BAB 3
3 Pembebanan dan Pemodelan Struktur
3.1 Deskripsi Platform
Anjungan yang dianalisis adalah sebuah struktur baja yang dirancang tidak berpenghuni, terdiri atas 4 kaki jacket dengan pile di dalam kaki jacket dan topside deck untuk mendukung peralatan di atasnya. Anjungan ini dirancang dengan luasan deck 40’ X 24’ pada titik kerjanya. Konstruksi jacket ini mendukung Cellar dan Sub Cellar Deck, Mezzanine Deck dan Main deck (Drilling deck) dan 9 buah well conductors. Anjungan ini terletak pada kedalaman perairan 108 ft.
Keterangan umum dari platform yang akan dianalisis dapat dilihat pada berikut ini:
1. Kedalaman Perairan : 108 ft
2. Level Deck : Main Deck 54 ft
Mezzanine Deck 43 ft
Cellar Deck 35 ft
Sub Cellar Deck 28 ft 3. Konduktor : 9 buah (∅ 20 inch).
3.2 Design Code
Standar yang digunakan dalam desain anjungan adalah API RP 2A-WSD (21st Edition, December 2000) dan AISC 9th Edition.
3.2.1 Allowable Stress Factor
Berdasarkan API RP 2A-WSD, faktor pengali untuk tegangan ijin dapat ditambahkan pada berbagai kondisi desain. Faktor pengali tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1.
3 - 1
Tabel 3.1 Allowable Stress Factor
Design Condition Allowable Stresses Factor In-Place – Extreme Wave 1.33
In-Place – Operating Wave 1.00 Seismic (Strength-Ductility) 1.70
Sumber: API RP 2A–WSD, 21st Edition
3.2.2 Piles Safety Factors
Angka keamanan tiang pancang untuk berbagai kondisi desain diperlihatkan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Angka Keamanan Tiang Pancang Design Condition Safety Factor
In place – Operating 2.0
In place – Storm 1.5
Seismic 1.0
Sumber: API RP 2A–WSD, 21st Edition
3.3 Kriteria Desain 3.3.1 Data Lingkungan 1. Kedalaman Perairan
Kedalaman perairan ditinjau dari LAT (Low Astronomical Tide). Adapun kedalaman perairan di sekitar anjungan dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Data Elevasi Muka Air
Operating Storm Elevasi Muka Air
1 year (ft) 100 year (ft)
Mean Sea Level (MSL) 108 108
Storm Tide Surge (ST) 0.05 0.63
½ Tidal Range (TR) 2.245 2.245
Contigency (C) 1.5 1.5
Analysis Water Depth (MSL+½TR+ST+C) 111.795 112.375
Analysis water depth ini merupakan salah satu parameter yang digunakan pada analisis inplace, seismic dan fatigue.
2. Gelombang a) Dasar Perhitungan
Gelombang terjadi akibat gangguan pada fluida. Gangguan tersebut dapat berupa gangguan pada permukaan air seperti hembusan angin, atau dapat juga berupa gangguan pada dasar laut seperti pergerakan tanah atau gempa bumi.
3 - 2
Bentuk ideal gelombang beramplitudo kecil di perairan dalam adalah sinusoidal. Karakteristik gelombang dua dimensi yang merambat dalam arah x dapat dilihat pada Gambar 3.1 dibawah ini.
C
Gambar 3.1 Sketsa profil gelombang air.
Dimana:
A = amplitudo gelombang
c = kecepatan gelombang
h = kedalaman permukaan air rata-rata dari dasar tanah H = tinggi gelombang dari lembah ke puncak
L = panjang gelombang
x = perpindahan arah horizontal dari puncak gelombang η(x,t) = elevasi muka air pada titik x saat t.
Parameter-parameter terpenting dalam menggambarkan gelombang adalah :
1. Panjang gelombang L, yaitu jarak horizontal antara dua puncak gelombang atau dua lembah gelombang yang saling berurutan.
2. Tinggi gelombang H, yaitu jarak vertikal antara puncak gelombang dan lembah gelombang.
3. Perioda gelombang T, yaitu waktu yang ditempuh untuk mencapai satu lintasan gelombang.
4. Kedalaman perairan h dimana gelombang tersebut dirambatkan.
Teori Gelombang
1. Teori Gelombang Linier
Teori Gelombang Linear merupakan asumsi atau penyederhanaan atas analisis yang dilakukan untuk mengetahui dampak dari gelombang laut terhadap bangunan atau struktur. Teori gelombang linier berlaku apabila 0,005< 2 <0,2
gT
d . (lihat Grafik pada Gambar 3.7)
3 - 3
2. Teori Gelombang Stokes
Stokes (1847) mengembangkan teori gelombang Airy dengan melanjutkan analisis sampai orde ke- tiga untuk mendapatkan ketelitian yang lebih baik dalam kecuraman muka gelombang (wave stepness) H/L. Pengembangan lebih jauh dilakukan oleh Skjelbreia dan Hendrickson (1961) sampai orde ke-5 yang sampai saat ini banyak digunakan dalam perhitungan teknik kelautan untuk gelombang dengan amplitudo kecil.
Karena masalah konvergensi yang lebih sulit untuk kondisi laut dangkal, teori gelombang stokes orde ke-5 dianggap valid untuk kondisi perairan dimana rasio kedalaman h/L lebih besar dari 1/10. Kondisi ini umumnya sesuai dengan gelombang badai (storm wave) yang biasanya diperhitungkan dalam perancangan bangunan lepas pantai.
Gaya gelombang
Gaya hidrodinamika akibat gelombang pada tiang silinder bergantung pada pola aliran disekitar tiang. Pola aliran ini sangat dipengaruhi oleh derajat ketergangguan aliran oleh adanya tiang.
Derajat ketergangguan ini ditentukan oleh perbandingan antara diameter tiang dengan panjang gelombang yaitu D/L. Bila D/L kecil (D/L≤ 0.2) maka pola aliran fluida tidak akan terganggu dan besarnya gaya dapat dihitung dengan persamaan Morison (O’Brien dan Morison, 1952). Tapi bila D/L besar (D/L > 0.2) maka pola aliran akan terdifraksi sehingga harus digunakan teori difraksi.
Perhitungan gaya gelombang didekati dengan 2 pendekatan yang berbeda. Untuk platform yang kecil atau yang berada pada laut dangkal, disain dari pembebanan gelombang dianggap sebagai gaya statik pada struktur. Untuk platform yang lebih besar, perioda natural dari getaran struktur mendekati perioda gelombang laut dan analisis dinamik yang lebih rumit harus diikut sertakan dalam perhitungan. Disain gaya gelombang harus didasarkan pada prediksi gelombang terbesar selama 100 tahun.
F
center of structure Z
X
[ 0 , 0 , 0]
TITIK JOINT (NODE) (MSL)
Gambar 3.2 Profil gaya gelombang pada struktur jacket.
Persamaan Morison adalah persamaan yang digunakan untuk menghitung gaya gelombang.
Persamaan Morison menyatakan bahwa gaya gelombang dapat diekspresikan sebagai penjumlahan dari gaya seret (drag force, FD), yang muncul akibat kecepatan partikel air saat melewati struktur, dan gaya inersia (inertia force, FM) akibat percepatan partikel air.
3 - 4
Persamaan Morison :
M
D dF
dF
dF = + ... (3.1)
dz dz
d
+ •
= ρC DUU ρC AU 2
F 1 d m ... (3.2)
dimana :
dF = gaya/unit panjang (N/m) ρ = massa jenis air (kg/m3) Cd = koefisien drag
Cm = koefisien inersia
D = Diameter / lebar proyeksi bidang muka yang menghadap arah gelombang (m) U = kecepatan pertikel air, tegak lurus terhadap sumbu struktur (m/dt)
A = luas penampang elemen struktur (m2)
U• = percepatan partikel air, tegak lurus terhadap elemen struktur (m/dt2).
Z
X
dz dF
η(x,t)
silinder kecil
z(t)
Gambar 3.3 Gaya gelombang pada elemen silinder tegak.
Pada struktur yang berbentuk silinder persamaan Morison dapat dituliskan kembali menjadi :
D dz dz
d
+ •
= U
ρC 4 U
U D 2ρC F 1
2 m d
π ... (3.3) Gaya total F diperoleh dengan cara mengintegrasikan persamaan Morison sepanjang elemen
struktur yang diinginkan. Sebagai contoh, gaya total yang bekerja pada silinder tegak seperti gambar 3.5 diperoleh dengan mengintegrasikan persamaan Morison (3.3) dari z=-h sampai z=η(x,t), yaitu :
∫
∫
−•
− +
= η η π
h
h d D dz
Udz U D
C U
ρC 4 2ρ
F 1
2
m ... (3.4)
3 - 5
Gaya F bekerja tegak lurus terhadap sumbu tiang. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penggunaan persamaan Morison adalah pemilihan koefisien seret (Cd) dan koefisien inersia (Cm).
Koefisien Cm dan Cd ditentukan berdasarkan hasil percobaan, nilainya tergantung pada bilangan Reynold dan bilangan Keulegan-Carpenter, dimana kedua-duanya tergantung pada harga parameter kecepatan partikel maksimum dan diameter tiang.
Bilangan Reynold dan bilangan Keulegan-Carpenter :
D T K U
D U
max Re max
=
= ν ... (3.5)
dimana:
Re = bilangan reynold
K = bilangan Keulegan-Carpenter Umax = kecepatan maksimum D = diameter
ν = viskositas kinematik = 1.2363 x 10-5 ft2/s
T = perioda
Gambar 3.4 Nilai Cd dan Cm untuk beberapa nilai K.
Gambar 3.5 Nilai Cm untuk beberapa nilai Re dan K.
Penerapan persamaan Morison pada tiang silinder miring dilakukan pada saat menghitung gaya gelombang pada “cross bracing” struktur atau pada kaki jaket yang tidak tegak (battered). Para ahli
3 - 6
telah mengembangkan metoda penerapan persamaan Morison untuk menentukan gaya gelombang pada tiang miring dengan menguraikan kecepatan dan percepatan partikel ke dalam komponen tegak lurus dan sejajar/tangensial sumbu tiang silinder. Kemudian, hanya komponen kecepatan dan percepatan partikel tegak lurus tiang silinder yang digunakan untuk menentukan gaya per-satuan panjang pada tiang silinder.
Arah gaya yang bekerja adalah tegak lurus terhadap sumbu tiang dan sesuai dengan arah komponen kecepatan dan percepatan partikel tegak lurus sumbu tiang silinder miring. Untuk keperluan analisa struktur, gaya tersebut dapat disesuaikan lagi kedalam komponen gaya vertikal dan gaya horisontal.
b) Data Gelombang
Gelombang air laut terjadi pada bagian permukaan air laut akibat adanya pergerakan angin.
Gelombang harus diperhitungkan untuk berbagai kemungkinan arah yang terjadi. Data gelombang untuk analisis inplace disajikan sebagai berikut :
Tabel 3.4 Data Gelombang Inplace
Kondisi
Operasional (1 tahun) Ekstrim (100 tahun)
Tinggi Maksimum, [ft] 12.11 30.31
Periode Maksimum, [detik] 7.64 10.18
3. Arus
a) Dasar Perhitungan
Arus di laut biasanya terjadi akibat adanya pasang surut dan gesekan angin pada permukaan air (wind-drift current). Kecepatan arus dianggap pada arah horizontal dan bervariasi menurut kedalaman.
Besar dan arah arus pasang surut di permukaan biasanya ditentukan berdasarkan pengukuran di lokasi. Wind drift current di permukaan biasanya diasumsikan sekitar 1 % dari kecepatan angin pada ketinggian 30 ft di atas permukaan air. Untuk kebutuhan rekayasa, variasi arus pasang surut terhadap kedalaman baisanya diasumsikan mengikuti profil pangkat 1/7 (‘one seventh power law’) dan variasi arus akibat gesekan angin diasumsikan linier terhadap kedalaman.
h z
UoTidal UoWind Drift
Gambar 3.6 Asumsi distribusi vertikal arus pasang surut dan wind drift current.
3 - 7
⎟ ⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛
⎟ ⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛
=
=
h z WindDrift WindDrift U
U
h z Tidal Uo Tidal U
0
7 1
... (3.6)
b) Data Arus
Pada umumnya di lokasi anjungan akan ditempatkan arus digerakkan oleh pengaruh pasang surut diurnal. Arus yang tidak dipengaruhi oleh pasang surut hanya berkontribusi 30% total kejadian arus selama 100 tahunan.
Tabel 3.5 Data Arus (ft/s)
1 yr 100 yr
surface current speed 3,28 5,94 bottom current speed 1,34 1,46 4. Perhitungan Beban Arus dan Gelombang
Agar menghasilkan kondisi pembebanan yang paling berbahaya, arus dan gelombang selalu dibuat searah. Untuk kondisi operasional dan ekstrim. Ketinggian dan perioda gelombang untuk semua arah menggunakan data seperti pada Tabel 3.4 sedangkan data arus menggunakan data seperti pada Tabel 3.5. Arus dan gelombang diperhitungkan pada 12 arah.
Perhitungan beban gelombang dilakukan menurut teori gelombang yang berlaku, untuk itu perlu dilakukan pengujian berdasarkan daerah validasi teori gelombang menurut API RP2A.
• Penentuan Teori Gelombang
Dalam perencanaan desain gelombang suatu struktur anjungan lepas pantai perlu ditentukan teori gelombang yang sesuai. Diagram daerah aplikasi dari Stream Function, Stokes 5th order, dan teori gelombang linier yang telah dimodifikasi API RP2A untuk keperluan desain, dapat dilihat pada Gambar 3.7.
Perhitungan beban gelombang dilakukan menurut teori gelombang yang berlaku, untuk itu perlu dilakukan pengujian berdasarkan daerah validasi teori gelombang menurut API RP2A.
Perhitungan gelombang dapat dilihat seperti di bawah ini : Kondisi Operating :
H= 12.11 ft T= 7.64 sec dan d = elevasi mudline = 108 ft
= =
= =
. . ( . )
. .
. ( . )
2 2
2 2
d 108
0 057 gT 32 2 7 64
H 12 11
0 006 gT 32 2 7 64
menurut grafik daerah validasi gelombang API RP2A, maka dipakai teori gelombang stokes 5th .
3 - 8
Kondisi Storm :
H= 30.31 ft T= 10.18 sec d = elevasi mudline = 108 ft
= =
= =
. ( . ) .
. .
. ( . )
2 2
2 2
d 108
0 032 gT 32 2 10 18
H 30 31
0 009 gT 32 2 10 18
menurut grafik daerah validasi gelombang API RP2A, maka dipakai teori gelombang stokes 5th. Grafik mengenai daerah aplikasi teori gelombang dapat dilihat pada Gambar 3.7 diatas.
Storm Operating
Gambar 3.7 Daerah aplikasi teori Stream function, Stokes 5th dan Airy
Sumber : API RP 2 WSD 2000
3 - 9
• Penentuan Gaya Gelombang
Untuk mencari gaya gelombang pada struktur dapat digunakan persamaan Morison. Dimana persamaan Morison dapat digunakan apabila perbandingan diameter dan panjang gelombang lebih kecil atau sama dengan 0.2 .
Member tubular terbesar yang digunakan pada struktur mempunyai diameter D = 36 in = 3 ft, sehingga :
Kondisi Operating Panjang Gelombang
π π
= 2 = 2
0
32.2(7.64)
2 2
L gT =299,132 ft
= =
0
108 0.361 299.132
d L
Dari tabel C-1 pada Shore Protection Manual didapat :
L =
d 0.3682 maka L= 293.319 ft
= 3 =
0.01022 293.319
D
L < 0.2
Kondisi Storm
Panjang Gelombang
π π
= 2 = 2
0
32.2(10.18)
2 2
L gT =531.094 ft
= =
0
108 0.203 531.094
d L
Dari tabel C-1 pada Shore Protection Manual didapat :
L =
d 0.2277 maka L= 474.308 ft
= 3 =0.006 474.308
D
L < 0.2
Sehingga persamaan morison dapat digunakan untuk menghitung beban gelombang yang bekerja pada struktur untuk kondisi operating maupun storm.
• Perhitungan Arus
Arus merupakan pergerakan air laut dibawah permukaan air laut. Data arus berupa kecepatan arus pada beberapa kedalaman air dapat dilihat sebagai berikut :
Cari Uo dari data yang didapat, Uo = Surface current speed – Bottom current speed. Misalnya untuk kondisi operating, Uo = 1.94 ft/s, z = 10,8 ft, h = 108 ft, maka kecepatan arus didapat :
3 - 10
⎛ ⎞ ⎛ ⎞
= ⎜ ⎟ = ⎜ ⎟ =
⎝ ⎠ ⎝ ⎠
1 1
7 7
0
1.94 10.8 2.74 /
tidal tidal 108
U U z ft
h s
Berikut adalah tabel perhitungan dari kecepatan arus untuk berbagai kedalaman dan untuk dua kondisi, yaitu kondisi operating dan storm.
Tabel 3.6 Perhitungan Arus
% of water depth
above mudline Depth 100 yr
(fps) 1 yr (fps)
100 108,00 5,94 3,28
90 97,20 5,87 3,25
80 86,40 5,80 3,22
70 75,60 5,72 3,18
60 64,80 5,62 3,14
50 54,00 5,52 3,10
40 43,20 5,39 3,04
30 32,40 5,23 2,97
20 21,60 5,02 2,88
10 10,80 4,68 2,74
0 0,00 1,46 1,34
Contoh pembebanan gelombang dan arus untuk kondisi operating dan storm dapat dilihat pada Gambar 3.9 dan Gambar 3.10.
X Y Z ISOMETRIC
ROW A >
ROW B >
ROW 1 ^ ROW 2 ^
WAVE WAVE STOKES
DIRECTION 0.000 (deg) HEIGHT 12.110 (FT) PERIOD 7.640 (sec) H2O DEPTH 108.000 (FT)
CURR CURRENT
DIRECTION 0.000 (deg) MAX VEL 3.280 (fps)
CURRENT PROFILE
Gambar 3.8 Beban arus dan gelombang pada arah 0o untuk kondisi operating.
3 - 11
X Y Z ISOMETRIC
ROW A >
ROW B >
ROW 1 ^ ROW 2 ^
WAVE WAVE STOKES
DIRECTION 90.000 (deg) HEIGHT 30.310 (FT) PERIOD 10.180 (sec) H2O DEPTH 108.000 (FT)
CURR CURRENT
DIRECTION 90.000 (deg) MAX VEL 5.940 (fps)
CURRENT PROFILE
Gambar 3.9 Beban arus dan gelombang pada arah 90o untuk kondisi storm.
5. Angin
a) Dasar Perhitungan
Gaya angin yang mengenai struktur adalah fungsi dari kecepatan angin, orientasi struktur dan karakteristik aerodinamik dari struktur dan setiap elemennya.
A C V
F =0.00256 2 s (satuan inggris) ... (3.7)
A C V
F =0.0473 2 s (satuan metrik) ... (3.8) Dimana:
F = gaya angin Cs = koefisien bentuk
V = kecepatan angin pada ketinggian 10meter diatas permukaan air A = luas tegak lurus arah angin
3 - 12
Menurut API RP 2A, koefisien bentuknya seperti pada tabel dibawah ini:
Tabel 3.7 Koefisien Bentuk
Bentuk Cs
Beams 1,5
Sides of building 1,5
Cylindrical section 0,5
Overall platform projected area 1
Koreksi kecepatan angin apabila tidak sama dengan ketinggian referensi dalam meter
x Z
V y V ⎥⎦⎤
⎢⎣⎡
= 10 10 ... (3.9)
Dimana:
V10 = kecepatan angin pada ketinggian 10 meter y = ketinggian yang diinginkan (m)
10 = ketinggian refernsi (m)
x = eksponensial biasanya 1/7 atau 1/13 tergantung durasi hembusan angin Rekomendasi dari API RP 2A :
X = 1/13 untuk angin yang berhembus keras
x = 1/8 untuk angin yang berhembus terus-menerus
Gambar 3.10 Faktor ketinggian menurut API RP-2A.
Kecepatan rata-rata durasi angin pada perhitungan analisis struktur harus mengikuti kebutuhan standar API RP2A. Stuktur yang diproyeksikan sebagai daerah tangkapan beban angin adalah dimensi bangunan dan peralatan yang terkena langsung oleh angin.
3 - 13
b) Data Angin
Data angin yang digunakan untuk menganalisis struktur adalah kecepatan angin dari berbagai arah yang diukur pada elevasi +10 m dari LAT.
Tabel 3.8 Nilai Ekstrim Kecepatan Angin Return Period
(years) 1 hour average (fps)
100 117.85 1 51.02 c) Perhitungan Gaya Angin
Perhitungan gaya angin dilakukan pada masing-masing deck, yaitu main deck, mezzanine deck, cellar deck, sub cellar deck dan jacket walkway. Perhitungan beban angin dapat dilihat sebagai berikut :
MAIN DECK
Tabel 3.9 Beban Angin pada Main Deck MAIN DECK INPUT
Operation Storm Reference Elevation zR 33.00 ft 33.00 ft Wind Speed For 1 Hour Average V(1hr,zR) 51.02 ft/s 117.85 ft/s
Current Elevation z 54 ft 54 ft
Kecepatan angin pada ketinggian 54 ft selama 1 jam : (Operation) = ⎛⎜⎝ ⎞⎟⎠ = ⋅⎛⎜⎝ ⎞⎟⎠
. .
.
0 125 0 125
54 33
z 55
v v 51 02
33 33 = 54.38 ft/sec
(Storm) = ⎛⎜⎝ ⎞⎟⎠ = ⋅⎛⎜⎝ ⎞⎟⎠
. .
.
0 125 0 125
54 33
z 55
v v 117 85
33 33 = 125.62 ft/sec
Elevasi Main Deck (Z1) = 54 ft
Elevasi Deck Bawah (Z2) = 43 ft (Mezzanine Deck) Tinggi Peralatan (He) = 2.00 ft
a = 0.5 (Z1 - Z2) = 0.5 (54 – 43) = 5.50 ft Tinggi Wind Area (H) = He + a = 2 + 5.5 = 7.50 ft
• Gaya Angin dalam arah sumbu X
Panjang Y = 68.5 ft
Luas Proyeksi A = (Y x H) = 513.75 ft2 = 57.854 kips (operation)
Gaya angin total pada main deck dibagi merata ke 4 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : 14.464 kips (operation)
3 - 14
⎛ ⎞ρ
= ⎜ ⎟⎝ ⎠
2
F v C As
2 = 308.683 kips (storm)
Gaya angin total pada main deck dibagi merata ke 4 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : 77.17 kips (storm)
• Gaya Angin dalam arah sumbu Y
Panjang X = 52.98 ft
Luas Proyeksi (X x H) = 397.33 ft2 = 44.744 kips (operation)
Gaya angin total pada main deck dibagi merata ke 4 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : 11.186 kips (operation)
⎛ ⎞ρ
= ⎜ ⎟⎝ ⎠
2
F v C As
2 = 238.732 kips (storm)
Gaya angin total pada main deck dibagi merata ke 4 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : 59.683 kips (storm)
MEZZANINE DECK
Tabel 3.10 Beban Angin pada Mezzanine Deck MAIN DECK INPUT
Operation Storm Reference Elevation zR 33.00 ft 33.00 ft Wind Speed For 1 Hour Average V(1hr,zR) 51.02 ft/s 117.85 ft/s
Current Elevation z 43 ft 43 ft
Kecepatan angin pada ketinggian 43 ft selama 1 jam : (Operation) = ⎛⎜⎝ ⎞⎟⎠ = ⋅⎛⎜⎝ ⎞⎟⎠
. .
. .
0 125 0 125
43 33
z 48 5
v v 51 02
33 33 = 53.54 ft/sec
(Storm) = ⎛⎜⎝ ⎞⎟⎠ = ⋅⎛⎜⎝ ⎞⎟⎠
. .
. .
0 125 0 125
43 33
z 48 5
v v 117 85
33 33 = 123.66 ft/sec
Elevasi Main Deck (Z1) = 54 ft Elevasi Mezzanine Deck (Z2) = 43 ft Elevasi Deck Bawah = 35 ft b = 0.5 (Z1 - Z2) = 0.5 (54 – 43) = 5.5 ft a = 0.5 (Z2 – Z3)= 0.5 (43 – 35) = 8 ft Tinggi Wind Area (H) = b + a = 5.5 + 8 = 13 ft
• Gaya Angin dalam arah sumbu X
Panjang Y = 22.5 ft
Luas Proyeksi A = (Y x H) = 337.50 ft2
3 - 15
= 36.83 kips (operation)
Gaya angin total pada main deck dibagi merata ke 2 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : 18.415 kips (operation)
⎛ ⎞ρ
= ⎜ ⎟⎝ ⎠
2
F v C As
2 = 196.508 kips (storm)
Gaya angin total pada main deck dibagi merata ke 2 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : 98.254 kips (storm)
• Gaya Angin dalam arah sumbu Y
Panjang X = 26.5 ft
Luas Proyeksi (X x H) = 397.5 ft2 = 43.378 kips (operation)
Gaya angin total pada main deck dibagi merata ke 2 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : 21.689 (operation)
⎛ ⎞ρ
= ⎜ ⎟⎝ ⎠
2
F v C As
2 = 231.443 kips (storm)
Gaya angin total pada main deck dibagi merata ke 2 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : 115.722 kips (storm)
CELLAR DECK
Tabel 3.11 Beban Angin pada Cellar Deck CELLAR DECK INPUT
Operation Storm Reference Elevation zR 33.00 ft 33.00 ft Wind Speed For 1 Hour Average V(1hr,zR) 51.02 ft/s 117.85 ft/s
Current Elevation z 35 ft 35 ft
Kecepatan angin pada ketinggian 35 ft selama 1 jam : (Operation) = ⎛⎜⎝ ⎞⎟⎠ = ⋅⎛⎜⎝ ⎞⎟⎠
. .
.
0 125 0 125
35 33
z 39
v v 51 02
33 33 = 52.10 ft/sec
(Storm) = ⎛⎜⎝ ⎞⎟⎠ = ⋅⎛⎜⎝ ⎞⎟⎠
. .
.
0 125 0 125
35 33
z 39
v v 117 85
33 33 = 120.34 ft/sec
Elevasi Mezzanine Deck (Z1) = 43 ft Elevasi Cellar Deck (Z2) = 35 ft Elevasi Sub Cellar Deck (Z3) = 28 ft b = 0.5 (Z1 - Z2) = 0.5 (43 – 35) = 4 ft a = 0.5 (Z2 – Z3)= 0.5 (35– 28) = 7 ft Tinggi Wind Area (H) = b + a = 4 + 7 = 11 ft
3 - 16
• Gaya Angin dalam arah sumbu X Panjang Y = 76.46 ft Luas Proyeksi (Y x H) = 573.44 ft2
= 59.258 kips (operation)
Gaya angin total pada cellar deck dibagi merata ke 4 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : 14.815 kips (operation)
⎛ ⎞ρ
= ⎜ ⎟⎝ ⎠
2
F v C As
2 = 316.174 kips (storm)
Gaya angin total pada cellar deck dibagi merata ke 4 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : 79.044 kips (storm)
• Gaya Angin dalam arah sumbu Y
Panjang X = 43.60 ft
Luas Proyeksi (X x H) = 327.03 ft2 = 33.795 kips (operation)
Gaya angin total pada cellar deck dibagi merata ke 4 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : 8.449 kips (operation)
⎛ ⎞ρ
= ⎜ ⎟⎝ ⎠
2
F v C As
2 = 180.312 kips (storm)
Gaya angin total pada cellar deck dibagi merata ke 4 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : 45.078 kips (storm)
SUB CELLAR DECK
Tabel 3.12 Beban Angin pada Sub Cellar Deck SUB CELLAR DECK INPUT
Operation Storm Reference Elevation zR 33.00 ft 33.00 ft Wind Speed For 1 Hour Average V(1hr,zR) 51.02 ft/s 117.85 ft/s
Current Elevation z 28 ft 28 ft
Kecepatan angin pada ketinggian 28 ft selama 1 jam : (Operation) = ⎛⎜⎝ ⎞⎟⎠ = ⋅⎛⎜⎝ ⎞⎟⎠
. .
. .
0 125 0 125
28 33
z 31 5
v v 51 02
33 33 = 50.72 ft/sec
(Storm) = ⎛⎜⎝ ⎞⎟⎠ = ⋅⎛⎜⎝ ⎞⎟⎠
. .
. .
0 125 0 125
28 33
z 31 5
v v 117 85
33 33 = 117.17 ft/sec
Gaya angin yang terjadi pada sub cellar deck dapat dilihat pada Gambar 3.13.
Elevasi Cellar Deck (Z1) = 35 ft Elevasi Sub Cellar Deck (Z2) = 28 ft
3 - 17
Elevasi Jacket Walkway (Z3) = 10 ft b = 0.5 (Z1 - Z2) = 0.5 (35 – 28) = 3.5 ft a = 0.5 (Z2 – Z3)= 0.5 (28 – 10) = 9 ft Tinggi Wind Area (H) = b + a = 11 + 5.5 = 12.5 ft
• Gaya Angin dalam arah sumbu X
Panjang Y = 23.88 ft
Luas Proyeksi (Y x H) = 298.44 ft2 = 29.236 kips (operation)
Gaya angin total pada sub cellar deck dibagi merata ke 2 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : 14.318 kips (operation)
⎛ ⎞ρ
= ⎜ ⎟⎝ ⎠
2
F v C As
2 = 155.992 kips (storm)
Gaya angin total pada sub cellar deck dibagi merata ke 2 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : 77.996 kips (storm)
• Gaya Angin dalam arah sumbu Y
Panjang X = 28 ft
Luas Proyeksi (X x H) = 350 ft2 = 34.288 kips (operation)
Gaya angin total pada sub cellar deck dibagi merata ke 2 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : 17.144 kips (operation)
⎛ ⎞ρ
= ⎜ ⎟⎝ ⎠
2
F v C As
2 = 182.943 kips (storm)
Gaya angin total pada sub cellar deck dibagi merata ke 2 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : 10.346 kips (storm)
JACKET WALKWAY
Tabel 3.13 Beban Angin pada Jacket Walkway JACKET WALKWAY INPUT
Operation Storm Reference Elevation zR 33.00 ft 33.00 ft Wind Speed For 1 Hour Average V(1hr,zR) 51.02 ft/s 117.85 ft/s
Current Elevation z 10 ft 10 ft
Kecepatan angin pada ketinggian 10 ft selama 1 jam : (Operation) = ⎛⎜⎝ ⎞⎟⎠ = ⋅⎛⎜⎝ ⎞⎟⎠
. .
.
0 125 0 125
10 33
z 19
v v 37 84
33 33 = 47.62 ft/sec
3 - 18
(Storm) = ⎛⎜⎝ ⎞⎟⎠ = ⋅⎛⎜⎝ ⎞⎟⎠
. .
.
0 125 0 125
10 33
z 19
v v 117 85
33 33 = 109.99 ft/sec
Elevasi Sub Cellar Deck (Z1) = 28 ft Elevasi Jacket Walkway (Z2) = 10 ft b = 0.5 (Z1 – Z2)= 0.5 (28 – 10) = 9 ft Tinggi Wind Area (H) = b = 9 ft
• Gaya Angin dalam arah sumbu X
Panjang Y = 41.25 ft
Luas Proyeksi (Y x H) = 371.25 ft2 = 32.051 kips (operation)
Gaya angin total pada jacket walkway dibagi merata ke 4 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : 8.013 kips (operation)
⎛ ⎞ρ
= ⎜ ⎟⎝ ⎠
2
F v C As
2 = 171.012 (storm)
Gaya angin total pada jacket walkway dibagi merata ke 4 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : 42.753 kips (storm)
• Gaya Angin dalam arah sumbu Y
Panjang X = 25.25 ft
Luas Proyeksi (X x H) = 227.25 ft2 = 19.619 kips (operation)
Gaya angin total pada jacket walkway dibagi merata ke 4 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : 4.905 kips (operation)
⎛ ⎞ρ
= ⎜ ⎟⎝ ⎠
2
F v C As
2 = 104.680 kips (storm)
Gaya angin total pada jacket walkway dibagi merata ke 4 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : 26.17 kips (storm)
6. Marine Growth a) Dasar Perhitungan
Struktur yang terbenam di dalam air akan mengalami pertambahan luas area melintang akibat adanya marine growth. Marine growth ditimbulkan oleh organisme laut yang menempel pada struktur. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.11 dibawah ini:
3 - 19
Dc+ 2t Dc
Gambar 3.11 Marine growth.
Maka diameter struktur dimodifikasi menjadi : D = Dc + 2t
Pertambahan luas melintang ini mengakibatkan gaya gelombang yang diterima oleh struktur menjadi lebih besar.
Analisis marine growth perlu dilakukan karena pertambahan luas melintang akan mengakibatkan beban gelombang yang diterima struktur akan bertambah besar. Profil marine growth dengan kerapatan 81.17 lb/ft3 yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.14.
Tabel 3.14 Profil Marine Growth Water Depth Radial Growth
(inch)
MHW to El -50 3
El -50 to El -100 2
El -100 to Mudline 1 7. Koefisien Seret (Cd) dan Koefisien Inersia (Cm)
Nilai Koefisien Seret (Cd) dan Koefisien Inersia (Cm) yang digunakan adalah berdasarkan API RP2A, 21st edition (WSD). Untuk memperhitungkan adanya anode pada member maka nilai Cd dan Cm
dapat dinaikkan sebesar 5%. Nilai dasar Cd dan Cm disajikan sebagai berikut : Tabel 3.15 Koefisien Seret (Cd) dan Koefisien Inersia (Cm)
Cd Cm
Inplace :
Smooth Surface 1.05 1.20
Rough Surface 0.65 1.60
Fatigue :
Smooth Surface 0.80 2.00
Rough Surface 0.50 2.00
Seismik :
Smooth Surface 1.05 1.20
Rough Surface 0.65 1.60
3 - 20
8. Faktor Kinematik Gelombang (Wave Kinematic Factor)
Berdasarkan API RP 2A, 21st edition (WSD) mengijinkan penggunaan faktor kinematik pada kisaran 0.85 – 0.95 untuk badai tropis dan diterapkan pada kecepatan dan percepatan dari gelombang 2 dimensi. Pada analisis anjungan ini faktor kinematik yang digunakan sebesar 0.90 untuk kondisi badai 100 tahunan dan 1.00 untuk kondisi operasional 1 tahunan.
3.3.2 Data Tanah
Data tanah yang digunakan pada analisis desain ini dapat dilihat pada Tabel 3.16-Tabel 3-17 : Tabel 3.16 Data Tanah
Lapisan Penetrasi (ft) Ketebalan (ft) Deskripsi
I 0 – 12 12 Soft to firm clay
II 12 – 258 246 Stiff-to-very stiff clay
Gambar 3.12 memperlihatkan hasil boring log untuk kondisi tanah di lokasi platform.
3 - 21
Gambar 3.12 Boring log.
3 - 22
Tabel 3.17 T-Z Data
PENETRATION (ft) t(1) z(1) t(2) z(2) t(3) z(3) t(4) z(4) t(5) z(5) t(6) z(6) t(7) z(7) t(8) z(8) 0,00 0,000 0,000 0,000 0,020 0,000 0,060 0,000 0,100 0,000 0,120 0,000 0,140 0,000 0,170 0,000 9,000 5,00 0,000 0,000 0,000 0,020 0,000 0,060 0,000 0,100 0,000 0,120 0,000 0,140 0,000 0,170 0,000 9,000 8,00 0,000 0,000 0,001 0,020 0,002 0,060 0,003 0,100 0,004 0,120 0,004 0,140 0,004 0,170 0,004 9,000 12,00 0,000 0,000 0,001 0,020 0,002 0,060 0,003 0,100 0,004 0,120 0,004 0,140 0,004 0,170 0,004 9,000 12,08 0,000 0,000 0,002 0,020 0,003 0,060 0,006 0,100 0,006 0,120 0,007 0,140 0,007 0,170 0,007 9,000 62,50 0,000 0,000 0,002 0,020 0,003 0,060 0,006 0,100 0,006 0,120 0,007 0,140 0,007 0,170 0,007 9,000 158,67 0,000 0,000 0,004 0,020 0,009 0,060 0,014 0,100 0,016 0,120 0,017 0,140 0,018 0,170 0,018 9,000 168,00 0,000 0,000 0,004 0,020 0,008 0,060 0,013 0,100 0,015 0,120 0,016 0,140 0,018 0,170 0,018 9,000 175,00 0,000 0,000 0,005 0,020 0,010 0,060 0,016 0,100 0,018 0,120 0,019 0,140 0,019 0,170 0,019 9,000 197,17 0,000 0,000 0,005 0,020 0,011 0,060 0,018 0,100 0,020 0,120 0,021 0,140 0,022 0,170 0,022 9,000 200,00 0,000 0,000 0,005 0,020 0,010 0,060 0,017 0,100 0,019 0,120 0,020 0,140 0,021 0,170 0,021 9,000 210,00 0,000 0,000 0,006 0,020 0,011 0,060 0,018 0,100 0,020 0,120 0,022 0,140 0,022 0,170 0,022 9,000 242,58 0,000 0,000 0,007 0,020 0,013 0,060 0,022 0,100 0,024 0,120 0,026 0,140 0,027 0,170 0,027 9,000 248,25 0,000 0,000 0,007 0,020 0,014 0,060 0,022 0,100 0,025 0,120 0,027 0,140 0,028 0,170 0,028 9,000
Tabel 3.18 Q-Z Data
PENETRATION q(1) z(1) q(2) z(2) q(3) z(3) q(4) z(4) q(5) z(5) q(6) z(6) q(7) z(7) q(8) z(8) q(9) z(9) 100 0,00 0,00 9,00 0,03 19,00 0,12 34,00 0,36 48,00 0,75 72,00 1,69 87,00 2,43 97,00 3,00 97,00 3,70 128 0,00 0,00 13,00 0,03 26,00 0,12 46,00 0,36 66,00 0,75 99,00 1,69 119,00 2,43 132,00 3,00 132,00 3,70 168 0,00 0,00 10,00 0,03 21,00 0,12 37,00 0,36 53,00 0,75 79,00 1,69 95,00 2,43 106,00 3,00 106,00 3,70 189 0,00 0,00 16,00 0,03 32,00 0,12 55,00 0,36 80,00 0,75 119,00 1,69 143,00 2,43 159,00 3,00 159,00 3,70 200 0,00 0,00 13,00 0,03 26,00 0,12 46,00 0,36 66,00 0,75 99,00 1,69 119,00 2,43 132,00 3,00 132,00 3,70 210 0,00 0,00 14,00 0,03 28,00 0,12 49,00 0,36 70,00 0,75 106,00 1,69 127,00 2,43 141,00 3,00 141,00 3,70 258 0,00 0,00 18,00 0,03 37,00 0,12 64,00 0,36 92,00 0,75 139,00 1,69 166,00 2,43 185,00 3,00 185,00 3,70
Keterangan :
t, q : Load, dalam kilo pounds per square inches z : Displacement, dalam inch
Penetration : dalam ft
3 - 23