• Tidak ada hasil yang ditemukan

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN"

Copied!
277
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Sebagaimana diamanatkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk menyusun dan menyampaikan laporan keuangan pemerintah daerah sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Pemerintah Kabupaten Pemalang sebagai entitas pelaporan berkewajiban pula untuk membuat laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dengan menyusun laporan keuangan berupa Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan Atas Laporan Keuangan.

Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Pemalang mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, dan berdasarkan kaidah-kaidah pengelolaan keuangan yang sehat dalam pemerintahan.

Laporan Keuangan ini telah disusun dan disajikan dengan basis akrual sehingga menyajikan informasi keuangan yang transparan, akurat dan akuntabel.

Laporan Keuangan ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna kepada para pemakai laporan khususnya sebagai sarana untuk meningkatkan akuntabilitas / pertanggunjawaban dan transparansi pengelolaan keuangan daerah di Kabupaten Pemalang. Disamping itu, laporan keuangan ini juga dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada manajemen dalam mengambil keputusan dalam usaha untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).

1.1 MAKSUD DAN TUJUAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 101 yang mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa Laporan Keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Selanjutnya pada Pasal 102 ayat (1) ditentukan batas waktu paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Tahun Anggaran Berakhir bagi Pemerintah Daerah untuk menyampaikan Laporan Keuangan Kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Pada Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan disebutkan bahwa Laporan

keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi

keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan

selama satu periode pelaporan Laporan keuangan antara lain digunakan untuk

membandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan dengan

anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas

dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya

terhadap peraturan perundang-undangan.

(5)

2 Setiap entitas pelaporan termasuk Pemerintah Kabupaten Pemalang memiliki kewajiban untuk melaporkan upaya-upaya yang telah dilakukan serta hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan kegiatan secara sitematis dan terstruktur pada satu periode pelaporan untuk kepentingan:

a. Akuntabilitas

Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan/diamanahkan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.

b. Manajemen

Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan APBD Kabupaten Pemalang TA 2020 sehingga akan memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset, kewajiban dan ekuitas dana pemerintah untuk kepentingan masyarakat.

c. Transparansi

Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat dengan pertimbangan sebagai pihak yang memberikan amanah maka masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan termasuk ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan.

d. Keseimbangan Antargenerasi (Intergeneration Equity)

Membantu para pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan pemerintah pada periode pelaporan dalam membiayai seluruh pengeluarannya. Dari sini dapat diketahui apakah generasi yang akan datang akan ikut menanggung pengeluaran tersebut (dengan melihat informasi yang berkenaan dengan kewajiban/hutang daerah).

Kemudian pada Paragraf 26 Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan diyatakan bahwa tujuan pelaporan keuangan pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang bermanfaat bagi pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan:

a. Menyediakan informasi tentang sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya keuangan;

b. Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan untuk membiayai seluruh pengeluaran;

c. Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah dicapai;

d. Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya;

e. Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas pelaporan

berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka pendek maupun

jangka panjang, termasuk yang dari pungutan pajak dan pinjaman;

(6)

3 f. Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan, apakah mengalami

kenaikan atau penurunan, sebagai akibat dari kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan.

1.2 LANDASAN HUKUM PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN Landasan hukum penyusunan laporan keuangan adalah sebagai berikut:

a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah;

d. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;

e. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah;

f. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

g. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah;

h. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;

i. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011;

j. Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang Nomor 24 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Kabupaten Pemalang Tahun 2005- 2025 (Lembaran Daerah Kabupaten Pemalang Nomor 1);

k. Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang Nomor 12 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Pemalang Tahun 2016-2021 (Lembaran Daerah Kabupaten Pemalang Tahun 2016 Nomor 12);

l. Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Pemalang Tahun Anggaran 2020 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Pemalang Tahun Anggaran 2020.

m. Peraturan Bupati Pemalang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah Kabupaten Pemalang;

n. Peraturan Bupati Pemalang Nomor 19 Tahun 2014 tentang Kebijakan Akuntansi

Pemerintah Daerah Kabupaten Pemalang sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Bupati Pemalang Nomor 52 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas

Peraturan Bupati Pemalang Nomor 19 Tahun 2015 tentang Kebijakan Akuntansi

Pemerintah Daerah Kabupaten Pemalang;

(7)

4 o. Peraturan Bupati Nomor 70 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan

Bupati Nomor 19 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah Kabupaten Pemalang.

p. Peraturan Bupati Nomor 71 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah Kabupaten Pemalang.

q. Peraturan Bupati Pemalang Nomor 98 Tahun 2019 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Pemalang Tahun Anggaran 2020 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Bupati Pemalang Nomor 75 Tahun 2020 tentang Penjabaran Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Pemalang Tahun Anggaran 2020.

1.3 SISTEMATIKA PENULISAN CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Bab I Pendahuluan

1.1. Maksud dan Tujuan Penyusunan Laporan Keuangan 1.2. Landasan Hukum Penyusunan Laporan Keuangan 1.3. Sistematika Penulisan Catatan Atas Laporan Keuangan Bab II Ekonomi Makro, Capaian Kinerja Makro,Kebijakan Keuangan dan

Pencapaian Target Kinerja APBD 2.1 Capaian Kinerja Ekonomi Makro

2.1.1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2.1.2 Persentase Penduduk Miskin

2.1.3 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 2.1.4 Pertumbuhan Ekonomi

2.1.5 PDRB perkapita 2.1.6 Indeks Gini 2.2 Kebijakan Keuangan

2.2.1 Pengelolaan Pendapatan Daerah 2.3 Pengelolaan belanja Daerah

2.3.1 Kebijakan Umum Belanja Daerah 2.4 Pengelolaan Pembiayaan Daerah

2.4.1 Kebijakan umum pembiayaan Bab III Ikhtisar Pencapaian Kinerja Keuangan

3.1 Ikhtisar Pencapaian Kinerja Keuangan 3.1.1 Pendapatan

3.1.2 Belanja

3.2 Hambatan dan Kendala yang Ada Dalam Pencapaian Target yang Telah Ditetapkan

3.2.1 Permasalahan dan Solusi Pendapatan Daerah 3.2.2 Permasalahan Utama Belanja Derah dan Solusinya 3.2.3 Permasalahan Utama Pembiayaan Daerah dan

Solusinya BAB IV Kebijakan Akuntansi

4.1 Entitas Pelaporan

4.2 Basis Akuntansi

(8)

5 4.3 Kebijakan Pengukuran

4.3.1 Kas dan Setara Kas 4.3.2 Investasi Jangka Pendek 4.3.3 Piutang

4.3.4 Beban Dibayar Dimuka 4.3.5 Persediaan

4.3.6 Aset Untuk Dikonsolidasikan 4.3.7 Investasi Jangka Panjang 4.3.8 Aset Tetap

4.3.9 Pengeluaran Setelah Perolehan (Subsequent Expenditures)

4.3.10 Penyusutan

4.3.11 Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan 4.3.12 Dana Cadangan

4.3.13 Aset Lainnya

4.3.14 Amortisasi Aset Lainnya

4.3.15 Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) 4.3.16 Utang Bunga (Accrued Interest) 4.3.17 Utang Jangka Pendek Lainnya 4.3.18 Kewajiban untuk Dikonsolidasikan 4.3.19 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang 4.3.20 Pendapatan Diterima Dimuka

4.3.21 Utang Beban

4.3.22 Utang Jangka Pendek Lainnya 4.3.23 Utang Dalam Negeri

4.3.24 Ekuitas

4.3.25 Pendapatan – LRA 4.3.26 Belanja

4.3.27 Transfer 4.3.28 Pembiayaan

4.3.29 Saldo Anggaran Lebih (SAL) 4.3.30 Pendapatan–LO

4.3.31 Beban

4.4 Kebijakan Akuntansi Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi

4.4.1 Koreksi Kesalahan

4.4.2 Perubahan Kebijakan Akuntansi Bab V Penjelasan Pos-pos Laporan Keuangan

5.1. Laporan Realisasi Anggaran 5.1.1. Pendapatan LRA 5.1.2. Belanja

5.1.3. Transfer 5.1.4. Pembiayaan

5.2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih/ Penjelasan Laporan

SAL

(9)

6 5.2.1. Saldo Anggaran Lebih Awal

5.2.2. Penggunaan SAL sebagai Penerimaan Pembiayaan Tahun Berjalan

5.2.3. Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SILPA/SIKPA) 5.2.4. Koreksi Kesalahan Pembukuan Tahun Sebelumnya

5.2.5. Saldo Anggaran Lebih Akhir

5.3. Neraca / Penjelasan Pos-pos Neraca Perubahan SAL 5.3.1. Aset

5.3.2. Kewajiban 5.3.3. Ekuitas

5.4. Laporan Operasional / Penjelasan Pos-pos Laporan Operasional 5.4.1. Pendapatan-LO

5.4.2. Beban

5.4.3. Kegiatan Non Operasional 5.4.4. Pos Luar Biasa

5.5. Laporan Arus Kas / Penjelasan Pos – Pos Arus Kas 5.5.1. Arus Kas dari Aktivitas Operasi

5.5.2. Arus Kas dari Aktivitas Investasi 5.5.3. Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan 5.5.4. Arus Kas dari Aktivitas Transitoris 5.6. Laporan Perubahan Ekuitas

5.6.1. Saldo Awal

5.6.2. Surplus / Defisit LO 5.6.3. Koreksi Kesalahan

Bab VI Penjelasan atas Informasi Refocusing dan Realokasi Anggaran Terkait Penanganan Covid-19

6.1 Kebijakan Penganggaran

6.2 Peruntukan Refocusing Kegiatan dan Realokasi Anggaran 6.3 Rincian Penggunaan per OPD

6.4 Penanganan Pandemi Covid-19 yang bersumber dari Masyarakat/pihak ketiga

Bab VII Penjelasan Atas Informasi-informasi Non Keuangan 6.1. Umum

6.2. Kondisi Geografis

6.3. Gambaran Umum Demografis

6.4. Dokumen Perencanaan

Bab VIII Penutup

(10)

7 BAB II

EKONOMI MAKRO, KEBIJAKAN KEUANGAN DAN PENCAPAIAN TARGET KINERJA APBD

2.1 CAPAIAN KINERJA MAKRO

Capaian kinerja makro merupakan capaian kinerja yang menggambarkan keberhasilan penyelengaraan pemerintahan daerah secara umum dan juga merupakan indikator gabungan (komposit) dari berbagai kegiatan pembangunan ekonomi maupun sosial.

Capaian Indikator makro Kabupaten Pemalang sebagaimana terlihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1

Capaian Kinerja Indikator Makro

No Indikator Kinerja Makro Capaian Kinerja Tahun N-1

Capaian Kinerja Tahun

N

Perubahan (%)

1 Indeks Pembangunan Manusia 66,32% 66,32% -%

2 Persentase penduduk Miskin (%)

15,41% 16,02% 0,04

3. Tingkat Pengangguran Terbuka (%)

6,50% 7,64% 0,17

4 Pertumbuhan Ekonomi (%) 5,80% 5,14% -0,11

5 PDRB per Kapita (Rp) 19.559.774,46 17.540.000,00 -0,10

6 Indeks Gini 19,79 20,44 0,03

Sumber : BPS Kabupaten Pemalang , Indeks Gini (BPS Prov. Jawa Tengah)

2.1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah pengukuran perbandingan

dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup. IPM menjelaskan

bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh

pendapatan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya. IPM dibentuk oleh 3 (tiga)

dimensi dasar yaitu : Umur panjang dan hidup sehat, Pengetahuan dan Standar

hidup layak.

(11)

8 IPM Kabupaten Pemalang dari tahun ke tahun mengalami kenaikan yaitu pada tahun 2015 adalah 63,7, tahun 2016 sebesar 63,7, tahun 2017 sebesar 65,04, tahun 2018 sebesar 65,67, tahun 2019 sebesar 66,32. Namun pada tahun 2020 IPM Kabupaten Pemalang tidak bergeser sedikitpun dan tetap berada di angka 66,32, salah satu penyebabnya adalah adanya wabah pandemic covid-19.

2.1.2. Persentase Penduduk Miskin

Persentase Penduduk Miskin yang berada dibawah garis kemiskinan.

Penduduk miskin yaitu penduduk yang memiliki pengeluaran perkapita per bulan dibawah garis kemiskinan. Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Persentase penduduk miskin di Kabupaten Pemalang sebelum masa pandemic mengalami penurunan yang cukup signifikan.

Data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Pemalang, persentase penduduk miskin pada tahun 2015 sebesar 18,44%, tahun 2016 mengalami penurunan yaitu menjadi 18,30%, tahun 2017 turun lagi menjadi 17,34%, tahun 2018 turun menjadi 16,04%, dan tahun 2019 turun lagi menjadi 15,41%. Pada tahun 2020 persentase penduduk miskin di Kabupaten Pemalang mengalami kenaikan menjadi 16,02%. Terjadinya peningkatan persentase penduduk miskin ini salah satu penyebabnya adalah adanya wabah pandemic covid-19.

2.1.3. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja. TPT yang tinggi menunjukan bahwa terdapat banyak angkatan kerja yang tidak terserap pada pasar kerja.

Persentase TPT di Kabupaten Pemalang bergerak fluktuatif. Dari data yang

diperoleh pada tahun 2015 berada pada angka 7,13%, pada tahun 2016 menurun

menjadi 6,53%, tahun 2017 turun lagi menjadi 5,59%, namun pada tahun-tahun

berikutnya bergerak naik yaitu tahun 2018 menjadi 6,02%, tahun 2019 menjadi

6,5% dan tahun 2020 menjadi 7,64%. Kenaikan ini dipicu antara lain banyaknya

SMK yang tidak menyediakan jurusan sesuai kebutuhan di pasar kerja.

(12)

9 2.1.4. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi dalam kehidupan masyarakat, sehingga dipandang penting untuk melakukan penghitungan pertumbuhan ekonomi. Salah satu cara untuk menghitungnya adalah dengan menghitung nilai uang. Nilai uang akan tercermin pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Pertumbuhan ekonomi sebagai salah satu indikator utama pembangunan ekonomi daerah diukur dengan PDRB Atas Dasar Harga Konstan. Secara umum dapat dikatakan bahwa kondisi ekonomi Kabupaten Pemalang mengalami pertumbuhan, dari tahun ke tahun. Tahun 2015 sebesar 5,43%, tahun 2016 sebesar 5,31%, tahun 2017 naik menjadi 5,59$ dan tahun 2018 sebesar 5,7%

menjadi 5,8% pada Tahun 2019. Namun pada tahun 2020 mengalami penurunan menjadi 5,14%, turun 0,66% dari tahun 2019.

2.1.5. PDRB perkapita

Pendapatan per kapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan perkapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan per kapita juga merefleksikan PDRB perkapita. Pendapatan perkapita sering digunakan sebagai tolak ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah negara; semakin besar pendapatan per kapitanya, maka semakin besar juga kemungkinan negara itu memiliki tingkat pembangunan dan pendapatan rata-rata penduduk yang tinggi.

Pendapatan perkapita merupakan gambaran dan rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk selama satu tahun di suatu wilayah/daerah.

Data statistik ini merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk

mengukur tingkat kemakmuran suatu wilayah/daerah. Pendapatan perkapita

diperoleh dari hasil bagi antara PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan

(13)

10 tahun yang bersangkutan. Pertumbuhan PDRB yang dikaitkan dengan pertumbuhan penduduk.

Pertumbuhan pendapatan perkapita Kabupaten Pemalang pada tahun 2020 sebesar Rp17.540.000,00 mengalami penurunan dari tahun 2019 yang sebesar Rp.19.559.774,46. Bila dilihat perkembangan besarnya pendapatan perkapita Kabupaten Pemalang sejak tahun 2014 sampai dengan 2019 telah meningkat sebesar 61,12 persen dan menurun sebesar 0,10% pada tahun 2020.

2.1.6. Indeks Gini

Indeks Gini adalah koefisien yang digunakan untuk mengukur kesenjangan pendapatan dan kekayaan. Sejak tahun 2016 penghitungan Indeks Gini tidak lagi dilakukan di Kabupaten/Kota, penghitungan hanya sampai tingkat Provinsi. Angka pada tabel diatas diperoleh dari angka yang ada di BPS Provinsi Jawa Tengah.

2.2 KEBIJAKAN KEUANGAN

2.2.1. Pengelolaan Pendapatan Daerah

2.2.1.1. Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan

Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai

penambah nilai kekayaan bersih, yang meliputi semua penerimaan uang melalui

rekening kas umum daerah yang menambah ekuitas dana lancar dan merupakan

hak pemerintah daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar

kembali oleh daerah. Dengan demikian pendapatan daerah yang dianggarkan

dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat

dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Seluruh pendapatan daerah yang

dianggarkan dalam APBD dianggarkan secara bruto, yang mempunyai makna

bahwa jumlah pendapatan yang dianggarkan tidak boleh dikurangi dengan

belanja yang digunakan dalam rangka menghasilkan pendapatan tersebut dan

atau dikurangi dengan bagian pemerintah pusat/daerah lain dalam rangka bagi

hasil.

(14)

11 Berdasarkan Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2020 beserta perubahannya, maka upaya-upaya yang akan dilakukan untuk meningkatkan pendapatan antara lain sebagai berikut :

1) Pemantapan regulasi dan sistem operasional pemungutan pendapatan daerah, khususnya PBB dan PBHTB;

2) Intensifikasi pajak daerah dan retribusi daerah melalui pemetaan obyek pajak, pembebasan denda pajak, serta elektronifikasi berupa e-pajak, dan e-retribusi;

3) Memberikan kemudahan sistem pembayaran PBB yang bekerja sama dengan Perbankan;

4) Meningkatkan kualitas dan optimalisasi pengelolaan asset;

5) Meningkatkan pelayanan masyarakat dan perlindungan konsumen sebagai upaya peningkatan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak daerah dan retribusi daerah;

6) Meningkatkan koordinasi secara sinergis di bidang pendapatan daerah dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan perangkat daerah penghasil;

7) Mengoptimalkan kinerja BUMD untuk memberikan kontribusi secara signifikan terhadap pendapatan daerah;

8) Optimalisasi intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan PBB, Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (PPH OPDN), PPh Pasal 21 dan BPHTB sebagai bentuk kepatuhan masyarakat membayar pajak;

9) Meningkatkan akurasi data sumber daya alam dan data pendukung lainnya sebagai dasar perhitungan pembagian dalam dana perimbangan;

10) Meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah Pusat dalam perhitungan alokasi dana perimbangan.

Berdasarkan arah kebijakan umum pendapatan tersebut, maka upaya- upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan pendapatan antara lain :

1) Meningkatkan koordinasi Perangkat Daerah penghasil dalam upaya optimalisasi pendapatan daerah (baik aspek hukum, administrasi, ketersediaan sarana dan prasarana);

2) Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dengan menyempurnakan dan

melengkapi sarana prasarana penunjang pada Perangkat Daerah penghasil

untuk meningkatkan pendapatan daerah;

(15)

12 3) Melakukan fasilitasi, asistensi, dan koordinasi Perangkat Daerah untuk menghindari adanya tumpang-tindih pungutan dan optimalisasi pendapatan daerah;

4) Membuat data base dan pemetaan data tentang potensi pendapatan daerah sebagai data dasar penghitungan PAD;

5) Melaksanakan percepatan proses penyusunan peraturan daerah yang berkaitan dengan revisi peraturan daerah dalam upaya peningkatan pendapatan terkait dengan terbitnya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah;

6) Memberikan perhatian yang lebih besar kepada peningkatan pemenuhan sarana dan prasarana baik berupa pembangunan maupun penyediaan kebutuhan UPPD yang dilaksanakan secara bertahap;

7) Meningkatkan peran BUMD dalam memberikan kontribusi secara signifikan terhadap pendapatan daerah.

Di samping itu, dengan mempertimbangkan kondisi, kebijakan daerah, serta berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2020, maka kebijakan pendapatan daerah pada tahun anggaran 2020 adalah sebagai berikut :

1) Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari PAD mendasarkan pada kesepakatan hasil rapat kerja Komisi DPRD yang membidangi ekonomi dan keuangan dengan SKPD mitra keja, serta hasil pembahasan KUA-PPAS Perubahan APBD Tahun Anggaran 2020, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a) Penganggaran pajak daerah dan retribusi daerah

i. Peraturan daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah yang

berpedoman pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor

97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan

Retribusi Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing.

(16)

13 ii. Penetapan target pajak daerah dan retribusi daerah didasarkan pada data potensi pajak daerah dan retribusi daerah serta memperhatikan perkiraan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2020 yang berpotensi terhadap target pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah serta realisasi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah tahun sebelumnya.

iii. Dalam rangka mengoptimalkan pendapatan daerah yang bersumber dari pajak daerah dan retribusi daerah, Pemerintah Daerah melakukan kegiatan pemungutan. Kegiatan pemungutan tersebut merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data obyek dan subyek pajak atau retribusi, penentuan besarnya pajak dan retribusi yang terhutang sampai dengan kegiatan penagihan pajak dan retribusi kepada wajib pajak dan retribusi serta pengawasan penyetorannya dengan berbasis teknologi.

iv. Pendapatan pajak daerah yang bersumber dari bagi hasil Pajak Kendaraan Bermotor paling sedikit 10% (sepuluh per seratus),dialokasikan untuk mendanai pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 8 ayat (5) Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009.

v. Pendapatan pajak daerah yang bersumber dari Pajak Rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% (lima puluh per seratus) untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Selanjutnya, pelayanan kesehatan masyarakat yang didanai dari pajak rokok mempedomani Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah.

Dalam rangka mendukung pendanaan program Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN), pemerintah daerah menggunakan pendapatan yang

bersumber dari pajak rokok yang merupakan bagian provinsi maupun

bagian kabupaten/kota, sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari 50

(17)

14

% realisasi penerimaan pajak rokok untuk pendanaan program jaminan kesehatan nasional sesuai Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 40 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Pajak Rokok untuk Pendanaan Pelayanan Kesehatan Masyarakat, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 53 Tahun 2017.

vi. Pendapatan yang bersumber dari Pajak Penerangan Jalan sebagian dialokasikan untuk penyediaan penerangan jalan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 56 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.

vii. Pendapatan yang bersumber dari Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing dialokasikan mendanai penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, biaya dampak negatif perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing, dan kegiatan pengembangan keahlian dan keterampilan tenaga kerja lokal yang diatur dalam peraturan daerah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing.

viii. Pendapatan yang bersumber dari Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dialokasikan untuk mendanai peningkatan kinerja lalu lintas dan peningkatan pelayanan angkutan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012.

ix. Retribusi pelayanan kesehatan yang bersumber dari hasil klaim kepada

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang diterima oleh Satuan

Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Unit Kerja pada SKPD yang

belum menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan-Badan Layanan Umum

Daerah (PPK-BLUD), dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok

pendapatan PAD, jenis pendapatan Retribusi Daerah, obyek

pendapatan Retribusi Jasa Umum, rincian obyek pendapatan Retribusi

Pelayanan Kesehatan.

(18)

15 x. Pemanfaatan dari dari penerimaan dari masing-masing jenis retribusi diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan peningkatan pelayanan sesuai dengan sumber penerimaan masing- masing jenis retribusi sebagaimana dimanatkan dalam Pasal 161 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

xi. Pemerintah daerah tidak melakukan pungutan atau dengan sebutan lain di luar yang diatur dalam undang-undang sebagaimana maksud Pasal 286 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

xii. Pemerintah daerah tidak menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi, dan peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan kegiatan impor/ekspor yang merupakan program strategis nasional berpedoman pada Pasal 32 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tenang Pengelolaan Keuangan Daerah.

b) Penganggaran hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan memperhatikan potensi penerimaan Tahun Anggaran 2020 memperhatikan nilai kekayaan daerah yang dipisahkan dan perolehan manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya dalam jangka waktu tertentu, meliputi :

i. Keuntungan sejumlah tertentu alam jangka waktu tertentu berupa deviden, bunga dan pertumbuhan nilai perusahaan daerah yang mendapatkan investasi pemerinah daerah;

ii. Peningkatan berupa jasa dan keuntungan bagi hasil investasi sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu;

iii. Peningkatan penerimaan daerah dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat langsung dari investasi yang bersangkutan;

iv. Peningkatan penyerapan tenaga kerja sejumlah tertentu dalamjangka

waktu tertentu sebagai akibat langsung dari investasi yang

bersangkutan, dan/atau

(19)

16 v. Peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai akibat dari investasi

pemerintah daerah.

Sebagaimana maksud Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengelolaan Investasi Daerah.

c) Penganggaran Lain-lain PAD Yang Sah:

i. Penganggaran Lain-lain PAD Yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;.

ii. Dalam rangka meningkatkan PAD, Pemerintah daerah mengoptimalisasikan pemanfaatan barang milik daerah dalam bentuk sewa, Bangun Guna Serah (BGS)/ Bangun Serah Guna (BSG), Kerjasama Pemanfaatan (KSP) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai barang milik daerah.

2) Dana Perimbangan

Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari pendapatan perimbangan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a) Penganggaran Dana Bagi Hasil (DBH):

Pendapatan dari DBH-Pajak yang terdiri atas DBH-Pajak Bumi dan Bangunan (DBH-PBB) selain PBB Perkotaan dan Perdesaan, dan DBH- Pajak Penghasilan (DBH-PPh) yang terdiri dari DBH-PPh Pasal 25 dan 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN) dan PPh Pasal 21 dianggarkan berdasarkan pagu definitif yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020.

b) Pendapatan dari DBH-Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) yang pada

APBD Induk belum dianggarkan, pada Perubahan APBD dianggarkan

berdasarkan pagu definitif yang ditetapkan berdasarkan telah

dianggarkan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020

tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang

Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara Tahun Anggaran 2020.

(20)

17 c) Pendapatan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH-SDA) yang terdiri dari DBH-Kehutanan, DBH-Pertambangan Mineral dan Batubara, DBH-Perikanan, DBH-Minyak Bumi, DBH-Gas Bumi, dan DBH-Pengusahaan Panas Bumi, dianggarkan berdasarkan pagu definitif yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020 beserta alokasi kurang bayar pada tahun- tahun anggaran sebelumnya.

d) Penganggaran Dana Alokasi Umum (DAU)

Penganggaran Dana Alokasi Umum (DAU), baik DAU Formula maupun DAU Tambahan dianggarkan berdasarkan pagu definitif yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020.

e) Penganggaran Dana Alokasi Khusus (DAK)

Penganggaran DAK baik DAK Fisik maupun DAK non Fisik dianggarkan berdasarkan pagu definitif yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020.

f) Penganggaran Dana Insentif Daerah (DID)

Penganggaran DID dianggarkan berdasarkan pagu definitif yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020.

g) Penganggaran alokasi Dana Desa

Penganggaran alokasi Dana Desa dianggarkan berdasarkan pagu

definitif yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72

Tahun 2020 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun

(21)

18 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020.

3) Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah yang bersumber dari Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a) Penetapan pendapatan daerah dari Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah,

berupa Bantuan Keuangan dan Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi, besaran pagunya telah mendasarkan surat Gubernur Jawa Tengah Nomor : 900/0010374 tanggal 3 Agustus 2020 perihal Penyampaian Penyesuaian Alokasi Bagi Hasil Pajak dan Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Tengah kepada Kabupaten/Kota.

b) Pendapatan Hibah Dana BOS yang diterima langsung oleh Satuan Pendidikan Negeri yang diselenggarakan kabupaten/kota pada APBD Tahun Anggaran 2020, mekanisme pencatatan dan pengesahan dana BOS dimaksud dianggarkan pada Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD), Akun Pendapatan, Kelompok Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah, Jenis Hibah, Obyek Hibah Dana BOS, Rincian Obyek Hibah Dana BOS masing-masing Satuan Pendidikan Negeri sesuai dengan kode rekening berkenaan.

c) Penganggaran alokasi Dana Desa yang bersumber dari APBN dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pembinaan kemasyarakatan, serta pemberdayaan masyarakat, dianggarkan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020.

d) Penganggaran penerimaan hibah yang bersumber dari APBN, pemerintah

daerah lainnya atau sumbangan pihak ketiga, baik dari badan, lembaga,

organisasi swasta dalam negeri/luar negeri, kelompok masyarakat maupun

perseorangan yang tidak mengikat dan tidak mempunyai konsekuensi

pengeluaran maupun pengurangan kewajiban pihak ketiga atau pemberi

sumbangan, dianggarkan dalam APBD setelah adanya kepastian

penerimaan dimaksud.

(22)

19 Dari aspek teknis penganggaran, penerimaan tersebut di atas dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok pendapatan Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah, dan diuraikan ke dalam jenis, objek dan rincian objek pendapatan sesuai kode rekening berkenaan.

e) Penganggaran pendapatan yang bersumber dari sumbangan pihak ketiga, baik dari badan, lembaga, organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat maupun perorangan yang tidak mengikat dan tidak mempunyai konsekuensi pengeluaran atau pengurangan kewajiban pihak ketiga atau pemberi sumbangan, dianggarkan dalam APBD setelah adanya kepastian pendapatan dimaksud.

2.3 Pengelolaan Belanja Daerah

2.3.1 Kebijakan Umum Belanja Daerah

Belanja daerah disusun untuk mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan.

Penyusunan belanja untuk pelaksanaan urusan wajib dimaksud berdasarkan Standar Pelayanan Masyarakat (SPM) yang telah ditetapkan.

Oleh karena itu, dalam penyusunan APBD Tahun Anggaran 2020 beserta perubahannya, Pemerintah Kabupaten Pemalang berupaya menetapkan target capaian kinerja setiap belanja baik dalam konteks daerah, satuan kerja perangkat daerah, maupun program dan kegiatan, yang bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanaan anggaran dan memperjelas efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran.

Dengan berpedoman pada prinsip-prinsip penganggaran, belanja

daerah tahun 2020 disusun dengan pendekatan anggaran kinerja yang

berorientasi pada pencapaian hasil dari input yang direncanakan dengan

memperhatikan prestasi kerja setiap satuan kerja perangkat daerah dalam

pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Hal ini bertujuan untuk

meningkatkan akuntabilitas perencanaan anggaran serta menjamin

efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran ke dalam program/kegiatan.

(23)

20 Kebijakan belanja daerah tahun anggaan 2020 selain diprioritaskan untuk pencegahan dan/atau penanganan Covid-19, juga diupayakan dengan pengaturan pola pembelanjaan yang proporsional, efisien dan efektif, terutama ditekankan untuk pemenuhan anggaran kegiatan dengan tahun jamak, upaya tersebut antara lain adalah:

1) Penggunaan anggaran untuk perbaikan infrastruktur pendidikan;

2) Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan;

3) Peningkatan anggaran untuk infrastruktur jalan dan irigasi termasuk bantuan untuk infrastruktur jalan ke sentra-sentra produksi pertanian dan industri manufaktur;

4) Peningkatan anggaran untuk pembukaan lapangan kerja, padat karya, informasi kerja, pengembangan investasi yang bermuara pada pengurangan kemiskinan;

5) Peningkatan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.

Di samping itu, dengan mempetimbangkan kondisi, kebijakan daerah, serta berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2020, maka kebijakan belanja daerah pada tahun anggaran 2020 adalah sebagai berikut :

1. Belanja Tidak Langsung, meliputi : a) Belanja Pegawai

i. Penganggaran untuk gaji pokok dan tunjangan PNSD disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

ii. Penganggaran belanja pegawai untuk kebutuhan kenaikan gaji berkala, kenaikan pangkat, tunjangan keluarga dan mutasi pegawai dengan memperhitungkan acress yang besarnya maksimum 2,5%

dari jumlah belanja pegawai untuk gaji pokok dan tunjangan;

iii. Penganggaran penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi Kepala

Daerah/Wakil Kepala Daerah, Pimpinan dan Anggota DPRD serta

PNSD dibebankan pada APBD Tahun Anggaran 2019 dengan

mempedomani Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang

Sistem Jaminan Sosial Nasional, Undang-Undang Nomor 24 Tahun

(24)

21 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan;

iv. Penganggaran penyelenggaraan jaminan kecelakaan kerja dan kematian bagi ASN dibebankan pada APBD dengan mempedomani Peratuan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian Bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2017. Penganggaran penyelenggaraan jaminan kecelakaan kerja dan kematian bagi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, Pimpinan dan Anggota DPRD serta PNSD dibebankan pada APBD disesuaikan dengan yang berlaku bagi pegawai Aparatur Sipil Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

v. Penganggaran tambahan penghasilan kepada pegawai ASN memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan sebagaimana diatur Pasal 58 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.. Penetapan besaran standar satuan biaya tambahan penghasilan kepada ASN dimaksud memperhatikan aspek efisiensi, efektifitas, kepatutan, kewajaran serta rasionalitas;

vi. Penganggaran Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mempedomani Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak daerah dan Retribusi Daerah;

vii. Tunjangan Profesi Guru PNSD, Dana Tambahan Penghasilan Guru

PNSD, dan Tunjangan Khusus Guru PNSD di Daerah Khusus yang

bersumber dari APBN melalui DAK Non Fisik dianggarkan dalam

APBD pada kelompok Belanja Tidak Langsung, jenis Belanja

Pegawai, obyek Gaji dan Tunjangan, dan rincian obyek belanja

sesuai dengan kode rekening berkenaan.

(25)

22 b) Belanja Hibah dan Bantuan Sosial

Penganggaran belanja hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari APBD mempedomani peraturan kepala daerah yang mengatur tata cara penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, pertanggungjawaban dan pelaporan serta monitoring dan evaluasi hibah dan bantuan sosial sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 42 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber dari APBD, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 99 Tahun 2019, serta peraturan perundang-undangan lain di bidang hibah dan bantuan sosial.

c) Belanja Bagi Hasil Pajak

Dalam rangka pelaksanaan Pasal 72 ayat (1) huruf c dan ayat (3) Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Pasal 97 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang, Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015, pemerintah daerah menganggarkan belanja Bagi Hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah kepada pemerintah desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari pajak dan retribusi daerah.

d) Belanja Bantuan Keuangan

i. Pemerintah Daerah menganggarkan bantuan keuangan kepada pemerintah desa yang didasarkan pada pertimbangan untuk mengatasi kesenjangan fiskal, membantu pelaksanaan urusan pemerintahan daerah sesuai kemampuan keuangan daerah. Pemberian bantuan keuangan bersifat umum dan bersifat khusus;

ii. Dalam rangka pelaksanaan Pasal 72 ayat (1) huruf b dan ayat (2)

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dan Pasal 95 Peraturan

Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015, pemerintah daerah

menganggarkan alokasi dana untuk desa yang diterima dari APBN

dalam jenis belanja bantuan kepada pemerintah desa untuk membiayai

(26)

23 penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan serta pemberdayaan kemasyarakatan;

Selain itu, pemerintah daerah secara bertahap menganggarkan Alokasi Dana Desa (ADD) untuk pemerintah desa dalam jenis bantuan keuangan kepada pemerintah desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari dana perimbangan yang diterima pemerintah daerah dalam APBD setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK) sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (4) dan ayat (6) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dan Pasal 96 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015;

iii. Bantuan keuangan kepada partai politik dialokasikan dalam APBD

Tahun Anggaran 2020 dan dianggarkan pada jenis belanja bantuan

keuangan, obyek belanja bantuan keuangan kepada partai politik dan

rincian obyek belanja nama partai politik penerima bantuan

keuangan. Besaran penganggaranbantuan keuangan kepada partai

politik berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009

tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik, sebagaimana telah

diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1

Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah

Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik

dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2014 tentang

Pedoman Tata Cara Penghitungan, Penganggaran Dalam APBD dan

Tertib Administrasi Pengajuan, Penyaluran, dan Laporan

Pertanggungjawaban Penggunaan Bantuan Keuangan Partai Politik

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 6 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pedoman Tata Cara

Penghitungan, Penganggaran dalam APBD dan Tertib Administrasi

Pengajuan, Penyaluran, dan Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan

Bantuan Keuangan Partai Politik. Adapun anggaran Bantuan Keuangan

Partai Politik di Kabupaten Pemalang Tahun Anggaran 2020 sebagai

berikut :

(27)

24 1. Bantuan Keuangan kepada Partai PDIP sebesar Rp 323.592.500,00;

2. Bantuan Keuangan kepada Partai Golkar Rp 120.258.200,00;

3. Bantuan Keuangan kepada Partai PPP Rp 119.858.100,00;

4. Bantuan Keuangan kepada Partai PKB Rp 178.152.850,00;

5. Bantuan Keuangan kepada Partai PKS Rp 81.821.400,00;

6. Bantuan Keuangan kepada Partai Gerindra sebesar Rp 93.791.600,00;

7. Bantuan Keuangan kepada Partai Nasional Demokrat sebesar Rp 26.033.350,00.

e) Belanja Tidak Terduga

Dalam penetapan anggaran belanja tidak terduga dilakukan secara rasional dengan mempertimbangkan realisasi tahun anggaran sebelumnya, serta kemungkinan adanya kegiatan-kegiatan yang sifatnya tidak dapat diprediksi sebelumnya, diluar kendali dan pengaruh pemerintah daerah.

Belanja tidak terduga merupakan belanja untuk mendanai kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan terjadi berulang, seperti kebutuhan tanggap darurat bencana, penanggulangan bencana alam dan bencana sosial, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya.

2. Belanja Langsung

Penganggaran belanja langsung dalam rangka melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah tahun anggaran 2020 beserta perubahannya, dilakukan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

a) Penganggaran belanja langsung dituangkan dalam program dan kegiatan, yang manfaat capaian capaian kinerjanya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik dan keberpihakan pemerintah daerah kepada kepentingan publik serta mendodrong inovasi daerah.

Penyusunan anggaran belanja pada setiap program dan kegiatan untuk

urusan pemerintahan wajib terkait pelayanan dasar ditetapkan dengan

(28)

25 SPM dan berpedoman pada standar teknis dan harga satuan regional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penyusunan anggaran belanja pada setiap program dan kegiatan untuk urusan pemerintahan wajib tidak terkait pelayanan dasar dan urusan pemerintahan pilihan berpedoman pada analisis standar belanja dan standar harga satuan regional.

b) Belanja Pegawai

Dalam rangka meningkatkan efisiensi anggaran daerah, penganggaran honorarium bagi PNSD dan Non PNSD memperhatikan asas kepatutan, kewajaran dan rasionalitas dalam pencapaian sasaran program dan kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan waktu pelaksanaan kegiatan dalam rangka mencapai target kinerja kegiatan dimaksud. Berkaitan dengan hal tersebut, pemberian honorarium bagi PNSD dan Non PNSD dibatasi dan hanya didasarkan pada pertimbangan bahwa keberadaan PNSD dan Non PNSD dalam kegiatan benar-benar memiliki peranan dan kontribusi nyata terhadap efektivitas pelaksanaan kegiatan dimaksud.

Selain itu, kegiatan tidak diperkenankan diuraikan hanya ke dalam jenis belanja pegawai, obyek belanja honorarium dan rincian obyek belanja honorarium PNSD dan Non PNSD. Besaran honorarium bagi PNSD dan Non PNSD dalam kegiatan ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.

c) Belanja Barang dan Jasa

i. Alokasi untuk pemberian jasa narasumber/tenaga ahli dalam kegiatan dianggarkan pada jenis Belanja Barang dan Jasa sesuai kode rekening berkenaan dan besarannya ditetapkan dengan keputusan kepala daerah;

ii. Penganggaran uang untuk diberikan kepada pihak ketiga/masyarakat

hanya diperkenankan untuk penganggaran hadiah pada kegiatan yang

bersifat perlombaan atau penghargaan atas suatu prestasi. Alokasi

belanja tersebut dianggarkan pada jenis Belanja Barang dan Jasa

sesuai kode rekening berkenaan;

(29)

26 iii. Penganggaran belanja barang pakai habis disesuaikan dengan kebutuhan nyata yang didasarkan atas pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD, jumlah pegawai dan volume pekerjaan serta memperhitungkan estimasi sisa persediaan barang;

iv. Pengembangan pelayanan kesehatan di luar cakupan penyelenggaraan jaminan kesehatan yang disediakan oleh BPJS yang diberikan kepada Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah hanya berupa pelayanan medical check up sebanyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun, termasuk keluarga (satu istri/suami dan dua anak), dalam rangka pemeliharaan kesehatan dan dianggarkan dalam bentuk program dan kegiatan pada SKPD yang secara fungsional terkait sebagaimana maksud Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Derah dan Wakil Kepala Daerah. Selanjutnya, pengembangan pelayanan kesehatan di luar cakupan penyelenggaraan jaminan kesehatan yang disediakan oleh BPJS yang diberikan kepada Pimpinan dan Anggota DPRD hanya berupa pelayanan medical check up sebanyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun, tidak termasuk istri/suami dan anak dalam rangka pemeriksaan kesehatan dan dianggarkan dalam bentuk program dan kegiatan pada SKPD yang secara fungsional terkait sebagaimana maksud Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Admininistratif Pimpinan dan Anggota DPRD.

Berkaitan dengan itu, pelaksanaan medical check up dimaksud dilakukan di dalam negeri dengan tetap memprioritaskan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD dr.M.Ashari) Pemalang, Rumah Sakit Umum Pusat di Provinsi atau Rumah Sakit Umum Pusat terdekat;

v. Dalam rangka mewujudkan Universal Health Coverage, pemerintah

daerah melakukan integrasi jaminan kesehatan bagi seluruh

penduduk terutama bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sesuai

dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2011, Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun

2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan,

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 76

(30)

27 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan dan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 sebagaimana telah diubah beberapa kali tterakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2016 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, yang tidak menjadi cakupan penyelenggaraan jaminan kesehatan melalui BPJS Kesehatanm yang bersumber dari APBN, dianggarkan dalam bentuk program dan kegiatan pada SKPD yang menangani urusan kesehatan pemberi pelayanan kesehatan;

vi. Penganggaran Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor milik pemerintah daerah dialokasikan pada masing-masing SKPD sesuai amanat Pasal 6 ayat (3) Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 dan besarannya sesuai dengan masing-masing peraturan daerah;

vii. Penganggaran untuk pengadaan barang/jasa yang akan diserahkan atau dijual kepada pihak ketiga/masyarakat pada tahun anggaran berkenaan, dianggarkan pada jenis belanja barang dan jasa dengan mempedomani Pasal 298 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan Permendagri Nomor 32 Tahun 2011, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2018, serta peraturan perundang- undangan lain di bidang hibah dan bantuan sosial. Belanja barang/jasa yang akan diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat pada tahun anggaran berkenaan dimaksud dianggarkan sebesar harga beli/bangun barang/jasa yang akan diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat ditambah seluruh belanja terkait dengan pengadaan/pembangunan barang/jasa sampai siap diserahkan;

viii. Penganggaran belanja perjalanan dinas dalam rangka kunjungan

kerja dan studi banding, baik perjalanan dinas dalam negeri maupun

perjalanan dinas luar negeri, dilakukan secara selektif, frekuensi dan

jumlah harinya dibatasi serta memperhatikan target kinerja dari

perjalanan dinas dimaksud sehingga relevan dengan substansi

(31)

28 kebijakan pemerintah daerah. Hasil studi banding dilaporkan sesuai peraturan perundang-undangan. Khusus penganggaran perjalanan dinas luar negeri berpedoman pada Instruksi Presiden Nomor 11 Tahun 2005 tentang Perjalanan Dinas Ke Luar Negeri dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2016 tentang Pedoman Perjalanan Dinas Ke Luar Negeri Bagi Aparatur Sipil Negara Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, dan Pimpinan serta Anggota DPRD;

ix. Penganggaran belanja perjalanan dinas harus memperhatikan aspek pertanggungjawaban sesuai biaya riil atau lumpsum, khususnya untuk hal-hal sebagai berikut :

- Sewa kendaraan dalam kota dibayarkan sesuai dengan biaya riil.

Komponen sewa kendaraan hanya diberikan untuk kepala daerah/wakil kepala daerah.;

- Biaya transportasi dibayarkan sesuai dengan biaya riil;

- Biaya penginapan dibayarkan sesuai biaya riil;

Dalam hal pelaksana perjalanan dinas tidak menggunakan fasilitas hotel atau tempat penginapan lainnya, kepada yang bersangkutan diberikan biaya penginapan sebesar 30% (tiga puluh per seratus) dari tariff hotel di kota tempat tujuan sesuai dengan tingkatan pelaksana perjalanan dinas dan dibayarkan secara lumpsum.

- Uang harian dan uang representasi dibayarkan secara lumpsum.

Standar satuan biaya untuk perjalanan dinas ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah, dengan memperhatikan aspek transparansi, akuntabilitas, efisiensi, efektifitas, kepatutan dan kewajaran serta rasionalitas;

x. Penyediaan anggaran untuk perjalanan dinas yang mengikutsertakan non PNSD diperhitungkan dalam belanja perjalanan dinas. Tata cara penganggaran perjalanan dinas dimaksud mengacu pada ketentuan perjalanan dinas yang ditetapkan dengan peraturan kepala daerah;

xi. Penganggaran untuk menghadiri pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis atau sejenisnya yang terkait dengan pengembangan sumber daya manusia bagi :

a) Pejabat daerah dan staf pemerintah daerah;

(32)

29 b) Pimpinan dan Anggota DPRD; serta

c) Unsur lainnya seperti tenaga ahli,

diprioritaskan penyelenggaraannya di masing-masing wilayah provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan.

Dalam hal terdapat kebutuhan untuk melakukan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis, sosialisasi, workshop, lokakarya, seminar atau sejenisnya di luar daerah dapat dilakukan secara sangat selektif dengan memperhatikan aspek urgensi, kualitas penyelenggaraan, muatan substansi, kompetensi narasumber, kualitas advokasi dan pelayanan penyelenggara serta manfaat yang akan diperoleh guna efisiensi dan efektifitas penggunaan anggaran daerah serta tertib anggaran dan administrasi penyelenggara;

xii. Penganggaran pemeliharaan barang milik daerah yang berada dalam penguasaan pengelola barang, pengguna barang atau kuasa pengguna barangberpedoman pada daftar kebutuhan pemeliharaan barang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah.

d) Belanja Modal

i. Pemerintah daerah memprioritaskan alokasi belanja modal APBD Tahun Anggaran 2020 untuk pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana yang terkait dengan peningkatan pelayanan kepada masyarakat;

ii. Penganggaran untuk pengadaan barang milik daerah dilakukan sesuai dengan kemampuan keuangan dan kebutuhan daerah berdasarkan prinsip-prinsip efisiensi, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel dengan mengutamakan produk-produk dalam negeri;

Penganggaran pengadaan dan pemeliharaan barang milik daerah

didasarkan pada perencanaan kebutuhan barang milik daerah yang

disusun dengan memperhatikan kebutuhan pelaksanaan tugas dan

fungsi SKPD serta ketersediaan barang milik daerah yang ada. Khusus

penganggaran untuk pembangunan gedung dan bangunan milik daerah

(33)

30 memperhatikan Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2011 tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara;

iii. Penganggaran pengadaan tanah untuk kepentingan umum mempedomani Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, sebagaimana telah beberapa diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2015 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2012 tentang Biaya Operasional dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Yang Bersumber Dari APBD, serta Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016;

iv. Penganggaran belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan dan memenuhi nilai batas minimal kapitalisasi aset (capatalization threshold).

Nilai aset tetap berwujud yang dianggarkan dalam belanja modal sebesar harga beli/bangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan, sesuai maksud Pasal 53 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 dan Lampiran I Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) 01 dan PSAP 07, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan serta Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 71 tentang Akuntansi Aset Tak Berwujud Berbasis Akrual;

v. Segala biaya yang dikeluarkan setelah perolehan awal aset tetap (biaya

rehabilitasi/renovasi) sepanjang memenuhi nilai batas minimal

kapitalisasi aset (capatalization threshold), dan dapat memperpanjang

masa manfaat atau yang dapat memberikan manfaat ekonomi dimasa

(34)

31 yang akan datang dalam bentuk peningkatan kapasitas, atau peningkatan mutu produksi atau peningkatan kinerja dianggarkan dalam belanja modal sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I PSAP Nomor 7, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 dan Pasal 53 Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011.

2.4 Pengelolaan Pembiayaan Daerah 2.4.1 Kebijakan umum pembiayaan

Kebijakan umum pembiayaan dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran 2020, adalah sebagai berikut :

1) Penerimaan Pembiayaan

a) Sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu merupakan selisih lebih antara realisasi pendapatan dengan belanja daerah yang dalam APBD Induk dianggarkan berdasarkan perhitungan estimasi sebesar Rp 255.066.424.000,00 pada Perubahan APBD meningkat menjadi sebesar Rp 347.906.316.000,00 atau bertambah sebesar Rp 92.839.892.000,00 (36,40 %). angka definitif SiLPA ini didasarkan pada LHP BPK-RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten pemalang Tahun anggaran 2019 dan mendasarkan pada Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang Nomor 6 tahun 2020 tentang Petanggungjawaban Pelaksanaan APBD Kabupaten Pemalang Tahun Anggaran 2019.

b) Penerimaan kembali pemberian pinjaman yang semula ditetapkan sebesar Rp 150.000.000,00 pada Perubahan APBD tidak mengalami perubahan yaitu tetap sebesar Rp 150.000.000,00.

Dengan demikian adanya perubahan pembiayaan tersebut, jumlah

penerimaan pembiayaan menjadi sebesar Rp 348.056.316.000,00 atau

bertambah sebesar Rp 92.839.892.000,00 (36,38 %) dibandingkan

(35)

32 penerimaan pembiayaan pada APBD tahun anggaran 2020 sebelum perubahan APBD yang berjumlah Rp 255.216.424.000,00.

2) Pengeluaran Pembiayaan

Pada pengeluaran pembiayaan berupa penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah, yang semula dianggarkan sebesar Rp 8.000.000.000,00 pada Perubahan APBD tidak mengalami perubahan atau tetap sebesar Rp 8.000.000.000,00 yang dimaksudkan untuk menambah dan memperkuat struktur permodalan pada PDAM Tirta Mulia sebesar Rp 2.000.000.000,00 dan setoran modal kepada Bank Jateng sebesar Rp 6.000.000.000,00.

Berdasarkan jumlah penerimaan pembiayaan Rp 348.056.316.000,00 dan

pengeluaran pembiayaan sebesar Rp 8.000.000.000,00 di atas, maka pembiayaan

neto-nya adalah sebesar Rp 340.056.316.000,00 atau bertambah sebesar Rp

92.839.892.000,00 atau 37,55 % dibandingkan pembiayaan neto dalam APBD

tahun anggaran 2020 sebelum perubahan APBD yang berjumlah Rp

247.216.424.000,00. Pembiayaan neto sebesar Rp 340.056.316.000,00 tersebut

digunakan untuk menutup defisit anggaran sebagai akibat selisih kurang antara

pendapatan daerah dengan belanja daerah.

(36)

33 BAB III

IKHTISAR PENCAPAIAN KINERJA KEUANGAN

3.1 IKHTISAR PENCAPAIAN KINERJA KEUANGAN

Visi jangka panjang Kabupaten sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Pemalang 2005-2025 adalah

1. Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat dan Budaya Asli berdasarkan Potensi Unggulan Daerah menuju Pemalang yang Berjatidiri (Tahun 2020);

2. Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat dan Budaya Asli berdasarkan Potensi Unggulan Daerah menuju Pemalang yang Berjatidiri merupakan tema pembangunan yang diprioritaskan untuk mendukung pencapaian Misi V yaitu “Mewujudkan kehidupan masyarakat yang agamis, toleran, harmonis, dan saling menghormati”. Upaya mewujudkan Misi VII yaitu “Menumbuhkan kembali budaya asli daerah sebagai landasan pembentukan jati diri dan kepribadian masyarakat”.

Arahan kebijakan pembangunan difokuskan pada perwujudan toleransi dan kondusifitas daerah dalam penyelenggaraan pembangunan melalui peningkatan peran pemberdayaan masyarakat dan peran lembaga- lembaga keagamaan, pengembangan sektor pariwisata unggulan melalui pengembangan destinasi wisata baik yang sudah ada maupun destinasi wisata baru. Menumbuhkembangkan kecintaan masyarakat terhadap budaya asli Pemalang melalui jalur pendidikan dan mengembangkan kesenian dan event event budaya daerah.

Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2020 merupakan tahun Keempat dari implementasi RPJMD 2016–2021.

Secara umum pencapaian kinerja keuangan Pemerintah Kabupaten Pemalang dapat dilihat pada laporan realisasi APBD TA 2020 sebagai berikut:

URAIAN ANGGARAN (Rp) REALISASI (Rp) %

Pendapatan 2.462.035.744.635,00 2.448.328.954.562,00 99,44%

Belanja 2.802.092.060.635,00 2.664.275.295.808,00 95,08%

Surplus/(Defisit) (340.056.316.000,00) (215.946.341.246,00)

Penerimaan Pembiayaan 348.056.316.000,00 347.935.985.758,00 99,97%

Pengeluaran Pembiayaan 8.000.000.000,00 8.000.000.000,00 100,00%

Pembiayaan Netto 340.056.316.000,00 339.935.985.758,00 99,96%

SILPA - 123.989.644.512,00

Referensi

Dokumen terkait

Merupakan pengujian kekasaran permukaan dari 5 jenis material yang telah dibubut, hal ini dilakukan untuk mendapatkan nilai Ra(µm) ( kekasaran permukaan ) setiap 15 mm

sesuai dengan pengalaman belajar yang ditempuh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. peserta didik dalam

untuk tipe Silent menggunakan frame keliling dengan ukuran 29 mm, sehingga memungkinkan untuk dilakukan penyerutan terhadap pintu hingga 5 mm pada setiap sisi pintu.. untuk tipe

Tabel 7. Dari realisasi tersebut dapat dijelaskan bahwa pelaksanaan sertifikasi tersebut dilaksanakan dalam BLK Bantaeng dengan melibatkan asessor yang berpengalaman dari

(sama ada ditunjukkan jalan kerja atau tidak – yang penting agihan betul ikut nisbah – cikgu tolong kira).. b) Tidak ada butir asing. b) Sebarang angka asalkan

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil judul “Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran dan Peran Manajerial Pengelola Keuangan Daerah terhadap kinerja aparat

bahwa untuk melaksanakan kegiatan belanja bantuan keuangan kepada Kabupaten/Kota yang bersumber dari APBD Provinsi Jawa Tengah, telah ditetapkan Peraturan Gubernur

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Keuangan Kepada Pemerintah Desa Di Provinsi Jawa Tengah Tahun