• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP KEGIATAN DEMONSTRASI YANG DILAKUKAN APARAT KEPOLISIAN DALAM KAJIAN YURIDIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP KEGIATAN DEMONSTRASI YANG DILAKUKAN APARAT KEPOLISIAN DALAM KAJIAN YURIDIS"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP KEGIATAN DEMONSTRASI YANG DILAKUKAN APARAT KEPOLISIAN

DALAM KAJIAN YURIDIS (SKRIPSI)

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

Deswir Saputra NIM: 11170454000018

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2021 M/14

(2)

i

TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP KEGIATAN DEMONSTRASI YANG DILAKUKAN APARAT KEPOLISIAN

DALAM KAJIAN YURIDIS SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

Deswir Saputra NIM: 11170454000018

Dibawah bimbingan:

Mustolih Siradj, S.H.I., M.H, CLA

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2021 M/1443 H

(3)

ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi berjudul “TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP KEGIATAN DEMONSTRASI YANG DI LAKUKAN APARAT KEPOLISIAN DALAM KAJIAN YURIDIS” Telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 01 Oktober 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah).

Jakarta, 1 Oktober 2021 Mengesahkan

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag.,S.H.,M.H.,M.A.

NIP.197608072003121001

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

1. Ketua : Qasim Arsadani, M.A.

NIP.196906292008011016 (………)

2. Sekretaris : Mohamad Mujibur Rohman, M.A

NIP.197604802007101001 (…...…...………..…)

3. Pembimbing : Mustolih Siradj, S.H.I., M.H, CLA (………)

NIDN. 2009088001

4. Penguji I : Dr. Alfitra, S.H., M.Hum

NIP. 197202032007011034 (………)

5. Penguji II : Muhammad Ishar Helmy, S.H.,M.H (…………..……….)

NIDN.9920112859

(4)

iii

(5)

iv ABSTRAK

Deswir Saputra. NIM 11170454000018. “TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP KEGIATAN DEMONSTRASI YANG DILAKUKAN APARAT KEPOLISIAN DALAM KAJIAN YURIDIS”.

Program Studi Hukum Pidana Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1443 H/2021M, 76 Halaman.

Dalam perkembangannya, kehidupan bernegara hendak tumbuh secara wajar hingga terjalin peristiwa- peristiwa yang dikira mengecam sistem sosial, semacam ketidakadilan, diskriminasi, dll. Untuk melaporkan ketidakpuasan, masyarakat melakukan demonstrasi/unjuk rasa Demonstrasi ialah bagian dari kehidupan demokrasi suatu negara, sebab demonstrasi ialah salah satu metode buat mengantarkan komentar di depan umum. Tetapi, demonstrasi terkadang jadi tidak bermanfaat serta merugikan warga bila terjalin aksi kriminal, misalnya lewat vandalisme serta anarkisme.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Metode pengolahan data yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif, yakni dengan mengkaji lebih dalam melalui literatur yang telah dikumpulkan, baik buku, artikel, jurnal hukum, e-book, putusan hakim, maupun dari hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan kekerasan dalam demonstrasi.

Salah satu bentuk penyampaian pendapat di muka umum yakni dengan cara demonstrasi atau unjuk rasa. Dapat di simpulkan di dalam implementasi demonstrasi terdapat perbedaan batasan antara Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998, dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (PERKAP) Nomor 7 Tahun 2012. Perbedaan tersebut terlihat jelas terkait adanya pembatasan waktu pelaksanaan demonstrasi atau unjuk rasa, yang dimana terlihat peraturan Kepolisian tersebut bertentangan dengan peraturan diatas nya yaitu Undang-undang kemerdekaan di dalam menyampaikan suatu pendapat di muka umum.

Kesimpulan analisis hukum Islam terhadap demonstrasi berdasarkan Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1998 maupun PERKAP Nomor. 7 Tahun 2012 dibolehkan dikarenakan masuk kedalam kategori masirah (diperbolehkan) dan tidak bertentangan dengan syariat Islam. Analisis peraturan PERKAP No.7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum pasal 7 a tentang waktu pelaksanaan jam demonstrasi/unjuk rasa, bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Kata kunci : Demonstrasi, Kepolisian, Tindak Pidana Pembimbing Skripsi : Mustolih Siradj, S.Hi., M.H., CLA

(6)

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah wasyukurillah, segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Dengan kuasa-Nya kita dapat bernafas, bergerak dan berpikir dengan kenikmatan yang utuh. Dengan penuh keikhlasan, penulis bersyukur atas nikmat yang telah diberikan. Alhamdulillah Allah SWT telah memberikan kita potensi berpikir, bertindak, berusaha, dan berjuang.

Sholawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW. Nabi yang telah membimbing umat muslim Islam dari zaman jahiliyah menuju zaman Islamiyah yang seperti hari ini. Kesejahteraan dan keselamatan semoga selalu tercurahkah untuknya, para keluarga, seluruh sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Alhamdulillah, penulis panjatkan kepada Allah SWT. Tidak ada kemampuan melainkan apa yang Allah SWT telah berikan, atas Ridho-Nya dan kesungguhan penulis, dengan ini penulis dapat menyelesaikan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar (S1) Sarjana Strata satu di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan menghasilkan karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul: “TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP KEGIATAN DEMONSTRASI YANG DILAKUKAN APARAT KEPOLISIAN DALAM KAJIAN YURIDIS”.

Selama pembuatan skripsi ini tidak sedikit kesulitan dan kendala yang dihadapi penulis, namun berkat tekad hati dan kerja keras disertai dorongan dan bantuan semua pihak. Maka semua kesulitan dan tantangan itu semua dapat diatasi penulis dengan baik. Oleh karena itu penulis panjatkan syukur sedalam-dalamnya kehadirat Allah SWT dan mengucapkan terima kasih tiada hingga serta menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini: Bapak Mustolih Siradj, S.H.I., M.H, CLA.

Yang dengan sabar, tulus dan penuh perhatian telah membimbing, mengarahkan dan memberikan petunjuk-petunjuk serta nasihat-nasihat yang sangat berharga pada penulis.

(7)

vi

Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih tiada tara atas bimbingan, masukan, saran, dan dukungannya baik berupa moral dan materil kepada:

1. Dekan Fakultas Syariah dan hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bapak Ahmad Tholabi kharlie, S,H., M.A., M.H

2. Ketua Program Studi Hukum Pidana Islam Bapak Qosim Arsadani, M.A dan Sekretaris Program Studi Hukum Pidana Islam Bapak Mohamad Mujibur Rohman, M.A

3. Dosen Pembimbing dalam penulisan Skripsi Bapak Mustolih Siradj, S.H.I., M.H, CLA yang telah memberikan banyak masukan dan memberikan arahan serta meluangkan waktunya dengan penuh keikhlasan.

4. Seluruh Dosen dan Civitas Akademik Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Kepada keluarga besar Penulis terutama kedua orang tua penulis bapak Abadi dan Ibu Helmi. Terima kasih untuk semua yang telah diberikan kepada penulis baik moril dan materil selama penulis menempuh studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, semoga Allah Senantiasa melindungi, memberikan umur yang panjang dan Barokah, serta diberikan kesehatan dan dilapangkan rezekinya, Amiin.

6. Kepada teman-teman jurusan Hukum Pidana Islam angkatan 2017, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas kebersamaan dan waktu yang telah kita jalani bersama di bangku perkuliahan, semoga kita semua dapat meraih apa yang kita cita-citakan.

7. Farhan Kecil, Dian, Caca, Amalina, Azer, Izzul, Fahrul, Farhan Ambon, Raka, Mahrus, Maul, Nissa, Yasser, Syarif dan Andika dan vii keluarga PMII KOMFAKSYAHUM selaku sahabat yang peduli kepada penulis selama masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi.

8. Kepada teman-teman UKM FORSA (Federasi Olahraga Mahasiswa) UIN Jakarta yang selalu menemani penulis selama pembuatan skripsi.

9. Kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam kelancaran penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

(8)

vii

Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk penelitian lanjutan di masa mendatang.

Akhirnya tiada untaian kata yang berharga melainkan bagi pembaca dan terkhusus bagi penulis sendiri, Amiin.

Jakarta,1 Oktober 2021

Deswir Saputra

(9)

viii DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...i

PENGESAHAN...ii

LEMBAR PERNYATAAN ...iii

ABSTRAK ...iv

KATA PENGANTAR ...v

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang ...1

B. Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah...4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...5

D. Metode Penelitian ...6

E. Sistematika Penulisan ...8

BAB II TINJAUAN UMUM TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM AKSI DEMONSTRASI ...11

A. Kerangka Konseptual ...11

1. Tindak Pidana…. ...11

2. Kegiatan Demonstrasi ...14

3. Aparat Kepolisian ...16

4. Tinjauan Yuridis ...19

B. Kerangka Teori ...19

C. Tinjauan Review Kajian Terdahulu ...20

BAB III DEMONSTRASI, SANKSI DAN PANDANGAN ISLAM TERHADAP DEMONSTRASI/UNJUK RASA ...23

A. Jenis-Jenis Pidana, Unsur-Unsur Pidana, Pertanggungjawaban Pidana dan Sanksi ...23

B. Asas-Asas Dalam Menyampaikan Pendapat ...29

C. Sejarah Demonstrasi di Dunia ...31

1. Libya ...31

2. Amerika Serikat ...32

3. Mesir ...33

D. Sejarah demonstrasi di Indonesia ...35

E. Sejarah Terbentuknya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum ...37

(10)

ix

F. Kewenangan Kepolisian Dalam Menangani Demonstrasi Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik

Indonesia ...38

G. Faktor Umum Penyebab Tindak Pidana Kekerasan Dalam Aksi Demonstrasi ...40

H. Pandangan Islam Terhadap Unjuk Rasa ...46

1. Demonstrasi Pada Masa Khalifah Utsman bin Affan ...46

2. Muzhaharah dan Masirah (Demonstrasi) ...47

3. Pandangan Para Ulama Tentang Demonstrasi ...49

4. Hak dan Kewajiban Dalam Melakukan Aksi Demonstrasi dalam Perspektif Hukum Islam ...50

BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERATURAN MENGENAI PENGAMANAN DAN PENANGANAN DEMONSTRASI ...52

A. Analisis Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 20012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum ...52

1. Tindakan Represif Polisi Dalam Menghadapi Aksi Demonstrasi ...52

2. Larangan Dalam Melakukan Aksi Demonstrasi ...55

3. Analisis Peraturan-Peraturan Penanganan Perkara Oleh Aparat Kepolisian ...57

4. Pengaduan ...63

B. Analisis Sudut Pandang Islam Terhadap Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 20012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum ...65

BAB V PENUTUP ...70

A. Simpulan...70

B. Saran...70

DAFTAR PUSTAKA ...72

(11)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kita mengetahui era reformasi sudah lama adanya di Indonesia, yang ditandai dengan adanya keterbukaan dan kebebasan dalam segala hal, dan juga termasuk penyampaian pendapat di depan umum. Dalam pelaksanaannya unjuk rasa dapat dilakukan secara tertib dan damai tetapi dapat pula unjuk rasa berkembang menjadi gerakan yang cenderung agresif dan anarkis bahkan terkesan sangat brutal bagi sebagian orang. Saat berlangsungnya aksi unjuk rasa tidak jarang terjadi tindakan kekerasan, pemaksaan, penembakan, pemukulan dan bahkan sampai pada perusakan fasilitas publik, yang dilakukan oleh aparat maupun massa demonstrasi.

Dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kebebasan menyatakan pendapat dijamin dalam Pasal 28 yang menyatakan:

“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang”.1 Ditambah lagi lahirnya Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum pada pasal 9 ayat (1) yang menyatakan membolehkan menyampaikan pendapat dengan cara unjuk rasa atau demonstrasi”.

Dalam Undang-Undang No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat Di muka Umum sedikit sekali aturan pasal yang mengatur tentang kewajiban yang harus dipatuhi dalam berunjuk rasa atau berdemonstrasi. Akibatnya tak sedikit para demonstran yang salah mengartikan dan menerjemahkan kewajiban yang mesti dijalankan oleh para demonstran, seperti keributan, bentrokan serta kerusuhan selalu saja terjadi dalam aksi unjuk rasa atau demonstrasi. Di sisi lain aparat juga tidak jarang melakukan tindakan kekerasan dalam menertibkan aksi demonstrasi tersebut.

1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, (Jakarta, Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2003).

(12)

Kekerasan menurut Galtung dibedakan menjadi kekerasan personal dan struktural. Sifat kekerasan personal adalah dinamis, mudah diamati, memperlihatkan fluktuasi hebat yang dapat menimbulkan perubahan.

Sedangkan kekerasan struktural sifatnya statis, memperlihatkan stabilitas tertentu dan tidak tampak. Kekerasan struktural merupakan kekerasan yang berasal dari struktur yang bisa hadir dalam berbagai bentuk misalnya negara.

Kekerasan ini adalah kekerasan yang didesain sehingga cara kerjanya pun sangat rapi. Istilah kekerasan sendiri digunakan untuk menggambarkan perilaku, baik yang terbuka maupun yang tertutup atau yang bersifat menyerang atau bertahan. Dari asumsi ini, maka terdapat empat jenis kekerasan. Pertama, kekerasan terbuka yaitu kekerasan yang dapat dilihat seperti perkelahian. Kedua, kekerasan tertutup, kekerasan tersembunyi atau kekerasan tidak langsung seperti perilaku mengancam orang lain. Ketiga, kekerasan agresif yaitu kekerasan yang dilakukan untuk perlindungan.

Keempat, kekerasan defensif yaitu kekerasan yang dilakukan sebagai tindakan perlindungan.2

Selama ini demonstrasi yang terjadi tidak pernah berhenti dari tahun ke tahun. Di Indonesia, pemerintah berupaya menghentikan demonstrasi dengan menerapkan metode stabilitas diantaranya dengan korporatisme negara, kebijakan depolitisasi serta tindakan represif pemerintah dengan kekuatan militer.3

Pendekatan keamanan melalui tindakan represif digunakan pemerintah untuk menghentikan demonstrasi/unjuk rasa. Di masa Orde Baru, peran aparatur negara (Militer) banyak digunakan untuk memadamkan gerakan demonstrasi.4

2 Hasse J, Anarkisme Demonstrasi Mahasiswa: Studi Kasus Pada Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (JogJakarta: Pascasarjana UGM,2004) hlm,57-58.

3 Arbi Sanit, Mahasiswa, kekuasaan dan Bangsa (Jakarta: lingkaran Studi Mahasiswa, 1989), hlm 91.

4 Agus Budi Purnomo, dkk. Peta Konflik Jakarta, Seri VIII: Resolusi Konflik (Jakarta:

Yappika,2004), hlm 18,26.

(13)

3

Aparat Kepolisian diterjunkan untuk membubarkan mahasiswa dengan jalan paksa, bahkan menggunakan senjata api yang dapat membahayakan massa demonstrasi. Peristiwa “Amara” (April Makassar Berdarah) pada tahun 1996 di kampus UMI, merupakan salah satu bentuk pendekatan keamanan, menggunakan senjata api oleh aparat keamanan yang telah telah menewaskan tiga orang mahasiswa.5

Dalam Islam, demonstrasi/unjuk rasa disebut اظم ةره (muzhaharah), yaitu sebuah media dan sarana penyampaian gagasan atau ide-ide yang dianggap benar dan berupaya mensyairkannya dalam bentuk pengerahan massa. Unjuk rasa merupakan sebuah tempat sarana atau alat yang terkait dengan tujuan digunakannya sarana atau alat tersebut dan cara penggunaannya. Sebagaimana contohnya pisau, dapat digunakan untuk berjihad, tetapi dapat juga digunakan untuk mencuri. Sehingga niat atau motivasi sangat menentukan hukum demonstrasi.6

Dalam sejarah Islam sendiri, tepatnya pada masa pemerintahan Khalifah Ustman bin Affan pernah mencatat adanya Demonstrasi. Dalam kurun waktu kurang lebih 12 tahun pemerintahan Khalifah Ustman bin Affan dapat dibagi menjadi dua tahap, pada 6 tahun pertama pemerintahan berjalan dengan normal, administrasi berjalan efektif, perluasan wilayah terus dilakukan serta pembangunan sarana prasarana umum berjalan lancar, sedangkan pada 6 tahun terakhir masa pemerintahannya mulai goyah oleh guncangan rakyat, terutama wilayah Kuffah, Basrah dan Mesir banyak menuai protes dari rakyat. Hal ini disebabkan oleh kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Khalifah Ustman bin Affan dinilai kurang adil, hal tersebut ditandai dengan pertama, pencopotan jabatan Gubernur Kuffah, Mesir dan Basrah yang digantikan oleh keluarganya sendiri sehingga mempengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintahan. Kedua, adanya isu penyelewengan dana baitul mall sehingga menuai protes yang

5 Rasmi Ridjang Sikati, Refleksi Amarah Mencari Jejak Amarah (Makassar: Link Pena Tebal,2000), hlm 5-20.

6 Ahmad Sarwat, Fiqih Politik, (Jakarta: DU CENTER), hlm. 77.

(14)

semakin hari semakin meluas dan puncaknya berakhir dengan demonstrasi secara masif di berbagai daerah.7

Dalam aksi demonstrasi sangat banyak kekerasan yang terjalin, Semacam permasalahan demonstrasi tahun 1998 yang menuntut turunnya Presiden Soeharto yang berujung bentrokan antara mahasiswa serta aparat Kepolisian yang sedang bertugas melindungi demonstrasi yang memforsir aparat Polisi buat membebaskan tembakan serta menimbulkan 7 mahasiswa tewas.

Di mata masyarakat, kekerasan yang dilakukan aparat Kepolisian dalam aksi demonstrasi terbilang ironis karena keberadaan aparat pada dasarnya adalah untuk melindungi rakyat. Peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran agresivitas aparat Kepolisian pada saat mengamankan aksi demonstrasi/unjuk rasa, mengapa terjadi tindakan agresif oleh aparat terhadap para demonstrasi, Hukuman apa yang seharusnya didapat oleh oknum aparat yang melakukan tindakan kekerasan, Serta tinjauan yuridis peraturan yang mengatur tentang unjuk rasa/demonstrasi serta bagaimana demonstrasi yang ada di hukum Islam.

B. Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Tindakan aksi demonstrasi yang sangat sulit untuk dikontrol, mengakibatkan banyaknya terjadinya aksi kekerasan yang terjadi yang dilakukan oleh aparat. Landasan dasar hukum yang belum terlalu mencakup menyeluruh dalam pengamanan dan penanganan aksi demonstrasi sehingga aksi kekerasan yang dilakukan terkesan semena-mena. Masalah yang dapat diidentifikasi penulis adalah sebagai berikut:

1. Tindakan kekerasan yang semena-mena

2. Faktor yang mendorong sehingga terjadi tindakan kekerasan

3. Dasar dan landasan hukum yang masih belum menyeluruh serta Kurangnya edukasi baik dari aparat dan massa demonstrasi.

7 http://artikelkomplit2011.blogspot.com/2011/11/demonstrasi-dalam-perspektif-Islam.

html, akses 18 Februari 2021.

(15)

5

2. Pembatasan Masalah

Untuk membatasi masalah penelitian ini, maka penulis memfokuskan subjek aparat (aparatur sipil negara) yaitu Kepolisian dan peraturan yang ditinjau yaitu Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum dan Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum, Serta peraturan lainya yang berhubungan dengan demonstrasi/unjuk rasa dan hubungan peraturan- peraturan itu dengan Islam.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah yang ingin dibahas dari penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Tinjauan Peraturan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum?

2. Bagaimana Penyampaian Pendapat Menurut Hukum Islam Melalui Aksi Unjuk Rasa/Demonstrasi?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian permasalahan diatas, maka dibawa ini dikemukakan tujuan dan manfaat penelitian adalah sebagai berikut:

Tujuan:

1. Untuk mengetahui tinjauan peraturan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

2. Untuk Mengetahui Penyampaian Pendapat Menurut Hukum Islam Melalui Aksi Demonstrasi/Unjuk Rasa.

2. Manfaat Penelitian:

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini ialah menambah dan meningkatkan kembali pengetahuan bagi penulis khususnya di bidang hukum pidana. Dapat menambah wawasan penulis terhadap kasus-kasus kekerasan demonstrasi yang terjadi di Indonesia. Penelitian ini juga dapat menjadi suatu

(16)

sumbangan pemikiran dari penulis untuk masyarakat maupun aparat penegak hukum dalam menangani suatu kasus kekerasan terhadap massa demonstran.

D. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Ditinjau dari sudut tujuan penelitian hukum, jenis metode penelitian yang digunakan, adalah penelitian hukum normative dalam hal ini kepustakaan, dan penelitian hukum sosiologis yang empiris. Penelitian hukum normative yang diteliti hanya bahan pustaka atau data sekunder.

2. Pendekatan Penelitian

Penulis menggunakan metode Pendekatan penelitian kualitatif. Metode kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, tindakan, dll.Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan beberapa pendekatan:

a. Pendekatan Peraturan-Peraturan Perundangan itu pendekatan dengan mengkaji sebuah peraturan-peraturan atau undang- undang dan regulasi yang terkait dengan isu hukum yang dibahas.

b. Pendekatan Konseptual yaitu pendekatan yang bermula dari doktrin- doktrin dan pandangan-pandangan yang berkembang dalam ilmu hukum.

c. Pendekatan Komparatif yaitu pendekatan dengan membandingkan peraturan yang ada di hukum Islam dan hukum positif.

3. Sumber Bahan Buku

a. Sumber Bahan Buku Primer 1) UUD 1945.

2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia (KUHP)

3) Ketetapan MPR Nomor XVV/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 19 “setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.

4) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum pasal 2 “setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok, bebas menyampaikan

(17)

7

pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”.

5) Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 16 Tahun 2006 Pengendalian Massa.

6) Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian Peraturan tersebut menjadi salah satu pegangan paling penting untuk aparat Kepolisian dalam menangani aksi unjuk rasa.

7) Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Peraturan ini menerangkan tentang peraturan Kepolisian yang dilindungi oleh HAM.

8) Peraturan Kepolisian Nomor 2 tahun 2019 tentang Penindakan Hura- Hura.

9) Peraturan Kepala Nomor 7 Tahun 2012 tentang tata cara penyelenggaraan pelayanan, pengamanan, dan penanganan perkara penyampaian pendapat di muka umum.

b. Sumber Bahan Buku Sekunder 1) Al-Quran dan Hadis;

2) Buku-buku yang terkait dengan demonstrasi;

3) Jurnal-jurnal hukum;

4) Artikel ilmiah;

5) Pendapat para ahli;

6) Kasus-kasus hukum yang berkaitan dengan demonstrasi/unjuk rasa.

c. Sumber Bahan Buku Tersier

1) KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) 4. Teknik Pengumpulan Bahan Buku

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen. Studi dokumen akan dilakukan terhadap data primer dan data sekunder. Dalam studi dokumen ini, sasaran utama kajian ini adalah dalam data

(18)

sekunder, dimana dalam sudut kekuatan yang mengikatnya terdiri dari bahan primer seperti, buku-buku hukum pidana, hukum acara pidana, buku hukum pembuktian, Al-Quran, hadis dan Undang-Undang yang berkaitan dengan pembuktian tindak pidana, serta bahan hukum sekunder seperti artikel-artikel dan hasil karya para ahli hukum.

5. Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Buku

Adapun teknik pengolahan dalam penelitian ini yaitu dilakukan dengan cara teknik deduktif yakni menarik sebuah kesimpulan dari suatu akar permasalahan yang peneliti ambil sesuai dengan rumusan masalah penelitian ini terhadap permasalahan konkret yang dihadapi.

Selanjutnya, bahan hukum yang ada tersebut dianalisis untuk melihat tinjauan peraturan tentang demonstrasi yaitu pada Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum dan peraturan lainya.

6. Teknik Penulisan

Teknik penulisan yang digunakan penulis dalam penelitian ini dengan menggunakan kaidah-kaidah pedoman buku “Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017.

E. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan pendekatan pemikiran mengenai hal-hal apa saja yang menjadi fokus pembahasan dalam skripsi ini, penulis menyusun sistematika penulisan yang terdiri dalam 5 (lima) bab dimana masing-masing bab berhubungan satu dan yang lain, yaitu:

BAB I : Pendahuluan

Bab ini akan membahas antara lain bagaimana Latar Belakang;

Identifikasi Masalah; Pembatasan Masalah; Perumusan masalah; Tujuan dan Manfaat Penelitian; Metode Penelitian;

Sistematika Penulisan.

BAB II :Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Kekerasan Dalam Aksi Demonstrasi

(19)

9

Dalam bab ini penulis akan menjelaskan antara lain, A.

Kerangka Konseptual antara lain Tindak Pidana, Kegiatan Demonstrasi, Aparat Kepolisian dan Tinjauan Yuridis. B.

Kerangka Teori, dan C. Tinjauan Review Kajian Terdahulu BAB III :Demonstrasi, Sanksi dan Pandangan Islam Terhadap

Demonstrasi/ Unjuk Rasa

Dalam bab ini penulis akan menjelaskan, Jenis-Jenis Pidana, Unsur-Unsur Pidana, Pertanggungjawaban Pidana dan Sanksi;

Asas-Asas Dalam Menyampaikan Pendapat; Sejarah Demonstrasi di Dunia; Sejarah Terbentuknya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum; Kewenangan Kepolisian Dalam Menangani Demonstrasi Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia; Faktor Umum Penyebab Tindak Pidana Kekerasan Dalam Aksi Demonstrasi; dan Pandangan Islam Terhadap Unjuk Rasa BAB IV :Tinjauan Yuridis Terhadap Peraturan Mengenai

Pengamanan dan Penanganan Demonstrasi

Dalam bab ini penulis akan menjelaskan tentang, Analisis Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 20012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum dan Analisis Sudut Pandang Islam Terhadap Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 20012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum

(20)

BAB V : Penutup, terdiri dari simpulan hasil penelitian dan saran yang diajukan oleh penulis berdasarkan hasil tinjauan yang diharapkan dapat menjadi sebuah masukan bagi pembaca tulisan ini dan untuk pihak-pihak yang terkait.

(21)

11 BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM AKSI DEMONSTRASI

A. Kerangka Konseptual 1. Tindak Pidana

Hukum pidana sangat banyak memiliki definisi baik menurut Undang- Undang, menurut para ahli, dan lain-lain. Dalam keilmuan hukum pidana dikenal dua perbedaan yaitu "Ius poenale" dan "Ius puniendi". Istilah "Ius punale" adalah hukum pidana, sedangkan istilah "Ius puniendi" adalah hak memidana.

Menurut Satochid bahwa hukum pidana itu dapat dipandang dari sudut:

a. Hukum pidana dalam arti objektif (Ius poenale) b. Hukum pidana dalam arti subjektif (Ius puniendi)

Hukum pidana dalam arti objektif dalam (Ius poenale) adalah sejumlah peraturan yang mengandung larangan-larangan atau keharusan-keharusan dimana terhadap pelanggarannya diancam dengan hukuman. Ius poenale dapat dibagi dalam:

a. Hukum pidana materiil b. Hukum pidana formil

Hukum pidana materiil berisikan peraturan-peraturan tentang perbuatan yang dapat diancam dengan hukuman, siapa-siapa yang dapat dihukum, hukum apa yang dapat dijatuhkan terhadap orang yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Undang-Undang. Hukum pidana formil adalah sejumlah peraturan-peraturan yang mengandung cara-cara negara mempergunakan haknya untuk melaksanakan hukuman.

Hukum pidana dalam arti subjektif (Ius puniendi) yaitu sejumlah peraturan yang mengatur hak negara untuk menghukum seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang.8

8 Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Kumpulan Kuliah, Bagian Satu, (Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa, TT), hlm 1-2

(22)

Adapun hukum pidana menurut Wirjono Prodjodikoro adalah peraturan hukum mengenai pidana.9 Kemudian Moeljanto bahwa hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:

a. Menentukan perbuatan-perbuatan apa yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.

b. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

c. Menentukan Dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.10

Menurut Bambang Purnomo, bahwa hukum pidana adalah keseluruhan aturan ketentuan hukum mengenai peraturan-peraturan yang dapat dihukum dan aturan pidananya.11

Sedangkan menurut S.R Sianturi tindak pidana adalah sebagai suatu tindakan pada, tempat, waktu, dan keadaan tertentu yang dilarang (atau diharuskan) dan diancam dengan pidana oleh Undang-Undang, bersifat melawan hukum, serta dengan kesalahan dilakukan oleh seseorang (yang bertanggung jawab).12

Selanjutnya Andi Hamzah dalam bukunya menggunakan istilah delik terhadap tindak pidana yang dimana memiliki arti suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh Undang-Undang (pidana).13 Sedangkan menurut J. Baumman, Iya berpendapat bahwasanya tindak pidana

9Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, (Bandung:

Eresco,1986), hlm. 1.

10 Moeljanto, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bima Aksara,1985), hlm. 1.

11 Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984), hlm. 19.

12 S.R Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana dan Penerapan, (Jakarta: Alumni Ahaem- Petehaem, 1996), hlm. 204.

13 Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineke Cipta, 1994), hlm. 72.

(23)

13

adalah apabila rumusan suatu delik terpenuhi oleh suatu perbuatan, dilakukan dengan kesalahan dan bersifat melawan hukum, kemudian menurut Mr. Karni tindak pidana memiliki arti yaitu apabila terdapat perlawanan hak dalam suatu perbuatan, yang dilakukan dengan salah, dan oleh orang yang sempurna akal sehatnya dan kepada siapa perbuatannya patut dipertanggungjawabkan.14 Dan selanjutnya yang terakhir ada W.P.J Pompe yang memiliki pendapat bahwa tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma ( gangguan terhadap tertib hukum) yang dilakukan oleh pelaku dengan sengaja dan pemberian hukuman perlu diberikan demi terpeliharanya tertib hukum serta kepentingan umum yang terjamin.15

Definisi tindak pidana dari penjelasan di atas bahwa suatu perbuatan yang harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

a) Harus ada suatu perbuatan manusia

b) Perbuatan manusia itu harus melawan hukum

c) Perbuatan itu diancam dengan tindak pidana yang terdapat dalam Undang-Undang

d) Dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab e) Perbuatan itu harus terjadi karena kesalahan si pembuat.16

Kemudian Hukum Pidana Islam, Istilah Hukum Pidana disebut dengan Fiqih jinayah. Jinayah berarti “Perbuatan yang dilarang oleh syara’ baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta maupun lainnya”. Pengertian lain yang lebih operasional adalah “segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban), sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad Saw”. Berdasarkan kedua pengertian tersebut dapat dinyatakan bahwa, fiqih jinayah adalah ilmu yang membicarakan tentang jenis-jenis hukum yang diperintahkan dan

14 Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit. hlm. 1.

15 PAF Lamintang, Delik-Delik Khusus, (Bandung: Sinar Baru,1984), hlm. 182.

16 Ishaq, Pengantar Hukum Indonesia Catatan ke-4, ( Depok: Rajawali Pers,2017), hlm.

137.

(24)

dilarang Al-Qur’an dan Hadis Nabi SAW, serta hukuman yang akan dikenakan kepada orang yang melanggar baik perintah maupun larangan tersebut.17 2. Kegiatan Demonstrasi

Unjuk rasa atau demonstrasi(“demo”) adalah sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang di hadapan umum. Menurut KBBI unjuk rasa adalah pernyataan protes yang dilakukan secara massal.18 Unjuk rasa biasanya dilakukan untuk menyatakan pendapat kelompok atau individu untuk menentang kebijakan yang dilaksanakan suatu pihak atau dapat pula dilakukan sebagai sebuah usaha upaya penekanan secara politik oleh kepentingan kelompok. Unjuk rasa pada umumnya dilakukan oleh kelompok masyarakat atau kelompok mahasiswa yang tidak setuju dengan pemerintah dan yang menentang kebijakan pemerintah. Namun bisa juga unjuk rasa atau demonstrasi dilakukannya oleh kelompok-kelompok lainnya dengan tujuan lainnya misalnya unjuk rasa terhadap perusahaan di tempat mereka bekerja.

Undang-Undang nomor 9 tahun 1998 tentang kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum dalam pasal 1 ayat 3 menjelaskan unjuk rasa atau demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan seseorang atau lebih, untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya secara demonstratif di muka umum, dengan asas keseimbangan antara hak dan kewajiban, musyawarah mufakat, kepastian hukum dan keadilan, proporsional, serta asas manfaat.19

Oxford dictionary menerjemahkan kata demokrasi sebagai public meeting or much about which people show that they would protesting against or supporting to take/go on a demonstration to hold/stage a demonstration mass

17 Asep Saepudin Jahar (Et.all), Hukum Keluarga, Pidana & Bisnis, (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 111.

18 KBBI.WEB.ID/Unjuk Rasa.

19 Undang-Undang No.9 Tahun 1998, Tentang Kebebasan Menyatakan Pendapat di Muka Umum.

(25)

15

demonstration in support of the exiled leader anti-government demonstration a peaceful/violent demonstration.20

Unjuk rasa dalam bahasa Arab disebut muzahrah atau masirah, yaitu sebuah media dan sarana penyampaian gagasan atau ide-ide yang dianggap benar dan berupaya menyiarkannya dalam bentuk pengerahan massa. Unjuk rasa merupakan sebuah sarana atau alat sangat terkait dengan tujuan digunakannya sarana atau alat tersebut dan cara penggunaannya. Sebagaimana misalnya pisau, dapat digunakan untuk berjihad, tetapi dapat juga digunakan untuk mencuri.21

Unjuk rasa merupakan bentuk ekspresi berpendapat yang merupakan hak setiap warga negara yang diatur dalam Undang-Undang. Demonstrasi adalah salah satu di antara sekian banyak cara menyampaikan pikiran atau pendapat.

Ketika demonstrasi menjunjung tinggi demokrasi, maka dipandang sebagai hal positif dan mempunyai nilai baik di mata masyarakat, namun ketika demonstrasi mengabaikan demokrasi maka dipandang masyarakat sebagai hal yang tercela atau negatif. Kebebasan menyampaikan pendapat melalui unjuk rasa atau demonstrasi merupakan bagian dari implementasi prinsip dasar demokrasi Pancasila yang dianut oleh semua warga negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat.

Di lain pihak, unjuk rasa merupakan elemen komunikasi yang sangat penting dalam advokasi dan umumnya digunakan untuk mengangkat suatu isu agar menjadi perhatian publik. Biasanya unjuk rasa bertujuan untuk menekan membuat keputusan untuk melakukan sesuatu, menunda ataupun menolak kebijakan yang akan dilakukan pembuat keputusan meskipun tidak semua pendapat yang disampaikan tidak didengar ataupun tidak sesuai dengan harapan. Keadaan seperti ini ditambah dengan faktor-faktor lain seperti adanya

20 Joyce M. Hawkins, Oxford Universal Dictionary (Oxford: Oxford University Press, 1995), hlm. 111.

21 al-Hayy, al-Farmawi, “al-Atsariyah”, Buletin Jum’at (Edisi 26 Tahun 2010).

(26)

hasutan dari pihak-pihak tertentu itu untuk melakukan tindakan anarki, ataupun karena adanya perasaan frustasi akibat suatu keadaan, maka timbullah anarki.22 3. Aparat Kepolisian

Apa yang orang-orang pikirkan jika mendengar kata aparat? Sebagian besar dari kita mungkin akan terbayang petugas keamanan seperti hansip, tentara, ataupun Polisi. Tidak salah memang karena petugas-petugas tersebut juga dapat disebut aparat keamanan. Atau istilah aparat negara yang mengacu pada orang-orang yang mengabdi pada negara seperti pegawai negeri sipil.

Jika berpedoman pada kamus besar bahasa Indonesia kata aparat memiliki beberapa pengertian. Yang pertama pengertian aparat adalah peralatan atau perlengkapan23. Aparat Tidak hanya terbatas pada orang saja, semua hal yang dapat dijadikan alat untuk melaksanakan suatu tujuan dapat kita sebut aparat.

Misalnya aparat radio yang berarti peralatan-peralatan yang membentuk sebuah radio sehingga dapat difungsikan untuk mendengarkan siaran radio.

Walaupun terdengar agak aneh dan tidak umum digunakan akan tetapi istilah ini baku dan terdapat dalam kamus besar bahasa Indonesia. Dalam hal penelitian ini aparat yang dimaksud adalah aparat yang menjalankan pemerintahan menjaga ketertiban dan keamanan dan lain sebagainya khususnya untuk aparat Kepolisian.

Pengertian aparat adalah sesuatu yang dimaksudkan bertujuan untuk mengorganisir suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh banyak orang secara teratur. Aparat juga merupakan organisasi yang berguna untuk mencapai tugas- tugas administratif dengan cara mengkoordinasikan berbagai pekerjaan dari banyak orang secara teratur atau sistematis.

Sejak orde baru tumbang, pintu demokrasi terbuka lebar, sehingga setiap orang bebas menyampaikan pendapatnya. Kebebasan menyampaikan pendapat tidak hanya ada dalam Undang-Undang saja melainkan sudah mendarah daging di masyarakat. Cara mengemukakannya pun beragam, mulai dari berupa

22 H. Abu Yasid, Fiqih Realitas; Respon Ma’had Aly Terhadap Wacana Hukum Islam Kontemporer( Cet. 1; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 3-4.

23 KBBI.WEB.ID/Aparat.

(27)

17

tulisan atau penuangan pikiran di surat kabar, majalah, di tempat umum, ataupun berupa orasi, dan juga bisa dalam bentuk mogok kerja atau mogok makan. Tempat mengemukakannya pun beragam, mulai dari jalanan, taman maupun gedung pemerintahan.

Berdasarkan waktu dan tempat melihat perkembangan istilah dalam kata Polisi mempunyai arti yang banyak yang cenderung dipengaruhi oleh penggunaan bahasa dan kebiasaan dari suatu negara itu sendiri, seperti di inggris menggunakan istilah “police” di Jerman menggunakan istilah

“polizei”, di Belanda “politie” dan di negara Amerika Serikat dipakai istilah

“sheriff”. Istilah “sheriff” ini sebenarnya merupakan bangunan social Inggris, selain itu di inggris dikenal adanya istilah “Constable” yang mengandung arti tertentu bagi pengertian Polisi, yaitu: pertama, sebutan untuk pangkat terendah di kalangan Kepolisian (police constable); dan kedua, berarti kantor Polisi (police constable).24

Sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa Polisi diartikan:

1. Sebagai badan pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum (seperti menangkap orang yang melanggar Undang- Undang dsb.)

2. Anggota dari badan pemerintahan (Pengawal negara yang bertugas menjaga keamanan dsb.)25

Pengertian lain sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1 undang undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI, Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga Polisi sesuai dengan peraturan perUndang-Undang.

Tugas Polisi secara umum sebagaimana tercantum dalam pasal 13 UU nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, menyebutkan bahwa tugas pokok Kepolisian republik Indonesia adalah;

1. Memberikan keamanan dan ketertiban masyarakat

24 Momo kelana, Hukum Kepolisian, edisi ketiga (Jakarta: PTIK,1984), hlm. 15.

25 W.J.S Purwodarminto, Kamus umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), hlm. 763.

(28)

2. Menegakkan hukum

3. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Sebagai pendukung tugas pokok tersebut di atas, Kepolisian juga memiliki tugas-tugas lain sebagaimana tercantum dalam pasal 14 ayat (1) sebagai berikut;

● Melaksanakan pengaturan penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan sesuai kebutuhan;

● Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan;

● Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

● Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat, serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan Undang-Undang;

● Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap Kepolisian, penyidik pegawai negeri sipil dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

● Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum: melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap Kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

● Menyelenggarakan identifikasi Kepolisian, kedokteran Kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi Kepolisian untuk kepentingan tugas Kepolisian;

● Menyelenggarakan penyelidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan Undang-Undang;

● Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi/ pihak berwenang;

● Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan dan/ atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

(29)

19

● Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingan dalam lingkup tugas Kepolisian;

● Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan Undang- Undang.26

4. Tinjauan Yuridis

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, pengertian tinjauan adalah mempelajari dengan cermat, memeriksa (untuk memahami), pandangan, pendapat (sesudah menyelidiki, mempelajari, dan sebagainya). Menurut kamus hukum, kata yuridis berasal dari kata Yuridisch yang berarti menurut hukum atau dari segi hukum. Dapat disimpulkan kata tinjauan yuridis berarti mempelajari dengan cermat, memeriksa (untuk memahami), suatu pandangan atau pendapat dari segi hukum.

B. Kerangka Teori Teori Pemidanaan

Ada beberapa teori pemidanaan yang dapat dijadikan dasar atau ulasan oleh negara dalam menjatuhkan pidana. Adapun teori pemidanaan tersebut adalah:27

a. Teori Pembalasan (Teori Absolute/Retributive/Vergeldingstheorieen) Teori ini menjatuhkan pidana dilihat dari perbuatan atau kesalahan pelaku, teori ini diperkenalkan oleh Kent dan Hogel.

b. Teori Tujuan (Teori relatif/Utilitarian/Doeltheorieen)

Tujuan membenarkan pemidanaan berdasarkan atau tergantung kepada tujuan pemidanaan, yaitu untuk perlindungan masyarakat atau pencegahan terjadinya kejahatan.

c. Teori Gabungan (Virenigingstheorieen)

Menurut teori ini dasar penjatuhan pidana dilihat dari unsur pembalasan dan juga untuk memperbaiki penjahatnya, artinya dasar pemidanaan terletak

26 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, Tentang Kepolisian Republik Indonesia

27 Puteri Hikmawati, Pidana Pengawasan Sebagai Pengganti Pidana Bersyarat Menuju Keadilan Restorative, (Jakarta: Negara Hukum, Vol.7, 2016), hlm.76.

(30)

pada kejahatan dan tujuan dari pidana itu sendiri. Teori ini diperkenalkan oleh Prins, van Hammel, Van List dengan pandangan sebagai berikut:

1. Ilmu Hukum Pidana dan Perundangan pidana harus memperhatikan sebuah hasil ilmia antropologi dan sosiologi

2. Tujuan terpenting dalam sebuah pidana adalah memberantas kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat.

3. Pidana suatu dari yang paling sangat efektif yang bisa digunakan pemerintah sebagai alat pemberantas kejahatan.

C. Tinjauan Review Kajian Terdahulu

Dalam penelitian ini, penulis melakukan analisis terhadap kajian terdahulu sebagai bahan pertimbangan dan perbandingan dalam penelitian ini. Berikut paparan tinjauan pustaka atas sebagian karya-karya penelitian tersebut:

Skripsi saudara Herawati mahasiswa Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, yang berjudul “Peranan Kepolisian Dalam Menanggulangi Unjuk Rasa di Kota Makassar (Perspektif HAM dan Hukum Islam)28. Dalam penelitian skripsi saudari Herawati fokus dalam hal apa yang Kepolisian lakukan dalam menanggulangi aksi unjuk rasa dan terbatas di wilayah Kota Makassar.

Agus Sapari Ni Made Taganing Kurniati, “Gambaran Agresivitas Aparat Kepolisian Yang Menangani Demonstrasi”.29 Dalam penelitiannya penulis menjelaskan secara mendetail tentang gambaran tindak kekerasan aparat Kepolisian terhadap gelombang massa demonstran, serta hanya menjelaskan sudut pandang hukum positif tanpa menambahkan sudut pandang hukum Islam.

Dalam penelitiannya tidak menjelaskan hukuman apa yang akan didapatkan oleh Kepolisian apabila terbukti melakukan tindak kekerasan, tidak

28 Herawati, Peranan Kepolisian Dalam Menanggulangi Unjuk Rasa di Kota Makassar (Perspektif HAM dan Hukum Islam), (Makasar:UIN Makassar,2012)

29 Agus Sapari Ni Made Taganing Kurniati, Gambaran Agresivitas Aparat Kepolisian Yang Menangani Demonstrasi, 2008.Jakarta: Universitas Guna Darma.

(31)

21

menjelaskan dampak yang terjadi pada demonstran yang mengalami tindak kekerasan.

Skripsi Saudara Sofwan Asfa mahasiswa Universitas Islam Negeri Raden Intan lampung yang berjudul “Analisis Fiqh Siyasah dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Depan Umum Terhadap Aksi demonstrasi di Indonesia”30. Dalam skripsi Saudara Sofwan Asfa, fokus terhadap kajian Fiqh Siyasah atau Hukum Tata Negara dalam hal demonstrasi.

Skripsi saudara Damar Dono skripsi mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (03370276), berjudul “ Aksi Demonstrasi Perspektif Hukum Pidana Islam”. Kendati mempunyai kesamaan dalam objek penelitiannya, namun skripsi lebih menyoroti sisi yuridis aksi demonstrasi dari perspektif politik Islam31.

Juga terdapat pada skripsi saudara Muhammad Wildan Wakhid dengan judul “ Amr Ma`ruf Nahi Munkar Kepada Pemerintah Melalui Aksi Demonstrasi (Telaah Pandangan Salafi dan Al-Ikhwan Al- Muslimun).“32Skripsi ini menjelaskan tentang demonstrasi dalam pemikiran Salafi dan Ikhwanul Muslimin. Yang diangkat pada skripsi tersebut masih didominasi oleh kerangka pikir filosofis-idealistik suatu golongan. Skripsi saudara Muhammad Anwar Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang memiliki skripsi yang berjudul “Demonstrasi Dalam Undang-Undang No.9 Tahun 1998 (Perspektif hukum Islam). Dalam skripsi nya menjelaskan tentang

30 Asfa Sofwan, Analisis Fiqih Siyasah dan Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Depan Umum Terhadap Aksi Demonstrasi di Indonesia, (Lampung:Universitas Lampung, 2020)

31 Damar Dono, Aksi Demonstrasi Perspektif Hukum Pidana Islam, skripsi Fakultas Syari`ah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2010.

32 Muhammad Wildan Wakhid, Amr Ma`ruf Nahi Munkar Kepada Pemerintah Melalui Aksi Demonstrasi(Telaah Pandangan Salafi dan Al-Ikhwan Al-Muslimun),Skripsi Fakultas Syari`ah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta 2011.

(32)

terfokus pada demonstrasi yang ada di dalam Undang-Undang N0.9 Tahun 1998 yang ditinjau dengan hukum Islam.33

Dari skripsi diatas, penyusun belum menemukan skripsi yang membahas tentang gabungan demonstrasi dari sudut pandang hukum positif dan hukum Islam. Serta penyusun lebih fokus ke tinjauan kekerasan yang dilakukan aparat terhadap massa demonstrasi.

Oleh karena itulah disini penulis ingin melengkapi dan menambahi kembali hasil kajian studi terdahulu. Yang memuat pembahasan tambahan lainnya misalkan tentang tinjauan kekerasan aparat dari sudut pandang hukum Islam dan masih banyak lagi. Maka dari itu penulis meneliti tentang TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP KEGIATAN DEMONSTRASI YANG DILAKUKAN APARAT KEPOLISIAN DALAM KAJIAN YURIDIS.

33 Anwar Muhammad, Demonstrasi Dalam Undang-Undang No.9 Tahun 1998 (Perspektif hukum Islam), Skripsi Fakultas Syahriah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta 2014.

(33)

23 BAB III

DEMONSTRASI, SANKSI DAN PANDANGAN ISLAM TERHADAP DEMONSTRASI/UNJUK RASA

A. Jenis-Jenis Pidana, Unsur-Unsur Tindak Pidana, Pertanggungjawaban Pidana dan Sanksi.

Jenis-Jenis Hukum Pidana:

a. Hukum Pidana Umum adalah Hukum Pidana yang berlaku untuk setiap orang. Sumbernya ada dalam KUHP. KUHP terdiri dari tiga buku: Buku I tentang Ketentuan Umum, dari Pasal 1 – Pasal 103; Buku II tentang Kejahatan, dari Pasal 104 - Pasal 448; dan Buku III tentang Pelanggaran, Pasal 449 – Pasal 569.34

b. Hukum Pidana Khusus (bijzonder strafrecht) adalah aturan-aturan hukum pidana yang menyimpang dari hukum pidana umum. Penyimpangan ini terkait dengan ketentuan tersebut hanya untuk subjek hukum tertentu atau mengatur tentang perbuatan-perbuatan tertentu (Hukum Pidana Tentara, Hukum Pidana Fiskal, Hukum Pidana Ekonomi dan Hukum Pidana Politik).35

Pertanggungjawaban pidana adalah suatu perbuatan yang harus dipertanggungjawabkan seseorang atas perbuatan kesalahan yang bertentangan dengan Undang-Undang yang dilakukannya. Menurut Moeljanto kesalahan dapat terjadi karena ada dua sebab yakni kesengajaan (opzet), dan kelalaian (culpa).

Berdasarkan teori hukum pidana Indonesia, kesengajaan terdiri dari tiga macam, yaitu sebagai berikut:

a. Kesengajaan yang bersifat tujuan

Bahwa dengan kesengajaan yang bersifat tujuan, si pelaku dapat dipertanggungjawabkan dan mudah dapat dimengerti oleh khalayak umum.

34 Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) 2012.

35 E,Utrecht, Hukum Pidana I, (Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 1994), hlm. 67-75.

(34)

Apabila kesengajaan seperti ini ada pada suatu tindak pidana, si pelaku pantas dikenakan hukum pidana. Karena dengan adanya kesengajaan yang bersifat tujuan ini, berarti si pelaku benar-benar menghendaki mencapai suatu akibat yang menjadi pokok alasan diadakannya ancaman ini.

b. Kesengajaan secara keinsafan kepastian

Kesengajaan ini ada apabila si pelaku, dengan perbuatannya tidak bertujuan untuk mencapai akibat yang menjadi dasar dari delik, tetapi ia tahu benar bahwa akibat itu pasti akan mengikuti perbuatan itu.

c. Kesengajaan secara keinsafan kemungkinan

Kesengajaan ini yang terang-terang tidak disertai bayangan suatu kepastian akan terjadi akibat yang bersangkutan, melainkan hanya dibayangkan suatu kemungkinan belaka akan akibat itu. Selanjutnya mengenai kealpaan karena merupakan bentuk dari kesalahan yang menghasilkan dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan seseorang yang dilakukannya.36

Kelalaian (Culpa) terletak antara sengaja dan kebetulan, bagaimanapun juga culpa dipandang lebih ringan dibanding dengan sengaja, oleh karena itu delik culpa merupakan delik semu (quasideliet) sehingga diadakan pengurangan pidana. Delik culpa mengandung dua macam, yaitu delik kelalaian yang menimbulkan akibat dan yang tidak menimbulkan akibat, tetapi yang diancam dengan pidana ialah perbuatan ke tidak hati-hatian itu sendiri, perbedaan antara keduanya sangat mudah dipahami yaitu kelalaian yang menimbulkan akibat dengan terjadinya akibat itu maka diciptakan delik kelalaian, baik yang tidak perlu menimbulkan akibat dengan kelalaian itu sendiri sudah diancam dengan pidana.37

Menurut Andi Hamzah pertanggungjawaban pidana mengandung makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-Undang , maka orang tersebut patut mempertanggungjawabkan perbuatan sesuai dengan kesalahannya, dengan

36 Moeljanto, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum pidana (Jakarta: Bina Asmara, 2003), hlm.46.

37 Ibid. hlm.48.

(35)

25

kata lain orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukkan pandangan normatif mengenai kesalahan yang telah dilakukan oleh orang tersebut.38

Menurut Barda Nawawi Arief, dalam pertanggungjawaban pidana terdapat asas kesalahan (asas culpabilitas), yang didasarkan atas keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan pada nilai kepastian.

Walaupun konsep berprinsip bahwa pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan, namun dalam beberapa hal tidak menutup kemungkinan adanya pertanggungjawaban pengganti (Vicarious liability) dan pertanggungjawaban yang ketat (strict liability). Masalahnya kesesatan (error) baik kesesatan mengenai keadaannya (error facti) maupun kesesatan mengenai hukuman sesuai dengan konsep merupakan salah satu alasan pemaaf sehingga pelaku tidak dipidana kecuali kesesatan nya itu patut dipersalahkan kepadanya.39

Pertanggungjawaban pidana (Criminal responsibility) dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggungjawabkan atau suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak.

Untuk dapat dipidananya si pelaku, di isyaratkan bahwa tindak pidana yang dilakukannya itu memenuhi unsur-unsur yang ditentukan dalam Undang- Undang. Dilihat dari sudut terjadinya tindakan yang dilarang, seseorang akan dipertanggungjawabkan atas tindakan-tindakan tersebut, apabila tindakan tersebut melawan hukum serta tidak ada alasan pembenar atau peniadaan sifat melawan hukum untuk pidana yang dilakukan.40

Berdasarkan hal tersebut maka pertanggungjawaban pidana atau kesalahan menurut Moeljanto terdiri atas tiga syarat yaitu:

38 Andi Hamzah, Op.Cit. hlm 15.

39 Barda Nawawi Arif, Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 35.

40 Moeljanto, Op.Cit. hlm.6.

(36)

a. Kemampuan bertanggung jawab atau dapat dipertanggungjawabkan dari si pembuat

b. Adanya perbuatan melawan hukum yaitu suatu sikap psikis si pelaku yang berhubungan dengan kelakuan yaitu disengaja dan sikap kurang hati-hati atau lalai.

c. Tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan pertanggungjawaban pidana bagi si pembuat.41

Sanksi berasal dari bahasa Belanda yaitu Sanctie yang artinya ancaman hukuman. Istilah sanksi adalah istilah yang kerap digunakan dalam berbagai aturan hukum di kalangan masyarakat, salah satunya yaitu dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sehingga penggunaan kalimat sanksi dalam KUHP, lebih sering disebut sebagai sanksi pidana atau bahkan hanya disebut pidana saja. Sanksi pidana adalah ancaman hukuman yang bersifat penderitaan dan siksaan.

Sanksi adalah suatu langkah hukuman yang diberikan oleh negara atau kelompok tertentu karena telah melanggar sebuah peraturan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok. Sistem hukum pidana ada dua jenis sanksi yang mempunyai kedudukan yang sama, yaitu sanksi pidana dan sanksi tindakan.

Sanksi pidana merupakan jenis sanksi yang paling banyak digunakan di dalam menjatuhkan hukuman terhadap seseorang yang dinyatakan bersalah melakukan perbuatan pidana.42

Sanksi diartikan sebagai tanggungan, tindakan, hukuman untuk memaksa orang menepati perjanjian atau menaati Undang-Undang.43 Sanksi tindakan merupakan jenis sanksi yang lebih banyak diluar KUHP, bentuk-bentuknya yaitu berupa perawatan di rumah sakit dan dikembalikan pada orang tuanya atau walinya bagi orang yang tidak mampu bertanggung jawab dan anak yang masih dibawah umur.44

41 Moeljanto, Op.Cit. hlm.7.

42 Mahrus Ali. Dasar-Dasar Hukum Pidana (Jakarta:2015), hlm. 193.

43 Ibid, hlm. 202.

44 Pasal 44 dan Pasal 45 KUHP.

(37)

27

Sanksi pidana merupakan suatu nestapa atau penderitaan yang ditimpakan kepada seseorang yang bersalah melakukan perbuatan yang dilarang oleh hukum pidana, dengan adanya sanksi tersebut diharapkan orang tidak akan melakukan tindak pidana.45

Black’s Law Dictionary Henry Campbell Black memberikan pengertian sanksi pidana sebagai punishment attached to conviction at crime such fines, probation and sentences (suatu pidana yang dijatuhkan untuk menghukum suatu penjahat (kejahatan) seperti dengan pidana denda, pidana pengawasan dan pidana penjara.)46

Sanksi tindakan adalah suatu sanksi yang bersifat antisipatif bukan reaktif terhadap pelaku tindak pidana yang berbasis pada filsafat determinisme dalam ragam bentuk sanksi yang dinamis (open system) dan spesifikasi non penderitaan atau perampasan kemerdekaan dengan tujuan untuk memulihkan keadaan tertentu bagi pelaku maupun korban bagi perseorangan, badan hukum maupun perdata.47

Secara istilah, dalam hukum pidana Islam disebutkan, hukuman adalah seperti didefinisikan oleh Abdul Qodir Audah Hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk memelihara kepentingan masyarakat, karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan syara.

Dari sini dapat kita simpulkan bahwa sanksi merupakan balasan yang setimpal atas perbuatan pelaku kejahatan yang mengakibatkan orang lain menjadi korban akibat perbuatannya. Dalam hal ungkapan yang lain, sanksi adalah pemberian derita dan kesengsaraan dari pelaku kejahatan sebagai balasan yang diterima si pelaku akibat pelanggaran perintah syara.48

Esensi dari pemberian hukuman bagi pelaku suatu jarimah menurut Islam adalah pencegahan (ar-radu waz zahru), perbaikan dan pengajaran (al ishlah wat-tahdzib). Dengan tujuan tersebut pelaku jarimah diharapkan tidak

45 Mahrus Ali, Op.Cit. hlm. 194

46 Mahrus Ali, Op.Cit hlm. 195

47 Ibid, hlm. 202.

48 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia,2000, hlm. 59.

(38)

mengulangi perbuatannya lagi. Adapun tujuan dari pemberian hukuman yaitu:49

1. Pencegahan

Pencegahan adalah menahan orang yang berbuat jarimah agar ia tidak mengulangi perbuatan jarimanya atau ia tidak akan terus menerus melakukan jarimah tersebut. Pencegahan juga mengandung arti mencegah orang lain selain pelaku agar ia tidak ikut melakukan jarimah. Sebab dengan begitu ia bisa mengetahui bahwa hukuman yang dikenakan kepada pelaku juga akan dikenakan terhadap orang lain yang juga melakukan perbuatan yang sama.

2. Perbaikan dan pengajaran

Tujuan yang kedua dari penjatuhan hukuman adalah mendidik pelaku jarimah agar ia menjadi orang yang lebih baik dan dapat menyadari bahwa apa yang ia lakukan adalah salah.

Sedangkan tujuan sanksi (hukuman) pada hukum Nasional Indonesia telah mengalami beberapa fase, fase-fase tersebut adalah:

a. Fase balasan perseorangan (Vengeance-Privee:al-intiqamul-fardi) Pada fase ini, Sanksi berada di tangan perseorangan yang bertindak atas dasar perasaan hendak menjaga diri mereka dari penyerangan dan atas dasar naluri hendak membalas orang yang menyerangnya.

b. Fase balasan tuhan atau balasan umum (Vengeance divine: al-intiqamul Illahi)

Yang dimaksud balasan Tuhan adalah bahwa orang yang berbuat harus menebus kesalahannya. Sedangkan balasan umum adalah agar orang yang berbuat merasa jera dan orang lain pun tidak untuk meniru perbuatannya.

c. Fase Kemanusiaan (Humanitaire; al-ashrul insani)

49 Abdul Qadir Audah, at-Tasyri’ al-Islami, Juz 1,’ dalam Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam: Fikih Jinayah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hlm.

118.

(39)

29

Pada fase kemanusiaan, prinsip-prinsip keadilan dan kasih sayang dalam mendidik dan memperbaiki diri orang yang berbuat mulai dipakai.

d. Fase Keilmuan (Scientifique: al-ashrul-‘ilmi)

Pada fase ini muncullah aliran Italia yang didasarkan pada tiga pikiran, yaitu: hukuman mempunyai tujuan dan tugas ilmiah, macam masa dan bentuk hukuman aturan-aturan abstrak yang mengharuskan diberlakukannya perbuatan-perbuatan jariah dalam tingkatan dan keadaan yang sama.50

B. Asas-Asas Dalam Menyampaikan Pendapat

Setiap orang berhak dan bebas dalam menyampaikan pendapat, pandangan, kehendak, atau perasaan yang bebas dari tekanan fisik, psikis, atau pembatasan yang bertentangan dengan tujuan pengaturan tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum (Penjelasan pasal 5 UU No. 9 Tahun 1998). Pentingnya kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab dapat dilihat dalam tujuan pengaturan tentang kemerdekaan mengemukakan pendapat di muka umum sebagaimana dalam pasal 4 Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1998:

1. Kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab dimaksudkan untuk mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

2. Kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab dimaksudkan untuk dapat mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat.

3. Kemerdekaan mengemukakan pendapat dapat secara bebas dan bertanggung jawab dimaksudkan untuk mewujudkan iklim yang kondusif bagi perkembangan partisipasi dan kreativitas setiap warga

50 Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), hlm. 257.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan layanan jasa Bank Syariah Mandiri saya telah menggunakan sistem bagi hasil sesuai dengan prinsip syariah.. Saya bangga menjadi nasabah Bank

Dalam penetapan biaya untuk layanan referensi di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh pasca perpindahan lokasi sesuai dengan Standar Badan Arsip dan Perpustakaan tahun 2016

Berdasarkan analisis barcode secara molekuler menggunakan COI, maka didapatkan hasil pada nomor spesimen 1 secara identifikasi morfologi spesies Macrobrachium malayanum

KS-07 Determinasi Hormon Kortisol dalam Serum Darah sebagai Indikator Stres pada Sapi Potong yang Disembelih dengan dan Tanpa Pemingsanan. Hadri Latif, Koekoeh Santoso,

Dari hasil yang telah disimulasikan pada berbagai macam material terlihat bahwa tegangan sangat berpengaruh terhadap proses pertumbuhan pemohonan listrik karena dengan

Usaha lain yang dilakukan oleh kepala sekolah untuk meningkatkan kualitas guru dan tenaga pendidik adalah dengan mengajak para guru dan tenaga pendidik untuk

Metode setor adalah memperdengarkan hafalan-hafalan baru kepada pembimbing atau ustadz. Metode ini wajib dilakukan oleh seluruh santri, karena pada waktu ini