Eni Nuraeni, 2013
Penerapan Strategi Rotating Trio Exchange (RTE) Pada Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Batasan Masalah ... 9
D. Tujuan Penelitian ... 10
E. Manfaat Penelitian ... 10
F. Definisi Operasional ... 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 14
B. Rotating trio Exchange (RTE) ... 20
C. Hubungan antara Strategi Rotating Trio Exchange dengan Kemampuan Komunikasi Matematis ... 30
D. Model Pembelajaran Konvensional ... 31
E. Penelitian yang Relevan ... 33
Eni Nuraeni, 2013
Penerapan Strategi Rotating Trio Exchange (RTE) Pada Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian ... 35
B. Populasi dan Sampel ... 36
C. Perangkat Pembelajaran ... 37
D. Instrumen Penelitian ... 37
E. Prosedur Penelitian ... 48
F. Analisis Data ... 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 58
B. Pembahasan ... 75
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 79
B. Saran ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 81
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 84
Eni Nuraeni, 2013
Penerapan Strategi Rotating Trio Exchange (RTE) Pada Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BSNP,
2006: 388), dijelaskan bahwa tujuan diberikannya mata pelajaran matematika
di sekolah adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan
tepat dalam pemecahan masalah;
2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika;
3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh;
4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah;
5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan tujuan mata pelajaran matematika pada Kurikulum
kemampuan komunikasi merupakan salah satu tujuan yang harus dicapai dan
dimiliki siswa. Oleh karena itu, dalam kegiatan belajar mengajar siswa harus
diberikan kesempatan yang lebih luas agar siswa dapat berkomunikasi dengan
benar, baik secara lisan ataupun tulisan.
Kondisi tersebut sejalan dengan pernyataan National Council of
Teacher of Mathematics (NCTM) (Andriani, 2008) bahwa program
pembelajaran matematika sekolah harus memberikan kesempatan kepada
siswa untuk:
1) Menyusun dan mengaitkan mathematical thinking mereka melalui
komunikasi.
2) Mengkomunikasikan mathematical thinking mereka secara logis dan jelas
kepada teman-temannya, guru, dan orang lain.
3) Menganalisis dan menilai mathematical thinking dan strategi yang dipakai
orang lain.
4) Menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide
matematika secara benar.
NCTM (Andriani, 2007) mengemukakan bahwa komunikasi
merupakan cara berbagi ide dan memperjelas pemahaman. Melalui
komunikasi ide dapat dicerminkan, diperbaiki, didiskusikan, dan
dikembangkan. Proses komunikasi juga membantu membangun makna dan
mempermanenkan ide serta dapat mempublikasikan ide. Ketika para siswa
ditantang untuk mengembangkan kemampuan berpikir mereka tentang
dalam bentuk tulisan, mereka sedang belajar menjelaskan dan menyakinkan.
Mendengarkan penjelasan siswa yang lain, memberi siswa kesempatan untuk
mengembangkan pemahaman mereka.
Bean dan Bart (Ansari, 2003: 16) mengemukakan bahwa komunikasi
matematis adalah kemampuan siswa dalam hal menjelaskan suatu algoritma
dan cara unik untuk pemecahan masalah, kemampuan siswa mengkonstruksi,
menjelaskan fenomena dunia nyata secara grafik, kata-kata atau kalimat,
persamaan, tabel dan sajian secara fisik.
Agar dapat berkomunikasi dengan baik, siswa harus dilatih untuk
menyampaikan informasi dengan mempergunakan bahasa yang dapat diterima
dan dipahami oleh lawan bicara. Dengan kata lain siswa harus mempunyai
kemampuan komunikasi. Menurut Evans & Russel (1992), kemampuan
komunikasi adalah kemampuan individu dalam mengolah kata-kata, berbicara
secara baik dan dapat dipahami oleh lawan bicara.
Kemampuan komunikasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
kemampuan komunikasi matematis. Adapun pengertian dari kemampuan
komunikasi matematis menurut Suherman (2008: 4) adalah kemampuan siswa
untuk mengkomunikasikan ide matematik kepada orang lain, dalam bentuk
lisan, tulisan, atau diagram sehingga orang lain memahaminya.
Kemampuan komunikasi matematis sangatlah penting dalam
pembelajaran matematika. Hal ini ditunjang oleh pernyataan Lindquist
berdasarkan NCTM (Suherman, 2011: 3) bahwa kemampuan komunikasi
(1) Merefleksi dan mengklarifikasi dalam berpikir mengenai
gagasan-gagasan matematika dalam berbagai situasi.
(2) Memodelkan situasi dengan lisan, tertulis, gambar, grafik dan secara
aljabar.
(3) Mengembangkan pemahaman terhadap gagasan matematik termasuk
peranan definisi dalam berbagai situasi matematika.
(4) Menggunakan keterampilan membaca, mendengar, dan menulis
menginterpretasikan dan mengevaluasi gagasan matematik.
(5) Mengkaji gagasan matematik melalui konjektur dan alasan yang
meyakinkan.
(6) Memahami nilai dari notasi peran matematika dalam pengembangan
gagasan matematik.
Betapa pentingnya kemampuan komunikasi matematis itu, akan tetapi
hingga saat ini tingkat kemampuan komunikasi matematis siswa belum
menunjukkan hasil yang memuaskan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Utari, Rukmana, dan Suhendra (Solihin, 2011: 4) menyatakan bahwa
pembelajaran matematika di Indonesia saat ini dirasakan masih kurang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan gagasan
matematika yang dimilikinya. Begitupun hasil penelitian Sunata (2009: 3) di
SMP Pasundan 3 Bandung, mengungkapkan bahwa rendahnya kemampuan
komunikasi matematis siswa pada saat menyelesaikan soal uraian tentang
di SMPN 5 Bandung, mengungkapkan bahwa masih banyak siswa yang belum
berani mengkomunikasikan ide/ gagasannya, baik secara lisan maupun tertulis
Rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa juga bisa dilihat
dari hasil pengamatan peneliti pada salah satu SMP Negeri di kota Bandung
dalam mengerjakan soal mengenai materi perbandingan yang dibuat
berdasarkan indikator-indikator pada kemampuan komunikasi matematis
siswa. SMP ini mempunyai level sama dengan SMPN 9 Bandung yang akan
dijadikan tempat penelitian. Adapun soal yang diberikan sebanyak 2 buah.
Soal ini diberikan kepada 25 orang siswa, namun peneliti hanya mengambil 2
sampel jawaban siswa yang mewakili kelas tersebut. Berikut adalah uraian
soal beserta sampel jawaban siswa:
Soal yang pertama berkaitan dengan indikator menggambar (drawing) yaitu:
1. Sebidang tanah berbentuk persegipanjang. Panjangnya 5 km dan lebarnya
3 km. gambarkan sketsa denah tanah tersebut dengan skala 1 : 100.000.
Sampel jawaban siswa:
Siswa pertama (s1)
Siswa belum bisa menggambarkan situasi masalah dengan benar, karena siswa
km dengan cm. Sehingga, meskipun sketsa denahnya benar, jawaban siswa
masih keliru.
Siswa kedua (s2)
Siswa kedua ini lebih baik dari siswa pertama dalam menyelesaikan soal
karena siswa kedua ini sudah mengerti situasi masalah yang ingin ditunjukkan
hanya saja belum bisa mengkomunikasikannya dalam bentuk tulisan secara
benar. Pada saat proses dalam menemukan penyelesaiannya siswa melakukan
penyederhanaan secara sembarangan, sehingga jawaban siswa salah meskipun
gambar denahnya benar.
Soal yang kedua berkaitan dengan indikator ekspresi matematika
(mathematical expression), yaitu:
2. Sebelum jalan diperbaiki, perjalanan kendaraan bermotor dari Subang ke
Bandung memakan waktu 2 jam 20 menit. Akan tetapi, sekarang dapat
ditempuh hanya 11
2 jam. Tulislah perbandingan perubahan waktu tempuh
kendaran bermotor itu!
Sampel jawaban siswa:
Berdasarkan jawaban tersebut, siswa langsung menebak hasil
perbandingannya (dan jawabannya keliru), tanpa menuliskan proses untuk
mendapatkan solusinya.
Siswa kedua (s2)
Dari jawaban siswa di atas menunjukkan bahwa siswa ceroboh dalam
penulisan, 2 jam 20 menit ditulis 20 jam 20 menit, siswa tidak mengerti arti
dari pecahan campuran, sehingga perbandingan yang diperoleh tidak sesuai
harapan.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti yang telah diuraikan
sebelumnya ternyata tingkat kemampuan komunikasi matematis siswa belum
menunjukkan hasil yang memuaskan. Oleh karena itu perlu ada inovasi agar
kemampuan komunikasi siswa meningkat, diantaranya adalah dengan
menggunakan strategi pembelajaran yang tepat yang akan mewujudkan tujuan
pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu strategi pembelajaran
yang tepat adalah strategi Rotating Trio Exchange (RTE).
Strategi Rotating Trio Exchange ini merupakan salah satu tipe dari
pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
awal pembelajaran. Hal tersebut dikarenakan dalam strategi ini kelas akan
dibuat sedemikian rupa sehingga setiap siswa dituntut untuk mampu
memahami materi yang diperoleh untuk kemudian ditransfer ke siswa yang
lain. Dalam RTE, kelas dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 3
siswa (trio). Kepada setiap trio itu diberikan pertanyaan yang sama untuk
didiskusikan kemudian setiap anggota kelompok diberi nomor, misalnya 1, 2,
dan 3 untuk mempermudah rotasi. Perintahkan nomor 3 berpindah searah
jarum jam dan nomor 1 sebaliknya, sedangkan nomor 2 tetap di tempat. Ini
akan mengakibatkan munculnya trio baru. Berikan kepada trio baru tersebut
pertanyaan baru dengan tingkat kesulitan yang berbeda untuk didiskusikan
dalam menyatukan konsep. Hal ini mengakibatkan aktivitas siswa lebih
dominan selama proses pembelajaran. Guru hanya sebagai sutradara yang
merancang proses pembelajaran dan memastikan bahwa terjadi interaksi
timbal balik antar siswa. Partisipasi aktif menjadi tempat bagi siswa dalam
mengembangkan kemampuan komunikasi, sehingga proses penerimaan atau
pemahaman materi pelajaran benar-benar merupakan hasil interaksi aktif antar
siswa itu sendiri. Dengan demikian, strategi Rotating Trio Exchange ini
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
Berdasarkan uraian di muka, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul: Penerapan Strategi Rotating Trio Exchange (RTE)
pada Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang telah dipaparkan
sebelumnya, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini secara umum
adalah “Bagaimana peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa
yang mendapat pembelajaran dengan strategi Rotating Trio Exchange jika
dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran konvensional?”
Untuk memperoleh gambaran yang lebih rinci tentang permasalahan
dalam penelitian ini, permasalahan pokok yang sudah dirumuskan di atas
dijabarkan menjadi masalah-masalah berikut:
1. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
mendapat pembelajaran dengan strategi Rotating Trio Exchange lebih baik
daripada yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran konvensional?
2. Bagaimana kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa
yang mendapat pembelajaran dengan strategi Rotating Trio Exchange dan
yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional?
3. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan
menggunakan strategi Rotating Trio Exchange?
C. Batasan Masalah
Untuk menghindari meluasnya permasalahan dalam penelitian ini,
1. Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah sistem persamaan linear dua
variabel.
2. Adapun kemampuan komunikasi matematis yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah kemampuan komunikasi matematis tertulis saja.
D. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah:
1. Mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
mendapat pembelajaran dengan strategi Rotating Trio Exchange lebih baik
daripada siswa yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran konvensional.
2. Mengetahui kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis
siswa yang mendapat pembelajaran dengan strategi Rotating Trio
Exchange dan yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran
konvensional.
3. Mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan
menggunakan strategi Rotating Trio Exchange.
E. Manfaat Penelitian
Pada kenyataannya di lapangan banyak sorotan dan kritik yang
menyatakan bahwa kualitas pembelajaran masih banyak dilakukan secara
siswa untuk berbicara tertekan dan ide-idenya akhirnya hilang sebelum
diungkapkan. Hal ini meyebabkan kemampuan komunikasi matematis siswa
masih sangat rendah. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya:
1. Bagi peneliti
Memberikan pengalaman dan pemahaman dalam menerapkan metode
ilmiah secara sistematis dalam menghadapi permasalahan yang berkaitan
dengan proses pembelajaran matematika dengan strategi Rotating Trio
Exchange untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa
SMP.
2. Bagi sekolah
Strategi Rotating Trio Exchange dapat dijadikan alternatif dalam
pembelajaran matematika untuk meningkatkan kualitas proses
belajar-mengajar di sekolah, yang difokuskan pada upaya meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa SMP.
3. Bagi siswa
Diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
siswa, siswa menjadi lebih aktif dalam mengemukakan pendapat serta
mendapat kesempatan lebih banyak untuk berinteraksi satu sama lain, dan
4. Bagi peneliti lain
Dapat dijadikan sebagai informasi untuk mengkaji lebih dalam tentang
penggunaan strategi Rotating Trio Exchange (RTE) pada pembelajaran
matematika khususnya di Sekolah Menengah Pertama (SMP).
F. Definisi Operasional
1. Komunikasi matematis
Komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam hal
menjelaskan suatu algoritma dan cara unik untuk pemecahan masalah,
kemampuan siswa mengkonstruksi, menjelaskan fenomena dunia nyata
secara grafik, kata-kata atau kalimat, persamaan, tabel dan sajian secara
fisik.
2. Kemampuan komunikasi matematis
Kemampuan komunikasi matematis adalah suatu kemahiran
individu dalam mengolah kata-kata, berbicara secara baik dalam
menyampaikan ide matematis kepada orang lain, dalam bentuk lisan,
tulisan atau diagram sehingga orang lain memahaminya.
3. Strategi Rotating Trio Exchange (RTE)
Rotating Trio Exchange merupakan salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang mendorong siswa aktif dalam menguasai materi pelajaran
sehingga memperoleh prestasi maksimal. Pembelajaran ini dilakukan
dengan cara membagi kelompok yang terdiri dari 3 orang dan melakukan
kesulitan yang berbeda-beda sehingga diharapkan siswa dapat memahami
pelajaran yang sudah diajarkan dengan mudah.
4. Pembelajaran Konvensional
Dalam penelitian ini, model pembelajaran konvensional yang
dimaksud adalah model pembelajaran langsung yang menggunakan
metode ekspositori dengan proses pembelajaran yang terpusat pada guru
Eni Nuraeni, 2013
Penerapan Strategi Rotating Trio Exchange (RTE) Pada Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penerapan pembelajaran
matematika berdasarkan strategi Rotating Trio Exchange dalam meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa. Dalam menentukan metode
penelitian, peneliti menerima keadaan subjek seadanya dan tidak
memungkinkan mengelompokkan subjek ke dalam kelompok-kelompok baru
dikarenakan keterbatasan izin dari pihak sekolah. Karena kondisi yang
demikian, maka kuasi eksperimen adalah metode yang paling cocok
digunakan dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini dilibatkan dua kelas yang dibandingkan yaitu
kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kedua kelas tersebut diupayakan
mempunyai kemampuan yang setara. Kelas eksperimen memperoleh
pembelajaran matematika dengan menggunakan strategi Rotating Trio
Exchange, sementara itu kelas kontrol tidak menggunakan strategi Rotating
Trio Exchange pada pembelajarannya. Pada kedua kelompok tersebut akan
dibandingkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
Penelitian ini menggunakan desain kelompok kontrol non-ekivalen.
Desain penelitiannya (Ruseffendi, 2005: 53) diilustrasikan sebagai berikut:
O X O
Keterangan:
O : Tes awal (pretes), tes akhir (postes)
X : Perlakuan terhadap kelas eksperimen melalui strategi
Rotating Trio Exchange
Kedua kelompok masing-masing diberi pretes dan postes. Perbedaan hasil
postes diasumsikan merupakan efek dari model pembelajaran yang diberikan.
B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII di SMP
Negeri 9 Bandung tahun akademik 2012/2013 yang terdiri dari 13 kelas.
Populasi dipilih dengan pertimbangan bahwa menurut Piaget (Suherman,
2008: 20), perkembangan perilaku kognitif anak pada umur 11 sampai 16
tahun sudah dalam tahap operasi formal, artinya anak sudah mulai berpikir
abstrak, tanpa dibantu dengan benda konkret lagi. Selain itu, pada tahap ini
kemampuan analisis, sintesis, kombinatorial, eksplorasi, menemukan, dan
pemecahan masalah sedikit demi sedikit bisa dikembangkan.
Dari populasi tersebut dan berdasarkan desain penelitian yang akan
digunakan serta berdasarkan pada kemampuan rata-rata siswa yang hampir
sama di setiap kelasnya, maka dipilih dua kelas sebagai sampel yang akan
dijadikan subjek dalam penelitian ini. Kelas pertama sebagai kelas eksperimen
yang pembelajarannya dengan menggunakan strategi RTE dan kelas kedua
sebagai kelas kontrol yang pembelajarannya dengan model pembelajaran
C. Perangkat Pembelajaran
Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini, adalah:
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
RPP untuk kelas eksperimen disesuaikan dengan strategi RTE dan
pada kelas kontrol disesuaikan dengan model pembelajaran konvensional.
RPP untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan pada lampiran.
2. Bahan Ajar Berupa Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
LKS memuat masalah-masalah dan tuntunan untuk siswa dalam
menemukan konsep secara mandiri. Pada penelitian ini LKS diberikan
kepada kelas eksperimen. Dalam pembelajaran dengan menggunakan
strategi RTE ini, pada pertemuan pertama belum dilakukan rotasi anggota
kelompok, rotasi dilakukan mulai pada pertemuan kedua dan pertemuan
selanjutnya. Dalam setiap pertemuan, digunakan 1 buah LKS yang akan
dibagikan kepada masing-masing kelompok yang beranggotakan 3 orang.
LKS untuk kelas eksperimen disajikan pada lampiran.
D. Instrumen Penelitian
Sebagai upaya untuk mendapatkan data dan informasi yang lengkap
mengenai hal-hal yang ingin dikaji melalui penelitian ini, maka dibuatlah
seperangkat instrumen. Dalam penelitian ini digunakan dua macam instrumen,
yakni instrumen tes (data kuantitatif) berupa tes kemampuan komunikasi
matematis yang terdiri dari soal pretes dan postes, dan instrumen nontes (data
1. Instrumen Data Kuantitatif
Tes kemampuan komunikasi matematis
Tes kemampuan komunikasi matematis siswa dikembangkan
berdasarkan pada indikator komunikasi matematis. Tes yang digunakan
adalah tes tertulis berbentuk uraian (subjektif). Soal uraian diberikan
dengan tujuan agar penulis dapat mengetahui proses pengerjaan soal oleh
siswa.
Tes ini terdiri atas pretes dan postes. Pretes dilaksanakan sebelum
kegiatan pembelajaran dan postes setelah pembelajaran dilakukan. Pretes
digunakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa kelas eksperimen
dan kelas kontrol serta untuk mengetahui kesetaraan (homogenitas) di
antara kedua kelas tersebut. Sedangkan postes untuk mengetahui
kemampuan komunikasi matematis siswa setelah menggunakan strategi
pembelajaran RTE dan pembelajaran konvensional.
Pemberian skor tes komunikasi matematis berupa penyesuaian dari
Holistic Scoring Rubrics (Agisti, 2010: 40) disajikan dalam Tabel 3.1
berikut ini.
Tabel 3.1
Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Holistic Scoring Rubrics
Aspek Skor Keterangan
Written texts
4 Penjelasan konsep, idea atau situasi dari suatu gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematis masuk akal dan jelas serta tersusun secara logis.
matematis masuk akal dan benar, meskipun tidak tersusun secara logis atau terdapat kesalahan bahasa.
2 Penjelasan konsep, idea atau situasi dari suatu gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematis masuk akal namun hanya sebagian yang benar.
1 Hanya sedikit dari penjelasan konsep, idea atau situasi dari suatu gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematis yang benar.
0 Jawaban yang diberikan menunjukkan ketidakpahaman konsep.
Drawing
4 Melukiskan diagram, gambar atau tabel secara lengkap dan benar.
3 Melukiskan diagram, gambar atau tabel secara lengkap namun ada sedikit kesalahan.
2 Melukiskan diagram, gambar atau tabel namun kurang lengkap dan benar.
1 Hanya sedikit dari diagram, gambar atau tabel yang benar.
0 Jawaban yang diberikan menunjukkan ketidakpahaman konsep.
Mathematical expressions
4 Membentuk persamaan aljabar atau model matematis, kemudian melakukan perhitungan secara lengkap dan benar.
3 Membentuk persamaan aljabar atau model matematis, kemudian melakukan perhitungan namun ada sedikit kesalahan.
2 Membentuk persamaan aljabar atau model matematis, kemudian melakukan perhitungan namun hanya sebagian yang benar dan lengkap. 1 Hanya sedikit dari persamaan aljabar atau model
matematis yang benar.
0 Jawaban yang diberikan menunjukkan ketidakpahaman konsep.
Skor maksimal untuk tiap butir soal adalah 20. Dengan demikian
skor maksimun yang diperoleh untuk 5 butir soal yang dijadikan tes
Instrumen atau alat evaluasi yang baik sangat diperlukan untuk
mendapatkan hasil evaluasi yang baik pula. Oleh karena itu, sebelum
instrumen tes ini digunakan pada kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen terlebih dahulu dilakukan ujicoba pada siswa yang telah
mendapatkan materi yang akan dijadikan bahan penelitian. Data hasil
ujicoba instrumen kemudian dianalisis untuk mengetahui ketepatan
(validitas), keajegan (reliabilitas), indeks kesukaran dan daya pembeda
dari instrumen tersebut. Instrumen evaluasi yang akan digunakan, terlebih
dahulu dikonsultasikan kepada dosen pembimbing. Selanjutnya instrumen
tersebut diujicobakan kepada siswa di luar sampel yang telah mendapatkan
materi yang akan diteliti.
Dalam mengolah hasil uji instrumen, penulis menggunakan
bantuan Software Anates Uraian Ver 4.0. Berikut ini adalah hasil uji
instrumen yang terdiri dari validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan
indeks kesukaran.
a. Validitas
Suherman (2003 : 102) menyatakan bahwa suatu alat evaluasi
disebut valid (absah atau sahih) apabila alat tersebut mampu mengevaluasi
apa yang seharusnya dievaluasi. Oleh karena itu keabsahannya tergantung
pada sejauh mana ketepatan alat evaluasi itu dalam melaksanakan
fungsinya. Dengan demikian suatu alat evaluasi disebut valid jika ia dapat
mengevaluasi dengan tepat sesuatu yang dievaluasikan itu. Dalam
menggunakan rumus korelasi product-moment memakai angka kasar (raw
score) (Suherman, 2003: 119), yaitu:
= −( )( )
√( 2−( )2)( 2−( )2)
Keterangan :
rxy : koefisien korelasi antara variable x dan y
N : banyak siswa
X : skor siswa pada setiap butir soal
Y : skor total dari seluruh siswa
Untuk mengetahui tingkat validitas, digunakan kriteria (Suherman,
2003: 113) pada Tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2
Klasifikasi Koefisien Korelasi Butir Soal
Koefisien Validitas (rxy) Interpretasi
0,90 rxy 1,00 validitas sangat tinggi (sangat baik) 0,70 rxy < 0,90 validitas tinggi (baik)
0,40 rxy < 0,70 validitas sedang (cukup) 0,20 rxy < 0,40 validitas rendah (kurang) 0,00 rxy < 0,20 validitas sangat rendah
rxy < 0,00 tidak valid
Dari output pada Lampiran C.1 diperoleh analisis validitas tiap
butir soal instrumen sebagai berikut.
Tabel 3.3
Hasil Analisis Validitas Butir Soal Instrumen Tes
No. Soal rxy Interpretasi
1 0,83 Tinggi
2 0,72 Tinggi
3 0,65 Sedang
4 0,75 Tinggi
Adapun nilai koefisien korelasi keseluruhan soal adalah 0,61
dengan kategori validitas sedang.
b. Reliabilitas
Suherman (2003 : 131) menyatakan bahwa suatu alat evaluasi (tes
dan non tes) disebut reliabel jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap jika
digunakan untuk subyek yang sama. Istilah relatif tetap di sini
dimaksudkan tidak tepat sama, tetapi mengalami perubahan yang tak
berarti (tidak signifikan) dan tidak diabaikan. Bentuk soal tes yang
digunakan pada penelitian ini adalah soal tes tipe subyektif atau uraian.
Koefisien reliabilitas tes uraian dihitung dengan menggunakan rumus
(Suherman, 2003: 154):
11= ��−1 1− �� 2
� 2
Keterangan :
11 : koefisien reliabilitas alat evaluasi
: banyaknya butir soal
��2 : jumlah varians skor setiap soal
�2
: varians skor total
Menurut Guilford (Suherman, 2003: 139) koefisien reliabilitas
diinterpretasikan dalam Tabel 3.4 berikut.
Tabel 3.4
Interpretasi Derajat Reliabilitas
Nilai Derajat Reliabilitas
0,70 r11 < 0,90 Tinggi 0,90 r11 < 1,00 sangat tinggi
Dari proses perhitungan menggunakan Anates yang disajikan pada
Lampiran C.1, diperoleh nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,76 yang
berarti reliabilitas instrumen yang digunakan tergolong ke dalam kategori
tinggi.
c. Daya pembeda
Galton (Suherman, 2003 : 159) berasumsi bahwa suatu perangkat
alat tes yang baik harus bisa membedakan antara siswa yang pandai,
rata-rata, dan yang bodoh karena dalam suatu kelas biasanya terdiri dari ketiga
kelompok tersebut. Daya Pembeda (DP) dari sebuah butir soal menyatakan
seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara
testi yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan testi yang tidak
dapat menjawab soal tersebut (atau testi yang menjawab salah). Dalam
Depdiknas, 2002 rumus yang digunakan untuk menentukan daya pembeda
soal uraian (Dainah, 2012: 32), sebagai berikut:
��= −
� �
Keterangan:
DP : daya pembeda
: rata-rata skor kelompok atas
: rata-rata skor kelompok bawah
Klasifikasi interpretasi yang digunakan untuk daya pembeda
(Suherman, 2003: 161) dapat dilihat pada Tabel 3.5 berikut.
Tabel 3.5
Interpretasi Indeks Daya Pembeda
Nilai Daya Pembeda
DP 0,00 Sangat jelek
0,00 < DP 0,20 Jelek 0,20 < DP 0,40 Cukup 0,40 < DP 0,70 Baik 0,70 < DP 1,00 Sangat baik
Dari output pada Lampiran C.1, diperoleh daya pembeda untuk setiap butir
soal yang disajikan pada Tabel 3.6 berikut.
Tabel 3.6
Daya Pembeda Tiap Butir Soal
No. Soal Daya Pembeda Interpretasi
1 0,46 Baik
2 0,25 Cukup
3 0,34 Cukup
4 0,31 Cukup
5 0,28 Cukup
Dari Tabel 3.6 dapat disimpulkan bahwa instrumen tes yang
diujicobakan terdiri dari 1 butir soal memiliki interprestasi daya pembeda
baik, dan 4 butir soal cukup.
d. Indeks kesukaran
Derajat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan
yang disebut Indeks Kesukaran (Suherman, 2003 : 169). Bilangan tersebut
adalah bilangan real pada interval (kontinum) 0,00 sampai dengan 1,00.
Soal dengan indeks kesukaran mendekati 0,00 berarti butir soal tersebut
terlalu sukar, sebaliknya soal dengan indeks kesukaran 1,00 berarti soal
kesukaran (IK) butir soal digunakan rumus sebagai berikut (Dainah,
2012:33).
�� =
� �
Keterangan:
IK : indeks kesukaran
: rata-rata skor
SMI : skor maksimal ideal
Berikut adalah klasifikasi indeks kesukaran (Suherman, 2003:
170).
Tabel 3.7
Interpretasi Indeks Kesukaran
Nilai Interpretasi
IK = 0,00 Soal terlalu sukar 0,00 < IK 0,30 Soal sukar 0,30 < IK 0,70 Soal sedang 0,70 < IK < 1,00 Soal mudah
IK = 1,00 Soal terlalu mudah
Dari output pada Lampiran C.1, diperoleh indeks kesukaran untuk
setiap butir soal yang disajikan pada Tabel 3.8 berikut.
Table 3.8
Perhitungan Indeks Kesukaran Butir Soal
No. Soal Indeks Kesukaran Interpretasi
1 0,39 Soal sedang
2 0,34 Soal sedang
3 0,26 Soal sukar
4 0,18 Soal sukar
Berdasarkan Tabel 3.8 terlihat soal nomor 1, 2, dan 5 mempunyai
indeks kesukaran sedang, sedangkan soal nomor 3 dan 4 mempunyai
indeks kesukaran sukar.
Berikut ini adalah rekapitulasi analisis tiap butir soal yang
disajikan pada Tabel 3.9 berikut.
Tabel 3.9
Rekapitulasi Analisis Butir Soal
No Soal
Validitas Butir Soal Daya Pembeda
(DP)
Indeks
Kesukaran (IK) Ket.
Koefisien
Validitas Interpretasi
Nilai
DP Interpretasi Nilai
IK Interpretasi
1 0,83 Tinggi 0,46 Baik 0,39 Sedang Digunakan 2 0,72 Tinggi 0,25 Cukup 0,34 Sedang Digunakan 3 0,65 Sedang 0,34 Cukup 0,26 Sukar Digunakan 4 0,75 Tinggi 0,31 Cukup 0,18 Sukar Digunakan 5 0,57 Sedang 0,28 Cukup 0,51 Sedang Digunakan
Catatan:
Validitas : 0,61 (sedang) Reliabilitas : 0,76 (tinggi)
2. Instrumen data Kualitatif
a. Lembar observasi
Lembar observasi ditunjukkan sebagai pedoman untuk
melakukan observasi aktivitas siswa dan guru selama proses
pembelajaran dengan strategi Rotating Trio Exchange (RTE). Lembar
observasi yang digunakan terdiri dari dua macam lembar observasi,
yaitu lembar observasi guru dan lembar observasi siswa. Lembar
observasi ini diisi oleh observer yang terdiri dari guru mata pelajaran
b. Jurnal harian
Jurnal harian adalah catatan yang dibuat siswa pada akhir
pembelajaran yang berisi tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang
telah berlangsung. Jurnal harian dalam penelitian ini dimaksudkan
untuk mengetahui sikap, perasaan, dan respons siswa terhadap strategi
Rotating Trio Exchange (RTE). Manfaat jurnal harian bagi peneliti
adalah sebagai refleksi, yakni untuk memperbaiki pembelajaran pada
pertemuan selanjutnya. Pengisian jurnal dilakukan oleh siswa pada
setiap akhir pertemuan.
c. Angket
Angket digunakan untuk mngetahui tanggapan siswa terhadap
penggunaan strategi pembelajaran Rotating Trio Exchange. Angket ini
menggunakan skala Likert (Suherman, 2003: 189), setiap siswa
diminta untuk menilai pernyataan-pernyataan dengan penilaian Sangat
Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju
(STS).
Pembobotan yang paling sering dipakai dalam mentransfer
skala kualitatif ke dalam skala kuantitatif disajikan pada Tabel 3.10
berikut:
Tabel 3.10
Panduan Pemberian Skor Skala Sikap Siswa
Pernyataan Bobot pendapat
SS S TS STS
Positif 5 4 2 1
E. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam empat tahapan sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap persiapan, yaitu:
a. Identifikasi masalah dan kajian pustaka
b. Menetapkan pokok bahasan yang akan digunakan dalam penelitian.
c. Membuat rancangan penelitian.
d. Membuat instrumen penelitian.
e. Membuat RPP dan bahan ajar.
f. Melaksanakan perizinan.
g. Melakukan ujicoba instrumen penelitian.
h. Revisi instrumen tes jika terdapat kekurangan.
2. Tahap Pelaksanaan
Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam tahap pelaksanaan,
yaitu:
a. Pemberian pretes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
b. Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan strategi Rotating Trio
Exchange pada kelas eksperimen dan melaksanakan pembelajaran
menggunakan model pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.
c. Pengisian lembar observasi dan jurnal harian pada setiap pertemuan.
d. Pemberian postes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
3. Tahap Analisis Data
Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam tahap pengolahan
data, yaitu sebagai berikut:
a. Mengumpulkan hasil data kuantitatif dan kualitatif
b. Membandingkan hasil tes secara deskriptif pada kelas eksperimen dan
kelas kontrol
c. Melakukan analisis data kuantitatif secara statistik terhadap pretes dan
postes
d. Melakukan analisis data data kualitatif berupa angket, jurnal harian,
dan lembar observasi.
4. Tahap Pembuatan Kesimpulan
Pembuatan kesimpulan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Membuat kesimpulan dari data kuantitatif yang diperoleh, yaitu
mengenai peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa.
b. Membuat kesimpulan dari data kualitatif yang diperoleh, yaitu
mengenai sikap siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan
strategi Rotating Trio Exchange.
F. Analisis Data
Setelah data diperoleh, data diseleksi untuk kemudian diolah dan
dianalisis. Data yang diperoleh dikategorikan ke dalam data kuantitatif dan
Service Solution) 18.0 for Windows dalam menganalisis data hasil penelitian.
Berikut diuraikan prosedur analisis dari setiap data yang diperoleh.
1. Analisis Data Kuantitatif
a. Analisis Data Pretes
Pengolahan data pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol
masing-masing bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal kedua
kelas, apakah kedua kelas mempunyai kemampuan yang sama atau
tidak. Langkah-langkah pengolahan data ini adalah sebagai berikut :
1) Menganalisis Data secara Deskriptif
Sebelum melakukan pengujian terhadap data hasil pretes,
dilakukan terlebih dahulu perhitungan terhadap deskriptif data yang
meliputi mean, variance, standar deviasi, minimun, maximum, dan
SMI (Skor Maksimal Ideal). Hal ini diperlukan sebagai langkah awal
dalam melakukan pengujian hipotesis.
2) Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi
data pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol yang diperoleh berasal
dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Untuk melakukan
uji normalitas, jika datanya kurang dari 30 maka digunakan uji
statistik Kolmogorov-Smirnov, namun jika datanya lebih dari 30,
3) Uji Homogenitas
Jika kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal,
maka pengujian dilanjutkan dengan menguji homogenitas varians
kelompok. Uji homogenitas dimaksudkan untuk menyelidiki apakah
kedua sampel mempunyai varians yang sama atau tidak, sehingga
perbedaan yang terjadi dalam hipotesis bukan akibat dari perbedaan
yang terjadi dalam kelompok, melainkan benar-benar berasal dari
perbedaan antara kelompok. Jika kedua kelas tidak berdistribusi
normal, maka pengujian dilakukan dengan pengujian nonparametrik.
4) Uji kesamaan dua rata-rata
Uji kesamaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui
kemampuan awal antara kedua kelas. Jika data berasal dari distribusi
normal dan homogen, maka dilakukan uji t (independent sample test).
Sedangkan untuk data yang berasal dari distribusi normal tetapi tidak
homogen, maka pengujiannya menggunakan uji t’. Untuk data yang
berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal, maka
pengujiannya menggunakan uji non-parametrik (Mann-Whitney).
b. Analisis Data Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis
Siswa
Apabila hasil pretes menunjukkan tidak terdapat perbedaan
kemampuan awal komunikasi matematis siswa kelas eksperimen dan
kelas kontrol, maka data yang digunakan untuk mengetahui
Dalam menganalisis data hasil postes, sama seperti menganalisis data
hasil pretes namun analisis yang digunakan pada hasil postes bukan uji
kesamaan dua rata-rata melainkan uji perbedaan dua rata-rata.
Apabila hasil pretes menunjukkan terdapat perbedaan
kemampuan awal komunikasi matematis siswa kelas eksperimen dan
kelas kontrol, maka data yang digunakan untuk mengetahui
peningkatan kemampuan komunikasi matematis adalah data indeks
gain (gain ternormalisasi) dengan menggunakan rumus gain
ternormalisasi (Normalize Gain) yang dikembangkan oleh Meltzer dan
Hake (Sriwiani, 2005: 47), yaitu sebagai berikut.
= � − �
� � � − �
Keterangan :
g : indeks gain
Spre : skor pretest
Spos : skor posttest
Smaks : skor maksimal
Tahapan yang dilakukan pada analisis data peningkatan
kemampuan komunikasi matematis siswa ini adalah:
1) Jika kemampuan awal kelas eksperimen dan kelas kontrol sama
a) Menganalisis data secara deskriptif
Sebelum melakukan pengujian terhadap data hasil
postes, dilakukan terlebih dahulu perhitungan terhadap
b) Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah
distribusi data postes kelas eksperimen dan kelas kontrol yang
diperoleh berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau
tidak. Untuk melakukan uji normalitas, jika datanya kurang
dari 30 maka digunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov,
namun jika datanya lebih dari 30, digunakan uji statistik
Shapiro-Wilk dengan taraf signifikansi 5%.
c) Uji Homogenitas
Jika kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi
normal, maka pengujian dilanjutkan dengan menguji
homogenitas varians kelompok. Uji homogenitas dimaksudkan
untuk menyelidiki apakah kedua sampel mempunyai varians
yang sama atau tidak, sehingga perbedaan yang terjadi dalam
hipotesis bukan akibat dari perbedaan yang terjadi dalam
kelompok, melainkan benar-benar berasal dari perbedaan
antara kelompok. Jika kedua kelas tidak berdistribusi normal,
maka pengujian dilakukan dengan pengujian nonparametrik.
d) Uji perbedaan dua rata-rata
Jika data berasal dari distribusi normal dan homogen,
maka dilakukan uji t (independent sample test). Sedangkan
untuk data yang berasal dari distribusi normal tetapi tidak
yang berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal,
maka pengujiannya menggunakan uji non-parametrik
(Mann-Whitney).
2) Jika kemampuan awal kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak
sama
Setelah data terkumpul, maka akan ditentukan gain dari
setiap siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
c. Analisis Data Kualitas Peningkatan Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa
Dalam melihat kualitas peningkatan kemampuan komunikasi
matematis siswa, digunakan data indeks gain secara deskriptif dengan
kriteria tingkat gain menurut Hake (Sriwiani, 2005: 64) yang disajikan
[image:35.595.147.509.293.562.2]pada Tabel 3.11 berikut.
Tabel 3.11 Kriteria Tingkat Gain
Besarnya gain (g) Interpretasi
g 0,7 Tinggi
0,3 g < 0,7 Sedang g < 0,3 Rendah
2. Analisis Data Kualitatif
Data kualitatif yang terdiri dari angket, jurnal harian, dan lembar
observasi diberikan khusus kepada kelas eksperimen untuk mengetahui
sikap mereka terhadap strategi Rotating Trio Exchange (RTE) pada
siswa. Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk menjawab hipotesis
yang diajukan.
a) Menganalisis jurnal
Data yang terkumpul dianalisis untuk setiap pertemuan kemudian
dianalisis secara deskriptif.
b) Menganalisis lembar observasi
Data hasil observasi yang diperoleh ditulis dan dikumpulkan
dalam tabel berdasarkan permasalahan yang kemudian dianalisis
secara deskriptif.
c) Menganalisis angket
Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan pemilihan data yang
representatif dan dapat menjawab permasalahan penelitian. Data
disajikan dalam bentuk tabel dengan tujuan untuk mengetahui
frekuensi setiap alternatif jawaban serta untuk mempermudah dalam
membaca data. Data yang diperoleh, kemudian dipresentasikan
sebelum dilakukan penafsiran dengan menggunakan rumus sebagai
berikut (Henita, 2009: 48):
� = × 100%
Keterangan:
P : presentase jawaban
f : frekuensi jawaban
Dalam Suherman dan Kusumah (Mandasari, 2012: 53), sebelum
melakukan penafsiran, terlebih dahulu data yang diperoleh dihitung
nilai rata-ratanya dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
= �
�
Keterangan:
X : rata-rata
W : nilai setiap kategori
F : jumlah siswa yang memilih setiap kategori
Skor total untuk setiap subjek dihitung dan dicari rata-ratanya.
Jika reratanya > 3, maka siswa merespon positif, jika reratanya < 3,
maka siswa merespon negatif, dan jika reratanya = 3, maka siswa
merespon netral (Suherman, 2003: 191).
Data angket yang telah terkumpul kemudian dihitung dan
dipersentasekan, kemudian diinterpretasikan dalam narasi. Menurut
Kuntjaraningrat (Henita, 2009: 48), persentase jawaban siswa dapat
[image:37.595.161.509.206.578.2]diinterpretasikan pada Tabel 3.12 berikut.
Tabel 3.12
Kategori Presentase Angket
Besar Presentase Kategori
� = 0% tidak ada
0% < � 25% sebagian kecil
25% < �< 50% hampir setengahnya
�= 50% Setengahnya
50% < � 75% sebagian besar
75% <�< 100% pada umumnya
Eni Nuraeni, 2013
Penerapan Strategi Rotating Trio Exchange (RTE) Pada Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka diperoleh
kesimpulan sebagai berikut.
1. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat
pembelajaran dengan strategi Rotating Trio Exchange lebih baik daripada
siswa yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran konvensional.
2. Kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
mendapat pembelajaran dengan strategi Rotating Trio Exchange tergolong
sedang. Sementara itu kualitas peningkatan kemampuan komunikasi
matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran
konvensional tergolong rendah.
3. Sebagian besar siswa memberikan sikap positif terhadap pembelajaran
matematika dengan menggunakan strategi Rotating Trio Exchange.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah diperoleh,
penulis ingin menyampaikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Pembelajaran matematika dengan menggunakan strategi RTE disarankan
2. Dalam menerapkan strategi RTE di kelas sebagai upaya meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa, sebaiknya perlu diperhatikan
kesesuaian alokasi waktu dengan kenyataan di kelas, karena pembelajaran
dengan strategi RTE membutuhkan waktu yang relatif lama dengan adanya
pergantian atau rotasi anggota kelompok.
3. Disarankan adanya kajian lebih lanjut terhadap strategi RTE dengan
Eni Nuraeni, 2013
Penerapan Strategi Rotating Trio Exchange (RTE) Pada Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu DAFTAR PUSTAKA
Agisti, N. S. (2010). Implementasi Strategi Means-End Analysis untuk
Meningkatkan Kemampuan Siswa SMP dalam Komunikasi Matematis.
Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Andriani, E. (2007). Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Quantum dengan
Gaya Belajar VAK terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik. Skripsi
FPMIPA UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
Andriani, M. (2008). Komunikasi Matematika. [Online]. Tersedia: http://mellyirzal.blogspot.com/2008/12/komunikasi-matematika.html. [29 Juni 2012]
Ansari, B. I. (2003). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan
Komunikasi Matematik Siswa SMU melalui Strategi Think-Talk-Write.
Disertasi Doktor pada PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Arifin S. K. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Aktif Melalui Strategi
Rotating Trio Exchange Untuk Meningkatkan Kemampuan Analisis Dan Aktivitas Belajar Siswa SMA Kelas X Semester II Pokok Bahasan Kalor.
Jurnal Pendidikan Fisika Unnes. Semarang. [Online]. Tersedia: http://journal.unnes.ac.id [10 Juni 2012]
BSNP. (2006). Draf Final Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Standar
Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMP dan MTs. Jakarta: Badan
Standar Nasional Pendidikan.
Cangara, H. 2002. Pengantar Ilmu Komunikasi. Edisi pertama. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Dainah, E. (2012). Implementasi Model Pembelajaran Advance Organizer dengan
Bantuan Macromedia Flash untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMA. Bandung:
Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta.
Evans, R & Russel, P. (1992). Manajer Kreatif. Jakarta: Binarupa Aksara.
Fathonah, A. Y. (2006). Pengaruh Pembelajaran Metakognitif terhadap
Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa. Skripsi UNPAS Bandung:
Tidak diterbitkan.
Henita, S. (2009). Pengaruh Model Advance Organizer dalam Pembelajaran
Matematika Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMA.
Isjoni. (2010). Pembelajaran Kooperatif, Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi
antar Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Lewataka, S. (2010). Penerapan Model Rotating Trio Exchange untuk
Meningkatkan Hasil Belajar PKn Siswa Kelas IV Sd Negeri Gejugjati I Pasuruan. [Online]. Tersedia: http://library.um.ac.id/free- contents/index.php/pub/detail/penerapan-model-rotating-trio-exchange- untuk-meningkatkan-hasil-belajar-pkn-siswa-kelas-iv-sd-negeri-gejugjati-pasuruan-syafarudin-lewataka-43497.html [28 Juni 2012]
Lie, A. (2004). Cooperative Learning (Mempraktikan cooperative Learning di
Ruang-ruang Kelas). Jakarta: Grasindo.
Mandasari, N. (2012). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating
Trio Exchange (RTE) untuk Meningkatkan Kemampuan Eksplorasi Matematis Siswa SMP. Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Muldiyana, H. (2000). Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan
Pemahaman dan Koreksi Matematika Siswa SMU Ditinjau dari Perkembangan Kognitif Siswa. Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak
diterbitkan.
Mulyana, D. 2001. Ilmu Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang
Non-Eksakta Lainnya. Bandung: PT. Tarsito.
Sari, R. I. P. (2011). Penerapan model pembelajaran rotating trio exchange
(RTE) untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar PKn siswa kelas V-A SDN Tanjungrejo 2 Malang. Skripsi UNM. [Online]. Tersedia:
http://library.um.ac.id/free-contents/index.php/pub/detail/penerapan- model-pembelajaran-rotating-trio-exchange-rte-untuk-meningkatkan- aktivitas-dan-hasil-belajar-pkn-siswa-kelas-v-a-sdn-tanjungrejo-2-malang-reni-ika-puspita-sari-49145.html [2 Juli 2012]
Silberman, M. (2009). Active Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Jakarta: Insan Madani.
Silitonga, Y. (2010). Penerapan Metode Accelerated Learning dalam
Pembelajaran Matematika terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Solihin, A. (2011). Pengaruh Pendekatan Collaborative Problem Solving
terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Skripsi
Sriwiani, Y. (2005). Penerapan Model Pembelajaran Interaktif dalam Upaya
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Menengah Pertama. Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Suharyono, (2006). Kelebihan dan Kekurangan Metode Ekspositori dalam
Pembelajaran. [Online]. Tersedia:
http://abdurrazzaaq.com/418/kelebihan-dan-kekurangan-metode-ekspositori [8 Juli 2012]
Suherman, E. (2003). Common Text Book: Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA FPMPA UPI.
Suherman, E. (2008). Belajar dan Pembelajaran Matematika. Hands-Out Perkuliahan. Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Tidak diterbitkan.
Suherman, H. (2011). Penerapan Model Kooperatif Tipe Three-Step Interviwe
dengan Pendekatan Berbasis Masalah dalam Upaya Meningkatkan Komunikasi Matematika Siswa. Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak
diterbitkan.
Sulistyowati, E. (2009). Apakah Pembelajaran Kooperatif itu?. [online]. Tersedia:
http;//endahsulistyowati.wordpress.com/2009/06/01/cooperative-learning/[4 Juli 2012]
Sunartomb. (2009). Pengertian Metode Ekspositori. [Online]. Tersedia:
http://sunartombs.wordpress.com/2009/03/09/pengertian-metode-ekspositori/ [8 Juli 2012]
Sunata. (2009). Penerapan Pembelajaran Kreatif Model Treffinger Untuk
Meningkatkan Komunikasi Matematis Siswa. Skripsi FPMIPA UPI
Bandung. Tidak diterbitkan.
Utomo. S. P. (2011). Perbandingan Model RTE (Rotating Trio Exchange) dan
Tari Bambu tehadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Geografi (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas X SMAN 7 Bandung). Skripsi FPIPS
UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Yelismasu. (2011). Faktor Pendukung dalam Penerapan Metode Rotating Trio