• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Pasien Diabetes Melitus dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Luka Gangren pada Ekstremitas Bawah di Puskesmas Hutabaginda Tarutung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Perilaku Pasien Diabetes Melitus dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Luka Gangren pada Ekstremitas Bawah di Puskesmas Hutabaginda Tarutung"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

Perilaku Pasien Diabetes Melitus dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Luka Gangren pada Ekstremitas Bawah di Puskesmas Hutabaginda

Tarutung

SKRIPSI

Disusun oleh

Brigita Melisa Sormin 161101166

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020

(2)
(3)
(4)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan anugerah-Nya peneliti dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Perilaku Pasien Diabetes Melitus Dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Luka Gangren Pada Ekstremitas Bawah Di Puskesmas Hutabaginda Tarutung”.

Penulisan penelitian ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat Program Strata I pada Jurusan Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Selama proses penyelesaian penelitian ini peneliti mendapat banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak secara moril maupun materil.

Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Dudut Tanjung, SKp, M.kep, Sp. KMB selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr.Siti Saidah Nasution, SKp.,M.Kep.SP. Mat selaku Wakil Dekan I Fakultas Keperawatan Sumatera Utara.

3. Ibu Cholina T. Siregar, S.Kep., Ns., M.Kep, Sp.KMB selaku Wakil Dekan II Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ikhsanuddin A. Harapan, S.Kp,MNS selaku Wakil Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Ellyta Aizar, SKp, M.Biomed selaku dosen pembimbing peneltian yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan dan masukan kepada peneliti sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

(5)

ii

6. Ibu Nurbaiti, S.kep., Ns., M.Biomed dan ibu Nur Asiah, S.Kep., M.Biomed selaku dosen penguji I dan II yang telah memberikan saran dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

7. Seluruh keluarga penulis yang selalu memberikan doa, nasihat dan dukungan kepada peneliti yang menjadi sumber motivasi peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh dosen dan staf Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak mendidik dan membantu peneliti selama proses perkuliahan.

9. Sahabat dan seluruh teman angkatan 2016 yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan masukan, berbagi pengetahuan dan mendukung peneliti.

Peneliti mohon maaf apabila ada kesalahan baik dari kata maupun perbuatan.

Akhir kata penulis berharap agar penelitian ini bermanfaat bagi pembaca.

Medan, 13 Agustus 2021 Penulis

Brigita Melisa Sormin

(6)

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

ABSTRAK ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

1.4.1. Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara ... 3

1.4.2. Puskesmas Hutabaginda Tarutung ... 4

1.4.3. Penelitian berikutnya... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Diabetes Melitus ... 5

2.1.1. Klasifikasi Etiologi Diabetes Melitus ... 5

2.1.2. Patofisiologi Diabetes Melitus ... 6

2.1.3. Faktor Risiko Diabetes Melitus ... 6

2.1.4. Tanda & Gejala Diabetes Melitus ... 8

2.1.5. Komplikasi Diabetes Melitus ... 8

2.2. Gangren ... 9

2.2.1. Etiologi ... 9

2.2.2. Faktor-faktor Penyebab Gangren ... 10

2.2.3. Patofisiologi Gangren ... 12

2.2.4. Deteksi Dini dan Pencegahan Gangren ... 12

2.2.5. Dampak Gangren ... 19

2.3. Perilaku ... 20

2.3.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku ... 21

(7)

iv

2.3.2. Proses Pembentukan Perilaku ... 21

BAB III KERANGKA PENELITIAN ... 24

3.1. Kerangka Konsep ... 24

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 26

4.1. Desain Penelitian ... 26

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 26

4.3.1. Populasi ... 26

4.3.2. Sampel ... 26

4.3.3. Teknik Sampel ... 27

4.4. Variabel Penelitian ... 27

4.5. Instrumen Penelitian ... 27

4.6. Uji Validitas dan Reabilitas ... 28

4.6.1. Uji Validitas ... 28

4.6.2. Uji Reliabilitas ... 28

4.7. Pengumpulan Data ... 28

4.8. Etika Penelitian ... 29

4.9. Analisa Data ... 30

4.9.1. Uji Univariat ... 30

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

5.1. Hasil Penelitian ... 31

5.1.1 Karakteristik Responden di Puskesmas Hutabaginda Tarutung ... 31

5.1.2. Perilaku Pasien Diabetes Melitus dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Luka Gangren ... 34

5.2. Pembahasan ... 42

5.2.1. Karakteristik Responden ... 42

5.2.2. Perilaku Pasien ... 47

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 49

1. Kesimpulan ... 49

2. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(8)

v

DAFTAR LAMPIRAN ... 55

Lampiran 1 ... 55

Lampiran 2 ... 57

Lampiran 3 ... 64

Lampiran 4 ... 65

Lampiran 5 ... 66

Lampiran 6 ... 69

Lampiran 7 ... 73

Lampiran 8 ... 79

Lampiran 9 ... 80

Lampiran 10 ... 81

(9)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3. 1. Kerangka Teori Penelitian ... 24

(10)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Tabel Definisi Operasional Penelitian ... 25 Tabel 5.1. 1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden di Puskesmas Hutabaginda Tarutung ... 32 Tabel 5.1. 2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Aspek Perilaku Tertutup Pasien Diabetes Melitus dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Luka Gangren pada Ekstremitas Bawah Di Puskesmas Hutabaginda Tarutung (n=40) ... 34 Tabel 5.1. 3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Aspek Perilaku Terbuka Pasien Diabetes Melitus dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Luka Gangren pada Ekstremitas Bawah Di Puskesmas Hutabaginda Tarutung (n=40) ... 37 Tabel 5.1. 4 Distribusi Frekuensi dan Persentase Perilaku Pasien Diabetes Melitus Berdasarkan Perilaku Tertutup (Covert Behavior) ... 40 Tabel 5.1. 5 Distribusi Frekuensi dan Persentase Perilaku Pasien Diabetes Melitus Berdasarkan Perilaku Terbuka (Overt Behavior) ... 40

(11)

viii

Judul : Perilaku Pasien Diabetes Melitus Dalam Upaya

Pencegahan Komplikasi Luka Gangren Pada Ekstremitas Bawah Di Puskesmas Hutabaginda Tarutung

Nama : Brigita Melisa Sormin

NIM : 161101166

Program : S1 Ilmu Keperawatan Tahun Akademik : 2020/2021

ABSTRAK

Diabetes melitus juga disebut silent killer karena sering sekali penderita tidak sadar bahwa dirinya mengidap penyakit tersebut sampai tahap terjadi

komplikasi yang menggangu organ tubuh serta menimbulkan keluhan bagi penderita bahkan hingga kematian. Salah satu komplikasi yang terjadi akibat diabetes adalah gangren. Penelitian deskripstif kuantitatif ini bertujuan mendeskripsikan perilaku pasien diabetes melitus dalam upaya pencegahan komplikasi luka gangren pada ekstremitas bawah di Puskesmas Hutabaginda Tarutung. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik total

sampling.Semua pasien DM yang memenuhi kriteria sampling (40 responden)dilibatkan sebagai sampel penelitian. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner, meliputi data terkait karakteristik dan perilaku responden. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 24 responden (60%) dari sisi perilaku tertutup dan 25 responden (62,5%) dari sisi perilaku terbuka memiliki berperilaku tidak mendukung kesehatan dalam mencegah komplikasi luka gangren. Hal ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar penderita diabetes di Puskesmas Hutabaginda masih kurang dalam

berperilaku kesehatan yang baik terkait pencegahan komplikasi dari luka gangren. Hasil penelitian ini diharapakan dapat menjadi acuan bagi pihak Puskesmas dalam meningkatkan pelayanan kesehatan sehingga dapat memberikan kualitas hidup yang lebih baik pada pasien diabetes melitus.

Kata Kunci : Diabetes Melitus, Gangren, Perilaku terbuka, Perilaku tertutup

(12)

ix

Title of the Thesis : Behaviour of Diabetes Mellitus Patients in making Efforts to Prevent Complication of Gangren Wound in the Lower Extremities of Puskesmas Hutabaginda Tarutung

Name of Student : Brigita Melisa Sormin Student ID Number : 161101166

Program : Undergraduate Degree of Nursing Science Academic Year : 2020/2021

ABSTRACT

Diabetes mellitus is also called the silent killer because often sufferers are not aware that they have the disease until complicacions occur that interfere with body organs and cause complaints for sufferers and even death. One of the complications that occur due to diabetes is gangrene. This is a

quantitative descriptive research aiming to describe the behavior of patients with diabetes mellitus in an effort to prevent complications of gangrene wound in the lower extremities at the Hutabaginda Tarutung Public Health Center (Puskesmas). The sampling is taken with a total sampling technique.

All DM patients who met the sampling criteria (40 respondents) are

involved as research samples. The data are collected through questionnaíre, includíng data related to the characteristics and behavior of respondents.

The results show 24 respondents (60%) from the side of closed behavior and 25 respondents (62.5%) from the side of open behavior that do not support health in preventing complications of gangrene wounds. It also shows that majority of diabetics at the Hutabaginda Health Center are still lack in good health behavior related to preventing complications from gangrene wounds.

It is expected that the research resulta to be a reference for the Puskesmas in improving health services so that they are able to provide a better quality of life for patients with diabetes mellitus.

Keywords : Diabetes Melitus, Gangrene, open behavior, closed behavior

(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masalah kesehatan di Indonesia sudah mencapai tahap serius untuk penyakit tidak menular. Kurangnya kesadaran serta pengetahuan yang cukup dalam upaya peningkatan kualitas hidup dan gaya hidup yang buruk seperti kurangnya konsumsi gizi seimbang serta kecukupan olahraga yang dapat meningkatkan berbagai risiko penyakit degeneratif termasuk Diabetes Melitus.

Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menyebabkan terjadinya gangguan metabolis tubuh serta adanya peningkatan kadar gula darah yang tinggi akibat penurunan sekresi insulin (Wahyuni, Hasneli, & Ernawaty, 2018).

Dilaporkan setiap 21 detik satu orang terkena kasus diabetes. Sebelumnya di prediksi tahun 2025 jumlah kasus diabetes akan mencapai 350 juta ternyata sudah jauh melebihi prediksi. Kasus diabetes lebih sering ditemui di Asia, paling banyak di China, India, Pakistan dan di Indonesia. Tahun 2012 di ibukota Saudi Arabia dilaporkan ada sebanyak 53% warga negaranya berisiko tinggi terkena Diabetes Melitus (Yosmar, Almasdy, & Rahma, 2018)

Diabetes melitus juga disebut silent killer karena sering sekali penderita tidak sadar bahwa dirinya mengidap penyakit tersebut sampai tahap terjadi komplikasi yang menggangu organ tubuh serta menimbulkan keluhan bagi penderita bahkan hingga kematian. Penyakit komplikasi yang berkembang akibat adanya diabetes melitus salah satunya adalah gangren (Fatimah, 2015).

(14)

2

Gangren merupakan jaringan yang mati karena tidak adanya penyerapan gizi ke jaringan oleh pembuluh darah. Hal ini terjadi dalam rentang waktu yang lama pada penderita diabetes dan perlu segera ditangani. Gangren bisa terjadi pada bagian tubuh terendah terutama pada bagian ekstremitas bawah (Erin, 2015).

Kasus Diabetes Melitus di negara berkembang jauh lebih tinggi dibanding negara maju, yaitu sekitar 20-40% dan di Indonesia hal ini belum dapat dikelola dengan baik. Sekitar 14,3% penderita diabetes meninggal kurang dari setahun setelah dilakukan tindakan amputasi dan 37% meninggal setelah dilakukan operasi (Purwati & Maghfirah, 2016).

Menurut Lestari (2016), gangren dapat menimbulkan konsep harga diri rendah bagi penderitadiabetes yang berdampak fisik dan psikologis penderita.

Salah satu dampak fisik yang muncul adalah menurunnya imun yang menyebabkan melambatnya proses penyembuhan. Dampak lain yaitu dampak psikologis yang menimbulkan rasa putus asa dengan keadaan dirinya, sulitnya bekerja sama dalam terapi pengobatan yang berdampak pada lamanya masa pengobatan dan biaya yang akan ditanggung.

Penderita diebetes yang mengalami gangren berisiko mengalami kelumpuhan serta amputasi (Kartika, 2017). Oleh karena itu, pencegahan gangren dengan segera akan mengurangi risiko infeksi pada luka agar tidak memperparah keadaan penderita diabetes.

Berdasarkan data yang didapat peneliti dari puskesmas Hutabaginda Tarutung setelah menghubungi salah satu pegawai, sejak tahun 2010 hingga

(15)

3

Oktober 2020 belum ada pasien diebetes dengan komplikasi luka gangren yang pernah dirawat di puskesmas tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti bagaimana perilaku pasien diabetes melitus dalam upaya pencegahan komplikasi luka gangren pada ekstremitas bawah di Puskesmas Hutabaginda Tarutung.

1.2. Rumusan Masalah

Upaya pasien diabetes melitus tentunya akan berbeda-beda dalam pencegahan komplikasi luka gangren pada ekstremitas bawah. Oleh karena itu, rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana perilaku pasien diabetes melitus dalam upaya pencegahan komplikasi luka gangren pada ekstremitas bawah di Puskesmas Hutabaginda Tarutung.

1.3. Tujuan Penelitian

Mengetahui perilaku pasien diabetes melitus dalam upaya pencegahan komplikasi luka gangren pada ekstremitas bawah yang dilakukan dengan perawatan kaki di Puskesmas Hutaginda Tarutung berdasarkan perilaku tertutup (Covert Behaviour) dan perilaku terbuka (Overt Behaviour).

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Memberikan wawasan mengenai perilaku upaya pasien diabetes melitus dalam upaya pencegahan komplikasi luka gangren di Puskesmas Hutabaginda Tarutung.

(16)

4 1.4.2. Puskesmas Hutabaginda Tarutung

Sebagai acuan pihak Puskesmas Hutabaginda Tarutung dalam perencanaan pencegahan yang dapat memberikan kualitas hidup yang lebih baik pada pasien diabetes melitus.

1.4.3. Penelitian berikutnya

Memberikan informasi mengenai perilaku pasien diabetes melitus dalam upaya pencegahan komplikasi gangren pada ekstremitas bawah di Puskesmas Hutabaginda Tarutung.

(17)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Melitus

Diabetes Melitus merupakan penyakit degeneratif yang menyebabkan terjadinya gangguan metabolis tubuh serta adanya peningkatan kadar gula darah yang tinggi akibat penurunan sekresi insulin (Wahyuni, Hasneli, & Ernawaty, 2018). Diebetes melitus adalah terganggunya kemampuan pankreas dalam memproduksi insulin sehingga terganggunya kerja insulin dan mengakibatkan meningkatnya kadar gula darah (Rohmah,2019).

Pengertian diabetes melitus menurut Fatimah (2015) kelainan metabolik yang ditandai terjadinya hiperglikemi dalam tubuh yang dapat mengganggu metabolisme karbohidrat, lemak dan protein karena penurunan insulin oleh sel beta pankreas atau gangguan fungsi insulin.

2.1.1. Klasifikasi Etiologi Diabetes Melitus

Klasifikasi diabetes berdasarkan etilogi menurut PERKENI (2015) ada tiga, yaitu diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2 dan diabetes melitus tipe lainnya. Diabetes melitus tipe 1 terjadi dikarenakan kerusakan dari sel beta oleh autoimun dan idiopatik yang mengakibatkan defisisiensi insulin total. Yang kedua merupakan diabetes melitus tipe 2. Diabetes ini merupakan diabetes yang dapat memproduksi insulin namun tidak dapat bekerja dengan baik dalam melakukan penyebaran glukosa ke dalam sel yang menyebabkan hiperglikemia.

(18)

6

Menurut Devi & Shyla (2016), diabetes melitus gestasional merupakan diabetes jenis lain. Diabetes ini dialami wanita hamil yang tidak memiliki riwayat diabetes sebelumnya yang terjadi akibat meningkatkan glukosa darah. Penderita diabetes melitus gestasional ini dapat mengontrol diabetes mereka melalui olahraga dan diet.

2.1.2. Patofisiologi Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan kelainan metabolik yang ditandai terjadinya hiperglikemi dalam tubuh yang dapat mengganggu metabolisme karbohidrat, lemak dan protein karena penurunan insulin oleh sel beta pankreas atau gangguan fungsi insulin. Kelainan ini terjadi melalui tiga hal ,diantaranya kerusakan pada sel beta pankreas diakibatkan faktor eksternal (virus, zat kimia dll), penurunan reseptor glukosa pankreas, ataupun karena kerusakan reseptor insulin. Tahap awal menunjukkan adanya gangguan pada sekresi insulin yang gagal dalam memproduksi insulin dengan baik dan bila tidak segera ditangani akan menyebabkan kerusakan pada sel beta pankreas. Kerusakan ini juga akan mengakibatkan defisiensi insulin yang membuat penderitanya memerlukan suntikan insulin (Fatimah, 2015).

2.1.3. Faktor Risiko Diabetes Melitus

Faktor risiko menurut Fatimah (2015) terdiri dari adanya obesitas, hipertensi, riwayat diabetes dan genetik pada keluarga, displidemia (kadar lemak dalam darah meningkat), faktor usia, riwayat persalinan, konsumsi alkohol dan rokok. Obesitas atau bertambahnya ukuran dan berat dapat menimbulkan resistensi insulin yang menyebabkan insulin tidak dapat bekerja dengan baik.

(19)

7

Perhitungan BMI/IMT>23 dapat menimbulkan hiperglikemi. Peningkatan tekanan sirkulasi pembuluh darah perifer yang disebabkan oleh hipertensi berdampak dengan tidak sesuainya penyimpanan garam dan air saat terjadi peningkatan tekanan darah. Riwayat keluarga dengan diabetes melitus merupakan faktor risiko melalui gen yang bersifat resesif dan hanya dapat terlihat jika bertemu dengan gen dengan sifat yang sama (heterozigot). Peningkatan resiko terkena diabetes genetik mencapai sekitar dua sampai enam kali lipat dari keluarga sebelumnya yang memiliki riwayat diabetes. Faktor lainnya adalah displidemia atau peningkatnya kadar lemak darah (Trigliserida > 250 mg/dl) atau peningkatan plasma insulin yang ditandai dengan rendahnya HDL/high-density lipoproteins (<35 mg/dl).

Menurut penelitian Isnaini & Ratnasari (2018), meningkatnya umur seseorang juga meningkatkan risiko mengalami diabetes diakibatkan oleh perubahan metabolisme karbohidrat, penurunan sistem tubuh dan resistensi insulin yang menyebabkan tidak terkontrolnya gula darah.

Adanya riwayat abortus, persalinan dengan kelahiran cacat atau berat bayi >4kg. Hiperglikemia pada ibu hamil merupakan kehamilan yang disertai peningkatan insulin resisten (gagal mempertahankan euglikemia). Apabila hal ini terus berlanjut, maka setelah melahirkan akan berisiko mengalami obesitas, intoleran glukosa, DM tipe 2. Sedangkan dampak pada bayi akan mengalami makrosomia (bblr >4kg) dan obesitas (Y.Sun & H.Zhao, 2016).

Alkohol dapat menyebabkan terganggunya regulasi gula darah dan menyebabkan peningkatan tekanan darah apabila mengkonsumsi etil

(20)

8

alkohol >60ml/hari, setara dengan 100ml proof wiski dan 240 ml wine. Nikotin yang dikandung pada rokok dapat meningkatkan terjadinya gangguan resistensi sekresi insulin (Devi & Shyla, 2016).

2.1.4. Tanda & Gejala Diabetes Melitus

Menurut Fatimah (2015) tanda dan gejala diabetes ada dua , yaitu gejala akut dan kronik. Gejala akut ditandai dengan terjadinya poliphagia, polidipsia, poliuria, berat badan berkurang namun nafsu makan meningkat, serta mudah lelah. Gejala lainnya yang ditandai dengan parastesia, lemah badan, mata kabur dan gatal, impotensi pada pria, keguguran pada wanita hamil sampai kematian janin serta berat bayi <4kg merupakan gejala kronik.

2.1.5. Komplikasi Diabetes Melitus

Komplikasi maksrovaskuler dan mikrovaskuler yang diakibatkan oleh diabetes dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita. Komplikasi makrovaskular terjadi saaat resistensi insulin, sedangkan mikrovaskular terjadi karena adanya kenaikan kadar gula darah dalam tubuh. Disfungsi endotel oleh glikosilasi dan stress oksidatif dapat menyababkan terjadinya gangguan pada vaskuler (Decroli, 2019).

Kebanyakan penyebab kematian pada penderita diabetes melitus biasanya yang memiliki komplikasi makrovaskular. Komplikasi makrovaskular terkait dengan pembuluh darah besar diantaranya pembuluh darah koroner, pembuluh darah otak serta pembukuh darah perifer. Sedangkan mikrovaskular menggangu retino diabetik ( arteriola retina), nefropati diabetik (glomerulus ginjal, dan neuropati diabetik (Edwina, Manat, & Efrida, 2015).

(21)

9 2.2. Gangren

Gangren merupakan komplikasi diabetes melitus yang mengalami kerusakan atau kematian jaringan karena sumbatan pembuluh darah besar arteri yang mengakibatkan berhentinya suplai darah pada tubuh. Gangren ini timbul dalam bentuk luka pada daerah kaki (Rosa, Udiyono, Kusariana, & Saraswati, 2019). Sedangkan menurut Wahyuni, Hasneli, & Ernawaty (2018) gangren adalah hambatan yang terjadi di pembuluh darah oleh kematian jaringan yang merupakan komplikasi dari penyakit diabetes melitus. Gangren yang biasanya menyerang bagian terendah seperti jari-jari, tangan dan kaki bahkan otot dan organ dalam.

Diabetes dalam rentang waktu yang lama dapat menyebabkan komplikasi pada angiopati dan neuropati yang merupakan awal terjadinya gangren.

2.2.1. Etiologi

Gangren yang biasanya terjadi pada bagian terendah seperti kaki bila luka tanpa disengaja atau akibat trauma pada kaki diantaranya lecet atau tertusuk dapat menyebabkan timbulnya gangren. Diabetes yang berlangsung lama dapat menimbulkan komplikasi angiopathy dan neuropathy yaitu dasar terbentuknya gangren. Faktor genetik, metabolik, hipertensi dan kebiasaan merokok dapat mempengaruhi angiopati. Neuropati menyumbat rangsangan dan memutus jaringan tubuh. Gejala neuropati sensori diantaranya adanya keluhan kaki kesemutan hinggga mati rasa pada ujung kaki. Sedangkan neuropati motorik ditangai dengan gejala lemah otot, mudah lelah, dan kesulitan dalam menjaga keseimbangan tubuh (Erin, 2015).

(22)

10 2.2.2. Faktor-faktor Penyebab Gangren

Menurut penelitian Rosa (2019), faktor-faktor yang berhubungan dengan timbulnya gangren diantaranya adalah usia, jenis kelamin, seseorang yang mengidap diabetes dalam jangka waktu yang lama, pernah mengalami gangren sebelumnya, kebiasaan memotong kuku dan pemilihan alas kaki yang salah, serta kebiasaan dalam melakukan perawatan kaki.

Usia penderita yang mengalami kejadian gangren biasanya telah lama menderita diabetes melitus. Usia penderita yang bertambah menyebabkan perubahan pada fungsi organ tubuh sehingga terjadi gangguan produksi insulin pada pankreas. Tidak ada perbandingan antara perempuan dan laki-laki dan keduanya memiliki resiko yang sama. Hanya saja kondisi lemak tubuh perempuan yang lebih cepat berkembang dibanding pria membuat wanita rentan kegemukan dan diabetes (Komariah & Rahayu, 2020). Menurut Depkes RI 2009, usia dikategorikan sebagai berikut; balita (0-5 tahun), kanak-kanak (5-11 tahun), usia remaja awal (12-16 tahun), remaja akhir (17-25 tahun), dewasa awal (26-35 tahun), usia dewasa akhir (36-45 tahun), usia lansia awal (46-55 tahun), usia lansia akhir (56-65 tahun), dan manula (>65 tahun). Menurut penelitian yang dilakukan Fitria (2017), responden terbanyak mengalami diabetes merupakan kategori usia lansia akhir sebanyak 26 (45,6%). Penderita diabetes terbanyak merupakan perempuan dengan kategori usia 56-65 tahun dan diikuti kategori usia 46-55 tahun. Semakin cepat wanita mengalami usia menopause (40-45 tahun) maka semakin besar risiko penurunan produksi estrogen dan resistensi insulin yang menyebabkan semakin tinggi pula risiko mengalami diabetes tipe 2.

(23)

11

Diabetes yang diderita >5 tahun dapat menyebabkan gula darah yang tidak teratur sehingga dapat menimbulkan komplikasi yang menyebabkan

penurunan sirkulasi darah dan mengurangi kepekaan pada luka. Hal ini dapat menimbulkan luka yang tidak disadari sehingga rentan terhadap timbulnya gangren. Penderita yang pernah mengalami gangren sebelumnya berisiko besar mengalami gangren kembali. Jika penderita juga pernah mengalami luka sebelumnya saat gula darah tidak baik kuman bisa saja masuk dan bertahan didalam tubuh sehingga terjadi penurunan imunitas dan lebih mudah terkena infeksi (Rosa, Udiyono, Kusariana, & Saraswati, 2019)

Kuku yang dipotong terlalu pendek, kuku yang dipotong tidak sejajar dengan jari dan lurus, kuku yang tajam, serta memotong kulit tipis disekitar kaki yang dapat menimbulkan luka pada jari kaki. Penderita diabetes yang tidak rutin memeriksa kakinya dan penggunaan alas kaki yang tidak tepat dapat memicu timbulnya komplikasi gangren. Perawatan kaki dilakukan dengan cara memeriksa kaki secara rutin, membersihkan dan mengeringkan hingga ke sela jari kaki, melakukan senam kaki. Penderita diabetes yang tidak merawat kakinya rentan terkena luka dan berkembang menjadi gangren. Salah satu masalah kaki penderita diabetes disebabkan oleh aliran darah yang buruk dari tingginya kadar gula dan lama diderita sehingga kaki tidak memperoleh nutrisi cukup dan akhirnya melemah dan suli untuk sembuh bahkan dari luka kecil. Kerusakan saraf juga merupakan masalah kaki yang menyebabkan penderita bahkan todak menyadari kalau kakinya terluka. Perlu bagi penderita diabetes untuk selalu memperhatikan perawatan kakinya (Ayu, 2017).

(24)

12 2.2.3. Patofisiologi Gangren

Terjadinya gangren diawali dengan kadar glukosa yang tidak terkendali yang dapat menimbukkan komplikasi kronik neoropati perifer yang diantaranya neuropati sensorik, motorik dan autonom. Penderita juga mengalami gangguan vaskular yang disebabkan menurunnya sirkulais jaringan yang menyebabkan kaki menjadi dingin, menyusut, dan kuku yang menebal. Aterosklerosis juga memperberat kondisi dedngan terjadinya penebalan arteri yang mempengaruhi keadaan otot kaki karena kurangnya suplai darah, rasa kesemutan dan tidak nyaman dalam waktu yang lama yang menyebabkan kematian jaringan yang kemudian terbentuk menjadi gangren (Kartika, 2017).

Menurut Nurarif & Kusuma (2015), terjadinya gangren diawali dengan adanya hiperglikemia yang berdampak pada kelainan neuropati dan pembuluh darah yang menyebabkan perubahan pada kulit dan otot. Hal tersebut mengakibatkan perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki yang mempermudah terjadinya luka yang juga rentan terhadap infeksi. Kelainan tersebut menyebabkan perubahan pada ektemitas bawah seperti komplikasi gangguan sirkulasi, terjadi infeksi,, menurunnya sensasi, hilangnya fungsi saraf sensorik yang berisiko terjadinya trauma serta infeksi yang tidak terkontrol sehingga mengakibatkan gangren (Riyadi & Sukamin, 2008).

2.2.4. Deteksi Dini dan Pencegahan Gangren

Infeksi dan amputasi merupakan resiko dari terjadinya gangren pada penderita diabetes. Penderita diabetes memiliki masalah sulit menggerakkan kaki terutama bila disertai obesitas dan tidak jarang menyadari bahwa kakinya

(25)

13

mengalami luka atau dikarenakan perokok yang menyebabkan iskemik sehingga menyebabkan terhambatnya proses penyembuhan serta infeksi yang dapat berkembang menjadi gangren yang mengharuskan dilakukan amputasi.

Diperlukannya perawatan kaki yang tepat dan teratur sehingga tidak menimbulkan luka dan berkembang menjadi gangren (Ayu, 2017).

Deteksi awal dan pengobatan yang tepat serta pemeriksaan rutin pada kaki penderita diabetes dapat mengurangi resiko kecacatan dan dilakukan amputasi juga dapat mengurangi biaya pengobatan (Decroli, 2019).

Beberapa langkah yang dapat dilakukan menurut Heitzman (2010) dalam melakukan perawatan kaki untuk mencegah terjadinya komplikasi luka gangren, antara lain :

1. Perawatan Kaki

Mencuci kaki menggunakan sabun dan air hangat setiap harinya. Cek suhu air terlebih dulu untuk mencegah sensasi terbakar pada kaki. Tidak dianjurkan merendam kaki tidak lebih dari 4 menit agar pelembab kaki alami oleh kelenjar minyak pada kaki tidak kering. Segera keringkan kaki dengan handuk yang kering dan lembut bila mengalami kejadian seperti kehujanan atau kejadian tak terduga lainnya.

2. Perawatan Kulit

Merendam kaki berulang dapat membuat kaki menjadi kering. Oleh karena itu, oleskan pelembab pada punggung dan telapak kaki. Hindari mengoleskan pelembab pada sela jari kaki karena dapat meningkatkan

(26)

14

kelembapan kaki serta menjadi tempat berkembang mikroorganisme yang menimbulkan infeksi. Berenang merupakan kegiatan yang baik bagi penderita diabetes. Dianjurkan menggunakan pelembab pada kaki guna menghindari kerusakan pada kaki. Setelah selesai berenang, bersihkan kaki dari pelembab dan lakukan pemeriksaan kaki.

3. Pemeriksaan Rutin

Pemeriksaan kaki dilakukan untuk mengetahui gejala atau tanda awal dalam melakukan perawatan kaki yang tepat. Letakkan cermin pada permukaan datar untuk mengecek keseluruhan telapak kaki. Cara ini harus dilakukan dengan pencahayaan yang cukup serta menggunakan kacamata bagi yang membutuhkan. Ada dua langkah yang didapat dilakukan dalam memeriksa kaki, yaitu dengan melihat dan merasakan. Yang pertama merasakan: kaki harus dapat merasakan hangat tanpa berada di area hangat atau panas. Merasakan panas pada kaki dengan menggunakan tangan dapat merubah suhunya. Penderita juga harus dapat mengecek ada tidaknya perubahan seperti pembengkakan pada kaki. Kedua dengan melihat:

melihat kaki dari berbagai arah seperti dari atas, bawah, sisi kanan dan kiri serta sela jari. Lihat apakah ada perubahan pada warna kaki seperti merah atau biru, bintik-bintik putih, melihat ada tidaknya lecet, luka atau retak.

Bila ditemui tanda-tanda tersebut segera laporkan pada pelayanan kesehatan.

Kapalan lebih sering terjadi pada penderita diabetes. Hal ini dapat diakibatkan oleh pemakaian sepatu dengan ukuran yang sama meskipun

(27)

15

ukuran kaki pemakainya berubah. Kapalan dapat berubah menjadi bisul apabila tidak segera ditangani oleh tenaga kesehatan yang ahli.

4. Perawatan Kuku

Kuku kaki dipotong menyesuaikan bentuk normal jari kaki dan tidak memotong kuku kaki terlalu pendek mendekati kulit kaki. Gunakan kikir kuku untuk mengurangi ketajaman kuku. Apabila kesulitan saat melakukan sendiri dapat meminta bantuan pelayanan kesehatan. Bila kuku juga terlalu tebal perlu dilakukan pemeriksaan apakah terdapat infeksi jamur atau tidak. Bila kuku terlalu keras, rendam kaki terlebih dahulu dengan air hangat (37°) sekitar 2-3 menit. Memotong kuku dapat dilakukan sekali dalam seminggu.

5. Pemilihan Alas Kaki

Penderita diabetes tidak dianjurkan berpergian tanpa alas kaki baik dalam atau luar ruangan. Ukur kedua kaki setiap membeli alas kaki baru karena adanya perubahan ukuran kaki dan bisa menyesuaikan dengan ukuran yang lebih besar. Gunakan alas kaki yang nyaman dan jangan gunakan alas kaki yang sempit, hak sepatu yang tinggi, alas kaki dengan sol keras, dan tali pada sela jari kaki. Alas kaki harus terbuat dari bahan yang lembut serta harus diperiksa setiap akan digunakan untuk menghindari adanya benda asing atau daerah kasar dan robek pada sepatu.

Bersihkan alas kaki sebelum menyimpan dan gunakan alas kaki yang berbeda dalam sehari untuk membuat tekanan yang berbeda. Gunakan kaus kaki dengan bahan katun untuk menghindari cuaca dingin dan

(28)

16

lembab. Gunakan kaus kaki yang memiliki karet elastis dan tidak menekan serta ganti kaus kaki setiap harinya.

6. Senam Kaki

Senam kaki merupakan kegiatan fisik yang dilakukan untuk mencegah terjadinya luka serta membantu dalam melancarkan peredaran darah bagian bawah. Kegiatan ini dilakukan untuk memperbaiki sirkulasi darah dan memperbaiki keadaan perfusi jaringan terutama pada penderita diabetes melitus. Senam kaki ini sebaiknya diberikan sebelum atau sesudah pasien didiagnosa menderita penyakit diabetes melitus sebagai tindakan pencegahan (Rahayu, 2018).

Senam kaki membantu dalam peredaran darah dan juga memperkuat otot yang dapat mencegah terjadinya deformitas dan mengatasi keterbatasan jumlah insulin. Melakukan latihan senam kaki dapat mengurangi komplikasi sekitar 50-60% (Wahyuni & Arisfa, 2016).

Menurut penelitian yang dilakukan Santosa & Rusmono (2016) senam kaki dapat dilakukan 3 kali dalam seminggu dengan rentang waktu 20-30 menit. Sedangkan menurut Handayani (2018) senam kaki dpat dilakukan kapan saja tergantung dari kondisi kesehatan klien.

7. Konsultasi Kesehatan

Penderita diabetes yang telah melakukan perawatan sendiri selama 3 hari dan tak kunjung membaik sebaiknya melaporkan pada dokter.

Apabila terdapat luka bengkak atau bernanah pada kaki atau perubahan warna harus segera di konsultasikan agar tidak terjadi komplikasi.

(29)

17

Perawatan kaki pada penderita diabetes sangat penting mengingat penyumbatan pembuluh darah yang sering terjadi pada tungkai kaki yang disebabkan oleh adanya gangguan pada sirkulasi darah yang mengakibatkan peredaran darah kurang lancar dan terlalu kental sehingga terjadi penyumbatan. Luka kecil yang diabaikan dengan kadar gula darah yang tinggi dapat berkembang menjadi luka yang lebih besar dan menimbulkan infeksi. Luka yang berkembang dapat diawali dari masalah kaki yang dianggap remeh seperti kutil, kulit kaki yang terkelupas, kapalan, mata ikan, kuku yang masuk ke dalam. Pencegahannya dapat dilakukan dengan menggunakan pelembab pada kaki secara rutin dan menggunakan alas kaki yang sesuai. Segera periksakan bila merasakan sakit atau timbulnya luka kecil sekalipun. Rutin membersihkan kaki sampai ke sela jari dan memperhatikan keadaan kaki setiap hari (Srimiyati, 2018).

Menurut American Diabetes Association (2011), berikut merupakan kategori dignosis diabetes melitus;

1. Gula darah puasa ≥ 126mg/dl

2. Gula darah 2 jam pasca pembebanan ≥200mg/dl

3. Gula darah sewaktu ≥200mg/dl dan didapati gejala klasik diabetes seperti poliuria (banyak kencing), polidipsia (banyak minum), polifagia (banyak makan), dan enurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya.

(30)

18

Menurut Nurarif & Kusuma (2015), hiperglikema yang tidak terkontrol merupakan salah satu risiko timbulnya gangren. Beberapa hal yang dapat mengendalikan hiperglikemia, yaitu aktifitas fisik, pola makan dan diit, serta konsumsi obat anti diabetik.

Penderita Diabetes dianjurkan untuk latihan fisik dan senam kaki pada karena dapat membantu dalam memperbaiki sirkulasi darah, menguatkan otot kaki sehingga dapat mencegah kelainan bentuk pada kaki (Nurrahmani, 2012). Terapi obat-obatan diberikan pada penderita diabetes yang belum memiliki efek dalam terapi sebelumnya selama 3 bulan dalam perubahan namun gula darah masih tetap >200mg/dl dan HbAIc >6,5%.

Salah satunya adalah intervensi obat hipoglikemik oral (OHO) atau suntuikan insulin (Decroli, 2019). Displin obat dan terapi merupakan hal lain yang dapat menghindarkan penderita diabetes dari komplikasi.

Kedisplinan terhadap pemberitan terapi obat baik insulin atau OHO dapat menjaga kadar gula darah normal ataupun mendekati normal (Damaiyanti, 2015).

Pemberian gizi seimbang disesuaikan dengan kebutuhan kalori tiap penderita. Perlu untuk selalu diingatkan pentingnya displin dalam jadwal makan dan kebutuhan kalori serta pasien yang menggunakan obat terapi insulin. (PERKENI, 2015). Menurut Black & Hawks (2014) diit yang tidak teratur menyebabkan peningkatan kadar guka darah tidak terkontrol yang mengakibatkan terjadinya gangguan pada jaringan saraf sehingga akson dan dendrit tidak mendapat nutrisi. Hal ini mengakibatkan saraf

(31)

19

melakukan transmisi lambat dan mengurangi fungsi sensorik. Maka, saat penderita diabetes mengalami cedera ia tidak merasakannya sehingga berisiko tinggi terhadap luka gangren. Pentingnya menjaga pola makan dan diit yang tepat dapat membantu penderita diabetes dalam mengontrol kadar gula darah dan meminimalisir komplikasi diabetes (Susanti, 2018).

2.2.5. Dampak Gangren

Adanya komplikasi luka gangren akan berdampak pada kehidupan penderita diabetes. Dampak-dampak tersebut diantaranya berupa dampak fisik, psikologis,dan ekonomi. Penderita diabetes yang mengalami gangren akan mengalami penurunan petahanan imun yang meyebabkan sulitnya untuk sembuh yang sekaligus berdampak pada psikologis pasien yang membuat pasien merasa putus asa serta mengalami harga diri rendah yang dapat diperhatikan pada sikap penderita yang merasa malu akan luka dan bau oleh gangren yang dialami, termasuk perubahan struktur, penampilan dan fungsi tubuh (Lestari, 2016).

Lama masa pengobatan pasien juga berdampak pada besarnya biaya yang harus dikeluarkan. Biaya tersebut diantaranya merupakan biaya mulai dari terapi pengobatan dan layanan yang dijalankan oleh penderita diabetes, obat-obatan yang dikonsumsi hingga biaya amputasi yang lebih besar bila diperlukan (Wulandari, 2019).

(32)

20 2.3. Perilaku

Perilaku berasal dari kata “peri” dan “laku”. Peri berarti cara berbuat kelakuan perbuatan, laku berarti, kelakuan, perbuatan. Perilaku terjadi karena adanya aksi reaksi organisme terhadap lingkungan. Perilaku merupakan gambaran berbagai pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang kemudian diterapkan dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku merupakan respon/ reaksi seseorang terhadap suatu rangsangan yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya (Notoatmodjo, 2010).

Perilaku adalah kegiatan yang dilakukan mencakup berjalan, berinteraksi, berpikir, berpendapat, emosional dan sebagainya (Putra, Adyatma, & Normelani, 2016). Perilaku kesehatan merupakan kegiatan yang dilakukan berkaitan dengan perawatan dan pengembangan kesehatan (Darmawan, 2015).

Perilaku umumnya dapat berpengaruh pada kesehatan seseorang yang juga berlaku sebaliknya. Perilaku dilakukan secara sadar dan tidak sadar. Perilaku sehat yang dilakukan dengan menjaga dan merawat kesehatan dapat meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik. Perilaku merupakan respon yang di pengaruhi oleh pikiran, emosinal, imajinasi, daya ingat seseorang yang berbeda- beda (Adliyani, 2015).

Menurut Adliyani (2015), perilaku dapat dikelompokkan menjadi perilaku tertutup (covert behaviour) dan perilaku terbuka (overt behaviour)

Perilaku tertutup masih sulit diamati oleh orang lain dengan jelas. Hal ini dapat diterima dalam bentuk perhatian, pendapat, perasaaan dan sikap. Perilaku

(33)

21

yang dapat diamati oarang lain yang berupa tindakan dan dapat diterapkan atau dicontoh oleh orang lain merupakan perilaku terbuka.

2.3.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Perubahan dapat terjadi pada perilaku manusia yang dipengaruhi berbagai faktor yang mencakup faktor internal dan faktor eksternal. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan baik atau tidak. Perubahan yang mengarah pada tindakan yang baik seperti gaya hidup sehat dapat mengubah masa depan seseorang menjadi lebih baik (Marsilia & Mahmudi, 2015).

Menurut Sucipto dan Suryanto (2015) ada tiga domain yang mempengaruhi perilaku yaitu domain pengetahuan (Cognitif Domain) yang diukur melalui tingkat pengetahuan seseorang terhadap suatu objek dengan tahapan mengetahui, memahami, menganalisa dan menilai. Kedua domain sikap (affective domain) yang diukur melalui sikap kesiapan dan menentukan suatu pilihan dan

menilai hal tersebut untuk diterima atau ditolak. Domain ini juga memiliki tahapan yaitu menerima dan menolak yang berkembang dari proses menerima, menanggapi, dan bertanggungjawab. Domain ketiga adalah domain keterampilan (psychomotor domain) yang terjadi setelah melakukan dua tahap sebelumnya.

Domain keterampilan ini merupakan suatu sikap yang direalisasikan dalam wujud tindakan.

2.3.2. Proses Pembentukan Perilaku

Menurut teori Psikologi Humanistik Abraham Harold Maslow yang dikutip oleh Irwan dalam buku Etika dan Perilaku Kesehatan (2017), perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan. Terdapat lima tingkat kebutuhan

(34)

22

dasar, yaitu, kebutuhan fisiologis dan biologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan mencintai dan dicintai, kebutuhan harga diri, kebutuhan aktualisasi diri.

Kebutuhan fisiologis dan biologis merupakan kebutuhan paling dasar yang bisa menjadi masalah jika tidak terpenuhi. Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi maka dapat mengakibatkan gangguan kejiwaan atau penyimpangan perilaku yang menyebabkan tidak berkembangnya kehidupan individu. Kebutuhan-kebutuhan yang dimaksud seperti kebutuhan makanan, minuman, kebutuhan seks, tempat berteduh dan oksigen.

Kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan rasa aman yang mencakup rasa aman fisik,stabilitas dan ketergantungan, perlindungan dan kebebasan dari ancaman seperti takut dan cemas. Kebutuhan ini tidak bisa terpenuhi secara total karena manusia tidak bisa terhindar sepenuhnya dari ancaman seperti bencana alam atau perilaku bahaya dari orang lain. Kebutuhan mencintai dan dicintai meliputi dorongan untuk bersahabat, keinginan memiliki pasangan dan keturunan, kebutuhan untuk dekat dengan keluarga dan kebutuhan antarpribadi seperti kebutuhan untuk memberi dan menerima cinta yang bila terpenuhi dapat menjadikan individu merasa percaya diri, dengan perasaan yang sehat dan berharga (Hikma, 2015).

Maslow menemukan bahwa setiap orang memiliki dua kategori kebutuhan penghargaan, yaitu kebutuhan yang lebih rendah dan lebih tinggi. Kebutuhan yang lebih rendah adalah kebutuhan untuk menghormati orang lain, kebutuhan status, ketenaran, reputasi, dominasi, pengakuan dari orang lain. Sedangkan kebutuhan yang lebih tinggi adalah kebutuhan penghormatan dan harga diri , prestasi,

(35)

23

kompetensi, penguasaan, kemandirian dan kebebasan. Kebutuhan

aktualisasi diri merupakan kebutuhan yang melibatkan keinginan terus menerus untuk memenuhi potensi. Kebutuhan ini menuntut individu untuk terus mengembangkan potensi diri menurut kemampuan yang dimiliki untuk memenui kepuasan pribadi.

(36)

24

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

3.1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan rancangan masalah yang hendak diteliti untuk mengambarkan hubungan konsep dengan konsep lainnya yang terdapat variabel dependen dan variabel indepen (Surahman, Rachmat, & Supardi, 2016).

Adapun gambar kerangka teori dalam penelitian dapat dilihat pada gambar

3.2. DEFINISI OPERASIONAL

Gambar 3. 1. Kerangka Teori Penelitian Perilaku Pasien Diabetes Melitus dalam Upaya

Pencegahan Komplikasi Luka Gangren pada Ekstremitas Bawah Di Puskesmas Hutabaginda

Tarutung 1. Perawatan Kaki

2. Perawatan Kulit 3. Pemeriksaan Rutin 4. Perawatan Kuku 5. Pemilihan Alas Kaki 6. Senam Kaki

7. Konsultasi Kesehatan

8. Upaya pengendalian hiperglikemia

 Aktivitas Fisik & Olahraga

 Pola Makan & Diit

 Konsumsi Obat-obatan Anti Diabetik

Klasifikasi Perilaku Tertutup Terbuka

Hasil Ukur Perilaku mendukung kesehatan ( ≥90% ) Perilaku tidak mendukung kesehatan (<90%)

(37)

25

Definisi operasional adalah gambaran lengkap variabel yang diamati oleh peneliti (Sugiarto, 2016).

Tabel 3. 1 Tabel Definisi Operasional Penelitian

Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur/Cara Ukur Skala Hasil Ukur

1.Perilaku pasien diabetes melitus

melakukan perawatan kaki

Respon yang dilakukan individu terhadap suatu rangsangan dalam menjaga kebersihan dan kesehatan kaki berdasarkan

klasifikasi perilaku : 1. Perilaku Tertutup (Covert Behaviour) 2. Perilaku Terbuka (Overt Behaviour)

Kuesioner berisi

karakteristik responden dan 42 pernyataan perilaku perawatan kaki berdasarkan klasifikasi perilaku :

1. Perilaku Tertutup (Covert Behaviour)

2. Perilaku Terbuka (Overt Behaviour)

Skala Ordinal

Perilaku mendukung kesehatan jika

≥90% jawaban sesuai dengan petunjuk kesehatan

Perilaku tidak mendukung kesehatan jika

<90% jawaban sesuai dengan petunjuk kesehatan

(38)

26

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui perilaku pasien diabetes melitus dalam upaya pencegahan komplikasi luka gangren pada ekstemitas bawah di Puskesmas Hutabaginda Tarutung.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Hutabaginda Tarutung. Pembagian waktu penelitian dari bulan April sampai November 2020 melakukan penyusunan proposal dan bulan Februari sampai Maret 2021 melakukan penelitian.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi

Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah pasien diabetes melitus di Puskesmas Hutabaginda Tarutung dengan jumlah 40 (Data Pasien Puskesmas Hutabaginda,2020).

4.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes melitus di Puskesmas Hutabaginda Tarutung yang memenuhi kriteria inklusi berikut: belum mengalami luka komplikasi diabetes.

(39)

27 4.3.3. Teknik Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling dimana jumlah sampel sama dengan jumlah populasi (Sugiyono,

2016). Selain itu sampel yang diambil disesuaikan dengan kriteria penelitian yang telah ditentukan.

4.4. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini yaitu perilaku pasien diabetes melitus dalam upaya pencegahan komplikasi luka gangren di Puskesmas Hutabaginda Tarutung.

4.5. Instrumen Penelitian

Alat ukur yang dipakai dalam penelitian ini dalam bentuk kuesioner.

Penyusunan kuesioner dimulai dari data karakteristik responden. Kuesioner ini berisi pernyataan untuk menilai perilaku pasien diabetes melitus dalam upaya pencegahan komplikasi luka gangren pada ekstremitas bawah di Puskesmas Hutabaginda Tarutung berdasarkan perilaku tertutup dan terbuka. Hasilnya diukur berdasarkan perilaku mendukung kesehatan jika ≥90% jawaban sesuai dengan petunjuk kesehatan dan perilaku tidak mendukung kesehatan jika <90% jawaban sesuai dengan petunjuk kesehatan. Perilaku tertutup dengan skor >54 untuk dikategorikan sebagai perilaku mendukung kesehatan dan perilaku terbuka dengan skor >60 untuk dikategorikan perilaku mendukung kesehatan. Perilaku mendukung kesehatan di ukur berdasarkan perilaku melakukan perawatan kaki dalam mencegah terjadinya komplikasi luka gangren menurut Heitzman (2010).

(40)

28 4.6. Uji Validitas dan Reabilitas 4.6.1. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk menilai apa data yang didapatkan setelah melakukan penelitian dengan alat ukur kuesioner merupakan hasil yang valid. Uji validitas penelitian ini dilakukan dengan cara mengkonsultasikan instrumen penelitian dengan bapak Mula Tarigan, S.Kp, M.Kes., Ph.D salah satu dosen Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang ahli dalam bidang tersebut. Hasil uji validasi yang didapatkan pada kuesioner tertutup dan terbuka adalah 1 sehingga kuesioner dinyatakan valid.

4.6.2. Uji Reliabilitas

Untuk menguji reabilitas penelitian ini, kuesioner diberikan pada responden yang bukan sampel yang ada di wilayah kerja Puskesmas Hutabaginda Tarutung. Kuesioner diberikan kepada 30 responden untuk diuji menggunakan uji statistik Cronbach’s Alpha dengan nilai suatu variabel dinyatakan reliebel jika didapatkan hasil >0.70. nilai yang didapatkan dari item 20 adalah 0.705 dan item 22 didapatkan hasil 0.85 maka dinyatakan kuesioner bersifat reliabel dan dapat dilanjutkan dengan menyebarkan kuesioner pada responden penelitian sebagai instrumen penelitian.

4.7. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat izin dari pihak Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan setelah mendapat izin dari Komisi Etik penelitian kesehatan Universitas Sumatera utara. Peneliti mendatangi Puskesmas Hutabaginda untuk meminta izin melakukan penelitian di lokasi

(41)

29

tersebut serta meminta izin melakukan pengumpulan data dengan cara offline dan online. Pengambilan data dilakukan peneliti dengan dua cara yaitu dengan

menyebarkan kuesioner secara offline yaitu dengan memberikan langsung kuesioner kepada responden di Puskesmas Hutabaginda Tarutung dan secara online dengan menghubungi responden untuk melakukan pengisian kuesioner

melalui link google form. Peneliti juga mendapatkan dukungan dari pihak Puskesmas dengan cara ikut menjelaskan pada responden terkait penelitian yang dilakukan guna meyakinkan responden bahwa responden tidak akan dirugikan dalam penelitian. Peneliti melakukan pendekatan kepada responden dengan cara menjelaskan kepada responden tentang tujuan, manfaat dan prosedur pengisian kuesioner serta izin untuk bertanya dan selanjutnya responden diminta untuk bersedia menandatangani informed consent bila responden bersedia. Responden diminta untuk memberikan tanggapan dalam kuesioner. Setelah responden selesai mengisi kuesioner, peneliti mengumpul dan memeriksa kembali lembar kuesioner.

4.8. Etika Penelitian

Peneliti mengajukan permohonan izin kepada fakultas Keperawatan USU dan mengajukan izin kepada Puskesmas Hutabaginda Tarutung. Setelah mendapatkan persetujuan Pada pengumpulan data, peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri, kemudian menjelaskan tujuan dan prosedur pengisian kuesioner kepada responden. Apabila responden menyetujui maka responden harus menandatangani lembar persetujuan (Informed Consent). Responden berhak menolak atau mengundurkan diri selama proses penelitian. Identitas responden tidak akan dicantumkan pada lembar pengumpulan data dan hanya diberi kode

(42)

30

tertentu untuk menjaga kerahasiaan responden. Kerahasiaan yang diberikan responden akan dijamin oleh peneliti dan hanya digunakan dalam penelitian ini saja.

4.9. Analisa Data

Setelah data terkumpul maka tindakan berikutnya yang dilakukan adalah melakukan editing, yaitu peneliti memeriksa kembali seluruh kuesioner yang telah diisi oleh responden, dan memastikan semua kuesioner telah diisi sesuai dengan petunjuk. Peneliti melakukan pemeriksaan kelengkapan pengisian kuesioner,dan kesesuaian jawaban dengan pertanyaan. Selanjutnya peneliti melakukan coding, memberikan kode pada kuesioner yang telah diajukan untuk mempermudah dalam melakukan tabulasi dan analisa data. Tindakan berikutnya peneliti memindahkan data kuesioner ke program pengolahan data komputer. Setelah selesai peneliti memeriksa kembali data yang telah dimasukkan (entry) dan mengecek apakah ada kesalahan atau tidak untuk selanjutnya dilakukan analisa data.

4.9.1. Uji Univariat

Uji univariat adalah analisis yang dilakukan terhadap masing-masing variabel, seperti data-data responden dan masing-masing jawaban pertanyaan dari responden. Tujuan analisis univariat ini adalah untuk mengetahui distribusi frekuensi dari setiap masing-masing variabel. Hasil analisa data penelitian yang dilakukan oleh peneliti akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase.

(43)

31

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Hasil penelitian meliputi distribusi frekuensi karakteristik responden di Puskesmas Hutabaginda Tarutung,distribusi frekuensi perilaku tertutup (covert behaviour) dan perilaku terbuka (overt behaviour) responden di Puskesmas

Hutabaginda Tarutung.

5.1.1 Karakteristik Responden di Puskesmas Hutabaginda Tarutung Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, bahwa mayoritas

responden di Puskesmas Hutabaginda Tarutung adalah kelompok usia lansia akhir (56-65 tahun) yaitu sebanyak 17 responden (42,5%), berjenis kelamin perempuan yaitu 21 orang (52,5%). Lebih dari setengah responden dengan pendidikan terakhir SMA/SMK yaitu 27 orang (76,5%), dan responden yang tidak bekerja yaitu 13 orang (32,5%). Karakteristik responden dengan berat badan yang mendominasi adalah kelompok dengan berat badan 61-70 kg ada 13 responden (32,5%) dengan tinggi badan yaitu kelompok yang memiliki tinggi <160cm dengan jumlah 19 responden (47,5%). Hampir seluruh responden menderita diabetes melitus tipe 2 yaitu 38 orang (95%) dan sebanyak 2 responden (5%) menderita diabetes melitus tipe 1. Responen mayoritas sudah menderita diabetes dengan kurun waktu 0-5 tahun yaitu 22 oarang (55%). Lebih dari setengah responden tidak merokok yaitu 31 orang (77,5%).

Dari data tambahan didapatkan hasil, dalam melakukan diit diabetes, responden memilih “ya,kadang-kadang” sebanyak 18 orang(45%), diikuti dengan

(44)

32

pemeriksaan gula darah dalam 3 bulan sebelumnya dan pemeriksan yang dilakukan terakhir kali. Dalam 3 bulan sebelumnya ,2 bulan sebelumnya dan 1 bulan sebelumnya berjumlah sama yaitu responden keseluruhan memiliki kadar gula darah pada kelompok 71-180mg/dl (100%). Pemeriksaan terakhir responden juga menunjukkan bahwa kelompok yang mendominasi adalah kelompok yang berada pada gula darah 71-180mg/dl (100%). Lebih dari setengah responden masih rutin melakukan konsultasi tiap bulannya sekalipun masih dalam masa pandemi Covid-19 yaitu sebanyak 29 orang (72,5%).

Tabel 5.1. 1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden di Puskesmas Hutabaginda Tarutung

Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%) Usia

26-35 1 2,5%

36-45 2 5%

46-55 16 40%

56-65 17 42,5%

>65 4 10%

Jenis kelamin

Laki-laki 19 47,5%

Perempuan 21 52,5%

Pendidikan terakhir

Tidak sekolah 0 0

SD 1 2,5%

SLTP/SMP 4 10%

SMA/SMK 27 67,5%

Perguruan tinggi 8 20%

Pekerjaan

Tidak bekerja 13 32,5%

Buruh 0 0

Petani 7 17,5%

Wiraswasta/pedagang 11 27,5%

Pegawai swasta 3 7,5%

PNS 6 15%

TNI/POLRI 0 0

Berat badan

(45)

33

<50 8 20%

50-60 12 30%

61-70 13 32,5%

71-80 5 12,5%

>80 2 5%

Tinggi badan

<160 19 47,5%

161-170 11 27,5%

171-180 10 25%

Tipe DM

DM tipe 1 2 5%

DM tipe 2 38 95%

Lama menderita DM

0-5 tahun 22 55%

5-10 tahun 11 27,5%

>10 tahun 7 17,5%

Merokok

Ya 9 22,5%

Tidak 31 77,5%

Diit diabetes

Selalu 17 42,5%

Ya, kadang-kadang 18 45%

Jika gula darah sdg tinggi 4 10%

Tidak pernah 1 2,5%

KGD 3 bulan sebelumnya

>126mg/dl 40 100%

>200mg/dl 0 0

KGD 2 bulan sebelumnya

>126mg/dl 40 100%

>200mg/dl 0 0

KGD 1 bulan sebelumnya

>126mg/dl 40 100%

>200mg/dl KGD terakhir

>126mg/dl 40 100%

>200mg/dl 0 0

Konsultasi 1 tahun terakhir

Sekali sebulan 29 72,5%

<12 kali dalam setahun 8 20%

Tidak pernah 3 7,5%

(46)

34

5.1.2. Perilaku Pasien Diabetes Melitus dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Luka Gangren

Tabel 5.1. 2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Aspek Perilaku Tertutup Pasien Diabetes Melitus dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Luka Gangren pada Ekstremitas Bawah Di Puskesmas Hutabaginda Tarutung (n=40)

Aspek Pernyataan terkait Perilaku Tertutup dalam

Tanggapan/

Respon Persetujuan No Perawatan untuk Pencegahan Komplikasi Luka Gangren pada

Ekstremitas Bawah

Setuju n (%)

Kurang Setuju

n(%)

Tidak Setuju n

(%)

1 Perawatan Kaki

Penderita Diabetes perlu untuk selalu mengeringkan kaki dengan handuk kering dan berbahan lembut

39(97,5) 1(2,5) 0 Merendam kaki cukup 4 menit agar kaki tidak kehilangan kelenjar

minyak alami kaki

30(70) 7(17,5) 3(7,5)

2 Perawatan Kulit

Minyak kayu putih tidak dapat digunakan untuk melembabkan kaki 15(37,5) 8(20) 17(42,5)

3 Pemeriksaan Rutin

Lecet kecil pada kaki membutuhkan perawatan khusus dan tidak dianjurkan untuk dibiarkan

32(80) 5(12,5) 3(7,5) Bisul dapat berubah menjadi kapalan bila tidak segera ditangani 34(85) 2(5) 4(10) Perlunya memeriksakan kaki bila dalam keadaan retak-retak 33(82,5) 4(10) 3(7,5)

4 Perawatan Kuku

Kuku yang terlalu tebal merupakan hal yang perlu diperiksa 17(42,5) 9(22,5) 14(35)

5 Pemilihan Alas Kaki

Sandal jepit tidak termasuk alas kaki yang cocok digunakan oleh penderita diabetes

10(25) 10(25) 20(50) Penderita Diabetes perlu untuk selalu membersihkan bagian dalam

alas kaki sebelum memakainya

37(92,5) 2(5) 1(2,5) Memakai alas kaki saat dirumah karena adanya risiko kaki

mengalami cedera atau luka

10(25) 15(37,5) 15(37,5) Selalu menggunakan alas kaki yang lembut dan tidak sempit dapat

mencegah agar kaki tidak luka

39(97,5) 1(2,5) 0 Memakai kaus kaki berbahan katun digunakan untuk mengindari

dingin dan lembab

39(97,5) 1(2,5) 0 Tidak memakai alas kaki yang memiliki karet atau tali pada bagian

sela jari kaki karena berisiko melukai kaki

25(62,5) 8(20) 7(17,5)

6 Senam Kaki

Memiliki waktu untuk berolahraga 13(32,5) 12(30) 15(37,5)

7 Konsultasi Kesehatan

Merokok berpengaruh terhadap kondisi kesehatan penderita diabetes 35(87,5) 2(5) 3(7,5) Perlunya memeriksakan kaki bila dalam keadaan retak-retak 33(82,5) 4(10) 3(7,5)

(47)

35

Perubahan pada warna kaki (kebiruan,kemerahan,kehitaman) perlu segera dikonsultasikan dengan dokter atau pelayanan kesehatan

37(92,5) 2(5) 1(2,5)

8 Upaya Pengendalian Hiperglikemia

-Aktivitas Fisik & Olahraga

Memiliki waktu untuk berolahraga 13(32,5) 12(30) 15(37,5)

Berenang merupakan kegiatan yang baik bagi penderita diabetes 29(72,5) 10(25) 1(2,5) -Pola Makan & Diit

Mengurangi makanan yang mengandung karbohidrat berlebih dapat membantu saya menjadi lebih sehat

39(97,5) 1(2,5) 0 Diet diabetes yang dianjurkan membantu dalam mencegah

komplikasi diabetes

36(90) 4(10) 0

-Konsumsi Obat-obatan Anti Diabetik

Meminum obat yang dianjurkan secara teratur dapat mengurangi risiko terjadinya komplikasi diabetes

39(97,5) 1(2,5) 0

Berdasarkan hasil pada tabel 5.1.2, menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden setuju melakukan kedua perilaku pemeriksaan kaki, yaitu sebanyak 39 responden (97,5%) setuju untuk melakukan perilaku mengeringkan kaki dan 30 responden (70%) setuju melakukan perilaku merendam kaki cukup 4 menit.

Mayoritas responden berdasarkan perilaku perawatan kulit tidak setuju jika minyak kayu putih tidak dapat digunakan untuk melembabkan kaki ada sebanyak 17 responden (42,5%). Berdasarkan perilaku perawatan rutin, mayoritas setuju untuk melakukan pemeriksaan pada kaki lecet sebanyak 32(80%), setuju bahwa bisul dapat berubah menjadi kapalan bila tidak segera ditangani sebanyak

34(85%), dan 33 responden (82,5%) merasa bahwa perlu memeriksakan kaki bila dalam keadaan retak-retak. Mayoritas merasa bila kuku yang terlalu tebal perlu untuk diperiksa ada sebanyak 17 responden (42,5%). Berdasarkan kategori pemilihan alas kaki, sebanyak 20 responden (50%) tidak setuju jika sandal jepit tidak termasuk alas kaki yang cocok untuk penderita diabetes, perlu untuk selalu membersihkan bagian dalam alas kaki, sebanyak 37 responden (92,5%), sebanyak

(48)

36

15 responden (37,5%) kurang setuju untuk menggunakan alas kaki dirumah dan 15 responden (37,5%) berbeda tidak setuju menggunakan alas kaki dirumah, selalu menggunakan alas kaki yang lembut, 39 responden (97,5%), memakai kaus kaki berbahan katun, sebanyak 39 responden (97,5%) dan setuju untuk tidak menggunakan alas kaki yang memiliki karet atau tali pada bagian sela jari kaki sebanyak 25(62,5%). Mayoritas responden tidak memiliki waktu untuk

berolahraga, sebanyak 15 responden (37,5%). Berdasarkan perilaku konsultasi kesehatan mayoritas setuju bahwa merokook berpengaruh pada diabetes, sebanyak 35 responden (87,5%), perlu memeriksa kaki bila dalam keadaan retak-retak, 33(82,5%), dan setuju untuk memeriksa kaki bila terdapat kelainan sebanyak 37(92,5%). Dalam upaya pengendalian hiperglikemia, responden tidak memiliki waktu untuk melakukan olahraga, sebanyak 15 responden (37,5%), setuju bahwa berenang merupakan kegiatan yang baik untuk penderita diabetes 29(72,5%), mengurangi konsumsi karbohidrat sebanyak 39 responden (97,5%), setuju bila diet yang dianjurkan dapat membantu mencegah komplikasi diabetes, sebanyak 36 responden (90%), meminum obat secara teratur sebanyak 39 responden (97,5%).

(49)

37

Tabel 5.1. 3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Aspek Perilaku Terbuka Pasien Diabetes Melitus dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Luka Gangren pada Ekstremitas Bawah Di Puskesmas Hutabaginda Tarutung (n=40)

Aspek Pernyataan terkait Perilaku Terbuka dalam

Tanggapan/

Respon Persetujuan No Perawatan untuk Pencegahan Komplikasi Luka Gangren pada

Ekstremitas Bawah

Dilakukan n (%)

Kadang- kadang n(%)

Tidak Dilakukan

n (%)

1 Perawatan Kaki

Setelah mencuci kaki, segera mengeringkan kaki dengan handuk bersih berbahan lembut

38(95) 2(5) 0

Merendam kaki tidak lebih dari 4 menit agar pelembab kaki alami oleh kelenjar minyak pada kaki tidak kering

22(55) 13(32,5) 5(12,5)

2 Perawatan Kulit

Mengoleskan pelembab pada kaki kecuali pada sela jari kaki 18(45) 8(20) 14(35)

3 Pemeriksaan Rutin

Melakukan pemeriksaan kaki untuk mengetahui keadaan kaki, ada tidaknya perubahan bentuk dan warna kaki, ada tidaknya luka atau merasa kesemutan

32(80) 4(10) 4(10)

4 Perawatan Kuku

Meminta bantuan pelayanan kesehatan apabila kesulitan saat memotong kuku kaki sendiri

18(45) 8(20) 14(35)

Memotong kuku kaki menyesuaikan bentuk normal jari kaki dan tidak memotong kuku kaki terlalu pendek

37(92,5) 2(5) 1(2,5)

Memotong kuku sekali seminggu 24(60) 16(40) 0

5 Pemilihan Alas Kaki

Memakai alas kaki yang lembut dan tidak sempit saat berada didalam ruangan atau diluar ruangan

31(77,5) 8(20) 1(2,5)

Selalu memakai alas kaki saat dirumah 14(35) 13(32,5) 13(32,5)

Membersihkan bagian dalam alas kaki sebelum dipakai 36(90) 4(10) 0 Segera mengganti ukuran sepatu bila dirasa sudah sempit 38(95) 1(2,5) 1(2,5)

Mengganti kaus kaki setiap hari 27(67,5) 12(30) 1(2,5)

Memakai kaus kaki dengan karet elastis 34(85) 6(15) 0

Memakai kaus kaki berbahan katun untuk menghindari lembab dan dingin

33(82,5) 7(17,5) 0

Selalu memakai alas kaki saat didalam atau diluar ruangan 22(55) 17(42,5) 1(2,5)

6 Senam Kaki

Melakukan senam kaki secara rutin dan mandiri 8(20) 19(47,5) 13(32,5) Rutin melakukan senam kaki 3 kali seminggu dengan durasi

20-30 menit

9(22,5) 18(45) 13(32,5)

7 Konsultasi Kesehatan

Meminta bantuan pelayanan kesehatan apabila kesulitan saat memotong kuku kaki sendiri

18(45) 8(20) 14(35)

Segera memeriksakan kaki bila terdapat luka lecet pada kaki 32(80) 8(20) 0

(50)

38

Penderita Diabetes menerapkan aturan pola hidup sehat dan rutin melakukan konsultasi ke puskesmas atau dokter

35(87,5) 5(12,5) 0

8 Upaya Pengendalian Hiperglikemia -Aktivitas Fisik & Olahraga

Melakukan senam kaki secara rutin dan mandiri 8(20) 19(47,5) 13(32,5) Rutin melakukan senam kaki 3 kali seminggu dengan durasi

20-30 menit

9(22,5) 18(45) 13(32,5) -Pola Makan & Diit

Mengurangi makan an yang mengandung karbohidrat dan lemak berlebih

36(90) 4(10) 0

-Konsumsi Obat-obatan Anti Diabetik

Selalu minum obat sesuai jadwal yang dianjurkan 38(95) 2(5) 0 Selalu meminum obat sesuai anjuran walaupun gejala tidak

timbul

36(90) 4(10) 0

Berdasarkan tabel 5.1.3 menunjukkan hasil bahwa mayoritas responden melakukan perilaku mengeringkan kaki segera sebanyak 38 responen (95%) dan melakukan perilaku merendam kaki tidak lebih dari 4 menit, mayoritas juga melakukan perawatan kulit kaki dengan mengoleskan pelembab pada kaki kecuali pada sela jari kaki, sebanyak 18 responen (45%), lebih dari setengah responden rutin dalam melakukan pemeriksaan kaki untuk melihat keadaan kaki sebanyak 32 responden (80%). Dalam melakukan perawatan kuku mayoritas responden meminta bantuan pelayanan kesehatan bila kesulitan dalam memotong kuku, sebanyak 18(45%), memotong kuku menyesuaikan bentuk normal jari kaki sebanyak 37(92,5%) dan memotong kuku sekali seminggu sebanyak 24 responden (60%). Berdasarkan perilaku pemilihan alas kaki, responden memakai alas kaki yang lembut dan tidak sempit, sebanyak 31 responden (77,5%), 13 responden (32,5%) kadang-kadang memakai alas kaki dirumah dan 13responden berbeda (32,5%) tidak memakai alas kaki dirumah, sebanyak 39 responden (90%)

Gambar

Gambar 3. 1. Kerangka Teori Penelitian Perilaku Pasien Diabetes Melitus dalam Upaya
Tabel 3. 1 Tabel Definisi Operasional Penelitian

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

1) Berdasarkan hasil penelitian, terdapat pengaruh yang positif dan signifikan kemandirian belajar terhadap hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial sebesar10,1%. Oleh

Dengan kebijakan dan alokasi anggaran yang tepat untuk memperbaiki keefektifan belanja publik, peningkatan iklim investasi dan perbaikan daya saing perdangangan, Jawa Timur

Aktivitas tersebut tercermin dalam tradisi nyambungan, yakni kebiasaan masyarakat Baduy mengirim atau menyumbang sesuatu kepada warga yang sedang menyelenggarakan

[r]

Segala syukur dan puji hanya untuk Allah Rabb semesta raya yang dengan nikmat kesempatan dan kehendak-Nya penulisan skripsi dengan judul Analisis Pengaruh Pendapatan Asli

Mengajukan aplikas i s is tem perencanaan pembelian dengan metode abc, mengisi kelompok perbekalan farmas i s es uai kelompok fas t,midle, slow mov) dalam master obat, mengis

Aplikasi pendukung pembelajaran IPS SD ini telah diuji menggunakan metode pengujian black box dengan hasil uji semua fungsi yang diharapkan berhasil dan metode

Mereka mampu berinteraksi dengan sangat baik dengan teknologi digital seperti internet, video games , dan computer games (Selwyn, 2009). Anak sebagai pengguna aplikasi