• Tidak ada hasil yang ditemukan

FORMULA ALTERNATIF DALAM MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PENYALURAN DANA ALOKASI KHUSUS KELOMPOK NON PELAYANAN DASAR RATIH AYU ANGGRAINI ABDUL MUIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FORMULA ALTERNATIF DALAM MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PENYALURAN DANA ALOKASI KHUSUS KELOMPOK NON PELAYANAN DASAR RATIH AYU ANGGRAINI ABDUL MUIS"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULA ALTERNATIF DALAM MENINGKATKAN

EFEKTIVITAS PENYALURAN DANA ALOKASI KHUSUS

KELOMPOK NON PELAYANAN DASAR

RATIH AYU ANGGRAINI ABDUL MUIS

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formula Alternatif dalam Meningkatkan Efektifitas Penyaluran Dana Alokasi Khusus Kelompok Non Pelayanan Dasar adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir VNULSVL ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015 Ratih Ayu Anggraini Abdul Muis NIM H14110061

(4)

2

ABSTRAK

RATIH AYU ANGGRAINI ABDUL MUIS. Formula Alternatif dalam Meningkatkan Efektifitas Penyaluran Dana Alokasi Khusus Kelompok Non Pelayanan Dasar . Dibimbing oleh BAMBANG JUANDA.

Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan salah satu instrumen fiskal yang mengambil peranan penting dalam pencapaian prioritas nasional. DAK juga merupakan salah satu instrumen penting untuk pemerataan dan pembangunan daerah. Pemerintah Pusat mengalokasikan DAK dengan menggunakan formula yang terus diperbaharui. Penelitian ini bertujuan mengkaji perbedaan antara formula DAK yang sudah diterapkan saat ini dengan formula DAK alternatif pada seluruh tahapan pengalokasian dan membandingkan efektifitasnya. Dalam penelitian ini juga dihitung korelasi DAK kelompok non pelayanan dasar dari masing-masing formula dengan PDRB per kapita, IPM dan kemiskinan pada tingkat kab/kota maupun provinsi di Indonesia. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dengan penggunaan formula alternatif alokasi DAK lebih tepat sasaran dibanding saat menggunakan formula existing. Dari hasil analisis koefisien korelasi menunjukkan bahwa DAK formula alternatif memiliki korelasi yang lebih baik dibanding formula existing saat dikorelasikan dengan dengan PDRB per kapita. Hasil berbeda didapatkan dari korelasi antara DAK dengan IPM dan kemiskinan dimana DAK existing menunjukkan korelasi yang relatif lebih baik.

Kata kunci: Reformulasi DAK, Pemerataan, Ketimpangan, Desentralisasi Fiskal, Otonomi Daerah.

ABSTRACT

RATIH AYU ANGGRAINI ABDUL MUIS. Alternative Formula to Increase Effectiveness of Specific Grant (DAK) Distribution in Non Basic Service Field. Supervised by BAMBANG JUANDA.

Specific grant (DAK) is a fiscal instrument that takes important roles in achieving national priorities. DAK is also one important instrument for equitable regional development. Central government allocated DAK using a formula that is constantly updated. The purpose of this study is to assess the difference between two formula (existing and alternative) at all stages of allocation and comparing its effectiveness. In this study also calculate the correlation of DAK in non basic service field (existing and alternative) to regional GDP, HDI and poverty at the level of districts/cities and provinces in Indonesia. The results obtained show that the use of alternative formula is more targeted than existing formula in allocation of DAK. From the analysis of the correlation coefficient indicates that alternative formula has a stronger lingkages than existing fomula when correlated with GDP per capita. Different results obtained from the correlation between DAK with the HDI and poverty which existing DAK showed stronger correlations.

Keywords: DAK Reformulation, Inequality, Fiscal Decentralization, Regional autonomy

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

FORMULA ALTERNATIF DALAM MENINGKATKAN

EFEKTIFITAS PENYALURAN DANA ALOKASI KHUSUS

KELOMPOK NON PELAYANAN DASAR

RATIH AYU ANGGRAINI ABDUL MUIS

DEPARTEMEN IlMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah mengenai Dana Alokasi Khusus (DAK), dengan judul Formula Alternatif dalam Meningkatkan Efektifitas Penyaluran Dana Alokasi Khusus Kelompok Non Pelayanan Dasar.

Pada kesempatan ini, penulis ucapkan terimakasih kepada orang tua dan keluarga penulis, yakni Bapak Imam Sukmono dan Ibu Ratna Rasid. Selain itu, penulis jugamengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S. selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Sri Hartoyo, M.S. dan Ibu Heni Hasanah, S.E., M.Si selaku dosen penguji skripsi.

3. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.

4. Teman-teman satu bimbingan (Bambang Juanda Squad), Ina Marlina, M. Sauqi Bimantara, Nia Nirmala Sari.

5. Sahabat-sahabat terbaik sepanjang masa Aas, Debby, Dini, Relita, Tisyah, Anisha, Della, Sarah dan Tika atas dukungan dan semangat yang diberikan.

6. Teman-teman seperjuangan Ocin, Ginawati, Mico dan Riana.

7. Sahabat-sahabat penulis Meli, Yuya, Gina, Ghina, Aulia, Dody, Agung, Idham, Udin, Wina, Cicin, dan Ina Fleury.

8. Divisi INTEL HIPOTESA 2014 Kati, Ajeng, Tika, Venny, Godil, Indah, Alex, Aul dan Riandi yang telah menularkan semangat dan motivasinya kepada penulis.

9. Teman-teman lorong lima Afit, Mul, Kokom, Ayu, Mima, Sendy, Dhienar, Sinta, Intan, Uti, Mely dan Fitri.

10. Ekonomi dan Studi Pembangunan angkatan 48 terimakasih untuk segalanya.

11. Semua pihak yang membantu penyusunan karya ilmiah ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2015 Ratih Ayu Anggraini Abdul Muis

(10)

8

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi DAFTAR SINGKATAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 4

METODE PENELITIAN 10

Jenis dan Sumber Data 10

Metode Analisis Data 14

Tahapan Analisis Kuantitatif 15

Metode Analisis 15

HASIL DAN PEMBAHASAN 19

Perbedaan Penerapan Formula Existing dan Formula Alternatif terhadap seluruh

Tahapan Pengalokasian DAK 20

Analisis Koefisien Korelasi 44

SIMPULAN DAN SARAN 53

Simpulan 53

Saran 53

DAFTAR PUSTAKA 54

LAMPIRAN 58

(11)

DAFTAR GAMBAR

1 Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 2009 sampai 2013

berdasarkan harga berlaku ... 1

2 Indeks gini Indonesia tahun 2009 sampai 2013 ... 1

3 Kerangka Pemikiran ... 9

4 Alur Penentuan Daerah Penerima DAK Formula Alternatif ... 17

5 Perbandingan DAK kelompok non pelayanan dasar tingkat kab/kota ... 49

6 Perbandingan DAK kelompok non pelayanan dasar tingkat provinsi ... 50

7 Perbandingan DAK kelompok total 14 bidang dasar tingkat kab/kota ... 50

8 Perbandingan DAK kelompok total 14 bidang tingkat provinsi ... 50

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan sumber data penelitian 10

2 Kriteria penentuan bobot DAK 18

3 Jumlah daerah penerima DAK 20

4 Kab/kota penerima DAK sub bidang prasarana pemda terbesar

(existing) 21

5 Kab/kota penerima DAK sub bidang prasarana pemda terbesar

(alternatif) 22

6 Kab/kota penerima DAK sub bidang sapras pemadam kebakaran

terbesar (existing) 23

7 Beberapa kab/kota yang tidak menerima DAK sub bidang sapras

pemadam kebakaran dengan formula existing 23

8 Kab/kota penerima DAK sub bidang sapras pemadam kebakaran

terbesar (alternatif) 24

9 Kab/kota penerima DAK sub bidang sapras satpol PP terbesar

(existing) 24

10 Beberapa kab/kota yang tidak menerima DAK sub bidang sapras

satpol PP dengan formula existing 25

11 Kab/kota penerima DAK sub bidang sapras satpol PP terbesar

(alternatif) 25

12 Provinsi penerima DAK sub bidang sapras satpol PP 26 13 Kab/kota penerima DAK bidang kelautan dan perikanan terbesar

(existing) 27

14 Beberapa kab/kota yang tidak menerima DAK bidang kelautan dan

perikanan dengan formula existing 27

15 Kab/kota penerima DAK bidang kelautan dan perikanan terbesar

(alternatif) 28

16 Provinsi penerima DAK bidang kelautan dan perikanan terbesar

(existing) 28

17 Provinsi penerima DAK bidang kelautan dan perikanan terbesar

(alternatif) 28

18 Kab/kota penerima DAK bidang kehutanan terbesar (existing) 29 19 beberapa kab/kota yang tidak menerima DAK kehutanan dengan

(12)

10

20 Kab/kota penerima DAK bidang kehutanan terbesar (alternatif) 30 21 Provinsi penerima DAK bidang kehutanan terbesar (existing) 30 22 Provinsi penerima DAK bidang kehutanan terbesar (alternatif) 31 23 Kab/kota penerima DAK bidang keluarga berencana terbesar

(existing) 31

24 Beberapa kab/kota yang tidak menerima DAK keluarga berencana

dengan formula existing 32

25 Kab/kota penerima DAK bidang keluarga berencana terbesar

(alternatif) 32

26 Kab/kota penerima DAK bidang pertanian terbesar (existing) 33 27 Beberapa kab/kota yang tidak menerima DAK bidang pertanian

dengan formula existing 33

28 Kab/kota penerima DAK bidang pertanian terbesar (alternatif) 34 29 Provinsi penerima DAK pertanian terbesar (existing) 34 30 Provinsi penerima DAK pertanian terbesar (alternatif) 35 31 Kab/kota penerima DAK lingkungan hidup terbesar (existing) 35 32 Beberapa kab/kota yang tidak menerima DAK bidang lingkungan

hidup dengan formula existing 36

33 Kab/kota penerima DAK lingkungan hidup terbesar (alternatif) 36 34 Kab/kota penerima DAK sub bidang pasar terbesar (existing) 37 35 Beberapa kab/kota yang tidak menerima DAK sub bidang pasar

dengan formula existing 38

36 Kab/kota penerima DAK sub bidang pasar terbesar (alternatif) 39 37 Kab/kota penerima DAK sub bidang gudang terbesar (existing) 39 38 Kab/kota penerima DAK sub bidang gudang terbesar (alternatif) 40 39 Kab/kota penerima DAK sub bidang metrologi terbesar (existing) 40 40 Beberapa kab/kota yang tidak menerima DAK sub bidang metrologi

dengan formula existing 40

41 Kab/kota penerima DAK sub bidang metrologi terbesar (alternatif) 41 42 Provinsi penerima DAK sub bidang metrologi terbesar (existing) 41 43 Provinsi penerima DAK sub bidang metrologi terbesar (alternatif) 41 44 Kab/kota penerima Dak bidang perumahan dan permukiman terbesar

(existing) 42

45 Beberapa kab/kota yang tidak menerima DAK bidang perumahan dan

permukiman dengan formula existing 42

46 Kab/kota penerima DAK sub bidang perumahan dan permukiman

terbesar (alternatif) 43

47 Koefisien korelasi DAK existing dan alternatif dengan PDRB 45 48 Koefisien korelasi DAK existing dan alternatif dengan PDRB 48

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil perhitungan alternatif DAK kelompok pelayanan Dasar (Juta

Rp) tingkat kab/kota 57

2 Hasil perhitungan alternatif DAK kelompok pelayanan Dasar (Juta

(13)

DAFTAR SINGKATAN

AM : Alokasi Minimal

APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara BPS : Badan Pusat Statistik

DAK : Dana Alokasi Khusus DAU : Dana Alokasi Umum DBH : Dana Bagi Hasil

DBH-DR : Dana Bagi Hasil-Dana Reboisasi DI : Daerah Istimewa

IFN : Indeks Fiskal Neto

IFWT : Indeks Fiskal Wilayah Teknis IKK : Indeks Kemahalan Konstruksi IKW : Indeks Kewilayahan

IPM : Indeks Pembangunan Manusia IT : Indeks Teknis

K/L : Kementerian / Lembaga KAB : Kabupaten

Kemenkeu : Kementerian Keuangan KK : Kriteria Khusus

KKD : Kemampuan Keuangan Daerah KT : Kriteria Teknis

KTD : Keselamatan Transportasi Darat KU : Kriteria Umum

NK RAPBN: Nota Keuangan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara PAD : Pendapatan Asli Daerah

PDRB : Produk Domestik Regional Bruto PNSD : Pegawai Negeri Sipil Daerah PP : Peraturan Pemerintah

PU : Pekerjaan Umum

RKP : Rancangan Kerja Pemerintah SPM : Standar Pelayanan Minimum TA : Tahun Anggaran

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kondisi perekonomian Indonesia menunjukkan tren yang positif selama lima tahun belakangan ini. Hal tersebut terlihat dari Produk Domestik Bruto yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Gambar 1 menunjukkan PDB Indonesia sejak tahun 2009 sampai 2013.

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014 (diolah)

Gambar 1 Produk domestik bruto Indonesia tahun 2009 sampai 2013 atas dasar harga berlaku

Meskipun bila dilihat dari pertumbuhan ekonomi, Indonesia mengalami perlambatan selama tahun-tahun setelah krisis dimana pertumbuhan ekonomi Indonesia selama beberapa tahun belakangan ini mengalami tren yang menurun. Peningkatan PDB Indonesia yang terjadi diiringi oleh ketimpangan yang masih terjadi sampai saat ini. Pada Gambar 2 memperlihatkan Indeks Gini Indonesia dari tahun 2009 sampai 2013 yang menunjukkan tren yang positif. Hal tersebut berarti bahwa ketimpangan di Indonesia masih terjadi dan menunjukkan kondisi yang semakin parah. Ketimpangan yang masih terjadi mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak dinikmati secara lebih merata oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014 (diolah)

Gambar 2 Indeks gini Indonesia tahun 2009-2013

Kinerja pembangunan sebuah negara dinilai dari pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan, untuk memperbaiki kinerja pembangunan Indonesia, pemerintah telah melakukan berbagai cara salah satunya dengan otonomi daerah. 1

(16)

2

Otonomi daerah yang telah dilaksanakan sejak tahun 2001 di iringi oleh permintaan daerah akan pengelolaan fiskal secara mandiri, sehingga penerapan otonomi daerah turut disertai dengan desentralisasi fiskal. Implementasi desentralisasi fiskal terlihat dari salah satu komponen belanja negara yakni dana perimbangan yang memiliki proporsi 80% dari total transfer ke daerah. Secara ringkas, arah kebijakan anggaran transfer ke daerah dan dana desa pada tahun 2015 adalah untuk meningkatkan kapasitas fiskal daerah, mengurangi ketimpangan sumber pendanaan dan kesenjangan pendanaan pemerintahan antardaerah serta meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan publik di daerah. Penerapan kebijakan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola sendiri daerahnya, sehingga seringkali membuat daerah merasa bebas untuk mengatur sendiri belanja daerahnya. DAK merupakan satu-satunya komponen dana perimbangan yang dapat mengontrol pola belanja pemerintah daerah dimana DAK di tujukan untuk mendorong percepatan pembangunan daerah dan pencapaian prioritas nasional dengan pembiayaan terhadap 14 bidang prioritas.

Dalam pengalokasian DAK pemerintah menggunakan formula untuk menetapkan daerah penerima dan besaran alokasi. Namun, formula yang berlaku saat ini dinilai belum efektif karena tidak sesuai dengan tujuan DAK itu sendiri yaitu untuk menyentuh daerah prioritas. Selain itu DAK saat ini ditujukan untuk membiayai penyediaan sarana dan prasarana yang bersifat fisik pada bidang-bidang prioritas nasional, hal ini cenderung mempersulit penyaluran dan pemanfaatan DAK di daerah. Perubahan pada formula pengalokasian DAK yang saat ini berlaku tentunya perlu disesuaikan dengan Undang-undang yang ada. Saat ini sedang diupayakan penyesuaian terhadap landasan hukum utama pelaksanaan DAK yakni Undang-undang No. 33 tahun 2004, namun butuh waktu yang tidak sedikit untuk penyesuaian tersebut sehingga diperlukan formula jangka pendek yang dapat mengoptimalkan formula pengalokasian DAK yang ada namun tetap sesuai dengan apa yang diamanahkan dalam Undang-undang No.33 Tahun 2004. Paparan diatas menjadi alasan perlunya dikaji ulang formulasi pendanaan untuk daerah agar lebih efektif baik dari sisi daerah penerima maupun sisi pemanfaatan DAK tersebut oleh daerah penerima DAK.

Perumusan Masalah

Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan salah satu instrumen fiskal yang mengambil peranan penting dalam pencapaian prioritas nasional. Menurut Undang-undang, hal tersebut ditempuh dengan jalur pembiayaan terhadap 14 bidang yang menjadi prioritas nasional. Kementerian Keuangan juga masih melibatkan DAK dalam Strategi dan Rencana aksi untuk tahun 2015 dan mengarahkan DAK tidak hanya sebagai instrumen pelengkap kegiatan sektoral Kementerian-Lembaga (K/L) namun juga untuk mengadakan kegiatan yang belum diadakan oleh daerah pada sektor tertentu. Penggunaan Dana Alokasi Umum (DAU) lebih didominasi oleh belanja pegawai negeri sipil daerah (PNSD) dan belanja tidak langsung daerah sehingga DAK menjadi pilihan utama dalam pembiayaan pembangunan.

Beberapa masalah DAK saat ini adalah proporsi DAK sangat kecil dibanding dana perimbangan lainnya yakni hanya sekitar 7% dari total dana

(17)

perimbangan, dan masalah lannya yang menjadi masalah utama dan fokus dalam penelitian ini yaitu alokasi DAK yang seringkali tidak menyentuh daerah prioritas karena kemampuan keuangan daerah yang dianggap tidak layak atau karena tidak memiliki karakteristik wilayah menyebabkan ada beberapa daerah menerima DAK bidang tertentu yang lebih besar daripada yang dibutuhkannya dan berlaku sebaliknya.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, perlu ditinjau kembali formulasi DAK yang ada saat ini. Maka dari itu, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh penerapan formula alternatif terhadap seluruh tahapan pengalokasian DAK bila dibandingkan dengan formula yang saat ini berlaku dan korelasi antara kedua formula tersebut dengan PDRB per kapita, IPM dan kemiskinan?

2. Bagaimana implikasi kebijakan dari perbedaan hasil dari kedua formula tersebut (formula existing dan alternatif)?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengkaji pengaruh penerapan formula alternatif terhadap seluruh tahapan pengalokasian DAK dibandingkan dengan formula yang saat ini berlaku dan menganalisis korelasi kedua formula tersebut dengan PDRB per kapita, IPM dan kemiskinan.

2. Mengimplikasikan kebijakan dari perbedaan hasil dari kedua formula tersebut (formula existing dan alternatif).

Manfaat Penelitian

Disamping untuk menjawab permasalahan yang telah dikemukakan, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan kemnterian atau lembaga terkait dalam penetapan kebijakan. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan bacaan atau bahan rujukan yang dapat memberi manfaat bagi para pembacanya sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di seluruh kab/kota dan provinsi di Indonesia dengan menggunakan data tahun 2013 untuk menganalisis formulasi DAK di tahun 2015. Penelitian ini mencakup perhitungan formula DAK saat ini yaitu DAK tahun 2015 dibandingkan dengan formula DAK yang baru dan melihat bagaimana perbedaan antara kedua formula tersebut. Perbedaan tersebut dilihat pada seluruh tahapan pengalokasian DAK pada delapan bidang yang termasuk dalam kelompok non pelayanan dasar yang sesuai dengan program prioritas nasional diantaranya Prasarana Pemda, Kelautan dan Perikanan, Kehutanan, Keluarga Berencana, Pertanian, Lingkungan Hidup, Sarana Perdagangan serta Perumahan dan Permukman.

(18)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Otonomi Daerah

Pada masa Otonomi Daerah saat ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Pemerintah daerah dianggap lebih memahami apa yang dibutuhkan oleh daerahnya sendiri dan akan lebih efisien jika pemerintahan dalam bentuk desentralisasi contohnya dari segi birokrasi. Tujuan penerapan otonomi daerah adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, selain itu masyarakat juga dapat memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dengan tujuan untuk menciptakan persaingan yang sehat antar daerah dalam penyediaan kebutuhan masyarakat dan mendorong terciptanya inovasi. Diberikannya kewenangan tersebut dengan harapan pemerintah daerah mampu untuk mengolah secara optimal potensi-potensi yang dimiliki oleh daerahnya untuk memnuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). (Sutedi 2009)

Desentralisasi Fiskal

Desentralisasi fiskal adalah salah satu bentuk mekanisme transfer dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam kaitan dengan kebijakan keuangan negara yaitu untuk mewujudkan ketahanan fiskal yang berkelanjutan (fiscal sustainability). Selain itu juga desentralisasi fiskal diharapkan mampu memberikan dorongan terhadap aktivitas perekonomian masyarakat sehingga dengan diterapkannya kebijakan desentralisasi fiskal diharapkan akan menciptakan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah. Pemerataan yang sepadan dengan besarnya kewenangan urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah otonom. Isu yang berkembang dan menarik dalam kajian desentralisasi fiskal atau federalisme fiskal adalah pemberian tanggung jawab fiskal yang lebih jelas pada tingkatan pemerintahan yang tepat. Tanggung jawab dalam hal ini meliputi proses merancang hingga menerapkan berbagai aspek yang terkait dalam hubungan keuangan intrapemerintahan.(Rahayu 2010)

Dana Perimbangan

Dalam Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tidak hanya menekankan pada pelimpahan kewenangan pembangunan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah tetapi juga menekankan pada efisiensi dan efektifitas sumber daya keuangan. Desentralisasi fiskal diimplementasikan melalui pengelolaan fiskal oleh daerah khususnya melalui transfer dana dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Transfer dana yang dimakssud adalah dana perimbangan. Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan bagian dari Dana Perimbangan. (Adrian 2009)

(19)

Dana Alokasi Khusus (DAK)

Landasan Hukum yang dijadikan dasar dalam pengelolaan DAK termasuk di dalamnya perencaaan, penetapan program, dan kegiatan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi DAK adalah:

a. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah b. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

c. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan d. Petunjuk Teknis yang ditetapkan oleh Menteri Teknis terkait

e. Permendagri Nomor 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Alokasi Khusus di daerah

f. Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS, Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri Nomor 0239/M.PPN/11/2008, SE 1722/MK 07/2008, 900/3556/SJ tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemantauan Teknis Pelaksanaan dan Evaluasi Pemanfaatan DAK.

Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan salah satu komponen dana perimbangan yang bersumber dari pendapatan APBN yang di alokasikan kepada daerah. DAK ditujukan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang menjadi bagian dari program prioritas nasional dan menjadi urusan daerah. Ditinjau dari berbagai landasan teori DAK di Indonesia tergolong transfer bersyarat yang dapat dikategorikan matching requirement. Apabila ditinjau lebih jauh lagi DAK adalah transfer bersyarat kategori closed-ended matching grants. DAK berperan sebagai insentif untuk pemerintah daerah dalam melakukan suatu kegiatan (yang tanpa subsidi anggaran tidak akan dilakukan oleh pemerintah daerah). Sehingga evaluasi DAK perlu dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan antara daerah-daerah penerima DAK dan daerah-daerah yang tidak menerima DAK. Pembandingan tersebut dapat difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang menjadi alokasi bidang DAK sehingga hasil perbandingannya akan lebih relevan. (Supriady et al. 2003).

Daerah-daerah yang berhak menerima DAK ditentukan melalui 3 kriteria yaitu kriteria umum, kriteria khusus dan kriteria teknis seperti yang telah dinyatakan dalam pasal 40 ayat 1 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.

a. Kriteria umum

Kriteria umum dihitung dengan melihat kemampuan APBD untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pembangunan daerah. Hal tersebut terlihat dari penerimaan umum APBD dikurangi dengan belanja pegawai.

b. Kriteria Khusus

Dalam Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah Pasal 40 ayat 3 menyatakan bahwa kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan karakteristik daerah. Hal serupa dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan Pasal 56 ayat 2 menyatakan bahwa kriteria khusus dirumuskan melalui indeks kewilayahan oleh Menteri Keuangan. 5

(20)

6

rumusan tersebut mempertimbangkan masukan dari Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional dan menteri/pimpinan lembaga terkait. Kriteria khusus yang digunakan dalam perhitungan alokasi DAK memperhatikan peraturan perundang-undangan. Daerah yang merupakan daerah khusus adalah daerah kab/kota di Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat dan daerah tertinggal/terpencil; dan karakteristik daerah yang meliputi daerah daerah pesisir dan/atau kepulauan kecil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah rawan bencana, daerah yang masuk dalam kategori ketahanan pangan, dan daerah pariwisata.

c. Kriteria Teknis

Kriteria Teknis disusun berdasarkan indikator-indikator yang dapat menggambarkan kondisi sarana dan prasarana, serta pencapaian teknis pelaksanaan kegiatan DAK di daerah. Penghitungan alokasi DAK dilakukan melalui dua tahap yaitu penentuan daerah yang menjadi daerah penerima DAK dan penentuan besaran alokasi DAK masing-masing daerah. Pengalokasian DAK tidak hanya menyangkut penetapan program dan kegiatan, penentuan daerah penerima dan besaran alokasi DAK saja namun juga menyangkut administrasi pengelolaan DAK. Untuk menyatakan komitmen dan tanggungjawab daerah dalam pelaksanaan program yang didanai DAK, daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana Pendamping sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dari nilai DAK yang diterimanya untuk menadanai kegiatan fisik. Dana pendamping tersebut wajib dianggarkan dalam tahun APBD anggaran berjalan. Jika daerah tidak menganggarkan dana pendamping tersebut maka pencairan DAK tidak dapat dilakukan. Adapun administrasi pengelolaan DAK lainnya yaitu penganggaran dimana untuk mencapai kelancaran pelaksanaan kegiatan yang dapat dibiayai oleh DAK, Menteri Teknis menetapkan petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan DAK untuk masing-masing bidang. Dan yang terakhir yang berkaitan dengan pengelolaan DAK adalah pemantauan dan pengawasan terhadap kegiatan yang dibiayai melalui DAK yang melibatkan tiga hal penting, yaitu pemantauan teknis, pelaksanaan kegiatan dan administrasi keuangan serta penilaian terhadap manfaat kegiatan yang dibiayai oleh DAK tersebut.

Menteri Keuangan memberikan arahan terhadap reformulasi DAK diantaranya untuk meningkatkan jumlah pagu bidang DAK, peningkatan fleksibilitas prioritas, bidang DAK dapat berkurang dan lebih fokus, tidak formula based, dan untuk mencapai prioritas nasional. Reformulasi instrumen DAK ditujukan sebagai upaya pemerintah dalam pertumbuhan dan pemerataan ekonomi daerah di Indonesia.

Penelitian Terdahulu

Usman et al dalam penelitiannya menganalisis mengenai mekanisme dan penggunaan DAK. Penelitian ini fokus pada 3 sektor utama penerima DAK yaitu kesehatan, pendidikan dan infrastruktur jalan dengan menggunakan 4 kabupaten sebagai sample. Metode yang digunakan adalah Focus Group Discussion (FGD) dengan pihak terkait dan menganalisis kebijakan DAK dengan menggunakan data

(21)

sekunder. Dari penelitian ini ditemukan bahwa mekanisme DAK dinilai kurang efektif dan efisien serta kurangnya koordinasi antar kementerian/lembaga terkait.

Suparno (2010) menganalisis mengenai pengaruh desentralisasi fiskal terhadap perekonomian di Indonesia. dan salah satu hasil yang ditemukan adalah bahwa DAK, DBH, Pajak Daerah dan Laba dari pengelolaan kekayaan daerah merupakan salah satu anggaran pemerintah yang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Wibowo et al, (2011) yang menganalisis mengenai konsep awal dari DAK di Indonesia sebagai bantuan pusat untuk daerah yang bersifat spesifik. Pada awal tahun 2003 DAK di berikan pada 4 bidang yang terkait dengan prioritas nasional dan saat ini berkembang menjadi 14 bidang. Dalam penelitian ini juga dikemukakan peningkatan daerah penerima DAK terjadi setiap tahunnya dan bahkan saat ini hampir mencapai 90%. Penelitian ini menggunakan data alokasi DAK tahun 2003-2009 dan menggunakan analisis statistik untuk menganalisis ‘kespesifikan’ DAK. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa susunan dan besaran DAK yang telah digunakan selama ini tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap tujuan pembangunan nasional.

Qibthiyyah et al, (2013) dalam laporannya menganalisis mengenai inisiatif pemerintah pusat dan daerah mengenai pengelolaan DAK terkait dengan tahapan perencanaan, penetapan alokasi, penggunaan dan evaluasi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Focus Group Discussion (FGD), kuesioner, wawancara mendalam dengan pihak terkait, dan mengeksplorasi data sekunder. Penelitian ini fokus pada identifikasi diskresi pemerintah dan menganalisis efisiensi pengelolaan DAK. Dari penelitian ini ditemukan bahwa dari sisi efisiensi, terdapat pola yang berbeda antar bidang dan juga antar wilayah. Termasuk dalam hal tingkat kepentingan alokasi DAK terhadap pengeluaran pemerintah daerah di bidang terkait.

Juanda (2014) dalam tulisannya menyatakan bahwa reformulasi DAK dibutuhkan agar dapat mempercepat pertumbuhan dan pemerataan ekonomi daerah di Indonesia. Menurutnya, DAK merupakan instrumen yang dapat mempengaruhi pola belanja daerah agar tetap sesuai dengan prioritas nasional. Formulasi alternatif untuk meningkatkan efektifitas pengalokasian DAK diantaranya mengalokasian DAK yang difokuskan untuk tiga bidang prioritas nasional dalam jangka panjang yaitu Pendidikan, Kesehatan dan Infrastruktur. Pengalokasian tersebut dengan menggunakan Standar Pelayanan Minimum (SPM). Ada juga formulasi alternatif yang dapat digunakan dalam jangka pendek dengan tujuan utama untuk menyentuh daerah-daerah yang saat ini menjadi prioritas nasional dengan menempatkan kriteria teknis pada urutan pertama dan disusul dengan kriteria khusus kemudian kriteria umum.

Kerangka Pemikiran

Penerapan otonomi daerah di Indonesia sebagai upaya pertumbuhan dan pemerataan pembangunan antar daerah di Indonesia. Kehadiran otonomi daerah yang memberikan wewenang untuk pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri diikuti oleh kebutuhan pengelolaan fiskal secara mandiri oleh daerah. Desentralisasi fiskal di implementasikan oleh pemerintah pusat melalui transfer ke daerah dengan instrumen dana perimbangan. Dana perimbangan terdiri 7

(22)

8

dari beberapa komponen dana diantaranya Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dalam penelitian ini komponen dana perimbangan yang akan dibahas adalah DAK sedangkan DBH dan DAU tidak dibahas secara mendetail. Pengalokasian DAK sebagai salah satu bentuk upaya pemerintah dalam mengatasi masalah pertumbuhan dan pemerataan dirasa belum cukup efektif sehingga reformula DAK menjadi suatu kebutuhan. Penelitian ini fokus pada formula alternatif jangka pendek dengan urutan kriteria yang dibalik yaitu dimulai dari kriteria teknis, khusus kemudian umum. Hasil dari perhitungan dengan formula DAK alternatif kemudian dibandingkan untuk seluruh tahapan pengalokasian DAK yang kemudian hasilnya dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk kebijakan berikutnya. Kerangka pemikiran secara grafik dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini.

(23)

Gambar 3 Kerangka Pemikiran

DAU Dana Perimbangan

DAK DBH

Pengalokasian DAK berdasarkan Formula Existing

REFORMULASI DAK

Tidak mengatasi Masalah Pertumbuhan dan Pemerataan (Tidak Efektif)

1. Kriteria Teknis 2. Kriteria Khusus 3. Kriteria Umum

Penentuan Daerah Penerima: 1. Kriteria Umum 2. Kriteria Khusus 3. Kriteria Teknis Daerah Layak DAK SPM (berdasarkan 3 Bidang Pelayanan Dasar Penentuan Besaran Alokasi DAK

Jangka Pendek Jangka Panjang

(2017-seterusnya) Formula Alternatif

Penentuan Daerah Penerima DAK

Perbedaan antara Formula Alternatif dengan Formula

Existing pada seluruh tahapan Pengalokasian

Rekomendasi Kebijakan

Analisis Koefisien Korelasi

(24)

10

METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan jenis data Cross Section dari 34 Provinsi dan 505 Kab/Kota di Indonesia. Adapun jenis dan sumber data dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan Sumber Data Penelitian

Definisi Operasional dari data-data dan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. PDRB per kapita, menggambarkan rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk selama satu tahun di suatu wilayah/daerah. PDRB per kapita dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemakmuran suatu wilayah/daerah. PDRB/Kapita diperoleh dari hasil bagi antara PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun ke i (dalam penelitian ini tahun 2013).

2. Kemampuan Keuangan Daerah (KKD), menunjukkan bagaimana kemampuan fiskal daerah/wilayah tersebut yang didapat dari hasil pengurangan antara penerimaan umum APBD dengan belanja PNSD. KKD = Penerimaan Umum APBD – Belanja PNSD. ...(1) Penerimaan Umum APBD = PAD+DAU+ (DBH-DBH DR) ...(2) 3. Pendapatan Asli Daerah (PAD), adalah realisasi PAD suatu daerah/wilayah pada t-2 (dua tahun sebelum tahun pengalokasian) yang merupakan data realisasi sebagaimana yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang Pertanggungjawaban APBDt-2, atau realisasi PAD yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), atau data anggaran PAD dalam APBDt-2, setelah dikalikan dengan faktor pengali tertentu.

Jenis Data Sumber Data Tahun

Pendapatan Asli Daerah Kementerian Keuangan 2013

Dana Alokasi Umum Kementerian Keuangan 2013

Dana Bagi Hasil SDA Kementerian Keuangan 2013

SBH Pajak Kementerian Keuangan 2013

Belanja PNS Daerah Kementerian Keuangan 2013 Indeks Daerah Tertinggal Kementerian Keuangan 2013 Indeks Daerah Perbatasan Kementerian Keuangan 2013 Indeks Pesisir Kepulauan Kementerian Keuangan 2013 Indeks Teknis Per Bidang Kementerian Keuangan 2013 Indeks Kemahalan Konstruksi Kementerian Keuangan 2014 Pagu dan Alokasi Minimal DAK Kementerian Keuangan 2015

PDRB per Kapita BPS 2013

Tingkat Kemiskinan BPS 2013

(25)

4. Dana Alokasi Umum (DAU), merupakan alokasi DAU daerah/wilayah yang bersangkutan dalam t-2 (dua tahun sebelum tahun pengalokasian) berdasarkan Peraturan Presiden tentang alokasi DAU.

5. Dana Bagi Hasil (DBH) adalah realisasi penyaluran DBH Pajak dan DBH SDA dalam t-2 (dua tahun sebelum pengalokasian), tidak termasuk didalamnya DBH-DR dan bagian dari DBH yang di earmark (ditentukan penggunaannya)

6. Belanja PNSD adalah realisasi belanja PNS Daerah yang bersangkutan pada t-2 (dua tahun sebelum tahun pengalokasian).

7. Indeks Fiskal Netto (IFN) adalah indeks dari KKD yang didapatkan dari hasil perbandingan antara KKD suatu daerah/wilayah dengan KKD Nasional.

...(3) ...(4)

N= Jumlah Daerah

8. Indeks Fiskal Netto Invers (IFN-1 ), merupakan nilai invers dari IFN,

untuk keperluan perhitungan indeks komposit selanjutnya. Nilai IFN-1 suatu daerah kemudian di standarisasi kembali dengan cara membandingkan nilai tersebut dengan nilai rata-rata IFN nasional.

... ...(5) ...(6) ... ...(7)

N = Jumlah Daerah 9. Indeks Daerah Tertinggal (IDT), adalah Indeks ketertinggalan suatu

daerah dalam kelompok daerah tertinggal, yang dihitung dengan cara emmbandingkan nilai ketertinggalan suatu daerah dengan rata-rata nilai ketertingalan kelompok tersebut.

...(8) ...(9)

N = Jumlah Daerah

10. Indeks Daerah Perbatasan (IDP), adalah Indeks perbatasan suatu daerah dalam Kelompok Daerah Perbatasan, yang dihitung dengan cara membandingkan nilai perbatasan suatu daerah dengan rata-rata nilai perbatasan kelompok Daerah Perbatasan.

...(10) ...(11)

N = Jumlah Daerah 11. Indeks Daerah Pesisir Kepulauan (IDPK) adalah Indeks Pesisir

Kepulauan suatu daerah dalam kelompok daerah pesisir kepulauan, yang 11

(26)

12

dihitung dengan cara membandingkan nilai pesisir kepulauan daerah tertentu dengan rata-rata nilai pesisir kepulauan kelompok daerah pesisir kepulauan.

. ...(12) ...(13)

N= Jumlah Daerah 12. Indeks Karakteristik Wilayah (IKW), adalah gabungan secara

komposit dari IDT, IDP, dan IDPK suatu daerah, yang dihitung dengan cara membandingkan indeks wilayah gabungan suatu daerah dengan rata-rata

indeks wilayah gabungan daerah kelompok Daerah Tertinggal, Daerah Perbatasan dan Daerah Pesisir Kepulauan.

...(14)

...(15) 13. Indikator Teknis adalah data, nilai, kondisi dan/atau keadaan tertentu

yang menggambarkan kondisi sarana dan prasarana layanan publik di daerah, yang ditetapkan oleh masing-masing K/L untuk diperhitungkan dengan bobot/porsi tertentu guna membentuk indeks teknis.

14. Indeks Teknis (IT) adalah indeks yang menggambarkan tingkat kebutuhan pembangunan dan/atau perbaikan terhadap kondisi sarana dan prasarana bidang DAK tertentu suatu daerah secara relatif dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya. Indeks teknis suatu daerah dihitung dengan cara membandingkan indikator teknis gabungan suatu daerah dengan rata-rata indikator teknis gabungan seluruh daerah.

15. Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) merupakan variabel yang menceriminkan tingkat kesulitan geografis yang dinilai berdasarkan tingkat kemahalan harga prasarana fisik secara relatif antar daerah. 16. Bobot DAK per Bidang (BD) dihitung berdasarkan maksimum IT

dikali IKK sesuai dengan kondisi kelayakan masing-masing daerah. 17. Alokasi DAK per Bidang (ADB) adalah hasil perhitungan porsi BD

suatu daerah dengan pagu bidang DAK. Porsi BD suatu daerah adalah perbandingan antara BD suatu daerah dengan jumlah total BD.

18. Pagu Bidang DAK adalah nilai pagu suatu bidang atau sub bidang DAK.

19. Alokasi Minimum (AM) adalah jumlah alokasi minimal yang akan dialokasikan kepada daerah penerima DAK bidang tertentu. AM tersebut diperoleh dari pagu bidang atau sub bidang yang bersangkutan. 20. Alokasi DAK per daerah (AD) adalah jumlah alokasi DAK suatu

daerah yang diperoleh dari hasil penjumlahan ADB untuk seluruh bidang yang diperoleh oleh daerah/wilayah tersebut.

Pada Nota Keuangan dan Rancanganan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015, dilakukan restrukturisasi bidang

(27)

DAK agar kebih fokus dan memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kuantitas dan kualitas layanan publik. Dengan restrukturisasi bidang tersebut, maka DAK dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: (1) Kelompok DAK pelayanan dasar yang terdiri dari enam bidang dan (2) Kelompok DAK non pelayanan dasar yang terdiri dari delapan bidang. Pada penelitian ini hanya akan dibahas mengenai kelompok DAK pelayanan dasar. Adapun arah kebijakan kegiatan kelompok DAK non pelayanan dasar tahun 2015 adalah sebagai berikut:

(1) DAK Bidang Kelautan dan Perikanan

DAK bidang ini diarahkan untuk meningkatkan sarana dan prasarana produksi, pengolahan, mutu, pemasaran, pengawasan, dan penyuluhan dalam rangka mendukung industrialisasi kelautan dan perikanan dan minapolitan, serta penyediaan sarana dan prasarana terkait dengan pengembangan kelautan dan perikanan di pulau-pulau kecil.

(2) DAK Bidang Pertanian

DAK Bidang Pertanian diarahkan untuk meningkatkan produksi dan ekspor komoditas pertanian strategis serta mendukung pengembangan bioindustri dan bioenergi dengan melakukan refocusing kegiatan DAK bidang pertanian tahun ini pada pembangunan/perbaikan prasarana dan sarana fisik dasar pembangunan pertanian.

(3) DAK Bidang Prasarana Pemerintah Daerah

DAK bidang ini diarahkan untuk meningkatkan kinerja pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan pelayanan publik di daerah pemekaran, daerah yang terkena dampak pemekaran, serta daerah lainnya yang prasarana pemerintahannya belum layak dan memadai. Kegiatan yang dilaksanakannya menggunakan DAK bidang prasarana pemerintahan daerah diutamakan bagi kegiatan yang terkait dengan pelayanan terhadap masyarakat.

(4) DAK Bidang Lingkungan Hidup

Pada bidang ini arah kebijakannya yaitu: (1) memanfaatkan pagu nasional DAK secara lebih optimal dalam mendukung pencapaian prioritas nasional; (2) mendukung program yang menjadi prioritas nasional di dalam RKP 2015 sesuai dengan kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework) dan penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting); (3) membantu daerah-daerah yang memiliki keuangan relatif rendah dalam membiayai pelayanan publik sesuai SPM dalam rangka pemerataan pelayanan dasar publik; (4) meningkatkan penyediaan data-data teknis, koordinasi pengelolaan DAK secara utuh dan terpadu di pusat dan daerah, sinkronisasi kegiatan DAK dengan kegiatan lain yang didanai APBN dan APBD, serta meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan DAK di daerah; (5) mendukung SPM kegiatan yang terkait dengan upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim; dan (6) mendorong penguatan kapasitas kelembagaan/institusi pengelolaan lingkungan hidup di daerah, dengan prioritas meningkatkan sarana dan 13

(28)

14

prasarana lingkungan hidup yang difokuskan pada kegiatan pencegahan pencemaran lingkungan hidup.

(5) DAK Bidang Kehutanan

DAK bidang kehutanan diarahkan untuk meningkatkan kinerja kesatuan pengelolaan hutan lindung (KPHL) dan kesatuan pengelolaan hutan produksi (KPHP), meningkatkan daya dukung kesatuan pengelolaan hutan (KPH), pemberdayaan masyarajat dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan daya dukung sumber daya hutan, tanah dan air. Kebijakan tersebut dicapai dengan mencegah kerusakan lebih lanjut terhadap sumber daya hutan yang berada dalam aliran sungai (DAS) dan daerah rawan bencana, dengan melaksanakan rehabilitasi serta perlindungan dan pengamanan hutan di dalam kawasan hutan dalam kerangka KPHP/KPHL, Hutan Kota, Taman Hutan Raya, serta pengembangan dan peningkatan Hutan Rakyat. (6) DAK Bidang Keluarga Berencana (KB)

Arah kebijakan untuk bidang ini yaitu untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB yang merata, yang dilakukan melalui (1) peningkatan daya jangkau dan kualitas penyuluhan, penggerakan, pembinaan program KB lini lapangan; (2) Peningkatan sarana dan prasarana pelayanan KB; (3) peningkatan sarana pelayanan advokasi, komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) Program KB; (4) peningkatan sarana pembinaan tumbuh kembang anak dan remaja; dan (5) peningkatan pelaporan dan pengolahan data dan informasi berbasis teknologi informasi.

(7) DAK Bidang Sarana Perdagangan

Pada bidang ini DAK diarahkan agar dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana perdagangan untuk mendukung peningkatan efisiensi sistem logistik dan distribusi nasional, perlindungan konsumen dan kesejahteraan rakyat. DAK bidang sarana dan prasarana perdagangan terdiri dari tiga sub bidang, yaitu sub bidang pasar, gudang dan metrologi.

(8) DAK Bidang Perumahan dan Permukiman

DAK bidang ini diarahkan untuk meningkatkan kualitas prasarana, sarana dan utilitas umum (PDU) perumahan dan kawasan pemukiman (PKP) pada perumahan umum yang dibangun oleh badan usaha, pemerintah daerah, maupun masyarakat dan kelompok masyarakat dalam rangka mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak huni bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan dalam kegiatan penelitian dalam usaha untuk menarik kesimpulan atas hipotesis yang diajukan dengan melakukan analisis data-data kuantitatif yang diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS 20 untuk melihat daerah mana saja yang berhak menerima DAK, jumlah alokasi DAK per daerah penerima dan perbedaan pada seluruh tahapan pengalokasian DAK antara dua

(29)

formula tersebut, koefisien korelasi antara PDRB/kapita, IPM dan kemiskinan dengan formula existing maupun formula alternatif.

Tahapan Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif digunakan untuk menentukan daerah-daerah yang layak menjadi daerah penerima DAK. Tahapan mengolah data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menentukan indeks kemampuan keuangan setiap daerah baik kab/kota maupun provinsi di Indonesia untuk melihat apakah wilayah tersebut layak menurut kriteria umum. Setelah itu, menentukan indeks fiskal wilayah dan teknis untuk melihat apakah wilayah tersebut layak menurut kriteria khusus dan kriteria teknis.

2. Menetapkan daerah mana saja yang layak menjadi daerah penerima dengan menggunakan formulasi yang berbeda dari formulasi awal. Reformulasi ini menggunakan kriteria teknis sebagai kriteria pertama layak atau tidak layak nya suatu daerah kemudian di ikuti oleh kriteria khusus dan kriteria umum adalah kriteria terakhir.

3. Menentukan besaran DAK yang diterima tiap daerah di Indonesia berdasarkan indeks fiskal wilayah teknis masing-masing daerah

Metode Analisis

a. Penentuan Daerah Penerima DAK

RAPBN 2016 dirancang untuk memperbaiki kesalahan formulasi DAK saat ini yaitu untuk memininimalisir kemungkinan DAK tidak teralokasikan sesuai kebutuhan daerah. Untuk menentukan daerah-daerah yang termasuk dalam kategori layak menjadi daerah penerima DAK maka ada tiga kriteria yang harus dipenuhi oleh masing-masing daerah, jika mengacu pada fomulasi alokasi tahun 2015 kriteria tersebut adalah kriteria umum, kriteria khusus dan kriteria teknis. Pada formulasi alternatif tetap menggunakan tiga kriteria tersebut namun dengan urutan yang berbeda yaitu kriteria teknis, kriteria khusus dan kriteria umum. Analisis pada tahap ini menggunakan software Microsoft Excel dengan formula yang telah ditentukan.

a. Kriteria Teknis

Indeks teknis (IT) bidang/sub bidang DAK adalah indeks yang ditentukan oleh kementerian/lembaga terkait atau yang bertanggungjawab terhadap bidang/sub bidang tersebut dan kemudian IT tersebut disampaikan kepada Kementerian Keuangan sebagai data resmi untuk perhitungan DAK TA. 2015.

Pada tahap pertama dalam formula alternatif dalam menentukan apakah daerah tersebut layak menjadi penerima DAK atau tidak, indeks teknislah yang digunakan sebagai indikator. Daerah tersebut dikatakan layak menerima DAK bila daerah tersebut memiliki IT yang tergolong sedang atau tinggi, dan tidak memiliki IFN yang tergolong tinggi. IT diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu rendah, sedang, dan tinggi, dengan pertimbangan seperti di bawah ini:

(30)

16

1) IT Rendah 0 < IT ≤ ∝ 2) IT Sedang ∝ <IT≤ ∝

3) IT Tinggi IT>∝

Dimana:

∝ : Nilai kuartil tiga dari selruh data IT ∝ : Nilai kuartil satu dari seluruh data IT b. Kriteria Khusus

Daerah yang tidak layak secara teknis (kriteria teknis) masih berpotensi menjadi daerah penerima DAK menurut kriteria khusus tergantung apakah wilayah tersebut memenuhi standar dalam kriteria khusus atau tidak, adapun kriterianya seperti di bawah ini:

1. Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat

Berdasarkan Undang-undang yang mengatur tentang Daerah Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat, disebutkan bahwa daerah kab/kota yang berada dalam provinsi tersebut di prioritaskan untuk mendapatkan DAK. Dengan kriteria ini seluruh kab/kota yang berada di Provinsi dan Papua Barat secara otomatis langsung menjadi daerah penerima DAK.

2. Karakteristik Daerah

Dalam kriteria ini memperhitungkan karakteristik daerah yaitu daerah tertinggal, daerah perbatasan dan daerah pesisir kepulauan, dimana nilai suatu daerah ditentukan oleh karakteristik tersebut melalui kementerian atau lembaga terkait. Dari nilai tersebut dapat dihitung indeks dari masing-masing karakteristik tersebut dan setelah itu indeks tersebut digabungkan secara komposit menjadi indeks karakteristik wilayah (IKW). Suatu daerah layak menerima DAK menurut kriteria khusus jika indeks karakteristik wilayah yang merupakan Indeks gabungan dari beberapa Indeks lainnya lebih dari satu.

c. Kriteria Umum

Kriteria umum melihat secara umum melalui kemampuan keuangan dari masing-masing daerah (fiscal netto) kemudian dihitung indeks fiskal netto dari setiap daerah. Data yang seharusnya digunakan dalam perhiitungan DAK adalah realisasi PAD berdasarkan hasil audit BPK atas APBD 2013 baik yang sudah di Perda-kan dalam Perda Pertanggungjawaban maupun belum. Namun pada kenyataannya sampai pada batas waktu yang telah ditentukan, tidak semua data tersebut tersedia sehingga perlu ada perlakuan berbeda untuk daerah dengan data yang belum diaudit. Perlakuan tersebut dengan cara mengalikan data anggaran dengan faktor pengali PAD yang dihitung dari rata-rata realisasi PAD secara nasional dibandingkan dengan rata-rata PAD data anggaran tahun yang sama.

Pengolahan data yang tersedia menjadi data yang sesuai seperti langkah sebelumnya untuk mendapatkan angka fiskal netto atau kemampuan keuangan daerah. Jumlah tertentu KKD dapat diubah dalam bentuk indeks sehingga dapat dilihat indeks fiskal netto (IFN) dari

(31)

masing-masing daerah. Perbedaan alokasi DAK TA. 2015 dengan formulasi DAK sebelumnya yaitu adanya klasifikasi IFN dimana IFN dengan kategori tinggi langsung dikeluarkan dan tidak dimasukkan dalam proses perhitungan selanjutnya.

IFN daerah untuk masing-masing kab/ kota maupun provinsi dibagi menjadi empat kategori seperti dibawah ini:

1. IFN Rendah Sekali IFN ≤ 1 2. IFN Rendah 1 < IFN ≤ ∝ 3. IFN Sedang ∝ <IFN≤ ∝ 4. IFN Tinggi IFN > ∝2

Dimana:

∝ : Nilai rata-rata dari dua angka (1 dan IFN tertinggi) ∝ : Nilai rata-rata dari dua angka (1 dan ∝

Jika terdapat IFN yang tinggi maka daerah tersebut dianggap tidak layak menjadi penerima DAK meskipun daerah tersebut sudah dianggap layak menjadi penerima DAK oleh dua kriteria sebelumnya.

Sumber: Kementerian Keuangan (2015)

Gambar 4 Alur penentuan daerah penerima DAK formula alternatif

b. Penentuan Besaran Alokasi DAK

Tahap selanjutnya setelah mengetahui jumlah daerah yang layak menerima DAK maka dapat ditentukan bobot DAK per bidangnya. Dalam penentuan bobot

NO NO NO YES NO YES YES NO

KRITERIA TEKNIS KRITERIA KHUSUS KRITERIA UMUM

Data Teknis per Bidang dari

masing-masing K/L PAD,DAU,DBH.

Belanja PNSD UU Otsus Papua

dan Papua Barat

Karakteristik Daerah 1. Tertinggal 2. Pesisir Kepulauan 3. Perbatasan Indeks Teknis (IT) Termasuk Otsus P dan PB IKW Indeks Fiskal Netto (IFN) IFN RS IKW>1

DAERAH TIDAK LAYAK DAERAH LAYAK YES NO YES YES IFN Tinggi IT>0 IT S/T IFN Tinggi 17

(32)

18

𝐴𝐷𝐵𝑖 = 𝐴𝑀 + 𝐵𝐷𝑖

𝐵𝐷 𝑥 𝑃𝑎𝑔𝑢 𝐵𝑖𝑑𝑎𝑛𝑔 − (𝑁 𝑥 𝐴𝑀)

𝐴𝐷𝑖 = 𝐴𝐷𝐵1+ 𝐴𝐷𝐵2+ 𝐴𝐷𝐵3+ ⋯ + 𝐴𝐷𝐵𝑛

DAK ini, menentukan kategori IT yang sebelumnya yaitu Rendah, Sedang, dan Tinggi.

Untuk menentukan besaran yang layak diterima oleh masing-masing daerah pada masing-masing bidang digunakan empat kategori yang telah diungkapkan sebelumnya. Alokasi ditetapkan dengan formulasi tertentu dengan batas besaran alokasi maksimal sebesar IT dikali IKK dan pagu. Dalam reformulasi ini IT dan IFW digunakan sebagai faktor pengurang. Kriteria yang menjadikan daerah tersebut layak menerima DAK turut menentukan besaran alokasi DAK, perhitungannya seperti yang ditampilkan oleh Tabel 2.

Tabel 2 Kriteria penentuan bobot DAK

Dengan penggunaan reformulasi ini alokasi akan tetap di prioritaskan kepada daerah dengan kemampuan fiskal yang rendah, tetapi besaran alokasinya tidak melebihi kebutuhan teknisnya. Setelah diketahui bobot DAK per daerah per bidangnya (BD) kemudian dapat dihitung jumlah alokasi per bidang menggunakan informasi BD yang telah diketahui sebelumnya, dan pada akhirnya dapat diketahui alokasi untuk setiap daerah, dengan cara seperti berikut:

...(16) ...(17) Dimana:

AM : Alokasi Minimal

N : Jumlah Daerah Penerima DAK Bidang i n : Jumlah Bidang

Analisis Koefisien Korelasi

Menurut Juanda (2009), dalam menganalisis dan mengukur keeratan hubungan linier antara dua peubah metrik (berskala interval), peneliti sering menggunakan koefisien korelasi. Besaran koefisien korelasi belum tentu menggambarkan hubungan sebab akibat antara dua peubah tetapi hanya menggambarkan keterkaitan linier antar dua peubah. Dari data populasi koefisien korelasi sering dinotasikan dengan ρ dan koefisien korelasi yang dihitung dari contoh sering di notasikan dengan r. Nilai koefisien korelasi berkisar dari -1 dan 1. Nilai yang semakin mendekati 1 atau -1 menunjukkan eratnya hubungan antara kedua peubah tersebut.

Nilai r yang mendekati nol menggambarkan hubungan kedua peubah tersebut tidak linier dan jika besaran koefisien korelasi sama dengan nol tidak dapat langsung ditarik kesimpulan bahwa kedua peubah tersebut tidak memiliki hubungan. Korelasi antar dua peubah bisa dikatakan positif jika trennya adalah

Kriteria Kelayakan/KKD Rendah Sekali Rendah Sedang

Fiskal/Otsus =100%xITxIKK =80%xITxIKK =60%xITxIKK

Kewilayahan =100%xITxIKK =60%xITxIKK =40%xITxIKK

(33)

𝑆𝑥2= 𝑥𝑖 − 𝑥 𝑛

𝑖=1 𝑛 − 1

positif dan dikatakan negatif jika memiliki tren yang negatif. Korelasi antara dua peubah x dan y dapat dirumuskan sebagai berikut:

...(18) ...(19) ...(20) ...(21) Dimana :

Sxy : Kovarian antara X dan Y Sx2 : Ragam X

Sy2 : Ragam Y

Untuk menguji signifikansi koefisien korelasi, dapat disusun hipotesis statistik seperti: H0 : ρ = 0 Vs H1 :ρ ≠ 0

Langkah selanjutnya yang harus dilakukan setelah menyusus hipotesis statistik adalah menghitung nilai peluang dalam uji hipotesis, dengan menggunakan transformasi sebaran normal baku Z, yang dapat dirumuskan menjadi:

...(22) Dengan kriteria:

a) Terima H0, jika |Z| < Z∝/2 yang berarti bahwa secara statistik belum dapat dibuktikan bahwa ada korelasi antara kedua peubah tersebut.

b) Tolak H0, jika |Z| > Z∝/2, yang berarti bahwa secara statistik dapat dibuktikan bahwa ada korelasi antara kedua peubah tersebut.

Dalam pengambilan keputusan dengan kriteria tersebut dapat juga menggunakan angka probabilitas (P-Value) yang dapat diperoleh dengan perhitungan komputer kemudian dibandingkan dengan taraf nyata pengujian yang digunakan baik pada taraf nyata 1%, 5%, maupun 10%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Formula DAK yang berlaku saat ini memiliki beberapa kelemahan, salah satu diantaranya ketidakmampuan untuk menyentuh bidang teknis karena dalam proses penentuan daerah penerima DAK kriteria teknis merupakan urutan terakhir. Hal tersebut memungkinkan suatu daerah yang seharusnya mendapatkan DAK bidang tertentu menjadi tidak mendapat DAK karena kondisi fiskal dan kewilayahan yang tidak memenuhi syarat. Reformulasi DAK di tujukan untuk memperbaiki hal ini dengan cara menempatkan kriteria teknis pada urutan pertama kemudian kriteria khusus dan yang terakhir kriteria umum sehingga daerah yang merupakan daerah prioritas bisa tetap mendapatkan DAK pada

𝑟 = 𝑆𝑥𝑦 𝑆𝑥2𝑆𝑦2 𝑆𝑥𝑦 = 𝑥𝑖 − 𝑥 𝑦𝑖 − 𝑦 𝑛 𝑖=1 𝑛 − 1 𝑆𝑦2= 𝑦𝑛 𝑖− 𝑦 𝑖=1 𝑛 − 1 19

(34)

20

bidang tertentu. Dari penelitian yang dilakukan pada bidang-bidang yang mendukung prioritas nasional ada perbedaan antara dua formula DAK.

Perbedaan penerapan formula existing dan formula alternatif terhadap seluruh tahapan pengalokasian DAK

Perbedaan paling mendasar yang sangat jelas terlihat pada kedua formula ini adalah pada jumlah daerah penerima DAK. Dengan menggunakan formula alternatif, jumlah daerah penerima relatif lebih banyak bila dibandingkan formula yang berlaku saat ini. Hal ini akan semakin diperjelas pada Tabel 3 yang menunjukkan perbedaan jumlah daerah penerima DAK antara dua formulasi tersebut baik pada tingkat provinsi maupun kab/kota pada delapan bidang kelompok non pelayanan dasar.

Tabel 3 Jumlah daerah penerima DAK

Jumlah penerima DAK baik pada tingkat provinsi atau kab/kota rata-rata mengalami peningkatan dengan menggunakan formula alternatif atau minimal sama dengan jumlah daerah penerima saat menggunakan formula existing. Meningkatnya jumlah daerah penerima DAK berdampak pada besaran alokasi DAK yang diterima oleh masing-masing daerah dimana apabila menggunakan formula alternatif DAK yang didapatkan oleh sebagian besar daerah pada setiap bidang atau sub bidang relatif lebih sedikit bila dibandingkan dengan DAK dengan formula yang berlaku saat ini. Ada 505 kab/kota dan 34 Provinsi di Indonesia namun dalam perhitungan alokasi hanya 500 Kabupaten yang dimasukkan dalam perhitungan karena lima kab/kota yaitu Kab. Bengkalis, Kab. Kutai Kartanegara, Kab. Musi Banyuasin, Kota Medan dan Kota Surabaya serta satu provinsi yaitu Provinsi DKI Jakarta memiliki IFN yang dapat dikategorikan tinggi sehingga tidak layak menerima DAK baik dengan meggunakan formula existing maupun dengan menggunakan formula alternatif.

No Bidang Provinsi Kab/Kota

Existing Alternatif Existing Alternatif

1 Prasarana Pemerintah Daerah

Prasarana Pemerintah Daerah 1 1 62 63

Sapras Pemadam Kebakaran - - 54 71

Sapras Satpol PP 3 3 51 60

2 Kelautan dan Perikanan 33 33 442 474

3 Kehutanan 23 25 423 457 4 Pertanian - - 392 486 5 Lingkungan Hidup - - 397 428 6 Keluarga Berencana 431 482 7 Sarana Perdagangan - - - - Pasar - - 335 396 Gudang 10 11 11 11 Metrologi - - 20 26

8 Perumahan dan Permukiman - - 74 104

(35)

1. Bidang Prasarana Pemerintah Daerah

Dalam bidang prasarana pemerintah daerah terdapat tiga sub bidang diantaranya prasarana pemerintah daerah, sapras pemadam kebakaran dan sapras satpol PP.

a. Prasarana Pemerintah Daerah

Kab/kota yang layak menerima DAK sub bidang prasarana pemda saat menggunakan formula existing sebanyak 62 kab/kota dan saat menggunakan formula alternatif jumlah kab/kota penerimanya meningkat menjadi 63 kab/kota. Tabel 4 menunjukkan 10 kab/kota penerima DAK prasarana pemda terbesar saat menggunakan formula existing.

Tabel 4 Kab/kota penerima DAK sub bidang prasarana pemda terbesar (existing)

Pada Tabel 4 terlihat bahwa saat menggunakan formula existing, 10 kab/kota yang mendapat alokasi DAK sub bidang prasarana pemda terbesar memiliki IT yang berkisar antara 0.92 hingga 1.63. Dengan status KKD yang rendah hingga rendah sekali. Kab. Puncak Jaya menerima alokasi DAK prasarana pemda terbesar karena memilki IKK yang tinggi dan IKW yang nilainya lebih dari satu. Diantara 10 kab/kota penerima DAK prasarana pemda terbesar (existing), empat diantaranya memiliki IKW yang sama dengan nol.

Kab. Banyuasin merupakan kabupaten yang awalnya dinyatakan tidak layak menerima DAK sub bidang prasarana pemda dengan formula existing namun layak menjadi penerima DAK dengan formula alternatif. Kab. Banyuasin menerima DAK sub bidang ini sebesar Rp 4,148.85 juta dengan KKD rendah, IKW yang senilai 1.21, IT senilai 1.12 dan IKK sebesar 89.93. Jika membandingkan antara Kab. Banyuasin dengan Kab. Banyuasin dan Kab. Merauke karena ke dua kabupaten ini memiliki KKD yang sama dengan Kab. Banyuasin. Kab. Banyuasin memiliki IT yang lebih tinggi dibanding ke dua kabupaten tersebut dengan IKW yang tidak bernilai nol. Namun, Kab. Banyuasin tidak mendapat alokasi DAK dengan formula existing.

No DAERAH Alokasi

(Juta Rp) Status KKD IKW IT 1 Kab. Puncak Jaya 13,998.05 Rendah 1.44 1.05 2 Kab. Konawe Kepulauan 9,592.66 Rendah Sekali 0.66 1.58 3 Kab. Merauke 9,266.69 Rendah 2.48 0.92 4 Kab. Pegunungan Arfak 8,847.20 Rendah Sekali * 1.14 5 Kab. Pulau Taliabu 8,470.00 Rendah Sekali * 1.52 6 Kab. Manokwari Selatan 7,703.00 Rendah Sekali 0.54 1.32 7 Kab. Kubu Raya 7,321.88 Rendah Sekali 0.91 1.45 8 Kab. Kolaka Timur 7,026.16 Rendah Sekali * 1.63 9 Kab. Mahakam Ulu 6,979.68 Rendah 0.86 1.55 10 Kab. Musi Rawas Utara 6,860.53 Rendah Sekali * 1.60 Sumber : Kementerian Keuangan (2015,diolah)

*) tidak memiliki IKW

(36)

22

Pada Tabel 5 menunjukkan kab/kota yang mendapat alokasi DAK sub bidang prasarana pemda terbesar dengan menggunakan formula alternatif. Saat menggunakan formula alternatif, 10 kab/kota yang mendapat alokasi DAK sub bidang prasarana pemda terbesar memiliki IT yang berkisar diantara 1.05 hingga 1.63 dengan KKD sembilan kab/kota diantaranya tergolong rendah sekali dan satu kabupaten lainnya rendah. DAK yang diterima oleh daerah dengan perhitungan menggunakan formula alternatif relatif lebih sedikit bila dibandingkan dengan formula existing.

Tabel 5 Kab/kota penerima DAK sub bidang prasarana pemda terbesar (alternatif)

Pada tingkat provinsi hanya satu provinsi yang menerima DAK prasarana pemda yaitu Provinsi Kalimantan Utara yang memiliki IT di sub bidang Prasarana Pemda sebesar 0.81. Provinsi Kalimantan Utara memiliki KKD yang rendah sekali, dengan IKW sebesar 0.69, memiliki IKK yang sedang dan jumlah alokasi DAK sub bidang prasarana pemda yang diperoleh sebesar Rp 4.350 Juta.

b. Sapras Pemadam Kebakaran

Jumlah daerah penerima DAK sub bidang sapras pemadam kebakaran dengan menggunakan formula existing adalah 54 kab/kota dan saat menggunakan formula alternatif sebesar 71 kab/kota. Jumlah daerah penerima DAK relatif lebih banyak saat menggunakan formula alternatif. Tabel 6 memperlihatkan 10 kab/kota yang menerima DAK sub bidang sapras pemadam kebakaran terbesar saat menggunakan formula existing. Dari tabel tersebut terlihat bahwa 10 kab/kota penerima DAK sapras pemadam kebakaran terbesar dengan formula existing memiliki IT yang berkisar diantara 0.92 sampai 1.10 dan ke 10 kab/kota tersebut memiliki KKD yang berkisar diantara rendah hingga rendah sekali dimana empat kab/kota diantaranya memiliki KKD yang rendah dan enam lainnya memiliki KKD yang rendah sekali. Kab. Lanny Jaya menerima alokasi DAK sub bidang sapras pemadam kebakaran terbesar.

No DAERAH Alokasi

(Juta Rp ) Status KKD IKW IT 1 Kab. Pegunungan Arfak 9,215.54 Rendah Sekali * 1.14 2 Kab. Pulau Taliabu 8,858.92 Rendah Sekali * 1.52 3 Kab. Konawe Kepulauan 8,517.36 Rendah Sekali 0.66 1.58 4 Kab. Kubu Raya 8,208.99 Rendah Sekali 0.91 1.45 5 Kab. Musi Rawas Utara 7,976.72 Rendah Sekali * 1.60 6 Kab. Manokwari Selatan 7,952.34 Rendah Sekali 0.54 1.32 7 Kab. Kolaka Timur 7,838.74 Rendah Sekali * 1.63 8 Kab. Puncak Jaya 7,711.84 Rendah 1.44 1.05 9 Kab. Penukal Abab

Lematang Ilir

7,409.60 Rendah Sekali * 1.44 10 Kota Tual 7,354.13 Rendah Sekali 0.18 1.11 *) tidak memiliki IKW

(37)

Meskipun Kab. Lanny Jaya tidak memiliki IT yang terbesar dengan KKD yang tergolong rendah namun karena IKW yang bernilai lebih dari satu dan IKK yang sangat tinggi yaitu senilai 357.07 membuat Kab. Lanny Jaya menerima DAK sub bidang sapras pemadam kebakaran terbesar.

Tabel 6 Kab.kota penerima DAK sub bidang sapras pemadam kebakaran terbesar (existing)

Ada 17 kab/kota yang dinyatakan tidak layak menerima DAK Sapras Pemadam Kebakaran saat menggunakan formula existing kemudian dianggap layak dengan formula alternatif. Pada Tabel 7 menunjukkan lima kab/kota dengan IT terbesar yang diurutkan berdasarkan jumlah alokasi DAK sub bidang sapras pemadam kebakaran yang diterima.

Tabel 7 Beberapa kab/kota yang tidak mendapat DAK sub bidang sapras pemadam kebakaran dengan formula existing

Jika membandingkan antara Tabel 6 dan Tabel 7, Kab. Lanny Jaya, Kota Jayapura, Kab. Kapuas Hulu dan Kota Batam mendapat alokasi DAK sub bidang sapras pemadam kebakaran terbesar dengan menggunakan formula existing dan memiliki KKD yang rendah serta memiliki IT sebesar 1.01 dan 0.97. Kondisi tersebut tidak jauh berbeda dengan Kab. Penajem Paser Utara, Kota Semarang, Kab. Kerawang dan Kota Padang yang juga memiliki KKD rendah dan IT yang sedikit lebih tinggi yakni lebih dari 1.11 namun tidak mendapat alokasi DAK pada sub bidang ini bila menggunakan formula existing.

No DAERAH Alokasi

(Juta Rp) Status KKD IKW IT 1 Kab. Lanny Jaya 7,900.92 Rendah 1.73 1.01 2 Kab. Nabire 4,155.45 Rendah Sekali 2.04 0.94 3 Kota Jayapura 4,023.88 Rendah 1.09 0.97 4 Kota Tual 3,497.48 Rendah Sekali 0.18 0.93 5 Kab. Kubu Raya 3,324.35 Rendah Sekali 0.91 0.99 6 Kab. Maluku Tenggara 3,219.32 Rendah Sekali 1.15 0.92 7 Kab. Kapuas Hulu 3,145.53 Rendah 1.10 0.96 8 Kab. Morowali 3,029.44 Rendah Sekali 1.61 0.93 9 Kota Batam 3,010.68 Rendah 1.68 0.99 10 Kota Kendari 2,924.96 Rendah Sekali 0.42 1.10 Sumber : Kementerian Keuangan (2015,diolah)

No DAERAH Alokasi

(Juta Rp) Status KKD IKW IT 1 Kab. Penajam Paser Utara 1,695.85 Rendah 0.72 1.14 2 Kab. Karawang 1,664.34 Rendah 0.54 1.12 3 Kota Padang 1,657.20 Rendah 0.60 1.11 4 Kota Semarang 1,606.38 Rendah 0.24 1.12 5 Kota Bekasi 1,349.50 Sedang * 1.17 *) tidak memiliki IKW

Gambar

Gambar  1  Produk  domestik  bruto  Indonesia  tahun  2009  sampai  2013  atas  dasar  harga berlaku
Gambar 3 Kerangka Pemikiran
Tabel 1 Jenis dan Sumber Data Penelitian
Gambar 4 Alur penentuan daerah penerima DAK formula alternatif  b.  Penentuan Besaran Alokasi DAK
+7

Referensi

Dokumen terkait

(Nilai yang ditanamkan: Jujur, Kerja keras, Toleransi, Rasa ingin tahu, Komunikatif, Menghargai prestasi, Tanggung jawab, Peduli

Adapun tujuan penelitian ini dikhususkan untuk: (1) Mengetahui miskonsepsi pembentukan bayangan pada cermin datar sebelum dan setelah menggunakan penerapan model

Surat balasan resmi dari instansi seyogyanya dan sebaiknya menuliskan informasi tentang nama kegiatan yang akan dilakukan mahasiswa pada saat KP serta waktu dimulai dan

Sahabat Syncore pastinya sudah tahu akan daya tarik Kota Yogyakarta yang memiliki banyak tempat wisata, kaya akan budaya dan memiliki beberapa kuliner unik khas daerah istimewa..

[r]

Na kraju je analizom uticaja na budžet RFZO-a izvršena procena potencijalnih ušteda tokom petogodišnjeg perioda (2016.–2020.), koje bi se mogle ostvariti implementacijom

Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Core Stability

Apabila kita tertarik untuk melakukan pembelian barang atau melakukan transaksi secara angsuran tentu saja harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh masing- masing