• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.

Dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945), serta menuju pada kesinambungan dan peningkatan pelaksanaan pembangunan nasional harus terus diupayakan. Guna mencapai tujuan tersebut, maka pelaksanaan pembangunan ekonomi harus lebih memperhatikan asas keserasian, keselarasan dan keseimbangan pada setiap unsur-unsur pembangunan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta terciptanya stabilitas ekonomi dan stabilitas nasional.

Seiring dengan perkembangan zaman sebagai akibat dari adanya pembangunan di berbagai sektor yang begitu pesat baik bersifat nasional maupun internasional, menimbulkan berbagai kebutuhan yang begitu beragam. Perkembangan di bidang ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, yaitu menciptakan masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan tujuan dan cita-cita dari Pancasila dan UUD 1945.

Kegiatan perekonomian merupakan salah satu faktor yang menentukan berhasil atau

tidaknya pembangunan, karena perekonomian merupakan tulang punggung dari

pembangunan nasional di Indonesia. Melalui pembangunan nasional pemerintah berusaha

mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Oleh

karena itu untuk mewujudkannya diperlukan adanya partisipasi aktif dari semua lapisan

masyarakat. Partisipasi aktif dari masyarakat antara lain dapat diwujudkan dengan

melakukan usaha-usaha diberbagai bidang. Beberapa diantaranya adalah melakukan

(2)

kegiatan di sektor perkebunan, salah satunya di sektor perkebunan tebu dan industri gula.

Secara historis, perkebunan tebu dan industri gula merupakan salah satu perkebunan dan industri tertua yang berada di Indonesia sejak zaman Pemerintahan Hindia Belanda.

Indonesia pernah mengalami masa kejayaan industri gula nasional pada tahun 1930-an dimana produksi gula nasional mencapai 3 juta ton dan ekspor gula mencapai 2,4 juta ton.

Hal ini terjadi berkat adanya kemudahan dalam memperoleh tenaga kerja yang murah, irigasi yang baik, pemanfaatan teknologi yang tepat guna, dan masih tersedianya lahan yang subur.

Secara umum ada dua tipe pengusahaan tanaman tebu, untuk pabrik gula (PG) swasta kebun tebu dikelola dengan menggunakan manajemen perusahaan perkebunan (estate) dimana PG sekaligus memiliki lahan Hak Guna Usaha (HGU) untuk pertanaman tebunya, seperti Indo Lampung dan Gula Putih Mataram. Pabrik Gula (PG) milik BUMN terutama yang berlokasi di Jawa, sebagian besar tanaman tebu dikelola oleh rakyat. Dengan demikian PG di Jawa umumnya melakukan hubungan kemiteraan dengan petani tebu. Secara umum PG lebih berkonsentrasi di pengolahan, sedangkan petani sebagai pemasok bahan baku tebu.

Hubungan kemitraan tersebut dalam bentuk bagi hasil antara petani tebu dengan PG. Dalam bagi hasil tersebut petani memperoleh 66% dari produksi gula petani, sedangkan PG mendapatkan34%.

Petani tebu di Jawa secara umum didominasi (70%) oleh petani kecil dengan luas

areal kurang dari 1 ha. Proporsi petani dengan areal antara 1-5 ha diestimasi sekitar 20%,

sedangkan yang memiliki areal diatas 5 ha, bahkan sampai puluhan ha diperkirakan sekitar

10%. Bagi petani yang arealnya luas, sebagian lahan mereka pada umumnya merupakan

lahan sewa.

(3)

Pengusahaan tebu di Jawa khususnya Jawa Timur dapat dibedakan atas tebu rakyat yang ditanam dilahan sawah dan lahan kering, serta tebu milik pabrik gula. Sebelum deregulasi industri gula pada tahun 1998, pengusahaan tebu dapat dibedakan atas pertanaman kolektif dan pertanaman individual. Pertanaman kolektif merupakan usaha tani tebu dalam satu hamparan yang pengelolaannya ditangani oleh kelompok tani. Pertanaman individual pengelolaannya dilakukan oleh petani secara individu, namun setelah deregulasi industri gula sebagian besar pertanaman tebu rakyat merupakan usaha tani individu.

Dalam perkembangannya untuk melaksanakan partisipasi aktif di bidang pembangunan nasional khususnya disektor perkebunan dalam hal ini adalah perkebunan tebu, seringkali masyarakat mengalami kesulitan guna mendapatkan modal dalam jumlah yang relatif besar. Menanggapi kesulitan masyarakat dalam memperoleh modal tersebut, pemerintah menunjuk Bank sebagai lembaga keuangan untuk membantu mengatasi masalah dengan cara melakukan penghimpunan dana dan kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit.

Kehidupan ekonomi modern tidak dapat lepas begitu saja dari aspek dan tujuan pemberian kredit sebagai upaya riil untuk mengangkat aspek pertumbuhan modal dan investasi dunia usaha dikalangan para pengusaha sebagai pelaku usaha atau pelaku bisnis.

Dalam kondisi perekonomian yang sedang mengalami kelesuan seperti saat ini karena sektor riil yang tidak bertumbuh, maka sangat dibutuhkan adanya suntikan dana segar (fresh money) baik dari pihak pemerintah baik melalui Lembaga Keuangan Bank (LKB) ataupun

Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) kepada para pengusaha sebagai pelaku usaha dan

pelaku bisnis yang memanfaatkan dana tersebut sebagai modal kerja. Suntikan dalam bentuk

fresh money tersebut adalah untuk meningkatkan profibilitas perusahaan serta dalam rangka

(4)

menggairahkan kembali kondisi perekonomian bangsa khususnya pertumbuhan disektor riil termasuk perkebunan didalamnya sektor jasa.

Kegiatan perekonomian khususnya di sektor perkebunan tebu yang semakin bertambah menuntut masyarakat dalam hal ini adalah petani untuk terus maju dan berkembang dalam menjalankan roda usahanya. Dalam kenyataannya untuk dapat mengembangkan suatu usaha, modal berupa uang sangatlah berperan penting.

Pemberian modal berupa uang melalui kredit oleh Bank, dapat disalurkan oleh Bank Swasta maupun Bank Pemerintah. Bank sebagai salah satu lembaga keuangan memegang peranan penting dalam menghimpun dana dan menyalurkannya lagi kepada masyarakat secara efektif dan efisien dalam upaya peningkatan taraf hidup masyarakat. Hal ini didasarkan pada kenyataan yang muncul dan berkembang, yakni semakin meningkat dan komplek nilai kebutuhan masyarakat akan modal baik bersifat konsumtif maupun bersifat produktif.

Bank sebagai salah satu lembaga keuangan, mempunyai peranan yang cukup vital dan strategis dalam menghimpun dana masyarakat secara efektif dan efisien. Hal tersebut dimaksudkan dalam rangka peningkatan dan pemerataan pembangunan serta hasil dari pembangunan tersebut. Menurut Pasal 1 ayat (1) butir 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (UU 10/1998) tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 (UU 7/1992) menyebutkan :

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau

bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak.

(5)

Kosakata kredit berasal dari bahasa Romawi credere artinya percaya. Dalam bahasa Inggris believe atau trust atau confidence yang memiliki arti sama yakni percaya. Oleh karena itu Bank harus memiliki keyakinan bahwa pemohon kredit dapat memenuhi apa yang telah diperjanjikan dalam perjanjian kredit tersebut. Penilaian terhadap pemohon kredit mengacu pada penjelasan dalam Pasal 8 UU 10/1998, yaitu : penilaian secara seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari pemohon kredit. Dalam dunia perbankan hal ini biasa disebut dengan yaitu, Character, Capacity, Capital, Collateral, and Condition of Economy. Kredit yang diberikan oleh pihak

Bank didasarkan atas kepercayaan terhadap pemohon kredit.

Dalam setiap pengajuan kredit yang dilakukan oleh pemohon kredit, selalu ada penilaian oleh Bank yang nantinya akan memberikan kredit tersebut. Penilaian oleh Bank terhadap pemohon kredit tidak terlepas dari sebagaimana tersebut diatas.

Jaminan merupakan salah satu unsur penilaian Bank dalam memberikan kredit, meskipun hanya salah satu unsur pihak Bank akan merasa aman dengan adanya jaminan tersebut. Jaminan dapat memberikan rasa aman kepada Bank untuk mendapat pelunasan oleh pemohon kredit. Pelunasan akan diperoleh dari barang-barang yang dijaminkan manakala pemohon kredit wanprestasi, disinilah arti penting jaminan. Jaminan dan pemberian kredit memiliki hubungan yang sangat erat, Bank tidak akan memberikan kredit jika tidak disertai adanya jaminan yang memadai.

Di Indonesia pembangunan pertanian tetap memegang peran strategis dalam

perekonomian nasional. Peran strategis tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata

melalui pembentukan kapital, penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan

(6)

bio energi, penyerapan tenagakerja, sumber devisa negara dan sumber pendapatan serta pelestarian lingkungan melalui praktek usaha tani yang ramah lingkungan.

Pembangunan pertanian diharapkan dapat memperbaiki pendapatan penduduk secara merata dan berkelanjutan, karena sebagian besar penduduk Indonesia memiliki mata pencaharian di sektor pertanian. Hal tersebut terbukti pada saat krisis ekonomi tahun 1997/1998 sektor pertanian tetap tangguh menghadapi gejolak ekonomi dan juga dapat berfungsi sebagai basis landasan perekonomian nasional.

Sejalan dengan target utama Kementerian Pertanian 2010-2014meliputi : 1. Pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan.

2. Peningkatan diversifikasi pangan.

3. Peningkatan nilai tambah, dayasaing dan ekspor.

4. Peningkatan kesejahteraan petani.

Strategi yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian adalah melakukan revitalisasi pertanian dengan fokus tujuh aspek dasar yang dinamakan dengan Tujuh Gema Revitalisasi. Adapun tujuh aspek dasar yang dinamakan dengan Tujuh Gema Revitalisasi tersebut terdiri atas :

1. lahan,

2. pebenihan dan pebibitan,

3. infrastruktur dan sarana,

4. sumber daya manusia,

5. pembiayaan petani,

6. kelembagaan petani, dan

7. teknologi dan industri hilir.

(7)

Keberhasilan peningkatan produksi pangan di masa lalu dalam hal pencapaian swasembada pangan, tidak terlepas dari peran pemerintah melalui penyediaan program kredit dengan suku bunga rendah. Peran pemerintah tersebut sampai dengan tahun 1998 dalam bentuk fasilitas Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) dan subsidi sarana produksi (benih, pupuk dan pestisida).

Semenjak diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia maka tidak tersedia lagi sumber dana dari KLBI. Oleh karena itu mulai tahun 2000 telah diluncurkan Skim Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang sumber dananya berasal dari Perbankan dengan subsidi suku bunga bagi petani dan peternak yang disediakan oleh pemerintah.

Dalam perkembangannya KKP mengalami penyesuaian dari tahun ketahun, mulai Oktober 2007 KKP disempurnakan menjadi KKP-E (Kredit Ketahanan Pangan dan Energi). Hal ini mengadopsi upaya mengurangi ketergantungan energi berbahan baku fosil dan perkembangan teknologi energi untuk dikembangkan energi lain yang berbasis sumber energi nabati. Energi alternatif dimaksud disini berbasis ubi kayu/singkong dan tebu diintegrasikan dengan Skim KKP yang telah ada, sehingga Skim Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E).

KKP-E merupakan skim kredit yang ditetapkan Pemerintah yang dananya bersumber

dari perbankan dan subsidinya disediakan oleh pemerintah dengan pola penyaluran

executing. Adanya program KKP-E dari pemerintah yang disediakan bagi para pelaku

usaha pertanian, khususnya untuk petani tebu adalah bertujuan memudahkan petani dalam

hal memperoleh modal berupa uang dengan cara kredit.

(8)

Penelitian ini mengambil obyek dan subyek dari program KKP-E bagi para petani untuk budi daya tanaman tebu yang ada di lingkungan PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero) khususnya di wilayah Ex. Karisidenan Madiun (Madiun, Magetan, Ngawi) dengan pihak PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Pelaksanaan Program KKP-E antara petani mitra binaan PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero) di wilayah Ex.

Karisidenan Madiun dengan pihak PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk adalah secara kolektif, dalam hal ini melalui media Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR) yang dikoordinir lewat Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR). Dalam pelaksanaannya KKP-E dicairkan oleh pihak Bank kepada petani melalui KPTR, namun sebelumnya pihak Bank juga meminta adanya jaminan dari PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero) sebagai penjamin. Keterlibatan PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero) dalam pelaksanaan KKP-E adalah sebagai Mitra Usaha serta penjamin bagi petani dan atau KPTR.

Proses pelaksanaan KKP-E antara petani tebu dalam hal ini melalui KPTR dengan Bank pelaksana yakni PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. diawali dengan penyusunan Rencana Definitif Kelompok Kerja (RDKK) dari petani yang nantinya diajukan sebagai dasar untuk mendapatkan KKP-E kepada pihak Bank melalui KPTR.

Dalam RDKK tersebut berisi tentang program kerja, luas areal yang akan diajukan untuk mendapatkan KKP-E dan batas waktu tanggal pengembalian pinjaman KKP-E.

Setelah pengajuan RDKK dari KPTR dilakukan penilaian oleh Bank dan dinyatakan

layak, maka kemudian dilaksanakan penandatanganan perjanjian KKP-E antara pihak

KPTR dengan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Proses pencairan dana KKP-E

oleh pihak Bank untuk KPTR dilakukan melalui rekening milik PT. Perkebunan Nusantara

XI (Persero), nantinya KPTR akan meminta kepada PT. Perkebunan Nusantara XI

(9)

(Persero) untuk menyalurkan dana KKP-E tersebut kepada petani yang terdaftar sebagai anggota KPTR sesuai daftar RDKK yang telah diajukan sebelumnya.

PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero) sebagai pihak yang diberi kuasa oleh KPTR untuk menerima dan menyalurkan dana KKP-E kepada petani tebu anggota KPTR sebelum menyalurkan dana KKP-E kepada para petani terlebih dahulu akan meminta adanya kepastian dari pihak petani, yaitu bahwa dana KKP-E tersebut untuk membiayai budi daya tanaman tebu. Selanjutnya hasil dari panen tebu tersebut dikirim ke PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero), disamping itu juga meminta adanya agunan dari petani untuk sejumlah KKP-E yang akan disalurkan kepadanya.

Dana KKP-E yang dicairkan oleh pihak Bank diberikan untuk petani tebu bertujuan guna membiayai proses budi daya tanaman tebu, dana tersebut diberikan melalui PT.

Perkebunan Nusantara XI (Persero) untuk diteruskan kepada petani yang terdaftar sebagai anggota KPTR mitra binaan sesuai daftar ajuan RDKK. Keberadaan PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero) sebagai penjamin adalah sebagai jaminan bagi pihak Bank atas pengembalian jumlah KKP-E yang disalurkan.

Bertitik tolak dari uraian latar belakang tersebut di atas, judul dari penelitian ini adalah :

TANGGUNG JAWAB PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero) SEBAGAI PENJAMIN

DALAM PERJANJIAN KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI ANTARA

PT. BANK RAKYAT INDONESIA (Persero) TBK DENGAN KOPERASI PETANI

TEBU RAKYAT (Studi Di Pabrik Gula Milik PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero)

Wilayah Kerja Ex. Karisidenan Madiun).

(10)

B. Rumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana tanggung jawab PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero) dalam Perjanjian Kredit Ketahanan Pangan Dan Energi (KKP-E) dalam hal terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh petani anggota Koperasi Petani Tebu Rakyat ?

2. Upaya hukum apa yang ditempuh para pihak dalam hal terjadi kredit macet pada program Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) ?

C. Keaslian Penelitian.

Penelitian dengan tema jaminan oleh pihak ketiga dalam perjanjian kredit dengan Bank sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh beberapa orang, yaitu:

1. Ivana Iring Restu Lahay dari Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada pada tahun 2010 dengan judul : EKSISTENSI JAMINAN PERORANGAN (BORGTOCHT) SEBAGAI BENTUK JAMINAN KHUSUS DALAM PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN (Studi Kasus di Bank Perkreditan Rakyat/BPR Arum Mandiri Yogyakarta)

1

. Penelitian ini dilakukan di Yogyakarta dengan permasalahan :

a. Bagaimana pelaksanaan jaminan perorangan (Borgtocht) sebagai bentuk jaminan khusus dalam perjanjian kredit perbankan ?

b. Bagaimana proses eksekusi jaminan perorangan tersebut jika debitur wanprestasi ?

1

Ivana Iring Restu Lahay, 2010, Eksistensi Jaminan Perorangan (Borgtocht) Sebagai Bentuk Jaminan

Khusus Dalam Perjanjian Kredit Perbankan, Tesis, Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta.

(11)

2. Raden Roro Frieda Lestari Dewi dari Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada pada tahun 2010 dengan judul : PENGGUNAAN JAMINAN PERORANGAN (BORGTOCHT) DALAM PERJANJIAN UTANG PIUTANG PADA PT DE VANIR SOURCE INDONESIA (DEVASINDO)

2

. Permasalahan dalam penelitian ini adalah : a. Mengapa PT De Vanir Source Indonesia (Devasindo) menggunakan jaminan pribadi

(Borgtocht) dalam perjanjian utang piutang ?

b. Bagaimana apabila pemegang saham sebagai penjamin berhadapan dengan tanggung jawab terbatas ?

c. Bagaimana akibat hukum penjaminan pribadi (Borgtocht) pada perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) ?

3. Rhomadiani Harwiningtyas dari Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada pada tahun 2011 dengan judul : PEMENUHAN JAMINAN PERSEORANGAN (BORGTOCHT) DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI PADA PT BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) CABANG YOGYAKARTA

3

. Penelitian ini dilakukan di Yogyakarta dengan permasalahan :

Bagaimana pelaksanaan jaminan perseorangan (Borgtocht) sebagai jaminan bank dalam praktek pemberian kredit sebagai jaminan tambahan ?

4. Ibnu Syarif A dari Magister Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada pada tahun 2011 dengan judul : TINJAUAN YURIDIS JAMINAN PERORANGAN (BORGTOCHT) DALAM PEMBERIAN PEMBIAYAAN DI PT BANK BNI SYARIAH

2

Raden Roro Frieda Lestari Dewi, 2011, Penggunaan Jaminan Perorangan (Borgtocht) Dalam Perjanjian Utan Piutang Pada PT De Vanir Source Indonesia (DEVASINDO), Tesis ,Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

3

Rhomadiani Harwiningtyas, 2011, Pemenuhan Jaminan Perseorangan (Borgtocht) Dalam Hal Debitur

Wanprestasi Pada PT Bank Tabungan Negara (Persero) Cabang Yogyakarta, Tesis, Magister Kenotariatan

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta .

(12)

BERDASARKAN UNDANG UNDANG PERBANKAN SYARIAH

4

. Penelitian ini dilakukan di Yogyakarta dengan permasalahan :

a. Bagaimana kedudukan hukum jaminan perorangan (Borgtocht) dalam pembiayaan di PT Bank BNI Syariah ?

b. Bagaimana kedudukan hukum PT Bank BNI Syariah terhadap penanggung yang pailit apabila nasabah penerima pembiayaan yang ditanggung gagal memenuhi kewajibannya ?

c. Bagaimana bentuk jaminan pokok dalam pemberian pembiayaan ?

Berdasarkan uraian sebagaimana tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa penelitian ini berbeda atau tidak sama dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari :

1. Lokasi penelitiannya.

Penelitian ini dilakakukan di wilayah ex Karisidenan Madiun yang meliputi Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan Dan Kabupaten Ngawi Propinsi Jawa Timur.Penelitian- penelitian sebelumnya semuanya dilakukan di Yogyakarta.

2. Obyek Penelitian.

Obyek dari penelitian ini adalah perjanjian kredit terkait dengan ketahanan pangan dan energi yang merupakan program pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

Dalam perjanjian kredit ini sebagai penjamin adalah Perusahaan dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu PT Perkebunan Nusantara XI (Persero)yang juga mitra kerja dari petani. Penelitian-penelitian sebelumnya perjanjian kredit yang dijamin oleh pihak

4

Ibnu Syarif A, 2011, Tinjauan Yuridis Jaminan Perorangan (Borgtocht) Dalam Pemberian

Pembiayaan Di PT Bank BNI Syariah Berdasarkan Undang Undang Perbankan Syariah, Tesis,

Magister Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

(13)

ketiga tidak terkait dengan program pemerintah dan bertindak sebagai penjamin adalah perorangan. Selanjutnya apabila ternyata ada penelitian yang sejenis, maka hasil dari penelitian ini diharapkan dapat melengkapinya.

D. Faedah Yang Diharapkan.

Hasil Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat meberikan kontribusi yang baik dan bermanfaat, baik dari segi teoritis maupun dari segi praktis yang akan peneliti uraikan sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai tambahan pembahasan tentang tanggung jawab avalist dalam perjanjian kredit ketahanan pangan dan energi dan untuk bahan referensi ilmu pengetahuan (ilmiah) yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan dan perkembangan ilmu hukum di Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan bidang hukum jaminan.

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi praktisi-praktisi yang berhubungan dengan perkreditan, khususnya yang berhubungan dengan avalist.

E. Tujuan Penelitian.

Berdasarkan kerangka permasalahan yang telah dikemukakan, maka tujuan yang

ingin dicapai dalam penulisan penelitian ini adalah :

(14)

1. Untuk mengetahui tanggung jawab PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero) dalam Perjanjian Kredit Ketahanan Pangan Dan Energi (KKP-E) dalam hal terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh petani anggota Koperasi Petani Tebu Rakyat 2. Untuk mengetahui upaya hukum yang ditempuh para pihak dalam hal terjadi kredit

macet pada program Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E).

Referensi

Dokumen terkait

Besar momen gaya (torsi) adalah besar lengan gaya kali besar gaya, dengan lengan gaya Besar momen gaya (torsi) adalah besar lengan gaya kali besar gaya, dengan lengan gaya tegak

Berdasarkan hasil di lapangan untuk pengalaman kerja petani responden di Kecamatan Aluh - Aluh bahwa lebih 32,53% petani responden tergolong pada pengalaman

Pemberian bahan organik adalah suatu tindakan yang harus lebih dahulu dilakukan untuk memperbaiki lingkungan tumbuh tanaman, terutama pada tanah-tanah yang kekurangan bahan

Acral Lentinginous Melanoma (ALM) merupakan jenis yang lebih banyak ditemukan pada penderita kulit berwarna (35-60%).. Menyerupai gambaran Melanoma Maligna, SSM, atau

[r]

Ketahanan hidup ikan yang diamati sampai minggu ke-6 menunjukkan bahwa perlakuan B, yaitu pemberian pakan dengan penambahan Spirulina 4 gr.kg-l pakan secara

Sentral Perkulakan Chemical Laundry Siap Pakai Atau Bahan Setengah Jadi seperti Contohnya: Bibit Parfum Laundry Parfum Laundry Alkohol/Metanol maupun Yang.. Dicampur Air (Water Base

: berisi pengertian atau definisi variabel tersebut, aspek/dimensi/komponen/bentuk/gejala dsb dari variabel tersebut yang nantinya dijadikan indikator dari alat ukur yang