• Tidak ada hasil yang ditemukan

Presentasi Orange II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Presentasi Orange II"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

I.

Dasar Teori

Suatu zat warna ialah senyawa organik berwarna yang digunakan untuk memberi warna ke suatu objek atau ke suatu kain. Terdapat banyak sekali senyawa organik berwarna namun hanya beberapa yang sesuai untuk zat warna. Sebagian besar zat warna yang digunakan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kationik dan anionik. Orange II tergolong ke dalam zat warna asam (anionik). Zat warna asam biasnya terdiri atas gugus SO3H atau gugus COOH yang membentuk garam dengan basa.

Contohnya yaitu SO3Na atau COONa. Semua zat warna yang larut air digolongkan ke

dalam zat warna asam ini. Dalam larutan yang mengandung air, ukuran partikel dari zat warna asam ini (Na+ R-) biasanya lebih kecil dari zat warna basa (R+ X-). Zat

warna ini kurang larut dalam alkohol dibandingkan dengan zat warna basa (kationik), dan zat warna ini tidak larut dalam minyak dan lemak.

Nama lain Orange II adalah 1-p-Sulfobenzene azo-2-naphtol Sodium Salt. Pembuatan Orange II melalui dua tahap, yaitu:

1. Reaksi diazotasi Syarat :

- Bahan dasarnya merupakan amina aromatis primer

- Temperatur reaksi 0-100C, karena garam diazonium bersifat sangat reaktif

- Suasana reaksi harus asam kuat

Pada reaksi diazotasi ini akan terbentuk garam diazonium dengan amina aromatis dengan asam nitrit. Reaktifitas yang sangat tinggi dari garam diazonium disebabkan oleh kemampuan pereaksi yang sangat bagus dari gugus N2, oleh

karena itu gugus diazonium dapat ditukar oleh berbagai nukleofil. 2. Reaksi Coupling

Syarat :

- Suasana reaksi harus basa atau bersifat alkalis

Prinsip reaksi coupling adalah reaksi substitusi elektrofilik pada inti aromatis. Garam diazonium berperan sebagai elektrofil (merupakan elektrofil yang sangat lemah). Struktur resonansi ion diazonium menunjukkan bahwa kedua nitrogen mengemban muatan positif parsial. Jadi inti aromatisnya harus teraktivasi kuat oleh OH, -N. Reaksi coupling tidak terjadi pada suasana asam kuat karena anionnya akan terhidrolisa kembali menjadi senyawa asalnya. Produk coupling

(2)

mengandung gugus azo (-N=N-) yang pada umumnya digunakan sebagai zat warna.

Komponen penyusun Orange II yaitu asam sulfanilat dan -naftol. 1. Asam Sulfanilat

Asam sulfanilat adalah serbuk halus atau kristal abu-abu, agak larut dalam air, alkohol dan eter, larut dalam air panas dan HCl pekat, leleh pada suhu 2880-3000C.

Asam sulfanilat adalah hasil sulfonasi dari anilin. Anilin adalah bahan baku dalam industri penghasil bahan pewarna celup. Asam sulfonat dan garam-garamnya yang terkandung dalam bahan pewarna celup organik memberikan fungsi yang berguna pada kelarutan dalam air dan atau meningkatkan kecepatan pencucian bahan pewarna yang disebabkan karena kemampuan keduanya mengikat lebih rapat dengan kain. Asam sulfanilat dipakai sebagai perantara untuk pewarna (bahan pewarna celup, pewarna makanan, bahan pencemerlang), obat dan sintesis organik lainnya.

Asam Sulfanilat

2. -naftol

β-naftol adalah kristal berwarna neon padat, leleh pada 1210- 1230C.

Merupakan isomer dari -naftol. -naftol merupakan naftalena homolog dari fenol, tetapi lebih reaktif. Kedua isomer larut dalam alkohol sederhana, eter, dan kloroform. -naftol 2-naftol dihasilkan melalui proses dua langkah yang diawali dengan sulfonasi naftalena dalam asam sulfat kemudian netralisasi produk dengan asam. -naftol banyak digunakan untuk produksi zat warna dan senyawa lainnya. Dengan garam diazonium melalui reaksi Coupling, -naftol membentuk senyawa Orange II.

-naftol

Kegunaan Orange II adalah sebagai bahan pewarna tekstil atau kertas. Orange II termasuk zat warna azo, dimana zat warna azo merupakan kelas zat warna yang terbesar dan terpenting. Dalam pewarnaan azo, mula-mula teksitil dibasahi dengan

(3)

senyawa aromatik yang teraktifkan terhadap substitusi elektrofilik, kemudian diolah dengan suatu garam diazonium untuk membentuk zat warna. Orange II tidak digunakan sebagai bahan pewarna makanan atau minuman karena bersifat karsinogenik.

II.

Tujuan

1. Memahami prinsip reaksi pembentukan zat warna melalui reaksi diazotasi dan reaksi coupling

2. Memahami kerja NaCl sebagai salting out

3. Mampu menghasilkan zat warna yang mengkilap

BAB II

METODE KERJA

(4)

I.Prosedur

1. Diazotization

In a 125 ml Erlenmeyer flask dissolve 4.8 g of sulfanilic acid crystals (monohydrate) in 50 ml of 2.5% sodium carbonate solution (or use 1.33 g of anhydrous sodium carbonateand 50 ml of water) by boiling. Cool the solution under the tap, add 1.9 g of sodium nitrite and stir until itis dissolved. Pour the solution into a beaker or flask containing about 25 g of ice and 5 ml of concentrated hydrochloric acid. In a minute or two a powdery white precipitate of the diazonium salt should separate and the material is then ready for use. The product is not collected but is used as the suspension. It is more stable than most diazonium salts, and it will keep for a few hours.

2. Orange II (1-p-Sulfobenzeneazo-2-naphtol Sodium Salt)

In a 400 ml beaker dissolve 3.6 g of -naphtol in 20 ml of cold 10% sodium hydroxide solution and pour into this solution, with stirring, the suspension of diazotized sulfanilic acid (rinse). Coupling occurs very rapidly and the dye, being a sodium salt separates easily from the solution on account of the presence of a considerable excess of sodium ion (from the soda, the nitrite, and the alkali added). Stir the crystalline paste thoroughly to effect good mixing and after 5-10 min heat the mixture until the solid is dissolved. Add 10 g of sodium chloride to further decrease the solubility of the product bring this all into solution by heating and stirring. Set the breaker in a pan of ice and water, and let the solution cool undisturbed. Eventually cool thoroughly by stirring and collect the product on a Buchner funnel. Use saturated sodium chloride solution rather than water for rinsing the material out of the breaker and for washing the filter cake free from the dark colored mother liquor. The filtration is somewhat slow.

1. This gives more easily filterable product. If time permits, it is still better to allow the solution to cool at room temperature.

2. If the filtration must be interrupted close the rubber suction fubing (while the pump is still running) with a screw pinch clamp placed close to the filter flask and then disconnect the tubing from the pump. Fill the funnel and set the unit aside ; suction will maintained and filtration with continue.

The products dries only slowly and it contains about 20% of sodium chloride. The crude yield is thus not significant and the material need not be dried before being purified. This azo dye is too soluble to be crystallized from water; it can be obtained in a fairly satisfactory form by adding saturated sodium chloride

(5)

solution to a hot filtered solution in water and cooling, but the best crystals are obtained from aqueous ethanol. Transfer the filter cake to a beaker, wash the material from the paper and funnel with water and bring the substance into solution at the boiling point. Avoid a large excess of water, but use enough prevent separation of solid during filtration (volume about 50 ml). Filter by suction through a Buchner funnel that has been preheated on the steam bath. Pour the filtrate into an Erlenmeyer flask (wash), estimate the volume and if thus is greater than 60 ml, evaporate by boiling. Cool to 80◦C add 100-125ml of alcohol

and allow crystallization to proceed. Cool well before collecting. Rinse the breaker with mother liquor and wash finally with a little alcohol. The yield of pure, crystalline material is 6-8 g. Orange II separates from aqueous alcohol with two molecules of water of crystallization and allowance for this should be made in calculation of the yield. When the water of hydration is eliminated by drying at 120◦ the material becomes fiery red.

(sumber: Experiments in Organic Chemistry 5th edition, 1957, LF Fieser)

II.Alat dan Bahan

- Alat :

1. Labu Erlenmeyer 250 ml 7. Termometer 2. Gelas ukur 8. Corong kaca 3. Beaker glass 400 ml 9. Corong Buchner 4. Pengaduk kaca 10. Labu hisap

5. Pipet 11. Kaki tiga + kasa asbes 6. Gelas arloji 12. Bunsen

- Bahan : 1. Asam sulfanilat 4,8 g 2. Na2CO3 1,33 g 3. NaNO2 1,9 g 4. Es batu 25 g 5. HCl pekat 5 ml 6. β-naftol 3,6 g 7. NaOH 2 g 8. NaCl 10 g 9. Etanol 100-125 ml 10. Aquadest

III.Skema Kerja dan Cara Kerja

- Cara Kerja :

(6)

1. Dilarutkan 4,8 g asam sulfanilat dalam 50 ml larutan Na2CO3 2,5% dengan

pendidihan dalam labu Erlenmeyer 250 ml (digunakan 1,33 g Na2CO3 anhidrat

dan 50 ml aquadest)

2. Larutan tersebut didinginkan dengan air kran, kemudian tambahkan 1,9 g NaNO2, diaduk hingga larut.

3. Larutan tersebut dituang ke dalam beaker glass yang berisi 25 g es dan 5 ml HCl pekat. Dalam 1-2 menit akan terbentuk endapan putih dari garam diazonium yang akan memisah (suspensi I)

b. Coupling

1. Dalam beaker glass 400 ml, dilarutkan 3,6 g β-naftol dalam 20 ml larutan NaOH 10%. Lalu tuangkan suspensi 1 ke dalam larutan ini sambil diaduk-aduk.

2. Pasta yang terbentuk diaduk dengan rata untuk mendapatkan campuran yang baik.

3. Setelah 5-10 menit, campuran tersebut dipanaskan sampai bagian yang padat larut, kemudian ditambahkan 10 g NaCl untuk mengurangi kelarutan dari hasil yang diperoleh, dipanaskan sambil diaduk. Kemudian beker glass tersebut dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air dan es (ice bath), lalu larutan dibiarkan mendingin seluruhnya sambil diaduk rata.

4. Hasilnya dipisahkan dengan corong Buchner. Sisanya dicuci dengan larutan jenuh NaCl sedikit.

c. Rekristalisasi

1. Hasil yang diperoleh ditambah dengan air mendidih, dipanaskan sampai larut, kemudian disaring panas.

2. Bila volume zat lebih besar dari 60 ml, dilakukan penguapan terlebih dahulu, kemudian dinginkan sampai temperatur 80◦C, lalu ditambah etanol 100-125ml.

3. Didinginkan pelan-pelan sampai terbentuk zat warna, disaring dengan corong Buchner. Cuci dengan sedikit etanol.

4. Hasilnya dikeringkan, kemudian ditimbang.

- Skema Kerja :

Diazotasi :

4,8 g asam sulfanilat + 1,33 g Na2CO3 dalam 50 ml air

Panaskan ad larut, dinginkan

ditambah 1,9 g NaNO2

Aduk ad larut

Tuang ke dalam beaker glass berisi 25 g es batu + 5 ml HCl pk

Ditunggu 1-2 menit

(7)

Coupling :

Rekristalisasi :

3,6 g -naftol + 20 ml NaOH 10% dingin

ditambah suspensi I

Aduk ad larut, panaskan

ditambah NaCl 10 g

Tuang ke dalam beaker glass dalam ice bath

Saring dengan corong Buchner, cuci dengan NaCl jenuh

Panasakan ad larut

Ditambah air mendidih

Saring panas, uapkan jika volume zat kebih dari 60 ml, dinginkan ad 800C

ditambah etanol 100-125 ml

Dinginkan ad terbentuk zat warna

Saring dengan corong Buchner, cuci dengan etanol

Hasil dikeringkan Hasil ditimbang

(8)
(9)
(10)

V.Mekanisme Reaksi

(11)
(12)

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

I.

Hasil

Hasil teoritis : 6-8 gram

(13)

Titik leleh : telah terurai sebelum temperatur lebur

III.

Pembahasan dan Diskusi

Senyawa yang dihasilkan dari praktikum ini yaitu Orange II. Disebut Orange II karena senyawa azo yang terbentuk dari reaksi Coupling terletak pada nomor 2. Bahan dasar yang digunakan yaitu -naftol, sehingga gugus OH dari posisi 1 dan senyawa azo akan terbentuk di nomor 2.

Bahan-bahan yang digunakan yaitu asam sulfanilat atau asam p-amino benzena sulfonat yang merupakan amina aromatis primer, menggunakan NaNO2 dan

HCl pekat (untuk membentuk HNO2 yang harus dibuat baru karena mudah terurai)

sebagai pembawa suasana asam, serta dilakukan pada suhu 00-50C. Hal ini berarti

bahan-bahan yang digunakan telah memenuhi persyaratan untuk membentuk garam diazonium.

Pada reaksi Diazotasi, asam sulfanilat dilarutkan dalam Na2CO3 karena asam

sulfanilat tidak larut dalam air. Sehingga digunakan larutan garam agar Na2CO3 lebih

mudah larut membentuk garam natrium sulfanilat. Penambahan HCl pekat ditujukan untuk memberi suasana asam kuat. Oleh karena itu, penggunaan HCl pekat dapat digantikan dengan H2SO4 pekat. HCl pekat akan bereaksi dengan NaNO2 membentuk

asam nitrit. Asam nitrit dengan adanya ion H3O+ akan membentuk ion nitrosonium

(N=O) yang bersifat elektrofil. Adanya ion nitrosonium akan bereaksi dengan asam sulfanilat membentuk garam benzena diazonium. Yang perlu diperhatikan yaitu pada saat melarutkan asam sulfanilat, pemanasan tidak boleh terlalu lama karena asam sulfanilat tidak stabil dalam pemanasan sehingga dapat menyebabkan asam sulfanilat terurai menjadi anilin dan benzene sulfonat. Hasil dari reaksi diazotasi ini akan memberuk suspensi.

(14)

Sedangkan pada reaksi Coupling berlangsung dalam suasana basa, sehingga perlu penambahan NaOH. Reaksi ini memerlukan suhu dingin, karena didalam keadaan dingin, orange II sedang dalam bentuk kristal, sehingga larutan menjadi bentuk pasta dan semakin banyak orange II yang dapat dihasilkan. NaOH memiliki fungsi untuk mengaktifkan β-naftol menjadi naftolat. β-naftol harus dilarutkan terlebih dahulu dalam larutan NaOH (membentuk larutan naftolat) lalu suspensi dari reaksi diazotasi ditambahkan kemudian karena apabila dilakukan kebalikannya, larutan naftolat akan kembali lagi ke bentuk β-naftol dan NaOH. Pencucian menggunakan NaCl jenuh berguna untuk memberikan efek salting out, sebab NaCl ini akan menarik air yang masih terdapat dalam Orange II. Hal ini dapat menurunkan kelarutan Orange II karena Orange II bersifat larut air tetapi NaCl lebih mudah larut dalam air, sehingga NaCl akan menarik air dan mengurangi Orange II berubah menjadi filtrat melainkan menjadi endapan kristal. Apabila NaCl jenuh yang diberikan berlebihan, maka Kristal orange II akan berubah menjadi lembek, sebab NaCl ikut mengkristal dan menempel pada Kristal orange II. Kristal NaCl ini bersifat higroskopik, artinya dapat menarik air dari udara dan menyebabkan orange II susah mengering. Oleh sebab itu, endapan orange II harus dicuci menggunakan NaCl jenuh sesedikit mungkin.

Pada proses rekristalisasi, apabila volume larutan setelah dipanaskan melebihi 60 ml, larutan harus diuapkan terlebih dahulu, jadi pada saat didinginkan dapat diperoleh Kristal orange II dalam jumlah yang maksimal. Kemudian larutan didinginkan terlebih dahulu hingga temperatur 800C baru kemudian ditambah etanol.

Pendinginan ini dilakukan karena titik didih etanol adalah 800C, apabila etanol

ditambahkan pada saat larutan masih panas atau diatas 800C maka etanol akan

menguap terlebih dahulu. Lalu pada tahap akhir rekristalisasi dilakukan pencucian dengan sedikit etanol untuk menghilangkan pelarut induk yaitu NaCl. Karena apabila kristal Orange II masih mengandung NaCl maka kristal Orange II akan menjadi lembab.

Selain golongan fenol, senyawa yang dapat mengalami reaksi Coupling dengan garam diazonium yaitu senyawa aromatis yang teraktivasi kuat oleh OH atau NH-R, misalnya -naftil amina.

(15)

Apabila β-naftol diganti dengan α-naftol, maka hasil reaksi yang terbentuk bukan orange II, melainkan senyawa orange I. Apabila bahan dasar berupa -naftol maka gugus OH dari posisi 1 dan senyawa azo akan terbentuk di nomor 4.

Orange II tidak dapat ditetapkan titik lelehnya karena sebelum mencapai suhu lebur (titik leleh), zat ini sudah terurai terlebih dahulu.

BAB IV

KESIMPULAN

(16)

1. Pembuatan orange II melalui 2 tahap reaksi, yaitu melalui reaksi diazotasi dan reaksi coupling.

2. Syarat dari reaksi diazotasi adalah berbahan dasar amina aromatis primer, suhu harus rendah yaitu 00-50C, dan harus berada dalam suasana asam kuat. Reaksi diazotasi

menghasilkan garam diazonium.

3. Syarat dari reaksi coupling harus dalam suasana basa atau bersifat alkalis. Produk dari coupling mengandung gugus azo (-N=N-).

4. Penggunaan NaCl jenuh pada pencucian berfungsi untuk memberikan efek salting out.

5. Pada tahap akhir yaitu rekristalisasi dilakukan pencucian menggunkana etanol untuk menghilangkan pelarut induknya yaitu NaCl agar terbentuk zat warna yang bagus. Apabila kristal zat warna masih mengandung NaCl maka kristal yang terbentuk akan lembab.

DAFTAR PUSTAKA

Fessenden & Fessenden. 1986. Kimia Organik Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman 448-450, 489-491

Fessenden RJ, Fessenden JS. 1994. Organic Chemistry 5th edition. California :

Brooks/Cole Publishing Company Pasific Grove. Halaman 515-516, 873-876

Fieser, LF. 1957. Experiments in Organic Chemistry. 3rd eds. Boston : DC, Health and

(17)

Mc Murry J. 2000. Organic Chemistry 5th edition. USA : Brooks / Cole Publishing

Company Pasific Grove. Halaman 1006-1007

TANDA TANGAN PESERTA PRAKTIKUM

Finna Triani 1130141

Referensi

Dokumen terkait

Tanin merupakan golongan senyawa fenol yang terdapat pada daun.. dan buah yang

Kandungan jenis tartrazin (C 16 H 9 N 4 Na 3 O 9 S 2 ) merupakan turunan coal tar yang merupakan campuran dari senyawa fenol, hidrokarbon, polisiklik dan

Kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman jahe terdiri dari golongan fenol, flavonoid, terpenoid, minyak atsiri dan diduga merupakan golongan

Reaksi ini terjadi ketika beberapa senyawa ionik, misalnya, asam tertentu, basa, dan garam, larut dalam air; mereka terlibat dalam proses yang sangat penting untuk

Tanin adalah senyawa fenol yang tersebar luas pada tumbuhan berpembuluh, biasanya terdapat pada daun, buah, kulit kayu atau batang.. Tanin tumbuh dibagi menjadi dua golongan,

Kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman jahe terdiri dari golongan fenol, flavonoid, terpenoid, minyak atsiri dan diduga merupakan golongan

● Telah dilakukan dan dapat ditentukan uji reaksi spesifik untuk golongan alkohol seperti senyawa etanol dengan menggunakan pereaksi kalium dikromat dan asam sulfat juga

Siswa menentukan konsentrasi ion dalam larutan Reaksi asam dan basa menghasilkan garam dan air Contoh : HCl terionisasi menjadi H+ dan Cl-, NaOH terionisasi menjadi Na+ dan OH-