• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implikatur pojok Mang Usil dalam Surat Kabar Kompas edisi Juli - September 2011.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implikatur pojok Mang Usil dalam Surat Kabar Kompas edisi Juli - September 2011."

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Radeani, Chyntia. 2015. Implikatur Pojok Mang Usil dalam Surat Kabar KOMPAS Edisi Juli September 2011. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, Universitas Sanata Dharma.

Percakapan dapat berjalan dengan baik dan lancar jika penutur dan mitra tutur memiliki latar belakang pemahaman yang sama terhadap pokok pembicaraannya. Penelitian ini menjawab dua masalah, yakni (1) bagaimana wujud implikatur yang terdapat dalam wacana pojok surat kabar KOMPAS edisi Juli – September 2011? dan (2) apakah maksud implikatur yang terdapat dalam wacana pojok surat kabar KOMPAS edisi Juli – September 2011? Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah tindak tutur yang dikemukakan oleh Searle (1975), yakni tindak tutur deklaratif, representatif, ekspresif, direktif, dan komisif. Kelima tindak tutur tersebut itulah yang nantinya akan menjadi pendukung untuk menganalisis wujud dan maksud implikatur.

Berdasarkan metode yang digunakan, penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data dan data penelitian ini adalah surat kabar KOMPAS yang terbit pada bulan Juli – September 2011. Data penelitian ini berupa tuturan tertulis yang terdapat dalam wacana pojok Mang Usil yang muncul setiap hari Senin – Sabtu.

(2)

ABSTRACT

Radeani, Chyntia. 2015. The Implicature of Mang Usil Column in KOMPAS Newspaper Periode July September 2011. Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, Sanata Dharma University.

The communication will going well and smooth if speaker and hearer have the same background understanding of the main matter. This study is to answer on two problems, namely: (1) how the implicature form used in Mang Usil Column KOMPAS Neswpaper Edition July – September 2011? and (2) what is the implicature purpose contained in KOMPAS Newspaper Edition July – September 2011? The theories used in this study are speech act theory stated by Searle (1975), namely declarative speech act, representative speech act, expressive speech act, directive speech act, and commisive speech act. That five speech acts will support to analyzing implicature form and implicature purpose.

Based on the methods, this study is included to the qualitative descriptive research. The data source and the data research are from KOMPAS Newspaper Edition July – September 2011. The data research are 91 Mang Usil words which is printed every Monday – Saturday.

(3)

IMPLIKATUR POJOK MANG USIL DALAM SURAT KABAR KOMPAS EDISI JULI – SEPTEMBER 2011

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Disusun oleh: Chyntia Radeani

08 1224 076

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i

IMPLIKATUR POJOK MANG USIL DALAM SURAT KABAR KOMPAS EDISI JULI – SEPTEMBER 2011

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Disusun oleh: Chyntia Radeani

08 1224 076

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)

ii

IMPLIKATUR POJOK MANG USIL DALAM SURAT KABAR KOMPAS EDISI JULI – SEPTEMBER 2011

Oleh:

Chyntia Radeani

08 1224 076

Telah disetujui oleh:

Pembimbing I

Prof. Dr. Pranowo, M.Pd. Pada tanggal: 29 April 2015

Pembimbing II

(6)

iii

SKRIPSI

IMPLIKATUR POJOK MANG USIL DALAM SURAT KABAR KOMPAS EDISI JULI – SEPTEMBER 2011

Dipersiapkan dan disusun oleh: Chyntia Radeani

08 1224 076

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 11 Mei 2015

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

SUSUNAN PANITIA PENGUJI

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd. ... Sekretaris : Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. ...

Anggota : Prof. Dr. Pranowo, M.Pd. ...

Anggota : Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. ... Anggota : Dr. B. Widharyanto, M.Pd. ...

Yogyakarta, 11 Mei 2015

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

(7)

iv

MOTTO

“ ... mataMu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitabMu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya.”

( Mazmur 139: 16 )

“In the middle of every difficulty lies opportunity”

(8)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Tanda bakti untuk kakek dan nenekku tercinta

Untuk calon pendamping yang selalu ada setiap waktu

Dan untuk para pejuang pendidikan yang tak pernah lelah berkorban

(9)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan di dalam daftar pustaka sebagaimana layaknya penulisan karya ilmiah.

Yogyakarta, 24 Maret 2015

Penulis,

(10)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Chyntia Radeani

Nomor Induk Mahasiswa : 08 1224 076

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan karya ilmiah kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang berjudul:

IMPLIKATUR POJOK MANG USIL DALAM SURAT KABAR KOMPAS EDISI JULI – SEPTEMBER 2011

Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 24 Maret 2015

(11)

viii

ABSTRAK

Radeani, Chyntia. 2015. Implikatur Pojok Mang Usil dalam Surat Kabar KOMPAS Edisi Juli September 2011. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, Universitas Sanata Dharma.

Percakapan dapat berjalan dengan baik dan lancar jika penutur dan mitra tutur memiliki latar belakang pemahaman yang sama terhadap pokok pembicaraannya. Penelitian ini menjawab dua masalah, yakni (1) bagaimana wujud implikatur yang terdapat dalam wacana pojok surat kabar KOMPAS edisi Juli – September 2011? dan (2) apakah maksud implikatur yang terdapat dalam wacana pojok surat kabar KOMPAS edisi Juli – September 2011? Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah tindak tutur yang dikemukakan oleh Searle (1975), yakni tindak tutur deklaratif, representatif, ekspresif, direktif, dan komisif. Kelima tindak tutur tersebut itulah yang nantinya akan menjadi pendukung untuk menganalisis wujud dan maksud implikatur.

Berdasarkan metode yang digunakan, penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data dan data penelitian ini adalah surat kabar KOMPAS yang terbit pada bulan Juli – September 2011. Data penelitian ini berupa tuturan tertulis yang terdapat dalam wacana pojok Mang Usil yang muncul setiap hari Senin – Sabtu.

(12)

ABSTRACT

Radeani, Chyntia. 2015. The Implicature of Mang Usil Column in KOMPAS Newspaper Periode July September 2011. Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, Sanata Dharma University.

The communication will going well and smooth if speaker and hearer have the same background understanding of the main matter. This study is to answer on two problems, namely: (1) how the implicature form used in Mang Usil Column KOMPAS Neswpaper Edition July – September 2011? and (2) what is the implicature purpose contained in KOMPAS Newspaper Edition July – September 2011? The theories used in this study are speech act theory stated by Searle (1975), namely declarative speech act, representative speech act, expressive speech act, directive speech act, and commisive speech act. That five speech acts will support to analyzing implicature form and implicature purpose.

Based on the methods, this study is included to the qualitative descriptive research. The data source and the data research are from KOMPAS Newspaper Edition July – September 2011. The data research are 91 Mang Usil words which is printed every Monday – Saturday.

According to the problems formulation above, the result of this study are first, the Mang Usil word data implicature form is a speech act. The researcher found three the implicature forms, namely: (1) representative implicature, (2) expressive implicature, and (3) directive implicature. Second, the researcher found fourteen implicature purposes, namely: (1) speculating, (2) giving witnesseth, (3) confessing, (4) indicating, (5) reporting, (6) revealing, (7) declaring, (8) criticism, (9) complaining, (10) congratulationing, (11) giving praise, (12) giving suggestion, (13) inviting, and (14) requiring.

(13)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria Penolong Abadi, karena rahmat dan berkat-Nya telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul Implikatur Pojok Mang Usil dalam Surat Kabar Kompas Edisi Juli September 2011”, penulis susun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, yaitu:

1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Univeritas Sanata Dharma.

2. Ibu Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd., selaku Kaprodi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, selama ini menjadi Pembimbing Akdemik yang baik.

3. Bapak Prof. Dr. Pranowo, M.Pd., selaku dosen pembimbing skripsi I yang sabar dan selalu mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi.

4. Bapak Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku dosen pembimbing skripsi II yang terus memberikan semangat dan masukan kepada penulis untuk meyelesaikan skripsi.

5. Robertus Marsidiq, selaku staf Sekretariat Program Studi PBSI yang turut membantu kelancaran skripsi ini.

6. Ibu Agnes Lusia Budi Asri, Bapak Ant. Irianto Sukendar, dan Bapak Ag. Sariyanta, selaku staf Dekanat FKIP yang dengan tulus memberikan izin tidak masuk kerja bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Segenap dosen PBSI yang selama ini telah membagi ilmu dan pengalaman kepada penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma. 8. Kakek dan Nenek penulis (Bapak Tan Ik Djoen dan Ibu Kusiyem) yang selalu

sabar dan tidak pernah lelah untuk mendukung dan memanjatkan doa bagi penulis.

(14)

9. Kedua kakak penulis, Titin Supriyatin dan Slamet Susanto, terima kasih atas dukungan dan doanya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 10. Yohanes Galih Ari Pinundhi, terima kasih telah menjadi teman yang begitu

setia hingga detik ini. Terima kasih atas bantuan, dukungan, doa, serta kesabarannya selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

11. Maria Ika Noventin Andriasari, terima kasih untuk waktunya selama menjadi teman di kos Grinjing 5a, serta untuk semua teman kos Grinjing 5a yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

12. Teman-teman PBSI yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas kerjasamanya selama menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang secara langsung atau tidak langsung telah membantu. Semoga kebaikan dan doa yang dipanjatkan untuk penulis mendapatkan balasan yang setimpal dari Tuhan Yesus Kristus.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini jauh dari sempurna. Walaupun demikian, besar harapan penulis bahwa penelitian ini berguna dan menjadi inspirasi bagi peneliti selanjutnya.

Yogyakarta, 20 Maret 2015

Penulis

Chyntia Radeani

(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR BAGAN ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 5

1.3Tujuan Penelitian ... 5

1.4Manfaat Penelitian ... 5

1.5Batasan Istilah ... 7

1.6Sistematika Penyajian ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

2.1 Penelitian Terdahulu ... 10

2.2 Kajian Pustaka ... 12

2.2.1 Pragmatik ... 12

2.2.2 Fenomena-Fenomena Pragmatik ... 15

2.2.2.1 Praanggapan (Presupposition) ... 15

2.2.2.2 Tindak Tutur ... 16

2.2.2.3 Kesantunan Berbahasa ... 22

2.2.2.4 Ketidaksantunan Berbahasa ... 24

(16)

2.2.2.5 Deiksis ... 24

2.2.3 Implikatur sebagai Fenomena Pragmatik ... 25

2.2.3.1Implikatur Konvensional ... 26

2.2.3.2Implikatur Non-Konvesional/ Implikatur Percakapan ... 27

2.2.4 Konteks ... 30

2.2.5 Pojok ... 33

2.2.6 Surat Kabar ... 34

2.3 Kerangka Berpikir ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 37

3.1 Jenis Penelitian ... 37

3.2 Sumber Data dan Data Penelitian ... 38

3.3 Instrumen Penelitian ... 39

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.5 Teknik Analisis Data ... 41

3.6 Triangulasi Data ... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

4.1 Deskripsi Data ... 44

4.2 Hasil Analisis Data ... 45

4.2.1 Wujud Implikatur dalam Pojok ... 45

4.2.1.1 Implikatur Representatif ... 46

4.2.1.2 Implikatur Ekspresif ... 47

4.2.1.3 Implikatur Direktif ... 49

4.2.2 Maksud Implikatur dalam Pojok ... 50

4.2.2.1 Maksud Implikatur Berspekulasi ... 50

4.2.2.2 Maksud Implikatur Memberikan Kesaksian ... 54

4.2.2.3 Maksud Implikatur Mengakui ... 57

4.2.2.4 Maksud Implikatur Menunjukkan ... 59

4.2.2.5 Maksud Implikatur Melaporkan ... 60

4.2.2.6 Maksud Implikatur Mengungkapkan ... 61

4.2.2.7 Maksud Implikatur Menyatakan ... 63

4.2.2.8 Maksud Implikatur Memuji ... 65

4.2.2.9 Maksud Implikatur Kritik ... 67

4.2.2.10 Maksud Implikatur Mengucapkan Selamat ... 69

4.2.2.11 Maksud Implikatur Mengeluh ... 70

4.2.2.12 Maksud Implikatur Menyarankan ... 72

4.2.2.13 Maksud Implikatur Mengajak ... 74

4.2.2.14 Maksud Implikatur Meminta ... 75

4.3 Pembahasan ... 77

4.3.1 Implikatur Representatif ... 79

4.3.2 Implikatur Ekspresif ... 83

4.3.3 Implikatur Direktif ... 86

(17)

BAB V PENUTUP ... 88

5.1 Kesimpulan ... 88

5.2 Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 91

BIOGRAFI PENULIS ... 94

LAMPIRAN 1 ... 95

LAMPIRAN 2 ... 117

(18)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Lima Fungsi Tindak Tutur Searle ... 21

Tabel 2: Tabel Tuturan Pojok beserta Wujud dan Jenis Implikatur ... 41

Tabel 3: Wujud dan Maksud Implikatur Pojok Mang Usil

(19)

xvi

DAFTAR BAGAN

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Daftar Tuturan Pojok Mang Usil ... 95 Lampiran 2: Tabel Triangulasi Data Pojok Mang Usil ... 117

(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehadiran bahasa sangat berperan penting bagi kehidupan manusia, karena

bahasa dapat menjadi alat antarmanusia untuk menyampaikan atau

mengungkapkan suatu ide, gagasan, perasaan, atau informasi. Bahasa adalah

sistem lambang bunyi yang arbitrer dan digunakan oleh para anggota dalam suatu

masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri

(Kridalaksana,1992:2). Secara singkat, bahasa merupakan unsur paling penting

dalam suatu proses komunikasi antarmanusia dalam bentuk lisan maupun tertulis.

Dalam suatu proses komunikasi, penutur dan mitra tutur diharapkan

mempunyai konsep kebahasaan serta kerangka berpikir atau latar belakang

pemahaman yang sama terhadap situasi tertentu. Tujuan itu dimaksudkan agar

pesan yang disampaikan oleh penutur dapat diterima baik oleh mitra tutur.

Pemahaman mengenai latar belakang tersebut dapat berupa penyampaian

informasi secara lisan maupun tertulis.

Ada banyak media atau alat untuk melakukan atau menciptakan

komunikasi, salah satunya adalah surat kabar. Surat kabar merupakan jenis alat

komunikasi yang dapat digunakan dan mudah ditemui oleh masyarakat. Melalui

surat kabar, masyarakat dapat mengetahui informasi yang terjadi di sekitarnya.

(22)

suatu peristiwa. Di samping fungsinya sebagai pemberi informasi, surat kabar

juga berperan dalam memberikan hiburan.

Menurut Effendy (1993), salah satu fungsi jurnalistik adalah memberikan

hiburan, yaitu adanya konten yang bersifat menghibur dan sering dimuat pers

untuk mengimbangi berita-berita berat (hard news) serta artikel-artikel yang

berbobot. Beberapa isi dari surat kabar atau majalah yang bersifat menghibur

dapat berupa cerita pendek, cerita bersambung, cerita bergambar atau karikatur,

teka-teki silang (TTS), pojok, permainan sudoku, dan lain sebagainya.

Salah satu contoh isi surat kabar yang menghibur adalah kolom pojok.

Kolom pojok berisikan komentar mengenai suatu keadaan yang sedang terjadi,

hangat dibicarakan, tuturan diungkapkan dengan gaya humoristis dan menyindir

(Junaedhi, 1991:214). Kalimat-kalimat yang disajikan dalam pojok cenderung

pendek dan bebas (tidak terikat). Penulisan gaya bahasa humor, sindiran, atau

ejekan dimanfaatkan oleh redaksi untuk menarik minat para pembaca. Sindiran

berasal dari kata sindir yang berarti celaan; ejekan, sedangkan sindiran yaitu

perkataan (gambar) yang bermaksud menyindir orang; celaan (ejekan) yang tidak

langsung (KBBI, 2008:1311). Setidaknya dengan membaca pojok, pembaca akan

tertawa atau tersenyum setelah membacanya. Lahirnya kolom pojok dalam

persuratkabaran di Indonesia dapat memberikan makna dan suasana yang berbeda

(23)

Salah satu contoh surat kabar yang menyajikan kolom pojok adalah surat

kabar KOMPAS. Berikut adalah contoh pojok dalam surat kabar KOMPAS.

Perhatikan data tuturan pojok di bawah ini.

Ratusan pohon hilang dari Ibu Kota setiap tahun. Gantinya mal dan gedung menuding langit! (KOMPAS, Jumat, 29 Juli 2011).

(Konteks: Tuturan tersebut merupakan pemberitaan mengenai minimnya ruang terbuka hijau (RTH) akibat banyaknya pembangunan di Ibu Kota. Tahun 2011, setidaknya 40 batang pohon ditebang di jalan Casablanca. Rencananya, 477 pohon akan ditebang, serta 348 pohon akan dipindahkan guna memperlancar pembangunan jalur Trans Jakarta).

Pada baris pertama merupakan gambaran isi berita yang sedang terjadi

pada hari sebelumnya atau topik yang sedang hangat untuk dibicarakan. Pada

baris kedua, merupakan tanggapan yang ditulis oleh Mang Usil untuk menanggapi

berita tersebut. Data pojok di atas menggambarkan situasi atau konteks tentang

banyaknya penebangan pohon di Jakarta yang lahannya digunakan untuk

pembangunan gedung-gedung baru yaitu mal, kantor, jalur untuk bus Trans

Jakarta, dan apartemen. Mengingat populasi di Ibu Kota sangat padat, berarti Ibu

Kota memerlukan kebutuhan oksigen lebih banyak. Namun, dengan adanya

penebangan pohon secara terus menerus, jumlah produksi oksigen akan semakin

berkurang. Tuturan pojok di atas mengimplikasikan bahwa pemerintah masih

kurang memperhatikan keadaan Ibu Kota. Pemerintah masih kurang peduli

terhadap kesehatan masyarakatnya. Kalimat pada baris kedua merupakan

tanggapan yang bersifat mengkritik pemerintah agar dapat melakukan tindakan

(24)

mengatur tata kota dengan bijaksana, sehingga perbandingan jumlah antara ruang

terbuka hijau dan gedung-gedung seimbang.

Berangkat dari penjelasan di atas, penelitian ini dikhususkan pada analisis

pragmatik, dengan fokus analisis pada penelitian implikatur dari tuturan-tuturan

pojok. Pragmatik merupakan ilmu yang mempelajari berbagai macam bentuk dan

fungsi ujaran, serta fungsi bahasa daripada bentuk dan strukturnya. Pragmatik

termasuk dalam cabang ilmu linguistik yang tidak hanya terbatas pada kerangka

teori, tetapi juga ada dan diterapkan di kehidupan sehari-hari. Penerapan ilmu

pragmatik dalam kehidupan sehari-hari dapat diketahui dengan cara meneliti atau

menganalisis bentuk-bentuk penggunaan bahasanya, baik secara lisan maupun

tertulis. Implikatur adalah kajian yang menjelaskan apa yang mungkin diartikan,

disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur berbeda dengan apa yang sebenarnya

dikatakan oleh penutur itu sendiri. Dengan kata lain, implikatur adalah sebuah

kajian yang berusaha untuk menemukan maksud dari sebuah ujaran yang

dinyatakan secara implisit oleh penutur.

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini menganalisis implikatur

yang terdapat pada tuturan pojok surat kabar KOMPAS edisi Juli – September

2011. Dipilihnya pojok dalam penelitian ini karena peneliti ingin menjelaskan

wujud dan maksud implikatur dari setiap tuturan yang ada di pojok. Peneliti hanya

mengambil tiga bulan untuk penelitiannya karena menurut peneliti, data selama

tiga bulan sudah cukup representatif untuk dianalisis. Oleh karena itu, peneliti

tertarik untuk meneliti implikatur yang terdapat dalam pojok surat kabar

(25)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian

yang berjudul “Implikatur Pojok Mang Usil dalam Surat Kabar KOMPAS Edisi

Juli – September 2011” adalah:

1) Bagaimanakah wujud implikatur yang terdapat dalam pojok surat

kabar KOMPAS Edisi Juli – September 2011?

2) Apakah maksud implikatur yang terdapat dalam pojok surat kabar

KOMPAS Edisi Juli – September 2011?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian yang berjudul

Implikatur Pojok Mang Usil dalam Surat Kabar KOMPAS Edisi Juli

September 2011” adalah:

1) Mendeskripsikan wujud implikatur yang terdapat dalam pojok surat

kabar KOMPAS Edisi Juli – September 2011.

2) Mendeskripsikan maksud implikatur yang terdapat dalam pojok surat

kabar KOMPAS Edisi Juli – September 2011.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis

(26)

(1) Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis merupakan manfaat yang berkenaan dengan

ilmu pengetahuan. Dalam hal ini ilmu kebahasaan (Linguistik). Hasil

dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan

pengetahuan mengenai model analisis pragmatik, dengan fokus

penelitiannya implikatur.

(2) Manfaat Praktis

Secara garis besar, manfaat praktis yang dapat diperoleh dari

penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai

fenomena kebahasaan implikatur, terutama jenis implikatur yang

terdapat pada tuturan-tuturan pojok. Secara luas, manfaat praktis ini

dibagi menjadi tiga, yaitu: bagi pembaca, pembelajaran bahasa, dan

peneliti lain.

Pertama, manfaat bagi pembaca adalah sebagai tolok ukur

kekritisan dalam memahami dan memaknai sebuah tuturan atau

pernyataan yang tertuang dalam pojok surat kabar.

Kedua, manfaatnya bagi pembelajaran bahasa. Hasil dari

penelitian ini diharapkan dapat membantu para mahasiswa untuk

mempelajari ilmu kebahasaan (Pragmatik).

Ketiga, manfaat bagi peneliti lain adalah sebagai pembelajaran.

(27)

sumber atau bahan acuan bagi peneliti lain yang ingin melakukan

penelitian sejenis.

1.5 Batasan Istilah

Pembatasan istilah peneliti lakukan agar tidak mengalami penyimpangan

atau keluar dari topik serta tujuan penelitiannya. Pembatasan istilah penelitian ini

adalah sebagai berikut.

(1) Implikatur

Implikatur berarti sesuatu yang diimplikasikan dalam suatu

percakapan (Nadar, 2009:60). Salah satu alasan penting yang

diberikannya adalah implikatur memberikan penjelasan eksplisit

tentang cara bagaimana dapat mengimplikasikan lebih banyak dari apa

yang dituturkan (Levinson dalam Nadar, 2009:61). Maksudnya,

implikatur dapat memberikan penjelasan secara terus terang dan tegas,

sehingga pembaca atau pendengar dapat menangkap maksudnya

dengan mudah dan tidak mempunyai gambaran yang kabur mengenai

suatu informasi atau berita.

(2) Konteks

Dalam pragmatik, konteks berarti adanya pengetahuan yang

sama-sama dimiliki oleh pembicara dan pendengar, sehingga pendengar

(28)

(3) Pojok

Lajur di sudut surat kabar tempat karangan pendek, berisikan hal-hal

yang humoris, tetapi mengandung kritik atau sindiran (KBBI,

2008:1087).

(4) Surat Kabar

Surat kabar adalah lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan berita

dan sebagainya, koran (KBBI, 2005:1109). Surat kabar adalah

pemberitaan tercetak yang diterbitkan dan dijual secara tetap (Siddle,

1975:2).

(5) Wujud

Dalam KBBI Offline, wujud adalah rupa dan bentuk yang dapat

diraba; adanya sesuatu ; dan benda yang nyata (bukan roh, dan

sebagainya).

(6) Maksud

Dalam KBBI, maksud adalah (1) yang dikehendaki; tujuan (2) niat;

kehendak (3) arti; makna (dari suatu oerbuatan,perkataan, peristiwa,

dan sebagainya). Dalam penelitian ini, yang arti dari maksud yang

digunakan adalah yang ketiga.

1.6 Sistematika Penyajian

Skripsi ini berisi lima bab, yakni bab I adalah pendahuluan yang berisi

enam subbab yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

(29)

tersebut melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian mengenai

“Implikatur dalam Pojok Mang Usil Surat Kabar KOMPAS Edisi Juli

September 2011”.

Bab II adalah landasan teori yang berisi tiga subbab, yaitu penelitian

terdahulu, kajian pustaka, dan kerangka berpikir. Penelitian terdahulu yang dipilih

harus memiliki relevansi atau hubungannya dengan penelitian yang akan

dilakukan, sedangkan kajian pustaka berisi teori-teori yang akan peneliti gunakan

untuk menganalisis data. Kerangka berpikir berfungsi sebagai gambaran peneliti

untuk melakukan analisis.

Bab III metodologi penelitian yang berisi lima subbab, yaitu jenis

penelitian, sumber data dan data penelitian, instrumen penelitian, teknik

pengumpulan data, teknik analisis data, dan triangulasi data. Bab IV berisi analisis

data dan pembahasan mengenai wujud implikatur dan maksud implikatur yang

terdapat pada pojok surat kabar KOMPAS edisi Juli – Sepetember 2011. Bab V

berisi kesimpulan dari hasil penelitian serta saran yang diberikan peneliti untuk

para pembaca – guru dan/atau dosen Bahasa Indonesia, pembelajar atau peneliti

(30)

10

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Penelitian Terdahulu

Menurut peneliti, tiga penelitian yang dipilih memiliki keterkaitan dengan

topik yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian pertama oleh Kety Virginia

Margaretha (2009), mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dengan

judul “Implikatur dan Penanda Kesantunan Tuturan di dalam Surat Kabar”.

Penelitian kedua oleh Chusni Hadiati (2007) dari Universitas Diponegoro dengan

tesisnya “Tindak Tutur dan Implikatur Percakapan Tokoh Wanita dan Laki-laki

dalam Film The Sound of Music”. Penelitian ketiga diambil dari disertasi Rustono

(1998), mahasiswa Universitas Indonesia, yang meneliti mengenai “Implikatur

Percakapan sebagai Penunjang Pengungkapan Humor di dalam Wacana Humor

Verbal Lisan Berbahasa Indonesia”.

Penelitian pertama yang dilakukan oleh Kety Virginia Margaretha dengan

judul “Implikatur dan Penanda Tingkat Kesantunan di dalam Surat Kabar”,

peneliti berusaha untuk menemukan jawaban terhadap dua masalah, yaitu jenis

implikatur dan penanda-penanda tingkat kesantunan yang terdapat dalam tuturan

di surat kabar. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan dua hasil temuannya

yaitu, ditemukan adanya tiga jenis implikatur dalam tuturan di surat kabar dan

ditemukan adanya enam jenis penanda tingkat kesantunan tuturan. Ketiga jenis

implikatur yang ditemukan berupa tindak tutur, yaitu tindak tutur langsung tidak

(31)

literal. Untuk jenis penanda tingkat kesantunan adalah tuturan diksi, keterangan

modalitas, gaya bahasa, penyebutan nama orang, bentuk tuturan, dan analogi.

Penelitian kedua oleh Chusni Hadiati, dalam tesisnya yang berjudul

Tindak Tutur dan Implikatur Percakapan Tokoh Wanita dan Laki-laki dalam

Film The Sound of Music” bertujuan untuk menemukan implikatur percakapan

yang timbul akibat pelanggaran prinsip percakapan dan menemukan perbedaan

tuturan antara tokoh wanita dan laki-laki. Dalam penelitiannya, peneliti

menemukan empat jenis implikatur, yakni implikatur representatif, implikatur

direktif, implikatur komisif, dan implikatur ekspresif. Selain itu, ditemukan

adanya perbedaan tuturan pada wanita dan laki-laki, yakni adanya question tag

yang berfungsi sebagai epistemic tag, facilitative tag, dan softening tag pada

wanita. Sementara pada laki-laki, question tag berfungsi sebagai challenging tag.

Penelitian ketiga dalam disertasi Rustono dengan judul “Implikatur

Percakapan sebagai Penunjang Pengungkapan Humor di dalam Wacana Humor

Verbal Lisan Berbahasa Indonesia”, peneliti memaparkan dan memberikan

argumen dalam penemuannya mengenai pelanggaran prinsip kerja sama Grice

yang menimbulkan implikatur. Pelanggaran kerja sama tersebut berupa maksim

ketimbangrasaan, kemurahatian, keperkenaan, kerendahatian, kesetujuan, dan

kesimpatian. Selain itu, peneliti juga menemukan implikatur berupa implikatur

representatif, implikatur direktif, implikatur evaluatif, implikatur komisif, dan

(32)

Tiga penelitian di atas merupakan penelitian terdahulu yang memiliki

keterkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan, yakni meneliti mengenai

implikatur. Berdasarkan judulnya, ketiga penelitian tersebut bersifat deskriptif

kualitatif dan berkaitan dengan teori pragmatik, dalam hal ini fenomena

implikatur. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mendeskripsikan implikatur yang

terdapat dalam pojok surat kabar KOMPAS edisi bulan Juli – September 2011,

sedangkan ketiga penelitian terdahulu, masing-masing peneliti menganalisis pada

tuturan dalam surat kabar, tuturan antara tokoh wanita dan laki-laki dalam film

The Sound of Music, dan wacana humor verbal lisan.

2.2 Kajian Pustaka 2.2.1 Pragmatik

Pragmatik merupakan salah satu cabang dari ilmu bahasa linguistik.

Berbeda dengan cabang ilmu bahasa fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik

yang mempelajari struktur bahasa secara internal, pragmatik mempelajari struktur

bahasa secara eksternal, yaitu bagaimana suatu kebahasaan itu digunakan dalam

komunikasi. Dengan kata lain, pragmatik memberikan penjelasan eksplisit

mengenai cara bagaimana dapat mengimplikasikan sesuatu.

Leech (1983, dalam Rahardi, 2003:10) menyatakan bahwa fonologi,

sintaksis, dan semantik merupakan bagian dari tata bahasa atau gramatika,

sedangkan pragmatik pada hakikatnya merupakan bagian dari pemakaian atau

penggunaan tata bahasa atau gramatika itu dalam aktivitas komunikasi yang

sesungguhnya. Yule (2006:3-4) mendefinisikan pragmatik ke dalam empat ruang

(33)

maksud penutur. Kedua, pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual.

Ketiga, pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang

disampaikan daripada yang dituturkan. Keempat, pragmatik adalah studi tentang

ungkapan dari jarak hubungan.

Pragmatik adalah ilmu yang mengkaji mengenai bahasa yang digunakan

dalam sebuah komunikasi, terutama dalam hubungannya dengan kalimat dan

konteks yang terjadi dalam sebuah percakapan, yaitu bagaimana seseorang dapat

menangkap maksud dari pembicara atau penutur dan dapat mengerti maksud apa

yang ingin disampaikan oleh pembicara atau penutur. Berikut adalah pengertian

pragmatik sesuai uraian tersebut. Pragmatics is the study of the use language in

communication, particularly the relationship between sentences and the context

and situations in which they are used (Richards, et al., 1985:225 dalam Rahardi,

2005:5). Sebagai contoh, perhatikan kalimat di bawah ini.

A: “Apakah SBY sudah memberikan santunan pada keluarga korban?” B: “(1) Beliau masih meminta laporan yang konkret.”

“(2) Tentu. Dan santunan itu telah diberikan oleh Beliau secara langsung kepada para korban.”

Dari kalimat di atas dapat diimplikasikan bahwa jawaban (B1)

mengandung makna SBY belum memberikan santunan karena masih menunggu

laporan mengenai situasi yang konkret. Dalam jawaban (B2) tidak terdapat

implikasi, karena pada (B2) menjawab dengan jelas bahwa SBY telah memberikan

santunan kepada keluarga korban.

Konsep lain yang dikemukakan oleh David R. dan Dowty (1981) dalam

(34)

langsung maupun tidak langsung, presuposisi, implikatur, entailment, dan

percakapan atau kegiatan konversasional antara penutur dan mitra tutur. Lebih

singkat, Levinson (1983) mendefinisikan pragmatik sebagai berikut: “Pragmatics

is the study of those relations between language and context that are

grammaticalized, or encoded in the structure of a language”. Jadi, pragmatik

adalah sebuah ilmu bahasa yang mempelajari mengenai tuturan dan konteks yang

tergramatisasi dan terkodifikasi dalam sebuah bahasa.

Dilihat dari objek kajiannya, ada tiga jenis orientasi pragmatik. Pertama,

pragmatik yang berorientasi pada teori tindak tutur yang dikemukakan oleh para

filsuf Amerika seperti Austin (1962), Searle (1969), dan Grice (1975). Objek

kajian pragmatik yang pertama antara lain jenis-jenis tindak tutur (speech act),

implikatur (implicature), praanggapan (presupposition), prinsip-prinsip

pertuturan, dan sebagainya. Pragmatik jenis ini disebut sosio-pragmatik (

socio-pragmatics) oleh Leech (1993:14).

Kedua, pragmatik yang berorientasi pada teori linguistik fungsional yang

dikemukakan oleh Mathesius (1975), Halliday (1972), dan Givon, (1983). Objek

kajian yang berorientasi pada teori fungsional ini antara lain status informasi

(informasi lama, informasi baru) dan urgensi informasi (tema, rema, latar depan,

latar belakang). Pragmatik jenis ini disebut sebagai pragmalinguistik (

pragma-linguistics) oleh Leech (1993:16) atau pragmatik tekstual (textual pragmatics)

oleh Givon (1983 dalam Baryadi, 2007:61).

Ketiga, pragmatik yang berorientasi pada teori tanda, yaitu deiksis (deixis)

(35)

akhirnya disatukan oleh Leech menjadi pragmatik umum (general pragmatics)

yang objek kajiannya adalah keseluruhan objek kajian dari ketiga jenis pragmatik

tersebut.

2.2.2 Fenomena-Fenomena Pragmatik

Studi mengenai pragmatik bertujuan untuk mengajak seseorang dalam

memahami tuturan orang lain saat berkomunikasi. Dalam berkomunikasi, secara

tidak sadar terkadang seseorang melakukan suatu fenomena kebahasaan yang

masih termasuk dalam ilmu studi pragmatik. Fenomena-fenomena pragmatik

dapat dilihat pada penjelasan di bawah ini.

2.2.2.1 Praanggapan (Presupposition)

Dalam berkomunikasi, terkadang seseorang menganggap informasi

tertentu sudah diketahui oleh pendengarnya. Oleh karena itu, informasi tertentu

yang sudah diketahui tersebut biasanya tidak akan dinyatakan.

Yule (2006:43) mendefinisikan praanggapan (presupposition) sebagai

suatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan

suatu tuturan. Dalam hal ini, penuturlah yang memiliki praanggapan, bukan

kalimatnya. Konsep lain datang dari Huang (2007:43) mendefinisikan presuposisi

sebagai berikut: “presupposition can be informally defined as an inference or

proposition whose truth is taken for granted in the utterance of a sentence”.

Berdasarkan uraian di atas mengenai praanggapan atau presuposisi, dapat

disimpulkan bahwa praanggapan merupakan suatu makna atau maksud tersirat

(36)

2.2.2.2 Tindak Tutur

Austin serta Searle (1975 dalam Nadar, 2009:14) membedakan tiga jenis

tindakan yang berkaitan dengan ujaran. Ketiga ujaran tersebut adalah tindak

lokusioner, tindak ilokusioner, dan tindak perlokusioner. Penjelasan mengenai

jenis-jenis tindakan tersebut telah peneliti rangkum sebagai berikut.

(1) Tindak lokusioner (locutionary) yaitu tindak mengucapkan sesuatu

dengan makna kata dan makna kalimat sesuai dengan makna kata di

dalam kamus (makna yang sesungguhnya) dan makna sintaksis

kalimat menurut kaidah sintaksisnya. Secara singkat, tujuan dari

tindak tutur ini untuk menyatakan sesuatu dan hanya bersifat

informatif.

Contoh:

(a) Anjing merupakan binatang mamalia.

(b) Kucing suka makan ikan.

(c) Jari tangan manusia berjumlah sepuluh.

(2) Tindak ilokusioner (illocutionary) yaitu tindak melakukan sesuatu.

Dalam hal ini dibicarakan mengenai maksud, fungsi, atau daya ujar

yang bersangkutan, serta bertanya “untuk apa ujaran itu dilakukan”

atau “apa tujuan dari ujaran itu. Secara singkat, tindak ilokusioner

adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu dan digunakan untuk

melakukan sesuatu.

(37)

(a) Tono, rambutmu sudah panjang.

Analisis: Dari segi lokusi, jika tuturan ini diucapkan oleh seorang

ibu kepada anaknya, tuturan ini mempunyai tujuan memberitahu

kepada Tono bahwa rambutnya sudah panjang. Dari segi ilokusi,

tuturan ini mempunyai tujuan agar Tono memangkas

rambutnya karena sudah panjang.

(b) Seminggu lagi kita akan menghadapi ujian, lho.

Analisis: Dari segi lokusi, jika tuturan ini diucapkan oleh seorang

guru kepada murid-muridnya, tuturan ini bertujuan untuk

memberitahu bahwa seminggu lagi ujian akan dimulai. Namun,

secara ilokusi, tuturan ini memiliki tujuan agar murid-murid belajar karena ujian sudah hampir tiba.

(c) Awas, ada anjing!

Analisisnya: Dari segi lokusi tuturan tersebut memiliki tujuan

memberikan informasi bahwa di tempat tersebut ada anjing. Dari

segi ilokusi, tuturan tersebut memiliki tujuan agar orang yang jalan di sekitar tempat itu untuk berhati-hati atau memilih jalan lain karena ada anjing.

(3) Tindak perlokusioner (perlocutionary) yaitu tindak yang mengacu

pada efek yang dihasilkan penutur dengan mengatakan sesuatu.

Dengan kata lain, suatu tuturan yang dapat memberikan efek bagi

yang mendengarnya.

(38)

(a) Tono, tulisanmu bagus sekali.

Analisis: Dari segi ilokusi, tuturan ini bisa berarti pujian atau

mengejek. Pujian jika memang benar tulisannya itu bagus,

sehingga Tono akan merasa senang. Tetapi, akan menjadi ejekan apabila tulisannya itu tidak bagus, sehingga Tono akan merasa sedih atau malu. Efek senang dan sedih itulah yang disebut sebagai perlokusi.

(b) Kemarin ibu aku sakit.

Analisisnya: Tuturan ini diucapkan oleh Adi karena tidak dapat

menghadiri undangan temannya. Dari segi ilokusi, tuturan ini

memiliki makna untuk meminta maaf secara tidak langsung. Dari

segi perlokusi, memiliki maksud agar orang yang

mengundangnya harap maklum dengan keadaan tersebut (turut simpati).

(c) Aku sedang lelah.

Analisisnya: Bayu meminta tolong kepada temannya untuk

membantu mengerjakan tugas. Dari segi ilokusi, tuturan tersebut

bertujuan untuk memberitahu bahwa yang dimintai tolong sedang

lelah. Dari segi perlokusi, diharapkan Bayu tidak jadi meminta tolong untuk membantu mengerjakan tugasnya.

Berdasarkan pada ketiga tindak tutur di atas, Searle mengembangkan teori

(39)

(Yule, 2006:92) mengklasifikasikan tindak tutur berdasarkan fungsinya ke dalam

lima macam, yakni deklarasi, representatif, ekspresif, direktif, dan komisif.

(a) Deklarasi adalah jenis tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya

untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru.

Tindak tutur ini disebut juga tindak tutur isbati. Yang termasuk dalam

tindak tutur jenis ini adalah tuturan dengan maksud memutuskan,

membatalkan, mengabulkan, mengizinkan, menggolongkan,

mengangkat, dan memaafkan.

Contoh:

(i) Saya memutuskan untuk melanjutkan kuliah S2 di bidang

Linguistik  tuturan memutuskan.

(ii) Ayah tidak jadi membelikan adik sepeda terbaru  tuturan

membatalkan.

(b) Representatif adalah jenis tindak tutur yang menyatakan apa yang

diyakini penutur kasus atau bukan. Tindak tutur jenis ini disebut juga

tindak tutur asertif. Yang termasuk tindak tutur jenis ini adalah tuturan

mengungkapkan, mengakui, menuntut, menunjukkan, menyebutkan,

memberikan kesaksian, melaporkan, dan sebagainya.

Contoh:

(i) Tina selalu unggul di kelasnya.

Analisisnya: Kalimat pernyataan di atas menjadi tanggung jawab

(40)

kelasnya. Hal ini dibuktikan dengan Tina yang selalu mendapat

nilai bagus di kelas.

(ii) Bapak Gubernur telah meresmikan Gedung Olah Raga itu pada

tanggal 30 Juni 2011.

Analisisnya: Bapak Gubernur memang telah meresmikan Gedung

Olah Raga tersebut. Ini bisa dibuktikan dengan penutur yang

berada di lokasi saat peresmian gedung tersebut.

(c) Ekspresif adalah jenis tindak tutur untuk menyatakan sesuatu yang

dirasakan oleh penutur. Tindak tutur ini disebut juga tindak tutur

evaluatif. Yang termasuk dalam tindak tutur ini adalah jenis tuturan

dengan maksud mengucapkan terima kasih, mengeluh, mengucapkan

selamat, menyanjung, memuji, menyalahkan, mengkritik, dan

sebagainya. Tindak tutur itu mencerminkan pernyataan-pernyataan

psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan,

kesukaan, kebencian, kesenangan, kesengsaraan, dan lain sebagainya.

Contoh:

(i) Sudah kerja keras siang dan malam, tapi hasilnya tetap saja tidak

dapat untuk mencukupi kebutuhan  tuturan mengeluh.

(ii) Semua ini gara-gara Yono, kelompok kita didiskualifikasi dari

lomba ini!  tuturan menyalahkan.

(d) Direktif adalah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk

menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Tindak tutur ini disebut juga

(41)

antara lain, tuturan dengan maksud meminta, mengajak, memaksa,

menyarankan, mendesak, menyuruh, menagih, memerintah,

menantang, dan memberikan aba-aba.

Contoh:

(i) Mana, katanya mau traktir aku, nih tuturan menagih.

(ii) Belok kiri ikuti isyarat lampu lalu lintas  memberikan aba-aba.

(e) Komisif adalah jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk

mengikatkan dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan

datang. Tindak tutur ini dapat berupa tuturan dengan maksud

mengucapkan sumpah, berjanji, mengancam, menyatakan

kesanggupan, dan berkaul.

Contoh:

(i) Jika nanti sore tidak hujan, saya akan main ke rumah Danang 

tuturan berjanji.

(ii) Kalau kamu tidak mendengarkan kata ibumu, lihat saja nanti 

tuturan mengancam.

Tabel 2.1 Lima Fungsi Tindak Tutur Searle

Tindak Tutur Arah Penyesuaian P= penutur

X= situasi

Deklarasi Kata mengubah dunia P menyebabkan X

Representatif Kata disesuaikan dengan dunia P meyakini X

Ekspresif Kata disesuaikan dengan dunia P merasakan X

Direktif Dunia disesuaikan dengan kata P menginginkan X

(42)

2.2.2.3 Kesantunan Berbahasa

Dalam berkomunikasi, akan lebih mudah dan nyaman untuk diterima

apabila penutur menggunakan kaidah berbahasa yang baik dan benar. Ada yang

mengatakan bahwa bahasa merupakan cerminan pribadi dari seseorang. Oleh

karena itu, seandainya penutur menggunakan bahasa yang sopan dan santun saat

berkomunikasi, tidak peduli pada usia di bawah atau di atasnya, maka akan

tercipta komunikasi yang baik dan mudah untuk diterima tanpa menimbulkan

kekacauan.

Yule (2006:104) menjelaskan bahwa sudah lazimnya apabila kita

memperlakukan kesopanan sebagai suatu konsep yang tegas, seperti gagasan atau

etiket yang terdapat dalam budaya. Kesopanan dalam suatu komunikasi

didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan agar lebih

enak untuk diterima.

Fraser (1990) menunjukkan adanya empat macam pandangan terkait

kesantunan berbahasa mayarakat dalam kehidupan sehari-hari. Pertama,

pandangan kesantunan yang berkaitan dengan norma-norma sosial (the

social-norm view). Kedua, pandangan kesantunan sebagai maksim percakapan

(conversational maxim) dan sebagai sebuah upaya penyelamatan muka

(face-saving). Ketiga, kesantunan berbahasa sebagai tindakan untuk memenuhi

persyaratan agar terpenuhinya sebuah fakta kontrak percakapan (conversation

contract). Keempat, kesantunan berbahasa dipandang sebagai sebuah indeks sosial

(43)

Rustono (1997:71) mengemukakan teori kesantunan yang lebih difokuskan

pada prinsip kesantunan (politeness principle), yakni yang mencakup sejumlah

bidal atau pepatah yang berisi nasehat yang harus dipatuhi oleh penutur agar

tuturan lebih santun. Bidal-bidal tersebut adalah: biaya (cost) dan keuntungan

(benefit), celaan atau penjelekan (dispraise) dan pujian (praise), kesetujuan

(agreement), serta kesimpatian dan keantipatian (simpathy/antipathy).

Agar pesan dari penutur dapat sampai dengan baik kepada mitra tutur,

maka diperlukan prinsip-prinsip kerjasama. Grice (1975) mengelompokkan

prinsip-prinsip kerjasama dalam empat maksim, yakni: maksim kuantitas (the

maxim of quantity), maksim kualitas (the maxim of quantity), maksim relevansi

(the maxim of relevance), dan maksim pelaksanaan (the maxim of manner).

Konsep lain mengenai prinsip kesantunan juga dicetuskan oleh Leech (1983) yang

mengelompokkannya ke dalam enam maksim, yakni: maksim kebijaksanaan,

maksim kedermawanan, maksim penghargaan, maksim kesederhanaa, maksim

pemufakatan, dan maksim simpati (Rahardi, 2005:59-60).

Sementara itu, Brown dan Levinson (1978) mengemukakan mengenai

kesantunan berbahasa yang menyangkut lima strategi, yakni: (1) melakukan

tindak tutur secara apa adanya, tanpa basa-basi, dengan mematuhi prinsip

kerjasama Grice; (2) melakukan tindak tutur dengan kesantunan positif; (3)

melakukan tindak tutur dengan kesantunan negatif; (4) melakukan tindak tutur

secara off record; dan (5) tidak melakukan tindak tutur atau diam saja (Rustono,

(44)

2.2.2.4 Ketidaksantunan Berbahasa

Ketidaksantunan berbahasa merupakan salah satu dari lima fenomena

pragmatik. Pandangan mengenai ketidaksantunan berbahasa oleh Mariam A.

Locher (2008:3) dipahami sebagai berikut, “... a behaviour that is face

-aggravating in a particular context”. Dapat disimpulkan, ketidaksantunan

berbahasa menunjuk pada perilaku penutur yang tidak “mengindahkan” muka

(face-aggravating) pada situasi tertentu.

Dalam pandangan Bousfield (Bousfield & Mariam A. Locher, 2008:3),

ketidaksantunan berbahasa dipahami sebagai berikut, “the issuing of intentionally

gratuitous and conflictive face-threatening acts (FTAs) that are purposefully

performed”. Sementara itu, Culpeper Bousfield (Bousfield & Mariam A. Locher,

2008:3) memahami ketidaksantunan berbahasa sebagai “impoliteness, as I would

define it, involves communicative behaviour intending to cause the “faces loss” of

a target or perceived by the target to be so”.

Jadi dapat disimpulkan bahwa teori ketidaksantunan berbahasa adalah

suatu perilaku dalam tuturan yang menimbulkan efek negatif bagi mitra tuturnya.

Efek tersebut karena tidak digunakannya prinsip-prinsip kesantunan dalam

berbahasa.

2.2.2.5 Deiksis

Penafsiran seseorang mengenai suatu ujaran tergantung pada konteks,

maksud penutur, dan ungkapan-ungkapan yang ditunjukkan melalui bahasa.

Keberhasilan seseorang dalam berkomunikasi tergantung pada pemahaman

(45)

Deiksis merupakan istilah teknis dari bahasa Yunani yang berarti

penunjukkan melalui bahasa. Deiksis mengacu pada bentuk yang terkait dengan

konteks penutur (Yule, 2006:13-14). Konsep lain mengenai deiksis oleh Nadar

(2009:54-55), yaitu seorang penutur yang berbicara mengenai laan tuturnya

seringkali menggunakan kata-kata yang menunjuk baik pada orang, tempat, atau

waktu. Levinson (1983:62) menyebutkan bahwa deiksis diklasifikasikan menjadi

tiga jenis, yakni deiksis persona, deiksis ruang, dan deiksis waktu. Nababan

(1995:40) mengklasifikasikan deiksis ke dalam lima macam, yakni: deiksis

persona, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial.

Jadi, deiksis merupakan penunjukkan melalui bahasa mengenai tuturan

untuk menyampaikan maksud atau pesan kepada mitra tutur.

2.2.3 Implikatur sebagai Fenomena Pragmatik

Dalam teori implikatur akan dijelaskan bagaimana seseorang

mempergunakan suatu tuturan. Sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi

atau pernyataan yang bukan merupakan bagian dari tuturan yang bersangkutan.

Proposisi yang diimplikasikan itu disebut implikatur (Wijana, 1996:36-37).

Istilah implikatur (implicature) digunakan oleh Grice untuk menjelaskan

apa yang mungkin diartikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur yang

berbeda dengan apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur (Brown dan Yule,

1996:31). Nababan (1987:28) menyatakan bahwa implikatur berkaitan erat dengan

(46)

Levinson (dalam Rani, dkk., 2006:173) mengemukakan ada empat

kegunaan konsep implikatur, yaitu:

(a) Dapat memberikan penjelasan makna atau fakta-fakta yang tidak

terjangkau oleh teori linguistik.

(b) Dapat memberikan suatu penjelasan yang tegas tentang perbedaan

lahiriah dari yang dimaksud si pemakai bahasa.

(c) Dapat memberikan pemerian semantik yang sederhana tentang

hubungan klausa yang dihubungkan dengan kata penghubung yang

sama.

(d) Dapat memberikan berbagai fakta yang secara lahiriah kelihatan tidak

berkaitan, malah berlawanan (seperti metafora).

Berdasarkan penjelasan mengenai implikatur di atas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa implikatur adalah sebuah kajian yang berusaha untuk

menemukan maksud dari sebuah ujaran yang dinyatakan secara implisit oleh

penutur.

2.2.3.1 Implikatur Konvensional

Implikatur konvensional merupakan implikatur yang ditentukan oleh arti

konvensional kata-kata yang digunakan (Grice, 1975 dalam Rani, 2006:171-182).

Menurut Yule (2006:78) implikatur konvensional tidak didasarkan pada prinsip

kerjasama atau maksim-maksim. Sementara itu, Lusia (2011:29) memahami

implikatur konvensional memiliki makna yang bersifat lebih lama, tidak seperti

(47)

yang hanya ada saat terjadi percakapan pada situasi tertentu. Secara singkat,

implikatur konvensional adalah sebuah tuturan yang memiliki arti paten pada

suatu daerah tertentu.

Agar dapat memahami implikatur konvensional, perhatikan contoh di

bawah ini:

(a) Si Tigor orang Medan, jadi nada bicaranya seperti orang

marah-marah.

(b) Masih cukup banyak masyarakat Indonesia yang tinggal di pedalaman

mengalami buta aksara.

Implikatur tuturan (a) menyatakan bahwa nada bicara Tigor seperti orang

yang sedang marah merupakan konsekuensinya sebagai orang Medan. Jika Tigor

bukan orang Medan, tentu tuturan tersebut tidak berimplikatur bahwa nada bicara

Tigor seperti orang marah karena ia orang Medan. Pada tuturan (b) menyatakan

bahwa masih cukup banyak masyarakat Indonesia yang tinggal di pedalaman

belum bisa membaca dan menulis. Buta aksara sudah diketahui maknanya oleh

masyarakat sebagai belum bisa membaca dan menulis.

2.2.3.2 Implikatur Non-konvensional/Implikatur Percakapan

Implikatur percakapan memiliki lebih banyak pengertian dan makna. Oleh

sebab itu, pemahaman terhadap sesuatu yang dimaksudkan sangat bergantung

pada konteks (situasi) terjadinya percapakan. Implikatur percakapan ini hanya

memiliki makna yang temporer, yaitu makna yang hanya terjadi ketika

(48)

Dalam suatu dialog, sering terjadi bahwa seorang penutur tidak

mengutarakan maksudnya secara langsung. Hal yang ingin diucapkan justru

“disembunyikan” atau diucapkan secara tidak langsung. Perhatikan contoh

berikut.

(c) P1: “Selamat siang, Pak! Apakah Bapak puas dengan pelayanan kami semalam?”

P2: “Ya, saya sangat puas.”

Percakapan di atas terjadi antara P1 dan P2 pada sebuah bagian reservasi di

hotel. P1 menanyakan pada mitra tuturnya (P2) mengenai kepuasan menikmati

layanan di hotel. Dikatakan memiliki makna yang temporer karena peristiwa ini

hanya terjadi saat itu, pada orang yang mengalami, dan di tempat terjadinya

peristiwa itu. Jika tuturan tersebut diulang, maka maksud yang ingin disampaikan

tidak akan sama seperti saat tuturan tersebut diungkapkan di hotel.

Implikatur percakapan merupakan implikasi pragmatis yang terdapat di

dalam percakapan yang timbul sebagai terjadinya pelanggaran prinsip percakapan.

Menurut Grice (1975:43) dan Gazdar (1979:38), implikatur percakapan adalah

pernyataan implikatif, yakni apa yang mungkin diartikan, disiratkan, atau

dimaksudkan oleh penutur, berbeda dari apa yang dikatakan dalam ucapannya.

Sementara itu, Purwo (1990:20) menyatakan bahwa implikatur percakapan adalah

hubungan atau keterkaitan antartuturan penutur dengan mitra tutur yang

maknanya tidak terungkap secara literalpada tuturan itu sendiri.

Pandangan lain mengenai implikatur percakapan oleh Grice (1975 dalam

(49)

prinsip kerjasama atau kesepakatan bersama, yakni bahwa hal yang dibicarakan

oleh partisipan harus saling terkait.

Yule (2006:70-75) menjelaskan bahwa implikatur percakapan dibagi

menjadi dua macam, yakni implikatur percakapan umum dan implikatur

percakapan khusus. Implikatur percakapan umum adalah implikatur yang

memperhitungkan makna tambahan. Implikatur percakapan khusus adalah

percakapan yang terjadi dalam konteks yang sangat khusus di mana pembaca

mengasumsikan informasi secara lokal.

Selain itu, ada juga implikatur percakapan berskala yang masih termasuk

dalam implikatur percakapan umum. Implikatur percakapan berskala

memperhitungkan sebuah kata yang mengandung skala jumlah atau kjuantitas,

karena penggunaannya akan mempengaruhi maksud yang dituturkan. Skala nilai

adalah tingkatan kuantitas yang dilambangkan oleh sebuah kata seperti, semua,

banyak, sebagian besar, beberapa, sedikit, dan lain sebagainya. Perhatikan contoh

di bawah ini.

(d) Dea sedang memilih beberapa jenis kain untuk dijadikan baju.

(e) Semua mahasiswa PBSI angkatan 2008 harus lulus pada bulan Mei 2015.

Implikatur percakapan berskala dalam tuturan (d) ditandai dengan adanya

penggunaan kata beberapa yang berarti kain yang akan dipilih Dea tidak lebih

dari kata banyak. Implikaturnya adalah, kain yang akan dibeli Dea tidak banyak.

Kemudian dala tuturan (e) menggunakan kata semua. Penutur ingin mengatakan

(50)

2.2.4 Konteks

Dalam memahami suatu ujaran yang dikatakan seseorang, pendengar, atau

pembaca diperlukan adanya konteks untuk menjelaskan atau mengartikan dari

ujaran atau pernyataan seseorang. Teks, konteks, dan wacana merupakan satu

kesatuan yang tak dapat dipisahkan, karena bahasa selalu berada dalam konteks,

dan tidak ada tindakan komunikasi tanpa partisipan, interteks, situasi, dan

sebagainya (Eriyanto, 2009:9).

Dalam buku yang berjudul Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk

Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing oleh Sobur,

menerangkan bahwa konteks memasukkan semua situasi dan hal yang berada di

luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa,

situasi di mana teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan lain

sebagainya. Mey (1994:39) mengartikan:

“... context is more than a matter of reference and for understanding what

things are about, practically speaking. Context is also what gives our utterances

their deeper meaning”.

Jadi, konteks menjadi suatu “alat” yang penting dalam sebuah tuturan,

karena konteks dapat memberikan arti yang lebih dari sekadar tuturannya. Melalui

konteks, sebuah tuturan dapat memberikan arti yang lebih jelas.

Verschueren (1998:76) menyebutkan empat dimensi konteks yang sangat

mendasar dalam memahami makna sebuah tuturan. Apa yang disampaikan oleh

(51)

tersebut yaitu: (a) linguistic context (konteks linguistik), (b) physical world of the

utterance (latar belakang fisik), (c) social world of the utterance (latar belakang

sosial), dan (d) mental world of the utterance (latar belakang mental).

Malinowsky pada tahun 1932, berbicara mengenai konteks yang

berdimensi situasi (context situation). Malinowsky menggatakan (mengutip dari

Vershueren, 1998:75) konteks sebagai: “exactly as in the reality of spoken or

written languages, a word without linguistucs context is a mere figment and

stands for nothing by itself, so in the reality of a spoken living tongue, the

utterance has no meaning except in the context situation”. Jadi dapat disimpulkan

bahwa dengan adanya konteks situasi menjadi suatu yang mutlak dalam sebuah

tuturan agar tuturan tersebut benar-benar bermakna.

Leech (1983) menjelaskan bahwa dalam suatu tuturan mengandung

beberapa aspek. Leech membaginya ke dalam lima aspek tutur (speech situation).

Kelima aspek tersebut adalah:

(1) Speaker and Hearer (penutur dan pedengar), aspek ini dikatakan

berdekatan dengan dimensi usia, jenis kelamin, latar belakang

pendidikan, latar belakang kultur, latar belakang sosial, latar belakang

ekonomi, dan jugha latar belakang fisik, psikis atau mental.

(2) Setting (Latar), pada aspek kedua ini mencakup sejumlah seting waktu

dan tempat (spasio-temporal setting) bagi terjadinya sebuah

pertuturan. Aspek waktu, tempat, dan fisik serta aspek-aspek sosial

(52)

(3) Tujuan tuturan. Sebuah tuturan akan selalu mengandung maksud dan

tujuannya. Jadi, dalam prgamatik, bertutur selalu berorientasi pada

tujuan dan maksud.

(4) Tindak verbal (verbal acts). Inilah yang menjadi titik fokus pada

kajian pragmatik. Seperti yang disampaikan oleh Leech (1983) bahwa

tuturan itu harus selalu dianggap sebagai tindak verbal.

(5) Produk tindak verbal. Dalam hal ini, sebuah tuturan dapat

mempengaruhi lawan tutur untuk melakukan sesuatu melalui ujaran

yang disampaikan oleh penutur.

Dell Hymes dalam Nababan (1991:7) lebih terperinci menjelaskan

mengenai konteks wacana atau konteks komunikasi. Hymes mengartikan konteks

komunikasi sebagai unsur-unsur nonverbal yang mempengaruhi suatu proses

komunikasi. Unsur-unsur tersebut dikenal dengan singkatan SPEAKING, yang

meliputi:

(1) Setting and scene, yaitu latar dan suasana.

(2) Participants (peserta tuturan), yaitu orang-orang yang terlibat dalam percakapan, baik langsung maupun tidak langsung.

(3) Ends (hasil), yaitu hasil atau tanggapan dari suatu pembicaraan yang memang diharapkan oleh penutur (ends as outcomes) dan tujuann

akhir pembicaraan itu sendiri (ends in views goals).

(53)

(5) Key meliputi cara, nada, sikap, atau semangat dalam melakukan percakapan. Semangat percakapan antara lain: serius, santai, akrab,

dan laion sebagainya.

(6) Instrumentalities (sarana) yaitu sarana percakapan, maksudnya dengan media apa percakapan tersebut disampaikan.

(7) Norms (norma) menunjuk pada norma atau aturan yang membatasi percakapan.

(8) Genres (jenis) yaitu jenis atau bentuk wacana.

Jadi, secara ringkas dapat dikatakan bahwa konteks dapat memberikan arti

yang lebih dalam akan suatu hal daripada hanya mendengar atau membaca dari

tuturannya saja. Konteks dapat menjelaskan suatu ujaran dengan lebih terperinci.

2.2.5 Pojok

Pojok adalah lajur di sudut surat kabar tempat karangan pendek, berisikan

hal-hal yang humoris, tetapi mengandung kritik atau sindiran (KBBI, 2008:1087).

Pojok merupakan salah satu rubrik yang ditempatkan atau diletakkan pada sudut

kanan atau bawah, tetapi ada juga yang ditulis pada sisi bawah kiri atau kanan.

Menurut Umi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pojok adalah

sudut, penjuru, tempat pertemuan dua garis; lajur di sudut surat kabar tempat

tulisan singkat dan padat.

Menurut Naomi (1996:287), pojok merupakan jendelanya sebuah

penerbitan. Pojok memiliki dua karakteristik, yaitu (1) umumnya tidak memiliki

(54)

kesan sebagai suara pinggiran atau arus bawah dalam sebuah media cetak (koran),

sebab ruangnya yang kecil dan tema-tema tidak penting yang kadang diangkatnya.

Pojok merupakan ide yang dicetuskan oleh redaksi surat kabar dan

biasanya akan diberikan nama tertentu untuk pojok tersebut. Pemberian nama

untuk pojok bertujuan sebagai penanda atau ikon dalam surat kabar. Pojok yang

terdapat dalam surat kabar berisi kritik, fakta, ataupun opini mengenai sebuah

peristiwa atau kejadian yang berkembang pada saat itu. Pemilihan kata yang

digunakan untuk membuat pojok antara media cetak (koran) yang satu dan yang

lainnya berbeda. Dari rangkaian kata yang mudah dipahami hingga yang

rangkaian kata di mana pembaca harus membuka kamus untuk mengerti artinya.

Pemberian nama untuk kolom pojok juga berbeda, sebagai contoh: Rehat untuk

harian umum Republika, Mang Usil untuk surat kabar KOMPAS, Mat Cawang

untuk harian umum Sinar Harapan, Mr. Pecut untuk Jawa Pos, Nuwun Sewu

untuk surat kabar SOLOPOS, Sirpong untuk surat kabar Suara Merdeka, dan lain

sebagainya.

Persamaan antara kolom pojok yang satu dengan yang lainnya terletak

pada gaya bahasa yang digunakan, yakni berupa sindiran dan makna yang

dihasilkan berupa kritik, saran, atau hanya sekadar informasi. Pojok merupakan

seruan kritik atau opini di mana penyampaiannya dikemas secara singkat.

2.2.6 Surat Kabar

Surat kabar adalah lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan berita dan

sebagainya, koran (KBBI, 2005:1109). Surat kabar adalah pemberitaan tercetak

(55)

Berdasarkan terbitnya, surat kabar dibagi menjadi dua, yaitu surat kabar

harian dan surat kabar mingguan. Surat kabar harian adalah surat kabar yang terbit

setiap hari, sedangkan surat kabar mingguan adalah surat kabar yang terbit

seminggu sekali.

Berdasarkan peredarannya, surat kabar dibagi menjadi dua, yaitu surat

kabar lokal dan surat kabar nasional. Surat kabar lokal adalah surat kabar yang

hanya diterbitkan pada daerah tertentu saja, sedangkan surat kabar nasional adalah

surat kabar yang diedarkan secara luas hingga ke penjuru tanah air.

Surat kabar memiliki tiga tujuan, yaitu: (a) memberikan berita kepada para

pembaca, kapan saja dan di mana saja; (b) surat kabar berusaha mengartikan

sebuah berita dengan memberikan ulasan, pendapat orang terkait, dan

menjabarkan fakta-fakta; dan (c) surat kabar juga bertujuan untuk memberikan

hiburan kepada para pembacanya, seperti gambar-gambar, karikatur, dan cerita

yang menarik.

2.3 Kerangka Berpikir

Berdasarkan perincian teori di atas, peneliti menyusun kerangka berpikir

sebagai dasar untuk memudahkan dalam mengklasifikasikan dan menganalisis

rumusan masalahnya. Penelitian ini meneliti pojok yang terdapat di dalam surat

kabar KOMPAS edisi Juli – September 2014.

Fenomena yang terdapat dalam ilmu pragmatik terdiri dari: praanggapan

(presupposition), tindak tutur (speech act), kesantunan berbahasa (politeness

(56)

dan implikatur (

Gambar

Tabel 3: Wujud dan Maksud Implikatur Pojok Mang Usil
Tabel 3.1 Tabel Data Pojok beserta Wujud dan Jenis Implikatur
TABEL TRIANGULASI DATA TUTURAN POJOK MANG USIL SURAT KABAR KOMPAS EDISI JULI – SEPTEMBER 2011

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi tersebut sama halnya dengan hasil penelitian Mugiyo (2011, komunikasi pribadi) bahwa pertumbuhan tanaman Nepenthes rafflesiana Jack dalam tahap aklimatisasi

Kesalahan ini disebabkan karena kesalahan yang dilakukan oleh manusia(personal) itu sendiri, seperti dalam pembacaan skala alat ukur serta kesalahan dalam penaksiran

Tujuan khususnya ialah: (1) menganalisis faktor manusia pada kesiapsiagaan safety driving pengemudi mobil pribadi di rute Tol Cipali; (2) menganalisis faktor

This work discusses influences of Heidegger’s ontology and Nietzsche’s overman in the main character in Sartre’s The Flies since interpretations of this play are dominated either

akan menjadi sumber protein yang jauh lebih baik dari. pada protein

Puji syukur atas kasih yang telah diberikan Tuhan Yesus Kristus kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul : “KONSUMSI IKAN ASIN LAYUR

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat ada beberapa masyarakat yang melakukan penyimpangan terhadap pelaksanaan rujuk yang mana tidak sesuai dengan yang tercatat

1) Pemasaran menurut Fisk (1969) adalah segala usaha bisnis sehingga dapat memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang diinginkan oleh semua konsumen.. 2) Pemasaran menurut