• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAHAMAN SISWA SMP PADA PEMBELAJARAN TERHUBUNG (CONNECTED TEACHING) UNTUK KONSEP PENCEMARAN LINGKUNGAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMAHAMAN SISWA SMP PADA PEMBELAJARAN TERHUBUNG (CONNECTED TEACHING) UNTUK KONSEP PENCEMARAN LINGKUNGAN."

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

PEMAHAMAN SISWA SMP PADA PEMBELAJARAN TERHUBUNG

(CONNECTED TEACHING) UNTUK KONSEP

PENCEMARAN LINGKUNGAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh Sendi Lestari

0908888

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(2)

PEMAHAMAN SISWA SMP PADA PEMBELAJARAN TERHUBUNG

(CONNECTED TEACHING) UNTUK KONSEP

PENCEMARAN LINGKUNGAN

Oleh Sendi Lestari

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Sendi Lestari 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

September 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

SENDI LESTARI

PEMAHAMAN SISWA SMP PADA PEMBELAJARAN TERHUBUNG

(CONNECTED TEACHING) UNTUK KONSEP

PENCEMARAN LINGKUNGAN

DISETUJUI DAN DISYAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Dr. rer.nat. Adi Rahmat, M.Si. NIP. 196512301992021001

Pembimbing II

Any Aryani, M.Si NIP. 19710530201122001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Biologi

(4)

ABSTRAK

Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan terhubung (connected teaching) pada konsep pencemaran lingkungan memiliki tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui pemahaman siswa SMP berdasarkan taksonomi Bloom (revisi) yang terdiri dari translasi, interpretasi, dan ekstrapolasi, serta pemahaman siswa pada setiap subkonsep pencemaran lingkungan setelah malakukan pembelajaran terhubung. Perolehan nilai pretest dan posttest diolah dengan menggunakan n-gain dan uji t satu sampel (one sample t test) dengan value 30 sesuai pada kategori sedang untuk perhitungan n-gain. Hasil pada perhitungan n-gain menunjukkan bahwa rata-rata peningkatan nilai siswa termasuk pada kategori sedang. Untuk hasil perhitungan dengan one sample t test, pada pemahaman siswa berdasarkan indikator, semua jenis pemahaman memiliki perolehan nilai >30, ini berarti peningkatan pemahaman siswa lebih dari standar yang ditetapkan. Untuk perhitungan one sample t test pada setiap subkonsep, hanya subkonsep pencemaran air saja yang memperoleh nilai >30, untuk subkonsep yang lain memperoleh nilai <30. Hal tersebut menunjukkan bahwa hanya subkonsep pencemaran air saja yang menunjukkan peningkatan pemahaman siswa lebih dari standar yang ditetapkan. Secara umum pembelajaran terhubung dapat meningkatkan pemahaman siswa dilihat dari perolehan n-gain (total), selain itu pembelajaran terhubung dapat lebih melatih pemahaman kognitif siswa dibandingkan dengan pemahaman konsep siswa dilihat dari perolehan nilai pada perhitungan one sample t test.

(5)

ABSTRACK

This study aims to analyze the students 'understanding of Junior High School consisting of indicator (translation , interpretation , and extrapolation), as well as the students' understanding on each subconcepts environmental pollution after learning possibilities were connected. Pretest and posttest grades processed using n-gain and one sample t-test in accordance with the value 0.3 in the category of n-gain calculation. N-gain calculation results (total) showed that the average increase in the value of students included in the category. For the calculation of the one- sample t test, based on indicators of student understanding, all understanding has a value acquisition >30, whereas in any water pollution subconcepts only subconcepts who scored >30, for another subconcepts scored <30. It shows that all understanding is based on indicators of water pollution and subconcepts that demonstrate an increased understanding of students over the standard set . In general, connected learning can enhance students' understanding of the acquisition seen n-gain (total), but it can be more connected learning to train students' cognitive understanding compared to students' understanding of the concept of recovery seen in the calculation of the value of one sample t test.

Keywords : connected teaching, translation, interpretation, extrapolation,

environmental pollution

(6)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Batasan Masalah... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II PEMAHAMAN SISWA SMP PADA PEMBELAJARAN TERHUBUNG (CONNECTED TEACHING) UNTUK KONSEP PENCEMARAN LINGKUNGAN ... 9

A. Pengertian Pemahaman ... 9

B. Pengertian Connected Teaching ... 11

C. Pencemaran Lingkungan ... 14

BAB III METODE PENELITIAN... 22

A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 22

B. Desain Penelitian ... 22

C. Metode Penelitian... 23

D. Definisi Operasional... 23

E. Instrumen Penelitian... 24

F. Proses Pengembangan Instrumen………25

G. Teknik Pengumpulan Data ... 30

H. Prosedur Penelitian………..31

(7)

J. Alur Penelitian……….35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Hasil Penelitian ... 36

1. Pemahaman Siswa Sebelum Pembelajaran ... 2. Pemahaman Siswa Setelah Pembelajaran ... 3. Peningkatan Pemahaman Siswa ... 4. Tanggapan Siswa Mengenai Connected Teaching ... B. Pembahasan ... 47

1. Pemahaman Siswa Sebelum Pembelajaran ... 2. Pemahaman Siswa Selama Pembelajaran ... 3. Pemahaman Siswa Setelah Pembelajaran ... 4. Peningkatan Pemahaman Siswa ... 5. Tanggapan Siswa Mengenai Connected Teaching ... BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

LAMPIRAN ... 67

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Ranah Kognitif Bloom (1956) ... 9

Tabel 2.2 Kompirasi Kompetensi Dasar ... 10

Tabel 3.1 Desain Penelitian... 22

Tabel 3.2 Kriteria Pemberian Skor... 24

Tabel 3.3 Klasifikasi Validitas Butir Soal... 26

Tabel 3.4 Klasifikasi Reliabilitas Butir Soal ... 27

Tabel 3.5 Klasifikasi Indeks Kesukaran... 28

Tabel 3.6 Klasifikasi Daya Pembeda ... 29

Tabel 3.7 Hasil Perhitungan Kelayakan Instrumen... 29

Tabel 3.8 Klasifikasi Gain Ternormalisasi ... 33

Tabel 4.1 Perbandingan Nilai Pretest dan Posttest ... 36

Tabel 4.2 Penyebaran Pemahaman yang Diukur pada Soal ... 37

Tabel 4.3 Perolehan Skor Pretest Pemahaman Siswa Berdasarkan Indikator .... 38

Tabel 4.4 Perolehan Skor Pretest Pemahaman Setiap Subkonsep ... 39

Tabel 4.5 Perolehan Skor Posttest Pemahaman Siswa Berdasarkan Indikator ... 40

Tabel 4.6 Perolehan Skor Posttest Pemahaman Setiap Subkonsep ... 41

Tabel 4.7 Perolehan N-Gain Untuk Pemahaman Berdasarkan Indikator ... 42

Tabel 4.8 Perolehan N-Gain Untuk Pemahaman Setiap Subkonsep ... 43

Tabel 4.9 Rekapitulasi Hasil Uji Prasyarat Pemahaman Berdasarkan Indikator 44 Tabel 4.10 Rekapitulasi Hasil Uji Prasyarat Pemahaman Setiap Konsep ... 44

Tabel 4.11 Hasil Perhitungan One Sample T Test Pemahaman Berdasarkan Indikator... 45

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Pencemaran ... 13

Gambar 3.1 Alur Penelitian ... 35

DAFTAR LAMPIRAN A. Analisis Uji Coba ... 67

B. Kisi-Kisi Soal ... 76

C. Rekapitulasi Jawaban Siswa ... 78

D. Rekapitulasi Angket ... 94

E. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 97

F. Outline Pencemaran Lingkungan ... 100

G. Soal, Angket, LKS ... 103

H. Rekapitulasi N-Gain... 108

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu Pengetahuan Alam dapat dilihat sebagai bangunan ilmu (body of

knowledge), cara berpikir (way of thinking), cara penyelidikan (way of

investigation). Sebagai bangunan ilmu pengetahuan, IPA terdiri dari fakta,

konsep, prinsip, hukum, dan teori. Bangunan ilmu ini bersifat satu kesatuan dan

saling mendukung. Pola bangunan keilmuan dari fakta sampai dengan teori ini

akan melahirkan arahan pola berpikir baik induktif maupun deduktif. Serangkaian

tahap atau cara berproses ilmiah dalam sains melahirkan cara penyelidikan

(Susilowati, 2010).

Pada dasarnya terdapat tiga hal penting dalam pembelajaran, yaitu: (i)

penyampaian pengetahuan, (ii) mengombinasikan berbagai teknik mengajar

dengan mempertimbangkan berbagai macam tipe dan kondisi siswa, serta minat

dan bakat mereka, serta (iii) memfasilitasi siswa untuk mencari dan menemukan

makna dan pemahaman sendiri (Biggs, 1998 dalam Martutik et al, 2012). Dari

pemahaman tersebut dapat disimpulkan bahwa pengintegrasian pembelajaran

antar mata pelajaran adalah sebagai berikut:

1. Setiap proses kehidupan yang kita alami selama hidup saling berkaitan,

sehingga perlu dilakukan pengkoneksian agar siswa dapat lebih mengerti dan

memaknai pembelajaran.

2. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (seperti mata pelajaran Biologi, Fisika,

dan Kimia) dalam kenyataannya memiliki hubungan yang erat satu sama lain,

sehingga sedapat mungkin sebagai pendidik kita harus dapat menemukan

hubungan tersebut dan mengintegrasikannya terhadap siswa agar pembelajaran

IPA dalam lebih dimaknai (Trianto, 2010).

Agar suatu pembelajaran dapat lebih termaknai oleh siswa, maka perlu

adanya inovasi dalam proses pembelajaran. Inovasi tersebut dapat terjadi melalui

peran guru dalam memilih strategi mengajar di dalam kelas, terutama untuk

mengajar IPA. Menurut Rustaman et al. (2003), strategi mengajar berkaitan

(11)

2

(2009), pendekatan pembelajaran merupakan suatu upaya menghampiri makna

upaya pembelajaran melalui suatu cara pandang dan pandangan tertentu dalam

memahami makna pembelajaran.

Saat ini, pembelajaran IPA tingkat SMP berbeda dengan tingkat SMA.

Untuk tingkat SMP digunakan IPA Terpadu yang terdiri dari mata pelajaran

Fisika, Kimia, dan Biologi. Pembelajaran IPA Terpadu ini dimaksudkan agar

peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang lebih menunjukkan

keterkaitan unsur unsur konseptual yang berpengaruh terhadap kebermaknaan

pengalaman belajar. Diharapkan dengan keterkaitan konseptual yang dipelajari

dari unsur-unsur dalam bidang studi IPA yang relevan akan membuat peserta

didik memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan, serta keutuhan

pandangan tentang kehidupan,dunia nyata dan fenomena alam (Martutik et al,

2012).

Untuk tingkat SMA, IPA tidak lagi menggunakan istilah IPA Terpadu. Ilmu

Pengetahuan Alam tingkat SMA terdiri dari Fisika, Kimia, dan Biologi yang

berdiri sendiri. Menurut Amrosy (2008), Di jenjang SMA, siswa dipandang sudah

dapat mempelajari sesuatu yang lebih abstrak dengan pemikiran tingkat tinggi

disertai analisis yang tajam, sehingga tidak diberlakukan IPA Terpadu pada

jenjang SMA.

Ilmu Pengetahuan Alam diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk

memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat

diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana untuk menjaga

dan memelihara kelestarian lingkungan. Pada tingkat SMP diharapkan ada

penekanan pembelajaran SALINGTEMAS (Sains, Lingkungan, teknologi, dan

masyarakat) secara terpadu yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk

merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan

kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana (BSNP, 2006).

Mata Pelajaran IPA adalah sarana untuk memahami alam dan melatihkan

pola pikir siswa dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang berkaitan dengan

objek IPA. Amanah kurikulum menghendaki IPA dibelajarkan secara terpadu

(12)

3

dalam kurikulum IPA masih terpisah. Keterpaduan baru sekedar dilihat dari

perspektif penggabungan secara berlapis materi fisika, kimia dan biologi.

Perspektif dalam memadukan secara holistik belum disentuhkan. Hal ini sesuai

dengan sains yang mempelajari objek dari gejala dan fenomena secara holistik.

Gejala dan fenomena IPA pada objek permasalahan IPA merupakan kumpulan

konsep yang utuh bukan terpisah. Itulah sebabnya IPA perlu dibelajarkan secara

holistik dalam bentuk IPA terpadu. Hal ini bertujuan untuk membentuk pola pikir

peserta didik yang holistik. Pola pikir peserta didik yang holistik ini akan

digunakan sebagai life skill dalam menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan

(Susilowati, 2010).

Menurut Masriyah (2009), pembelajaran IPA hendaknya disajikan dalam

bentuk utuh dan tidak parsial, karena pembelajaran yang disajikan terpisah-pisah

memungkinkan adanya tumpang tindih dan pengulangan, sehingga membutuhkan

waktu dan energi yang lebih banyak, serta membosankan bagi peserta didik. Bila

konsep yang tumpang tindih tersebut dapat dipadukan maka pembelajaran akan

lebih efisien dan efektif serta ketercapaian pembelajaran bermakna untuk siswa

dapat tercapai.

Dengan latar belakang pengetahuan siswa yang berbeda-beda, perlu

adanya pemanduan pelajaran yang kolaboratif untuk menyamakan pandangan

mengenai suatu materi dan menghubungkan/mengintegrasikan antar konsep pada

materi tersebut (Watkins et al, 2004). Kebiasaan pembelajaran yang

terkotak-kotak dapat membuat setiap pembelajaran seperti memiliki pembatas, padahal

setiap materi pembelajaran satu sama lain memiliki keterkaitan yang penting

untuk diketahui dalam proses-proses kehidupan sehari-hari. Menurut Rahmat

(2011), pengajaran dan pembelajaran (Biologi) yang hanya difokuskan pada

pemahaman informasi dapat menyebabkan kesulitan beberapa siswa, khususnya

dalam mengingat terminologi oleh karena itu akan lebih baik mengintegrasikan

konsep bermakna untuk konsep baru atau situasi yang baru.

Pembelajaran terpadu adalah suatu pembelajaran yang

mengintegrasikan/mengkaitkan tema-tema yang over lapping untuk dikemas

(13)

4

pembelajaran terpadu juga menekankan integrasi berbagai aktivitas untuk

mengeksplorasi objek, topik, atau tema yang merupakan kejadian-kejadian, fakta,

dan peristiwa yang otentik. Pelaksanaan pendekatan terpadu pada dasarnya agar

kurikulum itu bermakna bagi peserta didik. Hal ini dimaksudkan agar bahan ajar

tidak digunakan secara terpisah-pisah, tetapi merupakan suatu kesatuan bahan

yang utuh dan cara belajar yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan peserta

didik (Nopheda, 2012).

Menurut Amrosy (2008), Pembelajaran terpadu dapat diterapkan

dijenjang SMP dengan landasan bahwa psikologi anak jenjang SMP tidak lagi

berpikir secara konkrit saja melainkan sudah semi abstrak, sehingga keterpaduan

mata pelajaran dapat dijadikan mereka mengolah informasi secara konkrit dengan

pemikiran semi abstrak konstruktif.

Menurut Trefil (2007) dalam Susilowati (2010) juga menjelaskan bahwa

pembelajaran terintegrasi (An integrated approach) melibatkan proses ilmiah,

mengorganisasikan prinsip, mengorganisasikan integrasi alam dari pengetahuan

ilmiah dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, dalam an

integrated approach ini juga siswa diharapkan mampu mengkaitkan dalam bidang

lain meliputi fisika, astronomi, kimia, geologi, biologi, teknologi, lingkungan, dan

kesehatan keselamatan.

Menurut Watkins et al (2004), dalam usaha meningkatkan pembelajaran

IPA, terdapat beberapa strategi pembelajaran yang dapat digunakan agar

pembelajaran IPA dapat lebih termaknai. Salah satu contohnya adalah dengan

pembelajaran terintegrasi atau terpadu. Di dalam pembelajaran terintegrasi,

terdapat pendekatan yang dapat digunakan untuk membuat suatu pembelajaran

dapat saling terhubung dengan pembelajaran yang lain dan membuat

pembelajaran tidak saling tumpang tindih dengan mata pelajaran lain, yaitu

pendekatan terhubung (connected teaching).

Pembelajaran terhubung (connected teaching) merupakan suatu

pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam intra

mata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Dengan adanya pemaduan itu siswa

(14)

5

pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa. Bermakna di sini memberikan arti

bahwa pada pembelajaran terhubung siswa akan dapat memahami konsep-konsep

yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan nyata yang

menghubungkan antar konsep dalam intra mata pelajaran maupun antar mata

pelajaran (Wintervina, 2012).

Pendekatan menggunakan connected teaching memiliki potensi untuk

memenuhi kebutuhan semua siswa (Richards & Shea, 2006). Menurut Caine

(1991) dalam Richard & Shea (2006), siswa belajar dengan baik ketika mereka

sepenuhnya tenggelam dalam pengalaman pendidikan dan dapat

mempertimbangkan beberapa pandangan dan koneksi dari seluruh subyek.

Meskipun kebijakan kurikulum menghendaki pembelajaran untuk tingkat

SMP dilakukan dengan pembelajaran terpadu namun kenyataan di lapangan tidak

demikian. Pembelajaran yang terjadi pada sekolah-sekolah menengah pertama

hanya pembelajaran biasa dan tidak ada unsur keterpaduan seperti yang

dianjurkan kurikulum (Susilowati, 2010).

Ilmu lingkungan adalah ilmu interdisipliner untuk mengukur dan menilai

perubahan dan dampak kegiatan manusia terhadap ekosistem, agar manusia dapat

mengelola ekosistem tersebut demi ketahanan hidupnya sendiri (Choesin, 2004).

Interdisipliner disini berarti mentautkan dua atau lebih bidang ilmu yang

serumpun (Trianto, 2010). Oleh karena pencemaran termasuk ke dalam ilmu

lingkungan, maka digunakan konsep pencemaran lingkungan dalam penelitian ini.

Setelah dilakukan survey pada sekolah yang akan diteliti, pembelajaran

terpadu yang seharusnya ada pada sekolah jenjang SMP, tidak berlaku pada

sekolah ini. Selain itu, untuk konsep pencemaran lingkungan juga tidak pernah

dilakukan pendekatan connected teaching dalam proses pembelajarannya, padahal

materi pencemaran lingkungan memiliki banyak konsep yang berhubungan

dengan mata pelajaran kimia. Pembelajaran pada materi pencemaran lingkungan

cenderung hanya terfokus pada materi biologi saja dan pada proses

pembelajarannya hanya menggunakan pembelajaran diskusi.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukanlah penelitian ini

(15)

6

dalam pembelajarannya dan konsep pencemaran lingkungan sebagai materi yang

akan disampaikan karena materi tersebut dirasakan paling cocok untuk dilakukan

connected teaching sebab karakter materi yang mengandung pelajaran biologi dan

kimia yang dapat dihubungkan/dikoneksikan.

Pembelajaran terhubung dalam membelajarkan IPA merupakan salah satu

alternatif yang dapat dipilih dalam rangka meningkatkan pemahaman siswa

(Nurlaela, 2006). Hal tersebut membuat peneliti ingin mengukur hasil

pembelajaran pada tingkat pemahaman siswa, sehingga tolak ukur keberhasilan

pembelajaran terhubung pada penelitian ini adalah pemahaman siswa.

Perlu ditekankan bahwa connected teaching yang digunakan merupakan

suatu pendekatan, bukan model karena tidak terdapat sintaks yang harus dilakukan

pada penelitian ini. Tema yang dipilih adalah Pencemaran Lingkungan yang akan

dihubungkan (connected) dengan mata pelajaran Kimia. Berdasarkan latar

belakang di atas, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pemahaman siswa

SMP pada pembelajaran terhubung (connected teaching) untuk konsep

pencemaran lingkungan.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana pemahaman siswa SMP pada pembelajaran konsep

pencemaran lingkungan menggunakan connected teaching?

Rumusan masalah di atas dapat dikembangkan menjadi tiga pertanyaan penelitian,

yaitu:

1. Bagaimana pemahaman siswa pada setiap indikator dan pemahaman

siswa pada setiap subkonsep sebelum pembelajaran connected teaching

dilakukan?

2. Bagaimana pemahaman siswa pada setiap indikator dan pemahaman

siswa pada setiap subkonsep setelah pembelajaran connected teaching

dilakukan?

3. Bagaimana peningkatan pemahaman siswa setelah mengikuti

(16)

7

C. Batasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah dan untuk menghindari masalah agar tidak

terlalu meluas, maka permasalahan harus dibatasi sebagai berikut:

1. Pemahaman yang diukur, dilihat dari indikator dan dari setiap

subkonsep yang diberikan kepada siswa melalui soal pretest dan

posttest.

2. Indikator pemahaman pada penelitian ini dibatasi pada jenjang

konseptual menurut tiga tipe pemahaman Bloom yaitu translasi

(kemampuan menerjemahkan), interpretasi (kemampuan menafsirkan),

dan ekstrapolasi (kemampuan meramalkan).

3. Pada penelitian ini digunakan metode ceramah, dan diskusi serta tanya

jawab.

4. Pengkoneksian hanya dilakukan dengan mata pelajaran kimia.

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pemahaman siswa SMP pada pembelajaran

terhubung/connected teaching untuk konsep pencemaran lingkungan.

2. Untuk mengetahui sejauh mana efektivitas pembelajaran konsep

pencemaran lingkungan yang disajikan dengan connected teaching

terhadap pemahaman siswa.

E. Manfaat Penelitian

1. Untuk Guru

a. Dapat digunakan sebagai masukan dalam menggunakan pendekatan

pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran.

b. Memberikan alternatif strategi pembelajaran biologi dalam

meningkatkan pemahaman konsep siswa khususnya untuk pendekatan

connected teaching

2. Untuk Siswa

a. Diharapkan siswa dapat lebih mudah mengerti dan memahami materi

(17)

8

b. Diharapkan siswa dapat meningkatkan pemahaman dan mampu

mengintegrasikan konsep baru dari materi biologi yang disajikan

dengan connected teaching.

3. Bagi peneliti

a. Memberikan gambaran tentang pelaksanaan pembelajaran connected

teaching, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan

(18)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini adalah SMPN 1 Bandung. Populasi

yang digunakan adalah Kelas VII. Sampel Kelas VII.10 dengan jumlah

siswa 27 orang siswa. Pengambilan sampel tidak diambil secara random,

karena hanya ada satu kelas yang disediakan oleh sekolah untuk dijadikan

sebagai kelas penelitian. Pemilihan kelas penelitian dipilih oleh guru

pamong selaku wali kelas penelitian.

B. Desain Penelitian

Adapun desain dalam penelitian ini menggunakan one group pretest

posttest design, yaitu satu sampel diberi perlakuan selama waktu tertentu.

Pada desain ini satu kelompok eksperimen diberikan tes awal (pretest)

dan tes akhir (posttest) selanjutnya dicari peningkatan (gain) antara hasil

pretest dan posttest. Gain yang didapat dari hasil pretest dan posttest

tersebut dikonversi ke dalam N-gain yang diuji secara statistik.

Secara umum desain penelitian yang akan digunakan dapat

digambarkan sebagai berikut :

Tabel 3.1. Desain Penelitian

Kelas Pretest Perlakuan Postest

Eksperimen T1 X T2

Keterangan:

T1 = Tes Awal (Pretest)

T2 = Tes Akhir (Postest)

X = Diberikan perlakuan.

(19)

23

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

metode penelitian weak eksperiment /eksperimen lemah (Margono, 2009).

Weak eksperimental merupakan metode penelitian eksperimen yang desain

dan perlakuannya seperti eksperimen tetapi tidak ada pengontrolan

variabal sama sekali (Sukmadinata, 2010).

D. Definisi Operasional

1. Pemahaman konsep yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

pemahaman siswa secara komprehensif dalam menjawab soal-soal

pilihan ganda beralasan pada jenjang C2 dimensi konseptual untuk

materi pencemaran lingkungan. Pemahaman konsep disini mencakup

kemampuan menerjemahkan (translasi), kemampuan menafsirkan

(interpretasi), dan kemampuan meramalkan (ekstrapolasi).

2. Selain itu pemahaman yang diukur juga digunakan pemahaman siswa

pada setiap subkonsep yang diberikan pada soal pretest dan posttest.

3. Connected teaching adalah suatu strategi pembelajaran yang

menghubungkan konsep-konsep dari materi pencemaran lingkungan

yang disajikan/diajarkan dengan konsep-konsep dari materi yang telah

atau belum diajarkan sebelumnya baik dalam mata pelajaran yang

sama maupun dari mata pelajaran yang berbeda. Perlu ditekankan

bahwa connected teaching yang digunakan pada penelitian ini

merupakan suatu pendekatan, bukan model karena tidak terdapat

sintaks yang harus dilakukan pada penelitian ini. Tema yang dipilih

adalah Pencemaran Lingkungan yang akan dihubungkan (connected)

(20)

24

E. Instrumen Penelitian

a. Pilihan Ganda Beralasan

Soal-soal pilihan ganda beralasan terdiri dari empat pilihan.

Soal diberikan pada saat pretest dan postest yang berjumlah 15

soal. Soal tersebut terdiri atas soal dengan indikator pemahaman

translasi, interpretasi, dan ekstrapolasi dengan masing-masing

jumlah setiap jenis pemahaman 5 soal. Pemberian skor untuk soal

pilihan ganda beralasan dilakukan dengan beberapa kriteria yang

dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.2 Kriterita Pemberian Skor untuk Jawaban Siswa

No. Keterangan Skor

Jawaban Alasan

1. Benar benar 4

2. Benar Kurang tepat 3

3. Benar salah 2

4. Salah benar 1

5. Salah Salah 0

(Arikunto,2009)

b. Angket

Angket merupakan cara pengumpulan data secara tidak

langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan

responden). Angket yang digunakan pada penelitian ini merupakan

angket tertutup yaitu pertanyaan atau pernyataan-pernyataan telah

memiliki alternatif jawaban (option) yang tinggal dipilih oleh

responden sehingga responden tidak bisa memberikan jawaban lain

kecuali yang telah tersedia sebagai alternatif jawaban

(Sukmadinata, 2010). Instrumen ini terdiri atas 10 pertanyaan yang

digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran

yang diterapkan. Angket yang digunakan dibuat dengan format

(21)

25

c. Lembar Kerja Siswa (LKS)

Lembar kerja siswa ini berisi materi dan

pertanyaan-pertanyaan yang menuntun siswa agar lebih memahami konsep

pencemaran lingkungan selama kegiatan pembelajaran.

Penyusunan LKS ini dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat

bersesuaian dengan tujuan pembelajaran dan pengkoneksian

dengan materi kimia. Pengerjaan LKS ini dilakukan secara

berkelompok melalui diskusi.

d. Dokumentasi

Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara

mendokumentasikan proses pembelajaran dari awal hingga akhir

dengan cara merekam setiap langkah pembelajaran. Perekaman ini

dimaksudkan untuk mengamati proses pelaksaan dalam

pembelajaran pencemaran lingkungan menggunakan connected

teaching serta untuk mengamati perilaku siswa saat pembelajaran

berlangsung.

F. Proses Pengembangan Instrumen

Pada tahap pra-penelitian dilakukan penyusunan proposal

penelitian serta kelengkapan alat, bahan dan berbagai macam

instrumen penelitian. Proses penyusunan instrumen dilakukan secara

bertahap melalui diskusi dengan dosen pembimbing.

Instrumen-instrumen yang dibuat beberapa kali dilakukan revisi

sehingga bersesuaian dengan kegiatan pembelajaran. Selain oleh dosen

pembimbing, intrumen ini pun diperiksa kelayakannya oleh para dosen

ahli dari segi materi dan kaidah-kaidah evaluasi melalui proses

judgment. Instrumen bisa digunakan dalam pengambilan data

penelitian apabila telah melewati proses perbaikan dari hasil koreksi

pada tahapan judgment serta telah melalui tahapan uji coba instrumen

(22)

26

semua instrumen melalui tahapan uji coba. Hanya paket soal yang

digunakan dalam pretest-posttest saja yang diuji cobakan. Untuk

mengetahui kelayakan instrumen dilakukan proses pengembangan

instrumen, dengan langkah-langkah:

a. Validitas Butir Soal

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat

kesahihan suatu instrumen. Oleh kerena itu, untuk mengetahui

instrument tes yang digunakan dalam penelitian ini valid, maka

dilakukan analisis validitas. Untuk mengetahui validitas butir soal

digunakan rumus koefisien Product Moment sebagai berikut:

rxy = N  XY – (X) (Y)

√{ (NX2– (X)2) } { NY2– (Y)2 }

Keterangan:

rxy = Koefisien korelasi

N = Jumlah seluruh siswa

X = Skor tiap siswa

Y = Skor total tiap siswa

Nilai rxy yang diperoleh dapat dapat diinterpretasikan

untuk menentukan validitas butir soal dengan menggunakan

kriteria sebagai berikut:

Tabel 3.3. Klasifikasi Validitas Butir Soal

Nilai rxy Kategori

0,00 – 0,19 Sangat Rendah

0,20 – 0,39 Rendah

0,40 – 0,59 Cukup

0,60 – 0,79 Tinggi

0,80 – 1,00 Sangat Tinggi

(23)

27

b. Reliabilitas

Reabilitas adalah tingkat keajegan suatu tes, yaitu sejauh mana

tes dapat dipercaya untuk mendapatkan skor yang ajeg atau konsisten

walaupundiujikan pada situasi yang berdeda-beda. Reliabilitas

dihitung dengan mengguankan rumus:

rnn = 2r 1/2 ½

(1 + r ½ ½ )

Keterangan:

rnn = Reliabilitas instrument

r ½ ½ = korelasi antara skor-skor tiap soal.

Reabilitas instrumen dengan menggunakan kriteria sebagai

berikut:

Tabel 3.4. Klasifikasi Reabilitas Tes

Nilai rnn Kategori

0,80 – 1 Sangat tinggi

0,60 – 0,79 Tinggi

0,20 – 0,59 Rendah

0,00 – 0,19 Sangat Rendah

(Arikunto, 2009)

c. Tingkat Kesukaran Butir Soal

Tingkat kesukaran butir soal adalah proporsi dari keseluruhan

siswa yang menjawab benar pada butir soal tersebut. Tingkat

kesukaran butir soal dapat diukur dengan menggunakan rumus:

TK = U + L

T

Keterangan:

TK = Taraf kesukaran

U = Jumlah siswa dari kelompok atas yang menjawab benar

(24)

28

L = Jumlah siswa dari kelompok bawah yang menjawab benar

untuk tiap soal

T = Jumlah seluruh siswa dari kelompok atas dan bawah

Nilai tingkat kesukaran yang telah didapat dapat di

interpretasikan dengan menggunakan tabel berikut:

Tabel 3.5 Indeks Kesukaran

Nilai TK Kategori

0,00 – 0,30 Sukar

0,31 – 0,70 Sedang

0,71 – 1,00 Mudah

(Arikunto, 2009)

d. Daya Pembeda Soal

Daya pembeda butir soal adalah kemampuan suatu soal untuk

membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang tidak

pandai. Daya pembeda butir soal dapat dihitung dengan rumus:

DP = U – L

½ T

Keterangan:

DP = Daya Pembeda

U = Jumlah siswa dari kelompok atas yang menjawab benar

untuk tiap soal

L = Jumlah siswa dari kelompok bawah yang menjawab benar

untuk tiap soal

T = Jumlah seluruh siswa dari kelompok atas dan bawah

Kriteria untuk menentukan suatu daya pembeda, dapat

(25)

29

Tabel 3.6 Klasifikasi Daya Pembeda

Nilai DP Kategori

0,00 – 0,20 Jelek

0,21 – 0,40 Cukup

0,41 – 0,70 Baik

0,71 – 1,00 Baik sekali

(Arikunto, 2009)

Perhitungan kelayakan instrumen pada penelitian ini dilakukan

dengan menggunakan pogram Anatest versi 4.0.5. Adapun hasil

perhitungan uji coba yang telah dilakukan, didapat nilai reliabilitas

sebesar 0,83, termasuk ke dalam kategori sedang. Untuk pengujian

yang lain dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.7 Hasil Perhitungan Kelayakan Instrumen No.

soal

Validitas Kategori Tingkat kesukaran

Kategori Ket. Daya pembeda

Keputusan

1 0,123 - 0,69 Sedang - 0,06 -

2 0,741 Sangat

sig.

0,56 Sedang - 0,68 Digunakan

3 0,355 - 0,65 Sedang - 0,31 Digunakan

4 0,264 - 0,21 Sukar Revisi 0,18 Digunakan

5 0,360 - 0,81 Mudah Revisi 0,25 Digunakan

6 0,483 Signifikan 0,45 Sedang - 0,40 -

7 0,680 Sangat

sig.

0,43 Sedang - 0,56 -

8 0,508 Sangat 0,57 Sedang - 0,65 Digunakan

9 0,337 - 0,51 Sedang - 0,40 Digunakan

10 0,549 Sangat 0,64 Sedang - 0,34 Digunakan

11 0,412 Sig. 0,62 Sedang - 0,31 Digunakan

12 0,177 - 0,75 Mudah Revisi 0,06 Digunakan

13 0,440 Sig. 0,59 Sedang - 0,18 Digunakan

14 0,615 Sangat 0,32 Sedang - 0,53 Digunakan

15 0,348 Sig. 0,62 Sedang - 0,25 Digunakan

16 0,238 - 0,37 Sedang - 0,37 -

17 0,150 - 0,21 Sukar Revisi 0,00 Digunakan

18 0,350 - 0,53 Sedang - 0,37 -

19 0,312 - 0,68 Sedang - 0,31 Digunakan

20 0,374 - 0,53 Sedang - 0,31 -

(26)

30

G. Teknik Pengumpulan Data

Pengambilan data dilakukan sebelum, dan setelah kegiatan pembelajaran

dilaksanakan. Kegiatan pembelajaran dilakukan selama dua kali pertemuan. Pada

pertemuan pertama dilakukan pretest dan pengisian setengah bagian LKS. Pada

pertemuan kedua LKS kembali dikerjakan sampai dengan selesai kemudian

ditutup dengan pengisian posttest dan angket.

Pretest dilakukan untuk mengetahui pengetahuan dan pemahaman awal

siswa mengenai materi pencemaran lingkungan yang akan diajarkan. Data ini

diperlukan untuk mengetahui kemajuan pemahaman konsep yang dicapai melalui

kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan connected teaching dari hasil

pretest ke posttest.

Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, dilakukan perekaman dengan

tujuan agar proses selama pembelajaran dapat dianalisis lebih lanjut dan tidak

hilang. Data ini digunakan sebagai data pelengkap yang menunjukkan bahwa

kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan berjalan dengan baik sehingga data

pemahaman konsep siswa benar-benar valid.

H. Prosedur Penelitian

Proses pengumpulan data dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga

tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap analisis/pengolahan

data. Berikut ini merupakan penjelasan secara rinci dari ketiga tahapan tersebut:

a. Tahap Persiapan

Tahap persiapan penelitian dilakukan persiapan sebagai berikut:

1. Study literature yang berhubungan dengan pembelajaran terpadu dari

proses pembelajaran di sekolah menengah pertama kelas VII semester 2

2. Melakukan analisis materi pada Standar Kompetensi dan Kompetensi

Dasar materi yang akan diteliti

3. Mengidentifikasi konsep, keterampilan, dan sikap yang akan

(27)

31

4. Menyusun materi ajar

5. Menyusun instrumen penelitian

6. Menguji instrumen penelitian

b. Tahan Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan penelitian terdiri atas tahapan-tahapan berikut:

1. Tahap pertama memberikan tes (pretest) terhadap siswa untuk mengetahui

pengetahuan awal siswa. Setelah itu melakukan persiapan kegiatan

pembelajaran berupa pengenalan materi.

2. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan rincian kegiatan pembelajaran

sebagai berikut:

 Awal kegiatan pembelajaran, siswa dikenalkan pada konsep pencemaran lingkungan (Penyajian Informasi), pembelajaran terjadi

saat guru menjelaskan dengan metode ceramah mengenai konsep

pencemaran lingkungan

 Mengkoneksikan konsep-konsep yang disajikan dengan konsep-konsep dari pokok bahasan atau mata pelajaran lain, pembelajaran terjadi saat

guru dan siswa menganalisis gambar, lalu mencari apa saja bahan

penyebab terjadinya pencemaran lingkungan terutama bahan yang

mengandung unsur kimia

3. Membangun konsep yang komprehensif (sebab-akibat) dalam pencemaran

lingkungan, pembelajaran terjadi saat guru dan siswa berdiskusi mengenai

bahan penyebab pencemaran lingkungan dan dampak bahan tersebut

terhadap lingkungan Setelah siswa selesai melakukan pembelajaran,

diberikanpostest untuk mengetahui kemampuan pemahaman konsep siswa

dengan instrument yang telah disiapkan

c. Tahap Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan untuk mengetahui hasil akhir yaitu

perbedaan nilai pretest dan postest yang diberikan kepada siswa. Selain itu,

(28)

32

yang diberikan kepada siswa mengenai tanggapan siswa setelah belajar

menggunakan pendekatan terkoneksi.

I. Analisis Data

Setelah data diperoleh, dilakukan pengolahan data dengan

perhitungan menggunakan kriteria yang telah ditentukan.Adapun

langkah-langkah dalam mengolah data adalah sebagai berikut.

a. Penskoran Tiap Butir Soal

Perolehan data hasil pretest dan posttest dalam bentuk skor

dilanjutkan dengan pengolahan skor kembali. Pengolahan tersebut dibagi

menjadi dua, yang pertama dilakukan perhitungan skor untuk jenis

pemahaman berdasarkan indikator, yang kedua dilakukan pengolahan data

skor untuk pemahaman siswa pada tiap konsep yang diberikan saat pretest

dan posttest.

b. Perhitungan N-Gain

Setelah data diolah dalam bentuk skor, data tersebut diolah kembali

menjadi sebuah nilai. Setelah diperoleh nilai antara pretest dan posttest,

dilanjutkan dengan perhitungan n-Gain dengan tujuan untuk mengetahui

kualitas peningkatan nilai antara nilai pretest ke posttest. Rumus

menghitung n-gain diantaranya:

N-gain = Nilai posttest nilai pretest

Nilai maks. – nilai pretest

Perolehan nilai n-gain tersebut dapat dikategorikan seperti berikut

ini:

Tabel 3.8 Klasifikasi Gain ternolmalisasi

Rentang Kategori

≤ 0,30 Rendah

≥ 0,31 – 0,70 Sedang

≥ 0,71 Tinggi

(29)

33

c. Uji Normalitas

Uji normalitas dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa

sampel diambil dari populasi yang berdistribusi normal. Untuk uji

normalitas pada penelitian ini, digunakan Uji

Kolmogorov-Smirnov, karena jumlah sampel sebanyak 27 orang atau sampel

kurang dari 30 orang (Sulistyo,2011).

d. Uji One Sample T Test

One sample t test merupakan uji perbandingan rata-rata.

Pengujian hipotesis pada rata-rata digunakan untuk mengetahui

apakah nilai dugaan dari peneliti terhadap suatu objek yang diteliti

sesuai atau tidak dengan kenyataannya (Sulistyo, 2011). Oleh

karena itu hipotesis untuk perhitungan statistika One sample t test

seperti berikut ini.

“peningkatan pemahaman siswa sesuai dengan standar yang ditetapkan yaitu dengan value 30 yang termasuk kategori sedang

untuk perhitungan n gain” (Munawaroh, 2013).

Hipotesis diterima jika nilai p value > α yaitu 0,05.

Dilakukan uji dua sisi untuk mengetahui letak nilai t hitung pada

rentang daerah t tabel (dwi, 2011). Untuk mengetahui t tabel maka

dengan jumlah sampel (n) sebanyak 27 orang dan tingkat

signifikansi sebesar 5% , maka t tabel yang digunakan sebesar 2,06

(Sudjana, 2002).

e. Data hasil angket

Data angket dianalisis dengan presentase jawaban siswa,

kemudian data diinterpretasikan dengan menggunakan kategori

presentase sebagai berikut :

% respon siswa = Jumlah siswa menjawab x 100%

(30)

34

Kategori :

0 % = tidak ada

1 % - 25 % = sebagian kecil

26 % - 49 % = hampir setengahnya

50 % = setengahnya

51 % - 75 % = sebagian besar

76 % - 99 % = pada umumnya

(31)

35

J. Alur penelitian

K.

Penyajian materi mengenai pencemaran lingkungan

Menguji instrumen Menyusun

instrumen penelitian Menyusun

materi ajar

Mengidentifi-kasi konsep yang akan dikembangkan Pencarian

literature

Analisis Standar Isi Mata Pelajaran

Biologi SMA

Pre-test

Pengkoneksian materi pencemaran lingkungan dengan pelajaran kimia

Membangun kembali pengetahun yang komprehensif (sebab-akibat) dalam pencemaran

lingkungan

Pos-test

Dilakukan pengumpulan data

Pengolahan data dan pembahasan

(32)
(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penerapan pembelajaran menggunakan pendekatan connected teaching

pada konsep pencemaran lingkungan terhadap pemahaman siswa diperoleh

kesimpulan bahwa terdapat peningkatan pemahaman siswa pada setiap indikator

dan setiap subkonsep dilihat dari n-gain secara keseluruhan (total) yaitu pretest

(pemahaman sebelum pembelajaran terhubung dilakukan) dan posttest

(pemahaman setelah pembelajaran terhubung dilakukan) yang diberikan kepada

siswa. Hasil pretest untuk pemahaman siswa pada setiap indikator menunjukkan

bahwa jenis pemahaman ekstrapolasi memiliki skor tertinggi dibandingkan

dengan jenis pemahaman lain begitu pula pada hasil posttest, jenis pemahaman ini

memiliki perolehan skor tertinggi. Untuk hasil pretest pada pemahaman siswa

setiap subkonsep, diketahui bahwa subkonsep pencemaran udara memiliki

perolehan skor tertinggi, sedangkan pada posttest berubah menjadi subkonsep

pencemaran air yang memiliki skor tertinggi.

Selain n-gain digunakan juga uji hipotesis one sample t test dengan value

30 yang termasuk kategori sedang pada perhitungan n-gain. Hasil uji ini

menunjukkan bahwa untuk pemahaman siswa berdasarkan indikator, semua jenis

pemahaman memiliki perolehan nilai >30. Ini berarti peningkatan pemahaman

siswa berdasarkan indikator lebih dari standar yang ditetapkan, sedangkan hasil

pemahaman pada setiap subkonsep, hanya subkonsep pencemaran air saja yang

memiliki nilai >30, untuk subkonsep yang lain memiliki nilai <30. Hal tersebut

menunjukkan bahwa pendekatan terhubung (connected teaching) lebih melatih

kemampuan kognitif siswa dibandingkan dengan kemampuan konsep. Walau

demikian, secara umum pembelajaran terhubung (connected teaching) dapat

meningkatkan pemahaman siswa, yang tercermin pada hasil perhitungan n-gain

(34)

60

B. Saran

Berdasarkan kekurangan-kekurangan yang ditemukan baik secara teknis maupun

teoritis maka peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi penelitian lanjutan, jumlah sampel penelitian dapat lebih diperbanyak dan

pemilihan sampel seharusnya dilakukan secara random serta jenis penelitian dapat

diganti menjadi quasy/true eksperiment untuk memperolah hasil yang lebih valid

dan reliable.

2. Selain itu, pengkonseksian materi juga dapat dilakukan secara lebih luas, misalnya

tidak hanya dengan materi kimia, dapat juga ditambahkan materi fisika, dan

sebagainya.

3. Pada saat akan melakukan penelitian diharapkan agar dapat memilih waktu

dengan tepat (tidak bersamaan dengan acara besar sekolah) sehingga siswa dapat

lebih berkonsentrasi dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, serta

(35)

64

DAFTAR PUSTAKA

Amrosy, A.W. (2008). Penerapan Pembelajaran IPA Tepadu Model Terhubung (Connected

Model) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII-C MTs Negeri 2 Malang.

Skripsi pada FPMIPA Universitas Negeri Malang: tidak diterbitkan.

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Asdi Mahasatya.

Arikunto, S. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Astuti. (2011). “Pembelajaran Connected dalam Pembelajaran Sains untuk Meningkatkan

Keterampilan Berpikir Rasional Siswa MI/SD”. Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 3.

Nomor 2. UIN Maliki. Malang.

BSNP. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan

Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.

Campbell, N. A. (2004). Biologi. Jakarta : Erlangga.

Choesin, et al. (2004). Pengetahuan Lingkungan. Bandung: ITB.

Cone, P.T., P. H. Werner, S.L. Cone, & A.M.Wood, (1998), Interdisciplinary teaching through

physical education, Champaign, IL: Human Kinetics.

Corey. (2003). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.

Daryanto. (2010). Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Departemen Pendidikan Nasional. (2005). Materi Pelatihan Terintegrasi Ilmu Pengetahuan

Sosial. Jakarta: Depdiknas

Dwi. (2011). One Sample T Test. [Online]. Tersedia: http://duwiconsultant.com/2011/11/one

sample-t-test.html. [30 Juli 2013].

Harja. (2011). Pemahaman Konsep dalam Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan

Konstruktivisme. [Online]. Tersedia: http://mediaharja.com/2011/11/pemahaman

konsep.html [13 Desember 2012].

Kosmawati. (2010). Profil Pertanyaan Siswa SMA Pada Subkonsep Pencemaran Lingkungan Melalui Diskusi Kelompok Terbimbing Tutor Sebaya. Skripsi pada FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak Diterbitkan.

Margono, S. (2009). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Martutik et al. (2012). Panduan Integrasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Ilmu

(36)

65

Masriyah. (2009). Pengaruh Pembelajaran IPA Terpadu Model Connected Terhadap Hasil

Belajar pada Subkonsep Pencemaran Air. Skripsi pada FPMIPA Universitas Pendidikan

Indonesia : tidak diterbitkan.

McConnaughey, B. (1983). Pengantar Biologi Laut. London: St.Louis Toronto.

Meltzer, D.E. (2011). The Relationship Between Mathematics Preparation And Conceptual

Learning Gains in Phisycs: A Possible Hidden Variable in Diagnostic Pretest Score.

Journal volume 5 No 1. Department of Physics and Astronomy, Iowa State, Ames, Iowa.

Mustolikh. (2009). Hubungan Antara Status Sosial dan Budaya Masyarakat dengan Perilaku

Pengelolaan Lingkungan Hidup. Paper: UMP (Purwokerto).

Munawaroh. (2013). Panduan Memahami Metodologi Penelitian. Malang: Intimedia.

Nopheda. (2012). Pendekatan Terpadu. [Online]. Tersedia:

http://jurynopheda.com/2012/03/pendekatan-terpadu.html [13 Desember 2012].

Nurdiansah. (2012). Pemahaman Konsep. [Online]. Tersedia:

http://andinurdiansah.blogspot.com/2012/05/pemahaman-konsep.html [13 Desember

2012].

Nurlaela. (2006). “Penerapan Pembelajaran Terintegrasi untuk Meningkatkan Pemahaman

Pendidikan Ketahanan Pangan di Sekolah Dasar”. Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 7.

Nomor 1. Universitas Negeri Surabaya. Jawa Timur.

Rahmat. (2011). “Connected Teaching Through Concept Tracing And Questioning Helps Student

Toward Better Understanding On Plant Development Concept”. Journal International

Seminar on Science Education, UPI, Bandung.

Richards & Shea. (2006). “Moving From Separate Subject to Interdisiplinary Teaching”: The

Complexity of Change in a Preservice Teacher K-1 Early Field Experience. Journal

volume 11 No 1. The Qualitative Report, University of South Florida. Florida.

Riyanti. (2010). Bahaya Detergen Bagi Kesehatan Dan Lingkungan. [Online]. Tersedia:

http://www.news.com/1/Bahaya-Deterjen-Bagi-Kesehatan-Lingkungan [10 April 2013].

Ruhimat. (2009). Kurikulum & Pembelajaran. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

Rustaman et al. (2003). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung: Universitas

(37)

66

Silver, et al. (2012). Strategi-Strategi Pengajaran. Jakarta: Indeks.

Sudjana. (2002). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Suhada. (2005). Biologi. Bogor. CV Regina

Sukmadinata, N.S.(2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Rosdakarya.

Sulistyo, J. (2011). 6 Hari Jago SPSS 20. Yogyakarta: Cakrawala.

Susilowati. (2010). Pembelajaran Terintegrasi di SMP. Makalah. Universitas Negeri Yogyakarta Sumarwan, et al. (2012). Billingual Science Biology. Jakarta: Erlangga.

Suryosubroto. (2009). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Trianto. (2010). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.

Titrisiepomo, G. (1979). Mahluk Hidup Lingkungan dan keanekaragaman, Ilmu Hayat untuk SMP Kelas 1. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Watkins et al. (2004). “Interdisiplinary Learning Through a Connected Classroom”. Journal vol

20 No 2. Tempus Publication, University of Missouri-Rolla, USA.

Wintervina. (2012). Model Pembelajaran Terhubung (The Connected Model). Makalah.

Universitas Terbuka.

Yusa. (2003). Biologi Jilid 1B. Bandung: Grafindo Media Prataman

Yuristuary (2012). Jangan Membakar Limbah Plastik. [Online]. Tersedia:

http://suma.ui.ac.id/2012/07/02/jangan-membakar-limbah-plastik/. [10 April 2013].

Gambar

Gambar 3.1 Alur Penelitian ...............................................................................
Tabel 3.1. Desain Penelitian
Tabel 3.2 Kriterita Pemberian Skor untuk Jawaban Siswa
Tabel 3.3. Klasifikasi Validitas Butir Soal
+5

Referensi

Dokumen terkait

hasil dari membandingkan penampilan atau outcome produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang.. Kepuasan adalah suatu fungsi dari perbedaan antara

Skripsi berjudul Analisis Kinerja KWH Meter Digital 1 Fasa Akibat Pengaruh Harmonisa Untuk Berbagai Usia Pakai telah di uji dan di sahkan oleh Fakultas Teknik

Dengan demikian penelitian ini dilakukan untuk memberikan efek langsung terhadap permasalahan yang terjadi di TK Tunas Harapan dan selain itu menemukan solusi

Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.. dengan judul: “INDEPENDENSI PANITIA PENGADAAN

Pada tahapan ini setiap kriteria dan alternatif yang telah dikumpulkan dalam tahap dua diklasifikasi dengan menggunakan AHP (Analytical Hierarchy Process) digunakan untuk

Dengan analisa chi square hitung dimana di dapat bahwa dari kelima dimensi tersebut bahwa nilai chi kuadrat hitung 436,53 lebih besar dari chi kuadrat table 26,2962 dengan

Lampiran 5 Skor Keterampilan Cleaning Service Siswa SMALB C Subang sesudah Pembelajaran Magang. Lampiran 6 Kisi-kisi Tes Kinerja Keterampilan

Siswa tunagrahita memiliki keunggulan dalam potensi dan kemampuan tertentu sehingga mereka perlu untuk dipahami dan didorong dalam melakukan sesuatu hal. -Siswa tunagrahita