ABSTRAK
Radeani, Chyntia. 2015. Implikatur Pojok Mang Usil dalam Surat Kabar KOMPAS Edisi Juli – September 2011. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, Universitas Sanata Dharma.
Percakapan dapat berjalan dengan baik dan lancar jika penutur dan mitra tutur memiliki latar belakang pemahaman yang sama terhadap pokok pembicaraannya. Penelitian ini menjawab dua masalah, yakni (1) bagaimana wujud implikatur yang terdapat dalam wacana pojok surat kabar KOMPAS edisi Juli – September 2011? dan (2) apakah maksud implikatur yang terdapat dalam wacana pojok surat kabar KOMPAS edisi Juli – September 2011? Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah tindak tutur yang dikemukakan oleh Searle (1975), yakni tindak tutur deklaratif, representatif, ekspresif, direktif, dan komisif. Kelima tindak tutur tersebut itulah yang nantinya akan menjadi pendukung untuk menganalisis wujud dan maksud implikatur.
Berdasarkan metode yang digunakan, penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data dan data penelitian ini adalah surat kabar KOMPAS yang terbit pada bulan Juli – September 2011. Data penelitian ini berupa tuturan tertulis yang terdapat dalam wacana pojok Mang Usil yang muncul setiap hari Senin – Sabtu.
ABSTRACT
Radeani, Chyntia. 2015. The Implicature of Mang Usil Column in KOMPAS Newspaper Periode July – September 2011. Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, Sanata Dharma University.
The communication will going well and smooth if speaker and hearer have the same background understanding of the main matter. This study is to answer on two problems, namely: (1) how the implicature form used in Mang Usil Column KOMPAS Neswpaper Edition July – September 2011? and (2) what is the implicature purpose contained in KOMPAS Newspaper Edition July – September 2011? The theories used in this study are speech act theory stated by Searle (1975), namely declarative speech act, representative speech act, expressive speech act, directive speech act, and commisive speech act. That five speech acts will support to analyzing implicature form and implicature purpose.
Based on the methods, this study is included to the qualitative descriptive research. The data source and the data research are from KOMPAS Newspaper Edition July – September 2011. The data research are 91 Mang Usil words which is printed every Monday – Saturday.
IMPLIKATUR POJOK MANG USIL DALAM SURAT KABAR KOMPAS EDISI JULI – SEPTEMBER 2011
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Disusun oleh: Chyntia Radeani
08 1224 076
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
IMPLIKATUR POJOK MANG USIL DALAM SURAT KABAR KOMPAS EDISI JULI – SEPTEMBER 2011
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Disusun oleh: Chyntia Radeani
08 1224 076
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
IMPLIKATUR POJOK MANG USIL DALAM SURAT KABAR KOMPAS EDISI JULI – SEPTEMBER 2011
Oleh:
Chyntia Radeani
08 1224 076
Telah disetujui oleh:
Pembimbing I
Prof. Dr. Pranowo, M.Pd. Pada tanggal: 29 April 2015
Pembimbing II
iii
SKRIPSI
IMPLIKATUR POJOK MANG USIL DALAM SURAT KABAR KOMPAS EDISI JULI – SEPTEMBER 2011
Dipersiapkan dan disusun oleh: Chyntia Radeani
08 1224 076
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 11 Mei 2015
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
SUSUNAN PANITIA PENGUJI
Nama Lengkap Tanda Tangan
Ketua : Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd. ... Sekretaris : Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. ...
Anggota : Prof. Dr. Pranowo, M.Pd. ...
Anggota : Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. ... Anggota : Dr. B. Widharyanto, M.Pd. ...
Yogyakarta, 11 Mei 2015
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma
iv
MOTTO
“ ... mataMu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitabMu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya.”
( Mazmur 139: 16 )
“In the middle of every difficulty lies opportunity”
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Tanda bakti untuk kakek dan nenekku tercinta
Untuk calon pendamping yang selalu ada setiap waktu
Dan untuk para pejuang pendidikan yang tak pernah lelah berkorban
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan di dalam daftar pustaka sebagaimana layaknya penulisan karya ilmiah.
Yogyakarta, 24 Maret 2015
Penulis,
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Chyntia Radeani
Nomor Induk Mahasiswa : 08 1224 076
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan karya ilmiah kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang berjudul:
IMPLIKATUR POJOK MANG USIL DALAM SURAT KABAR KOMPAS EDISI JULI – SEPTEMBER 2011
Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 24 Maret 2015
viii
ABSTRAK
Radeani, Chyntia. 2015. Implikatur Pojok Mang Usil dalam Surat Kabar KOMPAS Edisi Juli – September 2011. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, Universitas Sanata Dharma.
Percakapan dapat berjalan dengan baik dan lancar jika penutur dan mitra tutur memiliki latar belakang pemahaman yang sama terhadap pokok pembicaraannya. Penelitian ini menjawab dua masalah, yakni (1) bagaimana wujud implikatur yang terdapat dalam wacana pojok surat kabar KOMPAS edisi Juli – September 2011? dan (2) apakah maksud implikatur yang terdapat dalam wacana pojok surat kabar KOMPAS edisi Juli – September 2011? Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah tindak tutur yang dikemukakan oleh Searle (1975), yakni tindak tutur deklaratif, representatif, ekspresif, direktif, dan komisif. Kelima tindak tutur tersebut itulah yang nantinya akan menjadi pendukung untuk menganalisis wujud dan maksud implikatur.
Berdasarkan metode yang digunakan, penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data dan data penelitian ini adalah surat kabar KOMPAS yang terbit pada bulan Juli – September 2011. Data penelitian ini berupa tuturan tertulis yang terdapat dalam wacana pojok Mang Usil yang muncul setiap hari Senin – Sabtu.
ABSTRACT
Radeani, Chyntia. 2015. The Implicature of Mang Usil Column in KOMPAS Newspaper Periode July – September 2011. Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, Sanata Dharma University.
The communication will going well and smooth if speaker and hearer have the same background understanding of the main matter. This study is to answer on two problems, namely: (1) how the implicature form used in Mang Usil Column KOMPAS Neswpaper Edition July – September 2011? and (2) what is the implicature purpose contained in KOMPAS Newspaper Edition July – September 2011? The theories used in this study are speech act theory stated by Searle (1975), namely declarative speech act, representative speech act, expressive speech act, directive speech act, and commisive speech act. That five speech acts will support to analyzing implicature form and implicature purpose.
Based on the methods, this study is included to the qualitative descriptive research. The data source and the data research are from KOMPAS Newspaper Edition July – September 2011. The data research are 91 Mang Usil words which is printed every Monday – Saturday.
According to the problems formulation above, the result of this study are first, the Mang Usil word data implicature form is a speech act. The researcher found three the implicature forms, namely: (1) representative implicature, (2) expressive implicature, and (3) directive implicature. Second, the researcher found fourteen implicature purposes, namely: (1) speculating, (2) giving witnesseth, (3) confessing, (4) indicating, (5) reporting, (6) revealing, (7) declaring, (8) criticism, (9) complaining, (10) congratulationing, (11) giving praise, (12) giving suggestion, (13) inviting, and (14) requiring.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria Penolong Abadi, karena rahmat dan berkat-Nya telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Implikatur Pojok Mang Usil dalam Surat Kabar Kompas Edisi Juli – September 2011”, penulis susun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, yaitu:
1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Univeritas Sanata Dharma.
2. Ibu Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd., selaku Kaprodi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, selama ini menjadi Pembimbing Akdemik yang baik.
3. Bapak Prof. Dr. Pranowo, M.Pd., selaku dosen pembimbing skripsi I yang sabar dan selalu mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi.
4. Bapak Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku dosen pembimbing skripsi II yang terus memberikan semangat dan masukan kepada penulis untuk meyelesaikan skripsi.
5. Robertus Marsidiq, selaku staf Sekretariat Program Studi PBSI yang turut membantu kelancaran skripsi ini.
6. Ibu Agnes Lusia Budi Asri, Bapak Ant. Irianto Sukendar, dan Bapak Ag. Sariyanta, selaku staf Dekanat FKIP yang dengan tulus memberikan izin tidak masuk kerja bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
7. Segenap dosen PBSI yang selama ini telah membagi ilmu dan pengalaman kepada penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma. 8. Kakek dan Nenek penulis (Bapak Tan Ik Djoen dan Ibu Kusiyem) yang selalu
sabar dan tidak pernah lelah untuk mendukung dan memanjatkan doa bagi penulis.
9. Kedua kakak penulis, Titin Supriyatin dan Slamet Susanto, terima kasih atas dukungan dan doanya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 10. Yohanes Galih Ari Pinundhi, terima kasih telah menjadi teman yang begitu
setia hingga detik ini. Terima kasih atas bantuan, dukungan, doa, serta kesabarannya selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
11. Maria Ika Noventin Andriasari, terima kasih untuk waktunya selama menjadi teman di kos Grinjing 5a, serta untuk semua teman kos Grinjing 5a yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
12. Teman-teman PBSI yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas kerjasamanya selama menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang secara langsung atau tidak langsung telah membantu. Semoga kebaikan dan doa yang dipanjatkan untuk penulis mendapatkan balasan yang setimpal dari Tuhan Yesus Kristus.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini jauh dari sempurna. Walaupun demikian, besar harapan penulis bahwa penelitian ini berguna dan menjadi inspirasi bagi peneliti selanjutnya.
Yogyakarta, 20 Maret 2015
Penulis
Chyntia Radeani
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR BAGAN ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang Masalah ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 5
1.3Tujuan Penelitian ... 5
1.4Manfaat Penelitian ... 5
1.5Batasan Istilah ... 7
1.6Sistematika Penyajian ... 8
BAB II LANDASAN TEORI ... 10
2.1 Penelitian Terdahulu ... 10
2.2 Kajian Pustaka ... 12
2.2.1 Pragmatik ... 12
2.2.2 Fenomena-Fenomena Pragmatik ... 15
2.2.2.1 Praanggapan (Presupposition) ... 15
2.2.2.2 Tindak Tutur ... 16
2.2.2.3 Kesantunan Berbahasa ... 22
2.2.2.4 Ketidaksantunan Berbahasa ... 24
2.2.2.5 Deiksis ... 24
2.2.3 Implikatur sebagai Fenomena Pragmatik ... 25
2.2.3.1Implikatur Konvensional ... 26
2.2.3.2Implikatur Non-Konvesional/ Implikatur Percakapan ... 27
2.2.4 Konteks ... 30
2.2.5 Pojok ... 33
2.2.6 Surat Kabar ... 34
2.3 Kerangka Berpikir ... 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 37
3.1 Jenis Penelitian ... 37
3.2 Sumber Data dan Data Penelitian ... 38
3.3 Instrumen Penelitian ... 39
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 40
3.5 Teknik Analisis Data ... 41
3.6 Triangulasi Data ... 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44
4.1 Deskripsi Data ... 44
4.2 Hasil Analisis Data ... 45
4.2.1 Wujud Implikatur dalam Pojok ... 45
4.2.1.1 Implikatur Representatif ... 46
4.2.1.2 Implikatur Ekspresif ... 47
4.2.1.3 Implikatur Direktif ... 49
4.2.2 Maksud Implikatur dalam Pojok ... 50
4.2.2.1 Maksud Implikatur Berspekulasi ... 50
4.2.2.2 Maksud Implikatur Memberikan Kesaksian ... 54
4.2.2.3 Maksud Implikatur Mengakui ... 57
4.2.2.4 Maksud Implikatur Menunjukkan ... 59
4.2.2.5 Maksud Implikatur Melaporkan ... 60
4.2.2.6 Maksud Implikatur Mengungkapkan ... 61
4.2.2.7 Maksud Implikatur Menyatakan ... 63
4.2.2.8 Maksud Implikatur Memuji ... 65
4.2.2.9 Maksud Implikatur Kritik ... 67
4.2.2.10 Maksud Implikatur Mengucapkan Selamat ... 69
4.2.2.11 Maksud Implikatur Mengeluh ... 70
4.2.2.12 Maksud Implikatur Menyarankan ... 72
4.2.2.13 Maksud Implikatur Mengajak ... 74
4.2.2.14 Maksud Implikatur Meminta ... 75
4.3 Pembahasan ... 77
4.3.1 Implikatur Representatif ... 79
4.3.2 Implikatur Ekspresif ... 83
4.3.3 Implikatur Direktif ... 86
BAB V PENUTUP ... 88
5.1 Kesimpulan ... 88
5.2 Saran ... 89
DAFTAR PUSTAKA ... 91
BIOGRAFI PENULIS ... 94
LAMPIRAN 1 ... 95
LAMPIRAN 2 ... 117
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Lima Fungsi Tindak Tutur Searle ... 21
Tabel 2: Tabel Tuturan Pojok beserta Wujud dan Jenis Implikatur ... 41
Tabel 3: Wujud dan Maksud Implikatur Pojok Mang Usil
xvi
DAFTAR BAGAN
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Daftar Tuturan Pojok Mang Usil ... 95 Lampiran 2: Tabel Triangulasi Data Pojok Mang Usil ... 117
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehadiran bahasa sangat berperan penting bagi kehidupan manusia, karena
bahasa dapat menjadi alat antarmanusia untuk menyampaikan atau
mengungkapkan suatu ide, gagasan, perasaan, atau informasi. Bahasa adalah
sistem lambang bunyi yang arbitrer dan digunakan oleh para anggota dalam suatu
masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri
(Kridalaksana,1992:2). Secara singkat, bahasa merupakan unsur paling penting
dalam suatu proses komunikasi antarmanusia dalam bentuk lisan maupun tertulis.
Dalam suatu proses komunikasi, penutur dan mitra tutur diharapkan
mempunyai konsep kebahasaan serta kerangka berpikir atau latar belakang
pemahaman yang sama terhadap situasi tertentu. Tujuan itu dimaksudkan agar
pesan yang disampaikan oleh penutur dapat diterima baik oleh mitra tutur.
Pemahaman mengenai latar belakang tersebut dapat berupa penyampaian
informasi secara lisan maupun tertulis.
Ada banyak media atau alat untuk melakukan atau menciptakan
komunikasi, salah satunya adalah surat kabar. Surat kabar merupakan jenis alat
komunikasi yang dapat digunakan dan mudah ditemui oleh masyarakat. Melalui
surat kabar, masyarakat dapat mengetahui informasi yang terjadi di sekitarnya.
suatu peristiwa. Di samping fungsinya sebagai pemberi informasi, surat kabar
juga berperan dalam memberikan hiburan.
Menurut Effendy (1993), salah satu fungsi jurnalistik adalah memberikan
hiburan, yaitu adanya konten yang bersifat menghibur dan sering dimuat pers
untuk mengimbangi berita-berita berat (hard news) serta artikel-artikel yang
berbobot. Beberapa isi dari surat kabar atau majalah yang bersifat menghibur
dapat berupa cerita pendek, cerita bersambung, cerita bergambar atau karikatur,
teka-teki silang (TTS), pojok, permainan sudoku, dan lain sebagainya.
Salah satu contoh isi surat kabar yang menghibur adalah kolom pojok.
Kolom pojok berisikan komentar mengenai suatu keadaan yang sedang terjadi,
hangat dibicarakan, tuturan diungkapkan dengan gaya humoristis dan menyindir
(Junaedhi, 1991:214). Kalimat-kalimat yang disajikan dalam pojok cenderung
pendek dan bebas (tidak terikat). Penulisan gaya bahasa humor, sindiran, atau
ejekan dimanfaatkan oleh redaksi untuk menarik minat para pembaca. Sindiran
berasal dari kata sindir yang berarti celaan; ejekan, sedangkan sindiran yaitu
perkataan (gambar) yang bermaksud menyindir orang; celaan (ejekan) yang tidak
langsung (KBBI, 2008:1311). Setidaknya dengan membaca pojok, pembaca akan
tertawa atau tersenyum setelah membacanya. Lahirnya kolom pojok dalam
persuratkabaran di Indonesia dapat memberikan makna dan suasana yang berbeda
Salah satu contoh surat kabar yang menyajikan kolom pojok adalah surat
kabar KOMPAS. Berikut adalah contoh pojok dalam surat kabar KOMPAS.
Perhatikan data tuturan pojok di bawah ini.
Ratusan pohon hilang dari Ibu Kota setiap tahun. Gantinya mal dan gedung menuding langit! (KOMPAS, Jumat, 29 Juli 2011).
(Konteks: Tuturan tersebut merupakan pemberitaan mengenai minimnya ruang terbuka hijau (RTH) akibat banyaknya pembangunan di Ibu Kota. Tahun 2011, setidaknya 40 batang pohon ditebang di jalan Casablanca. Rencananya, 477 pohon akan ditebang, serta 348 pohon akan dipindahkan guna memperlancar pembangunan jalur Trans Jakarta).
Pada baris pertama merupakan gambaran isi berita yang sedang terjadi
pada hari sebelumnya atau topik yang sedang hangat untuk dibicarakan. Pada
baris kedua, merupakan tanggapan yang ditulis oleh Mang Usil untuk menanggapi
berita tersebut. Data pojok di atas menggambarkan situasi atau konteks tentang
banyaknya penebangan pohon di Jakarta yang lahannya digunakan untuk
pembangunan gedung-gedung baru yaitu mal, kantor, jalur untuk bus Trans
Jakarta, dan apartemen. Mengingat populasi di Ibu Kota sangat padat, berarti Ibu
Kota memerlukan kebutuhan oksigen lebih banyak. Namun, dengan adanya
penebangan pohon secara terus menerus, jumlah produksi oksigen akan semakin
berkurang. Tuturan pojok di atas mengimplikasikan bahwa pemerintah masih
kurang memperhatikan keadaan Ibu Kota. Pemerintah masih kurang peduli
terhadap kesehatan masyarakatnya. Kalimat pada baris kedua merupakan
tanggapan yang bersifat mengkritik pemerintah agar dapat melakukan tindakan
mengatur tata kota dengan bijaksana, sehingga perbandingan jumlah antara ruang
terbuka hijau dan gedung-gedung seimbang.
Berangkat dari penjelasan di atas, penelitian ini dikhususkan pada analisis
pragmatik, dengan fokus analisis pada penelitian implikatur dari tuturan-tuturan
pojok. Pragmatik merupakan ilmu yang mempelajari berbagai macam bentuk dan
fungsi ujaran, serta fungsi bahasa daripada bentuk dan strukturnya. Pragmatik
termasuk dalam cabang ilmu linguistik yang tidak hanya terbatas pada kerangka
teori, tetapi juga ada dan diterapkan di kehidupan sehari-hari. Penerapan ilmu
pragmatik dalam kehidupan sehari-hari dapat diketahui dengan cara meneliti atau
menganalisis bentuk-bentuk penggunaan bahasanya, baik secara lisan maupun
tertulis. Implikatur adalah kajian yang menjelaskan apa yang mungkin diartikan,
disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur berbeda dengan apa yang sebenarnya
dikatakan oleh penutur itu sendiri. Dengan kata lain, implikatur adalah sebuah
kajian yang berusaha untuk menemukan maksud dari sebuah ujaran yang
dinyatakan secara implisit oleh penutur.
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini menganalisis implikatur
yang terdapat pada tuturan pojok surat kabar KOMPAS edisi Juli – September
2011. Dipilihnya pojok dalam penelitian ini karena peneliti ingin menjelaskan
wujud dan maksud implikatur dari setiap tuturan yang ada di pojok. Peneliti hanya
mengambil tiga bulan untuk penelitiannya karena menurut peneliti, data selama
tiga bulan sudah cukup representatif untuk dianalisis. Oleh karena itu, peneliti
tertarik untuk meneliti implikatur yang terdapat dalam pojok surat kabar
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian
yang berjudul “Implikatur Pojok Mang Usil dalam Surat Kabar KOMPAS Edisi
Juli – September 2011” adalah:
1) Bagaimanakah wujud implikatur yang terdapat dalam pojok surat
kabar KOMPAS Edisi Juli – September 2011?
2) Apakah maksud implikatur yang terdapat dalam pojok surat kabar
KOMPAS Edisi Juli – September 2011?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian yang berjudul
“Implikatur Pojok Mang Usil dalam Surat Kabar KOMPAS Edisi Juli –
September 2011” adalah:
1) Mendeskripsikan wujud implikatur yang terdapat dalam pojok surat
kabar KOMPAS Edisi Juli – September 2011.
2) Mendeskripsikan maksud implikatur yang terdapat dalam pojok surat
kabar KOMPAS Edisi Juli – September 2011.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis
(1) Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis merupakan manfaat yang berkenaan dengan
ilmu pengetahuan. Dalam hal ini ilmu kebahasaan (Linguistik). Hasil
dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan
pengetahuan mengenai model analisis pragmatik, dengan fokus
penelitiannya implikatur.
(2) Manfaat Praktis
Secara garis besar, manfaat praktis yang dapat diperoleh dari
penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai
fenomena kebahasaan implikatur, terutama jenis implikatur yang
terdapat pada tuturan-tuturan pojok. Secara luas, manfaat praktis ini
dibagi menjadi tiga, yaitu: bagi pembaca, pembelajaran bahasa, dan
peneliti lain.
Pertama, manfaat bagi pembaca adalah sebagai tolok ukur
kekritisan dalam memahami dan memaknai sebuah tuturan atau
pernyataan yang tertuang dalam pojok surat kabar.
Kedua, manfaatnya bagi pembelajaran bahasa. Hasil dari
penelitian ini diharapkan dapat membantu para mahasiswa untuk
mempelajari ilmu kebahasaan (Pragmatik).
Ketiga, manfaat bagi peneliti lain adalah sebagai pembelajaran.
sumber atau bahan acuan bagi peneliti lain yang ingin melakukan
penelitian sejenis.
1.5 Batasan Istilah
Pembatasan istilah peneliti lakukan agar tidak mengalami penyimpangan
atau keluar dari topik serta tujuan penelitiannya. Pembatasan istilah penelitian ini
adalah sebagai berikut.
(1) Implikatur
Implikatur berarti sesuatu yang diimplikasikan dalam suatu
percakapan (Nadar, 2009:60). Salah satu alasan penting yang
diberikannya adalah implikatur memberikan penjelasan eksplisit
tentang cara bagaimana dapat mengimplikasikan lebih banyak dari apa
yang dituturkan (Levinson dalam Nadar, 2009:61). Maksudnya,
implikatur dapat memberikan penjelasan secara terus terang dan tegas,
sehingga pembaca atau pendengar dapat menangkap maksudnya
dengan mudah dan tidak mempunyai gambaran yang kabur mengenai
suatu informasi atau berita.
(2) Konteks
Dalam pragmatik, konteks berarti adanya pengetahuan yang
sama-sama dimiliki oleh pembicara dan pendengar, sehingga pendengar
(3) Pojok
Lajur di sudut surat kabar tempat karangan pendek, berisikan hal-hal
yang humoris, tetapi mengandung kritik atau sindiran (KBBI,
2008:1087).
(4) Surat Kabar
Surat kabar adalah lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan berita
dan sebagainya, koran (KBBI, 2005:1109). Surat kabar adalah
pemberitaan tercetak yang diterbitkan dan dijual secara tetap (Siddle,
1975:2).
(5) Wujud
Dalam KBBI Offline, wujud adalah rupa dan bentuk yang dapat
diraba; adanya sesuatu ; dan benda yang nyata (bukan roh, dan
sebagainya).
(6) Maksud
Dalam KBBI, maksud adalah (1) yang dikehendaki; tujuan (2) niat;
kehendak (3) arti; makna (dari suatu oerbuatan,perkataan, peristiwa,
dan sebagainya). Dalam penelitian ini, yang arti dari maksud yang
digunakan adalah yang ketiga.
1.6 Sistematika Penyajian
Skripsi ini berisi lima bab, yakni bab I adalah pendahuluan yang berisi
enam subbab yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
tersebut melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian mengenai
“Implikatur dalam Pojok Mang Usil Surat Kabar KOMPAS Edisi Juli –
September 2011”.
Bab II adalah landasan teori yang berisi tiga subbab, yaitu penelitian
terdahulu, kajian pustaka, dan kerangka berpikir. Penelitian terdahulu yang dipilih
harus memiliki relevansi atau hubungannya dengan penelitian yang akan
dilakukan, sedangkan kajian pustaka berisi teori-teori yang akan peneliti gunakan
untuk menganalisis data. Kerangka berpikir berfungsi sebagai gambaran peneliti
untuk melakukan analisis.
Bab III metodologi penelitian yang berisi lima subbab, yaitu jenis
penelitian, sumber data dan data penelitian, instrumen penelitian, teknik
pengumpulan data, teknik analisis data, dan triangulasi data. Bab IV berisi analisis
data dan pembahasan mengenai wujud implikatur dan maksud implikatur yang
terdapat pada pojok surat kabar KOMPAS edisi Juli – Sepetember 2011. Bab V
berisi kesimpulan dari hasil penelitian serta saran yang diberikan peneliti untuk
para pembaca – guru dan/atau dosen Bahasa Indonesia, pembelajar atau peneliti
10
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian Terdahulu
Menurut peneliti, tiga penelitian yang dipilih memiliki keterkaitan dengan
topik yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian pertama oleh Kety Virginia
Margaretha (2009), mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dengan
judul “Implikatur dan Penanda Kesantunan Tuturan di dalam Surat Kabar”.
Penelitian kedua oleh Chusni Hadiati (2007) dari Universitas Diponegoro dengan
tesisnya “Tindak Tutur dan Implikatur Percakapan Tokoh Wanita dan Laki-laki
dalam Film The Sound of Music”. Penelitian ketiga diambil dari disertasi Rustono
(1998), mahasiswa Universitas Indonesia, yang meneliti mengenai “Implikatur
Percakapan sebagai Penunjang Pengungkapan Humor di dalam Wacana Humor
Verbal Lisan Berbahasa Indonesia”.
Penelitian pertama yang dilakukan oleh Kety Virginia Margaretha dengan
judul “Implikatur dan Penanda Tingkat Kesantunan di dalam Surat Kabar”,
peneliti berusaha untuk menemukan jawaban terhadap dua masalah, yaitu jenis
implikatur dan penanda-penanda tingkat kesantunan yang terdapat dalam tuturan
di surat kabar. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan dua hasil temuannya
yaitu, ditemukan adanya tiga jenis implikatur dalam tuturan di surat kabar dan
ditemukan adanya enam jenis penanda tingkat kesantunan tuturan. Ketiga jenis
implikatur yang ditemukan berupa tindak tutur, yaitu tindak tutur langsung tidak
literal. Untuk jenis penanda tingkat kesantunan adalah tuturan diksi, keterangan
modalitas, gaya bahasa, penyebutan nama orang, bentuk tuturan, dan analogi.
Penelitian kedua oleh Chusni Hadiati, dalam tesisnya yang berjudul
“Tindak Tutur dan Implikatur Percakapan Tokoh Wanita dan Laki-laki dalam
Film The Sound of Music” bertujuan untuk menemukan implikatur percakapan
yang timbul akibat pelanggaran prinsip percakapan dan menemukan perbedaan
tuturan antara tokoh wanita dan laki-laki. Dalam penelitiannya, peneliti
menemukan empat jenis implikatur, yakni implikatur representatif, implikatur
direktif, implikatur komisif, dan implikatur ekspresif. Selain itu, ditemukan
adanya perbedaan tuturan pada wanita dan laki-laki, yakni adanya question tag
yang berfungsi sebagai epistemic tag, facilitative tag, dan softening tag pada
wanita. Sementara pada laki-laki, question tag berfungsi sebagai challenging tag.
Penelitian ketiga dalam disertasi Rustono dengan judul “Implikatur
Percakapan sebagai Penunjang Pengungkapan Humor di dalam Wacana Humor
Verbal Lisan Berbahasa Indonesia”, peneliti memaparkan dan memberikan
argumen dalam penemuannya mengenai pelanggaran prinsip kerja sama Grice
yang menimbulkan implikatur. Pelanggaran kerja sama tersebut berupa maksim
ketimbangrasaan, kemurahatian, keperkenaan, kerendahatian, kesetujuan, dan
kesimpatian. Selain itu, peneliti juga menemukan implikatur berupa implikatur
representatif, implikatur direktif, implikatur evaluatif, implikatur komisif, dan
Tiga penelitian di atas merupakan penelitian terdahulu yang memiliki
keterkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan, yakni meneliti mengenai
implikatur. Berdasarkan judulnya, ketiga penelitian tersebut bersifat deskriptif
kualitatif dan berkaitan dengan teori pragmatik, dalam hal ini fenomena
implikatur. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mendeskripsikan implikatur yang
terdapat dalam pojok surat kabar KOMPAS edisi bulan Juli – September 2011,
sedangkan ketiga penelitian terdahulu, masing-masing peneliti menganalisis pada
tuturan dalam surat kabar, tuturan antara tokoh wanita dan laki-laki dalam film
The Sound of Music, dan wacana humor verbal lisan.
2.2 Kajian Pustaka 2.2.1 Pragmatik
Pragmatik merupakan salah satu cabang dari ilmu bahasa linguistik.
Berbeda dengan cabang ilmu bahasa fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik
yang mempelajari struktur bahasa secara internal, pragmatik mempelajari struktur
bahasa secara eksternal, yaitu bagaimana suatu kebahasaan itu digunakan dalam
komunikasi. Dengan kata lain, pragmatik memberikan penjelasan eksplisit
mengenai cara bagaimana dapat mengimplikasikan sesuatu.
Leech (1983, dalam Rahardi, 2003:10) menyatakan bahwa fonologi,
sintaksis, dan semantik merupakan bagian dari tata bahasa atau gramatika,
sedangkan pragmatik pada hakikatnya merupakan bagian dari pemakaian atau
penggunaan tata bahasa atau gramatika itu dalam aktivitas komunikasi yang
sesungguhnya. Yule (2006:3-4) mendefinisikan pragmatik ke dalam empat ruang
maksud penutur. Kedua, pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual.
Ketiga, pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang
disampaikan daripada yang dituturkan. Keempat, pragmatik adalah studi tentang
ungkapan dari jarak hubungan.
Pragmatik adalah ilmu yang mengkaji mengenai bahasa yang digunakan
dalam sebuah komunikasi, terutama dalam hubungannya dengan kalimat dan
konteks yang terjadi dalam sebuah percakapan, yaitu bagaimana seseorang dapat
menangkap maksud dari pembicara atau penutur dan dapat mengerti maksud apa
yang ingin disampaikan oleh pembicara atau penutur. Berikut adalah pengertian
pragmatik sesuai uraian tersebut. Pragmatics is the study of the use language in
communication, particularly the relationship between sentences and the context
and situations in which they are used (Richards, et al., 1985:225 dalam Rahardi,
2005:5). Sebagai contoh, perhatikan kalimat di bawah ini.
A: “Apakah SBY sudah memberikan santunan pada keluarga korban?” B: “(1) Beliau masih meminta laporan yang konkret.”
“(2) Tentu. Dan santunan itu telah diberikan oleh Beliau secara langsung kepada para korban.”
Dari kalimat di atas dapat diimplikasikan bahwa jawaban (B1)
mengandung makna SBY belum memberikan santunan karena masih menunggu
laporan mengenai situasi yang konkret. Dalam jawaban (B2) tidak terdapat
implikasi, karena pada (B2) menjawab dengan jelas bahwa SBY telah memberikan
santunan kepada keluarga korban.
Konsep lain yang dikemukakan oleh David R. dan Dowty (1981) dalam
langsung maupun tidak langsung, presuposisi, implikatur, entailment, dan
percakapan atau kegiatan konversasional antara penutur dan mitra tutur. Lebih
singkat, Levinson (1983) mendefinisikan pragmatik sebagai berikut: “Pragmatics
is the study of those relations between language and context that are
grammaticalized, or encoded in the structure of a language”. Jadi, pragmatik
adalah sebuah ilmu bahasa yang mempelajari mengenai tuturan dan konteks yang
tergramatisasi dan terkodifikasi dalam sebuah bahasa.
Dilihat dari objek kajiannya, ada tiga jenis orientasi pragmatik. Pertama,
pragmatik yang berorientasi pada teori tindak tutur yang dikemukakan oleh para
filsuf Amerika seperti Austin (1962), Searle (1969), dan Grice (1975). Objek
kajian pragmatik yang pertama antara lain jenis-jenis tindak tutur (speech act),
implikatur (implicature), praanggapan (presupposition), prinsip-prinsip
pertuturan, dan sebagainya. Pragmatik jenis ini disebut sosio-pragmatik (
socio-pragmatics) oleh Leech (1993:14).
Kedua, pragmatik yang berorientasi pada teori linguistik fungsional yang
dikemukakan oleh Mathesius (1975), Halliday (1972), dan Givon, (1983). Objek
kajian yang berorientasi pada teori fungsional ini antara lain status informasi
(informasi lama, informasi baru) dan urgensi informasi (tema, rema, latar depan,
latar belakang). Pragmatik jenis ini disebut sebagai pragmalinguistik (
pragma-linguistics) oleh Leech (1993:16) atau pragmatik tekstual (textual pragmatics)
oleh Givon (1983 dalam Baryadi, 2007:61).
Ketiga, pragmatik yang berorientasi pada teori tanda, yaitu deiksis (deixis)
akhirnya disatukan oleh Leech menjadi pragmatik umum (general pragmatics)
yang objek kajiannya adalah keseluruhan objek kajian dari ketiga jenis pragmatik
tersebut.
2.2.2 Fenomena-Fenomena Pragmatik
Studi mengenai pragmatik bertujuan untuk mengajak seseorang dalam
memahami tuturan orang lain saat berkomunikasi. Dalam berkomunikasi, secara
tidak sadar terkadang seseorang melakukan suatu fenomena kebahasaan yang
masih termasuk dalam ilmu studi pragmatik. Fenomena-fenomena pragmatik
dapat dilihat pada penjelasan di bawah ini.
2.2.2.1 Praanggapan (Presupposition)
Dalam berkomunikasi, terkadang seseorang menganggap informasi
tertentu sudah diketahui oleh pendengarnya. Oleh karena itu, informasi tertentu
yang sudah diketahui tersebut biasanya tidak akan dinyatakan.
Yule (2006:43) mendefinisikan praanggapan (presupposition) sebagai
suatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan
suatu tuturan. Dalam hal ini, penuturlah yang memiliki praanggapan, bukan
kalimatnya. Konsep lain datang dari Huang (2007:43) mendefinisikan presuposisi
sebagai berikut: “presupposition can be informally defined as an inference or
proposition whose truth is taken for granted in the utterance of a sentence”.
Berdasarkan uraian di atas mengenai praanggapan atau presuposisi, dapat
disimpulkan bahwa praanggapan merupakan suatu makna atau maksud tersirat
2.2.2.2 Tindak Tutur
Austin serta Searle (1975 dalam Nadar, 2009:14) membedakan tiga jenis
tindakan yang berkaitan dengan ujaran. Ketiga ujaran tersebut adalah tindak
lokusioner, tindak ilokusioner, dan tindak perlokusioner. Penjelasan mengenai
jenis-jenis tindakan tersebut telah peneliti rangkum sebagai berikut.
(1) Tindak lokusioner (locutionary) yaitu tindak mengucapkan sesuatu
dengan makna kata dan makna kalimat sesuai dengan makna kata di
dalam kamus (makna yang sesungguhnya) dan makna sintaksis
kalimat menurut kaidah sintaksisnya. Secara singkat, tujuan dari
tindak tutur ini untuk menyatakan sesuatu dan hanya bersifat
informatif.
Contoh:
(a) Anjing merupakan binatang mamalia.
(b) Kucing suka makan ikan.
(c) Jari tangan manusia berjumlah sepuluh.
(2) Tindak ilokusioner (illocutionary) yaitu tindak melakukan sesuatu.
Dalam hal ini dibicarakan mengenai maksud, fungsi, atau daya ujar
yang bersangkutan, serta bertanya “untuk apa ujaran itu dilakukan”
atau “apa tujuan dari ujaran itu. Secara singkat, tindak ilokusioner
adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu dan digunakan untuk
melakukan sesuatu.
(a) Tono, rambutmu sudah panjang.
Analisis: Dari segi lokusi, jika tuturan ini diucapkan oleh seorang
ibu kepada anaknya, tuturan ini mempunyai tujuan memberitahu
kepada Tono bahwa rambutnya sudah panjang. Dari segi ilokusi,
tuturan ini mempunyai tujuan agar Tono memangkas
rambutnya karena sudah panjang.
(b) Seminggu lagi kita akan menghadapi ujian, lho.
Analisis: Dari segi lokusi, jika tuturan ini diucapkan oleh seorang
guru kepada murid-muridnya, tuturan ini bertujuan untuk
memberitahu bahwa seminggu lagi ujian akan dimulai. Namun,
secara ilokusi, tuturan ini memiliki tujuan agar murid-murid belajar karena ujian sudah hampir tiba.
(c) Awas, ada anjing!
Analisisnya: Dari segi lokusi tuturan tersebut memiliki tujuan
memberikan informasi bahwa di tempat tersebut ada anjing. Dari
segi ilokusi, tuturan tersebut memiliki tujuan agar orang yang jalan di sekitar tempat itu untuk berhati-hati atau memilih jalan lain karena ada anjing.
(3) Tindak perlokusioner (perlocutionary) yaitu tindak yang mengacu
pada efek yang dihasilkan penutur dengan mengatakan sesuatu.
Dengan kata lain, suatu tuturan yang dapat memberikan efek bagi
yang mendengarnya.
(a) Tono, tulisanmu bagus sekali.
Analisis: Dari segi ilokusi, tuturan ini bisa berarti pujian atau
mengejek. Pujian jika memang benar tulisannya itu bagus,
sehingga Tono akan merasa senang. Tetapi, akan menjadi ejekan apabila tulisannya itu tidak bagus, sehingga Tono akan merasa sedih atau malu. Efek senang dan sedih itulah yang disebut sebagai perlokusi.
(b) Kemarin ibu aku sakit.
Analisisnya: Tuturan ini diucapkan oleh Adi karena tidak dapat
menghadiri undangan temannya. Dari segi ilokusi, tuturan ini
memiliki makna untuk meminta maaf secara tidak langsung. Dari
segi perlokusi, memiliki maksud agar orang yang
mengundangnya harap maklum dengan keadaan tersebut (turut simpati).
(c) Aku sedang lelah.
Analisisnya: Bayu meminta tolong kepada temannya untuk
membantu mengerjakan tugas. Dari segi ilokusi, tuturan tersebut
bertujuan untuk memberitahu bahwa yang dimintai tolong sedang
lelah. Dari segi perlokusi, diharapkan Bayu tidak jadi meminta tolong untuk membantu mengerjakan tugasnya.
Berdasarkan pada ketiga tindak tutur di atas, Searle mengembangkan teori
(Yule, 2006:92) mengklasifikasikan tindak tutur berdasarkan fungsinya ke dalam
lima macam, yakni deklarasi, representatif, ekspresif, direktif, dan komisif.
(a) Deklarasi adalah jenis tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya
untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru.
Tindak tutur ini disebut juga tindak tutur isbati. Yang termasuk dalam
tindak tutur jenis ini adalah tuturan dengan maksud memutuskan,
membatalkan, mengabulkan, mengizinkan, menggolongkan,
mengangkat, dan memaafkan.
Contoh:
(i) Saya memutuskan untuk melanjutkan kuliah S2 di bidang
Linguistik tuturan memutuskan.
(ii) Ayah tidak jadi membelikan adik sepeda terbaru tuturan
membatalkan.
(b) Representatif adalah jenis tindak tutur yang menyatakan apa yang
diyakini penutur kasus atau bukan. Tindak tutur jenis ini disebut juga
tindak tutur asertif. Yang termasuk tindak tutur jenis ini adalah tuturan
mengungkapkan, mengakui, menuntut, menunjukkan, menyebutkan,
memberikan kesaksian, melaporkan, dan sebagainya.
Contoh:
(i) Tina selalu unggul di kelasnya.
Analisisnya: Kalimat pernyataan di atas menjadi tanggung jawab
kelasnya. Hal ini dibuktikan dengan Tina yang selalu mendapat
nilai bagus di kelas.
(ii) Bapak Gubernur telah meresmikan Gedung Olah Raga itu pada
tanggal 30 Juni 2011.
Analisisnya: Bapak Gubernur memang telah meresmikan Gedung
Olah Raga tersebut. Ini bisa dibuktikan dengan penutur yang
berada di lokasi saat peresmian gedung tersebut.
(c) Ekspresif adalah jenis tindak tutur untuk menyatakan sesuatu yang
dirasakan oleh penutur. Tindak tutur ini disebut juga tindak tutur
evaluatif. Yang termasuk dalam tindak tutur ini adalah jenis tuturan
dengan maksud mengucapkan terima kasih, mengeluh, mengucapkan
selamat, menyanjung, memuji, menyalahkan, mengkritik, dan
sebagainya. Tindak tutur itu mencerminkan pernyataan-pernyataan
psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan,
kesukaan, kebencian, kesenangan, kesengsaraan, dan lain sebagainya.
Contoh:
(i) Sudah kerja keras siang dan malam, tapi hasilnya tetap saja tidak
dapat untuk mencukupi kebutuhan tuturan mengeluh.
(ii) Semua ini gara-gara Yono, kelompok kita didiskualifikasi dari
lomba ini! tuturan menyalahkan.
(d) Direktif adalah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk
menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Tindak tutur ini disebut juga
antara lain, tuturan dengan maksud meminta, mengajak, memaksa,
menyarankan, mendesak, menyuruh, menagih, memerintah,
menantang, dan memberikan aba-aba.
Contoh:
(i) Mana, katanya mau traktir aku, nih tuturan menagih.
(ii) Belok kiri ikuti isyarat lampu lalu lintas memberikan aba-aba.
(e) Komisif adalah jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk
mengikatkan dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan
datang. Tindak tutur ini dapat berupa tuturan dengan maksud
mengucapkan sumpah, berjanji, mengancam, menyatakan
kesanggupan, dan berkaul.
Contoh:
(i) Jika nanti sore tidak hujan, saya akan main ke rumah Danang
tuturan berjanji.
(ii) Kalau kamu tidak mendengarkan kata ibumu, lihat saja nanti
tuturan mengancam.
Tabel 2.1 Lima Fungsi Tindak Tutur Searle
Tindak Tutur Arah Penyesuaian P= penutur
X= situasi
Deklarasi Kata mengubah dunia P menyebabkan X
Representatif Kata disesuaikan dengan dunia P meyakini X
Ekspresif Kata disesuaikan dengan dunia P merasakan X
Direktif Dunia disesuaikan dengan kata P menginginkan X
2.2.2.3 Kesantunan Berbahasa
Dalam berkomunikasi, akan lebih mudah dan nyaman untuk diterima
apabila penutur menggunakan kaidah berbahasa yang baik dan benar. Ada yang
mengatakan bahwa bahasa merupakan cerminan pribadi dari seseorang. Oleh
karena itu, seandainya penutur menggunakan bahasa yang sopan dan santun saat
berkomunikasi, tidak peduli pada usia di bawah atau di atasnya, maka akan
tercipta komunikasi yang baik dan mudah untuk diterima tanpa menimbulkan
kekacauan.
Yule (2006:104) menjelaskan bahwa sudah lazimnya apabila kita
memperlakukan kesopanan sebagai suatu konsep yang tegas, seperti gagasan atau
etiket yang terdapat dalam budaya. Kesopanan dalam suatu komunikasi
didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan agar lebih
enak untuk diterima.
Fraser (1990) menunjukkan adanya empat macam pandangan terkait
kesantunan berbahasa mayarakat dalam kehidupan sehari-hari. Pertama,
pandangan kesantunan yang berkaitan dengan norma-norma sosial (the
social-norm view). Kedua, pandangan kesantunan sebagai maksim percakapan
(conversational maxim) dan sebagai sebuah upaya penyelamatan muka
(face-saving). Ketiga, kesantunan berbahasa sebagai tindakan untuk memenuhi
persyaratan agar terpenuhinya sebuah fakta kontrak percakapan (conversation
contract). Keempat, kesantunan berbahasa dipandang sebagai sebuah indeks sosial
Rustono (1997:71) mengemukakan teori kesantunan yang lebih difokuskan
pada prinsip kesantunan (politeness principle), yakni yang mencakup sejumlah
bidal atau pepatah yang berisi nasehat yang harus dipatuhi oleh penutur agar
tuturan lebih santun. Bidal-bidal tersebut adalah: biaya (cost) dan keuntungan
(benefit), celaan atau penjelekan (dispraise) dan pujian (praise), kesetujuan
(agreement), serta kesimpatian dan keantipatian (simpathy/antipathy).
Agar pesan dari penutur dapat sampai dengan baik kepada mitra tutur,
maka diperlukan prinsip-prinsip kerjasama. Grice (1975) mengelompokkan
prinsip-prinsip kerjasama dalam empat maksim, yakni: maksim kuantitas (the
maxim of quantity), maksim kualitas (the maxim of quantity), maksim relevansi
(the maxim of relevance), dan maksim pelaksanaan (the maxim of manner).
Konsep lain mengenai prinsip kesantunan juga dicetuskan oleh Leech (1983) yang
mengelompokkannya ke dalam enam maksim, yakni: maksim kebijaksanaan,
maksim kedermawanan, maksim penghargaan, maksim kesederhanaa, maksim
pemufakatan, dan maksim simpati (Rahardi, 2005:59-60).
Sementara itu, Brown dan Levinson (1978) mengemukakan mengenai
kesantunan berbahasa yang menyangkut lima strategi, yakni: (1) melakukan
tindak tutur secara apa adanya, tanpa basa-basi, dengan mematuhi prinsip
kerjasama Grice; (2) melakukan tindak tutur dengan kesantunan positif; (3)
melakukan tindak tutur dengan kesantunan negatif; (4) melakukan tindak tutur
secara off record; dan (5) tidak melakukan tindak tutur atau diam saja (Rustono,
2.2.2.4 Ketidaksantunan Berbahasa
Ketidaksantunan berbahasa merupakan salah satu dari lima fenomena
pragmatik. Pandangan mengenai ketidaksantunan berbahasa oleh Mariam A.
Locher (2008:3) dipahami sebagai berikut, “... a behaviour that is face
-aggravating in a particular context”. Dapat disimpulkan, ketidaksantunan
berbahasa menunjuk pada perilaku penutur yang tidak “mengindahkan” muka
(face-aggravating) pada situasi tertentu.
Dalam pandangan Bousfield (Bousfield & Mariam A. Locher, 2008:3),
ketidaksantunan berbahasa dipahami sebagai berikut, “the issuing of intentionally
gratuitous and conflictive face-threatening acts (FTAs) that are purposefully
performed”. Sementara itu, Culpeper Bousfield (Bousfield & Mariam A. Locher,
2008:3) memahami ketidaksantunan berbahasa sebagai “impoliteness, as I would
define it, involves communicative behaviour intending to cause the “faces loss” of
a target or perceived by the target to be so”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa teori ketidaksantunan berbahasa adalah
suatu perilaku dalam tuturan yang menimbulkan efek negatif bagi mitra tuturnya.
Efek tersebut karena tidak digunakannya prinsip-prinsip kesantunan dalam
berbahasa.
2.2.2.5 Deiksis
Penafsiran seseorang mengenai suatu ujaran tergantung pada konteks,
maksud penutur, dan ungkapan-ungkapan yang ditunjukkan melalui bahasa.
Keberhasilan seseorang dalam berkomunikasi tergantung pada pemahaman
Deiksis merupakan istilah teknis dari bahasa Yunani yang berarti
penunjukkan melalui bahasa. Deiksis mengacu pada bentuk yang terkait dengan
konteks penutur (Yule, 2006:13-14). Konsep lain mengenai deiksis oleh Nadar
(2009:54-55), yaitu seorang penutur yang berbicara mengenai laan tuturnya
seringkali menggunakan kata-kata yang menunjuk baik pada orang, tempat, atau
waktu. Levinson (1983:62) menyebutkan bahwa deiksis diklasifikasikan menjadi
tiga jenis, yakni deiksis persona, deiksis ruang, dan deiksis waktu. Nababan
(1995:40) mengklasifikasikan deiksis ke dalam lima macam, yakni: deiksis
persona, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial.
Jadi, deiksis merupakan penunjukkan melalui bahasa mengenai tuturan
untuk menyampaikan maksud atau pesan kepada mitra tutur.
2.2.3 Implikatur sebagai Fenomena Pragmatik
Dalam teori implikatur akan dijelaskan bagaimana seseorang
mempergunakan suatu tuturan. Sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi
atau pernyataan yang bukan merupakan bagian dari tuturan yang bersangkutan.
Proposisi yang diimplikasikan itu disebut implikatur (Wijana, 1996:36-37).
Istilah implikatur (implicature) digunakan oleh Grice untuk menjelaskan
apa yang mungkin diartikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur yang
berbeda dengan apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur (Brown dan Yule,
1996:31). Nababan (1987:28) menyatakan bahwa implikatur berkaitan erat dengan
Levinson (dalam Rani, dkk., 2006:173) mengemukakan ada empat
kegunaan konsep implikatur, yaitu:
(a) Dapat memberikan penjelasan makna atau fakta-fakta yang tidak
terjangkau oleh teori linguistik.
(b) Dapat memberikan suatu penjelasan yang tegas tentang perbedaan
lahiriah dari yang dimaksud si pemakai bahasa.
(c) Dapat memberikan pemerian semantik yang sederhana tentang
hubungan klausa yang dihubungkan dengan kata penghubung yang
sama.
(d) Dapat memberikan berbagai fakta yang secara lahiriah kelihatan tidak
berkaitan, malah berlawanan (seperti metafora).
Berdasarkan penjelasan mengenai implikatur di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa implikatur adalah sebuah kajian yang berusaha untuk
menemukan maksud dari sebuah ujaran yang dinyatakan secara implisit oleh
penutur.
2.2.3.1 Implikatur Konvensional
Implikatur konvensional merupakan implikatur yang ditentukan oleh arti
konvensional kata-kata yang digunakan (Grice, 1975 dalam Rani, 2006:171-182).
Menurut Yule (2006:78) implikatur konvensional tidak didasarkan pada prinsip
kerjasama atau maksim-maksim. Sementara itu, Lusia (2011:29) memahami
implikatur konvensional memiliki makna yang bersifat lebih lama, tidak seperti
yang hanya ada saat terjadi percakapan pada situasi tertentu. Secara singkat,
implikatur konvensional adalah sebuah tuturan yang memiliki arti paten pada
suatu daerah tertentu.
Agar dapat memahami implikatur konvensional, perhatikan contoh di
bawah ini:
(a) Si Tigor orang Medan, jadi nada bicaranya seperti orang
marah-marah.
(b) Masih cukup banyak masyarakat Indonesia yang tinggal di pedalaman
mengalami buta aksara.
Implikatur tuturan (a) menyatakan bahwa nada bicara Tigor seperti orang
yang sedang marah merupakan konsekuensinya sebagai orang Medan. Jika Tigor
bukan orang Medan, tentu tuturan tersebut tidak berimplikatur bahwa nada bicara
Tigor seperti orang marah karena ia orang Medan. Pada tuturan (b) menyatakan
bahwa masih cukup banyak masyarakat Indonesia yang tinggal di pedalaman
belum bisa membaca dan menulis. Buta aksara sudah diketahui maknanya oleh
masyarakat sebagai belum bisa membaca dan menulis.
2.2.3.2 Implikatur Non-konvensional/Implikatur Percakapan
Implikatur percakapan memiliki lebih banyak pengertian dan makna. Oleh
sebab itu, pemahaman terhadap sesuatu yang dimaksudkan sangat bergantung
pada konteks (situasi) terjadinya percapakan. Implikatur percakapan ini hanya
memiliki makna yang temporer, yaitu makna yang hanya terjadi ketika
Dalam suatu dialog, sering terjadi bahwa seorang penutur tidak
mengutarakan maksudnya secara langsung. Hal yang ingin diucapkan justru
“disembunyikan” atau diucapkan secara tidak langsung. Perhatikan contoh
berikut.
(c) P1: “Selamat siang, Pak! Apakah Bapak puas dengan pelayanan kami semalam?”
P2: “Ya, saya sangat puas.”
Percakapan di atas terjadi antara P1 dan P2 pada sebuah bagian reservasi di
hotel. P1 menanyakan pada mitra tuturnya (P2) mengenai kepuasan menikmati
layanan di hotel. Dikatakan memiliki makna yang temporer karena peristiwa ini
hanya terjadi saat itu, pada orang yang mengalami, dan di tempat terjadinya
peristiwa itu. Jika tuturan tersebut diulang, maka maksud yang ingin disampaikan
tidak akan sama seperti saat tuturan tersebut diungkapkan di hotel.
Implikatur percakapan merupakan implikasi pragmatis yang terdapat di
dalam percakapan yang timbul sebagai terjadinya pelanggaran prinsip percakapan.
Menurut Grice (1975:43) dan Gazdar (1979:38), implikatur percakapan adalah
pernyataan implikatif, yakni apa yang mungkin diartikan, disiratkan, atau
dimaksudkan oleh penutur, berbeda dari apa yang dikatakan dalam ucapannya.
Sementara itu, Purwo (1990:20) menyatakan bahwa implikatur percakapan adalah
hubungan atau keterkaitan antartuturan penutur dengan mitra tutur yang
maknanya tidak terungkap secara literalpada tuturan itu sendiri.
Pandangan lain mengenai implikatur percakapan oleh Grice (1975 dalam
prinsip kerjasama atau kesepakatan bersama, yakni bahwa hal yang dibicarakan
oleh partisipan harus saling terkait.
Yule (2006:70-75) menjelaskan bahwa implikatur percakapan dibagi
menjadi dua macam, yakni implikatur percakapan umum dan implikatur
percakapan khusus. Implikatur percakapan umum adalah implikatur yang
memperhitungkan makna tambahan. Implikatur percakapan khusus adalah
percakapan yang terjadi dalam konteks yang sangat khusus di mana pembaca
mengasumsikan informasi secara lokal.
Selain itu, ada juga implikatur percakapan berskala yang masih termasuk
dalam implikatur percakapan umum. Implikatur percakapan berskala
memperhitungkan sebuah kata yang mengandung skala jumlah atau kjuantitas,
karena penggunaannya akan mempengaruhi maksud yang dituturkan. Skala nilai
adalah tingkatan kuantitas yang dilambangkan oleh sebuah kata seperti, semua,
banyak, sebagian besar, beberapa, sedikit, dan lain sebagainya. Perhatikan contoh
di bawah ini.
(d) Dea sedang memilih beberapa jenis kain untuk dijadikan baju.
(e) Semua mahasiswa PBSI angkatan 2008 harus lulus pada bulan Mei 2015.
Implikatur percakapan berskala dalam tuturan (d) ditandai dengan adanya
penggunaan kata beberapa yang berarti kain yang akan dipilih Dea tidak lebih
dari kata banyak. Implikaturnya adalah, kain yang akan dibeli Dea tidak banyak.
Kemudian dala tuturan (e) menggunakan kata semua. Penutur ingin mengatakan
2.2.4 Konteks
Dalam memahami suatu ujaran yang dikatakan seseorang, pendengar, atau
pembaca diperlukan adanya konteks untuk menjelaskan atau mengartikan dari
ujaran atau pernyataan seseorang. Teks, konteks, dan wacana merupakan satu
kesatuan yang tak dapat dipisahkan, karena bahasa selalu berada dalam konteks,
dan tidak ada tindakan komunikasi tanpa partisipan, interteks, situasi, dan
sebagainya (Eriyanto, 2009:9).
Dalam buku yang berjudul Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk
Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing oleh Sobur,
menerangkan bahwa konteks memasukkan semua situasi dan hal yang berada di
luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa,
situasi di mana teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan lain
sebagainya. Mey (1994:39) mengartikan:
“... context is more than a matter of reference and for understanding what
things are about, practically speaking. Context is also what gives our utterances
their deeper meaning”.
Jadi, konteks menjadi suatu “alat” yang penting dalam sebuah tuturan,
karena konteks dapat memberikan arti yang lebih dari sekadar tuturannya. Melalui
konteks, sebuah tuturan dapat memberikan arti yang lebih jelas.
Verschueren (1998:76) menyebutkan empat dimensi konteks yang sangat
mendasar dalam memahami makna sebuah tuturan. Apa yang disampaikan oleh
tersebut yaitu: (a) linguistic context (konteks linguistik), (b) physical world of the
utterance (latar belakang fisik), (c) social world of the utterance (latar belakang
sosial), dan (d) mental world of the utterance (latar belakang mental).
Malinowsky pada tahun 1932, berbicara mengenai konteks yang
berdimensi situasi (context situation). Malinowsky menggatakan (mengutip dari
Vershueren, 1998:75) konteks sebagai: “exactly as in the reality of spoken or
written languages, a word without linguistucs context is a mere figment and
stands for nothing by itself, so in the reality of a spoken living tongue, the
utterance has no meaning except in the context situation”. Jadi dapat disimpulkan
bahwa dengan adanya konteks situasi menjadi suatu yang mutlak dalam sebuah
tuturan agar tuturan tersebut benar-benar bermakna.
Leech (1983) menjelaskan bahwa dalam suatu tuturan mengandung
beberapa aspek. Leech membaginya ke dalam lima aspek tutur (speech situation).
Kelima aspek tersebut adalah:
(1) Speaker and Hearer (penutur dan pedengar), aspek ini dikatakan
berdekatan dengan dimensi usia, jenis kelamin, latar belakang
pendidikan, latar belakang kultur, latar belakang sosial, latar belakang
ekonomi, dan jugha latar belakang fisik, psikis atau mental.
(2) Setting (Latar), pada aspek kedua ini mencakup sejumlah seting waktu
dan tempat (spasio-temporal setting) bagi terjadinya sebuah
pertuturan. Aspek waktu, tempat, dan fisik serta aspek-aspek sosial
(3) Tujuan tuturan. Sebuah tuturan akan selalu mengandung maksud dan
tujuannya. Jadi, dalam prgamatik, bertutur selalu berorientasi pada
tujuan dan maksud.
(4) Tindak verbal (verbal acts). Inilah yang menjadi titik fokus pada
kajian pragmatik. Seperti yang disampaikan oleh Leech (1983) bahwa
tuturan itu harus selalu dianggap sebagai tindak verbal.
(5) Produk tindak verbal. Dalam hal ini, sebuah tuturan dapat
mempengaruhi lawan tutur untuk melakukan sesuatu melalui ujaran
yang disampaikan oleh penutur.
Dell Hymes dalam Nababan (1991:7) lebih terperinci menjelaskan
mengenai konteks wacana atau konteks komunikasi. Hymes mengartikan konteks
komunikasi sebagai unsur-unsur nonverbal yang mempengaruhi suatu proses
komunikasi. Unsur-unsur tersebut dikenal dengan singkatan SPEAKING, yang
meliputi:
(1) Setting and scene, yaitu latar dan suasana.
(2) Participants (peserta tuturan), yaitu orang-orang yang terlibat dalam percakapan, baik langsung maupun tidak langsung.
(3) Ends (hasil), yaitu hasil atau tanggapan dari suatu pembicaraan yang memang diharapkan oleh penutur (ends as outcomes) dan tujuann
akhir pembicaraan itu sendiri (ends in views goals).
(5) Key meliputi cara, nada, sikap, atau semangat dalam melakukan percakapan. Semangat percakapan antara lain: serius, santai, akrab,
dan laion sebagainya.
(6) Instrumentalities (sarana) yaitu sarana percakapan, maksudnya dengan media apa percakapan tersebut disampaikan.
(7) Norms (norma) menunjuk pada norma atau aturan yang membatasi percakapan.
(8) Genres (jenis) yaitu jenis atau bentuk wacana.
Jadi, secara ringkas dapat dikatakan bahwa konteks dapat memberikan arti
yang lebih dalam akan suatu hal daripada hanya mendengar atau membaca dari
tuturannya saja. Konteks dapat menjelaskan suatu ujaran dengan lebih terperinci.
2.2.5 Pojok
Pojok adalah lajur di sudut surat kabar tempat karangan pendek, berisikan
hal-hal yang humoris, tetapi mengandung kritik atau sindiran (KBBI, 2008:1087).
Pojok merupakan salah satu rubrik yang ditempatkan atau diletakkan pada sudut
kanan atau bawah, tetapi ada juga yang ditulis pada sisi bawah kiri atau kanan.
Menurut Umi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pojok adalah
sudut, penjuru, tempat pertemuan dua garis; lajur di sudut surat kabar tempat
tulisan singkat dan padat.
Menurut Naomi (1996:287), pojok merupakan jendelanya sebuah
penerbitan. Pojok memiliki dua karakteristik, yaitu (1) umumnya tidak memiliki
kesan sebagai suara pinggiran atau arus bawah dalam sebuah media cetak (koran),
sebab ruangnya yang kecil dan tema-tema tidak penting yang kadang diangkatnya.
Pojok merupakan ide yang dicetuskan oleh redaksi surat kabar dan
biasanya akan diberikan nama tertentu untuk pojok tersebut. Pemberian nama
untuk pojok bertujuan sebagai penanda atau ikon dalam surat kabar. Pojok yang
terdapat dalam surat kabar berisi kritik, fakta, ataupun opini mengenai sebuah
peristiwa atau kejadian yang berkembang pada saat itu. Pemilihan kata yang
digunakan untuk membuat pojok antara media cetak (koran) yang satu dan yang
lainnya berbeda. Dari rangkaian kata yang mudah dipahami hingga yang
rangkaian kata di mana pembaca harus membuka kamus untuk mengerti artinya.
Pemberian nama untuk kolom pojok juga berbeda, sebagai contoh: Rehat untuk
harian umum Republika, Mang Usil untuk surat kabar KOMPAS, Mat Cawang
untuk harian umum Sinar Harapan, Mr. Pecut untuk Jawa Pos, Nuwun Sewu
untuk surat kabar SOLOPOS, Sirpong untuk surat kabar Suara Merdeka, dan lain
sebagainya.
Persamaan antara kolom pojok yang satu dengan yang lainnya terletak
pada gaya bahasa yang digunakan, yakni berupa sindiran dan makna yang
dihasilkan berupa kritik, saran, atau hanya sekadar informasi. Pojok merupakan
seruan kritik atau opini di mana penyampaiannya dikemas secara singkat.
2.2.6 Surat Kabar
Surat kabar adalah lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan berita dan
sebagainya, koran (KBBI, 2005:1109). Surat kabar adalah pemberitaan tercetak
Berdasarkan terbitnya, surat kabar dibagi menjadi dua, yaitu surat kabar
harian dan surat kabar mingguan. Surat kabar harian adalah surat kabar yang terbit
setiap hari, sedangkan surat kabar mingguan adalah surat kabar yang terbit
seminggu sekali.
Berdasarkan peredarannya, surat kabar dibagi menjadi dua, yaitu surat
kabar lokal dan surat kabar nasional. Surat kabar lokal adalah surat kabar yang
hanya diterbitkan pada daerah tertentu saja, sedangkan surat kabar nasional adalah
surat kabar yang diedarkan secara luas hingga ke penjuru tanah air.
Surat kabar memiliki tiga tujuan, yaitu: (a) memberikan berita kepada para
pembaca, kapan saja dan di mana saja; (b) surat kabar berusaha mengartikan
sebuah berita dengan memberikan ulasan, pendapat orang terkait, dan
menjabarkan fakta-fakta; dan (c) surat kabar juga bertujuan untuk memberikan
hiburan kepada para pembacanya, seperti gambar-gambar, karikatur, dan cerita
yang menarik.
2.3 Kerangka Berpikir
Berdasarkan perincian teori di atas, peneliti menyusun kerangka berpikir
sebagai dasar untuk memudahkan dalam mengklasifikasikan dan menganalisis
rumusan masalahnya. Penelitian ini meneliti pojok yang terdapat di dalam surat
kabar KOMPAS edisi Juli – September 2014.
Fenomena yang terdapat dalam ilmu pragmatik terdiri dari: praanggapan
(presupposition), tindak tutur (speech act), kesantunan berbahasa (politeness
dan implikatur (