• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

35 

BAB 4

ALTERASI HIDROTERMAL

4.1 TEORI DASAR

Alterasi adalah suatu proses yang di dalamnya terjadi perubahan kimia, mineral, dan tekstur karena berinteraksi dengan ”fluida cair panas” (hidrotermal) yang dikontrol oleh kondisi kimia dan fisika yang ada. Alterasi dapat terjadi karena suatu proses

”Supercritical Fluids”, yaitu suatu karakteristik air pada keadaan tertentu. Alterasi identik dengan proses Metasomatisme, yaitu suatu proses ubahan yang berlangsung dalam fasa cair karena proses ini berada dalam suatu sistem hidrotermal .

Suatu sistem hidrotermal harus memiliki komponen-komponen sebagai syarat terjadinya proses ini, antara lain :

1. Fluida, merupakan komponen utama dari sistem hidrothermal. Sistem hidrothermal adalah suatu sistem yang dikontrol oleh air (fluida). Fluida hidrotermal berasal dari air juvenil / magmatik, air meteorik, air metamorfik, air konat, air laut, dsb. Temperatur dari fluida yang terpanaskan oleh heat source adalah berkisar antara 50 – 500 oC,.

2. Heat Source, komponen ini cukup penting karena berfungsi untuk memberikan panas terhadap fluida yang hadir, sehingga fluida cukup panas untuk mengubah batuan yang dilewatinya. Heat Source yang ada tidak harus selalu berasal dari magma.

3. Reservoir dan Rekahan komponen ini berfungsi sebagai tempat fluida hidrotermal bersirkulasi, sehingga memungkinkan untuk mengubah batuan yang letaknya relatif jauh dari sumber panas-nya.

4. Caprock, komponen ini berfungsi sebagai penutup agar proses yang terjadi tidak keluar ke permukaan dan tetap pada jalurnya.

(2)

36  Gambar 4.1 : Sistem hidrotermal pada kaldera gunungapi. Sumber panas adalah intrusi

magma. (Wenrich, 1985)

Menurut Browne (1991, op.cit Corbett dan Leach, 1998) terdapat enam faktor yang mempengaruhi pembentukan mineral ubahan dalam sistem hidrotermal, yaitu:

1. temperatur

2. sifat kimia larutan hidrotermal 3. konsentrasi larutan hidrotermal 4. komposisi batuan samping 5. durasi aktivitas hidrotermal 6. permeabilitas.

Berdasarkan temperatur dari prosesnya, sistem hidrotermal ini terbagi menjadi 4 proses, yaitu :

1. Teletermal, dengan temperatur < 100 oC.

(3)

37  2. Epitermal, dengan temperatur antara 100 – 300 oC, pada proses epitermal

endapan ini terbagi menjadi 2 berdasarkan karakteristik sulfidanya, yaitu High Sulfidation dan Low Sulfidation.

3. Mesotermal, dengan temperatur antara 300 – 500 oC, pada proses ini urat yang dihasilkan sebagai proses mineralisasi relatif tabular dan tipis (kecil), karena pengaruh tekanan litostatik yang cukup besar.

4. Hipotermal, dengan temperatur berkisar antara 500 - + 600 oC.

4.2 ZONA UBAHAN

Proses ubahan hidrotermal juga merupakan perubahan mineral pada batuan yang disebabkan oleh adanya perubahan suhu dan fluida. Fluida melalui pori-pori batuan atau rekahan-rekahan batuan akan mengubah batuan samping baik secara kimiawi, mineralogi, dan tekstur. Walaupun faktor-faktor di atas saling terkait, tetapi suhu dan kimia fluida merupakan faktor yang paling berpengaruh pada proses ubahan hidrotermal (Corbett dan Leach, 1998).

Suatu daerah yang memperlihatkan penyebaran kesamaan himpunan mineral ubahan disebut sebagai zona ubahan (Guilbert dan Park, 1975). Berdasarkan hubungan antara suhu dan pH larutan, Corbett dan Leach (1998) telah membuat tabel zona ubahan yang ditunjukkan oleh himpunan mineral tertentu dan tipe mineralisasinya.

Menurut Browne (1991), mineral-mineral ubahan yang dihasilkan dari proses ubahan hidrotermal terjadi melalui empat cara, yaitu:

1. pengendapan langsung dari larutan pada rongga, pori, retakan membentuk urat 2. penggantian pada mineral primer batuan guna mencapai kesetimbangan pada

kondisi dan lingkungan yang baru 3. pelarutan dari mineral primer batuan 4. akibat arus turbulen dari zona didih

Menurut Guilbert and Park (1975), pembentukan endapan bijih sangat beragam tergantung dari karakteristik fluida, sifat kimia dan fisik dari batuan dinding serta cara pengendapannya. Hal ini akan ditunjukkan oleh tekstur yang terbentuk pada endapan bijih tersebut. Kenampakan tekstur ini akan dapat membantu dalam menafsirkan urutan

(4)

38  himpunan mineral yang diendapkan (paragenesis), lingkungan pembentukan (tipe mineralisasi) dan cara pengendapannya.

Corbett dan Leach (1998) membagi zona ubahan hidrotermal ke dalam lima zona ubahan berdasarkan kumpulan dan asosiasi mineral ubahan yang muncul pada kondisi kesetimbangan yang sama dan derajat pH, sebagai berikut:

1. Argilik lanjut (advanced argillic), terdiri dari fasa mineral pada kondisi pH rendah (≤4) yaitu kelompok silika dan alunit. Meyer dan Hemley (1967) op.cit Corbett dan Leach (1998) menambahkan kelompok kaolin temperatur tinggi seperti dikit dan pirofilit.

2. Argilik, terdiri dari kumpulan mineral ubahan dengan temperatur relatif rendah (<220-250ºC) dan pH larutan antara 4-5. Zona ubahan ini didominasi oleh kaolinit dan smektit. Pada zona ini mungkin juga terdiri dari klorit dan ilit.

3. Filik, terbentuk pada pH yang hampir sama dengan pH ubahan argilik, namun temperaturnya lebih tinggi daripada temperatur ubahan argilik. Dicirikan dengan kehadiran mineral serisit atau muskovit. Pada zona filik dapat juga hadir kelompok mineral kaolin temperatur tinggi yaitu pirofilit dan andalusit dan juga mineral klorit.

4. Propilitik, terbentuk pada kondisi pH mendekati netral dengan kehadiran mineral epidot dan/atau klorit (Meyer dan Hemley, 1967 op.cit Corbett dan Leach, 1998).

Pada zona ini dapat juga ditemukan mineral k-feldspar dan albit sekunder. Pada temperatur yang relatif rendah (<200-250ºC), dicirikan oleh ketidakhadiran epidot yang dikenal sebagai zona subpropilitik.

5. Potasik, terbentuk pada temperatur tinggi, kondisi netral, dicirikan dengan kehadiran mineral biotit dan/atau k-feldspar ± magnetit ± aktinolit ± klinopiroksen.

(5)

39 

   

Beberapa alterasi hidrotermal disarikan (Pirajno, 1992):

4.3 TIPE ENDAPAN EPITERMAL

Pada proses epitermal endapan ini terbagi menjadi 2 berdasarkan karakteristik sulfidanya, yaitu High Sulfidation dan Low Sulfidation. Sistem Hidrotermal melepaskan SiO2 maka mineral kuarsa akan dominan seiring dengan menurunnya temperatur dan semakin tingginya derajat hidrotermal.

Gambar 4.2 Zona Ubahan berdasarkan Model Lowell-Gilbert pada Endapan Porfiri Cu (Evans, 1987)

(6)

40  Kuarsa yang dihasilkan pada proses hidrotermal ini memiliki tekstur yang khas.

Adapun tekstur kuarsa yang dihasilkan antara lain :

Gambar 4.3 Karakter umum endapan epitermal 

Gambar 4.4 Reaksi kimia dalam Epithermal Low Sulfidation dan High Sulfidation (Hedenquist, 1996)

(7)

41  a. Kuarsa Kalsedonik, yaitu kuarsa yang tidak bening (milky quartz), yang banyak mengandung unsur H2O dan terbentuk dengan cepat saat fluida masih mengalir pada temperatur yang relatif rendah.

b. Comb structure, yaitu struktur kuarsa yang seperti sisir (berpasangan) merupakan salah satu penciri low sulfidaton.

c. Colloform, yaitu struktur kuarsa seperti perlapisan relatif lurus, merupakan penciri low sulfidation.

d. Crustiform, sama halnya seperti colloform, yaitu struktur kuarsa seperti perlapisan tapi relatif lebih bergelombang, merupakan penciri low sulfidation.

Gambar 4.5 Contoh tekstur kuarsa Comb Structure (Morrison, 1990) 

Gambar 4.6 Contoh tekstur kuarsa colloform (Morrison, 1990) 

Gambar 4.7 Contoh tekstur kuarsa crustiform (Morrison, 1990) 

(8)

42  e. Dog-Teeth, yaitu struktur kuarsa yang menyerupai gigi anjing.

f. Cockade, yaitu struktur kuarsa yang memperlihatkan pecahan-pecahan kuarsa yang tersebar, merupakan penciri high sulfidation.

g. Vuggy, yaitu kuarsa yang mengisi ruangan yang sudah ada sebelumnya, merupakan penciri high slfidation

h. Bladed, yaitu struktur kuarsa yang memperlihatkan adanya batas-batas seperti pisau, struktur ini terbentuk karena adanya turbulensi fluida pada saat pembentukannya.

Buchanan (1981) membuat suatu model endapan epitermal yang menunjukkan karakter-karakter tekstur urat kuarsa secara vertikal, pengelompokkan mineral-mineral bijih dan ganggue mineral, dalam hubungannya dengan penentuan zona boiling dalam sistem epitermal dan penentuan daerah lokalisasi emas. Oleh karena itu, maka model Buchanan inilah yang biasa digunakan sebagai acuan dalam melakukan kegiatan eksplorasi emas di daerah epitermal

Gambar 4.8 Contoh tekstur kuarsa cockade (Morrison, 1990) 

(9)

43  Gambar 4.9 Struktur Urat Kuarsa (Kirkham, 1993) 

Gambar 4.10 Tipe Endapan Epithermal Buchanan (Buchanan, 1981) op. cit (Morrison,1990) 

(10)

44  4.4 PETROLOGI ALTERASI HIDROTERMAL

Studi dan analisis petrografi yang dilakukan pada seluruh contoh batuan meliputi identifikasi tekstur, mineral penyusun batuan, asosiasi mineral ubahannya serta tipe dan intensitas ubahan. Selain itu, dari analisis petrografi ditentukan jenis batuan asal dari contoh batuan yang telah mengalami ubahan.

4.4.1 Satuan Lava Andesit Cibaliung

Pada daerah penelitian dilakukan analisis petrografi untuk 4 sayatan satuan Lava Andesit Cibaliung pada lokasi 1.1, 1.3, 1.5, 7.3.

Secara megaskopis deskripsi Lava Andesit Cibaliung yaitu batuan beku, hitam, keras, kompak, afanitik, massadasar mineral mafik, fenokris berupa, mineral mafik.

Secara mikroskopis sayatan Lava Andesit Cibaliung memiliki ciri-ciri berukuran halus 0.01-.1.5 mm, hipokristalin, tekstur porfiritik. Mineral primer terdiri dari dari plagioklas sebagai fenokris dan massa dasar, piroksen sebagai fenokris, mineral sekunder terdiri dari mineral lempung, klorit, dan mineral opak. Tertanam dalam massa dasar yang sangat halus berupa plagioklas dan gelas volkanik.

Deskripsi mineral-mineral primer hasil analisis pada keseluruhan contoh andesit diuraikan sebagai berikut :

Gambar 4.11 Tabel Karakteristik Satuan Batuan Daerah 

(11)

45 

• Plagioklas ( 40% - 50%), sebagai fenokris (10% - 15%) berukuran 0.2-1.5 mm menunjukkan tekstur pseudomorf, sebagian masih menunjukkan kembaran carlsbad-albit, dan sebagai massa dasar (10% - 45%). Sebagian fenokris terubah menjadi mineral sekunder berupa klorit, kuarsa, mineral lempung, sedangkan massa dasar plagioklas terubah menjadi agrerat-agrerat halus mineral lempung, klorit dan kuarsa. Terlihat juga dalam sayatan beberapa urat kuarsa.

• Piroksen (15% – 30%), sebagai fenokris (10 – 15%) berukuran 0.1 – 1.25 mm, belahan 1 arah, sebagian terubah oleh mineral lempung, sebagai massa dasar berupa mikrokristalin dengan mikrokristalin plagioklas.

• Gelas Volkanik (10%-20%), sebagai massa dasar, tersebar hampir merata berukuran halus menjadi massa dasar dan sebagian menjadi kuarsa.

Kelimpahan mineral sekunder yang hadir pada batuan ini adalah 40% - 90% yang terdiri dari klorit, mineral lempung, kuarsa, kalsit dan mineral opak (pirit dan magnetit).

Tekstur asal dari batuan dan mineral sekunder sebagian masih dapat dikenali dengan baik. Berdasarkan kelimpahan dan kondisinya, intensitas ubahan pada Satuan Lava Andesit Cibaliung termasuk pada klasifikasi sedang – sangat kuat. Pada satuan ini terdapat 2 zona ubahan yang berkembang yaitu Zona Argilik dan Zona Propilitik.

4.4.2 Satuan Lava Andesit Cikabuyutan

Pada daerah penelitian dilakukan analisis petrografi untuk 4 sayatan satuan Lava Andesit Cibaliung pada lokasi 5.1, 8.2, 9.3, 9.7

Secara megaskopis deskripsi Andesit Cikabuyutan yaitu batuan beku, hitam, keras, kompak, afanitik, massadasar mineral mafik, bereaksi kuat terhadap magnet.

Secara mikroskopis sayatan Lava Andesit Cikabuyutan memiliki ciri-ciri berukuran halus 0.01-1.5 mm, hipokristalin, tekstur porfiritik. Mineral primer terdiri dari plagioklas sebagai fenokris dan massa dasar, piroksen sebagai fenokris, mineral sekunder terdiri dari klorit, mineral lempung, dan mineral opak (magnetit). Tertanam dalam massa dasar yang halus berupa plagioklas dan gelas volkanik.

Deskripsi mineral-mineral primer hasil analisis pada keseluruhan contoh Lava Andesit Cikabuyutan diuraikan sebagai berikut :

• Plagioklas ( 40% - 50%), sebagai fenokris (10% - 20%) berukuran 0.2-2 mm menunjukkan tekstur pseudomorf, sebagian masih menunjukkan kembaran carlsbad-albit, dan sebagai massa dasar (20% - 30%). Sebagian fenokris terubah

(12)

46  menjadi mineral sekunder berupa klorit, kuarsa, mineral lempung, sedangkan massa dasar plagioklas terubah menjadi agrerat-agrerat halus mineral lempung, klorit dan kuarsa.

• Piroksen (25% – 35%), sebagai fenokris (10 – 15%) berukuran 0.2 – 1.25 mm, belahan 1 arah, sebagian terubah oleh mineral lempung. sebagai massa dasar berupa mikrokristalin dengan mikrokristalin plagioklas.

• Gelas Volkanik (10%-15%), sebagai massa dasar, tersebar hampir merata berukuran halus menjadi massa dasar dan sebagian menjadi kuarsa.

Kelimpahan mineral sekunder yang hadir pada batuan ini adalah 15% - 50% yang terdiri dari klorit, mineral lempung, kuarsa, kalsit dan mineral opak. Tekstur asal dari batuan dan mineral sekunder dapat dikenali dengan baik. Berdasarkan kelimpahan dan kondisinya, intensitas ubahan pada Satuan Lava Andesit Cikabuyutan termasuk pada klasifikasi lemah- sedang . Pada satuan ini terdapat 2 zona ubahan yang berkembang yaitu Zona Argilik dan Zona Propilitik.

4.4.3 Satuan Lava Andesit P.Cacing

Pada daerah penelitian dilakukan analisis petrografi untuk 2 sayatan satuan Lava Andesit Cibaliung pada lokasi 4.1, 9.4

Secara megaskopis deskripsi Satuan Lava Andesit P.Cacing yaitu Andesit, abu- abu, keras, kompak, porfiritik, massadasar mineral mafik, fenokris berupa, Plagioklas, Piroksen. Secara mikroskopis sayatan Lava Andesit P.Cacing memiliki ciri-ciri berukuran halus 0.01-2 mm, hipokristalin, terkstur porfiritik. Mineral primer terdiri dari dari plagioklas sebagai fenokris dan massa dasar, piroksen sebagai fenokris, mineral sekunder terdiri dari klorit, mineral lempung dan mineral opak (magnetite),. Tertanam dalam massa dasar yang kasar berupa plagioklas dan gelas volkanik.

Deskripsi mineral-mineral primer hasil analisis pada keseluruhan contoh Lava Andesit Cikabuyutan diuraikan sebagai berikut :

• Plagioklas ( 50% - 60%), sebagai fenokris (25% - 35%) berukuran 0.2-2.0 mm menunjukkan tekstur pseudomorf, sebagian masih menunjukkan kembaran carlsbad-albit, dan sebagai massa dasar (15% - 35%). Sebagian fenokris terubah menjadi mineral sekunder berupa klorit, kuarsa, mineral lempung, sedangkan massa dasar plagioklas terubah menjadi agrerat-agrerat halus mineral lempung, klorit dan kuarsa.

(13)

47 

• Piroksen (20% – 30%), sebagai fenokris (10 – 15%) berukuran 0.2 – 1.25 mm, belahan 1 arah, sebagian terubah oleh mineral lempung dan mineral gelas, sebagai massa dasar berupa mikrokristalin dengan mikrokristalin plagioklas.

• Gelas Volkanik (5%-10%), sebagai massa dasar, tersebar hampir merata berukuran pecahan halus menjadi massa dasar dan sebagian menjadi kuarsa.

Kelimpahan mineral sekunder yang hadir pada batuan ini adalah 15% - 30% yang terdiri dari klorit, mineral lempung, kuarsa, kalsit dan mineral opak. Tekstur asal dari batuan dan mineral sekunder dapat dikenali dengan baik. Berdasarkan kelimpahan dan kondisinya, intensitas ubahan pada Satuan Lava Andesit Puncak Cacing termasuk pada klasifikasi lemah. Pada satuan ini terdapat 2 zona ubahan yang berkembang yaitu Zona Argilik dan Zona Propilitik.

4.5 ZONA UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH BUNIKASIH

Zonasi ubahan hidrotermal di daerah penelitian dibagi berdasarkan observasi lapangan dan analisis petrografi terhadap 10 sayatan tipis. Alterasi hidrotermal daerah penelitian tersebar di seluruh daerah penelitian. Terdapat intensitas Alterasi yang berkurang dari barat ke timur. Pengelompokan zona ubahan di daerah penelitian dibedakan menjadi 2 yaitu:

• Zona Argilik, yang di dominasi oleh mineral lempung. Mineral lempung diperkirakan mineral kaolinit dengan ciri fisik di lapangan seperti sabun.

• Zona Propilitik, yang ditandai kehadiran mineral berwarna hijau yang merupakan mineral epidot dan klorit.

4.5.1 Zona Argilik

Zona Argilik merupakan zona ubahan yang dominan pada daerah penelitian, menempati hampir 95 % dari keseluruhan daerah penelitian. Zona ubahan ini mengubah tiga satuan batuan yaitu Satuan Lava Andesit Cibaliung, Satuan Lava Andesit Cikabuyutan dan Satuan Lava Andesit P. Cacing.

Secara megaskopik Zona Argilik umumnya berwarna putih kekuningan dicirikan adanya mineral lempung berupa kaolin dan illit. Mineral sulfida yang hadir adalah pirit.

Berdasarkan analisis petrografi pada sayatan di zona ini, menunjukkan bahwa keberadaan mineral lempung sebagai massa dasar dengan fenokris yang jarang.

(14)

48  4.5.2 Zona Propilitik

Zona Propilitik merupakan zona ubahan lainnya di daerah penelitian, menempati 5% dari keseluruhan daerah penelitian. Zona ubahan ini mengubah tiga satuan batuan juga. Secara megaskopik Zona propilitik umunya berwarna kehijauan dicirikan dengan adanya mineral klorit. Mineral logam yang hadir berupa magnetit. Berdasarkan analisis petrografi pada sayatan di zona ini, menunjukkan sayatan batuan yang terubah dengan hadirnya mineral klorit.

Zona Argilik Zona Propilitik

Warna Singkapan Putih kekuningan hijau

Mineral Mineral Lempung klorit

Mineral bijih Pirit Magnetite

Penyebaran Menyebar luas spotted

Luas penyebaran 95% 5%

Gambar 4.12 Peta Alterasi Daerah Bunikasih 

(15)

49  4.6 URAT KUARSA DAN KADARNYA

Di daerah penelitian ditemukan beberapa Urat Kuarsa berukuran besar. Urat kuarsa didaerah penelitian saat ini telah ditambang oleh penambang setempat. Urat kuarsa di daerah penelitian mempunyai tekstur yang cukup beragam.

4.6.1 Urat Kuarsa

Urat kuarsa berukuran besar merupakan penanda endapan epitermal. Di daerah penelitian ditemukan enam urat kuarsa berukuran besar dengan kedudukannya masing- masing yaitu:

Q6

Q2  Q4

Q3 Q5

Q1 

Gambar 4.13 Peta persebaran urat kuarsa  1 km 

250 meter 

(16)

50  4.6.1.1 Urat Kuarsa Q1

Urat Kuarsa Q1 merupakan urat kuarsa yang telah ditambang dan telah ditinggalkan oleh penambang. Posisi letak urat kuarsa ini yaitu 0776162, 9197193. Urat kuarsa ini menunjukkan tekstur crustiform. Urat Kuarsa ini mempunyai kedudukan N 90o E/45o S. Urat kuarsa ini mempunyai ketebalan 1,3 m.

4.6.1.2 Urat Kuarsa Q2

Pada lokasi ini terdapat dua buah urat kuarsa yang berdekatan. Urat Kuarsa ini mempunyai kedudukan N 131oE/83o dan N 116o E/ 71o. Memiliki Ketebalan 3,8 m dan 1,5 m. Tekstur yang terlihat crustifom-colloform, dogteeth, bladed, cockade dan comb.

4.6.1.3 Urat Kuarsa Q3

Pada lokasi ini merupakan urat kuarsa yang berada dalam luban penambangan dengan kedalaman lubang + 20 m. Batuan samping berwarna hijau diperkirakan mineral epidot. Urat kuarsa ini terletak pada posisi 0776547, 9197450. Dengan kedudukan N

Gambar 4.14 Contoh urat kuarsa  Q1 (Fotografi : Subandrio, 2009) 

Gambar 4.15 Contoh Urat Kuarsa Q2 (Fotografi : Subandrio, 2009) 

(17)

51  340o E/83o . Memiliku ketebalan 1,5 m. Terdiri dari tekstur antara lain colloform dan crustiform.

4.6.1.4 Urat Kuarsa Q4, Q5 dan Q6

Urat kuarsa pada daerah ini terdiri dari tiga buah urat kuarsa besar yang saling berdekatan. Letak urat kuarsa ini adalah 0776527, 9197553. Mempunyai kedudukan N 108o E/79o, N 100o E/70o, N 232o E/71o. Dengan ketebalan kurang lebih 1 m. Dengan tekstur urat kuarsa berupa colloform dan crustiform.

 

Gambar 4.16 Contoh Kuarsa Q3 (Fotografi : Subandrio, 2009) 

Gambar 4.17 Contoh Urat Kuarsa Q4,Q5 dan Q6 (Fotografi : Subandrio, 2009) 

(18)

52  4.6.2 Kadar

Urat Kuarsa di daerah penelitian telah diolah dan ditambang oleh penduduk setempat. Urat kuarsa pada daerah penelitian memiliki kadar emas yang cukup potensial untuk diolah. Beberapa pengujian laboratorium telah dilakukan untuk mengetahui besarnya kandungan emas pada urat kuarsa di daerah ini dan kandungan mineral logam lainnya. Dari hasil laboratorium dapat kita simpulkan adanya keterkaitan muncul emas dengan unsur lainnya seperti mangan dan menandakan bahwa tidak setiap urat kuarsa mengandung kadar emas tinggi. Hasil yang didapatkan yaitu:

Daerah Bunikasih mepunyai tipe endapan epitermal low sulfidation. Hal ini dapat ditunjukkan oleh beberapa ciri, yaitu:

• Dimensi urat kuarsa berukuran besar.

• Urat kuarsa berupa Milky Quartz.

Gambar 4.18 Kalsedon massif pada Q3, kadar emas serta logam dasar. Analisis  dilakukan di FUB, Jerman (Subandrio 2009, Komunikasi Personal)  Sample Au Ag Cu As Sb Ag/Au

A1 24,6 618 65 22 6 25,12

A2 20,6 493 55 23 7 23,93

B1 20,1 1164 96 38 9 57,91

B2 24,6 1056 85 40 8 42,93

C1 15 545 60 24 6 36,33

C2 17,4 518 60 25 6 29,77

D1 7,2 617 61 21 6 85,69

D2 7,7 554 50 22 5 71,95

0,1 1 10 100

1 100 10000

Au (ppm)

Ag (ppm)

Ag vs Au of 

Bunikasih 

(19)

53 

• Zona alterasi yang hadir berupa Argilik dan Propilitik dengan tekstur urat kuarsa berupa colloform, crustiform, comb, dogteeth, bladed dan cockade.

Gambar 4.19 contoh urat kuarsa. Menunjukkan bahwa tidak semua urat kuarsa  menggandung kadar emas yang tinggi serta hubungan kehadiran mangan dengan Au. 

Analisis dilakukan di FUB, Jerman (Mubandi 2009, Komunikasi Personal)  Sample Au Ag Pb Zn Cu As Sb Mn Fe Ag/Au

E1 0,5 5 5 5 5 0 1 605 151 10,00

E2 0,5 5 5 5 5 0 1 546 198 10,00

F1 0,4 0 10 2 4 0 1 154 99 0,00

F2 0,3 0 81 2 4 0 1 146 101 0,00

G1 0,3 10 5 1 3 1 1 123 147 33,33

G2 0,3 10 5 0 3 1 1 122 147 33,33

H1 3,1 172 19 52 11 7 6 8245 2669 55,48

H2 3,4 160 70 55 12 7 7 7513 2655 47,06

Mn  (ppm) 

Au (ppm)  0,1

1 10 100

1 100 10000

Au (ppm)

Ag (ppm)

Ag vs Au of 

Bunikasih 

Referensi

Dokumen terkait

Keinginan masyarakat untuk memperbaiki kehidupannya yang lebih baik dan mengkritisi kebijakan yang ada, dalam perspektif komunikasi politik merupakan penyampaian aspirasi

Prestasi diraih oleh Agustinus 2016 Juara II Lari 10 Km Putra Porseni Politeknik IX Se-Indonesia. Prestasi

Bakteri yang dapat hidup pada media yang mengandung sumber karbon seperti polisakarida CMC merupakan bakteri yang mampu menghasilkan enzim selulase, dan bakteri ini dapat

Sebagai kementerian yang bergerak dalam bidang pendidikan dan kebudayaan, Kemendikbud juga harus dapat menjadi pelopor dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan

Tingginya kelimpahan nematoda parasit tumbuhan pada petak tampa olah tanah diduga berhubungan dengan kelimpahan gulma yang lebih tinggi pada sistem tanpa olah tanah

Suatu keunggulan kompetitif tercapai bila perusahaan mampu dan dapat menampilkan aktivitas-aktivitas rantai nilai seperti pengembangan teknologi pemasaran dan

Masyarakat sekitar yang kurang tanggap akan kebersihan lingkungan menyebabkan hunian mereka menjadi tidak sehat.. Dengan demikian, dibutuhkan kawasan perkotaan yang sehat dan mampu

Data Primer merupakan data yang dapat diperoleh secara langsung dari sumber aslinya yang berupa wawancara, observasi, pendapat dari seseorang maupun sekelompok orang yang