• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Bradyrhizobium japonicum Penambat Nitrogen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Bradyrhizobium japonicum Penambat Nitrogen"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Bradyrhizobium japonicum Penambat Nitrogen

Bradyrhizobium japonicum merupakan salah satu bakteri bintil akar yang bersimbiosis dengan tanaman kedelai. Bakteri ini termasuk Gram negatif dengan ciri – ciri morfologi berbentuk batang dan umumnya memiliki flagela sebagai alat gerak. Dalam kondisi lingkungan yang kurang cocok dengan pertumbuhannya, bakteri ini akan membentuk struktur pleomorfik. Pada kondisi tertentu sel akan menghasilkan poli β-hidroksibutirat sebagai cadangan makanan (Holt et al. 1994).

Morfologi koloni bakteri ini berbentuk bundar, elevasi cembung, berwarna putih, permukaannya bergranula, dan memiliki diameter kurang dari satu sentimeter. Waktu generasi bakteri selama 6-8 jam pada media YMA, memiliki kisaran suhu optimum 25 – 30o

Bradyrhizobium japonicum kurang mampu menyerap warna pada media yang mengandung pewarna merah kongo 0,0025% jika diinkubasi pada kondisi gelap, sehingga biasanya medium selektif untuk pertumbuhan Bradyrhizobium

C, dan dapat tumbuh baik pada pH yang lebih rendah dari 6 pada galur – galur B. japonicum yang diisolasi dari tanah masam (Holt et al. 1994). Pertumbuhan pada media yang mengandung karbohidrat biasanya diikuti dengan pembentukan polisakarida ekstraseluler.

Bakteri ini dapat memanfaatkan garam – garam amonium, nitrat, dan sebagian besar asam amino sebagai sumber nitrogennya (Holt et al. 1994). Bradyrhizobium japonicum bereaksi basa pada medium garam mineral, DNA mengandung 61- 65% G+C dan membentuk bintil pada akar legum yang hidup pada daerah beriklim tropis dan beberapa di daerah subtropis.

Simbiosis yang terbentuk antara Bradyrhizobium dengan tanaman legum karena adanya peranan senyawa isoflavon yang berperan dalam pembentukan nodul dan kemampuannya dalam menginduksi gen – gen nodulasi pada Bradyrhizobium japonicum. Isoflavon sintetase (IFS) yang merupakan enzim kunci dalam biosintesis senyawa isoflavon, ekspresinya diinduksi secara spesifik oleh B. japonicum. Isoflavon endogen merupakan senyawa yang berperan penting untuk terbentuknya simbiosis antara Bradyrhizobium japonicum dan tanaman kedelai (Subramanian et al. 2006).

(2)

japonicum ditambahkan dengan pewarna merah kongo. Somasegaran & Hoben (1994) menyatakan bahwa pertumbuhan koloni yang sudah tua pada media ini menunjukkan di bagian tengah koloni yang lebih gelap daripada koloni muda.

Toleransi B. japonicum terhadap Cekaman

Umumnya genus Bradyrhizobium lebih toleran terhadap pH rendah daripada bakteri Rhizobium. Vinuesa et al. (2005) melaporkan bahwa B.

canariense yang bersimbiosis dengan tanaman legum genistoid memiliki kemampuan hidup pada pH 4,2. Tiwari et al. (1992) melaporkan bahwa banyak galur B. japonicum dan beberapa galur R. leguminosarum diketahui toleran pada pH 4,0 – 4,5. Endarini et al. (1995) melaporkan beberapa galur B. japonicum juga bersifat toleran terhadap konsentrasi aluminium yang cukup tinggi sekitar 50 μM, hal ini dibuktikan dengan kemampuannya untuk tumbuh pada media Ayanaba.

Namun tidak semua rhizobia toleran asam juga toleran terhadap konsentrasi Al tinggi (Keyser & Munns 1979).

Ayanaba et al. (1983) melaporkan bahwa galur rhizobia dengan permukaan koloni berlendir memiliki karakter yang lebih toleran terhadap cekaman asam-Al dibandingkan dengan galur rhizobia dengan permukaan koloni yang lebih kering. Lounch & Miller (2000) melaporkan bahwa lendir yang dihasilkan merupakan karbohidrat permukaan sel yang sebagian besar berupa polisakarida ekstraseluler (EPS). Beberapa galur R. leguminosarum mampu memproduksi EPS dalam jumlah besar bila pH media diturunkan menjadi pH 5,0 (Watkin et al. 1997). Adanya produksi eksopolisakarida dari Rhizobium merupakan salah satu strategi dalam menetralisasi kondisi lingkungan yang asam dan menghindari efek keracunan aluminium (Cunningham & Munns 1984).

Produksi Fitohormon Asam Indol Asetat oleh Bakteri

Asam indol asetat (AIA) ialah merupakan salah satu hormon pertumbuhan tanaman yang sangat penting selama pertumbuhan vegetatif. Zhao et al. (2001) melaporkan bahwa hormon ini memiliki peranan penting dalam berbagai aspek pertumbuhan tanaman yang meliputi pembelahan dan

(3)

pemanjangan sel, diferensiasi, tropisme, dominansi apikal, senesensi, absisi dan pembungaan.

Ada dua jenis auksin, yaitu auksin endogen dan auksin eksogen. Auksin endogen adalah hormon yang disintesis pada bagian ujung akar, batang dan pada saat pembentukan bunga. Sehingga belum banyak dihasilkan pada awal perkecambahan, karena sintesisnya mengikuti jalur metabolisme tumbuhan.

Sedangkan auksin eksogen ialah hormon auksin yang berasal dari luar sel tanaman, hormon ini dapat disintesis oleh sejumlah mikroorganisme dan dapat langsung digunakan oleh sel tanaman. Pada kedelai, auksin eksogen berperan dalam menginduksi gen-gen SAUR (Small Auxin-Up RNA) sesaat setelah pemberian hormon tersebut. Respon sel diinduksi secara spesifik oleh auksin pada sel - sel epidermis dan korteks yang berada di zona pemanjangan hipokotil dan epikotil (Li et al. 1994).

Auksin eksogen juga berperan dalam memacu proses diferensiasi jaringan pada akar dalam membentuk rambut akar. Aplikasi auksin eksogen dapat menurunkan konsentrasi produk sekunder pada akar juga menekan aktivitas meristematik pada ujung akar, sehingga diferensiasi jaringan epidermis menjadi rambut akar dapat berlangsung (Arroo et al. 1995).

Produsen AIA yang cukup besar ialah bakteri rizosfer, diantaranya Bacillus (Widayanti 2007), Pseudomonas (Patten & Glick 2002), Azotobacter dan Azospirillum (Barbieri et al. 1986). Patten dan Glick (1996) melaporkan bahwa sekitar 80% bakteri rizosfer dapat menghasilkan hormon AIA. Sekine et al. (1988) juga melaporkan adanya galur Bradyrhizobium spp. yang memiliki kemampuan dalam memproduksi hormon ini (Tabel 1).

AIA merupakan produk utama dari metabolisme L-tryptophan pada beberapa mikroorganisme. Mikroorganisme yang mendiami area rizosfer dari berbagai tanaman memungkinkan untuk mensintesis dan menghasilkan auksin sebagai metabolit sekundernya karena area ini lebih banyak mengandung eksudat akar bila dibandingkan dengan area non rizosfer (Kampert et al. 1975).

(4)

Tabel 1 Konsentrasi AIA yang dihasilkan beberapa isolat Bradyrhizobium

Kode Isolat Pustaka Konsentrasi AIA (ppm) SEMIA5080 (Boiero et al. 2007) 3, 8

E109 (Boiero et al. 2007) 0,91 USDA 94 (Minamisawa & Fukai 1991) 0,061 USDA 110 (Boiero et al. 2007) 2,1 NIAES 3193 (Minamisawa & Fukai 1991) 0,034

Sejumlah mikroorganisme tanah memiliki kemampuan dalam mensintesis auksin pada kultur murni (Barazani et al. 1999). Pengaruh auksin terhadap perkecambahan tanaman bergantung pada konsentrasi yang digunakan, misalnya konsentrasi auksin yang rendah dapat memacu perkecambahan meskipun aktivitasnya dapat mengalami hambatan (Arshad & Frankenberger 1991). Respon terhadap perkecambahan yang beragam selain dipengaruhi oleh konsentrasi yang berbeda juga dipengaruhi oleh jenis mikroorganisme yang digunakan (Ahmad et al. 2005).

Pada bakteri, AIA dihasilkan dari proses biosintesis yang kompleks dan melibatkan banyak enzim. Pada Azospirillum brasilense, terdapat tiga senyawa prekursor dalam biosintesis AIA yaitu asam antranilat, indol dan triptofan (Trp).

Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sekine et al. (1988) diketahui bahwa prekursor yang digunakan oleh Bradyrhizobium spp. ialah triptofan (Trp).

Zakharova et al. (1999) juga melaporkan bahwa Trp merupakan prekursor yang paling efisien bagi bakteri dalam menghasilkan hormon ini. Hal ini mungkin dilakukan sebagai salah satu mekanisme detoksifikasi Trp pada sel bakteri. Pada media kultur P. syringae pv. Syringae penambahan Trp dapat meningkatkan produksi AIA hampir 10 kali lipat dibandingankan tanpa penambahan Trp (Fett et al. 1987). Patten dan Glick (2002) melaporkan bahwa P. putida GR12-2 mampu menghasilkan AIA dalam konsentrasi sebesar 68,3 ± 2,2 μM dengan ditambah Trp 0,5 mM. Terdapat beberapa lintasan sintesis IAA pada bakteri bergantung pada kandungan triptofannya (Gambar 1).

(5)

Gambar 1 Beberapa jalur biosintesis IAA dari Trp (Zakharova et al. 1999).

Umumnya biosintesis AIA yang bergantung pada triptofan umum terjadi pada bakteri (Manulis et al. 1998). Lintasan sintesis AIA melalui jalur indole-3- pyruvic acid (IPyA) terjadi pada Enterobacter cloacae (Zakharova et al. 1999) dan Bradyrhizobium (Manulis et al. 1998), sedangkan pada Pseudomonas syringae biosintesis AIA terjadi melalui indole-3-acetamide yang kemudian dikonversi menjadi AIA. Pada Agrobacterium tumefaciens AIA disintesis melalui jalur tryptamine, sedangkan pada Alcaligenes faecalis dan A. tumefaciens AIA disintesis melalui indole-3-acetonitrile (IAN) (Zakharova et al. 1999).

Zakharova et al. (1999) melaporkan bahwa asam anthranilat merupakan prekursor yang kurang efisien dibandingkan triptofan dalam mensintesis AIA.

Sedangkan penggunaan asam anthranilat tanpa penambahan triptofan tidak dapat menyebabkan disintesisnya AIA. Adanya senyawa indol pada medium kultur pun tidak mampu meningkatkan produksi AIA. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa indol bukan merupakan prekursor dalam biosintesis AIA.

Triptofan diketahui sebagai prekursor yang efektif dalam biosintesis AIA melalui lintasan IPyA yang bersifat terinduksi. Biosintesis AIA pada bakteri melibatkan banyak enzim, di antaranya enzim Trp transaminase yang akan mengakumulasi L-Trp menjadi asam indol piruvat yang akan mengalami sintesis lebih lanjut menjadi AIA melalui lintasan IPyA (Patten & Glick 2002). Namun

(6)

demikian, pada beberapa bakteri misalnya Bacillus sp. pembentukan AIA yang cukup tinggi juga dapat terjadi tanpa induksi triptofan, karena bakteri ini mampu mensintesis triptofan di dalam selnya. Sintesis Trp terjadi melalui jalur asam korismat yang merupakan golongan asam amino aromatik (Szigeti 2004).

Karakteristik Kedelai Varietas Tanggamus, Detam, dan Anjasmoro

Karakteristik beberapa varietas kedelai dapat dibedakan dengan membandingkan beberapa parameter, antara lain tinggi tanaman, waktu pembungaan, bobot per 100 biji, potensi hasil, dan tingkat toleransi di pH asam (Tabel 2).

Tabel 2 Karakteristik kedelai varietas Anjasmoro, Detam, dan Tanggamus (Balitkabi 2010)

Parameter pembanding

Varietas Anjasmoro

Varietas Detam

Varietas Tanggamus

Tinggi tanaman 64 cm 58 cm 67 cm

Waktu pembungaan 35 HST 35 HST 35 HST

Umur panen 82 HST 82 HST 88 HST

Bobot per 100 biji 14,8 – 15,3 gram 14,48 gram 11 gram Potensi hasil 2,03 – 2,25 ton/ha 2,86 ton/ha 2,5 ton/ha Tingkat toleransi

terhadap pH asam

Tinggi Rendah Tinggi

Gambar

Tabel 1  Konsentrasi AIA yang dihasilkan beberapa isolat Bradyrhizobium
Gambar 1 Beberapa jalur biosintesis IAA dari Trp (Zakharova et al. 1999).
Tabel 2 Karakteristik kedelai varietas Anjasmoro, Detam,  dan Tanggamus    (Balitkabi 2010)  Parameter  pembanding  Varietas  Anjasmoro  Varietas  Detam  Varietas  Tanggamus  Tinggi  tanaman  64 cm  58 cm  67 cm  Waktu pembungaan  35 HST  35 HST  35 HST  U

Referensi

Dokumen terkait

Selain golongan fenol, senyawa yang dapat mengalami reaksi Coupling dengan garam diazonium yaitu senyawa aromatis yang teraktivasi kuat oleh OH atau NH-R, misalnya

Hasil pengolahan data side scan sonar dengan menggunakan software Caris HIPS&SIPS 6.1 (Tabel 2) dan SonarWeb (Tabel 3) diperoleh gambar target dasar berupa rangka

Menurut Garty (2000, dalam Pratiwi, 2006), berdasarkan daya sensitivitasnya terhadap pencemar udara maka lumut kerak dikelompokkan menjadi tiga yaitu: sensitif,

NO NAMA TEMPAT TUGAS KECAMATAN BIDANG STUDI JADWAL UJIAN TEMPAT UJIAN ALAMAT 253 IKE RISRIYANINGRUM TK FLORY Tambak Sari Guru Kelas TK 2014-03-05(07.30-10.00) SMK NEGERI 1

Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah

Batu bata merah yang belum hancur dibersihkan dan dihaluskan dari semen kemudian digunakan kembali, hal ini merupakan bentuk adaptasi pemilik untuk bisa menekan biaya dengan

18 GANESH Universitas Pendidikan Ganesha 19 WISANGGENI_USRC Universitas Negeri Malang 20 ETAM – X2 Institut Teknologi Kalimantan 21 KING PHOENIX Universitas Ahmad Dahlan 22

Sedangkan informasi perilaku penggunaan internet berupa intensitas akses, durasi akses, tempat mengakses, motif penggunaan, serta perilaku menggunakan/mengakses web pribadi, e-mail,