HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Daerah Penelitian Lokasi dan Luas Wilayah
Kelurahan Cimayang merupakan salah satu kelurahan yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Jarak kelurahan Cimayang ke ibukota kecamatan 11 Km, jarak ke ibukota kabupaten/kotamadya 52 Km, dan jarak ke ibukota propinsi 141 Km. Berdasarkan letak administratif, kelurahan Cimayang berbatasan dengan desa Cibatok II di sebelah utara, desa Gunung Menyan di sebelah selatan, desa Situ Udik di sebelah barat, dan desa Ciaruten Udik di sebelah timur.
Kelurahan Bubulak termasuk dalam wilayah kecamatan Bogor Barat.
Dengan luas wilayah 157.085 Ha. Jarak kelurahan Bubulak dari pusat pemerintahan kecamatan 6 Km, jarak dari pemerintah kota 9 Km, jarak dari ibukota propinsi 129 Km, dan jarak dari ibukota negara 70 Km. Berdasarkan letak administratif, kelurahan Bubulak berbatasan dengan kelurahan Semplak di sebelah utara, kelurahan Margajaya di sebelah selatan, kelurahan Setu Gede di sebelah barat, dan kelurahan Sindang Barang di sebelah timur. Kondisi topografi kelurahan Bubulak secara umum adalah dataran rendah. Kelurahan Bubulak memiliki curah hujan 2500 mm/thn dengan suhu udara rata-rata 23oC.
Kelurahan Ciluar termasuk dalam kecamatan Bogor Utara. Dengan luas wilayah 220.30 Ha. Berdasarkan letak administrasif, kelurahan Ciluar berbatasan dengan kelurahan Pasir Laja di sebelah utara, desa Cadas Ngampar di sebelah timur, kelurahan Tanah Baru disebelah barat, dan kelurahan Cimahpat di sebelah selatan.
Kelurahan Cilendek Timur termasuk dalam kecamatan Bogor Barat.
Dengan luas wilayah 141.302 Ha. Berdasarkan letak administratif, kelurahan Cilendek Timur berbatasan dengan Curug Mekar di sebelah utara, Menteng di sebelah selatan, Cilendek Barat di sebelah barat, dan kampung Waringin di sebelah timur. Jarak kelurahan Cilendek Timur dari pusat pemerintahan kecamatan adalah 4 Km, jarak dari pemerintahan kota adalah 5 Km, jarak dari ibukota propinsi adalah 90 Km, dan jarak dari ibukota ibu negara adalah 60 Km.
Kondisi Demografi
Pada tahun 1998 jumlah penduduk Cimayang sebanyak 5.662 jiwa terdiri dari 1.045 kepala keluarga dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 2.739 jiwa dan perempuan sebanyak 2.923 jiwa. Pada tahun 2008 jumlah penduduk Bubulak sebanyak 12.389 jiwa terdiri dari 3.088 kepala keluarga. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 6.413 jiwa dan perempuan sebanyak 5.976 jiwa.
Pada tahun 2008 penduduk Bubulak sebanyak 12.389 terdiri dari 3.088 kepala keluarga. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 6.413 jiwa dan perempuan sebanyak 5.976 jiwa.
Pada tahun 2007 penduduk Ciluar sebanyak 12.291 jiwa terdiri dari 3.105 kepala keluarga yang terdiri dari Warga Negara Indonesia (WNI) asli dan keturunan. Pada WNI asli terdiri dari jumlah penduduk laki-laki sebanyak 6.094 jiwa dan perempuan sebanyak 5.991 jiwa. Pada WNI keturunan terdiri dari jumlah penduduk laki-laki 123 jiwa da perempuan sebanyak 83 jiwa. Pada tahun 2007 penduduk Cilendek Timur sebanyak 13.068 jiwa terdiri dari 3.276 kepala keluarga. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 6.654 jiwa dan perempuan sebanyak 6.414 jiwa.
Karakteristik Demografi Penerima Program
Penerima program pada penelitian ini adalah rumah tangga yang mengikuti program pemberdayaan ekonomi yang terdiri dari PNPM Mandiri, KUBE, P2KP, Dakabalarea, dan Garda Emas. Penerima program yang dianalisis dalam penelitian ini adalah berjumlah 48 orang. Adapun pemilihan penerima program tersebut secara acak. Karakteristik umum penerima program dilihat dari karakteristik demografi meliputi umur, jenis kelamin, berat badan isteri, tinggi badan isteri, dan besar keluarga. Selain itu dilihat dari karakteristik sosial ekonomi penerima program meliputi pendidikan, pendapatan dan pengeluaran pangan rumah tangga.
Sebaran Penerima program Berdasarkan Umur
Usia penerima program sangat bervariasi, usia terendah adalah 23 tahun dan tertinggi adalah 76 tahun. Penggolongan umur dibagi menjadi lima kelompok usia berdasarkan Turner J S & Helms D B (1991), diacu dalam Gabriel (2008).
Berdasarkan pembagian tersebut maka umur penerima program dikelompokkan menjadi kelompok umur 13-19 tahun (remaja), 20-30 tahun (dewasa muda), 31- 50 tahun (dewasa madya), 51-75 tahun (dewasa lanjut), dan ≥76 tahun (lansia).
Presentase kelima kelompok umur tersebut disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Sebaran penerima program berdasarkan umur
Program Statistik Umur (tahun)
20-30 31-50 51-75 ≥76
PNPM Mandiri n 3 5 2 0
% 30 50 20 0
KUBE n 2 5 3 0
% 20 50 30 0
P2KP n 0 7 3 0
% 0 70 30 0
Dakabalarea n 0 3 4 1
% 0 37.5 50 12.5
Garda Emas n 0 7 3 0
% 0 70 30 0
Semua Program n 5 27 15 1
% 10.4 56.3 31.3 2.1
Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa sebagian besar golongan umur penerima program adalah 31-50 tahun yang dikategorikan dewasa madya dengan presentase masing-masing 50% untuk PNPM Mandiri, 50% untuk Kube, 70% untuk P2KP, dan 70% untuk Garda Emas.Pada Dakabalarea sebagian besar (50%) pada golongan umur 51-75 tahun yang dikategorikan dewasa lanjut.
Namun pada umumnya sebagian besar golongan umur penerima program adalah 31-50 tahun (56,3%) pada semua program pemberdayaan. Hal ini menunjukkan bahwa pada usia 31-50 tahun penerima program telah cukup matang sehingga berperan sebagai pengambil keputusan dalam keikutsertaan pada program pemberdayaan.
Sebaran Penerima program Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah penerima program berjenis kelamin laki-laki dan perempuan memiliki jumlah yang sama yaitu 24 orang. Hal ini menunjukkan bahwa baik perempuan maupun laki-laki memiliki kesempatan yang sama dalam mengikuti program pemberdayaan ekonomi. Namun pada masing-masing program memiliki variasi dalam jenis kelamin penerima programnya. Pada PNPM Mandiri semua penerima program berjenis kelamin perempuan. Hal ini disebabkan pada program ini biasanya jenis peminjaman yang dtawarkan adalah Simpan Pinjam Perempuan (SPP).
Pada KUBE penerima program didominasi oleh perempuan sebesar 70%. Pada P2KP penerima program didominasi oleh laki-laki sebanyak
90%. Pada Dakabalarea penerima program didominasi oleh oleh laki-laki sebesar 75%. Pada Garda Emas penerima program baik perempuan maupun laki-laki hampir berjumlah sama yaitu laki-laki sebesar 60% dan perempuan sebesar 40%.
Tabel 7 Sebaran penerima program berdasarkan jenis kelamin
Program Statistik laki-laki Perempuan
PNPM Mandiri n 0 10
% 0.0 100.0
KUBE n 3 7
% 30.0 70.0
P2KP n 9 1
% 90.0 10.0
Dakabalarea n 6 2
% 75.0 25.0
Garda Emas n 6 4
% 60.0 40.0
Semua Program n 24 24
% 50.0 50.0
Sebaran Istri menurut Berat Badan dan Tinggi Badan
Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa rata-rata berat badan (BB) istri PNPM Mandiri sebesar 57,3 kg, Kube sebesar 58,0 kg, P2KP sebesar 59,7 kg, Dakabalarea sebesar 58,2 kg, Garda Emas sebesar 55,1 kg, dan semua rogram sebesar 57,7 kg. BB terkecil istri Garda Emas sebesar 40,0 kg dan BB terbesar istri P2KP sebesar 79,0 kg. Rata-rata tinggi badan (TB) istri PNPM Mandiri sebesar 151,5 cm, Kube sebesar 148,0 cm, P2KP sebesar 150,2 cm, Dakabalarea sebesar 150,1 cm, Garda Emas sebesar 150,4 cm, dan semua program 150,0 cm. TB istri terkecil pada Dakabalarea sebesar 129,9 cm dan TB istri terbesar pada program PNPM Mandiri sebesar 166,5 cm.
Tabel 8 Sebaran istri menurut berat badan dan tinggi badan
Program Peubah Statistik
n mean sd minimal maksimal
PNPM Mandiri BB 10 57.3 6.7 50.0 71.0
TB 10 151.5 8.7 135.0 166.5
Kube BB 10 58.0 10.8 44.0 74.0
TB 10 148.0 5.9 142.0 159.0
P2KP BB 9 59.7 10.2 42.5 79.0
TB 9 150.2 3.6 145.0 154.8
Dakabalarea BB 7 58.2 9.0 44.0 70.0
TB 7 150.1 11.2 129.9 162.3
Garda Emas BB 8 55.1 12.4 40.0 70.0
TB 8 150.4 5.6 140.0 157.0
Semua Program BB 44 57.7 9.6 40.0 79.0
TB 44 150.0 7.1 129.9 166.5
Sebaran Penerima program Berdasarkan Besar Keluarga
Pada besar keluarga dibagi dalam tiga kategori yaitu kecil (≤4 orang), sedang (5-7 orang), dan besar (≥8 orang) berdasarkan Hurlock (1998), diacu dalam Gabriel (2008). Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa besar keluarga penerima program didominasi dengan kategori sedang (5-7 orang) dengan presentase 47,9%. Pada PNPM Mandiri besar keluarga penerima program sebagian besar termasuk kategori kecil yaitu sebesar 60 %. Pada KUBE, P2KP, dan Dakabalarea besar keluarga penerima program sebagian besar termasuk kategori sedang yaitu masing-masing dengan presentase sama yaitu 60%. Pada Dakabalarea juga dari 8 penerima program sebanyak 4 penerima program termasuk kategori besar keluarga sedang (50%). Hal ini berbeda dengan Garda Emas yang besar keluarga penerima programnya didominasi oleh kategori kecil sebesar 60%.
Jumlah anggota keluarga yang semakin banyak berarti beban untuk membiayai kebutuhan semakin besar. Hal ini mendorong untuk dapat memperbaiki kondisi ekonomi keluarga dan salah satu caranya melakukan peminjaman dana untuk usaha yang mulai dirintis atau menambah modal usaha yang telah dilakukan. Selain itu hasil penelitian Chaudhury (1984) di Bangladesh dalam Mutiara (2008) menunjukkan bahwa dengan bertambahnya besar keluarga akan timbul dampak yang merugikan terhadap status gizi, hal ini disebabkan oleh menurunnya alokasi terhadap makanan seiring dengan bertambahnya anggota keluarga.
Tabel 9 Sebaran penerima program berdasarkan besar keluarga
Program Statistik Besar Keluarga
Kecil Sedang Besar
(≤4 orang) (5-7 orang) (≥8 orang)
PNPM Mandiri
n 6 3 1
% 60.0 30.0 10.0
KUBE
n 2 6 2
% 20.0 60.0 20.0
P2KP
n 2 6 2
% 20.0 60.0 20.0
Dakabalarea
n 2 4 2
% 25.0 50.0 25.0
Garda Emas
n 6 4 0
% 60.0 40.0 0.0
Semua Program n 18 23 7
% 37.5 47.9 14.6
Karakteristik Sosial Ekonomi Penerima Program Sebaran Penerima program Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Pada Tabel 10 terlihat bahwa tingkat pendidikan penerima program masih kurang. Hal ini dapat dilihat dari 48 penerima program sebanyak 25 orang memiliki tingkat pendidikan SD (52,1%), berpendidikan SLTA (22,9%), berpendidikan SLTP (10,4%), perguruan tinggi (6,3%), dan tidak sekolah (8,3%).
Pada PNPM Mandiri, Kube, P2KP, dan Dakabalarea penerima program sebagian besar memiliki tingkat pendidikan SD yaitu PNPM Mandiri dan Kube masing- masing sebanyak 6 orang (60%), P2KP sebanyak 5 orang (50%), dan Dakabalarea sebanyak 4 orang (50%). Pada Garda Emas sebagian besar pendidikan SLTA sebanyak 5 orang (50%).
Berdasarkan tingkat pendidikannya sebagian besar penerima program memiliki tingkat pendidikan yang rendah dimana memiliki pekerjaan yang kurang mapan dengan pendapatan yang rendah. Oleh karena itu, jenis pekerjaan yang dimilikipun biasanya yang tidak membutuhkan keahlian khusus karena tingkat pendidikan yang rendah dan lebih cenderung untuk membuka suatu usaha.
Tabel 10 Sebaran penerima program menurut tingkat pendidikan
Sebaran Rumah Tangga Penerima program Berdasarkan Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan sangat mempengaruhi proses keputusan pembelian dan pola konsumsi karena mempengaruhi daya beli. Bila dilihat dari keseluruhan program, pendapatan rumah tangga pada umumnya berkisar antara Rp. 19.450 sampai Rp. 1.762.500 (Tabel 11). Dari Tabel terlihat bahwa pendapatan
Program Statistik Pendidikan
Tidak Sekolah SD SLTP SLTA PT
PNPM Mandiri n 1 6 3 0 0
% 10.0 60.0 30.0 0.0 0.0
Kube
n 3 6 0 1 0
% 30.0 60.0 0.0 10.0 0.0
P2KP
n 0 5 1 2 2
% 0.0 50.0 10.0 20.0 20.0
Dakabalarea
n 0 4 0 3 1
% 0.0 50.0 0.0 37.5 12.5
Garda Emas
n 0 4 1 5 0
% 0.0 40.0 10.0 50.0 0.0
Semua Program
n 4 25 5 11 3
% 8.3 52.1 10.4 22.9 6.3
terendah terdapat pada penerima program P2KP sebesar Rp. 19.450 dan pendapatan tertinggi terdapat pada penerima program P2KP juga sebesar Rp.
1.762.500. namum secara rataan pendapatan rumah tangga berada diatas Rp.
100.000.
Pendapatan secara sederhana dapat diartikan sebagai nilai ekonomi yang diterima dari total komoditi (barang dan jasa) yang dihasilkan termasuk pinjaman, bunga, dan penerimaan transfer. Kecendrungan dengan semakin tingginya tingkat pendapatan terjadi perubahan dalam pola konsumsi pangan, yaitu pangan yang dikonsumsi akan lebih beragam. Peningkatan pendapatan tidak selalu meningkatkan konsumsi pangan (Hardinsyah et al. 2002).
Tabel 11 Statistik pendapatan rumah Tangga (Rp/Kap/Bln)
Program Statistik
n mean minimal maksimal
PNPM Mandiri 10 318.967 33.333 750.000
Kube 10 172.242 61.667 420.000
P2KP 10 552.395 19.450 1.762.500
Dakabalarea 8 371.951 100.000 590.000
Garda Emas 10 617.967 101.667 1.700.000
Semua Program 48 408.152 19.450 1.762.500
Pengklasifikasian kemiskinan rumah tangga diperoleh berdasarkan perbandingan pendapatan per kapita dalam rumah tangga dibandingkan dengan garis kemiskinan. Garis kemiskinan yang digunakan adalah garis kemiskinan tingkat propinsi Jawa Barat tahun 2009 menurut BPS (2009) yaitu Rp. 191.985.
Dikatakan miskin bila rata-rata pendapatan perkapita dalam rumah tangga dibawah garis kemiskinan, dan dikatakan tidak miskin bila rata-rata pendapatan perkapita dalam rumah tangga diatas garis kemiskinan. Berdasarkan klasifikasi BPS (2009) maka pada semua program sebagian besar (65%) rumah tangga tidak miskin dan sisanya (35%) rumah tangga miskin (Tabel 12).
Tabel 12 Sebaran rumah tangga menurut tingkat kemiskinan
Program Statistik
Tingkat Kemiskinan
Miskin Tidak Miskin
PNPM Mandiri n 3 7
% 30 70
Kube n 8 2
% 80 20
P2KP n 2 8
% 20 80
Program Statistik
Tingkat Kemiskinan
Miskin Tidak Miskin
Dakabalarea n 2 6
% 25 75
Garda Emas n 2 8
% 20 80
Semua Program n 17 31
% 35 65
Sebaran Rumah Tangga Penerima program Berdasarkan Pengeluaran Pangan
Pada semua program rata-rata pengeluaran pangan adalah sebesar Rp.
186.468. Pengeluaran pangan terkecil sebesar Rp. 36.739 pada program Kube dan pengeluaran pangan terbesar sebesar Rp. 704.750 pada program Garda Emas. Rata-rata persentase alokasi pengeluaran pangan sebesar 52%
(Tabel 13). Persentase alokasi pengeluaran pangan terkecil adalah sebesar 22%
pada program PNPM Mandiri dan persentase alokasi pengeluaran pangan terbesar adalah sebesar 77% pada program P2KP. Dengan meningkatnya pendapatan perorangan, terjadilah perubahan-perubahan dalam susunan makanan. Akan tetapi, pengeluaran yang uang yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan (Suhardjo 1989).
Tabel 13 Statistik dan persentase alokasi pengeluaran pangan
Program
Pengeluaran Pangan % Pengeluaran pangan
Statistik Statistik
n mean minimal maksimal n mean minimal maksimal PNPM Mandiri 10 122.043 63.200 204.350 10 51 22 76
Kube 10 159.511 36.739 247.800 10 48 24 73
P2KP 10 252.265 107.486 538.664 10 57 44 77
Dakabalarea 8 153.084 83.355 273.400 8 58 46 66
Garda Emas 10 238.760 125.117 704.750 10 48 31 72
Semua Program 48 186.468 36.739 704.750 48 52 22 77
Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga
Perubahan Konsumsi Pangan Sebelum dan Sesudah Mengikuti Program Pemberdayaan
Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal dan beragam) yang dimakan seseorang atau kelompok orang dengan tujuan tertentu. Dalam aspek gizi tujuan mengkonsumsi pangan adalah utuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh (Hardinsyah & Martianto 1989).
Tabel 14 menunjukkan analisis terhadap konsumsi pangan (gram/kap/tahun) sebelum dan sesudah mengikuti program pemberdayaan dapat diketahui pengaruh keikutsertaan contoh dalam program pemberdayaan tersebut terhadap konsumsi pangannya. Hasil uji t berpasangan antara konsumsi pangan sebelum dan sesudah mengikuti program pemberdayaan pada rataan semua program yang menunjukkan perbedaan yang nyata adalah konsumsi ikan tawar segar (p<0,1).
Tabel 14 Rataan peningkatan konsumsi pangan (gram/kapita/tahun)
Bahan Makanan n Sebelum Sesudah ∆ thit P
mean sd mean sd
Sumber Karbohidrat
Beras 48 110974 51342 112039 53668 1065 0.22 0.414
Mie dan Olahannya 48 2970 4072 7395 28217 4425 1.08 0.143
Singkong 48 11035 19058 20021 58130 8987 1.19 0.119
Talas 48 342 1194 259 966 -83 -1.00 0.161
Ubi 48 7922 14032 6843 12676 -1079 -1.14 0.130
Sumber Protein
Ayam 48 6843 15488 5368 9306 -1475 -0.90 0.185
Daging Sapi 48 1229 2672 1217 2675 -13 -0.42 0.340
Daging Kambing 48 36 163 26 147 -10 -1.00 0.161
Ikan tawar segar 48 3365 5132 4979 8991 1613 1.46 0.075 Ikan Laut segar 48 8064 16268 9027 17759 963 1.06 0.147
Tahu 48 7748 7751 7770 7731 22 1.00 0.161
Tempe 48 14170 16328 14224 16287 54 1.00 0.161
Oncom Kacang Tanah 48 1081 2508 1099 2503 18 1.00 0.161
Bakso 48 5243 12686 5571 12693 328 1.19 0.120
Sumber Vitamin dan Mineral
Bayam 48 2743 5435 2743 5435 0 - -
Kangkung 48 2719 2406 2719 2406 0 - -
Daun Singkong 48 1875 6414 1875 6414 0 - -
Daun Pepaya 48 2267 13795 285 910 -1982 -1.00 0.161
Sawi 48 770 2701 770 2701 0 - -
Kol 48 2082 10468 2082 10468 0 - -
Mentimun 48 2235 7406 2235 7406 0 - -
Wortel 48 779 1095 779 1095 0 - -
Pisang 48 3509 6955 3577 6946 68 1.00 0.161
Pepaya 48 3204 9121 3391 9176 186 1.00 0.161
Semangka 48 3033 16892 3033 16892 0 - -
Melon 48 2255 11380 2255 11380 0 - -
Jeruk 48 5774 6872 6067 7033 294 0.44 0.331
Apel 48 1824 5752 1824 5752 0 - -
Manggis 48 14 94 14 94 0 - -
Lain-lain
Gula 48 4599 5154 4602 5152 3 1.00 0.161
Kopi 48 61969 75014 64729 79941 2760 1.00 0.161
T e h 48 2279 9536 2473 9588 194 1.00 0.162
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi
Konsumsi rumahtangga dapat dinilai berdasarkan tingkat kecukupan zat gizi rumahtangga. Tingkat kecukupan zat gizi rumahtangga diperoleh dengan cara menghitung angka kecukupan zat gizi bagi masing-masing anggota rumahtangga, kemudian dihitung rata-rata angka kecukupan zat gizi setiap rumahtangga. Nilai total konsumsi zat gizi rumahtangga per hari kemudian di bagi dengan jumlah anggota rumahtangga dan dibandingkan dengan angka kecukupan zat gizi rumahtangga.
Rata-rata konsumsi rumah tangga disajikan pada Tabel 15. Rata-rata konsumsi energi pada rumah tangga peserta semua program adalah sebesar 1869 Kkal. Rata-rata konsumsi protein sebesar 65,5 g. Rata-rata konsumsi kalsium sebesar 691,3 g. Rata-rata konsumsi fosfor (1302,4 g) dan zat besi (29,9 g). Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Kalsium, fosfor, dan magnesium adalah bagian dari tulang, besi dari hemoglobin dalam sel darah merah, dan iodium dari hormon tiroksin. Di samping itu mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari (Almatsier 2001). Rata-rata konsumsi vitamin A (520,3 RE), vitamin B (29,2 g), dan vitamin C (37,3 g).
Rata-rata konsumsi energi terbesar pada rumah tangga peserta program Dakabalarea (2263 Kkal) dan rata-rata konsumsi protein terbesar pada rumah tangga peserta program P2KP (86,8 g). Selain itu, rata-rata konsumsi kalsium terbesar pada rumah tangga peserta program Dakabalarea (848,9 mg). Rata-rata konsumsi fosfor dan zat besi terbesar masing-masing pada rumah tangga peserta program P2KP (3011,9 mg) dan pada program PNPM Mandiri (60,2 mg).
Rata-rata konsumsi vitamin A terbesar pada rumah tangga peserta program Kube (960,1 RE). Rata-rata konsumsi vitamin B dan C terbesar dengan masing- masing nilai 94,6 mg dan 84,9 mg pada rumah tangga peserta program PNPM Mandiri.
Tabel 15 Rata-rata konsumsi rumah tangga
Program Rata-rata Konsumsi
Energi (Kkal)
Protein (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin A (RE)
Vitamin B (mg)
Vitamin C (mg) PNPM
Mandiri 1381 47,8 774,8 882,2 60,2 580,4 94,6 84,9
Kube 1938 60,9 669,0 884,8 19,8 960,1 1,0 42,3
P2KP 2213 86,8 667,2 3011,9 34,7 367,1 42,3 25,1
Dakabalarea 2263 86,5 848,9 1074,9 19,5 344,7 1,7 15,9
Garda Emas 1628 49,8 528,2 612,9 13,0 313,8 0,7 14,1
Semua
Program 1869 65,5 691,3 1302,4 29,9 520,3 29,2 37,3
Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein menurut Departemen Kesehatan (1996) diacu dalam Sukandar (2007) adalah : (1) defisit tingkat berat (<70% AKG); (2) defisit tingkat sedang (70-79% AKG); (3) defisit tingkat ringan (80-89% AKG); (4) normal (90-119% AKG); dan (5) kelebihan (≥ 120% AKG).
Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat bahwa pada semua program presentase terbesar tingkat kecukupan energi yaitu pada kategori defisisensi sedang sebesar 45,8% sedangkan yang terkecil adalah pada kategori normal dan defisiensi berat dengan nilai yang sama yaitu sebesar 16,7%. Selain itu, presentase terbesar tingkat kecukupan protein yaitu pada kategori normal sebesar 35,4% dan presentase terkecil tingkat kecukupan protein yaitu pada kategori defisiensi ringan sebesar 8,3%.
Pada PNPM Mandiri Tingkat kecukupan energi dengan presentase terbesar pada kategori defisiensi sedang yaitu 40% dan pada tingkat kecukupan protein dengan presentase terbesar pada kategori normal yaitu 40%. Pada Kube Tingkat kecukupan energi dengan presentase terbesar pada kategori defisiensi sedang yaitu 50% dan pada tingkat kecukupan protein dengan presentase terbesar pada kategori normal yaitu 40%. Pada P2KP tingkat kecukupan energi dengan presentase terbesar pada kategori defisiensi sedang dan ringan yaitu 30% dan pada tingkat kecukupan protein dengan presentase terbesar pada kategori normal yaitu 40%. Pada Dakabalarea tingkat kecukupan energi dengan presentase terbesar pada kategori normal yaitu 37,5% dan pada tingkat kecukupan protein dengan presentase terbesar pada kategori normal yaitu 37,5%. Pada Garda Emas tingkat kecukupan energi dengan presentase terbesar pada kategori defisiensi sedang yaitu 80% dan pada tingkat kecukupan protein dengan presentase terbesar pada kategori normal yaitu 40%.
Tabel 16 Kategori tingkat kecukupan energi dan protein
Program Kategori Nilai Energi Protein
n % n %
PNPM Mandiri def.berat <70% 2 20 1 10
def sedang 70-79% 4 40 1 10
def.ringan 80-89% 2 20 2 20
Normal 90-119% 2 20 4 40
Lebih >=120% 0 0 2 20
Subtotal 10 100 10 100
Kube def.berat <70% 2 20 2 20
def sedang 70-79% 5 50 0 0
def.ringan 80-89% 2 20 2 20
Normal 90-119% 1 10 4 40
Lebih >=120% 0 0 2 20
Subtotal 10 100 10 100
P2KP def.berat <70% 2 20 1 10
def sedang 70-79% 3 30 1 10
def.ringan 80-89% 3 30 0 0
Normal 90-119% 2 20 2 20
Lebih >=120% 0 0 6 60
Subtotal 10 100 10 100
Dakabalarea def.berat <70% 1 12.5 0 0
def sedang 70-79% 2 25 2 25
def.ringan 80-89% 2 25 0 0
Normal 90-119% 3 37.5 3 37.5
Lebih >=120% 0 0 3 37.5
SUbtotal 8 100 8 100
Garda Emas def.berat <70% 0 0 3 30
def sedang 70-79% 8 80 1 10
def.ringan 80-89% 1 10 0 0
Normal 90-119% 0 0 4 40
Lebih >=120% 0 0 2 20
Subtotal 9 90 10 100
Semua Program def.berat <70% 8 16.7 7 14.6
def sedang 70-79% 22 45.8 5 10.4
def.ringan 80-89% 10 20.8 4 8.3
Normal 90-119% 8 16.7 17 35.4
Lebih >=120% 0 0 15 31.3
Total 48 100 48 100
Klasifikasi tingkat kecukupan vitamin dan mineral menurut Gibson (2005)
diacu dalam Sukandar (2007) yaitu (1) kurang (<77% AKG) dan (2) cukup (≥77%
AKG). Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat bahwa tingkat kecukupan kalsium (Ca) dengan presentase terbesar yaitu yang termasuk kategori kurang pada penerima program Garda Emas yaitu 50%. Tingkat kecukupan Ca dengan presentase terbesar yang termasuk kategori cukup pada penerima program PNPM Mandiri Lanjutan Tabel 16 Kategori tingkat kecukupan energi dan protein
yatiu 70%. Pada semua program, tingkat kecukupan Ca dengan kategori kurang sebesar 37,5% dan kategori cukup sebesar 62,5%.
Tingkat kecukupan posfor (P) dengan presentase terbesar yaitu yang termasuk kategori kurang pada penerima program Garda Emas yaitu sebesar 30%. Tingkat kecukupan P dengan presentase terbesar yang termasuk kategori cukup pada penerima program P2KP dan Dakabalarea yaitu dengan nilai yang sama sebesar 100%. Pada semua program, tingkat kecukupan P dengan kategori kurang sebesar 10,4% dan kategori cukup sebesar 89,6%.
Tingkat kecukupan besi (Fe) dengan presentase terbesar yaitu yang termasuk kategori kurang pada penerima program Garda Emas yaitu sebesar 80%. Tingkat kecukupan Fe dengan presentase terbesar yang termasuk kategori cukup pada penerima program Kube sebesar 60%. Pada semua program, tingkat kecukupan Fe dengan kategori kurang sebesar 60,4%
dan kategori cukup sebesar 39,6%.
Tabel 17 Kategori tingkat kecukupan mineral
Program Kategori Nilai Tingkat Kecukupan Mineral
Ca P Fe
n % n % n %
PNPM Mandiri Kurang <77% 3 30 1 10 5 50
Cukup >=77% 7 70 9 90 5 50
Subtotal 10 100 10 100 10 100
Kube
Kurang <77% 4 40 1 10 4 40
Cukup >=77% 6 60 9 90 6 60
Subtotal 10 100 10 100 10 100
P2KP
Kurang <77% 4 40 0 0 6 60
Cukup >=77% 6 60 10 100 4 40
Subtotal 10 100 10 100 10 100
Dakabalarea
Kurang <77% 2 25 0 0 6 75
Cukup >=77% 6 75 8 100 2 25
Subtotal 8 100 8 100 8 100
Garda Emas
Kurang <77% 5 50 3 30 8 80
cukup >=77% 5 50 7 70 2 20
Subtotal 10 100 10 100 10 100
Semua Program
Kurang <77% 18 37,5 5 10,04 29 60,4 Cukup >=77% 30 62,5 43 89,6 19 39,6
Total 48 100 48 100 48 100
Berdasarkan Tabel 18 dapat dilihat bahwa tingkat kecukupan vitamin A dengan presentase terbesar yang termasuk kategori kurang pada penerima program P2KP dan Garda Emas dengan nilai yang sama yaitu 80%. Tingkat kecukupan vitamin A dengan presentase terbesar yang termasuk kategori cukup pada penerima program PNPM Mandiri yatiu 60%. Pada semua program, tingkat kecukupan vitamin A dengan kategori kurang sebesar 66,7% dan kategori cukup sebesar 33,3%.
Berdasarkan Tabel 18 dapat dilihat bahwa tingkat kecukupan vitamin B dengan presentase terbesar yang termasuk kategori kurang pada penerima program Garda Emas dengan nilai yang sama yaitu 90%. Tingkat kecukupan vitamin B dengan presentase terbesar yang termasuk kategori cukup pada penerima program Dakabalarea yatiu 62,5%. Pada semua program, tingkat kecukupan vitamin B dengan kategori kurang sebesar 70,8% dan kategori cukup sebesar 29,2%.
Berdasarkan Tabel 18 dapat dilihat bahwa tingkat kecukupan vitamin C dengan presentase terbesar yang termasuk kategori kurang pada penerima program P2KP dan Dakabalarea dengan nilai yang sama yaitu 100%. Tingkat kecukupan vitamin C dengan presentase terbesar yang termasuk kategori cukup pada penerima program PNPM Mandiri yatiu 30%. Pada semua program, tingkat kecukupan vitamin A dengan kategori kurang sebesar 87,5% dan kategori cukup sebesar 12,5%.
Tabel 18 Kategori tingkat kecukupan vitamin
Program Kategori Nilai Tingkat Kecukupan Vitamin
Vitamin A Vitamin B Vitamin C
n % n % n %
PNPM Mandiri kurang <77% 4 40 7 70 7 70
cukup >=77% 6 60 3 30 3 30
Subtotal 10 100 10 100 10 100
Kube
kurang <77% 6 60 8 80 8 80
cukup >=77% 4 40 2 20 2 20
Subtotal 10 100 10 100 10 100
P2KP
kurang <77% 8 80 7 70 10 100
cukup >=77% 2 20 3 30 0 0
Subtotal 10 100 10 100 10 100
Dakabalarea
kurang <77% 6 75 3 37.5 8 100
cukup >=77% 2 25 5 62.5 0 0
Program Kategori Nilai Tingkat Kecukupan Vitamin
Vitamin A Vitamin B Vitamin C
n % n % n %
Subtotal 8 100 8 100 8 100
Garda Emas
Kurang <77% 8 80 9 90 9 90
Cukup >=77% 2 20 1 10 1 10
Subtotal 10 100 10 100 10 100
Semua Program
Kurang <77% 32 66.7 34 70.8 42 87.5 cukup >=77% 16 33.3 14 29.2 6 12.5
Subtotal 48 100 48 100 48 100
Status Gizi
Berdasarkan Tabel 19 dapat diketahui bahwa pengelompokkan IMT yang terbesar pada kategori normal sebesar 38,6%. Pengelompokkan IMT yang nilainya nol pada kategori underweight dan overweight. Namun hal yang harus diperhatikan adalah adanya pengelompokkan IMT pada kategori at risk (pra obese) (34,1%) dan obesitas tingkat 1 (25,0%) yang nilainya cukup tinggi. Selain itu, obesitas tingkat 2 sebesar 2,3%.
Tabel 19 Sebaran rumah tangga berdasarkan pengelompokkan IMT istri
Pengelompokkan IMT n %
Underweight 0 0.0
Normal 17 38.6
Overweight 0 0.0
At Risk (pra obese) 15 34.1
Obesitas Tingkat 1 11 25.0
Obesitas Tingkat 2 1 2.3
Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga
Dengan memperhatikan pola konsumsi pangan merupakan hal yang penting bagi kesehatan. Hal ini penting karena untuk menjaga kesehatan dan status gizi. Pola konsumsi yang tidak baik akan menyebabkan munculnya masalah gizi karena faktor ketidakseimbangan konsumsi makanan. Selain itu, pola konsumsi yang baik dipengaruhi juga oleh beberapa faktor seperti tingkat pendidikan, daya beli, dan sebagainya. Pada penelitian ini akan
dijelaskan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan rumah tangga khususnya faktor-faktor yang berpengaruh tingkat kecukupan energi dan zat gizi.
Pendapatan
Sebagian besar (75%) rumah tangga contoh yang memiliki tingkat kecukupan energi normal (TKE berkisar antara 90-119%) berada pada kategori tidak miskin (pendapatan > Rp. 191.985), hanya 25% yang tergolong miskin (pendapatan < Rp. 191.985) (Tabel 20). Hal ini menunjukkan orang yang mempunyai daya beli yang baik maka bisa memenuhi kebutuhan energinya lebih baik. Hasil uji regresi menunjukkan pendapatan berpengaruh terhadap tingkat kecukupan energi (p<0,05). Adapun persamaannya adalah Y1 = 72,691 + 1,08E- 005X1. Nilai R square (R2) yang diperoleh adalah 0,095. Dari persamaan dapat diketahui bahwa setiap penambahan 1% pada pendapatan akan menambah tingkat kecukupan energi sebesar 1,08E-005%.
Perubahan pendapatan secara langsung dapat mempengaruhi perubahan konsumsi pangan seseorang atau keluarga. Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan dalam hal kualitas dan kuantitas pangan yang dibeli (Hardinsyah et al. 2002). Rendahnya pendapatan merupakan salah satu penyebab rendahnya konsumsi pangan baik segi jumlah dan mutunya (Suhardjo 1989).
Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan pendapatan
Pendapatan
Tingkat Kecukupan Energi
Total Defisit Normal
n % n % n %
Miskin (pendapatan < Rp. 191.985) 15 37.5 2 25 17 35.4 Tidak miskin (pendapatan > Rp.191.95) 25 62.5 6 75 31 64.6
Total 40 100.0 8 100.0 48 100.0
Pendidikan
Sebagian besar rumah tangga contoh berada pada klasifikasi tingkat kecukupan protein tergolong normal (17 dari 48 orang). Jika dilihat berdasarkan masing-masing kategori tingkat pendidikan, yaitu tidak sekolah (11,8%), SD (47,1%), SLTP (11,8%), SLTA (29,4%), dan perguruan tinggi (0%) (Tabel 21).
Hasil uji regresi menunjukkan pendidikan berpengaruh terhadap tingkat
kecukupan protein (p<0,05). Adapun persamaannya adalah Y2 = 68,263 + 13,669X1. Nilai R square (R2) yang diperoleh adalah 0,155. Dari
persamaan dapat diketahui bahwa setiap peningkatan pendidikan sebesar 1%
akan meningkatkan tingkat kecukupan protein sebesar 13,669%.
Suhardjo (1989) menyatakan bahwa pada umumnya pendidikan seseorang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari- hari. Orang yang berpendidikan tinggi cenderung memilih makanan yang lebih murah tetapi memiliki kandungan gizi yang tinggi sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik. Menurut Rahmawati (2006), dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah untuk menerima informasi mengenai gizi dan kesehatan sehingga rumah tangga contoh yang memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi diharapkan dapat memiliki tingkat kecukupan yang baik.
Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein dan pendidikan
Pendidikan
Tingkat Kecukupan Protein
Total
Defisit Normal Kelebihan
n % n % n % n %
Tidak Sekolah 2 12.5 2 11.8 0 0.0 4 8.3
SD 11 68.8 8 47.1 6 40.0 25 52.1
SLTP 2 12.5 2 11.8 1 6.7 5 10.4
SLTA 1 6.3 5 29.4 5 33.3 11 22.9
Perguruan Tinggi 0 0.0 0 0.0 3 20.0 3 6.3
Total 16 100.0 17 100.0 15 100.0 48 100.0
Umur
Sebagian besar (60%) rumah tangga contoh yang memiliki tingkat kecukupan kalsium cukup (TKCa ≥77%) berada pada kategori dewasa madya (31-50 thn) (Tabel 22). Hasil uji regresi menunjukkan bahwa umur berpengaruh
terhadap tingkat kecukupan kalsium (p<0,05). Adapun persamaanya adalah Y2 = 210,287 – 33,470X1. Nilai R square (R2) yang diperoleh adalah 0,103. Dari
persamaan dapat diketahui bahwa pengurangan 1% umur akan meningkatkan tingkat kecukupan kalsium sebesar 33,470%.
Pada saat usia muda, formasi tulang berlangsung lebih intens dibandingkan resorpsinya. Sementara itu pada usia tua resorpsi berlangsung lebih cepat dibandingkan formasinya (Khomsan 2004). Kehilangan kalsium
berlangsung secara bertahap 50 mg/hari selama 20 tahun sebelum tanda dan gejala klinis muncul (Arisman 2004). Hal ini akan menyebabkan defisiensi kalsium dengan semakin bertambahnya usia sehingga diperlukan asupan kalsium yang lebih baik dan teratur. Mineral kalsium dibutuhkan dalam jumlah ekstra oleh anak-anak untuk pertumbuhan tulang dan gigi yang sehat dan kuat.
Bagi orang dewasa/lansia untuk mencegah keropos tulang (osteoporosis) serta memperlambat tanggal gigi-geligi juga oleh ibu hamil dan menyusui untuk mengoptimalkan densitas mineral tulang serta mengurangi resiko menderita osteoporosis dan kemudian penting sekali untuk mengkonsumsi kalsium dalam jumlah cukup selama hidup kita (Soehardi 2004).
Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan kalsium dan umur
Umur
Tingkat Kecukupan Kalsium
Total
Kurang Cukup
n % n % n %
Dewasa Muda(20-30 thn) 1 5.6 4 13.3 5 10.4
Dewasa Madya (31-50 thn) 9 50.0 18 60.0 27 56.3
Lansia (≥76 thn) 8 44.4 8 26.7 16 33.3
Total 18 100.0 30 100.0 48 100.0
Sebagian besar (56,3%) contoh rumah tangga yang memiliki tingkat kecukupan vitamin A cukup (TKVitA ≥77%) berada pada kategori pada kategori dewasa madya (31-50 thn) (Tabel 23). Selain itu hasil uji regresi menunjukkan umur berpengaruh terhadap tingkat kecukupan vitamin A (p<0,05). Adapun persamaannya adalah Y2 = 393,503 – 94,636X1. Nilai R square (R2) yang diperoleh adalah 0,105. Dari persamaan dapat diketahui bahwa pada setiap pengurangan 1% umur akan meningkatkan tingkat kecukupan vitamin A sebesar 94,636%.
Berkurangnya nafsu makan berujung pada penurunan asupan pangan.
Ketidakselektifan dalam memilih makanan yang dikombinasi dengan melemahnya daya serap saluran pencernaan memicu kekurangan vitamin dan mineral. Hasil survei di Amerika dan Negara Barat terhadap lansia menunjukkan defisiensi zat gizi seperti Fe, Ca, vitamin A, B Kompleks, dan D (Arisman 2004).
Hal ini menunjukkan asupan makanan sumber vitamin A harus diperbaiki bahkan ditingkatkan seiring dengan kemunduran dan kelemahan yang dialami lansia termasuk kemunduran penglihatan dimana fungsi vitamin A terkait dengan hal tersebut.
Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A dan umur
Umur
Tingkat Kecukupan Vitamin A
Total
Kurang Cukup
n % N % n %
Dewasa Muda(20-30 thn) 2 6.3 3 18.8 5 10.4
Dewasa Madya (31-50 thn) 18 56.3 9 56.3 27 56.3
Lansia (>76 thn) 12 37.5 4 25.0 16 33.3
Total 32 100.0 16 100.0 48 100.0
Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Status Gizi
Sebagian besar (58,8%) rumah tangga contoh yang memiliki status gizi normal (IMT: 18,5-22,9) berada pada kategori keluarga kecil (Tabel 24). Uji regresi digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi. Variabel dependen yang dianalisis adalah Indeks Massa Tubuh (IMT) yang merupakan indikator status gizi, sedangkan variabel independen adalah besar keluarga (X1). Pengaruh variabel independen yang dianalisis terhadap variabel dependennya yang signifikan dengan nilai <0,05 dan menghasilkan persamaan :
Y = 21,439 + 1,175X1
Nilai R square (R2) yang diperoleh adalah 0,116. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh variabel besar keluarga terhadap IMT sebesar 11,6% (R2 x 100%), sedangkan faktor-faktor diluar model berpengaruh sebesar 88,4%
(100%-11,6%). Dari persamaan dapat diketahui bahwa setiap penambahan 1 orang anggota rumah tangga akan meningkatkan IMT sebesar 1,175%.
Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan status gizi dan besar keluarga
Besar Keluarga
Status Gizi
Total Normal At risk
(pra obese)
Obesitas Tingkat 1
Obesitas Tingkat 2
n % n % n % n % N %
Kecil (≤4 org) 10 58.8 6 40.0 1 9.1 0 0.0 17 38.6
Sedang (5-7 org) 7 41.2 6 40.0 6 54.5 1 100.0 20 45.5
Besar (≥8 org) 0 0.0 3 20.0 4 36.4 0 0.0 7 15.9
Total 17 100.0 15 100.0 11 100.0 1 100.0 44 100.0
Dengan penambahan 1 orang anggota rumah tangga dapat meningkatkan IMT didukung dengan uji korelasi pearson antara jumlah anggota keluarga dengan jumlah anggota keluarga yang bekerja yang terdapat hubungan yang sangat signifikan positif dengan nilai p<0,01. Hal ini menunjukkan semakin banyak jumlah anggota keluarga semakin banyak jumlah anggota keluarga yang bekerja yang berarti pendapatan yang diperoleh semakin tinggi yang akan mempengaruhi konsumsi pangan. Kecendrungan dengan semakin tingginya tingkat pendapatan terjadi perubahan dalam pola konsumsi pangan, yaitu pangan yang dikonsumsi akan lebih beragam (Hardinsyah et all 2002). Daly et al.
(1979), diacu dalam Supariasa et al. (2001) membuat model faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan gizi yaitu konsumsi makanan dan tingkat kesehatan.
konsumsi makanan dipengaruhi oleh pendapatan, makanan, dan tersedianya bahan makanan. perubahan pola konsumsi makanan akan mempengaruhi IMT.
Menurut Supriasa et al. (2001), pengukuran konsumsi makanan sangat penting untuk mengetahui kenyataan apa yang dimakan oleh masyarakat dan hal ini berguna untuk mengukur status gizi.