• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. hanya berbeda cara perumusannya. AMA (American Marketing Association)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. hanya berbeda cara perumusannya. AMA (American Marketing Association)"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A . Perilaku Konsumen

Banyak definisi tentang perilaku konsumen, akan tetapi pada dasarnya sama, hanya berbeda cara perumusannya. AMA (American Marketing Association) mendefinisikan perilaku sebagai berikut: perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara kognisi, afeksi, perilaku, dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup mereka.

Definisi tersebut memuat 3 (tiga) hal penting, yaitu:

1. Perilaku konsumen bersifat dinamis, sehingga susah ditebak atau diramalkan

2. Melibatkan interaksi : kognisi, afeksi, perilaku dan kejadian disekitar atau lingkungan konsumen.

3. Melibatkan pertukaran, seperti menukar barang milik penjual dengan uang milik pembeli.

Definisi yang sederhana “Perilaku Konsumen” merupakan tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, menggunakan (mamakai, mengkonsumsi) dan menghabiskan produk (barang dan jasa) termasuk proses yang mendahului dan mengikuti tindakan ini.

Lingkup kajian perilaku konsumen teramat luas, dalam hal ini penulis memasukkan beberapa teori sebagai ruang lingkup kajian penelitian ini, yakni:

(2)

2.1 Persepsi

Berkenaan dengan sisi pembentukan pandangan member loyalty, yakni menggunakan landasan teori pembentukan persepsi dan melihat bentuk-bentuk persepsi terkait faktor-faktor yang akan di analisis. Berikut merupakan pengertian persepsi dari sejumlah tokoh dan pembentukan faktor persepsi:

Persepsi merupakan suatu proses diterimanya suatu rangsangan (obyek, kualitas, hubungan antar gejala maupun peristiwa) sampai suatu rangsang tersebut disadari atau dimengerti sehingga individu mempunyai pengertian tentang lingkungannya (Irwanto, 1990: 71).

Senada dengan hal tersebut, Atkinson dan Hilgard mengemukakan bahwa persepsi adalah proses dimana kita menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus dalam lingkungan. Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya respon terhadap stimulus. Stimulus yang diterima seseorang sangat komplek, stimulus masuk ke dalam otak, kernudian diartikan, ditafsirkan serta diberi makna melalui proses yang rumit baru kemudian dihasilkan persepsi (Atkinson dan Hilgard, 1991: 209).

Proses pembentukan persepsi dijelaskan oleh Feigi sebagai pemaknaan hasil pengamatan yang diawali dengan adanya stimuli. Setelah mendapat stimuli, pada tahap selanjutnya terjadi seleksi yang berinteraksi dengan "interpretation", begitu juga berinteraksi dengan "closure". Proses seleksi terjadi pada saat seseorang memperoleh informasi, maka akan berlangsung proses penyeleksian pesan tentang mana pesan yang dianggap penting dan tidak penting. Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna, sedangkan

(3)

interpretasi berlangsung ketika yang bersangkutan memberi tafsiran atau makna terhadap informasi tersebut secara menyeluruh (Yusuf, 1991: 108).

Schifman dan Kanuk (2000), menyebutkan bahwa persepsi adalah cara orang dalam memandang dunia ini. Dari definisi yang umum ini dapat dilihat bahwa persepsi seseorang akan berbeda dari yang lain. Cara memandang dunia sudah pasti dipengaruhi oleh sesuatu dari dalam maupun luar orang itu. Media massa dengan segala bentuknya dapat membentuk persepsi yang serupa antar warga kelompok masyarakat tertentu. Dalam hal pemasaran, pengaruh iklan di media massa, kemasan produk, papan reklame, dan sebagainya mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu produk atau merek.

Persepsi adalah fenomena yang selektif karena kapasitas memori dalam otak manusia terbatas, menyebabkan seseorang cenderung menyaring stimulus yang dihadapi, memilah dan memilih stimulus yang mana yang akan disimpan dalam memori. Dengan berkembangnya teknologi informasi hampir semua orang didunia mengalami kelebihan beban informasi. Hal ini juga terjadi dalam pemasaran. Konsumen dan prospek juga mengalami kelebihan beban informasi. Setiap hari mereka membaca, mendengar dan menonton beratus-ratus iklan diberbagai media massa. Oleh karena itu, selektivitas sensorik manusia menjadi semakin meningkat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi, menurut Siagian (1995) dalam bukunya yang berjudul ”teori motivasi dan aplikasinya” secara umum terdapat dua faktor yang mempengaruhi terjadinya persepsi seseorang yaitu faktor internal dan eksternal. Penjelasan untuk faktor internal dan faktor eksternal dalam persepsi adalah sebagai berikut:

(4)

2.1.1 Faktor Internal

faktor internal yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang berasal dalam diri individu (Niven N, 2002). Diantara faktor internal tersebut adalah:

a. Pengalaman

Menurut Ristiyanti Prasetijo (2005 : 118), mengungkapkan bahwa konsumen dalam mencoba mengevaluasi produk dapat mempengaruhi sikap konsumen terhadap produk tersebut. Dengan maksud ini pula perusahaan dalam upaya pemasarannya sering memberikan sampel cuma-cuma dan kupon diskon bahkan beberapa merek lain ditawarkan pada calon konsumen di pasaran. Tujuannya adalah agar konsumen mengalami produk baru dan sesudah itu mengevaluasinya. Bila memuaskan, maka konsumen diharapkan akan membentuk sikap positif dan mungkin membeli produk tersebut apabila kelak mereka membutuhkannya.

Menurut Niven N. (2002) menyatakan bahwa pengalaman merupakan peristiwa yang dialami seseorang dan ingin membuktikan sendiri secara langsung dalam rangka membentuk pendapatnya sendiri. Hal ini berarti pengalaman yang dialami sendiri oleh seseorang akan lebih kuat dan sulit di lupakan dibandingkan dengan melihat pengalaman orang lain.

b. Motif

Motif adalah semua penggerak, alasan-alasan atau dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan seseorang berbuat sesuatu. Menurut Winkel, 1996 (dalam DR.

(5)

Nyayu Khodijah, 2006), menyatakan Motif adalah daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan kegiatan tertentu demi mencapai suatu tujuan tertentu.

Menurut Azwar dalam (DR. Nyayu Khodijah, 2006), disebutkan bahwa motif adalah suatu keadaan, kebutuhan, atau dorongan dalam diri seseorang yang disadari atau tidak disadari yang membawa kepada terjadinya suatu perilaku.

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motif merupakan suatu dorongan dan kekuatan yang berasal dari dalam diri seseorang baik yang disadari maupun tidak disadari untuk mencapai tujuan tertentu.

c. Minat

Minat adalah perhatian terhadap stimulus atau objek yang menarik yang akan disampaikan melalui panca indera. Hurlock (1993) menjelaskan bahwa minat adalah sumber motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan apa yang ingin dilakukan ketika bebas memilih. Ketika seseorang menilai bahwa sesuatu akan bermanfaat, maka akan menjadi berminat, kemudian hal tersebut akan mendatangkan kepuasan. Namun ketika kepuasan menurun maka minatnya juga akan menurun. Sehingga minat tidak bersifat permanen, tetapi minat bersifat sementara atau dapat berubah- ubah.

Aiken (Ginting, 2005) mengungkapkan definisi minat sebagai kesukaan terhadap kegiatan melebihi kegiatan lainnya. Ini berarti minat berhubungan dengan nilai-nilai yang membuat seseorang mempunyai pilihan dalam hidupnya. Hal ini diungkapkan oleh Anastasia dan Urbina (Ginting, 2005). Selanjutnya Ginting (2005) menjelaskan bahwa minat berfungsi sebagai daya penggerak yang mengarahkan seseorang melakukan

(6)

kegiatan tertentu yang spesifik. Lebih jauh lagi minat mempunyai karakteristik pokok yaitu melakukan kegiatan yang dipilih sendiri dan menyenangkan sehingga dapat membentuk suatu kebiasaan dalam diri seseorang.

d. Harapan

Menurut Ristiyanti Prasetijo (2005 : 78) mengungkapkan bahwa harapan adalah dibentuk dari pengalaman sebelumnya, dari informasi yang dia peroleh melalui media massa dan dari kenalannya, atau juga dari apa yang dilihat, didengar dan diraba saat itu.

Menurut Niven N. (2002) menyatakan bahwa harapan merupakan perhatian seseorang terhadap stimulus atau objek mengenai hal yang disukai dan diharapkan. Setiap manusia mempunyai harapan. Manusia yang tanpa harapan, berarti manusia itu mati dalam hidup. Orang yang akan meninggal sekalipun mempunyai harapan, biasanya berupa pesan-pesan kepada ahli warisnya.

e. Sikap

Azwar S. (2000 : 6) menyatakan sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap dapat menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap juga dapat membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, obyek atau isue.

Menurut Schiffman dan Kanuk (2000) mengungkapkan sikap sebagai kecendrungan umum. Dalam sikap, ada kecendrungan umum yang dipelajari atau di

(7)

bentuk dan karena itu sikap memiliki kualitas motivasional yang dapat mendorong konsumen kepada suatu perilaku tertentu.

f. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu yang mana penginderaan ini terjadi melalui pa nca i nder a manusi a yakn i i nder a penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba yang sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan melalui wawancara atau angket yang membahas mengenai isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).

2.1.2 Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang datang dari luar individu (Niven N, 2002) yang meliputi:

a. Tampakan Produk

Menurut Niven N. (2002) menyatakan bahwa Iklan dan kemasan mempunyai dua fungsi yang kritis yang mencakup perhatian dan menjelaskan arti atau maknanya. Dalam hal ini tampakan produk yang dinilai adalah berdasarkan penilaian seseorang terhadap produk yang digunakan.

(8)

Menurut Stanton dalam Angipora (2002 : 152) menyatakan bahwa

produk adalah sekumpulan atribut yang nyata (tangible) dan tidak

nyata (intangible) di dalamnya sudah tercakup warna, harga, kemasan, prestive pabrik, prestive pengecer dan pelayanan di pabrik serta pengecer yang mungkin diterima oleh pembeli sebagai sesuatu yang bisa memuaskan keinginannya.

b. Sifat-sifat Stimulus

Menurut Niven N (2002), Keadaan stimulus dipengaruhi oleh sifat-sifat dan karakteristik yang ditampilkan oleh stimulus yaitu ukuran, intensitas, kontras, pengulangan, gerakan, status, dan kehadiran. Stimulus yang memiliki karakteristik yang sifatnya menonjol akan lebih menarik perhatian.

Menurut Ristiyanti Prasetijo (2005 : 77) mengungkapkan bahwa sifat-sifat stimulus merupakan ciri-ciri atribut termasuk didalamnya rancangan kemasan, nama merek, iklan (termasuk model, jenis kelamin, ukuran iklan, dan sebagainya) dan posisi iklan atau waktu tayangnya serta lingkungan editorialnya.

c. Situasi Lingkungan

Menurut Niven N (2002), Berbagai karakteristik situasional mempengaruhi interpretasi, karakterisktik temporer dari seseorang seperti lapar, kesepian, mempengaruhi interpretasi suatu stimulan yang dihadapi. Sejumlah waktu yang tersedia mempengaruhi arti yang diberikan kepada kesan pemasaran. Sama halnya, karakteristik fisik dari situasi seperti

(9)

temperatur atau suhu, adanya karakteristik individu lain, sifat dari materi dilingkungan pesan yang bersangkutan, gangguan eksternal dan alasan mengapa pesan harus diproses mempengaruhi bagaimana pesan tersebut diinterpretasikan.

Oskamp (dalam Hamka, 2002) menyatakan bahwa situasi lingkungan merupakan faktor di luar individu, misalnya lingkungan, budaya, dan norma sosial sangat berpengaruh terhadap seseorang dalam mempersepsikan sesuatu.

Jadi, reaksi individu terhadap suatu stimulus akan sesuai dengan pandangannya terhadap dunia ini atau versi subyektifnya terhadap realitas yang dibentuk dari faktor-faktor di atas. Pada waktu seseorang ingin sekali membeli suatu produk baru, ia sebetulnya merespon persepsinya tentang produk itu dan bukan produk itu sendiri. Untuk mengetahui mengapa konsumen menerima atau menolak suatu produk atau merek, pemasar harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh pandangan konsumen terhadap produk atau merek tersebut, meski pandangan tersebut sangat tidak masuk akal sekalipun.

2.2 Sales Promotion

Sales promotion atau yang sering disebut sebagai promosi penjualan dalam bahasa Indonesia, biasanya digunakan perusahaan produksi barang atau jasa untuk menambah nilai suatu produk tersebut, yang gunanya untuk merangsang konsumen untuk membeli atau memakai produk atau jasa tersebut. Hal ini didukung oleh definisi sales promotion dalam,

(10)

“Those marketing activities that add to the basic value of product for limited time period and, thus, directly stimulate consumer purchasing and sales force and dealer effectiveness”. Sales Promotion merupakan kegiatan pemasaran yang menambahkan kepada nilai dasar daripada produk untuk periode waktu yang terbatas, dan dengan demikian merangsang pembelian konsumen secara langsung dan kekuatan penjualan serta efektivitas penyalur” (Gitosudarmo, 2003 : 239). Promosi penjualan terdiri dari sederetan teknik yang dipakai untuk mencapai tujuan penjualan atau pemasaran dengan suatu cara yang efektif, melalui penambahan nilai kepada suatu produk atau jasa. Juga perantara atau pemakai, biasanya tidak semata-mata dalam waktu yang pasti.

Dalam praktek, sales promotion dapat diterapkan baik pada consumer goods maupun industrial goods. Menurut Philip Kotler, arti penting sales promotion sebagai promotion tool menduduki peringkat kedua diantara elemen-elemen promotion mix lainnya. Dalam pemasaran consumer goods, kedudukannya membayangi personal selling (penjualan pribadi).

Sales promotion bukanlah kegiatan yang dirancang untuk menunjang citra suatu produk, tetapi untuk menjual produk itu sendiri. Menjual dan menjual lebih banyak lagi itulah tujuan utamanya. Sudah barang tentu, sales promotion yang terlalu sering diadakan untuk suatu produk secara langsung atau tak langsung dapat membuat citra produk yang bersangkutan merosot. Selain itu juga dapat mengundang persaingan yang lebih sengit.

Ibarat menembak, sales promotion adalah gerak menekan picu senapan. Dengan “peluru” yang tepat, ditembakkan pada saat yang tepat dan didukung oleh keahlian

(11)

“menembak” maka sales pun ikut terpacu alias meningkat. Kendati mampu membuat sales ”meledak”, sales promotion hanya efektif dalam jangka waktu relatif pendek. Tidak cocok digunakan untuk membangun brand preference dalam jangka waktu panjang.

Sales promotion atau promosi penjualan adalah suatu teknik dalam mencapai tujuan pemasaran, yang gunanya untuk merangsang konsumen untuk membeli atau memakai barang atau jasa yang diproduksi suatu perusahaan, dimana pelaksanaan kegiatannya memiliki waktu yang terbatas. Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sales promotion:

1. Merupakan kegiatan pemasaran.

2. Suatu teknik untuk mencapai tujuan pemasaran.

3. Merangsang konsumen untuk membeli atau memakai produk atau barang

atau jasa dari suatu perusahaan.

4. Waktu pelaksanaan kegiatan sales promotion terbatas.

Oleh karena itu, dapat diambil kesimpulan bahwa sales promotion atau promosi penjualan adalah teknik dalam mencapai tujuan pemasaran. Yang gunanya untuk merangsang konsumen untuk membeli atau memakai barang atau jasa yang diproduksi suatu perusahaan. Dimana pelaksanaan kegiatannya memilih waktu yang terbatas. Secara garis besar, sales promotion dibagi dalam tiga jenis:

1. Consumer promotion, termasuk di dalamnya antara lain: pemberian sample secara gratis, pemberian kupon, pemberian hadiah, kontes dan sebagainya.

(12)

2. Trade promotion, antara lain berupa: potongan harga, pemberian produk secara gratis dalam jumlah tertentu, dealer sales contest dan sebagainya.

3. Sales force promotion, yang meliputi ”pemberian bonus, pemilihan salesman terbaik dan lain-lain.

Meskipun pelaksanaannya dapat terwujud dalam berbagai macam strategi, pada dasarnya kegiatan sales promotion memiliki tiga sifat karakteristik, yakni:

1. Komunikasi. Bertujuan untuk mendapatkan perhatian, dan biasanya memberikan informasi sedemikian rupa sehingga membuat konsumen tertarik pada produk yang dipromosikan.

2. Insentif. Bersifat menyatukan kesepakatan, dukungan dan dorongan yang mempengaruhi konsumen secara positif dalam menilai suatu produk.

3. Mengundang. Bersifat menggugah dan mengundang minat konsumen untuk segera membeli produk yang dipromosikan.

(http://henkynjotowidjaja.com/2008/07/03/sales-promotion/)

2.3 Keputusan Pembelian

Pengambilan keputusan konsumen (consumer decision making) adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif, dan memilih salah satu diantaranya. Hasil proses dari pengintegrasian ini adalah suatu pilihan yang disajikan secara kognitif sebagai keinginan berperilaku (Nugroho J. Setiadi 2003 : 415).

(13)

Berdasarkan pendapat Simamora (2002 : 15), suatu proses membeli bukan sekedear mengetahui berbagai faktor yang akan mempengaruhi pembeli, tetapi berdasarkan peranan dalam pembelian dan keputusan untuk membeli:

a. Pemrakarsa (initiator), orang yang pertama kali menyarankan membeli suatu produk atau jasa tertentu.

b. Pemberi pengaruh (influencer), orang yang pandangan atau nasihatnya memberi bobot dalam pengambilan keputusan akhir.

c. Pengambilan keputusan (decider), orang yang sangat menentukan sebagian atau keseluruhan keputusan pembelian, apakah membeli, apa yang dibeli, kapan hendak membeli, dengan bagaimana cara membeli, dan dimana akan membeli. d. Pembeli (buyer), orang yang melakukan pembelian nyata.

e. Pemakai (user), orang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk dan jasa.

2. Perilaku Pembelian

Pengambilan keputusan oleh konsumen akan berbeda menurut jenis keputusan pembelian. Assael, seperti dikutip Kotler 2000 dalam (Simamora, 2002 : 22-24), membedakan 4 (empat) tipe perilaku pembelian konsumen berdasarkan pada tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan diantara merek.

a. Perilaku Membeli yang Rumit (Complex Buying Behavior)

Perilaku membeli yang rumit membutuhkan keterlibatan yang tinggi dalam pembelian dengan berusaha menyadari perbedaan-perbedaan yang jelas diantara merek-merek yang ada. Perilaku membeli ini terjadi pada waktu membeli produk-produk yang mahal, tidak sering dibeli, berisiko dan dapat mencerminkan diri pembelinya.

(14)

Biasanya konsumen tidak tahu terlalu banyak tentang kategori produk dan harus berusaha untuk mengetahuinya. Sehingga pemasar harus menyusun strategi untuk memberikan informasi kepada konsumen tentang atribut produk, kepentingannya tentang merek perusahaan, dan atribut penting lainnya.

b. Perilaku Membeli untuk Mengurangi Ketidakcocokan (Dissonance Reducing Buying Behavior)

Perilaku membeli semacam ini mempunyai keterlibatan yang tinggi dan konsumen menyadari hanya terdapat sedikit perbedaan di antara berbagai merek. Perilaku membeli ini terjadi untuk pembelian produk yang harganya mahal, tidak sering dibeli, berisiko, dan membeli secara relatif cepat karena perbedaan merek tidak terlihat. Pembeli biasanya mempunyai respons terhadap harga atau yang memberikan kenyamanan. Konsumen akan memperlihatkan informasi yang mempengaruhi keputusan pembelian mereka.

c. Perilaku Membeli Berdasarkan Kebiasaan (Habitual Buying Behavior)

Dalam hal ini, konsumen membeli suatu produk berdasarkan kebiasaan, bukan berdasarkan kesetiaan terhadap merek. Konsumen memilih produk secara berulang bukan karena merek produk, tetapi karena mereka sudah mengenal produk tersebut. Setelah membeli, mereka tidak mengevaluasi kembali mengapa mereka membeli produk tersebut karena mereka tidak terlibat dengan produk. Pemasar dapat membuat keterlibatan antara produk dan konsumennya, misalnya dengan menciptakan produk yang melibatkan situasi atau emosi personal melalui iklan.

(15)

Perilaku ini memilki keterlibatan yang rendah, namun masih terdapat perbedaan merek yang jelas. Konsumen berperilaku dengan tujuan mencari keragaman dan bukan kepuasan, jadi merek dalam perilaku ini bukan merupakan suatu yang mutlak. Sebagai market leader, pemasar dapat melakukan strategi seperti menjaga agar jangan kehabisan stok atau dengan promosi-promosi yang dapat mengingatkan konsumen akan produknya. Apabila sekali kehabisan stok, konsumen akan beralih ke merek lain. Apalagi para pesaing sudah menawarkan barang dengan harga yang lebih rendah, kupon, sampel, dan iklan yang mengajak konsumen untuk mencoba sesuatu yang baru. Perilaku demikian biasanya terjadi pada produk-produk yang sering dibeli, harga murah, dan konsumen sering mencoba merek-merek baru.

(16)

2.3.1 Tahap-tahap dalam Proses Keputusan Membeli

Gambar 2.1 Proses Pembelian Model 5 (Lima) Tahap (Kotler, 2002 : 204)

Masing-masing tahap proses keputusan pembelian menurut Philip Kotler tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pengenalan Masalah Keputusan Pembelian Pencarian Informasi Perilaku Pasca Pembelian Evaluasi Alternatif

(17)

a. Pengenalan Masalah

Proses pembelian di mulai saat pembeli mengenali sebuah masalah atau kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal maupun eksternal. Dalam kasus pertama, salah satu kebutuhan umum seseorang, misalnya lapar, haus, seks, mencapai titik tertentu dana menjadi sebuah dorongan. Dalam kasus kedua, kebutuhan ditimbulkan oleh rangsangan eksternal.

Menurut J. Supranto (2011 : 213) menyatakan bahwa pengenalan masalah sebagai “perceived difference between ideal and actual state of affairs”.

b. Pencarian Informasi

Konsumen yang tergu

gah kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Kita dapat membaginya kedalam 2 (dua) tingkat. Situasi pencarian informasi yang lebih ringan dinamakan perhatian menguat. Pada tingkat itu, seseorang hanya menjadi lebih peka terhadap informasi tentang produk. Pada tingkat selanjutnya, orang itu mungkin memasuki pencarian aktif informasi. Mencari bahan bacaan, menelepon teman, dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk. Melalui pengumpulan informasi, konsumen mengetahui tentang merek-merek yang bersaing dan keistimewaan merek tersebut.

(18)

Menurut J. Supranto (2011 : 213) menyatakan bahwa pencarian informasi sebagai “seek relevant information about potential solution to the problem from external environment, or activate knowledge from memory”.

c. Evaluasi Alternatif

Beberapa konsep dasar akan membantu kita, untuk memahami proses evaluasi konsumen: Pertama, konsumen berusaha untuk memenuhi suatu kebutuhan. Kedua, konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen memandang masing-masing produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan itu. Para konsumen memiliki sikap yang berbeda-beda dalam memandang atribut-atribut yang dianggap relevan dan penting. Mereka akan memberikan perhatian terbesar pada atribut yang memberikan manfaat yang dicarinya. Konsumen mengembangkan sekumpulan keyakinan merek tentang di mana posisi setiap merek dalam masing-masing atribut.

Menurut J. Supranto (2011 : 213) menyatakan bahwa evaluasi alternatif sebagai “evaluate or judge competing alternatives in terms of salient beliefs about relevant consequences and combine this knowledge to make a choice”.

d. Keputusan Pembelian

Dalam tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi atas merek-merek dalam kumpulan pilihan. Konsumen juga mungkin membentuk niat untuk

(19)

membeli produk yang paling disukai. Namun, 2 (dua) faktor berikut dapat berada di antara niat pembelian dan keputusan pembelian.

Faktor pertama adalah sikap orang lain, sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternatif yang disukai seseorang akan bergantung pada 2 (dua) hal: (1) intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan (2) motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. Semakin gencar sikap negatif orang lain dan semakin dekat orang tersebut dengan konsumen, semakin besar konsumen akan mengubah niat pembeliannya dan demikian juga sebaliknya.

Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak terantisipasi yang dapat muncul dan dapat mengubah niat pembelian.

Menurut J. Supranto (2011 : 213) menyatakan bahwa keputusan pembelian sebagai “buy the chosen alternative”.

e. Perilaku Pascapembelian

Setelah membeli produk, konsumen akan mengalami level kepuasan atau ketidakpuasan tertentu. Pemasar harus memantau kepuasan pascapembelian, tindakan pascapembelian, dan pemakaian produk pascapembelian. Kepuasan pembeli merupakan fungsi dari seberapa dekat harapan pembeli atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan pembeli atas produk tersebut. Jika kinerja produk lebih rendah dari harapan, pelanggan akan kecewa, jika ternyata sesuai harapan, pelanggan akan puas, jika melebihi harapan, pembeli akan sangat puas. Perasaan-perasaan itu akan membedakan apakah pembeli akan membeli kembali

(20)

produk tersebut dan membicarakan hal-hal yang menguntungkan atau tidak menguntungkan tentang produk tersebut kepada orang lain. Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen terhadap suatu produk akan mempengaruhi perilaku selanjutnya. Jika konsumen puas, ia akan menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli kembali produk tersebut. Para pelanggan yang tidak puas bereaksi sebaliknya. Mereka mungkin membuang atau mengembalikan produk tersebut.

Menurut J. Supranto (2011 : 213) menyatakan bahwa perilaku pasca pembelian sebagai “use the chosen alternative and evaluate it again in light of its performance”.

Seperti pengambilan keputusan dalam kehidupan sehari-hari dan kehidupan berorganisasi, keputusan beli pun ditentukan dengan cara memilih tindakan dari 2 (dua) alternatif pilihan atau lebih. Sejauh mana konsumen memiliki alternatif, tergantung pada sifat pembeliannya. Pada pembelian rutin, alternatif tidak penting lagi sedangkan dalam pembelian dengan keterlibatan tinggi , konsumen sangat memerlukan informasi untuk mengembangkan alternatif pilihannya.

2.4 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran adalah dukungan dasar teoritis dalam rangka memberi jawaban terhadap pendekatan pemecahan masalah. Sebagaimana diketahui, ilmu pengetahuan merupakan kesinambungan kegiatan yang telah dirintis oleh pakar-pakar ilmiah sebelumnya. Ini berarti telah tersedia gudang teori untuk tiap-tiap disiplin ilmu, termasuk yang relevan dengan masalah yang digarap. Uraian kerangka pemikiran dalam

(21)

32 

penelitian ini dapat dirangkum dalam bentuk skema kerangka pemikiran, seperti gambar dibawah ini:

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir

Persepsi Konsumen (X1) • Faktor Internal: ‐ Pengalaman ‐ Motif ‐ Minat ‐ Harapan ‐ Sikap ‐ Pengetahuan

(22)

Dari kerangka di atas dapat terlihat bahwa variabel tidak bebas adalah keputusan pembelian konsumen yang dijelaskan dengan 2 (dua) variabel bebas, yaitu: (1) persepsi konsumen terhadap “program Santika Important Person”, (2) Sales promotion.

Di dalam diagram hubungan ini dapat dilihat bahwa ketiga komponen dari kerangka teoritis telah ada dalam contoh diatas:

1. Identifikasi dan penandaan dari variabel bebas dan tidak bebas.

2. Adanya pengaruh antara persepsi konsumen dengan keputusan pembelian konsumen.

3. Adanya pengaruh sales promotion terhadap keputusan pembelian.

4. Adanya pengaruh persepsi konsumen dan jasa pelayanan kamar secara bersama-sama terhadap keputusan pembelian konsumen.

Sales Promotion (X2)

‐ Consumer Promotion

‐ Trade Promotion

(23)

Gambar

Gambar 2.1 Proses Pembelian Model 5 (Lima) Tahap (Kotler, 2002 : 204)
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kapasitas nilai circuit breaker, ukuran penampang kabel, tegangan jatuh, dan rugi-rugi daya, serta perbandingangannya dengan

• Peserta didik secara berkelompok dibimbing oleh guru untuk menggabungkan contoh gerakan-gerakan yang sudah diperagakan dipertemuan sebelumnya menjadi satu

Telah berhasil mempertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Ekonomi pada Program Studi

Berdasarkan penelitian Ikhsan (2013), sifat kimia yang mengalami perubahan diantaranya adalah pH Tanah meningkat pada penanaman Acacia crasicarpa pada umur 3 Tahun dengan

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Melalui Penerapan Model Teams Games Tournament (TGT) Berbantuan Media Laci Kartu Soal Pada Siswa Kelas IV SD 6

Slide 7-3 Kecurangan Pengendalian internal Prinsip-prinsip aktivitas pengendalian internal Keterbatasan Setara kas Kas yang penggunaannya dibatasi Saldo kompensasi Membuat

Membuat algoritma untuk menterjemahkan informasi model produk berbasis feature yang tersedia dalam software CaSTPro ke dalam bahasa kode-G (G-Code) untuk feature

Manfaat yang dapat diambil dari kegiatan penerapan Iptek ini adalah: (1) Masyarakat sebagai sasaran mitra memperoleh transfer teknologi dan pengetahuan khususnya