SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Tugas
Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Dalam Ilmu Komunikasi Penyiaran Islam
Oleh:
DWI ISMIYATI NIM: 051211007
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2010
Hal : Persetujuan Naskah Proposal Skripsi
Kepada Yth.
Ketua Jurusan KPI IAIN Walisongo di Semarang
Assalamu alaikum Wr.Wb.
Setelah membaca, mengadakan koreksi dan perbaikan sebagaimana mestinya, maka kami menyatakan bahwa proposal skripsi saudara/i :
Nama : DWI ISMIYATI NIM : 051211007 Fak./Jur. : Dakwah/KPI
Judul : AKTIVITAS DAKWAH KH. NOER MUHAMMAD
ISKANDAR (Study Metode Dan Media Dakwah)
Dengan ini saya setujui dan mohon agar segera diujikan. Atas perhatiannya diucapkan terimakasih.
Wassalamu alaikum Wr.Wb.
Semarang, 27 September 2010
Pembimbing
Bidang Substansi Materi Bidang Metodologi & Tatatulis
Dra. Hj. Ummul Baroroh M.Ag Dra. Hj. Amelia Rahmi, M.
NIP. 19660508 199101 2 001 NIP. 196602090 199303 2 00
(Studi Metode Dan Media Dakwah)
Disusun oleh DWI ISMIYATI
051211007
Telah Dipertahankan Di Depan Dewan Penguji Pada Tanggal 29 Desember 2010
dan Dinyatakan Telah Lulus Memenuhi Syarat
Susunan Dewan Penguji
Ketua Dewan Penguji/ Anggota Penguji
Pembantu Dekan Penguji I
Drs. H. Nurbini, M.Si. Rustini Wulandari, M.Si NIP.19680918 199303 1 004 NIP.19740821 200312 2 001
Sekretaris Dewan Penguji/ Penguji II Pembimbing II
Dra. Hj. Amelia Rahmi, M.Pd. Nur Cahyo HW. M.Kom.
NIP.19660209 199303 2 003 NIP.19731222 200604 1 001
) (
Barang siapa diantara kamu melihat sesuatu yang munkar, maka rubahlah dengan tanganmu, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisan jika tidak
mampu pula maka rubahlah dengan hati. Sesungguhnya itulah selemah- lemahnya iman . (HR.Muslim).
Ø Bapak dan Ibu tercinta yang selalu mendoakan dan membimbing penulis dengan mencurahkan segala kasih sayang yang tulus.
Ø Kakakku Arifatul Farida dan kak Saif (Ipar) serta ponakanku Hilmi yang senantiasa membantu dan memberikan semangat.
Ø Abiku tercinta yang selalu meyanyangi, mendukung dan memberi support dalam penulisan skripsi ini.
Ø Buat teman-temanku KPI (Gini, lek Tun, Tian, Rohmah, Faisal, Mansur dan lain-lain) terima kasih atas support kalian semua.
penulis sendiri, dan didalamya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di pendidikan lainnya.
Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum/ tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan dalam tulisan dan daftar pustaka.
Semarang, Desember 2010 Deklarator,
DWI ISMIYATI NIM: 051211007
kualitatif. Peneliti menggunakan beberapa metode dalam pengumpulan data diantaranya metode wawancara, metode observasi dan metode dokumentasi.
Metode-metode tersebut digunakan untuk menjawab rumusan masalah yang telah peneliti rumuskan, yaitu:
1. Apakah metode yang digunakan KH. Noer Muhammad Iskandar dalam berdakwah?
2. Media dakwah apakah yang digunakan KH. Noer Muhammad Iskandar?
Sebagai seorang ulama yang mengalami transformasi dua generasi, yakni salaf dan modern beliau berupaya menggabungkan kedua generasi tersebut. Hal ini dapat dilihat dari sistem pengajaran di Pesantren Ash-Shiddiqiyyah yang tidak hanya mengajarkan kitab-kitab klasik (salaf) namun juga mengajarkan ilmu-ilmu modern (formal) di sekolah formal yang berada di bawah naungan pesantren Ash- Shiddiqiyyah.
Kiai Noer Muhammad Iskandar juga sosok ulama yang lahir dari keluarga yang kental dengan tradisi pesantren salaf (klasik). Beliau juga memegang prinsip al-muhafadloh bi al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah (menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik).
Adapun hasil penelitian ini adalah Pertama, dalam berdakwah KH. Noer Muhammad Iskandar menggunakan metode ceramah, metode bandongan, metode keteladanan dan metode tanya jawab. KH. Noer Muhammad Iskandar menggunakan metode itu dengan harapan dakwah beliau bisa diterima oleh mad u dengan baik. Kedua, media dakwah yang KH. Noer Muhammad Iskandar gunakan adalah media auditif, media lisan, media lingkungan keluarga, peringatan hari besar Islam, organisasi Islam dan lembaga pendidikan. Semua itu dilakukan agar materi-materi dakwah dapat tersampaikan dengan baik dan diterima mad u dengan mudah.
Sedangkan dalam hal analisis data peneliti menggunakan metode analisis data kualitatif deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan analisis data-data yang telah tersaji secara keseluruhan. Selain itu peneliti di sini menitikberatkan kepada observasi dan suasana alamiah (naturalistik setting) yang membuat kategori perilaku dan mengamati segala yang terjadi di lapangan.
Puji syukur alhamdulillah. Atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah SAW, para keluarga, para sahabat, dan pengikutnya. Amin.
Tidak terasa proses menuntut ilmu di Fakultas Dakwah IAIN Walisongo sampai pada dermaga akhir. Penulis menyadari bahwa selama proses menuntut ilmu dari awal sampai pada penyelesaian skripsi ini, tidak akan berhasil tanpa dorongan semangat dan dukungan dari semua pihak dengan berbagai bentuk. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Yth. Prof. Dr. H. Huhibbin, M.Ag. (Rektor IAIN Walisongo) yang telah memberikan segala kebijakan dalam menjalankan institusi tercinta ini.
2. Yth. Dr. Muhammad Sulthon, M. Ag. (Dekan Fakultas Dakwah) serta staf- stafnya atas segala kebijakan teknis di tingkat fakultas.
3. Yth. Dra. Hj. Umul Baroroh, M.Ag sebagai Pembimbing I yang sabar menghadapi penulis ketika bimbingan. Terima kasih atas ketulusannya dalam membimbing penulisan skripsi ini.
4. Yth. Dra. Hj. Amelia Rahmi, M. Pd, selaku pembimbing II penulis. Terima kasih atas kesabarannya dalam membimbing penulis hingga selesainya skripsi ini.
penulis.
6. Serta semua pihak yang telah berperan dan membantu penulis hingga skripsi ini terwujud.
Semoga amal baik kalian mendapatkan pahala yang berlipat dari Allah SWT. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Karena itu, penulis berharap saran dan kritikan yang bersifat membangun dari pembaca. Terima kasih.
Semarang, Desember 2010 Penulis,
DWI ISMIYATI NIM: 051211007
HALAMAN NOTA PEMBIMBING --- ii
HALAMAN PENGESAHAN --- iii
HALAMAN MOTTO--- iv
HALAMAN PERSEMBAHAN --- v
HALAMAN PERNYATAAN --- vi
HALAMAN KATA PENGANTAR --- vii
HALAMAN ABSTRAKSI--- ix
HALAMAN DAFTAR ISI --- x
BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang --- 1
1.2 Rumusan Masalah --- 9
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian--- 9
1.4 Tinjauan Pustaka--- 10
1.5 Kerangka Teoritik --- 13
1.6 Metode Penelitian--- 15
1.7 Sistematika Penulisan Skripsi --- 21
BAB II: KONSEP DAKWAH ISLAM 2.1 Tinjauan Umum Dakwah Islam --- 23
2.2 Unsur-unsur Dakwah --- 27
2.3 Subyek Dakwah--- 28
2.4 Obyek Dakwah--- 33
2.5 Metode Dakwah--- 36
2.6 Media Dakwah --- 46
2.7 Logistik Dakwah--- 53
2.8 Materi Dakwah--- 54
3.3 Aktivitas Dakwah--- 61 3.4 Metode Dakwah--- 64 3.5 Media Dakwah --- 68
BAB IV: ANALISIS METODE DAN MEDIA DAKWAH KH. NOER MUHAMMAD ISKANDAR, SQ
4.1 Metode Dakwah--- 73 4.2 Media Dakwah --- 82
BAB V: PENUTUP
5.1 Kesimpulan --- 91 5.2 Saran-saran --- 92 5.3 Penutup --- 93
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN
1 1.1. Latar Belakang
Dakwah merupakan aktivitas yang sangat penting dalam Islam.
Dengan dakwah, Islam dapat tersebar dan diterima oleh manusia (Azis, 2004: 37). Sebaliknya, tanpa dakwah Islam akan semakin jauh dari masyarakat dan akan lenyap dari permukaan bumi.
Adapun menurut Yani dakwah merupakan usaha menyeru, mengajak dan mengarahkan manusia dari kehidupan yang bukan Islami kepada kehidupan yang Islami (Yani, 2005 : 7).
Dakwah adalah proses penyelenggaraan suatu usaha atau aktivitas yang dilakukan dengan sadar, sengaja dan berencana guna mempengaruhi orang lain agar timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap penghayatan serta pengamalan ajaran agama tanpa adanya unsur paksaan (Muriah, 2000: 6).
Jadi aktivitas dan kegiatan tersebut dilakukan dengan mengajak, mendorong, menyeru, tanpa paksaan, tekanan dan provokasi dan bukan pula dengan bujukan dan rayuan pemberian sembako.
Aktivitas dakwah pada awalnya hanya merupakan tugas sederhana, yakni kewajiban untuk menyampaikan apa yang diterima oleh Rasulullah SAW. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
) (
Artinya: Sampaikan apa-apa yang datang dariku meskipun hanya satu ayat.
(HR Bukhori Muslim)
Inilah yang membuat kegiatan atau aktivitas dakwah boleh dan harus dilakukan oleh siapa saja yang mempunyai rasa keterpanggilan untuk menyebarkan nilai-nilai Islam. Aktivitas dakwah memang berangkat dari kesadaran pribadi yang dilakukan oleh orang perorang dengan kemampuan minimal dari siapa saja yang dapat melakukan dakwah.
Begitupun juga dengan KH. Noer Muhammad Iskandar beliau merasa terpanggil untuk menyebarluaskan ajaran Islam di wilayah Tangerang Jawa Barat, karena masyarakat tersebut masih perlu adanya pembenahan tentang ajaran Islam. Untuk itu menurut beliau berdakwah itu adalah tugas yang harus dijalankan bagi setiap muslim, karena dakwah merupakan kegiatan yang bersifat menyeru atau mengajak orang lain untuk mengamalkan ajaran Islam.
Dari Jawa Timur beliau datang ke Tangerang berbekal semangat besar. Dengan ketekunan dan tekad besarnya itu beliau membangun pondok pesantren di tengah gemerlap kehidupan metropolitan.
Melihat KH. Noer Muhammad Iskandar adalah menyaksikan suatu fenomena perpindahan kebudayaan, hal ini sering kali dialami pada santri lain. Maksud perpindahan kebudayaan adalah anak pesantren yang setelah usai menyelesaikan pendidikan di lembaga tradisional itu menyeberangi sekat kultural dan geografis yang memisahkan mereka tinggal di desa dari alam perkotaan dengan cara merantau dan pindah ke kota-kota. (Idris, 2003: 4)
Alasan perpindahan ini sudah tentu sangat bervariasi dari sekedar mengadu nasib, mencari pengalaman baru yang lebih segar, ingin melihat
“dunia” yang lain, ingin memperoleh pendidikan yang lebih bermutu, hingga alasan yang lebih serius misalnya menyebarkan agama Islam (Dakwah).
Satu hal yang selalu disampaikan KH. Noer Muhammad Iskandar tentang Ash-Shiddiqiyah adalah upaya membangun santri yang tidak selalu jadi kiai tapi mereka diharapkan menjadi santri yang bisa mengisi berbagai bidang kehidupan yang dibutuhkan umat manusia.
(Idris, 2003: 311)
Islam adalah agama dakwah, artinya agama yang menugaskan umatnya untuk menyebarkan dan mensyiarkan Islam kepada seluruh umat manusia baik dalam keadaan bagaimanapun dan di manapun. Karena maju mundurnya umat Islam sangat bergantung dan berkaitan erat dengan kegiatan dakwah yang dilakukan (Hafiduddin, 1998: 76). Oleh karena itu sangat wajar jika Islam memerintahkan umatnya untuk menjadi pengingat dan pengajak ke arah kebaikan dan pencegah kemungkaran.
Kita tidak dapat membayangkan ketika kegiatan dakwah mengalami kelumpuhan yang disebabkan oleh berbagai faktor terlebih sekarang ini adalah era globalisasi, dimana berbagai informasi masuk begitu cepat dan instan yang tidak dapat dibendung lagi (Suparta, 2003: 5). Kita sebagai umat Islam harus dapat memilah dan menyaring informasi tersebut, sehingga tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Perlu kita sadari bahwa setiap muslim berkewajiban untuk berdakwah, karena dakwah merupakan tugas suci guna menumbuhkan
kepercayaan, pengertian dan kesadaran. Sebagaimana dalam firman Allah surat Ali Imran ayat 110:
Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (Depag, 1997: 65)
Dan ditegaskan dalam surat Ali Imran ayat 104:
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (Depag, 1997:
64)
Memahami esensi dari makna dakwah, bahwa dalam melaksanakan tugas dakwah, seorang da'i dihadapkan pada kenyataan bahwa individu- individu yang akan didakwahi memiliki keberagaman dalam berbagai hal, seperti pikiran-pikiran (ide-ide), dan pengalaman kepribadian (Faizah, 2006:
36). Dengan keberagaman tersebut pastinya akan memberikan corak yang berbeda pula dalam menerima dakwah (materi dakwah) dan menyikapinya.
Karena itulah untuk mengefektifkan usaha dakwah, seorang da'i dituntut untuk memahami mad u yang akan dihadapi. Di samping itu juga
memahami kondisi obyek yang dihadapi atau komunitas manusia yang menjadi sasaran pada saat dakwah itu berlangsung.
Untuk itulah dakwah harus dikemas dengan cara dan metode yang tepat dan pas. Dakwah harus tampil secara aktual, faktual dan kontekstual.
Aktual dalam arti memecahkan masalah yang kekinian dan hangat di tengah masyarakat. Faktual dalam arti konkret dan nyata, serta kontekstual dalam arti relevan dan menyangkut problema yang sedang dihadapi oleh masyarakat (Suparta, 2003: ix).
Sampai sekarang format dakwah terus mengalami perkembangan, seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, seperti munculnya teknologi televisi, internet, HP,VCD, MP3, radio, majalah dan sebagainya, yang memberikan kemudahan untuk menyampaikan suatu informasi dalam waktu yang singkat dan jangkauannya luas, sehingga efektif dan efisien.
Hal inilah yang sampai sekarang banyak dimanfaatkan oleh para ulama untuk dijadikan sebagai media dakwah, dalam penentuan strategi dakwah yang memiliki azas efektifitas dan efisiensi, dimana dalam suatu aktivitas dakwah harus berusaha menyeimbangkan antara biaya, waktu maupun tenaga yang dikeluarkan dengan pencapaian hasilnya, bahkan kalau bisa waktu, biaya dan tenaga sedikit dapat memperoleh hasil yang semaksimal mungkin (Syukir, 1983: 33).
Islam adalah agama rahmatan lil alamin yang berpedoman pada al- Qur’an dan Hadits. Dan untuk menyampaikannya pun dibutuhkan berbagai
pendekatan komunikasi melalui berbagai metode di antaranya: bil-hal, menitikberatkan pada keteladanan, tindakan dan perbuatan; bil-kitabah, menitikberatkan pada metode tulisan; sedangkan bil-lisan, menitikberatkan pada pengajaran, pendidikan melalui ucapan. Metode lisan salah satu bentuknya adalah metode ceramah.
Secara historis, metode ceramah sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW, setelah diturunkannya wahyu yang memerintahkan untuk berdakwah secara terang-terangan (Haikal, 1978: 102). Dimana pada mulanya dakwah secara sembunyi-sembunyi hanya ditujukan kepada keluarga dan sahabat dekatnya saja, lalu turun perintah supaya dakwah dilakukan secara terang-terangan.
Metode ceramah dikenal juga sebagai metode kuliah, karena umumnya banyak dipakai di perguruan tinggi, dan disebut pula sebagai metode pidato atau khutbah. Metode ini sering digunakan, karena metode ini sangat mudah untuk dilakukan (Armai, 2002: 136).
Metode ceramah merupakan salah satu metode yang sering digunakan oleh para mubalig, diantaranya KH. Noer Muhammad Iskandar yang di dalam da’wahnya menggunakan metode ceramah. Selain metode ceramah beliau juga menggunakan metode keteladanan seperti contoh dengan sifat beliau yang penyabar, tawadlu , lembut dan tegas dalam berpendapat itulah keunggulan sifat beliau yang menjadi tauladan keluarga, santri dan masyarakat setempat. Beliau juga menerapkan Metode bandongan, buktinya sampai sekarang kegiatan pengajian Tafsir Jalalain
masih aktif diterapkan di pesantren ash-Shiddiqiyah II sehabis jum’atan dan diikuti oleh semua santri. Beliau dikenal sebagai seorang kiai yang ulet dan pemberani yang disegani oleh masyarakat Tangerang dan sekitarnya.
Maksud pemberani di sini adalah beliau mempunyai keberanian untuk menyampaikan suatu pendapat yang diyakininya sebagai kebenaran, meskipun hal itu kadangkala berbeda dengan pendapat kawan-kawannya sesama kiyai.
Menurut KH. Dr. Tarmizi Taher, Noer Muhammad Iskandar di samping secara serius menyampaikan nilai-nilai agama, beliau juga memiliki kemampuan humoris yang segar dalam berdakwah. Humor maksudnya tidak menutupi nilai-nilai yang disampaikannya. Kelebihan itulah yang membuat Noer Muhammad Iskandar bisa diterima oleh audiennya (Idris, 2003: vi).
KH. Noer Muhammad Iskandar adalah seorang kiai dengan segudang kesibukannya mengurus santrinya. Pondok pesantren beliau sudah bercabang di sembilan cabang, di antaranya Asshidiqiyah pusat berada di Kedoya, Asshidiqiyah II berada di Batu Ceper, Asshidiqiyah III berada di Karawang, Asshidiqiyah IV berada di Tangerang, Asshidiqiyah V berada di Bogor, Asshidiqiyah VI berada di Jawa Barat, Asshidiqiyah VII & IX berada di Lampung, Asshidiqiyah VIII berada di Banyuasin. (Idris, 2003: 312)
Dalam kapasitas sebagai pimpinan pondok pesantren dengan ribuan santri yang diasuhnya tentu dibutuhkan manajerial yang baik.
Sikapnya yang luwes membuat banyak orang suka bergaul dengannya, bukan hanya kapasitas santri, tetapi juga masyarakat awam dan masyarakat sekitar (Idris, 2003: vii-viii).
Beliau sangat pandai dalam mengemas suatu dakwah, sehingga dakwah dapat diterima oleh semua kalangan, baik dari pejabat maupun
lapisan masyarakat bawah yang sering “sowan” (baca: silaturahmi) untuk meminta penjelasan dan “wejangan” (nasehat). Ini menunjukkan bahwa dakwah yang beliau sampaikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Yunan Yusuf yang mengatakan bahwa dakwah haruslah dikemas dengan metode yang tepat, agar dakwah menjadi aktual, faktual, kontekstual (Suparta, 2003: ix).
Sebagai seorang ulama yang tidak lupa dengan tugasnya, yaitu mengamalkan ilmu yang dimiliki kepada santrinya, KH. Noer M Iskandar dalam melaksanakan dakwahnya menggunakan beberapa media dakwah.
Dimana menurut Asmuni Sukir media dakwah adalah segala sesuatu yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah. Jadi, media dakwah adalah suatu alat untuk mencapai tujuan dakwah. Alat ini bisa berupa barang (material), orang, tempat, kondisi tertentu dan sebagainya (Sukir, 1983:
163).
Hal ini secara konkret dapat dilihat dalam bentuk keaktifannya di beberapa tempat pondok pesantren yang diasuhnya, sering mengisi pengajian bulanan, memberikan bimbingan haji, di samping itu beliau juga aktif dalam dunia perpolitikan.
Selain menggunakan media-media di atas, KH. Noer M Iskandar juga memanfaatkan multimedia sebagai media dakwah, seperti halnya beliau mengisi ceramah di Radio CBB, yang bertujuan untuk didengar masyarakat yang tidak mempunyai waktu luang untuk mengikuti panggilan secara langsung. (Idris, 2003: 58). Ceramah tersebut disiarkan setiap hari
sehabis subuh pukul 05.00-06.00 Wib, siaran itu masih ada sampai sekarang. Masyarakat sekitar banyak yang mendengarkan dan tanggapannya senang karena dianggap bagus dan selalu sesuai dengan keadaan. Contoh beliau pernah mengutarakan tentang krisis adab rakyat Indonesia, terutama kaum remaja sebagai generasi penerus.
Dari keterangan-keterangan di atas penulis sangat tertarik untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam dalam sebuah penelitian yang berjudul Dakwah KH. Noer Muhammad Iskandar (Studi Metode dan Media Dakwah).
1.2. Rumusan Masalah
Bertitik tolak pada latar belakang di atas, maka penulis fokus pada permasalahan dalam studi ini, yaitu:
1. Apakah Metode yang digunakan KH. Noer Muhammad Iskandar untuk berdakwah?
2. Media dakwah apa yang digunakan oleh KH. Noer Muhammad Iskandar?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini secara garis besar adalah untuk mengetahui dakwah KH. Noer Muhammad Iskandar dengan spesifikasi sebagaimana rumusan tersebut di atas, yaitu: untuk mengetahui metode dan media yang digunakan KH. Noer Muhammad Iskandar dalam menyampaikan dakwah Islamiyah.
2. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat pada penelitian ini ada beberapa aspek manfaat, yaitu:
a. Manfaat Teoritis
Dalam penelitian ini tidak terlepas dari manfaat yang dirasakan dan berdampak langsung pada penulis, manfaat penelitian ini bagi penulis dapat menambah khazanah kepustakaan tentang ilmu dakwah selama kurun waktu penulis menuntut ilmu di IAIN.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan pertimbangan, khususnya bagi para da'i dalam menentukan metode dan media dakwah Islam.
1.4. Tinjauan Pustaka
Dalam melakukan penulisan skripsi yang berjudul “Dakwah KH.
Noer Muhammad Iskandar (Studi Metode dan Media Dakwah)”, penulis mengembangkan studi kajian dengan mengambil beberapa penelitian atau studi berbentuk skripsi yang memiliki relevansi dengan pembahasan dan kajian di atas, yang berguna sebagai acuan dan perbandingan, sehingga penelitian yang akan penulis lakukan akan menjadi baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Tinjauan kepustakaan yang penulis ambil antara lain:
Penelitian Ahmad Rifa’i (2007) yang berjudul “Dakwah KH.
Sya’roni Ahmadi Kudus (Studi Metode dan Media Dakwah)”, skripsi ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yang lebih menekankan pada pendekatan subyektif yang mengangkat permasalahan metode dan media dakwah yang digunakan beliau. Penelitian ini menghasilkan:
1. Metode yang digunakan yaitu metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, metode infiltrasi, dan metode keteladanan.
2. Media yang digunakan KH. Sya’roni Ahmadi yaitu media tulisan, media auditif, media lisan, dan media pendidikan sekolah.
3. Dengan metode dan media itu akhirnya dakwah beliau dapat diterima oleh kalangan masyarakat atas maupun bawah. (Ahmad Rifai, 2007: 89)
Penelitian Zaenal Arifin (2007), yang berjudul “Aktivitas Dakwah KH. Amin Budiharjono (Analisis Terhadap Materi dan Metode)”, skripsi ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yang lebih menekankan pendekatan subyektif yang mengangkat permasalahan isi materi, pemilihan materi dan metode yang digunakan beliau dalam berdakwah. Penelitian ini menghasilkan:
1. Materi yang digunakan beliau berdasarkan 4 faktor, yaitu: faktor keimanan, faktor realitas, faktor peristiwa dan faktor kebutuhan mad u.
2. Metode yang digunakan beliau yaitu seni musik puisi dan teater, dengan harapan tidak terkesan membosankan. Sehingga mad u merasa terhibur dan mudah memahami materi yang disampaikannya. (Zaenal Arifin, 2007 : 72)
Penelitian Luluk Farida (2007) yang berjudul “Strategi dan Metode Dakwah KH. Maimun Zubeir”, skripsi ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yang lebih menekankan pada pendekatan subyektif, yang mengangkat permasalahan strategi dan metode dakwah yang digunakan beliau dalam menyebarkan ajaran Islam. Penelitian ini menghasilkan:
1. Strategi beliau yaitu jaringan spiritual dan hubungan sosial kemasyarakatan.
2. Metode yang digunakan beliau sama halnya yang digunakan Rasulullah SAW yaitu metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi dan metode keteladanan.
3. Dakwah beliau pun berhasil dengan berhasilnya keturunan dan santri beliau yang menjadi orang-orang yang mampu mengembangkan syari’at Islam. (Luluk Farida, 2007: 65)
Dari beberapa tinjauan di atas, memang terdapat kesamaan yang penulis lakukan. Pada penelitian pertama hingga terakhir memiliki kesamaan pada proses metode dan media dakwah, selain itu juga kesamaan tersebut berupa kesamaan dalam melakukan penelitian terhadap dakwah yang dilakukan oleh tokoh Islam. Meskipun sama-sama membahas tentang metode dan media yang digunakan oleh seorang tokoh, akan tetapi terdapat perbedaan yang mendasar dalam penelitian ini, yaitu tokoh yang menjadi kajian tokoh yang penulis kaji. Pada penelitian ini penulis mengambil tokoh Islam bernama KH. Noer Muhammad Iskandar.
Selama ini penelitian yang terkait langsung kepada tokoh KH. Noer Muhammad Iskandar sebagai obyek penelitian, belum pernah penulis temukan. Kajian-kajian yang membahas tentang ketokohan KH. Noer Muhammad Iskandar, hanya sebatas uraian pendapat yang bukan merupakan hasil penelitian. Buku yang mengkaji tentang KH. Noer Muhammad Iskandar adalah Pergulatan Membangun Pondok Pesantren KH. Noer Muhammad Iskandar, yang ditulis oleh Amin Idris.
1.5. Kerangka Teoritik
Dakwah sebagai suatu istilah yang telah memiliki pengertian secara khusus berasal dari kata bahasa Arab yaitu “isim masdar”. Kata ini berasal dari fi’il (kata kerja) “da a yad u - da watan , artinya memanggil, mengajak atau menyeru. Arti kata dakwah ini sering dijumpai atau dipergunakan dalam al-Qur’an seperti :
. . . .
Artinya : ...dan panggillah saksi-saksimu lain dari pada Allah (QS al- Baqarah: 23). ( Depag, 1984: 12).
. . . .
Artinya: . mereka itu menyeru kedalam neraka, dan Allah menyeru ke dalam surga. (Al-Baqarah: 221). (Depag, 1984: 54)
Aktivitas dakwah dilakukan berjalan secara efektif bilamana apa yang menjadi tujuan benar-benar dapat dicapai. Untuk mewujudkan tercapainya suatu tujuan dakwah maka dibutuhkan adanya metode dakwah tersendiri. Metode dakwah bisa dipahami sebagai cara atau teknik yang
digunakan dalam berdakwah agar orang yang didakwahi itu mau menerima dakwah secara efektif. Untuk itu strategi yang didukung dengan metode yang bagus akan menjadikan aktivitas dakwah menjadi matang dan tercapainya suatu tujuan dakwah. (Safroddin Halimi, 2008: 38)
Dalam proses kegiatan dakwah banyak unsur yang terlibat di dalamnya baik secara langsung mempengaruhi jalannya proses Islamisasi kepada individu, kelompok maupun masyarakat. Unsur-unsur pokok yang harus ada dalam kegiatan dakwah paling tidak terdapat tiga unsur penentu.
Sehingga proses dakwah itu dapat berlangsung, di antaranya da i (subjek dakwah), mad u (objek dakwah), maddah (pesan dakwah). Sedangkan unsur-unsur lain yang turut mempengaruhi proses dakwah antara lain seperti wasilatu dakwah (media dakwah) dan kaifiyatu dakwah (metode dakwah).
Untuk menyampaikan ajaran Islam kepada umat, pastilah dakwah dapat menggunakan berbagai wasilah. Sedangkan wasilah (media) adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan materi dakwah (ajaran Islam) kepada mad u (Munir, 2006: 32).
Hamzah Ya’kub (1981) membagi wasilah dakwah menjadi lima macam, yaitu lisan, lukisan, tulisan, audio visual dan akhlak. Dengan demikian berdakwah merupakan kewajiban seluruh umat Islam menurut kemampuan dan kesanggupan masing-masing secara perorangan maupun kelompok dengan mempertimbangkan keadaan, situasi dan kondisi.
1.6. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penulisan skripsi ini termasuk jenis penelitian kualitatif, yakni penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat diperoleh melalui prosedur statistik (pengukur) atau bentuk hitungan lainnya. Spesifikasi ini didasarkan pada sifat dan berlakunya penelitian kualitatif yang di antaranya adalah untuk meneliti tentang kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku dan persoalan-persoalan sosial lainnya (Anselm Strauss dan Juliet Corbin, 2003: 4).
Selain itu penelitian ini menggunakan pendekatan subyektif.
Pendekatan subyektif ini merupakan pendekatan yang mengkonsentrasikan pada pendekatan terhadap perilaku manusia yang menjadi obyek penelitian. Perilaku dalam pendekatan ini meliputi aktivitas, pengucapan dan tingkah laku dari manusia tersebut. Jadi, tidak hanya sebatas pada tingkah laku semata. Adapun yang menjadi subyek disini adalah KH. Noer Muhammad Iskandar, dengan melakukan penelitian melalui aktivitas, perilaku dan perkataan beliau. (Mulyana, 2003: 34-35).
Namun, karena aktifitas KH. Noer yang sangat sibuk sehingga tidak memungkinkan penulis untuk bertatap muka dengan beliau dalam waktu yang cukup banyak. Untuk itu, sebagai penunjang sumber data tentang KH. Noer, peneliti melakukan wawancara dengan orang-orang terdekat beliau, seperti istri, pengurus pesantren dan masyarakat.
2. Definisi Konseptual
Definisi konseptual ini merupakan upaya memperjelas ruang lingkup penelitian. Dalam penulisan skripsi ini penulis akan menguraikan beberapa batasan menyangkut definisi judul untuk menghindari kesalahpahaman pemaknaan.
Dakwah adalah mengubah atau mendorong umat manusia agar melaksanakan kebaikan dan mengikuti petunjuk serta memerintah berbuat ma ruf dan mencegah dari perbuatan mungkar supaya mereka memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat (Sulton, 2003: 9).
Dakwah merupakan aktivitas atau kegiatan mengubah manusia untuk beramar ma ruf nahi mungkar, untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Dalam penelitian ini yang menjadi obyek penelitian penulis KH. Noer Muhammad Iskandar, sebagai salah satu ulama yang berkecimpung dalam berdakwah. Dalam kegiatan dakwah, beliau dapat mengharmonisasikan unsur-unsur dakwah sehingga dapat tercapai tujuan dakwahnya, yang salah satunya tentang metode dan media dakwahnya.
Secara istilah Munzier Suparta dan Harjani Hefni (2006: 6) dalam buku karangannya yang berjudul “Metode Dakwah” memberikan definisi mengenai metode sebagai cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud tujuan tertentu. Definisi lainnya menurut Ali Aziz mendefinisikan metode dakwah adalah cara
yang sistematis dan teratur untuk pelaksanaan suatu atau cara kerja (Aziz, 2004: 122)
Lebih lanjut Dzikron Abdullah (1989:4) mendefinisikan metode dakwah adalah suatu jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan dakwah. Sedangkan dakwah adalah cara yang digunakan subyek dakwah untuk menyampaikan materi dakwah. Jadi, metode dakwah adalah cara-cara yang digunakan oleh seorang da'i untuk menyampaikan materi dakwah, yaitu al-Islam atau serentetan kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu.
Dari definisi di atas sudah jelas bahwa metode itu mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai tujuan dakwah. Sedangkan definisi media dakwah menurut Asmuni Syukir (1989: 163) merupakan segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan.
Jadi yang dimaksud dengan dakwah KH. Nuer Muhammad Iskandar adalah segala kegiatan atau aktivitas beramar makruf nahi mungkar dengan cara yang sistematis, tanpa paksaan untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat
3. Sumber Data
Secara garis besar sumber data yang menjadi acuan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Data Primer
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah bahan utama yang dijadikan sumber referensi. Dalam pembahasan ini, karena KH.
Noer sulit ditemui maka sumber primernya adalah keluarga, pengurus pesantren, dan masyarakat setempat sebagai obyek kajian.
b. Data Sekunder
Sumber sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku, artikel, makalah, tulisan dan lain-lainnya yang memiliki keterkaitan dengan bidang kajian, sebagai bahan pendukung dalam pembahasan penelitian ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penulisan skripsi guna memperoleh hasil yang maksimal dan bertanggung jawab, maka penulis menggunakan metode, sebagai berikut:
a. Wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada responden, yaitu dengan bercakap- cakap secara tatap muka (Furchan, Maimun, 2005: 51). Wawancara yang dimaksud adalah percakapan dengan tujuan tertentu yang dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2006:
186).
Wawancara dalam studi ini menggunakan teknik wawancara berstruktur dan wawancara tidak berstruktur. Wawancara berstruktur merupakan wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Pada wawancara berstruktur ini diharapkan dapat terungkap berbagai persoalan yang berkaitan dengan fokus studi ini. Wawancara tidak berstruktur merupakan wawancara yang pertanyaannya biasanya tidak disusun terlebih dahulu. Metode wawancara ini diharapkan dapat terungkap berbagai informasi yang dapat mendukung data yang diperoleh melalui wawancara terstruktur (Moleong, 2006: 190). Dalam hal ini, yang diwawancarai adalah sebagai berikut:
1. Hj. Siti Nur Jazilah, beliau adalah istri KH. Noer Muhammad Iskandar sekaligus pengasuh pondok pesantren Ash-Shiddiqiyah Pusat yang bertempat di Kedoya, Jakarta.
2. Ustad Imam Mudlofir, S.Pd, beliau adalah tangan kanan KH.
Noer Muhammad Iskandar sekaligus lurah pondok pesantren Ash-Shiddiqiyah II yang bertempat di Batu Ceper, Tangerang.
3. Ustad Saifuddin Salim, beliau adalah salah satu ustad dan pengurus pondok pesantren Ash-Shiddiqiyah II yang bertempat di Batu Ceper, Tangerang. Beliau juga dipercaya sebagai ta’mir masjid di pondok pesantren Ash-Shiddiqiyah II.
b. Observasi
Karena tokoh yang diteliti masih hidup, maka peneliti menggunakan observasi. Dengan metode ini peneliti dapat mengetahui secara jelas apa yang dilakukan dan dihasilkan oleh tokoh yang bersangkutan (Furchan Maimun, 2005: 55), yaitu KH.
Noer Muhammad Iskandar.
Peneliti melakukan observasi di pondok pesantren Ash- Shiddiqiyah II yang bertempat di Batu Ceper, Tangerang selama kurang lebih dua minggu. Di sini peneliti terjun langsung ke lapangan dengan mengikuti berbagai kegiatan diantaranya pengajian rutin Tafsir Jalalain dan kitab Ta limul Muta alim dan lain sebagainya.
c. Dokumentasi
Yaitu mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis terutama berupa arsip-arsip dan buku-buku tentang pendapat, teori atau hukum-hukum yang berhubungan dengan masalah penyelidikan (Nawawi, 1991: 133). Dengan metode ini penulis dapat mencatat karya yang dihasilkan oleh subyek penelitian (sang tokoh) selama ini, atau tulisan karya orang lain yang berkaitan dengan subyek penelitian, yaitu KH. Noer Muhammad Iskandar.
Di samping itu, dengan metode dokumentasi peneliti berharap dapat melacak dokumen pribadi sang tokoh. Dokumen pribadi ini terdiri dari dua jenis, yaitu dokumen pribadi berdasarkan
permintaan, yaitu dokumen pribadi yang dibuat atas permintaan peneliti; dan dokumen pribadi yang tidak berdasarkan permintaan, bahwasanya peneliti hanya menggunakan dokumen yang sudah ada peneliti yang memakai (Furchan, Maimun, 2005: 54-55).
Dari hasil observasi yang peneliti lakukan, peneliti mendapatkan bukti dokumentasi berupa CD, buku, dan foto-foto.
5. Teknik Analisis Data
Berdasarkan spesifikasi penelitian maka dalam melakukan analisis terhadap data-data yang telah tersaji secara kualitatif juga menggunakan metode analisis data kualitatif, deskriptif, yaitu analisis yang hanya menjelaskan sesuatu atau membuat prediksi sebatas variable yang diketengahkan (Noeng Muhadjir, 2004: 142).
Analisis deskriptif ini menitikberatkan pada observasi dan suasana alamiah (naturalistic setting), peneliti terjun ke lapangan dan bertindak sebagai pengamat. Ia hanya membuat kategori perilaku, aktivitas perilaku, mengamati segala yang terjadi di lapangan dan mencatatnya dalam buku observasinya (Rahmat, 1991: 25).
1.7. Sistematika Penulisan Skripsi
Untuk memudahkan dalam penulisan skripsi ini maka penulis membagi penulisan skripsi menjadi tiga bagian yang masing-masing memiliki sisi yang berbeda, yaitu sebagai berikut:
1. Bagian pertama berisi bagian judul, halaman nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, halaman pernyataan, halaman abstrak, kata pengantar dan daftar isi.
2. Bagian isi, yang terdiri lima bab, yaitu sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan yang memuat: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoritik, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II : Merupakan landasan teori yang membahas tentang dakwah secara umum yang meliputi pengertian dakwah, subyek dakwah, obyek dakwah, metode dakwah, media dakwah dan juga materi dakwah.
Bab III : Pada bab ini berisi deskripsi tentang dakwah KH. Noer Muhammad Iskandar.
Bab IV : Analisis tentang dakwah KH. Noer Muhammad Iskandar (studi metode dan media dakwah).
Bab V : Bab kelima ini merupakan bab terakhir pada penulisan skripsi ini, meliputi kesimpulan, saran-saran dan penutup.
3. Bagian terakhir berisi lampiran-lampiran data dan daftar riwayat hidup penulis.
BAB II
KONSEP DAKWAH ISLAM
2.1 Tinjauan Umum Dakwah Islam
Islam adalah agama dakwah, yang mengandung arti bahwa keberadaannya di muka bumi ini adalah disebarluaskan dan diperkenalkann kepada umat melalui aktivitas dakwah, bukan dengan paksaan, kekerasan, tidak pula dengan kekuatan pedang. ( An-Nabiry, 2008: 13 )
Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 256 yang berbunyi :
Artinya: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.
Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. (Depag, 1984: 63)
Hal ini dapat kita pahami, karena Islam adalah agama perdamaian, agama cinta kasih, agama pembebas dari belenggu perbudakan, agama yang mengakui hak dan kewajiban setiap individu. Dengan demikian, semakin jelaslah bahwa Islam merupakan satu-satunya agama samawi yang dititah oleh Allah SWT sebagai Rahmat bagi seluruh alam. Keberadaannya harus senantiasa diserukan dan disampaikan dari umat dan untuk umat manusia seluruhnya. Penyampaian Islampun dikemas dan disajikan dalam satu wadah amar ma'ruf nahi munkar . ( An-Nabiry, 2008: 11 )
Tidak bisa dipungkiri bahwa penyebaran agama Islam keseluruh dunia, adalah karena adanya proses dakwah Islam yang dilakukan oieh para ulama' sebagai juru dakwah melalui aktivitas dakwahnya.
Berpijak dari itulah, maka sebelum dakwah ini dibahas secara mendetail, penulis terlebih dahulu memaparkan beberapa pengertian dakwah sebagai berikut:
1. Arti Dakwah Menurut Bahasa
Menurut Maman Abdul Djaliel ( 1997: 21 ), dakwah secara etimologi berasal dari bahasa Arab yaitu ( , , ) yang berarti menyeru, memanggil, mengajak, dan mengundang.
Dakwah yang artinya menyeru, sebagaimana firman Allah SWT surat Yunus ayat 25 :
Artinya : Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga) dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam). (Depag, 1984: 310).
Dakwah yang artinya undangan, sesuai hadits Nabi SAW.
) (
"Datangilah undangan apabila engkau diundang" (HR Muslim) Asmuni Syukir (1983: 17) menjelaskan bahwa dari etimologi (bahasa), dakwah berasal dari bahasa Arab : da'watan yang berarti panggilan, ajakan, dan seruan. Dalam ilmu tata bahasa Arab, kata dakwah berbentuk isim masdar. Kata ini berasal dari fi'il (kata kerja)
( , , ) : da'a-yad'uu-da watan (memanggil, mengajak, atau menyeru).
Dengan dengan demikian dakwah secara etimologi (bahasa) adalah proses penyampaian pesan-pesan tertentu yang berupa ajakan, himbauan atau seruan. Dengan tujuan agar orang lain memenuhi ajakan, seruan atau himbauan tersebut.
2. Arti Dakwah Menurut Istilah
Pengertian dakwah secara terminologi (istilah) ada beberapa pakar ilmu dakwah yang telah mencoba untuk merumuskan istilah tersebut, diantaranya :
Dzikron Abdullah berpendapat semua usaha untuk menyebarluaskan Islam dan merealisasikan ajaran di tengah masyarakat dan kehidupannya agar mereka memeluk agama Islam dan mengamalkannya dengan baik adalah dakwah. (Abdullah, 1989 : 7)
Adapun menurut Asmuni Syukir dakwah dapat diartikan dalam dua segi atau dua sudut pandang yakni pengertian dakwah yang bersifat pembinaan dan pengertian dakwah yang bersifat pengembangan.
Pembinaan artinya suatu kegiatan untuk mempertahankan dan menyempurnakan sesuatu hal yang telah ada sebelumnya, sedangkan pengembangan berarti suatu kegiatan yang mengarah kepada pembaharuan atau mengadakan sesuatu hal yang belum ada. (Syukir, 1983: 20)
Menurut Samsul Munir Amin, yang berpendapat bahwa dakwah nerupakan suatu aktivitas yang dilakukan dengan sadar dalam rangka menyampaikan pesan-pesan agama Islam kepada orang lain agar mereka menerima ajaran Islam tersebut dan menjalankannya dengan baik dalam kehidupan individu maupun masyarakat untuk mencapai kebahagiaan dunia maupun akhirat dengan menggunakan berbagai media dan cara- cara tertentu. (Amin, 2008: 7)
Muhammad Sulthon berpendapat bahwa dakwah merupakan setiap usaha atau aktivitas dengan lisan atau tulisan dan lainnya yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan mentaati Allah SWT, sesuai dengan garis-garis aqidah dan syariat serta akhlak Islamiyah (Sulthon, 2001 : 9)
Sedangkan dakwah menurut Wardi Bahtiar adalah upaya mengubah situasi kepada situasi yang lain yang lebih baik sesuai ajaran Islam, atau proses mengajak manusia ke jalan Allah yaitu Islam.
(Bahtiar, 1997 : 31)
Dari beberapa definisi dakwah di atas, meskipun terdapat kesamaan atau perbedaan dalam perumusan, namun bila dikaji bersamaan dan perbedaan tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Proses penyebaran agama Islam kepada orang lain supaya mereka memeluk agama Islam.
2. Usaha yang dilakukan atau diselenggarakan berupa mengajak orang untuk beriman dan mentaati perintah Allah SWT, amar ma'ruf atau perbaikan dan pembangunan masyarakat serta nahi munkar.
3. Dakwah itu merupakan suatu aktivitas atau usaha yang dilakukan dengan sengaja atau sadar.
4. Dakwah merupakan akivitas yang bersifat menyeru, mengajak atau memanggil dengan metode tersendiri sesuai dengan kaidah Islam.
5. Usaha tersebut dimaksudkan untuk mencapai cita-cita dari dakwah itu sendiri yaitu kebahagiaan manusia di dunia maupun di akhirat.
Dengan demikian dakwah menurut istilah merupakan sebuah upaya dan kegatan baik dalam wujud ucapan maupun perbuatan, yang mengandung ajakan atau seruan kepada orang lain untuk mengetahui, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan sehari- hari, untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Dakwah tidak hanya merupakan usaha penyampaian saja, tetapi merupakan usaha untuk mengubah way of thinking, way of feeling, dan way of life manusia sebagai sasaran dakwah ke arah kualitas kehidupan yang lebih baik (Amin, 2008 : 8).
2.2 Unsur-unsur Dakwah
Unsur dalam Kamus Ilmiah Populer Lengkap (2010: 731-732) diartikan sebagai zat murni yang tidak dapat menjadi zat lain yang lebih sederhana secara kimia biasa; elemen. Dengan demikian dapat dikatakan unsur dakwah merupakan komponen yang selalu ada dalam setiap kegiatan
dakwah. Komponen-komponen ini dapat menunjang keberhasilan seorang da’i dalam berdakwah. Adapun komponen-komponen tersebut adalah subyek dakwah, obyek dakwah, metode dakwah, media dakwah, materi dakwah dan logistik dakwah.
2.2.1. Subyek Dakwah
Subyek dakwah merupakan orang yang melakukan dakwah, yaitu orang yang berusaha mengubah situasi yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah SWT, baik secara individu maupun berbentuk kelompok (organisasi). Sekaligus sebagai pemberi informasi dan missi. Dakwah merupakan kewajiban yang harus dipikul oleh kaum muslimin seluruhnya. Dengan artinya, bahwa setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan, ulama', atau bukan, yang berstatus kiai atau santri dituntut dan diwajibkan untuk berdakwah.
Dengan demikian, sudah barang tentu tidaklah semua muslim dapat berdakwah dengan baik dan sempurna, karena pengetahuan dan kemampuan mereka berbeda-beda pula. Bagaimanapun juga mereka wajib berdakwah menurut kondisi, kemampuan dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya.
Pada dasarnya semua pribadi muslim itu berperan secara otomatis sebagai muballigh artinya orang yang harus menyampaikan atau dikenal sebagai komunikator. Oleh karena itu, menurut Toto Tasmara (1997: 41-42) yang berperan sebagai muballigh dalam berdakwah dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Secara umum: adalah setiap muslim atau muslimat yang mukallaf, dimana bagi mereka kewajiban dakwah merupakan suatu yang melekat tidak terpisahkan dari missinya sebagai penganut Islam.
2. Secara khusus: adalah mereka yang mengambil keahlian khusus (mutakhasis) dalam bidang agama Islam.
Hamka (1984: 228-233) memberikan syarat-syarat bagi da'i sebagai berikut:
1. Hendaklah seorang da'i melihat dirinya sendiri apakah niatnya sudah bulat dalam berdakwah. Kalau kepentingan dakwahnya adalah untuk kepentingan diri sendiri, popularitas, untuk kemegahan dan pujian orang, ketahuilah bahwa pekerjaannya itu akan berhenti ditengah jalan. Karena sudah pasti bahwa disamping orang yang menyukai akan banyak pula yang tidak menyenangi.
2. Seorang da'i harus mempunyai kepribadian yang kuat dan teguh, tidak mudah terpengaruh oleh pandangan orang banyak ketika memuji, dan tidak tergoncang ketika orang-orang melotot karena tidak senang. Jangan ada cacat pada perangai, meskipun ada cacat jasmani.
3. Seorang da'i harus mengerti pokok pegangan kita adalah Al- Qur'an dan As-Sunnah, disamping itu harus mengerti ilmu jiwa (ilmu nafs), dan mengerti adat istiadat orang yang hendak didakwahi.
4. Seorang da'i atau muballigh adalah orang yang selalu berada ditengah-tengah masyarakat dan selalu berhubungan secara dekat dengan anggota masyarakat. Oleh sebab itu kesehatan jasmani menjadi faktor yang berperan dalam memperlancar tugas dakwah, di samping itu kondisi jasmani dan penampilan fisik seorang da'i akan menjadi kebanggaan para jama'ah atau mad'u. Persyaratan jasmaniah yang dimaksud adalah berupa kesehatan jasmani secara umum, keadaan tubuh bagian dalam dan keadaan tubuh mengenai cacat atau tidak. Namun persyaratan jasmani ini tidaklah mutlak, karena ternyata pengabdian demi tegaknya agama Allah SWT melalui dakwah tidak memandang siapapun juga. Dimaksudkan dengan persyaratan jasmani itu sekedar untuk mengurangi akibat- akibat yang kurang baik terhadap orang lain dan dirinya sendiri, lebih-lebih kalau da'i mengidap penyakit berbahaya.
5. Persyaratan Ilmu Pengetahuan
Persyaratan ilmu pengetahuan ini berkaitan dengan pemahaman da'i terhadap keseluruhan unsur-unsur dakwah yang ada, diantaranya :
- Tentang objek dakwah, yakni pemahaman bahwa orang yang dihadapi beraneka ragam dalam segala seginya, baik dalam segi jumlah, sosial ekonomi, tingkat umur, tingkat pendidikan.
- Tentang dasar dakwah, yakni pemahaman terhadap latar belakang secara yuridis dalam melakukan dakwah. Landasan
yang bersifat agamis maupun landasan yang berbentuk undang- undang, peraturan-peraturan, atau norma-norma.
- Tentang tujuan dakwah, yakni pemahaman terhadap apa yang akan dicapai dalam usaha dakwah, apakah tujuannya bersifat sementara, tujuan insidentil, tujuan khusus dan sebagainya, yang semua itu dalam rangka mencapai tujuan dakwah.
- Tentang materi dakwah, yakni pemahaman terhadap pesan atau informasi tentang ajaran agama yang akan disampaikan kepada orang lain secara baik dan benar.
- Tentang metode dakwah, yakni pemahaman terhadap cara-cara yang akan dipakai dalam aktivitas dakwah, manakah yang lebih sesuai dengan kemampuan dirinya dengan materi yang diberikan sesuai dengan kondisi dan yang lebih relevan dengan objek dakwah yang akan dihadapi.
- Tentang media dakwah, yakni pemahaman terhadap alat-alat yang akan digunakan untuk melancarkan usaha dakwah terutama dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
6. Persyaratan Kepribadian
Persyaratan ini menyangkut masalah keseluruhan untuk batin atau rohaniah manusia yang tercermin dalam sikap, sifat dan tingkah laku yang kesemuanya itu dihiasi oleh akhlak yang baik (akhlakul karimah) atau budi pekerti yang luhur. Persyaratan ini penting karena ada kaitannya dengan subjek itu sendiri di samping
sebagai penyampai misi keagamaan, dia juga sebagai panutan umat.
Sebagai pemimpin yang akan menjadi panutan sudah barang tentu haruslah mempunyai kewibawaan, sedangkan kewibawaan itu terwujud antara lain ditentukan oleh faktor kemampuan subjek untuk mulai dari dirinya lebih dahulu sebagai contoh dan keteladanan. Suksesnya usaha dakwah tergantung juga pada kepribadian yang menarik, jika dia tidak memiliki kepribadian yang baik, maka tidak akan mempunyai daya tarik dan usahanya akan mengalami kegagalan.
Di samping itu, dakwah yang baik bukanlah dakwah yang bersifat menggurui, misalnya disampaikan oleh seseorang dengan kualifikasi yang cukup memiliki bobot. Seorang juru dakwah yang baik, haruslah jujur pada dirinya sendiri terlebih dahulu.
Bagaimana kesan yang terkandung dalam al-Qur`an melalui dakwah dapat menggugah kesadaran dan mengerakkan partisipasi khalayak objeknya. (Daulay, 2001 : 4-5)
Selain itu, ulama juga memiliki kompetensi sebagai da'i yang memenuhi persyaratan diatas, sehingga seorang ulama mempunyai penting dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai seorang yang memiliki wibawa, kharisma dan dihormati masyarakat, karena keluruhan akhlaknya. Seorang ulama juga
dipandang sebagai benteng moralitas karena kesederhanaan dan kejujuran yang mereka lakukan (Daulay, 2001 : 85).
Sebagai seorang yang berilmu (Tasmara, 1997 : 41), ulama juga sebagai pewaris Nabi (al-'ulama warosatul anbiya'), yang merupakan tokoh yang dijadikan panutan sekaligus sebagai manusia yang tepat untuk dijadikan pemecah permasalahan, serta tempat untuk berkonsultasi dalam permasalahan agama, namun dalam menghadapi perkembangan zaman yang semakin cepat, baik teknologi, maupun sains. Maka para ulama juga dituntut pengetahuannya terhadap ilmu yang terus berkembang, hal ini penting mengingat sasaran dakwah juga dirangsang oleh kehidupan teknologi.
2.2.2. Obyek Dakwah (Mad u)
Unsur dakwah yang kedua adalah mad u, yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah baik individu maupun kelompok, baik manusia beragama Islam maupun tidak.
(Aziz, 2004: 90)
Masyarakat merupakan suatu sistem yang terwujud dari kehidupan bersama manusia, yang lazim disebut sistem kemasyarakatan, Emile Durkheim menyatakan bahwa masyarat merupakan suatu kenyataan yang obyektif secara mandiri, bebas dari individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya. (Taneko, 1993: 11)
Ditinjau dari segi kehidupan psikologis, masing-masing dari golongan masyarakat memiliki karakteristik yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya, sesuai dengan kondisi, pendidikan, lingkungan social, ekonomi serta keagamaan, semua itu merupakan suatu hal yang pokok dalam dakwah. Karena hal tersebut akan sangat membantu dalam pelaksanaan dakwah, terutama dalam penentuan tingkat dan macam materi yang akan disampaikan, atau metode mana yang akan diterapkan, serta melalui media apa yang tepat untuk dimanfaatkan, guna menghadapi mad'u dalam proses dakwahnya.
Menurut Hamzah Ya'qub dikutip dari buku karangan Fathul Bahri An-Nabiry (2008: 231), masyarat yang menjadi sasaran dakwah dibagi dalam beberapa kelompok, antara lain:
1. Umat yang berfikir praktis: tergolong didalamnya adalah orang- orang yang berpendidikan dan berpengalaman. Berhadapan dengan kelompok ini, harus mampu menyuguhkan dakwah dengan gaya dan bahasa yang dapat diterima oleh akal sehat mereka, sehingga mereka mau menerima kebenarannya.
2. Umat yang mudah dipengaruhi: yaitu suatu masyarakat yang mudah untuk dipengaruhi oleh paham baru, tanpa menimbang- nimbang secara matang apa yang dikemukakan kepadanya.
3. Umat yang bertaqlid: yaitu golongan masyarakat yang fanatik buta bila berpegangan pada tradisi dan kebiasaan yang turun-temurun.
Masyarakat merupakan sasaran dakwah, dan masyarakat pada dasarnya sangat beragam, ada masyarakat yang vacum, atau steril.
Masyarakat yang memang sudah beragama, dan lain agama, masyarakat pegunungan, perkotaan atau masyarakat marginal pinggiran ibu kota. Dari masyarakat ini pula nantinya timbul permasalahan yang disebabkan oleh beragamnya corak dan keadaannya, dengan berbagai persoalannya, dan nilai yang majemuk.
Namun kesemuanya tetap memerlukan dakwah Islam oleh para ulama.
Jadi sudah jelas bahwa masyarakat merupakan sasaran dakwah itu sendiri, yakni masyarakat yang berada diwilayah setempat dimana da'i tersebut bermukim. Lebih detailnya dalam Al-Qur'an Surat Al- Taubah ayat 122 yang berbunyi:
Artinya: Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (Depag, 1984: 301)
Dari ayat diatas sudah jelas sekali bahwa ada pembagian tugas, dimana ada sebagian golongan atau kelompok yang memperdalam ilmu-ilmu, khususnya ilmu agama (Hamka, 1999: 3167). Karena mereka ini yang memberi peringatan dan petunjuk kepada umatnya
(masyarakat). Sehingga ada kewajiban yang menyatakan bahwa orang yang berilmu harus menjadi pembimbing sekaligus memberikan petunjuk dan peringatan kepada masyarakat yang ada disekitarnya (umat).
2.2.3 Metode Dakwah
Sebelum melangkah lebih jauh, penulis akan mendefinisikan pengertian metode. Metode berasal dari bahasa Yunani methodos, yang merupakan gabungan dari kata meta dan hodos. Meta berarti melalui, mengikuti, atau sesudah, sedangkan hodos berarti jalan, arah, atau cara. Jadi, metode bisa diartikan sebagai suatu cara atau jalan yang bias ditempuh (An Nabiry, 2008:238).
Hafi Anshari (1993: 158) metode dakwah adalah cara yang ditempuh oleh subjek dalam melaksanakan tugasnya dalam berdakwah. Jadi sudah barang tentu di dalam berdakwah diperlukan cara-cara tertentu atau agar dapat tercapai tujuan dakwah dengan baik.
Untuk itu bagi seorang pendakwah (da'i) perlu melihat kemampuan yang ada pada dirinya dan juga melihat secara benar terhadap objek (mad'u) dalam segala-galanya.
Adapun tujuan diadakannya metode dakwah adalah untuk memberikan kemudahan dan keserasian baik bagi pembawa dakwah itu sendiri maupun penerimanya. Metode yang kurang tepat seringkali mengakibatkan gagalnya aktivitas dakwah. Sebaliknya terkadang sebuah permasalahan yang sedemikian sering dikemukakan pun
apabila diramu dengan metode yang tepat dengan gaya penyampaian yang baik ditambah oleh aksi retorika yang baik pula maka respon yang didapat cukup memuaskan.
Metode yang akurat untuk diterapkan dalam berdakwah, telah tertuang dalam al-Qur’an surat Al-Nahl ayat 125 :
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Depag, 1984: 421)
Berdasarkan ayat diatas, ada 3 metode dalam menyampaikan dakwah, yaitu Al-Hikmah (bijaksana), Mau'idhoh hasanah (pelajaran yang baik), dan Al-Mujadalah (berdiskusi).
a. Bi al-hikmah
Menurut Fathul Bahri An-Nabiry (2008 : 240) bi al-hikmah adalah meletakkan sesuatu sesuai pada tempatnya. Kata hikmah ini seringkali diterjemahkan dalam pengertian bijaksana yaitu suatu pendekatan sedemikian rupa sehingga akan timbul suatu kesadaran pada pihak mad'u untuk melaksanakan apa yang didengar dari dakwah itu, atas dasar kemauan sendiri, tidak merasa ada paksaan, konflik, maupun rasa tertekan.