BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.2 Hasil
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan di laboratorium mikrobiologi. Bahan yangdigunakan adalah ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) dengan pelarut DMSO 10% dan aquades. Daun sirih merah dipanen dari wilayah Slemansebanyak 2,75 kg dengan usia minimal 4 bulan, mempunyai lebar daun sekitar 15-20 cm dan dipetik pada pagi hari. Setelah dipetik, daun sirih merah dicuci hingga bersih dan diangin-anginkan. Kemudian dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 50oC selama 1-2 hari hingga daun sirih merah menjadi kering. Setelah kering, daun sirih merah dijadikan serbuk dengan menggunakan mesin penyerbuk (blender). Hasil serbuk kemudian dimaserasi dengan menggunakan etanol 70%.
Percobaan yang dilakukan adalah metode dilusi cair, sehingga ekstrak yang digunakan adalah ekstrak kental. Ekstrak kental berasal dari pemisahan ekstrak dan pelarut etanol dengan menggunakan rotary evaporator.Ekstrak etanol daun sirih merah disimpan dalam eksikator. Dengan cara ini, ekstrak tersebut dapat disimpan maksimal 2 bulan. Metode dilusi cair ini menggunakan pelarut DMSO 10% dan aquades. Pelarut yang ditambahkan harus sesuai dengan jumlah ekstrak yang akan diencerkan sehingga konsentrasi ekstrak tetap menjadi 100%, baik DMSO maupun aquades.
Sebelum memulai dilusi cair, dilakukan uji sterilitas terlebih dahuluyaitu dengan cara mengambil 1 ose ekstrak etanol daun sirih merah dan digoreskan pada media agar darah, Mc Conkey dan Sabouraud. Selanjutnya diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37oC untuk agar darah dan Mc Conkey, serta selama 24-48 jam pada suhu 25-30oC untuk Sabouroud. Ekstrak dianggap steril jika tidak terdapat pertumbuhan bakteri pada media agara darah dan Mc Conkey, serta tidak ada pertumbuhan jamur pada media agar Sabouroud.Kemudian dilakukan persiapan bakteri sebelum memulai dilusi cair, dengan cara dibuat suspensi bakteri terlebih dahulu dengan kekeruhan 106 CFU/ml.
untuk pelarut DMSO dan 11 tabung untuk pelarut aquades). Tabung pertama dimasukkan ekstrak etanol daun sirih merah sebanyak 2 gram dan pelarut DMSO 200µl, diaduk dan ditambah 1,8 ml aquades, sehingga konsentrasi menjadi 100%. Untuk pelarut aquades, tabung pertama dimasukkan 2 gram ekstrak etanol daun sirih merah dan aquades sebanyak 2 ml. Tabung ke-2 sampai ke-10 diisi aquades masing-masing sebanyak 1 ml. Dari tabung pertama diambil 1 ml kemudian dimasukkan pada tabung ke-2, sehingga konsentrasi tabung ke-2 menjadi setengah dari tabung pertama. Kemudian, dari tabung ke-2 diambil 1 ml dan dimasukkan dalam tabung ke-3 dan begitu seterusnya sampai tabung ke-7. Setelah mencapai tabung ke-7, diambil 1 ml dan dimasukkan ke tabung-8 sebagai kontrol ekstrak. Sehingga konsentrasi ekstrak etanol daun sirih merah berturut-turut dari tabung pertama sampai ke-7 adalah 100%; 50%; 25%; 12,5%; 6,25%; 3,13% dan 1,56%. Tabung ke-9 digunakan sebagai kontrol media yang berisi 1 ml aquades dan 1 ml BHI ds.
Ditambah suspensi bakteri Staphylococcus aureus dengan kepadatan bakteri 106 CFU/ml sebanyak 1 ml pada tabung pertama sampai ke-7, 10 dan 11, sehingga volume masing-masing tabung menjadi 2 ml. Tabung ke-10 sebagai kontrol bakteri yang berisi 1 ml aquades dan 1 ml suspensi bakteri S.aureus, sedangkan tabung ke-11 sebagai kontrol antibiotik yang berisi 1 ml antibiotik Penisilin G dengan konsentrasi 0,12 CFU/ml setelah ditambah 1 ml suspensi bakteri S.aureus.Didapatkan konsentrasi akhir masing-masing tabung menjadi setengah dari konsentrasi awal, yakni 50%; 25%; 12,5%; 6,25%; 3,13%; 1,56% dan 0,78%. Kemudian tabung-tabung tersebut diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37oC untuk menilai KHM (Kadar Hambat Minimal) dengan mengamati kejernihan dari tabung ke-1 sampai ke-7 dan dibandingkan dengan kontrol. Dilakukan hal yang sama untukpelarut aquades.
1 2 3 4 5 6 7 KE KM KB KA
Gambar 5. Hasil serial dilusi cair ekstrak etanol daun sirih merah dengan pelarut DMSO pada pengulangan ke-4
Keterangan :
Dari percobaan dilusi cair yang telah dilakukan, didapatkan hasil pada pengulangan pertama, ke-2, ke-3 dan ke-4 yang menggunakan pelarut DMSO, menunjukkan bahwa tabung pertama (50%), tabung ke-2 (25%) dan tabung ke-3 (12,5%) tampak jernih yang menunjukkan tidak terdapat perkembangbiakan bakteri Staphylococcus aureus. Pada tabung ke-4 (6,25%), tabung ke-5 (3,13%), tabung ke-6 (1,56%) dan tabung ke-7 (0,78%) tampak keruh yang menunjukkan terdapat perkembangbiakan bakteri Staphylococcus aureus. Tabung ke-8 (kontrol ekstrak), tabung ke-9 (kontrol media) dan tabung ke-11 (kontrol antibiotik) tampak jernih yang menunjukkan tidak terdapat kontaminasi pada saat percobaan dilakukan. Tabung ke-10 (kontrol bakteri) tampak keruh yang menunjukkan adanya perkembangbiakan bakteri Staphylococcus aureus.
1 : Konsentrasi 50% 2 : Konsentrasi 25% 3 : Konsetrasi 12,5% 4 : Konsentrasi 6,25% 5 : Konsentrasi 3,13% 6 : Konsentrasi 1,56% 7 : Konsentrasi 0,78% KE : Kontrol ekstrak KM : Kontrol media KB : Kontrol bakteri KA : Kontrol antibiotik
1 2 3 4 5 6 7 KE KM KB KA Gambar 6. Hasil serial dilusi cair ekstrak etanol daun sirih merah dengan pelarut
aquades pada pengulangan ke-4
Keterangan :
Sedangkan untuk pelarut aquades pada pengulangan pertama dan ke-4 didapatkan hasil bahwa pada tabung pertama (50%) dan tabung ke-2 (25%) tampak jernih yang menunjukkan tidak terdapat perkembangbiakan bakteri Staphylococcus aureus. Pada tabung ke-3 (12,5%), tabung ke-4 (6,25%), tabung ke-5 (3,13%), tabung ke-6 (1,56%) dan tabung ke-7 (0,78%) tampak keruh yang menunjukkan adanya perkembangbiakan bakteri Staphylococcus aureus.Sedangkan untuk pengulangan ke-2 dan ke-3 pada pelarut aquades pada tabung pertama, ke-2 dan ke-3 (50%, 25% dan 12,5%) tampak jernih yang menunjukkan tidak terdapat perkembangbiakan bakteri Staphylococcus aureus. Pada tabung ke-4, 5, 6 dan 7 (6,25%, 3,13%, 1,56% dan 0,78%) tampak keruh yang menunjukkan adanya perkembangbiakan bakteri Staphylococcus aureus. Pada pengulanagn pertama, ke-2, ke-3 dan ke-4 menunjukkan bahwa tabung ke-8 (kontrol ekstrak), tabung ke-9 (kontrol media) dan tabung ke-11 (kontrol antibiotik) tampak jernih yang menunjukkan tidak terdapat kontaminasi pada saat
1 : Konsentrasi 50% 2 : Konsentrasi 25% 3 : Konsetrasi 12,5% 4 : Konsentrasi 6,25% 5 : Konsentrasi 3,13% 6 : Konsentrasi 1,56% 7 : Konsentrasi 0,78% KE : Kontrol ekstrak KM : Kontrol media KB : Kontrol bakteri KA : Kontrol antibiotik
percobaan dilakukan. Tabung ke-10 (kontrol bakteri) tampak keruh yang menunjukkan adanya perkembangbiakan bakteri Staphylococcus aureus.
Tabel 1. Kadar Hambat Minimal (KHM) ekstrak etanol daun sirih merah dengan pelarut DMSO dan Aquades terhadap Staphylococcus aureusATCC 25923 Kadar Bahan Uji Pengulangan 1 2 3 4 D A D A D A D A 50% - - - - 25% - - - - 12,5% - + - - - + 6,25% + + + + + + + + 3,13% + + + + + + + + 1,56% + + + + + + + + 0,78% + + + + + + + + KE - - - - KM - - - - KB + + + + + + + + KA - - - - Keterangan :
(-) : Tidak terlihat adanya kekeruhan (tetap jernih) pada tabung yang menandakan tidak ada perkembangbiakan bakteri
(+) : Terlihat adanya kekeruhan pada tabung reaksi karena adanya perkembangbiakan bakteri D : Ekstrak etanol daun sirih merah dengan pelarut DMSO
A : Ekstrak etanol daun sirih merah dengan pelarut Aquades KE : Kontrol ekstrak
KM : Kontrol media KB : Kontrol bakteri KA : Kontrol antibiotik
Tabel 1menunjukkan bahwa percobaan metode dilusi cair dilakukan sebanyak 4 kali. Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa percobaan dilakukan untuk mengetahui nilai KHM (Kadar Hambat Minimal) ekstrak etanol daun sirih merah dengan pelarut DMSO 10% dan aquades terhadap perkembangbiakan bakteri Staphylococcus aureus. Pada pengulangan pertama, ke-2, ke-3 dan ke-4 nilai KHM untuk pelarut DMSO 10% adalah konstan pada konsentrasi 12,5%. Sedangkan nilai KHM untuk pelarut aquades pada percobaan pertama dan ke-4 adalah pada konsentrasi 25%, percobaan ke-2 dan ke-3adalah pada konsentrasi 12,5%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun sirih merah
Staphylococcus aureus, dengan nilai KHM ekstrak etanol sirih merah dengan pelarut DMSO 10% lebih rendah yakni pada konsentrasi 12,5% dibandingkan dengan aquades pada konsentrasi 25%. Hal ini menunjukkan bahwa DMSO dapat menghambat perkembangbiakan bakteri Staphylococcus aureuspada konsentrasi 12,5%, sedangkan aquades hanya dapat menghambat perkembangbiakan bakteri Staphylococcus aureuspada konsentrasi yang lebih tinggi yakni 25%.
Gambar 7. Hasil penanaman serial dilusi ekstrak etanol daun sirih merah dengan pelarut DMSO pada pengulangan ke-4
Gambar 8. Hasil penanaman serial dilusi ekstrak etanol daun sirih merah dengan pelarut aquades pada pengulangan ke-4
Keterangan : 1 : Konsentrasi 50% 2 : Konsentrasi 25% 3 : Konsetrasi 12,5% 4 : Konsentrasi 6,25% 5 : Konsentrasi 3,13% 6 : Konsentrasi 1,56% 7 : Konsentrasi 0,78% KE : Kontrol ekstrak KM : Kontrol Media KB : Kontrol bakteri KA : Kontrol Antibiotik
Setelah dilakukan metode dilusi cair untuk menilai KHM, kemudian dilanjutkan dengan menilai KBM (Kadar Bunuh Minimal). KBM dapat dilakukan dengan cara mengambil bahan uji dari masing-masing tabung menggunakan ose steril kemudian digoreskan pada media agar darah dan diinkubasikan pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Hasil dari penggoresan pada media agar darah didapatkan bahwa pada pengulangan pertama, ke-2, ke-3 dan ke-4 dengan pelarut DMSO 10% didapatkan adanya pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureuspada semua konsentrasi(50%,25%, 12,5%, 6,25%, 3,13%, 1,56% dan 0,78%). Begitu juga untuk pelarut aquades didapatkan hasil bahwa, pada konsentrasi 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,13%, 1,56% dan 0,78% menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureuspada media agar darah.
Pertumbuhan bakteri tergantung dari kadar konsentrasinya, semakin rendah konsentrasi maka pertumbuhan bakteri akan semakin banyak, sehingga pertumbuhan bakteri yang dihasilkan bervariasi tergantung dari kadar konsentrasinya. Untuk hasil dari penggoresan kelompok kontrol pada media agar darah didapatkan hasil bahwa pada kontrol ekstrak, kontrol media dan kontrol antibiotik menunjukkan tidak adanya pertumbuhan bakteri, sedangkan pada kontrol bakteri menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
pelarut DMSO dan Aquades terhadap Staphylococcus aureusATCC 25923 Kadar Bahan Uji Pengulangan 1 2 3 4 D A D A D A D A 50% + (4) + (12) + (4) + (4) + (4) + (2) + (2) + (4) 25% + (11) + (60) + (30) + (67) + (21) + (15) + (22) + (22) 12,5% + + + + + + + + 6,25% + + + + + + + + 3,13% + + + + + + + + 1,56% + + + + + + + + 0,78% + + + + + + + + KE - - - - KM - - - - KB + + + + + + + + KA - - - - Keterangan :
(-) : Tidak menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri pada media agar darah (+) : Menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri pada media agar darah D : Ekstrak etanol daun sirih merah dengan pelarut DMSO
A : Ekstrak etanol daun sirih merah dengan pelarut Aquades KE : Kontrol ekstrak
KM : Kontrol media KB : Kontrol bakteri KA : Kontrol antibiotik (n) : Jumlah koloni
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai KBM pada masing-masing konsentrasi. Pada pengulangan pertama, ke-2, ke-3 dan ke-4 didapatkan hasil bahwa nilai KBM ekstrak etanol daun sirih merah dengan pelarut DMSO maupun aquades tidak dapat ditentukan karena terdapat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureuspada semua konsentrasi. Pada pelarut DMSO dengan konsentrasi 50% didapatkan hasil pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dengan jumlah 4 koloni yakni pada pengulangan pertama, ke-2 dan ke-3, sedangkan pada pengulangn ke-4 didapatkan 2 koloni. Untuk aquades didapatkan pertumbuhan bakteriStaphylococcus aureus12 koloni pada pengulangan pertama, 4 koloni pada
pengulangan ke-2, 2 koloni pada pengulangan ke-3 dan 4koloni pada pengulangan ke-4. Jumlah pertumbuhan bakteri tergantung dari konsentrasinya, semakin rendah konsentrasinya maka pertumbuhan bakteri akan semakin banyak.
Berdasarkan percobaan metode dilusi cair yang dilakukan menunjukkan bahwa nilai KBM untuk DMSO dan aquades pada pengulangan pertama, 2, ke-3 dan ke-4 tidak dapat ditentukan karena didapatkan pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada semua konsentrasi, namun DMSO lebih baik dalam menghambat perkembangbiakan bakteri S. aureus dibandingkan dengan aquades.
4.2 Pembahasan
Pada penelitian perbandingan aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum)dengan pelarut DMSO dan aquades terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 ini menggunakan metode dilusi cair dengan menggunakan 22 tabung dalam setiap percobaan, jadi setiap pelarut menggunakan 11 tabung baik untuk pelarut DMSO maupun aquades. Sebelum dilakukan serial dilusi, semua alat dan bahan disterilkan terlebih dahulu dalam autoklaf, tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kontaminasi.
Pada penelitian ini menggunakan antibiotik Penisilin G dengan konsentrasi 0,12 CFU/ml setelah ditambah dengan 1 ml suspensi bakteri 106CFU/ml sebagai kontrol antibiotik terhadap bakteri Staphylococcus aureusATCC 25923. Penisilin G merupakan antibiotik golongan beta-laktam. Obat ini bekerja dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri dengan mengganggu reaksi transpeptidasi dalam sintesis dinding sel bakteri.Penisilin Binding Protein (PBP) merupakan suatu enzim yang memotong alanin terminal pada proses pembentukan ikatan silang dengan peptida di dekatnya. Ikatan silang tersebut menyebabkan struktur dinding sel menjadi kaku. Antibiotik beta-laktam merupakan analog substrat PBP yaitu D-Alanil-D-Alanin, berikatan secara kovalen dengan tempat aktif di PBP. Ikatan inilah yang menghambat reaksi transpeptidase sehingga sintesis peptidoglikan akan terhenti yang mengakibatkan sel menjadi mati.Sebenarnya mekanisme pasti kematian sel belum sepenuhnya dimengerti, tetapi kemungkinan mekanisme autolisin dan gangguan morfogenesis dinding sel juga ikut berperan dalam kematian sel tersebut (Katzung, 2010).
merah dengan pelarut DMSO dan aquades terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 pada percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa nilai KHM (Kadar Hambat Minimal) untuk pelarut DMSO lebih rendah yakni pada konsentrasi 12,5% sedangkan aquades memiliki nilai KHM pada konsentrasi 25%. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rachmawatyet al. (2009) membuktikan bahwa ekstrak etanol daun sirih merah dengan pelarut aquades memilki KHM pada konsentrasi 25% terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Nilai KHM dapat ditentukan dengan cara melihat konsentrasi terkecil yang tetap jernih dibandingkan dengan kontrol. Nilai KHM pada pelarut DMSO lebih rendah dibandingkan dengan aquades, hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun sirih merah yang dilarutkan dengan DMSO 10% memiliki kemampuan lebih baik dalam menghambat perkembangbiakan bakteri S.aureusdibandingkan dengan pelarut aquades. Namun, untuk metode dilusi cair masih sangat subjektif dalam pelaksanaannya karena parameter yang digunakan adalah tingkat kekeruhan dan kejernihan campuran suspensi kuman dengan bahan uji.
DMSO dapat melarutkan ekstrak etanol daun sirih merah lebih baik dibandingkan dengan aquades atau dapat dikatakan bahwa DMSO memiliki kelarutan lebih baik dibandingkan dengan aquades, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rachmawaty (2014), bahwa DMSO dapat melarutkan ekstrak etanol daun sirih merah lebih baik dibandingkan dengan pelarut lain.
Untuk nilai KBM (Kadar Bunuh Minimal) ekstrak etanol daun sirih merah dengan pelarut DMSO maupun aquades, didapatkan hasil bahwa pada pengulangan pertama, ke-2, ke-3 dan ke-4 terdapat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureuspada semua konsentrasi dengan jumlah koloni bakteri yang berbeda-beda tergantung dari konsentrasinya, semakin tinggi konsentrasi maka pertumbuhan bakteri akan semakin sedikit, sehingga nilai KBM untuk pelarut DMSO 10% dan aquades tidak dapat ditentukan. Berdasarkan Tabel 2, jumlah pertumbuhan kolonibakteri Staphylococcus aureuspada media agar darahdengan
pelarut DMSO lebih sedikit dibandingkan dengan aquades, hal ini menunjukkan bahwa kemampuan DMSO lebih baik dalam menghambat perkembangbiakan bakteri dibandingkan dengan pelarut aquades.
DMSO (Dimetil Sulfoxide) adalah senyawaorganosulfur dengan rumus (CH3)2SO4. Cairan tidak berwarna ini merupakan pelarut polar aprotik yang dapat melarutkan baik senyawa polar maupun nonpolar dan larut dalam berbagai pelarut organik maupun air.DMSO digunakan untuk melarutkan senyawa yang tidak larut air seperti ekstrak tanaman, minyak esensial dan beberapa obat yang akan digunakan dalam uji antibakteri dengan metode difusi maupun dilusi. DMSO merupakan salah satu pelarut dalam uji antibakteri maupun uji antifungal suatu ekstrak ataupun obat baru.
Pada percobaan yang telah dilakukan menunjukkan hasil bahwa DMSO 10% memiliki kelarutan lebih baik dibandingkan dengan aquades.Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sharma (2011) menunjukkan bahwa DMSO tidak menghambat pertumbuhan bakteri pada konsentrasi kurang dari 15%.DMSOjuga tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap M. tuberculosis, hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan Rachmawaty (2014) dimana M. tuberculosis yang dipaparkan dengan DMSO 10% selama 2 hari, kemudian ditumbuhkan di media Lowenstein Jensen dan dilihat pada minggu ke-3,M. tuberculosis tetap tumbuh dengan baik pada media tersebut, hal ini membuktikan bahwa DMSO 10% tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap M. tuberculosis, sehingga dapat digunakan sebagai pelarut. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Saad (2008) yang menguji aktivitas antibakteri DMSO, menunjukkan bahwa hingga konsentrasi 12,5% tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap Streptococcus viridans.Penelitian yang dilakukan oleh Hermawan (2007) juga membuktikan bahwa DMSO 10% tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap S.aureus dan E.coli, hal ini dibuktikan dengan uji difusi disk yang menunjukkan tidak adanyapelebaran daerah hambatan yang terlihat jernih disekitar disk.Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut sehingga DMSO 10% dapat digunakan sebagai pelarut dalam percobaan.
dapat memberikan efek menghambat dan membunuh bakteri Staphylococcus aureus merupakan akibat pengaruh dari senyawa bioaktif yang terkandung dalam daun sirih merah seperti antrakuinon, triterpenoid, steroid, flavonoid, alkaloid, minyak atsiri dan tanin. Senyawa tersebut memiliki aktivitas terhadap penyakit infeksi dan sebagai antimikroba yang aktif terhadap bakteri gram positif dan negatif (Reveny, 2011).DMSO juga memiliki kelarutan yang lebih baik dibandingkan dengan aquades. Jadi, dapat disimpulkan bahwa DMSO lebih baik dalam melarutkan ekstrak etanol daun sirih merah yang mengakibatkan ekstrak etanol daun sirih merah lebih dapat memberikan efek antibakterial terhadap S.aureus.
Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon, terdiri dari 2 cincin benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari 3 atom karbon. Flavonoid berperan dalam menurunkan kadar glukosa darah, selain itu flavonoid juga dapat berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler dengan mengganggu integritas membran sel bakteri (Cowan, 1999).
Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri, kemungkinan dengan cara mengganggukomponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara sempurnayang dapat mengakibatkan kematian sel tersebut (Robinson, 1991).
Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol dan telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuan dalam membentuk busa dan menghemolisis eritrosit (Hidayat, 2013).
Tanin adalah senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman dan disintesis oleh tanaman. Tanin temasuk senyawa polifenol dengan karakteristiknya yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan makromolekul lainnya. Tanin terbagi menjadi dua kelompok yaitu tanin yang mudah terhidrolisis (polimer gallic atau ellagic acid yang berikatan ester dengan sebuah molekul gula) dan tanin terkondensasi (polimer senyawa flavonoid dengan
ikatan karbon-karbon). Tanin dapat digunakan untuk mengobati sakit perut. Tanin bersifat antiseptik, mekanisme kerjanya adalah bakteriostatik dengan melawan infeksi pada luka di kulit dan mukosa (Hidayat, 2013; Mursito, 2002).
Minyak atsiri merupakan cairan jernih berbau seperti tanaman aslinya. Minyak atsiri biasanya terdapat dalam kelenjar minyak, pembuluh sekresi atau rambut kelenjar dari kelenjar aromatis. Manfaat minyak atsiri bagi tanaman itu sendiri adalah dapat mencegah kehadiran binatang. Minyak atsiri bersifat antibakteri dengan cara mengganggu proses terbentuknya membran atau dinding sel sehingga tidak terbentuk atau terbentuk tidak sempurna, selain itu minyak atsiri juga sebagai antijamur. Kemampuan minyak atsiri sebagai antibakteri tergantung dari komponen kimia penyusunnya. Komponen kimia penyusunnya dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti geografi, umur, tanaman, iklim lokal, musim dan kondisi eksperimen (Parwata, 2008; Senthilkumar, 2009).
Ada beberapa hal yang mungkin membuat hasil metode dilusi dengan 4 kali pengulangan tidak sama, antara lain karena variasi dari peneliti itu sendiri, jumlah kuman yang mungkin berbeda pada setiap kali pengulangan, walaupun perhitungan kuman sudah digunakan standar Mc Farland, namun karena melihatnya denga mata sehingga hasil cenderung subjektif.
Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa terdapat banyak senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam daun sirih merah, senyawa bioaktif tersebut dapat berperan dalam menghambat dan membunuh bakteri. Selain itu, ekstrak etanol daun sirih merah dengan pelarut DMSO 10% ternyata memiliki kemampuan lebih baik dalam menghambat pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri S.aureus dibandingkan dengan aquades, karena DMSO memiliki kadar kelarutan yang lebih baik dibandingkan dengan aquades.