pada letak benda. Jika letak benda dekat dengan cermin cekung maka akan terbentuk

bayangan yang memiliki sifat semu, lebih besar dan tegak. Ketika benda dijauhkan dari cermin cekung maka akan diperoleh bayangan yang bersifat nyata dan terbalik

(Sulistyanto, 2008: 129).

(3) Cermin cembung adalah cermin yang permukaan pantulnya berupa cembungan. Sifat bayangan yang terbentuk oleh

cermin cembung adalah semu, tegak dan diperkecil (Sulistyanto, 2008: 130).

4) Pemanfaatan sifat-sifat cahaya dalam karya sederhana

Sifat-sifat cahaya dapat dimanfaatkan dalam pembuatan berbagai macam alat, diantaranya periskop, kaca pembesar

sederhana, dan cakram warna (Azmiyawati, 2008:108). a) Periskop

Periskop adalah sejenis teropong yang biasanya terdapat

pada kapal selam untuk mengamati keadaan di permukaan laut.

Periskop dapat digunakan untuk melihat benda yang berada di

(50)

Sumber: (Azmiyawati,2008:139) BSE

Gambar 2.11 Periskop sederhana dari kardus dan cermin

b) Kaca pembesar sederhana

Kaca pembesar sederhana terbuat dari lampu yang tidak terpakai. Jika ke dalam bola tersebut dimasukkan air maka kita

dapat menggunakannya untuk melihat benda-benda kecil agar terlihat jelas (Sulistyanto, 2008: 141).

Sumber: (Sulistyanto,2008:98) BSE

Gambar 2.12 Kaca pembesar sederhana dari bola lampu yang diberi air.

c) Cakram warna

Cakram warna merupakan alat yang digunakan untuk menunjukkan bahwa cahaya putih matahari merupakan

kumpulan warna-warna yang disebut spectrum (Sulistyanto, 2008: 141). Cakram warna ini dibuat dari karton putih dan

kertas warna yang merupakan spectrum cahaya. Apabila cakram diputar dengan menarik tali yang ada di tengahnya maka dapat dilihat perpaduan warna spectrum menjadi satu

(51)

Sumber: (Sulistyanto,2008:98) BSE

Gambar 2.13 Spektrum warna yang terbuat dari karton dan kertas warna

5) Proses terbentuknya tanah

Tanah berasal dari batuan. Batuan akan mengalami pelapukan menjadi butiran-butiran yang sangat halus. Lama-kelamaan butiran-butiran halus ini bertambah banyak dan

terbentuklah tanah (Azmiyawati, 2008: 124).

Azmiyawati (2008: 125) mengungkapkan terdapat tiga jenis batuan yang menyusun lapisan kerak bumi dilihat dari proses

terbentuknya yaitu :

a) Batuan Beku (Batuan Magma/Vulkanik)

Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari magma yang membeku.

b) Batuan Endapan (Batuan Sedimen)

Batuan endapan adalah batuan yang terbentuk dari endapan hasil pelapukan batuan. Batuan ini dapat pula terbentuk dari

batuan yang terkikis atau dari endapan sisa-sisa binatang dan tumbuhan.

c) Batuan Malihan (Metamorf)

(52)

mengalami perubahan karena mendapat panas dan tekanan dari dalam Bumi. Jika mendapat panas terus menerus, batuan ini

akan berubah menjadi batuan malihan.

6) Proses Pembentukan Tanah karena Pelapukan Batuan

Batuan memerlukan waktu jutaan tahun untuk berubah menjadi tanah. Batuan menjadi tanah karena pelapukan. Batuan dapat mengalami pelapukan karena berbagai faktor, di antaranya

cuaca dan kegiatan makhluk hidup. Pelapukan yang disebabkan oleh faktor cuaca ini disebut pelapukan fisika. Adapun makhluk hidup yang menyebabkan pelapukan, misalnya pepohonan dan

lumut. Pelapukan yang disebabkan oleh aktivitas makhluk hidup ini disebut pelapukan biologi (Azmiyawati, 2008: 128).

7) Struktur Bumi

Bumi tempat tinggal manusia saat ini merupakan salah satu anggota tata surya dengan matahari sebagai pusatnya. Jika bumi

diiris maka akan tampak lapisan-lapisan seperti pada gambar di atas. Sulistyanto (2008: 153) mengungkapkan ada empat lapisan

penyusun Bumi yaitu : a) Lapisan inti bumi dalam

Lapisan inti dalam merupakan pusat bumi. Lapisan inti

dalam memiliki diameter sebesar 2600 km. lapisan ini terbentuk dari besi dan nikel padat dan merupakan lapisan yang

(53)

b) Lapisan inti bumi luar

Lapisan inti bumi luar merupakan lapisan tersusun atas

cairan yang sangat kental. Ketebalan lapisan ini adalah 2200 km.

c) Selimut bumi

Lapisan ini berbatasan dengan lapisan inti bumi luar. Lapisan ini memiliki ketebalan 2900 km dan terdiri atas cairan

silikat kental. Pada bagian atas lapisan selimut ini berbatasan dengan kerak bumi.

d) Kerak bumi

Lapisan kerak bumi merupakan lapisan dimana makhluk hidup tinggal. Pada lapisan ini banyak terdapat batuan. Selain

itu juga terdapat mineral dan tanah.

Sumber: (Azmiyawati,2008:128) BSE

Gambar 2.14 Struktur bumi

f. Miskonsepsi IPA

Konsep awal yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah itu biasanya disebut miskonsepsi atau salah konsep (Suparno, 2005: 2). Konsep

(54)

atau dalam kehidupan sehari-hari. Contoh terjadinya miskonsepsi IPA di sekolah dasar yaitu ketika;

“ seorang siswa SD sebelum pelajaran IPA ditanya oleh

gurunya, mana yang benar: “bumi mengelilingi matahari

atau matahari mengelilingi bumi.” Dengan tegas anak itu

menjawab bahwa matahari mengelilingi bumi. “Tiap hari

aku melihat matahari terbit dari timur, terusberjalan di

atas bumi, dan akhirnya terbenam di barat. Dan itu

terus-menerus terjadi. Maka jelas bahwa matahari mengelilingi

bumi, dan bumi kita ini diam saja,” siswa itu

menjelaskan.” (Suparno, 2005: 1)

Dari jawaban anak tersebut dapat ditarik kesimpulan menurut teori

ilmiah, konsep murid itu tidak benar. Yang benar adalah bahwa bumi mengelilingi matahari, dan dapat dipastikan anak tersebut mengalami miskonsepsi. Jadi, miskonsepsi IPA Fisika pemahaman yang salah

tentang pembelajaran IPA terkhusus fisika di sekolah dasar yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

B. Hasil Penelitian Relevan

Taufiq (2012) melakukan penelitian yang bertujuan mengidentifikasi

miskonsepsi mahasiswa berkaitan dengan konsep gaya menggunakan

Certainty of Respons Index (CRI) dan wawancara. Hasil penelitian ini

(55)

yang mengalami miskonsepsi. Penggunaan tes model Certainty of Respons

Index (CRI) membantu dalam memetakan tingkat miskonsepsi yang

dialami oleh mahasiswa. Implementasi model pembelajaran siklus belajar (learning cycle) 5E mampu menurunkan proporsi siswa yang mengalami

miskonsepsi mahasiswa pada konsep gaya, yakni dari 46% menjadi 2,8%. Peningkatan proporsi penurunan jumlah siswa yang mengalami miskonsepsi sebanyak 43,2%.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah meneliti tentang miskonsepsi tentang salah satu materi IPA fisika. Perbedaan penelitian ini terjadinya sebuah usaha untuk memperbaiki

miskonsepsi yang terjadi, sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti mengetahui adanya miskonsepsi di sekolah dasar se-kecamatan.

Fitrianingrum (2013) melakukan penelitian tentang ”Analisis

Miskonsepsi Gerak Melingkar Pada Buku Sekolah Dasar (BSE) Fisika

SMA Kelas X Semester 1” dengan metode penelitian deskriptif kualitatif,

pendekatan fenomenologi. Hasil penelitan tersebut menunjukkan bahwa tidak ada miskonsepsi gerak melingkar pada buku-buku BSE berdasarkan

analisis ketiga BSE yang diterbitkan Pusat Perbukuan Kemendiknas. Selain menganalisis selain menganalisis adanya miskonsepsi pada penelitian ini juga mengidentifikasi keterangan lainnya, meliputi: konsep

benar, konsep tidak ada, perbaikan gambar, perbaikan penulisan notasi, perbaikan penulisan satuan, perbaikan penulisan perumusan, perbaikan

(56)

16 konsep benar, 8 konsep tidak ada, 7 perbaikan gambar, 3 perbaikan penulisan notasi, 2 perbaikan penulisan satuan, 3 perbaikan penulisan

perumusan dan 2 perbaikan keterangan perumusan. Sedangkan pada buku B ada 20 konsep benar, 4 konsep tidak ada, 6 perbaikan gambar, 2

perbaikan penulisan satuan, dan 1 perbaikan hasil perhitungan. Buku C ada 17 konsep benar, 6 konsep tidak ada, 3 perbaikan gambar, 1 perbaikan penulisan satuan, 1 perbaikan penulisan perumusan, dan 2 perbaikan hasil

perhitungan. Terlihat bahwa buku B lebih memuat banyak konsep serta sedikit mengalami perbaikan dari pada kedua buku yang lain. Sehingga untuk proses pembelajaran Gerak Melingkar buku B dapat dijadikan

sumber belajar siswa.

Persamaan penelitian yang dilakukan Fitriningrum dan peneliti adalah

menganalisis terdapat adanya miskonsepsi. Perbedaannya pada objek yang dianalisis, jika Fitriningrum menganalisis miskonsepsi pada BSE, peneliti melakukan analisis miskonsepsi pada siswa sekolah dasar.

Penelitian ini dilakukan oleh Jayadianta (2010) yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan proses siswa sekolah dasar

tentang peristiwa benda padat dengan penerapan model pembelajaran inkuiri melalui kegiatan praktikum pada pembelajaran sains. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan metode quasi

eksperimen. Hasil penelitian menunjukan bahwa model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan pemahaman konsep pada materi peristiwa

(57)

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah meneliti tentang materi IPA. Perbedaan penelitian yang dilakukan

peneliti dengan Jayadianta adalah perlakukaan yang diberikan kepada subjek, jika peneliti hanya memberikan soal pretes tanpa mengajar, tetapi

penelitian yang dilakukan Jayadianta menggunakan metode inkuiri serta menggunakan pretes dan posttes.

Penelitian relevan selanjutnya dari Rizqi (2015) yang bertujuan untuk

mendiskripsikan jenis miskonsepsi yang terjadi pada pelajaran matematika materi bilangan bulat kelas VI SDN Adisucipto 2 Yogyakarta dan mengetaui faktor penyebab miskonsepsi. Metode penelitian yang

digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lima subjek terpilih mengalami miskonsepsi yang bterjadi pada

pembelajaran Matematika materi bilangan bulat. Faktor penyebab miskonsepsi secara umum adalah sumber belajar siswa yang berpatokan pada buku paket saja tanpa mencari sumber lain, metode mengajar guru

saat melakukan proses pembelajaran pada materi bilangan bulat, siswa yang kurang paham dengan konsep materi bilangan bulat.

Persamaan penelitian yang dilakukan Rizqi dengan yang peneliti lakukan adalah sama-sama meneliti tentang miskonsepsi. Pembedanya jika penelitian di atas menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif,

peneliti menggunakan penelitian kuantitatif deskriptif metode survei. Berdasarkan keempat penelitian diatas, belum ada penelitian seperti

(58)

Gambar 2.15 Literature map penelitian yang relevan

Berdasarkan gambar 2.15 dapat dilihat bahwa penelitian yang

dilakukan oleh keempat peneliti terdahulu berkaitan dengan penelitian yang peneliti lakukan sekarang mengenai miskonsepsi dan hal ini membantu peneliti dalam penelitian yang dilakukan dan menambah

referensi. Hanya yang membedakan belum adanya yang meneliti tentang miskonsepsi IPA pada siswa kelas V SD.

Taufiq (2012),

Remediasi Miskonsepsi mahasiswa calon guru fisika pada konsep gaya melalui penerapan model siklus belajar (learning cycle) 5E.

Fitriningrum (2013), Analisis miskonsepsi gerak melingkar pada buku sekolah dasar (BSE) Fisika SMA kelas X semester 1.

Jayadianta (2010)

Penerapan model pembelajaran inkuiri untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang peristiwa benda padat dalam air melalui praktikum.

Riqzi (2015)

Jenis dan fakor miskonsepsi pada pembelajaran matematika materi bilangan bulat kelas VI SDN Adisucipto 2 Yogyakarta.

Radita (2016),

(59)

C. Kerangka Berpikir

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu tentang alam dan ilmu

yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini. IPA pun menjadi salah satu mata pelajaran di sekolah dasar. Pembelajaran IPA

melatih anak untuk berpikir kritis dan objektif, serta memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memupuk rasa ingin tahu anak didik secara ilmiah, sehingga membantu mereka mengembangkan

kemampuan bertanya dan mencari jawaban atas berdasarkan bukti serta mengembangkannya. Menjadi sangat penting pembelajaran IPA diajarkan sejak dini dengan baik, jangan sampai terjadi konsep yang salah sejak

awal. Pemahaman konsep sendiri menjadi dasar seorang siswa untuk dapat benar-benar memahami materi yang telah disampaikan dan dapat

menggunakan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari tanpa adanya miskonsepsi atau kesalahanpahaman dalam materi. Perlu adanya bimbingan dari guru dan juga orang tua untuk mengajarkan konsep yang

benar kepada anak. Dengan bimbingan orang tua di rumah, anak pun dapat bertanya pula kepada orang tua tentang materi yang belum dipahami.

Terlebih lagi dilihat dari hasil literasi sains yang dilakukan oleh PISAdan TIMSS bahwa Indonesia berada diurutan yang belum memenuhi skor standar internasional. Peneliti juga melakukan wawancara tentang

materi IPA di beberapa guru SD di Kecamatan Ngaglik, dan terlihat adanya prestasi yang rendah, seperti nilai dibawah KKM. Dari data

(60)

Miskonsepsi adalah konsep awal yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah. Konsep awal yang salah itu bisa didapat mungkin sejak sekolah

dasar, sekolah menengah, pengalamaan dan pengamatan mereka di masyarakat atau dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itulah perlu adanya

pembelajaran yang sesuai dan penjelasan yang benar sejak awal sehingga tidak terjadi miskonsepsi.

Jika demikian miskonsepsi menjadi salah satu dasar rendahnya

prestasi IPA, maka penelitian menjadi jalan yang baik untuk dapat membuktikan apakah terdapat miskonsepsi atau tidak dalam pembelajaran IPA kelas V semester 2 di SD Negeri se-Kecamatan Ngaglik, karena dari

hasil wawancara menunjukkan pembelajaran IPA yang rendah.

D. Hipotesis penelitian

Berdasarkan teori-teori dalam kajian pustaka dan kerangka berpikir, maka hipotesis pada penelitian ini adalah Miskonsepsi IPA Fisika

terjadi pada siswa kelas V SD Negeri semester 2 se-Kecamatan Ngaglik, Sleman untuk materi tentang gaya, pesawat sederhana, cahaya, cermin,

(61)

41

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab III membahas mengenai jenis penelitian, waktu dan tempat penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen

penelitian, teknik pengujian instrumen, dan teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif

deskriptif dengan metode survei. Penelitian kuantitatif menurut Daniel Muijs dalam Suharsaputra (2014) adalah penelitian yang dimaksudkan untuk

menjelaskan fenomena dengan menggunakan data-data numeric, kemudian dianalisis yang umumnya menggunakan statistik. Tidak jauh berbeda pengertian penelitian kuantitatif menurut Mahdi (2014: 104) yang

menjelaskan bahwa penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang berorientasi pada data-data empiris berupa angka atau suatu fakta yang bisa dihitung.

Penelitian ini mengumpulkan data dari responden yang telah melakukan tes tertulis. Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui miskonsepsi IPA

Fisika yang terjadi pada siswa kelas V SD Negeri se Kecamatan Ngaglik.

B. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Bulan Maret sampai Bulan Desember.

(62)

pada awal Bulan Maret peneliti melakukan penyusunan proposal. Awal Bulan April melakukan perizinan surat melakukan penelitian kepada

Kesatuan Bangsa dan Bappeda. Pertengahan Bulan April dilanjutkan dengan penyusunan instrumen penelitian dengan membuat soal yang akan

divalidasi. Awal Bulan Mei penyerahan validasi soal kepada expert

judgment setelahnya revisi soal yang sudah diteliti. Barulah pertengahan

Bulan Mei uji coba instrumen kepada 50 anak di daerah Ngaglik.

Selanjutnya akhir Bulan Mei sampai Juni pengumpulan data di sekolah dasar negeri se-Kecamatan Ngaglik. Bulan Juli sampai Agustus peneliti melakukan pengolahan data dan penyusunan laporan peneliti lakukan pada

Bulan September sampai November. Bulan Desember sampai Januari peneliti melakukan revisi, dan pada Bulan Februari peneliti akan

melakukan ujian skripsi dan revisi. 2. Tempat penelitian

Peneliti melakukan penelitian di SD Negeri se-Kecamatan Ngaglik,

Kabupaten Sleman. Penelitian dilakukan di Kecamatan Ngaglik karena dari hasil wawancara beberapa guru di daerah Ngaglik mengeluhkan hasil

mata pelajaran IPA masih di bawah KKM dan terdapat miskonsepsi dalam mata pelajaran IPA.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

(63)

oleh Sugiyono (2012: 80) bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri se-Kecamatan Ngaglik, Sleman yang berjumlah 784 siswa. Populasi selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Populasi Penelitian

No Nama SD Kelas Pararel Jumlah siswa

Gambar

Gambar 2.1 Garis gaya magnet
Gambar 2.6 Sekop adalah contoh tuas golongan ketiga
Gambar 2.9 Roda berporos pada sepeda
Tabel 3.13 Hasil Validitas Soal Uraian   r hitung Sig. (2-
+7

Referensi

Dokumen terkait

Copyright © 2005 Brooks/Cole, a division of Thomson Learning,

Anak li’an tidak dapat dinasabkan kepada bapaknya sehingga ia tidak akan mempunyai hubungan baik secara hukum maupun secara kekerabatan dengan

In terms of influencing factors, members of cluster 2 show no significant factors that influence them to watch art performances. However, they tend to be more influenced by the

Perkembangan ilmu dan teknologi saat ini telah berkembang begitu pesat dalam segala aspek kehidupan, khususnya di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Salah satunya

[r]

sMdsu@gedld tumfdin!.

yang berhubungan dengan aktivitas yang dilakukan dalam kesekretariatan.. Di dalam lingkup aktivitasnya, unit sekretariat diharuskan untuk

EKONOMICS FACULTY ANDALAS UNIVERSITV. OTVNERSHIP CONCENTL{TION AND DIVIDEND